Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Plasenta atau ari-ari ini merupakan organ manusia yang berfungsi sebagai
media nutrisi untuk embrio yang ada dalam kandungan. Umumnya placenta
terbentuk lengkap pada kehamilan < 16 minggu dengan ruang amnion telah
mengisi seluruh kavum uteri.
Letak placenta umumnya di depan/di belakang dinding uterus, agak ke atas
kearah fundus uteri. Karena alasan fisiologis, permukaan bagian atas korpus uteri
lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplementasi.
Pada awal kehamilan, plasenta mulai terbentuk, berbentuk bundar, berupa
organ datar yang bertanggung jawab menyediakan oksigen dan nutrisi untuk
pertumbuhan bayi dan membuang produk sampah dari darah bayi. Plasenta
melekat pada dinding uterus dan pada tali pusat bayi, yang membentuk hubungan
penting antara ibu dan bayi.
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta
adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus
uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam
plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat
nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam
masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat. Hebatnya
perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang terlepas.
Penyebab terbanyak kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan.
Perdarahan pada ibu hamil dibedakan atas perdarahan antepartum (perdarahan
sebelum janin lahir) dan perdarahan postpartum (setelah janin lahir). Solusio
plasenta merupakan 30% dari seluruh kejadian perdarahan antepartum yang
terjadi.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada
plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar
melalui vagina hampir tidak ada atau tidak sebanding dengan perdarahan yang

1
berlangsung internal yang sangat banyak. Pemandangan yang menipu inilah
sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam
keadaan yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah yang telah keluar sukar
diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-
kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan
15,5% disertai pula oleh preeklamsia. Faktor lain yang diduga turut berperan
sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan
makin bertambahnya usia ibu.
Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit
menegakkan diagnosisnya dengan cepat. Dari penelitian oleh Hard dan kawan-
kawan diketahui bahwa 15% dari kasus solusio plasenta didiagnosis dengan
persalinan prematur idiopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin, perdarahan
hebat, kontraksi uterus yang hebat, hipertoni uterus yang menetap, gejala-gejala
ini dapat ditemukan sebagai gejala tunggal tetapi lebih sering berupa gejala
kombinasi.
Pada sebagian besar laporan, angka kematian perinatal akibat Solutio
Plasenta adalah sekitar 25%. Pada sebuah studi besar di Swedia oleh Karegard dan
Gennser (1986) yang disebut diatas, angkanya adalah 20% Krohn dkk, (1987).
Melaporkan bahwa angka kematian perinatal adalah 20% dari 844 kehamilan
dengan penyulit Solutio Plasenta. Di Washington State Ananth dkk (1999)
meneliti bahwa 530 wanita dengan Solutio Plasenta di Mt Sinai Hospital di New
York dan melaporkan bahwa 40% melahirkan kurang bulan.
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka
kematian maternal di Indonesia pada tahun 1998-2003 sebesar 307 per 100.000
kelahiran hidup. Angka tersebut masih cukup jauh dari tekad pemerintah yang
menginginkan penurunan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000
kelahiran hidup untuk tahun 2010. Angka kematian maternal ini merupakan yang
tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Angka kematian maternal di Singapura
dan Malaysia masing-masing 5 dan 70 orang per 100.000 kelahiran hidup.

2
Seorang ibu yang pernah mengalami solusio plasenta, mempunyai resiko
yang lebih tinggi mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Solusio
plasenta juga cenderung menjadikan morbiditas dan bahkan mortabilitas pada
janin dan bayi baru lahir.
Berdasarkan data diatas, maka penulis tertarik untuk membahas tentang
Konsep dan Askep Pasien dengan Solutio Plasenta.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan solutio plasenta ?
2. Apakah penyebab terjadinya solutio plasenta ?
3. Apa sajakah klasifikasi dari solutio plasenta ?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari solutio plasenta ?
5. Bagaimanakah tanda dan gejala dari solutio plasenta ?
6. Apa sajakah komplikasi dari solutio plasenta ?
7. Apakah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang
diduga menderita solutio plasenta ?
8. Bagaimanakah pentalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
solutio plasenta ?
9. Bagaimanakah askep teoritis pada pasien dengan solutio plasenta ?
10. Bagaimanakah askep yang dapat dilakukan pada pasien solutio plasenta
berdasarkan pada kasus yang ada ?

C. Tujuan
1. Umum
Untuk mempelajari tentang konsep dan askep pada pasien dengan solutio
plasenta.
2. Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian solutio plasenta
b. Untuk mengetahui penyebab terjadinya solutio plasenta
c. Untuk mengetahui klasifikasi dari solutio plasenta
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari solutio plasenta

3
e. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari solutio plasenta
f. Untuk mengetahui komplikasi dari solutio plasenta
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
pasien yang diduga menderita solutio plasenta
h. Untuk mengetahui pentalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien
dengan solutio plasenta
i. Untuk mengetahui askep teoritis pada pasien dengan solutio plasenta
j. Untuk mengetahui askep yang dapat dilakukan pada pasien solutio
plasenta berdasarkan pada kasus yang ada

D. Manfaat
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang konsep dan askep
solutio plasenta.

4
BAB II
PEMBAHASAN

I. Konsep
A. Pengertian
1. Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implementasinya
sebelum janin lahir (F. Gary Cunningham, 2005).
2. Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari insersi sebelum waktunya.
( Kapita selekta Kedokteran : hal. 279).
3. Solusio plasenta (abruption plasenta atau accidental haemorage) adalah
terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri setelah
kehamilan 20 minggu atau sebelum janin lahir.
4. Abrupsio Plasenta (pelepasan plasenta prematur) didefinisikan sebagai
lepasnya plasenta yang tertanam normal dari dinding uterus baik lengkap
maupun parsial pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih (Ben – Zion
Tabe, 1994).
5. Abrupsio Plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat tertanamnya,
sebelum waktunya (Helen, 2006).

5
6. Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dengan implantasi normal
sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia diatas 28 minggu (Arief
Mansjoer, 2001).
7. Solutio Plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable dimana
plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korpus
uteri) terkelupas atau terlepas sebelum kala III (Dr. Chrisdiono M.
Achadiat,Sp, 2003).
8. Nama lain dari Solutio Plasenta adalah Abrupsio Plasenta, Ablasio
Plasenta, Accidental Hoemorarrhge, Premature Saparation Of The
Normally Implanted Placenta.
9. Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta
adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum
janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan
di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.
Jadi, dapat kelompok III simpulkan solutio plasenta adalah suatu keadaan
terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin tersebut lahir.

B. Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun
ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi, yaitu :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat
hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari
wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio
plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
a. Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.

