Anda di halaman 1dari 5

Ruth Sahanaya atau biasa disapa Uthe adalah perempuan kelahiran Bandung, 1 September 1966.

Ia anak dari
pasangan Alfares Edward Sahanaya dan Matheda David. Sejak kecil Uthe memang diketahui gemar menyanyi,
pada tahun 1983, ia mengikuti festival menyanyi, tanpa diduga dirinya meraih juara satu dalam perlombaan itu.
Setelah itu, ia mengikuti banyak lagi perlombaan-perlombaan hingga ke tingkat nasional. Saat ia berumur 20
tahun, ia hijrah ke Jakarta untuk mengembangkan kariernya di dunia musik.
Tahun 1987, Uthe merilis album pertamanya yang bertajuk Seputih Kasih dan memulai kariernya secara
profesional. Menjadi penyanyi pendatang baru bukanlah hal yang mudah dan Uthe sendiri yang merasakannya.
Ia pernah tidak dibayar pada sebuah acara yang diselenggarakan di Semarang karena batal diselenggarakan.
Ia tidak bisa menuntut melihat statusnya yang masih menjadi penyanyi pendatang baru, maka dari pengalaman
itu ia terus berkerja keras untuk menjadi penyanyi profesional agar ia lebih dihargai.
Membuktikan dirinya adalah penyanyi yang profesional, Uthe merilis beberapa album, dan ikut bernyanyi di
festival internasional. Di antaranya adalah album Tak Kuduga (1989), Yang Terbaik (1994), Uthe! (1996),
Berserah Kepada Yesus (1997), Kasih (1999). Ia pernah bernyanyi di Yunani, dan juga meraih gelar Grand Prix
Winner dalam Midnight Sun Song Festival di Finlandia, pada tahun 1992.
Pada tahun 1993, dengan bakatnya, Uthe mampu menjadi penyanyi pertama yang menggelar konser tunggal,
yang saat itu diadakan oleh Jay Subyakto dan komponis kondang, Erwin Gutawa.
Tahun 2006 Uthe bergabung dengan 3 Diva, bersama Titi DJ dan Krisdayanti, dan merilis dua album yang
berjudul Semua Jadi Satu dan 3 Diva. Di tahun 2011, ia menggelar konser 25th Anniversary-nya berkarier di
dunia musik Indonesia.
Gebrakan baru terjadi pada tahun 2017. Ia kembali merilis single dari album barunya bertajuk Rinduku.
Tentunya, menjadi penyanyi profesional membuatnya diganjar dengan berbagai penghargaan.
Kehidupan rumah tangganya pun terbilang bersih. Pernikahannya dengan dengan Jeffrey Waworuntu pada
tahun 1994 dikaruniai dua anak bernama Nadine Emmanuella Waworuntu dan Amabel Odellia Waworuntu.
Mereka hidup bahagia bersama dan jauh dari gosip selebriti
KELUARGA
Orangtua : Alfares Edward Sahanaya dan Matheda David
Suami : Jeffrey Waworuntu
Anak : Nadine Emmanuella Waworuntu, Amabel Odellia Waworuntu
Saudara : Tabitha Sahanaya

:
Tidak ada yang lebih mencintaiku dan menyayangiku selain ayahku. Dia sosok yang kuat, pemberani dan gagah.
. Tulang punggung keluarga dan juga pemimpin di keluarga Bernama Jemz Andre Ratu Edo.
Ayah atau yang kerap aku panggil dengan sebutan “Papa” lahir pada tanggal 2 Februari 1974. Papa bukan
sosok yang terlahir dari orang berada. Namun dia mampu menyelesaikan pendidikannya dan berhasil menjadi
lulusan terbaik di fakultasnya.
Dia bekerja dan berkuliah dengan modal keyakinan yang kuat. Dan berpegang teguh pada pepatah sunda
“lamun keyeng tangtu pareng” yang artinya kalau terus berusaha pantang nyerah pasti akan berhasil.
Dan akhirnya sekarang ayahku menjadi guru PNS yang lolos setelah 5 tahun mengabdi jadi honorer. Kegigihan
dan kerja keras ayah berhasil menjadikannya seorang kepala sekolah di SMP negri di Bandung.
Dan impian-impian ayah adalah ingin mengantarkan anak-anaknya mengenyam pendidikan lebih dari dirinya.
Semoga keinginan ayahku terkabul. 

Dia adalah seseorang yang gagah dan pemberaniDia adalah seseorang yang kusebut ayah. Ayahku bernama
Dedi Haryadi, lahir pada tanggal 25 Juni 1966. Dulu, saat ayah masih muda, Ia merupakan salah satu orang
yang disegani di kampung karena Ia merupakan pengawas perhutani. Sedangkan mayoritas orang-orang di
kampungku adalah seorang petani. Ayah dikenal sebagai pribadi yang ramah dan suka menolong. Oleh karena
itu, orang-orang sangat menyukainya dan menghormatinya.

