Anda di halaman 1dari 3

BENTUKLAHAN FLUVIAL

Bentuklahan fluvial adalah bentuklahan yang terbentuk akibat proses fluvial yang
terkait dengan proses air baik yang memusat (sungai) atau aliran permukaan (overlandflow).
Bentuklahan fluvial terkait dengan daerah-daerah sedimentasi seperti lembah di sungai besar
dan dataran aluvial (Raharjo, 2010). Bentuklahan asal proses fluvial dapat diklasifikasikan
berdasarkan genesisnya yang terjadi akibat dari aktivitas sungai (Verstappen, 1983).

Bentuklahan asal proses fluvial berhubungan dengan kerja aliran sungai. Aliran sungai
ini adalah alur – alur yang mengalirkan air di permukaan bumi baik di atas maupun di bawah
permukaan bumi. Bentuklahannya meliputi penimbunan sedimen, resapan, dan lembah –
lembah sungai yang besar dan untuk menyatakan cakupan wilayahnya dikenal dengan istilah
DAS (daerah aliran sungai) (Charlton, 2007). Proses – proses yang dapat mempengaruhi
berlangsungnya perkembangan bentuk lahan fluvial meliputi erosi, transportasi dan
sedimentasi (Raharjo, 2010).

Bentuklahan asal proses fluvial merupakan hasil dari tiga proses utama, yaitu erosi,
transportasi, dan sedimentasi. Air menjadi agen geomorfik utama dalam membentuk
bentuklahan fluvial, dimana aliran air menjadi faktor penting dalam proses pembentukannya
karena menjadi agen tenaga pengerosi dan transportasi. Proses erosi adalah proses pengikisan
tanah akibat media alami misalnya aliran air sungai (Arsyad, 1982). Erosi adalah pelepasan
progresif material dasar dan tebing sungai, yang diakibatkan karena proses menumbuk dan
menggerus material sungai sehingga material alluvial yang tidak kompak seperti krakal, kerikil,
pasir, dan lempung dapat terangkut (Raharjo, 2010). Material hasil erosi kemudian
tertransportasi oleh aliran air ke tempat yang lebih rendah. Khususnya pada streamflow, bagian
hilir merupakan area dimana aliran air mulai berkurang kecepatannya sebab adanya
pendangkalan dasar sungai. Proses transportasi adalah pengangkutan material hasil pengikisan
yang terjadi karena tenaga kinetis sungai akibat dari gaya gravitasi (Soemarto, 1987).
Akibatnya pada wilayah, ini material mulai tersedimentasi di tempat dimana gaya yang bekerja
sudah tidak aktif. Sedimentasi adalah proses pengendapan material hasil erosi dan transportasi
menjadi lapisan padat (sedimen) dalam badan air seperti danau atau sungai (Tundu, et al., 2018).

Pada bentuklahan fluvial terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi


pembentukannya. Morfologi fluvial dipengaruhi oleh aliran, hasil sedimen, dan karakteristik
lembah (Ibisate, et al., 2011). Debit sungai yang besar menunjukkan kemampuan untuk
mengerosi semakin besar, dimana pada kecepatan aliran yang tinggi maka material yang
tertransportasi akan semakin banyak. Material sedimen berukuran besar lebih sulit terangkut
daripada yang berukuran kecil. Material besar seperti kerikil dan pasir tertransportasi sebagai
bedload dengan cara saltation, rolling, atau, sliding. Material yang lebih kecil seperti lempung
dan lumpur terbawa sebagai suspensi, sedangkan material yang sangat kecil tersolusi dan
bergerak sebagai dissolve load. Kuantitas material sedimen juga menentukan terbentuk atau
tidaknya bentuklahan, misalnya dalam pembentukan delta memerlukan suplai material yang
besar. Umumnya bentuklahan deposisi fluvial terbentuk oleh dua proses dasar, yaitu akresi
lateral dan sedimentasi overbank (Hudson, 2017). Akibatnya, aliran sungai dibagi menjadi tiga
zona, yaitu zona erosi, zona transisi, dan zona deposisi. Zona erosi biasa terletak pada bagian
atas aliran sungai dengan kemiringan paling curam. Zona transisi merupakan batang sungai
utama yang lebar dan dalam. Zona transisi menghubungan zona erosi dan zona deposisi.
Sementara itu, zona deposisi merupakan zona dengan kemiringan paling landai karena banyak
delta yang terbentuk akibat hasil dari pengendapan (Schumm, 1977).

Peta tentatif bentuklahan asal proses fluvial merupakan hasil delineasi digital dan
interpretasi dari citra. Pengidentifikasian bentuklahan asal proses fluvial dilakukan dengan
bantuan kunci interpretasi. Delapan kunci interpretasi citra, antara lain rona/warna, bentuk,
ukuran, pola, bayangan, tekstur, situs, dan asosiasi (Sutanto, 2013). Pada citra sebagian wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta skala 1 : 6.000, terlihat berbagai bentuklahan asal preses fluvial
yang terdiri dari gosong tengah sungai (channel bar), gosong tepi sungai (point bar), meander
atau kelok sungai, tanggul alam, dan dataran banjir. Beberapa bentuklahan fluvial yang tidak
terlihat atau tidak terdapat pada foto udara antara lain adalah, tebing sungai (river cliff), dataran
banjir (flood plain), dataran alluvial, kipas alluvial, tanggul alam, dan masih ada beberapa
bentuklahan lainnya.

Setiap bentuklahan fluvial yang telah diidentifikasi memiliki proses pembentukannya


masing masing yang akan menghasilkan bentukan yang khas. Meander sungai terbentuk karena
suatu proses yang disebut meandering. Meandering meliputi proses erosi dan sedimentasi.
Meander dibentuk oleh erosi yang terjadi di tepi sungai. Proses pembentukan meander
disebabkan oleh perubahan garis arus sungai yang terhalang objek keras pada tebing sungai.
Arus yang terbentur ke salah satu sisi tebing sungai akan membelok menerjang sisi yang lain
sehingga terjadi pengikisan dan pengendapan pada tepi sungai secara bergantian. Seiring
dengan berjalannya waktu, kelokan garis arus mengakibatkan kelokan sungai semakin besar
dan terbentuklah meander (Suharini dan Palangan, 2014).
Kelokan luar meander akan mengakibatkan terjadinya erosi dan membentuk tebing
sungai dan pada kelokan dalam terjadi pengendapan material yang membentuk point bar. Pada
kelokan dalam (inner bend) aliran sungainya lebih lambat daripada kelokan luar. (Charlton,
2007). Point bar atau gosong tepi sungai adalah endapan sedimen yang berbentuk busur di
sepanjang bagian dalam lekukan sungai dengan arah vertikal dari arah saluran sungai (Coffman
et al., 2011 dalam Miardini, 2019). Pada lengkung dalam (inner band) kekuatan arus dalam
emngangkut sedimen lebih rendah daripada arus di lengkung luar (outer band). Akibatnya pada
inner band menjadi zona pengendapan sedimen dimulai dari bagian bawah dinding lembah
menuju ke arah tengah alur sungai dan secara bertahap membentuk point bar (Dibyosaputro,
2016). Channel bar atau gosong tengah sungai merupakan endapan seperti bukit pasir yang
terbentuk secara bertahap disimoan di sepanjang sisi dangkal tengah alur sungai dan
menghasilkan akresi lateral (Hudson, 2017). Material penyusun dan pembentukan channel bar
hampir serupa dengan point bar, yang membedakan ialah lokasi pengendapannya (Miardini,
2019).

Anda mungkin juga menyukai