6
b. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin
yang banyak/ bebas, versi luar atau tindakan pertolongan
persalinan.
c. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Hal ini dapat
diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan
endometrium.
4. Faktor usia ibu
Terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan
meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur
ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan
solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang
mengandung leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan
peningkatan pelepasan katekolamin, yang bertanggung jawab atas
terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat
terlepasnya plasenta. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu
penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35%.
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio
plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus
per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi
tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat
solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada

7
kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil
lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/ defisiensi gizi, tekanan uterus
pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh
adanya kehamilan, dan lain-lain.

C. Prognosis
1. Terhadap Ibu
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus, banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau
preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya
solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada
kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar
kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan sebelum dan sesudah partus,
gagal jantung dan gagal ginjal.
2. Terhadap Anak
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami
kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada
kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan
sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas
dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia
kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian
janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi
angka kematian janin.
3. Terhadap Kehamilan Berikutnya
Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta,
maka kehamilan berikutnya sering terjadi solusio plasenta yang lebih
hebat.

8
D. Klasifikasi
Dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek, antara lain
menurut:
1. Derajat Pelepasan Plasenta
a. Solusio plasenta totalis : plasenta terlepas seluruhnya
b. Solusio plasenta partialis : plasenta terlepas sebagian
c. Ruptura sinus marginalis : sebagian kecil pinggir plasenta yang
terlepas
d. Prolapsus plasenta : Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba
pada pemeriksaan dalam.
(Trijatmo Rachimhadhi).
2. Bentuk Perdarahan
a. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar, ditandai dengan :
1) Biasanya inkomplit
2) Jarang disertai toksemia
3) Merupakan 80% dari Solutio Plasenta
b. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk
hematoma retroplacenter, ditandai dengan :
1) Pelepasan biasanya komplit
2) Sering disertai toksemia
3) Hanya merupakan 20% dari Solutio Plasenta
c. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong
amnion .
(Pritchard JA).
3. Tingkat Gejala Klinisnya
a. Ringan
Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang
tidak berdarah banyak akan menyebabkan perdarahan pervaginam
berwarna kehitaman dan sedikit. Perut terasa agak sakit atau terus
menerus agak tegang. Bagian janin masih mudah diraba. Perdarahan
kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan,

9
janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
b. Sedang
Plasenta telah terlepas lebih dari ¼ - 2/3 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma 120-150 mg%. Tanda dan gejala dapat timbul
perlahan atau mendadak dengan gejala sakit terus menerus lalu
perdarahan pervaginam. Dinding uterus teraba tegang terus menerus
dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin susah diraba serta bunyi
jantung  janin susah didengar. Walaupun perdarahan pervaginam
dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai
1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula
janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan
gawat, bahkan janin bisa saja telah meninggal.
c. Berat
Pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan
shock dan janinnya telah meninggal. Terdapat tanda renjatan. Uterus
teraba sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
(Cunningham dan Gasong).
E. Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam
desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal
dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya
hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta
dari dinding uterus. Rupture spontan pembuluh darah pada dinding plasenta
dapat disebabkan oleh kurangnya kekenyalan atau perubahan abnormal pada
pembuluh darah uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit
mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum
terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan

10
pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna
kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/ tidak
terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu
berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang
terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar,
kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh
plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah
akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina,
darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau
mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila
ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang
biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini
dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-
bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus
Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu
kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada
saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post
partum yang hebat.
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah
pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga
berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan
sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan
hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan
pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh
lainnya.
Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pemberian intravaskuler.
Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak
yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal
mendadak yang biasanya berakibat fatal. Nasib janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Waktu sangat menentukan
hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan nasib janin, makin

11
lama sejak terjadinya Solutio Plasenta sampai selesai, makin hebat umumnya
komplikasi.
WOC Solutio Plasenta

Sumber : Analisa dari kumpulan beberapa patofisiologi.

12
F. Manifestasi Klinis

Secara umum manifestasi klinisnya, meliputi :


1. Perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri diperut yang terus-menerus,
warna darah merah kehitaman.
2. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim
bertambah dengan darah yang berkumpul dibelakang plasenta hingga
rahim teregang (uterus embosis, Wooden uterus).
3. Palpasi janin sulit karena rahim keras.
4. Fundus uteri makin lama makin naik.
5. Auskultasi DJJ (Denyut Jantung Janin) sering negatif.
6. KU (Keadaan Umum) pasien lebih buruk
7. Sering terjadi renjatan (hipovolemik dan neurogenik)
8. Pasien kelihatan pucat, gelisah dan kesakitan.

Sedangkan menurut sumber lain ( Kapita selekta Kedokteran : hal. 279),


manifestasi klinisnya meliputi :
1. Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginam
berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri
sampai dengan yang disertai nyeri perut, uterus tegang, perdarahan

13
pervaginam yang banyak, syok dan kematian janin intra uterin / IUFD
(Intrauterine Fetal Death).
2. Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.
3. Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai,
denyut jantung janin sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna
kemerahan karena tercampur darah.

G. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta
berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain :
1. Pada Ibu
a. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta
hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan
persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita
belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus
yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III
persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada
solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan
jumlah perdarahan yang terlihat.
Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya
perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan
tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan
stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi.
Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal,
karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah
merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan

14
hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi
nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat
ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan
terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan
proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks
ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui
dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin.
Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang
secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat
mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan
pembekuan darah.
c. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen plasma
normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar
antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang
dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :
1) Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule)
terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer
clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler
(mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar
fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka
fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa
hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang
menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat
gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan
jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan
kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/ anuria.

15
2) Fase II
Fase ini merupakan fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh
untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat.
Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang
berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar
fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologi. Kecurigaan
akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan
dengan pemeriksaan laboratorium.
d. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-
otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam
ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan
kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau
ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire.
2. Pada Janin
a. Fetal distress
b. Gangguan pertumbuhan/ perkembangan
c. Hipoksia dan anemia
d. Kematian
e. Jika janin dapat diselamatkan, maka saat lahir dapat mengalami berat
badan lahir rendah (BBLR).