Setelah masa jabatan ayahku sebagai pengawas perhutani telah usai, kemudian ayah tidak mempunyai
pandangan untuk bekerja apa. ayahku sempat mencoba untuk melamar pekerjaan di beberapa bidang dan
perusahaan. Namun, tidak ada yang menerima lamarannya. Sampai akhirnya, ayahku memutuskan untuk
bekerja menjadi kuli bangunan.

Ayah adalah lelaki paling tangguh dan bertanggungjawab yang pernah aku miliki. Seberat apapun masalah yang
menerpa keluarga. Ayah selalu mampu menanganinya dengan baik dan menyelesaikan semua urusan dengan
baik pula. Seumur hidupku bersama ayah, ayah tidak pernah berlaku kasar dengan anak-anaknya. Ayah adalah
seorang lelaki yang sangat penyayang dan bertanggungjawab kepada keluarganya.

Setiap hari, ayah selalu memberikan kalimat motivasi kepada kami meskipun ayah tidak berendidikan tinggi,
namun ayah selalu berusaha menyekolahkan anak-anaknya sampai pendidikan tinggi.
Sosok lelaki yang menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga. Seorang lelaki pekerja keras sehingga menjadi
motivator bagi istri dan anak-anaknya. Dialah “Papa” saya. 10 Oktober 1987 merupakan hari yang sakral bagi
Ayah dan Ibu untuk mengawali bahtera rumah tangga. Mereka dikaruniani 3 orang anak. Anak pertama mereka
yaitu perempuan yang sekarang pun sudah memiliki keluarga kecil sendiri dan juga telah dikaruniani 1 orang
anak yang sangat lucu dan menggemaskan. Anak kedua mereka yaitu laki-laki yang menjadi mahasiswa tingkat
akhir di sebuah Universitas swasta yang ada di Solo. Dan yang terakhir adalah saya sendiri yang sekarang juga
sedang menempuh di sebuah Universitas swasta di Solo.
Anak ke 4 dari 6 bersaudara
Ayah merupakan hasil peraduan cinta antara almarhum Masitin Wiryo Sanjoyo dan almarhumah Suyati Wiryo
Sanjoyo. Ayah merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Saat itu, nenek lah yang menjadi satu-satunya
hal yang sangat berarti bagi Ayah. Kakek meninggal saat Ayah masih kanak-kanak. Ketika itu, hidupnya pun
merasa sangat kurang karena nenek harus menghidupi enam anak sendiri. Dengan bermodal berjualan
makanan kecil, nenek terus bekerja keras agar anak-anaknya bisa terus untuk melanjutkan sekolah. Saat SD,
Ayah pun telah bekerja. Tidak seperti sekarang yang bekerja hanya di sebuah dinding kotak dengan layar laptop
yang menyala dan dengan AC yang menyejukkan. Pekerjaan ini jauhlah berbeda dengan pekerjaan pada
umumnya. Ia bekerja sebagai buruh pembersih makam yang lokasinya tidak jauh dengan tempat tinggalnya.
Kejadian ini, mungkin masih banyak terjadi pada anak-anak yang masih berstatus sebagai pelajar. Ya hal itulah
yang juga pernah dilakukan oleh Ayah saya. Uang hasil pendapatan pun tak pernah ia gunakan. Uang itu
langsung ia serahkan kepada nenek. Ayah tahu, nenek lah yang pantas mendapatkan uang tersebut untuk
keperluan yang akan digunakan oleh nenek sendiri dan anak-anaknya.
Menjual cincin perkawinan
Kini Ayah tumbuh menjadi seorang lelaki yang dewasa. Ia masih tetap melanjutkan sekolah berjenjang SLTA
(yang sekarang ini menjadi SMK) dengan jurusan listrik di daerah Solo, Waktu itu Ibu juga berstatus sebagai
anak SMEA swasta (yang sekarang menjadi SMA) di Solo. Mereka bertemu dan Ayah pun langsung menaruh
hati pada Ibu. Ayah pun mengirimkan surat kepada Ibu. Tapi, saat itu Ibu menghiraukannya. Ayah pun tidak
berhenti sampai disitu. Dengan modal ikan asin yang tiap hari ia bawakan ke rumah Ibu dan mendekati nenek
(ibu dari ibu). Akhirnya Ibu pun luluh. 10 Oktober 1987 merupakan hari yang sakral bagi mereka. Hari di mana
dua insan yang dipersatukan untuk membina sebuah rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rohmah.
Setelah menikah, setahun kemudian ayah pun telah bekerja di suatu instansi pemerintahan. Ketika itu, pekerjaan
Ayah sangatlah berat karena hanya dijadikan sebagai buruh untuk mengatasi persoalan listrik. Namun, ayah
tetap menikmati pekerjaan tersebut. Pada tahun 1988 lahirlah anak mereka yang pertama. Saat itulah, ayah
mulai bertekad untuk bekerja lebih keras lagi demi rumah yang akan mereka bangun. Ayah dan Ibu ingin
memiliki sebuah rumah sendiri dengan hasil kerja keras mereka. Di tahun 1990, mereka ternyata dikaruniani
anak laki-laki. Ayah saya merasa bangga bukan main. Namun, disisi lain ia merasa sangat sedih karena ia belum
mendapatkan rumah impian yang ia inginkan. Ayah membuyarkan lamunannya dan kembali ke dunia nyata. Ia
tidak ingin terus-menerus menumpang di rumah nenek. Ia berpikir bahwa “sesuatu yang ingin ia perjuangkan
haruslah dengan kerja keras yang berlipat ganda”. Dengan bermodal uang yang ia tabung selama 4 tahun dan
dengan menjual cincin perkawinan Ayah, ia membeli tanah di kawasan perumahan Jl. Adi Sumarmo. Saat, itu ibu
hamil tua dan pertengahan tahun 1994 ibu melahirkanku ke dunia ini. Saya dilahirkan dalam keadaan yang
sangat beruntung karena waktu itu Ayah dan Ibu sudah sangat cukup untuk menghidupi ketiga anaknya. Namun,
Ibu tidak lupa untuk selalu mengingatkan ketiga anaknya untuk tidak bertopang dagu dan tidak seluruhnya
memanfaatkan hasil keringat dari Ayah dan ibunya.
Mimpi selanjutnya adalah naik haji
Allah Maha Kaya, apapun yang kita niati itu baik, maka Allah akan mengabulkan. Ketika itu, Ayah saya sudah
menjabat sebagai karyawan tetap di instansi pemerintah tersebut. Sebagai seorang muslim, Ayah juga ingin
memenuhi rukun islam yang terakhir yaitu pergi haji bersama Ibu dan mertua (karena orang tua Ayah sudah
tiada waktu itu). Ayah pun terus berusaha untuk mewujudkan keinginan itu. Di tahun 2007, Ayah pindah kantor
hingga 3 kali, entah apa yang dipikirkan oleh Kepala Cabang kantor tersebut. Namun, Ayah mencoba untuk
sabar dan tetap bekerja keras demi mewujudkan mimpi tersebut. Di pertengahan tahun 2007, Ayah dan Ibu
mulai mengumpulkan uang. Alhamdulillah, kerja keras ia pun terbayar di tahun 2008. Akhirnya, Ayah dan Ibu
berangkat ke Rahmatullah beserta nenek. Setelah pulang ke Rahmatullah, beberapa bulan selanjutnya Ayah
diangkat sebagai senior teknisi. Awalnya, Ayah saya ditawari menjadi Kepala Cabang di kantor tersebut, namun
Ayah menolak karena kondisi fisik Ayah yang mulai menurun dan sering sakit-sakitan.

