Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH BAHASA INDONESIA

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga makalah ini yang
berjudul “ ” Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai
pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari
dalam penyususnan makalah ini masih terdapat kekurangan baik dari segi
penyusunan, maupun mengenai tata bahasa yang digunakan. Oleh karenanya
penyusun mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun guna
kelancaran dalam penyusunan makalah/ artikel selanjutnya.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
ikut membantu menyelesaikan makalah ini, dan semoga bermanfaat.

ii
DAFTAR ISI

iKATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................2
C. Tujuan ....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................3
A. Kata ........................................................................................................................3
1. Pertalian Makna .................................................................................................3
2. Jenis Makna Kata ...............................................................................................6
3. Perubahan Makna Kata ......................................................................................8
B. Penggunaan Diksi...................................................................................................8
C. Kalimat...................................................................................................................9
1. Struktur Kalimat ...............................................................................................10
2. Pola Kalimat .....................................................................................................16
3. Jenis Kalimat ....................................................................................................18
BAB III PENUTUP .........................................................................................................21
A. Kesimpulan ..........................................................................................................21
B. Saran ....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran


pemakai bahasa. Telah diketahui bahwa pemakaian bahasa diwujudkan di dalam
bentuk kata-kata atau kalimat. Manusia lah yang menggunakan kata dan kalimat
itu dan manusia pula ynag menambah kosa kata yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Karena pemikiran manusia berkembang, maka pemakaian kata dan
kalimat berkembang pula. Perkembangan tersebut dapat berwujud penambahan
atau pengurangan. Penguranganyang dimaksud disini, bukan saja pengurangan
dengan kualitas kata, makna, maka berarti ia telah memasuki wilayah kajian
makna.
Telah dikemukakan bahwa bahasa berkembang sesuai dengan
pemikiran pemakai bahasa. Karena manusia menggunakan kata-kata dan kalimat
dan sejalan dengan itu kata dan kalimat berubah terus, maka dengan sendirinya
maknanya pun berubah. Perubahan terjadi karena manusia sebagai pemakai
bahasa menginginkannya. Pembicara membutuhkan kata, manusia membutuhkan
kalimat untuk berkomunikasi. Ia membutuhkan kata baru. Kadang-kadang karena
belum ditemukan kata baru yang mendukung pemikirannya, maka pembicara
mengubah bentuk kata yang telah ada. Yang penting, yakin apa yang dipikirkan,
apa yang dirasakan, dan apa yang diinginkan tertampung dalam perubahan
bahasa.ini memaksa kita untuk membicarakan perubahan makna.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka terdapat rumusan masalah


yakni:
1. Bagaimana bentuk pertalian makna ?
2. Apa saja jenis - jenis makna kata ?
3. Bagaimana proses perubahan makna ?
4. Bagaimana yang diamksud dengan penggunaan diksi ?
5. Apa yang dimaksud kalimat ?
6. Bagaimana struktur kalimat ?
7. Apa saja pola kalimat ?
8. Apa saja jenis-jenis kalimat ?