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : Hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu protrombin,
waktu pembekuan, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen, gen
elektrolit plasenta, CBC/ Hitung darah lengkap, CT, BT, elektrolit (bila
perlu).
2. Keadaan janin kardiootokografi/ CTG (untuk mengetahui kesejahteraan
janin), Doppler, Laennec.
3. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

16
Untuk menilai letak plasenta, usia kehamilan dan keadaan janin secara
keseluruhan. Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
1) Terlihat daerah terlepasnya plasenta
2) Janin dan kandung kemih ibu
3) Darah
4) Tepian plasenta

Ultrasonografi kasus solusio plasenta

I. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur
serta bila solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya
deselerasi tidak menjamin lingkungan intra uterine aman. Harus segera
dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan
hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat
dipulihkan. Hal yang dapat dilakukan meliputi :
a. Transfusi darah (1x24 jam) bila anemia (Hb kurang dari 10,0%).
b. Apabila ketuban telah pecah, dipacu dengan Oksitosin 10 IU dalam
larutan Saline 500cc, kemudian ditunggu sampai lahir pervaginam
c. Bila 1 botol tersebut belum lahir, ulangi dengan 1 botol lagi dan
ditunggu sampai lahir. Dengan langkah ini biasanya sebagian besar

17
kasus dapat diselesaikan dengan baik (90%), sedangkan bagi yang
gagal dapat dilakukan SC emergency.
2. Pengobatan
a. Umum
1) Transfusi darah yang cukup
2) Pemberian O2
3) Pemberian antibiotik
4) Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
b. Khusus
1) Terhadap Hypofibrinogenemia
 Substansi dengan human fibrinogen 10 g atau darah segar.
 Menghentikan fibrinolyse dengan trasylol ( proteinase
inhibitor) 200.000 S i.v. selanjutnya kalau perlu 100.000
S/jam dalam infus.
2) Untuk merangsang diurese : Mannit, Mannitol diurese yang baik
lebih dari 30-40cc/ jam.
c. Obstetris
Bertujuan untuk mempercepat persalinan maksimal kelahiran
terjadi dalam 6 jam, dengan alasan :
 Bagian yang terlepas meluas
 Pendarahan bertambah
 Hypofibrinogenemia muncul dan bertambah
Tujuan ini dicapai dengan cara, sebagai berikut :
1) Pemecahan ketuban
Pemecahan ketuban pada Solutio plasenta tidak bermaksud
untuk menghentikan pendarahan dengan segera tetapi untuk
mengurangi regangan dinding rahim dan dengan demikian
mempercepat persalinan.
2) Pemberian infus pitocin ialah 5s dalam 500cc glukosa 5%.
3) Sectio Cesarea (SC ) dilakukan, jika :
 Serviks panjang dan tertutup

18
 Kalau setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin
dalam 2 jam belum juga his (adanya kontraksi uterus).
 Anak masih hidup
4) Hysterektomi dilakukan kalau ada atonia uteri yang berat yang
tidak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim.

II. Asuhan Keperawatan Pada Solution Plasenta


A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, diagnosis medis, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit,
dan lain-lain.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
1) Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri
2) Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim
bertambah dengan dorongan yang berkumpul dibelakang
plasenta, sehingga rahim tegang.
3) Perdarahan yang berulang-ulang.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan
darah, darah yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari
perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien
pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat
pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion gameli)
dan lain-lain. Kaji juga riwayat KB pasien.
Pengkajian Nyeri meliputi aspek P, Q, R, S, T :
P Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
(profokatif dan adalah trauma pada plasenta/ uterus.
paliatif)
Q Tanyakan bagaimana gambaran rasa nyeri

19
tersebut. Berupa rasa nyeri di perut yang teras
(qualitas atau terus-menerus.
quantitas)
R Tanyakan pada daerah mana yang sakit.
(Regional/area Biasanya adalah bagian abdomen yang terasa
terpapar/radiasi) tegang/ keras.
S Tergantung dengan klasifikasi dari solutio
(skala plasenta yang diderita oleh ibu.
keparahan)
T Dirasakan secara terus-menerus.
(timing/waktu)

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama
sebelumnya. Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit
hipertensi / pre eklampsi, tali pusat pendek atau trauma uterus
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa
dengan yang dialami pasien.
e. Riwayat Kehamilan
1) Riwayat Menstruasi
Yang perlu ditanyakan, meliputi :
a) Menarche untuk mengetahui keadaan alat kelamin
dalam normal atau tidak
b) Siklus menstruasi untuk mengetahui adanya penyakit
yang menyertai.
c) Lamanya haid terakhir
d) Banyaknya darah yang keluar
e) Konsistensinya

20
f) Teratur tidaknya haid yang digunakan untuk membantu
diagnosa lamanya kehamilan dan untuk
memperhitungkan taksiran persalinan.
g) Pergerakan anak
Pada kasus Solusio Plasenta pergerakan anak
tergantung dari umur kehamilan dan keadaan janinnya.
2) Tanda- Tanda Kehamilan
Tanda-tanda pasti kehamilan antara lain pada pemeriksaan
abdomen dapat diraba bagian-bagian janin, dapat didengar
denyut jantung janin, dapat dirasakan gerakan janin, pada
pemeriksaan rontgen  tampak kerangka  janin dan pada
Ultrasonografi dapat diketahui ukuran janin. (Prawirohardjo,
2008)
f. Kebiasaan Sosial
Riwayat psikososial, pasien cemas dan seringkali bertanya – tanya
tentang pengobatan, perawatan dan ramalan/ prognosis penyakitnya.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Kesadaran
GCS : biasanya kesadaran pasien normal yaitu 4,5,6 (compos
mentis) sampai apatis.
b. Observasi TTV Pasien
1) Tensi : normal sampai turun (syok)
2) Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
3) Suhu : normal / meningkat (> 37o c)
4) RR : normal / meningkat (> 24x/menit)
c. Pemeriksaan Head To Toe
1) Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas
rambut biasanya rontok / tidak rontok.
2) Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
3) Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung

21
4) Mata : conjunctiva anemis
5) Mulut dan Gigi
Ada atau tidak caries jika ada perlu ditanyakan kapan terjadinya,
ada tidaknya pendarahan gusi, ada pembengkakan tonsil atau
tidak.
6) Telinga
Menilai kebersihan telinga dengan melihat ada tidaknya
serumen.
7) Kelenjar tiroid dan Kelenjar limfe
Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe.
8) Dada
Bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat dan dangkal
a) Jantung : ictus cordis regular atau tidak.
b) Paru-paru : ada atau tidak ronchi dan wheezing.
c) Payudara
Simetris atau tidak, bersih atau tidak, ada benjolan atau
tidak, nyeri atau tidak.
9) Sirkulasi
TD berbagai posisi (duduk, berbaring, berdiri, baik kanan
maupun kiri), nadi secara palpasi, bunyi jantung, ekstremitas
(suhu, warna, pengisian kapiler, tanda hofman, varises), warna/
sianosis diberbagai region tubuh.
10) Punggung dan pinggang
Posisi tulang belakang : lordosis / tidak
11) Abdomen
a) Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area
perut, terlihat linea alba dan nigra
b) Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar
gerakan janin.
c) Palpasi : rahim keras, fundus uteri naik

22
Pemeriksaan leopold
a) Leopold I
 Pemeriksa menghadap kearah muka ibu hamil
 Menentukan tinggi fundus uteri dan bagian dalam
fundus
 Konsistensi uterus
b) Leopold II
 Menentukan batas samping rahim kanan dan kiri
 Menentukan letak punggung janin
c) Leopold III
 Menentukan apa yang terdapat dibagian terbawah
 Untuk menentukan bagian terbawah janin apakah
bagian tersebut sudah masuk pintu atas panggul atau
belum (jika belum bagian terbawah tersebut dapat
digoyangkan).
d) Leopold IV
 Pemeriksaan menghadap kearah kiri ibu hamil
 Seberapa jauh bagian terbawah janin masuk pintu
atas panggul. (Mochtar : 1998)

12) Genitalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah
yang merah kehitaman, terdapat farises pada kedua paha /
femur.
13) Fetus DJJ
Pada kasus solusio plasenta yang beresiko tinggi terhadap
kematian janin umumnya DJJ bervariasi dari asfiksia/ bradikardi
ringan sampai berat dan dapat lebih parah sampai tidak
terdengar bila kasus ini tidak segera mendapat pertolongan.
14) Ekstremitas

23
Akral dingin, tonus otot menurun.
4. Pengkajian Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Persepsi terhadap penyakit ; tanyakan bagaimana persepsi klien
menjaga kesehatannya. Untuk mencegah tetatus nenatorum, maka
ibu hamil sebaiknya mendapatkan imunisasi TT2 kali dengan
interval 4 minggu dari TT1.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan alergi/
sensitivitas, riwayat PHS, status kesehatan, bulan kunjungan prenatal
pertama, masalah dan tindakan obstetric sebelumnya dan terbaru,
jarak kehamilan, jenis melahirkan sebelumnya, tranfusi, tinggi dan
postur ibu, pernah terjadi fraktur atau dislokasi, keadaan pelvis,
persendian, deformitas columna vertebralis, prosthesis (alat bantu),
dan alat ambulasi. Dan data objektif diperoleh dari suhu, integritas
kulit (terjadi ruam, luka, memar, jaringan parut), parastesia, status
dari janin mulai dar frekuensi jantung hingga hasil, status persalinan
serta kelainan-kelainan terkait, kondisi dari ketuban, golongan darah
dari pihak ayah ataupun ibu, screening test dari darah, serologi,
kultur dari servik atau rectal, kutil atau lesi vagina dan varises pada
perineum.
b. Pola nutrisi/ metabolisme
Abdomen keras, seperti papan, uterus tegang dengan
pembesaran simetris atau asimetris.
c. Pola eliminasi
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan
eliminasi.
d. Pola aktivitas/ latihan
Pada kasus solusio plasenta aktivitanya terganggu karena
biasanya pasien umumnya lemah.

24
e. Pola istirahat tidur
Biasanya klien akan mengalami gangguan dengan pola tidur dan
istirahat karena ketidaknyamanan akibat nyeri yang dirasakan.
Sehingga efektivitas, kualitas, dan kuantitas tidur istirahat terganggu.
f. Pola kognitif-persepsi
1) Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecapan,
penciuman. Persepsi nyeri, bahasa dan memori
2) Status mental
3) Apakah klien bisa bicara dengan normal/ tak jelas/ gugup
4) Kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memahami serta
keterampilan interaksi
5) Kaji juga ansietas klien terkait penyakitnya dan derajatnya
6) Apakah ada nyeri : akut/ kronik. Tanyakan lokasi nyeri dan
intensitas nyeri
7) Bagaimana penatalaksaan nyeri, apa yang dilakukan klien
untuk mengurangi nyeri saat nyeri terjadi
8) Apakah klien mengalami insensitivitas terhadap panas/ dingin/
nyeri
g. Pola persepsi diri-konsep diri
Secara subyektif mulai dari kehamilan yang direncanakan,
pengalaman melahirkan sebelumnya, sikap dan persepsi, harapan
selama persalinan, hubungan keluarga, pendidikan dan pekerjaan
(ayah), masalah financial, religius, faktor budaya, adanya faktor
resiko serta persiapan melahirkan. Dan secara obyektif, terdiri dari
respon emosi terhadap persalinan, interaksi dengan orang
pendukung, serta penatalaksanaan persalinan.
h. Pola peran hubungan
Data subjektif di dapat dari status perkawinan, lama tahun
berhubungan anggota keluarga, tinggal dengan, keluarga besar,
orang pendukung, leporan masalah. Data objektif di dapat dari

25
komunikasi verbal/non verbal dengan keluarga/ orang terdekat, pola
interaksi sosial (perilaku).
i. Pola koping-toleransi stres
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta
tidak mengetahui asal dan penyebabnya.
j. Pola  reproduksi/ seksualitas
Peninggian fundus uterus, relaksasi diantara kontraksi menurun
secara progresif janin hiperaktif, DJJ mungkin DBN atau dapat
menunjukkan bradikardia atau takikardia.
k. Pola keyakinan-nilai
1) Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan
tujuan dalam hidup
2) Kaji tujuan, cita-cita dan rencana klien pada masa yang akan
datang
3) Apakah agama ikut berpengaruh, apakah agama merupakan hal
penting dalam hidup
4) Klien akan mengalami gangguan dalam menjalankan aktivitas
ibadah sehari-hari karena ketidaknyamanan dari penyakit yang
diderita. Namun, biasanya klien akan tetap berusaha dan berdoa
untuk kesembuhan penyakit yang dideritanya.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen, elektrolit.
b. Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin
c. Ultrasonogafi, untuk menilai letak plasenta, usia gestasi, dan keadaan
janin, dijumpai juga  perdarahan antara plasenta dan dinding
abdomen atau disebut dengan perdarahan Retroplasenter
d. Urin
Albumin(+), pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.

26
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b.d.  perdarahan
2. Risiko tinggi terjadinya letal distress b.d perfusi darah ke plasenta
berkurang.
3. Nyeri akut b.d.  kontraksi uterus
4. Cemas b.d. kurangnya pengetahuan mengenai keadaan patologi yang
dialaminya.
5. Risiko  terjadinya shock hemoragik b.d. perdarahan
6. Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya
b.d kurangnya informasi .
7. Risiko gangguan hubungan ibu-janin b.d penyulit persalinan: abrupsio
plasenta
8. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan
9. Dukacita b.d kemungkinan keguguran yang telah diantisipasi dan
kehilangan anak yang diharapkan

27
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

I. Kasus (SolusioPlasenta)
Ny.M (45 tahun) datang ke RS bersama suaminya dengan membawa surat
rujukan dari bidan. Tertulis disurat status obstetri G6P4A1H37 mg dengan
susp.solusio plasenta. Saat wawancara, klien mengeluh mengalami perdarahan
melalui vagina berwarna kehitaman sejak tadi malam, disertai nyeri dan kram
pada perut yang terus menerus serta janin bergerak aktif. Klien berfikir akan
segera melahirkan dan datang ke bidan dekat rumah keesokan paginya, tapi klien
justru dirujuk ke RS.
Klien menceritakan selama kehamilan ini baru memeriksakan kehamilannya
sekali, yaitu pada saat dinyatakan (+) hamil 12 mg oleh bidan. Setelah itu tidak
pernah lagi memeriksakan kehamilan karena ini bukan kehamilan yang pertama.
Sebelum kehamilan ini, klien mempunyai riwayat perdarahan dan mengalami
keguguran pada usia kehamilan 16 mg.
Selama pemeriksaan fisik perawat mencatat TTV sebagai berikut : TD = 80/
55 mmHg, N = 110x/ Menit, P = 28x/ Menit, S = 360C, uterus keras, tegang,
seperti papan, nyeri tekan (+), TFU = 36 cm, His (-), DJJ dan palpasi janin sulit.
Klien terlihat pucat, lemah, tampak kesakitan, kulit teraba dingin, konjungtiva
anemis, pembalut penuh dengan darah berwarna kehitaman.
Klien kemudian melakukan pemeriksaan USG dan terlihat solusio plasenta
partialis dengan hematoma, DJJ 82x/ Menit, aktifitas janin lemah, perdarahan
aktif (+).

