Disusun:
Izharuddin M. I 20210810470003
Penulis menyadari penulisan dalam makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penulis membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan yang
lebih luas kepada pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
1. 1 Latar Belakang..................................................................................... 1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
1. 2 Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Relaksi Makna
1. Sinonim
Sinonim ialah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan
bentuk lain; kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, atau
kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim hanyalah kata-
kata saja (Kridalaksana, 2001:198). Parera (2004:61) menyatakan
bahwa sinonim ialah dua ujaran, apakah ujaran dalam bentuk morfem
terikat, kata, frase, atau kalimat yang menunjukan kesamaan makna.
Sinonim tidak hanya terjadi pada kata, tetapi bisa dalam satuan bahasa
lainnya seperti morfem bebas dengan morfem terikat, kata dengan
kata, kata dengan frase, frase dengan frase dan kalimat dengan
kalimat. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai
sinonim:
2
2. Antonim
Antonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu nama yang berarti “nama”,
dan anti yang berarti “melawan”. Maka secara harfiah kata antonim berarti
nama lain untuk benda lain pula. Secara semantik menurut Verhaar dalam
(Chaer, 2002:88) mendefinisikan antonim sebagai ungkapan (biasanya
berupa kata, tetapi dapatpula dalam bentuk frase atau kalimat) yang
maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Sementara itu,
Kridalaksana (2001:15) mengungkapkan bahwa antonim adalah leksem
yang berpasangan secara antonim. Seperti halnya sinonim, antonim pun
tidak bersifat mutlak. Ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula
dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari
makna ungkapan lain. Jadi, hanya dianggap kebalikan bukan mutlak
berlawanan.
3. Homonim
Istilah homonim (Inggris: homonymy) berasal dari bahasa Yunani Kuno,
onama = nama dan homos = sama). Secara harafiah homonim adalah nama
sama untuk benda yang berlainan (Pateda, 2001: 211). Homonim adalah
kata-kata yang bentuk atau bunyinya sama atau mirip dengan benda lain
tetapi maknanya berbeda (Sudaryat, 2008:42). Parera (2004:81)
mengemukakan bahwa homonim adalah dua ujaran dalam bentuk kata
yang sama lafalnya dan atau sama ejaannya/tulisan-nya. Sedangkan
menurut Putrayasa (2010:118) mengemukakan bahwa homonim adalah
dua buah kata atau lebih yang sama bentuknya, tetapi maknanya berlainan.
Dengan demikian, bentuk homonim dapat dibedakan berdasarkan lafalnya
dan berdasarkan tulisannya. Verhaar dalam (Pateda, 2001:211)
mengemukakan bahwa homonim adalah ungkapan (kata atau frasa atau
kalimat) yang bentuknya sama dengan suatu ungkapan lain, tetapi dengan
perbedaan makna di antara kedua ungkapan tersebut. Dengan kata lain,
bentuknya sama (bahkan dalam BI tulisannya sama, lafalnya sama) tetapi
berbeda maknanya.
4. Hiponim dan Hipernim Kata hiponim berasal dari bahasa Yunani kuno,
yaitu onim berarti nama dan hypo Berarti di bawah. Maka secara harfiah
3
kata hiponim berarti nama yang termasuk di bawah nama lain. Secara
semantik Verhaar dalam (Chaer, 2002:98) menyatakan hiponim ialah
ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi kiranya dapat juga frase atau
kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian makna sesuatu
ungkapan lain. Hiponim adalah adalah kata-kata yang tingkatnya ada di
bawah kata yang menjadi superordinatnya atau hipernim (kelas atas).
Sedangkan hipernim adalah kata-kata yang maknanya melingkupi makna
kata-kata yang lain. Contoh:
a. Kata warna merupakan superordinat/hipernim, sedangkan merah, jingga,
hijau, biru, dan sebagainya merupakan hiponim.
b. Kata buah-buahan merupakan superordinat atau hipernim, sedangkan
mangga, jeruk, apel, pisang, dan sebagainya merupakan hiponim.
Kuda itu lalu mendekatinya dan ternyata memang benar apa yang dilihatnya
adalah kulit harimau yang tak sengaja ditinggalkan oleh para pemburu harimau.
Kuda itu mencoba memakai kulit harimau itu.
“Wah, kebetulan sekali, kulit harimau ini sangat pas di tubuhku. Apa yang akan
kulakukan dengannya ya?” Terlintaslah dibenak kuda itu untuk menakuti
binatang-binatang hutan yang melewati dirinya.
6
“Aku harus segera bersembunyi. Tempat itu harus gelap dan sering dilalui oleh
binatang hutan. Di mana ya?” tanya kuda dalam hati sambil mencari tempat yang
cocok.
“Tolong, ada harimau! Lari, cepat lari!” teriak salah satu domba.
“Ah, ada tapir menuju kemari, tapi lambat betul geraknya. Biarlah, aku jadi bisa
lebih lama bersiap-siap melompat!” kata kuda itu dalam hati.
Tibalah saat kuda itu meloncat ke arah tapir itu, ia terkejut dan lari tunggang-
langgang menjauhi kuda yang memakai kulit harimau itu. Kuda itu kembali ke
semak-semak sambil bersorak penuh kemenangan di dalam hatinya.Kali ini,
kuda itu menunggu lebih lama dari biasanya, tetapi hal itu tidak membuatnya
bosan. Tiba-tiba, seekor kucing hutan berlari sambil membawa seekor tikus di
mulutnya. Kucing itu tidak melewati semaksemak, kucing hutan itu duduk
menyantap tikus yang ia tangkap di dekat pohon besar.
“Ah, ternyata kucing itu tidak melewati semak-semak ini. Biarlah aku
membuatnya kaget di sana,” kata kuda itu dalam hati.
Kuda itu pun keluar dari semak-semak dan berjalan hati-hati mendekati kucing
hutan. Saat jaraknya sudah sangat dekat dengan kucing hutan, kuda itu mengaum
7
seperti halnya seekor harimau, tetapi rupanya dia tidak sadar bahwa bukannya
mengaum, dia malah meringkik. Mendengar suara itu, kucing hutan menoleh ke
belakang dan melihat seekor kuda berkulit harimau. Sesaat, kucing hutan itu
siap-siap mengambil langkah seribu, tetapi ia malah tertawa terbahak-bahak
sembari berkata.
“Saat aku melihatmu memakai kulit harimau itu, aku pasti akan lari ketakutan,
tapi rupanya suaramu itu ringkikan kuda, jadi aku tidak takut, hahaha!” Kucing
hutan itu juga berkata kepada kuda bahwa sampai kapan pun, suara ringkiknya
tidak akan bisa berubah jadi auman.
8
Penggunaan Sinonim dan Antonim pada Fabel Fabel
Menggunakan variasi kata untuk menggambarkan atau mendeskripsikan
sifat. Baik sifat tokoh maupun sifat benda dan keadaan. Meskipun memiliki arti
yang sama, akan tetapi diksi atau pilihan kata yang tepat untuk mendeskripsikan
sifat tokoh dapat mempengaruhi nilai rasa pada pembaca!
Kata Sifat
9
Polisemi
Adalah gejala keragaman makna yang dimiliki oleh sebuah kata. Polisemi
terbentuk karena pergesaran makna atau penafsiran yang berbeda.
Contoh:
1. Kepala adikku memar karena ditimpuk batu oleh temannya
2. Ayahnya belum lama ini diangkat menjadi kepala sekolah
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Nurpadillah, V., Susanto, H., & Aristia, D. (2021). Aspek Semantik pada
Grafiti Bak Truk di Rest Area Penggung Kota Cirebon Serta
Implikasinya Bagi Perkuliahan. Jurnal Cakrawala Linguista, 4(1),
70-81.
12