C. Tujuan

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang disampaikan di


atas, ada beberapa tujuan yang ingin di capai.
1. Untuk mengetahui bentuk pertalian makna
2. Untuk mengetahui Bagaimana bentuk pertalian makna
3. Untuk mengetahui Bagaimana bentuk pertalian makna
4. Untuk mengetahui Bagaimana bentuk pertalian makna ?
5. Untuk mengetahui jenis - jenis jenis - jenis jenis - jenis makna kata
6. Untuk mengetahui proses perubahan makna
7. Untuk mengetahui penggunaan diksi
8. Untuk mengetahui kalimat
9. Untuk mengetahui struktur kalimat
10. Untuk mengetahui pola kalimat ?
11. Untuk mengetahui jenis-jenis kalimat ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kata
1. Pertalian Makna
a. Sinonimi
Secara semantik Verhaar (1978) mendefinisikan sinonimi sebagai
ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanuya kurang
lebih sama dengan makna ungkapan lain. Umpamanya kata buruk dan
jelek adalah du buah kata yang bersinonim; bunga, kembang, dan puspa
adalah tiga kata yang yang bersinonim. Hubungan makna antara dua buah
kata yang bersinonim bersifat dua arah. Namun, dua buah kata yang
bersinonim itu; kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja.
Kesamaannya tidak bersifat mutlak.
b. Antonimi dan Oposisi
Secara semantik Verhaar (1978) mendefenisikan antonimi sebagai:
Ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau
kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain.
Misalnya kata bagus yang berantonimi dengan kata buruk; kata besar
berantonimi dengan kata kecil. Sama halnya dengan sinonim, antonim pun
tidak bersifat mutlak. Itulah sebabnya dalam batasan di atas, Verhaar
menyatakan ”…yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan
lain” Jadi, hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan.
Sehubungan dengan ini banyak pula yang menyebutnya oposisi makna.
Dengan istilah oposisi, maka bisa tercakup dari konsep yang betul-betul
berlawanan sampai kepada yang bersifat kontras saja. Kata hidup dan
mati, mungkin bisa menjadi contoh yang berlawanan; tetapi hitam dan
putih mungkin merupakan contoh yang hanya berkontras.
c. Homonimi, Homofoni, dan Homografi
Homonimi adalah „relasi makna antar kata yang ditulis sama atau
dilafalkan sama, tetapi maknanya berbeda‟. Kata-kata yang ditulis sama

3
tetapi maknanya berbeda disebut homograf, sedangkan yang dilafalkan
sama tetapi berbeda makna disebut homofon. Contoh homograf adalah
kata tahu (makanan) yang berhomografi dengan kata tahu (paham), sedang
kata masa (waktu) berhomofoni dengan massa (jumlah besar yang menjadi
satu kesatuan).
d. Hiponimi dan Hipernimi
Hiponimi adalah „relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna
spesifik dalam makna generis, seperti makna anggrek dalam makna bunga,
makna kucing dalam makna binatang‟. Anggrek, mawar, dan tulip
berhiponimi dengan bunga, sedangkan kucing, kambing, dan kuda
berhiponimi dengan binatang. Bunga merupakan superordinat (hipernimi,
hiperonim) bagi anggrek, mawar, dan tulip, sedangkan binatang menjadi
superordinat bagi kucing, kambing, dan kuda.
e. Polisemi
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga
frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Umpamanya kata kepala
dalam bahasa Indonesia memiliki makna :
 Bagian tubuh dari leher ke atas;
 Bagian dari suatu yang terletak disebelah atas atau depan
merupakan hal yang penting atau terutama seperti pada kepala
susu, kepala meja, dan kepala kereta api;
 Bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada
kepala paku dan kepala jarum;
 Pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor,
dan kepala stasiun;
 Jiwa atau orang seperti dalam kalimat Setiap kepala menerima
bantuan Rp 5000,-.; dan
 Akal budi seperti dalam kalimat, Badannya besar tetapi kepalanya
kosong.
f. Ambiguitas

4
Ambiguitas atau ketaksaab sering diartikan sebagai kata yang bermakna
ganda atau mendua arti. Kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari
satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frase atau kalimat dan terjadi
sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda. Umpamanya
frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan sebagai, buku sejarah itu baru
terbit,; buku itu berisi sejarah zaman baru.
g. Redundansi
Istilah redundansi sering diartikan sebagai ‟berlebih-lebihan pemakaian
unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran‟. Umpamanya kalimat Bola
ditendang Si Badrih, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola
ditendang oleh Si Badrih. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua
dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-lebihan dan
sebenarnya tidak perlu.
h. Meronimi
Meronimi adalah ‟relasi makna yang memiliki kemiripan dengan hiponimi
karena relasi maknanya bersifat hierarkis, namun tidak menyiratkan
pelibatan searah, tetapi merupakan relasi makna bagian dengan
keseluruhan‟. Contohnya adalah atap bermeronimi dengan rumah.
i. Makna Asosiatif
Makna asosiatif merupakan asosiasi yang muncul dalam benak seseorang
jika mendengar kata tertentu. Asosiasi ini dipengaruhi unsur-unsur psikis,
pengetahuan dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, makna asosiatif
terutama dikaji bidang psikolinguistik. Makna denotatif villa adalah
‟rumah peristirahatan di luar kota‟. Selain makna denotatif itu, bagi
kebanyakan orang Indonesia villa juga mengandung makna
asosiatif ‟gunung‟, ‟alam‟, ‟pedesaan‟, ‟sungai‟, bergantung pada
pengalaman seseorang.
j. Makna Afektif
Makna afektif berkaitan dengan perasaan seseorang jika mendengar atau
membaca kata tertentu. Perasaan yang muncul dapat positif atau negatif.
Kata jujur, rendah hati, dan bijaksana menimbulkan makna afektif yang

5
positif, sedangkan korupsi dan kolusi menimbulkan makna afektif yang
negatif.
k. Makna Etimologis
Makna etimologis berbeda dengan makna leksikal karena berkaitan
dengan asal-usul kata dan perubahan makna kata dilihat dari aspek sejarah
kata. Makna etimologis suatu kata mencerminkan perubahan yang terjadi
dengan kata tertentu. Melalui perubahan makna kata, dapat ditelusuri
perubahan nilai, norma, keadaan sosial-politik, dan keadaan ekonomi suatu
masyarakat
2. Jenis Makna Kata
a. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal adalah makna yangsesuai dengan referennya, makna yang
sesuai dengan hasil observasi alat indera atau makna yang sungguh
sungguh nyata dalam kehidupan kita, makna leksem. ( Chaer 1994:
60),contoh Tikus itu mati diterkam kucing. Kata tikus makna leksikalnya
adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya
tifus.
Makna gramatikal adalah makna yang timbul karena proses gramatikal
atau tata bahasa, makna ini sering juga disebut maakna kontekstual atau
makna situasional. Proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses
reduplikasi, dan proses komposisi. Proses afiksasi awalan ter- pada kata
angkat dalam kalimat batu seberat itu terangkat juga oleh adik melahirkan
makna “dapat”. Kalimat berikut ini juga menunjukkan contoh makna
gramatikal , Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas
melahirkan makna gramatikal ”tidak sengaja”.
b. Makna Denotatif dan Makna Konotatif.
Pembeda makna denotatif dengan konotatif didasarkan pada ada atau
tidak adanya “nilai rasa” pada sebuah kata.
Makna denotatif (sering juga disebut denotasional, makna konseptual,
makna kognitif, makna referensial) adalah makna yang sesuai dengan hasil
observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau

6
pengalaman lainnya, atau dengan kata lain makna sebenarnya. Misalnya
wanita dan perempuan secara denotatif bermakna “manusia dewasa bukan
laki laki”. Sekalipun kata wanita dan perempuan juga bisa punya nilai rasa
yang melahirkan makna konotasi.
Makna konotatif adalah makna kiasan, atau makna tambahan, atau yang
muncul karena nilai rasa. Contoh kata merah putih bermakna denotasi
adalah secarik kain yang berwarna merah dan putih.Tetapi bila makna
konotasi dapat diartikan merah berarti berani dan putih berarti suci.
c. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna
yang sesuai dengan referennya, makna yang bebas dari asosiasi atau
hubungan apapun. Makna konseptual ini sama dengan makna
referensial,makna leksikal, dan makna denotatif.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan
dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya
kata melati berasosiasi dengan makna suci atau kesucian. Karena makna
asosiasi ini berhubungan dengan nilai moral dan pandangan hidup yang
berlaku dalam suatu masyarakat bahasa yang berarti juga berurusan
dengan nilai rasa bahasa, maka ke dalam makna asosiatif ini termasuk juga
makna konotatif seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya. Di samping
itu ke dalamnya termasuk juga,makna makna lain seperti makna stilistika,
makna afektif, dan makna kolokatif.
Makna stilistika berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan
dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat.
Karena itu dibedakan makna rumah, pondok, keratin, kediaman, dan
tempat tinggal.
Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara pemakai bahasa
secara pribadi, baik terhadap lawan bicara maupun terhadap objek yang
dibicarakan. Makna afektif lebih terasa secara lisan daripada secara
tertulis. “tutup mulut kalian!”bentaknya kepada kami bandingkan “
mohon diam sebentar!” katanya kepada anak anak itu.