Cukup sampai disini


Setelah mewujudkan keinginan Ayah satu per satu, Ayah mengetahui bahwasanya ia harus istirahat karena
usianya yang sudah tak muda seperti dulu lagi. Di awal tahun 2013 ia pun mengundurkan diri sebagai senior
teknisi menjadi karyawana biasa. Toh masa pensiun pun tinggal setahun lagi, ia ingin menikmati hidupnya
dengan istri dan anak-anaknya. Bukan saatnya Ayah yang mencari uang untuk anak-anak, tapi inilah waktunya
untuk anak-anak mulai memikirkan masa depannya sendiri-sendiri.
Prolog
Bagi kami, perjuangan Ayah dapat dijadikan motivasi bagi keluarga sendiri maupun orang lain. “kita boleh
bermimpi untuk mendapatkan keinginan yang ingin kita wujudkan, namun haruslah disertai dengan usaha
ataupun kerja keras”. Kata-kata itu yang selalu ada di hati kami. Inilah sepenggal dari usaha dari Ayah saya,
semoga dapat menjadi contoh serta motivator bagi pembaca.
Nilai ”kerja keras” yang dilakukan oleh Ayah diperoleh melalui reflektif ataupun pembelajaran secara tidak
langsung, karena sifat itu tidak ia dapatkan melalui pembelajaran ataupun informasi langsung mengenai kerja
keras itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai