SD KELAS T INGGI KK A
nur arifin
IDIOM DALAM BAHASA INDONESIA: STRUKTUR DAN MAKNA1
Muh. Abdul Khak
1. Pendahuluan
Tulisan mengenai idiom dalam bahasa Indonesia, sepengetahuan penulis, belum
dilakukan orang, tetapi Puspitosaputro (1987), Abbas (1987), Chaniago dan Pratama (1998) telah
menyusun buku mengenai idiom. Namun, buku itu bukanlah hasil tulisan. Buku itu hanya
menginventarisasi idiom (ungkapan dan peribahasa) bahasa Indonesia, memberikan artinya, serta
contoh pemakaiannya saja. Hal inilah yang menjadi alasan penulis untuk melakukan tulisan ini.
Di dalam berkomunikasi lisan atau bertutur kata pun masyarakat Indonesia adakalanya
memakai idiom untuk memperhalus maksud. Selain itu, adakalanya orang memakai idiom agar
tidak menyinggung perasaan orang lain. Misalnya, seseorang tidak akan menggunakan kata
sangat kecewa, tetapi akan menggunakan idiom gigit jari. Contoh berikut memperlihatkan
pemakaian idiom dalam kalimat bahasa Indonesia.
(1) Dia gigit jari karena wanita yang diharapkan menjadi pendamping hidupnya
memilih lelaki lain.
(2) Dia berutang budi kepada Pak Harun, orang yang telah memberinya pekerjaan.
Idiom gigit jari dan berutang budi merupakan idiom yang terbentuk dari frasa verbal.
Selain frasa verbal, perlu dikaji pula kategori apa lagi yang dapat membentuk sebuah idiom.
Apakah idiom dapat dibentuk dari frasa nominal, frasa adjektival, atau frasa numeral dan juga
apakah idiom dapat dibentuk dari kata, klausa, atau kalimat? Selain masalah itu, ada masalah lain
yang juga menarik untuk diteliti, yaitu makna apa yang terkandung dalam sebuah idiom? Hal ini
menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Tulisan ini merupakan bagian dari tulisan yang penulis lakukan tahun 2006. Tulisan ini
hanya akan memfokuskan pada masalah struktur/bentuk dan makna idiom dalam bahasa
Indonesia.
leksem
tunggal
perpaduan paduan kata
leksem majemuk
leksem
tunggal
Pada bagan I tampak bahwa kata majemuk merupakan gabungan antara leksem (kata) dan
leksem, misalnya kamar makan ruang tempat makan merupakan paduan antara leksem kamar
dan leksem makan. Demikian pula kata majemuk rumah sakit merupakan paduan antara leksem
rumah dan leksem sakit.
Bagan 2 Proses Kejadian Frasa
leksem proses
tunggal morfologis kata
apa saja Penggabung frasa
kata an sintaksis
leksem
tunggal proses
morfologis
apa saja
Dari kedua bagan itu, tampak bahwa frasa merupakan konstruksi sintaktis, sedangkan kata
majemuk merupakan gabungan leksem. Mengenai kata majemuk, Harimurti (1988:174)
membedakan kata majemuk kompleks dan kata majemuk simpleks. Kata majemuk kompleks
adalah paduan kata/leksem yang mengalami afiksasi, misalnya memukul mundur,
dibumihanguskan, menembak mati, ditembak jatuh, tertangkap basah, bersatu padu, dan
penyebarluasan. Kata majemuk simpleks adalah paduan kata yang tidak mengalami afiksasi,
misalnya anak sungai, daya juang, dan lemah semangat. Harimurti memasukkan bentuk-bentuk
idiomatis seperti hidung belang, naik daun, dan panjang tangan ke dalam kelompok kata majemuk
simpleks, sedangkan bentuk-bentuk idiomatik seperti terbalik kalang, membanting tulang, dan
membawa diri ke dalam kelompok kata majemuk kompleks.
Sementara itu, Alwi et al. (1998:151 153) memperlihatkan perbedaan antara idiom, kata
majemuk, dan frasa. Pada bentukan verba atau nomina majemuk, maknanya masih dapat ditelusuri
dari kata-kata yang digabungkan. Misalnya, bentuk terjun dan payung dapat digabungkan menjadi
terjun payung. Makna gabungan terjun payung itu masih dapat ditelusuri dari makna bentuk terjun
dan payung, yaitu melakukan terjun dari udara dengan memakai alat semacam payung .
Pada bentukan idiom, maknanya tidak dapat secara langsung ditelusuri dari kata-kata yang
digabungkan. Misalnya, bentuk naik dapat digabungkan dengan bentuk darah sehingga menjadi
naik darah. Namun, penggabungan itu memunculkan makna tersendiri yang terlepas dari makna
naik dan darah. Makna naik darah tidak ada kaitannya dengan darah yang naik. Perbedaan antara
idiom dan kata majemuk dapat digambarkan dengan formula sebagai berikut.
Nomina atau verba majemuk dapat pula dibedakan dari frasa nomina atau frasa verba.
Dalam verba atau nomina majemuk, urutan komponennya seolah-olah telah menjadi satu sehingga
tidak dapat dipertukarkan tempatnya. Misalnya, bentuk temu wicara tidak dapat digantikan dengan
*wicara temu; bentuk ayah ibu tidak dapat digantikan dengan *ibu ayah. Hubungan antara
komponen dalam verba atau nomina majemuk sangat erat sehingga tidak dapat dipisahkan oleh
kata lain, sedangkan pada frasa verba atau frasa nomina, hubungan kata-kata itu bersifat sintaktis.
Misalnya, bentukan terjun payung (majemuk) dan sudah terjun (frasa verba), hubungan sintaktis
pada frasa verba sudah terjun mengikuti kaidah sintaktis bahasa Indonesia, yaitu kata sudah
(adverbia) mendahului terjun (verba).
Sebuah nomina dapat diperluas ke kiri dan ke kanan untuk menjadi frasa. Misalnya,
nomina rumah dapat menjadi frasa nomina tiga buah rumah atau rumah yang megah itu.
3.1.1.1 Afiksasi
Penganalisisan data dari segi afiksasi ini dikelompokkan menjadi (1) prefiks + dasar dan
(2) afiks gabung + dasar. Dari data yang diamati, terdapat dua jenis prefiks yang jika digabungkan
dengan kata dasar tertentu, maknanya akan menyimpang dari kaidah yang dirumuskan secara
umum. Prefiks itu adalah meng- dan ter-.
Bentukan yang dihasilkan dari penggabungan prefiks meng- + nomina mengandung makna
memiliki sifat dan dalam keadaan . Dari data yang diamati, hanya ditemukan tiga buah data,
seperti tampak di bawah ini.
(1) a. mengekor
berarti memiliki sifat hanya menuruti pendapat orang tanpa
mempunyai pendapat sendiri
b. menguban
berarti dalam keadaan jelek
Bentukan yang dihasilkan dari penggabungan prefiks ter- + nomina mengandung makna
sampai ke dan dalam keadaan . Dari data yang diamati, hanya ada dua data bentukan prefiks
ter- + nomina yang mengandung makna sampai ke , seperti contoh berikut.
(2) a. terbuku
berarti sampai ke buku
b. tertulang
berarti sampai ke tulang
Bentukan yang dihasilkan dari penggabungan prefiks ter- + verba mengandung makna
dalam keadaan , seperti pada contoh berikut.
(3) a. tersemat
berarti dalam keadaan melekat
b. terkena
berarti dalam keadaan merugi
Dari data yang diamati, hanya terdapat satu jenis afiks gabung, yaitu berse-, yang jika
digabungkan dengan kata dasar nomina akan menghasilkan verba dengan makna melakukan
sesuatu dengan melibatkan dua pihak . Dalam tulisan ini terdapat tiga buah data, yaitu seperti
contoh berikut.
(4) a. bersemuka
berarti melakukan sesuatu (tatap muka), dilakukan oleh dua pihak
b. bersebadan
berarti melakukan sesuatu, yaitu hubungan badan, dilakukan oleh
dua pihak
3.1.1.2 Reduplikasi
Dari data yang damati, terdapat bentuk perulangan penuh yang muncul pada nomina yang
mengandung makna kelengkapan , yaitu pada data (5a) dan (5b) berikut.
(5) a. mata-mata
berarti alat atau orang yang menjadi kelengkapan (suatu organisasi)
untuk pengawasan
b. kuda-kuda
berarti kayu atau balok yang menjadi kelengkapan (rumah) untuk
tempat atap
a) Verba Proses
Dari data yang ada, gabungan verba dan nomina yang mengandung makna menjadi dapat
dilihat pada contoh berikut.
(6) a. naik darah menjadi marah
b. naik daun menjadi bernasib baik
Konstruksi gabungan verba + nomina yang mengandung makna menjadikan atau membuat dapat
dilihat pada contoh berikut.
(7) a. berutang budi menjadikan orang menerima kebaikan orang lain
b. menggantang asap menjadikan orang berangan-angan atau
berkhayal
b) Verba Keadaan
Pada verba keadaan verba dasarnya bertumpang tindih dengan adjektiva. Konstruksi
gabungan verba + nomina pada kelompok ini menimbulkan makna menjadi dan makna
memiliki sifat (bersifat) . Konstruksi gabungan verba keadaan + nomina yang mengandung
makna menjadi dapat dilihat pada contoh berikut.
(8) a. putih mata menjadi gelisah
b. kecil hati menjadi tersinggung
Konstruksi gabungan verba keadaan + nomina yang mengandung makna memiliki sifat
(bersifat) dapat dilihat pada contoh berikut.
(9) a. besar lambung bersifat suka yang banyak, terutama dalam hal makan
b. berat kaki bersifat malas bekerja
Berikut ini diketengahkan uraian dan analisis makna idiom verbal berdasarkan situasi
pemakaiannya. Semua contoh kalimat yang dipakai untuk memperjelas pemakaian data idiom
verbal merupakan bahasa ragam lisan yang digunakan oleh penutur bahasa Indonesia.
Misalnya,
(15) Kini dia gigit jari karena mantan istri yang diharapkan kembali
kepadanya ternyata menikah dengan orang lain.
(16) Wartawan yang semenjak beredar isu itu menunggu di lobi hotel,
terpaksa gigit jari. Mereka pun pulang satu pe satu. (R/6/11/06/3)
Dari kalimat (15) dan (16) tampak bahwa idiom gigit jari itu digunakan untuk menyatakan
perasaan hati yang menjadi kecewa bercampur kesal karena mengharapkan sesuatu, tetapi tidak
mendapatkan apa yang diharapkan itu. Keadaan itu terjadi karena keterlambatan dalam bertindak
sehingga didahului oleh orang lain.
(19) a. buah tutur berarti yang selalu menjadi bahan pembicaraan orang
b. bunga tidur berarti mimpi atau gambar hiasan dalam tidur
4. Simpulan
Dari tulisan idiom bahasa Indonesia ini dapatlah dikemukakan beberapa simpulan yang
berikut.
1) Berdasarkan struktur, idiom bahasa Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu idiom
yang berbentuk kata kompleks, idiom frasal, dan ungkapan idiomatik (contohnya adalah
peribahasa).
2) Idiom berbentuk kata kompleks dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) bentukan yang
dilihat dari sudut pengafiksan atau afiksasi dan (2) bentukan yang dilihat dari sudut
perulangan atau reduplikasi. Bentukan yang dilihat dari sudut afiksasi dikelompokkan
menjadi (1) prefiks + dasar dan (2) afiks gabung + dasar. Dari bentukan yang terdiri
atas prefiks + dasar ditemukan dua data, yaitu me- yang bermakna memiliki sifat dan
dalam keadaan serta ter- yang bermakna sampai ke dan dalam keadaan. Dari
bentukan yang terdiri atas afiks gabung + dasar hanya ditemukan satu data, yaitu berse-
yang bermakna melakukan sesuatu dengan melibatkan dua pihak. Dari bentukan yang
dilihat dari sudut perulangan ditemukan perulangan penuh, yaitu mata-mata dan kuda-
kuda yang mengandung makna kelengkapan.
3) Idiom frasal terdiri atas idiom verbal dan idiom nominal. Berdasarkan kelas kata unsur
pembentuknya, idiom verbal terdiri atas (1) verba + adverbia dan (2) adverbia + verba,
sedangkan idiom nominal terdiri atas (1) nomina1 + nomina2 dan (2) nomina +
adjektiva. Idiom verbal dengan unsur pembentuknya verba + nomina mengandung
makna menjadi dan menjadikan atau membuat , sedangkan idiom verbal dengan unsur
adverbia + verba mengandung makna sudah terjadi dan dalam keadaan . Idiom
nominal dengan unsur pembentuknya nomina + nomina yang unsur keduanya
mengkhususkan makna unsur pertama mengandung makna memiliki sifat . Idiom
nominal dengan unsur pembentuknya nomina + adjektiva mempunyai makna sesuatu
(orang atau benda) yang bersifat tidak positif .
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan. et al. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Kedua.
Jakarta: Balai Pustaka.
Badudu, J.S. 1980. Membina Bahasa Indonesia Baku. Seri 2. Bandung: Pustaka
Prima.
----------------. 1983. Belajar Memahami Peribahasa. Bandung: CV Pustaka
Prima.
----------------. 1988. Peribahasa, Salah Satu Segi Bahasa yang Masih Perlu
Diberi Perhatian. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Dik, S.C dan J.G. Kooij. 1977. Ilmu Bahasa Umum. Diterjemahkan oleh T.W.
Kamil, dari buku Algemene Taalwetenschap. 1994. Jakarta: RUL.
Katz, J.J. dan Postal, P. 1963. Semantic Interpretation of Idiom and Sentences
Containing Them. Dalam Quartely Progress Report of the MIT
Research. Vol. 70, 275 282.
Nunberg, G., I.A. Sag, dan T. Wasow. 1994. Idioms . Dalam Language. Vol.
70.3, 491 538.
Ross, J.R. 1970. Two Types of Idioms . Dalam Linguistic Inquiry. Vol. 1.1, 144.
Samarin, W.J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Diterjemahkan oleh Jus Badudu,
dari buku Field Linguistic a Guide to Linguistics Field Work. Yogyakarta:
Kanisius.
------------. 1988. Metode Linguistik: Bagian Kedua, Metode dan Aneka Teknik
Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ullmann, S. 1983. Semantics. Oxford: Basil Blackwell.
Wahab, Abdul. 1990. Metafora sebagai Alat Pelacak Sistem Ekologi. Dalam
Bambang Kaswanti Purwo (Penyunting). PELLBA 3. Yogyakarta: Kanisius.
Biodata Penulis
Drs. Muh Abdul Khak, M.Hum., dilahirkan di Magelang pada 27 Juli 1964. Pendidikan
Sarjananya ditempuh di Fakultas Sastra Undip tahun 1988. Pada tahun 1997 ia
menyelesaikan pendidikan magister bidang linguistik di Universitas Inddonesia. Saat ini
tengah mengikuti pendidikan doktor bidang linguistik di Universitas Padjadjaran
Bandung. Riwayat pekerjaannya dimulai sebagai staf Bidang Bahasa, Pusat Bahasa pada
tahun 1989. Pada tahun 2002 diberi kepercayaan menjadi Kepala Balai Bahasa Bandung
hingga sekarang. Beberapa karyanya adalah 1. Cleft Sentence dalam Bahasa Indonesia
(prosiding Pertemuan Linguistik Antarbangsa, Kuala Lumpur Malaysia, 1992); 2.
Keterbacaan Buku Pelajaran SMP, Pusat Bahasa, 1998; 3. Konstruksi Pembandingan
dalam BI , Metalingua, 2003; 4. Tiga Pandangan tentang Subjek dalam BI ,
Metalingua, 2004; 5. Konstruksi Asindeton dalam Bahasa Indonesia, 2005, Pusat Bahasa;
6. Konstruksi Partisipial dalam Bahasa Indonesia , Metalingua, 20007;7. Bahasa
Penguasa dan Penguasa Bahasa , Mimbar Bahasa, Universitas Tarumanagara Jakarta,
2008.