Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Semantik dan Pragmatik Arab
Dosen Pengampu:
Kelompok 5
2022 M/1444 H
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya. Selawat beriring salam tak lupa kita sampaikan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW. semoga kita semua mendapat syafaatnya di akhirat nanti.
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi dapat
menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Di sinilah sebuah kata secara
perlahan mengalami degradasi yang disebabkan oleh suatu pandangan baru. Makna
dalam sebuah kalimat tidak terlepas dari peran bahasa di dalamnya. Bahasa berfungsi
sebagai media komunikasi. Makna sebagai unsur bahasa merupakan salah satu unsur
yang memiliki potensi untuk berubah karena makna berkaitan dengan konsep-konsep
dan pikiran manusia yang tidak berhenti. Hal ini berarti bahwa bahasa mengandung
makna yang bisa dipahami. Oleh karena itu, dalam mempelajari bahasa khususnya
Bahasa Arab maka terdapat banyak cabang-cabang disiplin ilmu, salah satunya adalah
ilmu yang mempelajari tentang makna yang disebut semantik )(علم الداللة.
Pada konteks tatanan hierarki kebahasaan, makna kata yang saling berhubungan
disebut relasi makna. Relasi makna dapat berwujud bermacam-macam. Dalam setiap
bahasa termasuk bahasa Indonesia, sering kali kita temukan adanya hubungan
kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya.
Hubungan atau relasi terkait makna memiliki banyak ragam, maka fokus kajian makna
yang dikaji di antaranya yaitu kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim),
kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi),
kelainan makna (homonimi), dan kelebihan makna (redundansi).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hubungan antarmakna?
2. Apa saja ragam dari hubungan antarmakna?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan hubungan antarmakna.
2. Mengetahui ragam dari hubungan antarmakna.
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Hubungan Antarmakna
Pada setiap bahasa sering kali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi
semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa
yang lain1. Pada dasarnya prinsip relasi makna terdiri dari empat jenis, yaitu:
1. Prinsip kontiguitas, yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa beberapa kata dapat
memiliki makna sama atau mirip. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi
makna yang disebut sinonimi.
2. Prinsip komplementasi, yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna kata yang
satu berlawanan dengan makna kata yang lain. Prinsip ini dapat menimbulkan
adanya relasi makna yang disebut antonimi.
3. Prinsip overlaping, yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa satu kata memiliki
makna yang berbeda atau kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung makna
berbeda. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut
homonimi dan polisemi.
4. Prinsip inklusi, yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup
beberapa makna kata lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang
disebut hiponimi.
Adapun hubungan atau relasi kemaknaan ini menyangkut hal kesamaan
makna (sinonimi), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan
ambiguitas). Ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi),
kelebihan makna (redundansi) dan lain sebagainya2.
1
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Semantik. (Bandung: Angkasa, 2009).
2
Abdul Chaer, Pengantar semantik Bahasa Indonesia (Rineka Cipta, 2013).
ragam, maka fokus kajian makna yang dikaji di antaranya yaitu sinonim, antonim,
homonim, hiponim, polisemi, ambiguitas, dan redundansi3.
1. Sinonim ) (
Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu
“onoma” yang berarti “nama”, dan “syn” yang berarti “dengan”. Maka secara
harfiah kata sinonim berarti “nama lain untuk benda atau hal yang sama.”
Menurut Umar :
Contoh dalam bahasa Arab adalah pada kata dan yang bermakna sama,
yaitu manusia. Akan tetapi dua buah kata yang bersinonim itu kesamaannya tidak
100%, hanya kurang lebih saja.
Ada beberapa faktor penyebab ketidaksamaan dua buah ujaran yang
bersinonim maknanya tetapi tidak akan sama persis dan tidak dapat dipertukarkan
adalah sebagai berikut:
a) Faktor waktu, contohnya: hulubalang dan komandan.
b) Faktor tempat atau daerah, contohnya: saya dan beta.
c) Faktor keformalan, contohnya: uang dan duit.
d) Faktor sosial, contohnya: saya dan aku.
e) Faktor bidang kegiatan, contohnya: tasawuf, kebatinan dan mistik serta kata
matahari dan surya.
3
Nurjaliyah Aljah Siompu, “Relasi Makna Dalam Kajian Semantik Bahasa Arab,” Prosiding Konferensi
Nasional Bahasa Arab 5, no. 5 (2019): 690–701.