II. Pembahasan Kasus


A. Pengkajian
1. Identitas klien
a. Nama : Ny.M
b. Usia : 45 tahun
c. Jenis kelamin : perempuan
d. Diagnosa Medis : Susp.solusio plasenta.

28
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh mengalami perdarahan melalui vagina berwarna
kehitaman sejak tadi malam, disertai nyeri dan kram pada perut yang
terus menerus serta janin bergerak aktif. Klien berfikir akan segera
melahirkan dan datang ke bidan dekat rumah keesokan paginya, tapi
klien justru dirujuk ke RS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Tertulis di surat status obstetric G6P4A1H37 minggu (gestasi ke 6,
pastus 4 kali, abortus 1 kali dan sekarang usia kehamilan 37 minggu)
dengan suspect solusio plasenta. Klien mengeluh mengalami
perdarahan melalui vagina berwarna kehitaman sejak tadi malam,
disertai nyeri dan kram pada perut yang terus menerus serta janin
bergerak aktif. Uterus keras , tegang, seperti papan, nyeri tekan (+),
TFU=36 cm, His (-), DJJ dan palpasi janin sulit. Klien terlihat pucat,
lemah, tampak kesakitan, kulit teraba dingin, konjungtiva anemis,
pembalut penuh dengan darah berwarna kehitaman.
Pengkajian Nyeri meliputi aspek P, Q, R, S, T :
P Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
(profokatif dan adalah trauma pada plasenta/ uterus.
paliatif)
Q Nyeri kram di perut
(qualitas atau Data tambahan :
quantitas) Nyeri dirasakan terus-menerus dengan skala
nyeri 7.
R Area nyeri yang dirasakan adalah di bagian
(Regional/area abdomen.
terpapar/radiasi)
S Derajat solusio plasenta partialis dengan
(skala hematoma.
keparahan)

29
Data tambahan :
Skala nyeri sedang-berat.
T Dirasakan secara terus-menerus.
(timing/waktu)

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelum kehamilan ini, klien mempunyai riwayat perdarahan dan
mengalami keguguran pada usia kehamilan 16 mg.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa
dengan yang dialami pasien.
e. Riwayat Kehamilan
1) Riwayat Menstruasi
Pergerakan anak : pergerakan janin aktif
2) Tanda- Tanda Kehamilan
Klien menceritakan selama kehamilan ini baru memeriksakan
kehamilannya sekali, yaitu pada saat dinyatakan (+) hamil 12
mg oleh bidan. Setelah itu tidak pernah lagi memeriksakan
kehamilan karena ini bukan kehamilan yang pertama. Uterus
keras , tegang, seperti papan, nyeri tekan (+), TFU= 36 cm, His
(-), DJJ dan palpasi janin sulit. Pemeriksaan USG terlihat
solusio plasenta partialis dengan hematoma, DJJ 82x/ Menit,
aktifitas janin lemah, perdarahan aktif (+).
f. Kebiasaan Sosial
Belum dikaji

3. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Kesadaran
Belum dikaji
b. Observasi TTV Pasien
1) Tensi : 80/ 55 mmHg

30
2) Nadi : 110x/ Menit
3) Suhu : 360C
4) RR : 28x/ Menit
c. Pemeriksaan Head To Toe
1) Mata : konjungtiva anemis
2) Dada
Bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat dan dangkal
3) Abdomen
a) Inspeksi : perut besar (buncit)
b) Auskultasi : DJJ sulit
c) Palpasi : Palpasi janin sulit. Uterus tegang seperti
papan, nyeri tekan, TFU = 36, His(-)
d) Pemeriksaan leopold : Belum dikaji.
4) Genitalia
Perdarahan aktif (+). Pembalut penuh dengan darah berwarna
kehitaman
Adanya perdarahan pada vagina. Pembalut penuh dengan darah
berwarna kehitaman. Peradarahan aktif (+).
5) Fetus DJJ
DJJ sulit = 82x/ menit

4. Pengkajian Fungsional Gordon


a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Klien mengeluh mengalami perdarahan melalui vagina berwarna
kehitaman sejak tadi malam, disertai nyeri dan kram pada perut yang
terus menerus serta janin bergerak aktif. Klien berfikir akan segera
melahirkan dan datang ke bidan dekat rumah keesokan paginya, tapi
klien justru dirujuk ke RS. Klien menceritakan selama kehamilan ini
baru memeriksakan kehamilannya sekali, yaitu pada saat dinyatakan
(+) hamil 12 mg oleh bidan. Pemeriksaan fisik : Suhu normal = 36
0
C, dan kulit teraba dingin.

31
b. Pola nutrisi/ metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas/ latihan
e. Pola istirahat tidur
f. Pola kognitif-persepsi
Pasien mengeluh nyeri kram perut yang dirasakan terus-menerus.
g. Pola persepsi diri-konsep diri
Klien menceritakan selama kehamilan ini baru memeriksakan
kehamilannya sekali, yaitu pada saat dinyatakan (+) hamil 12 mg
oleh bidan. Setelah itu tidak pernah lagi memeriksakan kehamilan
karena ini bukan kehamilan yang pertama.
h. Pola peran hubungan
i. Pola koping-toleransi stres
j. Pola  reproduksi/ seksualitas
Uterus keras, tegang, seperti papan, nyeri tekan (+), TFU = 36 cm,
His (-), DJJ dan palpasi janin sulit. Perdarahan aktif (+). Pembalut
penuh dengan darah berwarna kehitaman.
k. Pola keyakinan-nilai

5. Pemeriksaan Penunjang
USG dan terlihat solusio plasenta partialis dengan hematoma, DJJ 82x/
Menit, aktifitas janin lemah, perdarahan aktif (+).

Data Fokus :
1. Data Subjektif
a. Klien mengeluh mengalami perdarahan melalui vagina berwarna
kehitaman sejak tadi malam
b. Klien mengatakan mempunyai riwayat perdarahan pada kehamilan
sebelumnya
c. Klien mengatakan mengalami keguguran pada usia kehamilan 16 mg
pada kehamilan sebelumnya.