4
Ahmad Mukhtar Umar, ’Ilm Al-Dilālah (Kairo: ’Ilm Al-Kutub, 1992).
f) Faktor nuansa makna, contohnya: melihat, melirik, melotot, meninjau dan
mengintip.5
Adapun sebuah kata dalam bahasa Arab juga memiliki sinonim yang
banyak. Banyaknya sinonim dalam bahasa Arab disebabkan oleh beragamnya
suku-suku bangsa Arab dan semangat para penyusun kamus. Beraneka ragamnya
suku menyebabkan beraneka ragamnya dialek dan kosakata. Beraneka ragamnya
kosakata berarti beraneka ragamnya sinonim. Adapun penyebab lainnya adalah
karena berkembangnya bahasa dan karena tidak adanya baris/syakl/harakat di
dalam buku-buku orang Arab jaman dahulu6.
Moediono menyebutkan bahwa gejala kemiripan makna (sinonim)
disebabkan oleh sekurang-kurangnya tiga hal7, yaitu:
a) Kemiripan makna yang disebabkan oleh perbedaan dialek.
Contohnya pada kata yang berarti istri bersinonim dengan yang berarti
bini dan kata yang berarti mati bersinonim makna dengan yang berarti
wafat.
c) Kemiripan makna yang berasal dari jangka dan masa yang berbeda.
Contohnya pada kata yang berarti tempat minum kopi bersinonim dengan
5
Abdul Chaer, Psikolinguistik; Kajian Teoritik (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011).
6
Prof Dr Moh Matsna HS M.A, Kajian Semantik Arab: klasik dan kontemporer (Prenada Media, 2016).
7
M.A, Kajian Semantik Arab.
2. Antonim ) (
(bahasa Indonesia) merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu antonymy.
Menurut Verhaar, kata antonymy sendiri berasal dari bahasa Yunani Kuno,
yaitu anoma artinya “nama” dan anti artinya “melawan”. Jadi arti harfiahnya adalah
“nama lain untuk benda lain” atau lebih sering disebut dengan lawan kata.
Secara semantik, Verhaar mendefinisikan sebagai “Ungkapan (biasanya
berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya
dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain”.
Ahmad Mukhtar Umar mengartikannya sebagai berikut:
“Antonim adalah lafadz yang digunakan dalam dua makna yang berlawanan.”
Menurut Ilmuan Bahasa Modern menyatakan bahwa:
“Antonim yaitu adanya dua lafaz yang berbeda dalam pelafalan dan berbeda dalam
makna”.
Fromkin dan Rodman mengemukakan bahwa antonim terdiri dari beraneka
ragam yang dapat diklasifikasikan atas beberapa pasangan9, yakni:
a. Antonim binary (complementary)
Komplementer yaitu pasangan yang saling melengkapi. Tidak akan lengkap
atau tidak sempurna jika keduanya tidak dibarengi. Sebagai contoh, kata suami
berantonim dengan kata istri. Dalam bahasa Arab contohnya kata yang
8
Umar, ’Ilm Al-Dilālah, 191.
9
M.A, Kajian Semantik Arab.
b. Antonim bertingkat (gradable)
Suatu antonim disebut pasangan bertingkat apabila penegatifan suatu kata
tidaklah bersinonim dengan kata yang lain. Biasanya dipakai dalam pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan kadar atau tingkat.
Sebagai contoh, kata rajin berlawanan dengan malas dan berat lawan dari
kata ringan.
Contoh dalam bahasa Arab adalah kata yang berarti dokter berlawanan
3. Homonim/isytarak al lafdzi
Kata hominim berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang artinya ‘nama’
dan hono yang artinya ‘sama’. Secara harfiah homonimi dapat diartikan sebagai
‘nama sama untuk benda atau hal lain’.10
Secara semantik, Verhaar memberi definisi homonimi sebagai ungkapan
(berupa kata, frase atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga
berupa kata, frase atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama. Jadi hominim adalah
dua kata kebetulan bentuk, ucapan dan tulisannya sama tetapi berbeda makna.11
Contoh Homonim dalam bahasa Indonesia:
Kata Makna 1 Makna 2
10
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990).
11
John W. M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2012).
Bisa Dapat Racun
Pacar Kekasih (orang) Inai (kuku)
Contoh lain dalam Al-Quran yaitu:
۟ ۟ ۟
Kata yang pertama bermakna “hari kiamat” dan kata yang kedua
bermakna “masa (waktu)”.
4. Hiponim ) (
Hiponim berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu hypo yang berarti di
bawah dan onoma yang berarti nama. Secara harfiah hiponimi berarti nama yang
termasuk di bawah nama lain.
Sedangkan secara semantik dinyatakan bahwa hiponim adalah ungkapan
yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.
Contohnya merkurius, venus, dan bumi adalah hiponim dari kata planet.
Atau contoh lain pesawat, bus, dan kereta adalah hiponim dari kata alat
transportasi.
Planet Alat Transportasi
5. Polisemi ) (
Polisemi adalah relasi makna satuan bahasa (kata/frase) yang memiliki
makna lebih dari satu atau kata yang memiliki makna yang berbeda-beda tetapi
masih dalam satu aluran arti. Makna pertama adalah makna leksikal, makna
denotatif dan makna konseptualnya. Sedangkan yang lainnya adalah makna yang
dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau
satuan ujaran.12 Jadi, makna pada polisemi masih berkaitan satu sama lain.
Contohnya, rambut di kepala nenek sudah putih. (Kepala yang berarti
bagian tubuh yang paling atas) dan pak Harjo adalah seorang kepala sekolah.
(Kepala yang menyatakan pimpinan).
6. Ambiguitas ) (
Ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna
ganda atau mendua arti pada frase atau kalimat yang terjadi sebagai akibat
kegandaan makna atau penafsiran struktur gramatikal yang berbeda, tergantung
jeda dalam kalimat.13
Contohnya pada kalimat guru baru datang dapat diartikan guru baru itu
datang, dapat juga diartikan guru itu baru datang.
saudaranya yang dekat secara hubungan darah atau bisa jadi saudara yang
rumahnya dekat.
7. Redundasi
Redundasi adalah penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran
secara berlebihan.14
Contohnya: Bola itu ditendang oleh Hamdan, tidak akan berbeda maknanya
dengan Bola itu ditendang Hamdan.
berbeda dengan
12
Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.
13
Sukamta Sukamta, “Kompleksitas Hubungan Antara Wazan dan Makna (Kajian Terhadap Variasi Wazan
dan Ambiguitas Bentuk Kata dalam Bahasa Arab),” Adabiyyat 11, no. 1 (2012): 1–24.
14
Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.
Memang dalam ragam bahasa baku dituntut untuk menggunakan kata-kata
secara efisien, sehingga kata yang berlebihan jika tidak mengurangi atau
mengganggu makna (lebih tepat informasi) harus dibuang, tetapi dalam analisis
semantik, setiap penggunaan unsur segmental dianggap membawa makna masing-
masing.
BAB III KESIMPULAN
Makna bahasa pada hakikatnya terkait dengan lafaz (bentuk kata), struktur kalimat
(tarkῑb), dan konteks (siyᾱq) situasi dan kondisi. Makna sebuah kata dapat ditentukan
apabila kata tersebut sudah berada dalam konteks kalimatnya.
Adapun hubungan antar makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara
satuan bahasa yang satu dengan yang lain, yang memperlihatkan adanya persamaan,
pertentangan, kegandaan makna dan lain sebagainya. Hubungan atau relasi makna ini
menyangkut hal-hal kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan
makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna
(homonimi), dan kelebihan makna (redundasi).
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990.
———. Pengantar semantik Bahasa Indonesia. Rineka Cipta, 2013.
———. Psikolinguistik; Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011.
M.A, Prof Dr Moh Matsna HS. Kajian Semantik Arab: klasik dan kontemporer. Prenada
Media, 2016.
Siompu, Nurjaliyah Aljah. “Relasi Makna Dalam Kajian Semantik Bahasa Arab.”
Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab 5, no. 5 (2019): 690–701.
Sukamta, Sukamta. “Kompleksitas Hubungan Antara Wazan dan Makna (Kajian Terhadap
Variasi Wazan dan Ambiguitas Bentuk Kata dalam Bahasa Arab).” Adabiyyat 11,
no. 1 (2012): 1–24.
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa, 2009.
Umar, Ahmad Mukhtar. ’Ilm Al-Dilālah. Kairo: ’Ilm Al-Kutub, 1992.
Verhaar, John W. M. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 2012.