32
d. Klien mengeluh nyeri dan kram pada perut yang terus-menerus
e. Klien mengeluh janin yang ada didalam kandungannya bergerak aktif

2. Data Objektif
a. Tanda-tanda vital/ TTV : TD = 80/55 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR :
28x/menit, Suhu : 36oC
b. Klien terlihat pucat, lemah
c. Kulit klien teraba dingin
d. Klien tampak kesakitan
e. Konjungtiva anemis
f. Tertulis di surat status obstetric G6P4A1H37 minggu (gestasi ke 6,
partus 4 kali, abortus 1 kali dan sekarang usia kehamilan 37 minggu)
dengan suspect solusio plasenta
g. TFU = 36 cm
h. Uterus keras
i. Uterus tegang seperti papan
j. Nyeri tekan abdomen (+)
k. Pembalut penuh dengan darah berwarna kehitaman
l. Perdarahan aktif (+)
m. Dari hasil pemeriksaan fisik : His (- ), DJJ dan palpasi janin sulit
n. Dari hasil pemeriksaan USG : DJJ = 82 x /menit , Aktivitas janin
lemah
o. Hasil pemeriksaan USG terlihat solusio plasenta parsialis dengan
hematoma

Data Tambahan :
a. Dari inspekulo, tampak darah mengalir dari ostium berwarna merah
kehitaman
b. Hb (6,8 g/ dL)
c. Turunnya kadar fibrinogen (106 mg/L), dan meningkatnya kadar D-
dimer (2,0 mg/L).

33
Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1 DS : Kekurangan Perdarahan terus
1. Klien mengeluh mengalami perdarahan melalui vagina berwarna kehitaman volume cairan menerus
sejak tadi malam
2. Klien mengatakan mempunyai riwayat perdarahan pada kehamilan
sebelumnya
DO :
1. TTV : TD= 80/55 mmHg
Nadi : 110x/menit
RR : 28x/menit
Suhu: 36oC
2. Klien terlihat pucat, lemah
3. Kulit klien teraba dingin
4. TFU = 36 cm
5. Konjungtiva anemis
6. Pembalut penuh dengan darah berwarna kehitaman
7. Hasil pemeriksaan USG terlihat solusio plasenta parsialis dengan hematoma

34
8. Perdarahanaktif (+)
Data Tambahan :
a. Dari inspekulo, tampak darah mengalir dari ostium berwarna merah
kehitaman
b. Hb (6,8 g/dL)
c. turunnya kadar fibrinogen (106 mg/L), dan meningkatnya kadar D-dimer
(2,0 mg/L).
2 DS : Gangguan Rasa Trauma jaringan
1. Klien mengeluh nyeri dan kram pada perut yang terus-menerus nyaman : nyeri
2. Klien mengeluh mengalami perdarahan melalui vagina berwarna (akut)
kehitaman sejak tadi malam
3. Klien mengeluh janin yang ada didalam kandungannya bergerak aktif
DO :
1. Tertulis di surat status obstetric G6P4A1H37 minggu ( gestasi ke 6, partus
4 kali, abortus 1 kali dan sekarang usia kehamilan 37 minggu)
2. dengan suspect solusioplasenta
3. TTV : nadi = 110 x/menit
4. RR = 28x/menit
5. Uterus keras

35
6. Uterus tegang seperti papan
7. Nyeri tekan abdomen (+)
8. Klien tampak kesakitan
9. Hasil pemeriksaan USG terlihat solusio plasenta parsialis dengan
hematoma
3 DS : Gangguan perfusi Perdarahan
1. Klien mengeluh mengalami perdarahan melalui vagina berwarna kehitaman jaringan
sejak tadi malam
2. Klien mengeluh nyeri dan kram pada perut yang terus-menerus
DO :
1. Tanda-tanda vital/ TTV : TD = 80/55 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR :
28x/menit, Suhu : 36oC
2. Klien terlihat pucat, lemah
3. Kulit klien teraba dingin
4. Klien tampak kesakitan
5. Konjungtiva anemis
6. Dari hasil pemeriksaan fisik : His (- ), DJJ dan palpasi janin sulit
7. Dari hasil pemeriksaan USG : DJJ = 82 x /menit , Aktivitas janin lemah
8. Perdarahan aktif (+)

36
9. Hasil pemeriksaan USG terlihat solusio plasenta parsialis dengan hematoma
Data Tambahan :
a. Dari inspekulo, tampak darah mengalir dari ostium berwarna merah
kehitaman
b. Hb (6,8 g/ dL)
c. Turunnya kadar fibrinogen (106 mg/L), dan meningkatnya kadar D-dimer
(2,0 mg/L).

B. DiagnosaKeperawatan
1. Kekurangan volume cairan b.d perdarahan terus menerus
2. Gangguan Rasa nyaman : nyeri (akut) b.d trauma jaringan
3. Gangguan perfusi jaringan b.d perdarahan

37
C. Intervensi

No Diagnosa NOC NIC Aktivitas


1. Kekurangan Tujuan Seteleh dilakukan Mengurangi 1. Identifikasi etiologi perdarahan
volume cairan perawatan 2 x24 jam maka perdarahan : 2. Monitor pasien secara ketat akan perdarahan
berhubungan diharapkan pasien dapat Antepartum 3. Monitor jumlah dan karakter (nature)
dengan perdarahan memenuhi kebutuhan cairan uterus kehilangan darah pasien
terus menerus dalam tubuh seimbang 4. Catat kadar Hb/Ht sebelum dan setelah
Dengan kriteria hasil : kehilangan darah sebagai indikasi
1. Mempertahankan 5. Monitor TD dan parameter hemodinamik, jika
keseimbangan cairan tersedia (contoh: tekanan vena sentral dan
dengan indikator: kapiler paru/tekanan arteri temporalis)
a. TTV dalam rentang 6. Monitor status/keadaan cairan termasuk intake
normal dan output
b. Hb dan Hematokrit 7. Kaji koagulasi, termasuk prothrombin time
dalam batas normal. (PT), partial thomboplastin time (PTT),
c. Hidrasi yang fibrinogen, degradasi fibrin/split products, dan
adekuat jumlah platelet jika diperlukan
2. Mempertahankan hidrasi 8. Kaji kecendrungan transport oksigen di

38
dengan indikator: tingkat jaringan misalnya melalui (PaO2,
a. Tidak ada tanda- SaO2, dan tingkat Hb dan cardiac output
tanda dehidrasi 9. Pelihara kepatenan IV
b. Membran mukosa 10. Berikan tambahan darah (misalnya berupa
lembab platelet, dan plasma darah) yang sesuai.
Managemen
3. Memperbaiki status
Hipovolemia
nutrisi dengan indikator: 1. Monitor status cairan, meliputi intake dan
a. Keseimbangan output dengan tepat
asupan dan haluaran 2. Hitung kebutuhan cairan berdasarkan luas
yang seimbang. permukaan tubuh
b. Memiliki asupan 3. Monitor respon pasien terhadap perubahan
cairan oral dan/atau volume cairan
intravena yang 4. Berikan larutan hypotonik (D5W, D5, NS)
adekuat. untuk rehydrasi intraseluler
5. Berikan larutan isotonik (normal salin dan
ranger laktat) untuk rehydasi ekstraseluler
6. Kombinasikan larutan crystaloid (normal salin
dan ranger laktat ) dan larutan koloid (hespan
dan plasmanate) untuk mengganti volume

39
intravaskuler
7. Mulai penggantian cairan yang sudah
ditentukan dengan tepat
8. Monitor tempat IV untuk tanda infiltrasi atau
infeksi
9. Monitor adanya kehilangan cairan yang tidak
disadari (diaphoresis dan infeksi respirasi)
10. Instruksikan pasien untuk menghindari
perubahan posisi yang cepat, khususnya dari
supine ke duduk atau berdiri
11. Monitor berat badan
12. Observasi indikasi dehydrasi (turgor kulit
yang jelek, capiler refil terlambat, lemah,
haus, membran mukosa kering, penurunan
output urin, dan hipotensi)
Health
13. Berikan produk darah (platelet dan plasma)
Education :
14. Monitor reaksi darah dengan tepat

1. Instruksikan pasien dan atau keluarga dalam

40
menangani hipovolemik
2. Instruksikan pasien dan/atau keluarga
terhadap tanda-tanda perdarahan dan tindakan
pertama yang dibutuhkan segera selama
terjadi perdarahan (misalnya mencari perawat)
3. Instruksikan pasien pada aktivitas yang
dibatasi jika diperlukan
4. Instruksikan  pasien dan keluarga terhadap
keparahan kehilangan darah dan tindakan
yang tepat untuk dilakukan.

2 Gangguan Rasa Tujuan Seteleh dilakukan Manajemen 1. Kaji secara komphrehensif tentang nyeri,
nyaman : nyeri perawatan 1 x24 jam maka Nyeri meliputi : lokasi, karakteristik dan onset,
(akut) diharapkan pasien dapat durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya
berhubungan mengontrol /mengurangi rasa nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
dengan trauma nyeri 2. Kaji tingkat ketidaknyamanan pasien dan catat
jaringan Dengan kriteria hasil: perubahan dalam catatan medik dan
1. Menunjukkan tingkat informasikan kepada seluruh tenaga yang
nyeri, yang dibuktikan menangani pasien

41
oleh indikator sebagai 3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien
berikut (sebutkan 1-5 : dapat mengekspresikan nyeri
sangat berat, berat, 4. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap
sedang, ringan atau tidak kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan,
ada) aktifitas kognisi, mood, relationship,
2. Melaporkan nyeri pekerjaan, tanggungjawab peran.
3. Perubahan pada frekuensi 5. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
nadi mempengaruhi respon pasien terhadap
4. Mengontrol nyeri dengan ketidaknyamanan  (ex: temperatur ruangan,
indikator: penyinaran, dan lain-lain).
a. Mengetahui penyebab 6. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri
nyeri berdasarkan respon pasien.
b. Mengetahui tanda dan 7. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup.
gejala nyeri. 8. Lakukan teknik variasi untuk mengurangi
nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan
interpersonal).
9. Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat
dan tenaga profesional lain untuk memilh
tenik non farmakologi
Managemen

42
medikasi
1. Menentukan obat apa yang dibutuhkan, dan
sesuai dengan resep yang telah ditentukan
atau sesuai dengan protokol
2. Menyesuaikan keuangan dengan regimen
terapeutik yang akan diberikan
3. Menentukan kemampuan pasien dalam
pengobatan mandiri secara tepat.
4. Memantau efek terapeutik dari pengobatan
5. Memantau tanda dan gejala dari keracunan
obat
Kolaborasi :
Konsultasi dengan tim kesehatan professional
yang lain untuk meminimalisir jumlah dan
Pemberian frekuensi dari kebutuhan obat untuk efek
analgesik terapeutik.

1. Cek order medis dari obat, dosis, dan


frekuensi sesuai resep analgesik

43
2. Cek riwayat alergi
3. Pilih analgetik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgetik ketika pemberian
lebih dari satu
4. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
5. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
6. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik pertama kali
Kolaborasi :
Berkolaborasi dengan dokter jika obat, dosis,
rute pemberian, atau tanda perubahan
Health interval, membuat rekomendasi spesific
education berdasar pada prinsip analgesik.

1. Berikan informasi tentang nyeri, seperti:


penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan

44
pencegahan.
2. Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri
nyeri.

3 Gangguan perfusi Tujuan Seteleh dilakukan Status Sirkulasi 1. Lakukan pengkajian komprehensif terhadap
jaringan b.d.  perawatan 3 x24 jam maka sirkulasi perifer (misalnya, nadi perifer,
perdarahan diharapkan gangguan perfusi pengisian ulang kapiler, dan suhu)
jaringan berkurang 2. Pantau frekuensi dan irama jantung
Dengan kriteria hasil: 3. Pantau status cairan
1. Mendemonstrasikan status 4. Monitor TTV
sirkulasi yang ditandai 5. Monitor tekanan perfusi serebral
dengan : 6. Monitor intake dan output cairan
Tekanan sistol dan diastol 7. Catat respon pasien terhadap stimulus
dalam rentang normal. 8. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
2. Keseimbangan cairan kulit jika ada lesi atau laserasi
dapat dipertahankan, yang Kolaborasi :
dibuktikan dengan : Pemberian cairan intravena, atur kemungkinan
a. Tekanan darah transfusi, persiapan untuk transfusi
normal Status

45
b. turgor kulit tidak pernapasan: 1. Pantau kecepatan, irama, kedalaman, dan
kering pertukaran gas upaya pernapasan
2. Pantau pola pernapasan : bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, pernapasan kusmaull,
pernapasan cheyne-stokes, dan pernapasan
apneastik,pernapasan biot, dan pola ataksik
3. Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan
lapar udara
4. Perhatikan pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu, serta
retraksi otot supraklavikular dan intercosta.
5. Auskultasi suara napas, perhatikan area
penurunan atau tidak adanya ventilasi dan
adanya suara nafas tambahan
6. Pantau otot diafragma yang mengalami
kelemahan (pergerakan paradoksikal)
Kolaborasi :
Berikan obat berdasarkan program atau
protokol (misalnya obat-obat analgesic,

46
antikoagulan, nitrogliserin, vasodilator,
diuretic, dan inotropik positif dan obat
Tanda-tanda kontraktilitas).
vital
1. Pantau tekanan darah, denyut, suhu, dan status
respirasi dengan tepat
2. Pantau bunyi jantung
3. Pantau irama dan kecepatan jantung
4. Pantau warna kulit, suhu, dan kelembaban
5. Pantau sianosis sentral dan perifer
6. Pantau bunyi paru-paru

47
D. Implementasi dan Evaluasi ( S,O,A,P )
Diagnosa
Tanggal/ jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan
8 mei 2015 Kekurangan 1. Mengidentifikasi etiologi perdarahan S : Klien mengatakan perdarahan
volume cairan 2. Mengkaji koagulasi, termasuk yang keluar dari vagina
Jam 11.00 WIB
berhubungan prothrombin time (PT), partial sudah berkurang.
dengan perdarahan thomboplastin time (PTT), fibrinogen,
terus menerus degradasi fibrin/ split products, dan O : TTV dalam batas normal
jumlah platelet jika diperlukan
3. Memonitor intake dan output setiap 5- A : Masalah kekurangan volume
10 menit karena perubahan output cairan teratasi sebagian,

merupakan tanda adanya gangguan dengan karakteristik :

fungsi ginjal  Perdarahan berkurang


4. Memonitor tanda vital karena  Turgor kulit sudah
perubahan tanda vital terjadi bila kembali normal
perdarahan semakin hebat
5. Melakukan masage uterus dengan satu P : Lanjutkan intervensi no 3, 4,
tangan serta tangan lainnya diletakan 5, 9, 10

48
diatas simpisis untuk Merangsang
kontraksi uterus dan membantu
pelepasan placenta, satu tangan diatas
simpisis mencegah terjadinya inversio
uteri
6. Membatasi pemeriksaan vagina dan
rectum karena trauma meningkat terjadi
perdarahan yang lebih hebat, bila
terjadi laserasi pada serviks / perineum
atau terdapat hematom
7. Menginstruksikan pasien untuk
menghindari perubahan posisi yang
cepat, khususnya dari supine ke duduk
atau berdiri

Kolaborasi :
8. Berkolaborasi dalam pemberian Infus
atau cairan intravena karena
merangsang kontraksi uterus dan

49
mengontrol perdarahan
9. Memberikan antibiotik untuk mencegah
infeksi yang mungkin terjadi
10. Melakukan transfusi whole blood (bila
perlu) karena membantu menormalkan
volume cairan tubuh

8 mei 2015 Gangguan Rasa 1. Mengkaji secara komphrehensif tentang S : Pasien mengatakan nyeri
Jam 11.30 WIB nyaman : nyeri nyeri, meliputi : lokasi, karakteristik berkurang
(akut) dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
berhubungan intensitas/beratnya nyeri, dan faktor- O : - Klien sudah tidak tampak
dengan trauma faktor presipitasi meringis
jaringan 2. Mengkaji tingkat ketidaknyamanan  Skala nyeri berkurang
pasien dan catat perubahan dalam
catatan medik dan informasikan kepada A : Masalah gangguan rasa
seluruh tenaga yang menangani pasien nyaman : nyeri (akut)
3. Menggunakan komunikasi terapeutik teratasi sebagian, dengan
agar pasien dapat mengekspresikan karakteristi :
nyeri  Skala nyeri = 5

50
4. Menentukan dampak dari ekspresi nyeri  Klien mulai tampak rileks
terhadap kualitas hidup : pola tidur,  Klien melaporkan nyeri
nafsu makan, aktifitas kognisi, mood, berkurang
relationship, pekerjaan, tanggungjawab
peran. P : Lanjutkan intervensi no. 3, 5,
5. Mengontrol faktor-faktor lingkungan 6, 10.
yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan  (ex:
temperatur ruangan, penyinaran, dan
lain-lain).
6. Memodifikasi tindakan mengontrol
nyeri berdasarkan respon pasien.
10. Melakukan teknik variasi untuk
mengurangi nyeri (farmakologi,
nonfarmakologi, dan interpersonal).
11. Menentukan obat apa yang dibutuhkan,
dan sesuai dengan resep yang telah
ditentukan atau sesuai dengan protocol
12. Menyesuaikan keuangan dengan

51
regimen terapeutik yang akan diberikan
13. Menentukan kemampuan pasien dalam
pengobatan mandiri secara tepat.
14. Memantau efek terapeutik dari
pengobatan
15. Memantau tanda dan gejala dari
keracunan obat
16. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik pertama kali

Kolaborasi :
17. Berkonsultasi dengan tim kesehatan
professional yang lain untuk
meminimalisir jumlah dan frekuensi
dari kebutuhan obat untuk efek
terapeutik.

8 mei 2015 Gangguan perfusi 1. Melakukan pengkajian komprehensif S : Klien mengatakan nyerinya
Jam 12.00 WIB jaringan b.d.  terhadap sirkulasi perifer (misalnya, nadi berkurang

52
perdarahan perifer, pengisian ulang kapiler, dan
suhu) O : Tanda-tanda vital berangsur
2. Memantau frekuensi dan irama jantung normal
3. Memantau status cairan
4. Memonitor TTV A : Masalah gangguan perfusi

5. Memonitor intake dan output cairan jaringan teratasi sebagian,

6. Mencatat respon pasien terhadap dengan karakteristik :

stimulus  TD = 100/ 70 mmHg


7. Memantau kecepatan, irama, kedalaman,  Nadi = 80 x/ menit
dan upaya pernapasan  RR = 24 x/ menit
8. Memantau peningkatan kegelisahan,  Suhu = 360C
ansietas, dan lapar udara
9. Memantau tekanan darah, denyut, suhu, P : Lanjutkan intervensi no. 4, 5,
dan status respirasi dengan tepat 12,13
10. Memantau warna kulit, suhu, dan
kelembaban
11. Memantau sianosis sentral dan perifer
Kolaborasi :
12. Memberikan obat berdasarkan program

53
atau protokol (misalnya obat-obat
analgesic, antikoagulan, nitrogliserin,
vasodilator, diuretic, dan inotropik positif
dan obat kontraktilitas).
13. Melakukan pemberian cairan intravena,
atur kemungkinan transfusi, persiapan
untuk transfusi.

54
55
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implementasinya
sebelum janin lahir (F. Gary Cunningham, 2005).
Abrupsio Plasenta (pelepasan plasenta prematur) didefinisikan sebagai
lepasnya plasenta yang tertanam normal dari dinding uterus baik lengkap maupun
parsial pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih (Ben – Zion Tabe, 1994).
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi, yaitu : Faktor kardio-reno-vaskuler,
faktor trauma, faktor paritas ibu, faktor usia ibu, leiomioma uteri (uterine
leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta
berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomyoma, faktor pengunaan
kokain, faktor kebiasaan merokok, riwayat solusio plasenta sebelumnya, pengaruh
lain, seperti anemia, malnutrisi, dan lain-lain.
Manifestasi klinisnya meliputi ( Kapita selekta Kedokteran : hal. 279) :
1. Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginam berwarna
kehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang
disertai nyeri perut, uterus tegang, perdarahan pervaginam yang banyak, syok
dan kematian janin intra uterin / IUFD (Intrauterine Fetal Death).
2. Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.
3. Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai, denyut
jantung janin sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena
tercampur darah.

B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, Penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah
ini, agar Penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi Penulis pada khususnya dan Pembaca pada umumnya.

56

Anda mungkin juga menyukai