7
Makna Kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya
dengan makna kata lain yang mempunyai “tempat” yang sama dalam
sebuah frase (ko=sama, bersama; lokasi=tempat) Contoh kata laju,cepat,
deras. Kata kata ini bermakna sama tetapi pasti mempunyai kolokasi yang
berbeda. Kita bisa mengatakan hujan deras dan berlari cepat kosakata ini
tidak boleh dipertukarkan.
3. Perubahan Makna Kata
Perubahan makna menyangkut banyak hal. Perubahan makna yang
dimaksud disini meliputi: pelemahan, pembatasan, pengantian, penggeseran,
perluasan, dan juga kekaburan makna. Perubahan maksna tersebut bisa saja terjadi
karena perubahan kata dari bahasa lain, termasuk disini bahasa daerah kebahasa
Indonesia. Perubahan makna boleh juga terjadi karenaperubahan leksem, karena
tanggapan pemakai bahasa, dan yang tidak kalah penting, yakni perubahan makna
akibat asosiasi pemakai bahasa terhadap sesuatu.
Dalam bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tanda-
linguistik itu adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang
merupakan satuan bermakna (Harimurti, 1982:98). Sedangkan istilah kata,yang
lazim didefinisikan sebagai satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri yang dapat
terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem (Harimurti, 1982:76) adalah
istilah dalam bidang gramatika. Dalam makalah ini kedua istilah itu dianggap
memiliki pengertian yang sama. Yang perlu dipahami adalah tidak semua kata
atau leksem itu mempunyai acuan konkret di dunia nyata. Misalnya leksem seperti
agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan tidak dapat ditampilkan referennya secara
konkret. Di dalam penggunaannya dalam pertuturan, yang nyata makna kata atau
leksem itu seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau
konsep dasarnya dan juga dari acuannya.
B. Penggunaan Diksi

Diksi adalah pilihan kata. Pilihan kata merupakan kegiatan untuk


memilih kata secara tepat dan sesuai dalam mengungkapkan maksud dan tujuan
kepada penyimak atau pembaca baik secara lisan maupun tulisan. Ketepatan dan
kesesuaian sangat penting dalam rangka mengekspersikan maksud dan tujuan.

8
Diksi sangat menentukan gaya bahasa. Gaya bahasa ditentukan oleh ketepatan dan
kesesuaian pilihan kata. Kata, kalimat, paragraf, atau wacana menjadi efektif jika
diungkapkan dengan gaya bahasa yang tepat. Gaya bahasa mempengaruhi
terbentuknya suasana, kejujuran, kesopanan, kemenarikan, tingkat keresmian,
atau realita. Selain itu, pilihan dan kesesuaian kata yang didukung dengan tanda
baca pula yang tepat dapa menimbulkan nada kebahasaan , yaitu sugesti yang
terekspresi melalui rangkaian kata yang dsiertai penekanan mampu menghasilkan
daya persuasi yang tinggi. Pemakaian diksi yang baik akan membantu pembicara
dan pendengar dalam menyelesaikan masalah, begitu pula sebaiknya, gagasan
atau ide akan sulit berterima jika diksi yang digunakan salah sasaran atau tidak
sesuai kontek pembicara dan pendengar. Adapun fungsi diksi yakni :
1. Melambangkan ide yang diungkapkan secara verbal.
2. Membentuk wujud ungkapan gagasan yang tepat sehingga menyenangkan
penyimak atau pembaca.
3. Mewujudkan komunikasi yang berterima.
4. Menciptakan atmosfir yang kondusif.
5. Menghindari dan mencegah perbedaan persepsi.
6. Mencegah salah pemahaman.
7. Mengefektifkan pencapaian target komunikasi

C. Kalimat

Kalimat dapat dipahami sebagai suatu bahasa terkecil yang dapat


digunakan untuk menyampaikan ide atau gagasan. Pakar menyampaikan bahwa
kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai
intonasi akhir dan secara aktual dan potensial terdiri atas klausa. Klausa
merupakan satuan kebahasaan yang merupakan kelompok kata yang setidaknya
terdiri atas subjek dan prediket.
Kalimat dalam wujud lisan diucapkan dengan suara naik tururn, dan
keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan

9
kalimat dimulai dengan huruf kapital diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya
(?), atau tanda seru (!).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah serangkaian
kata yang tersusun secara bersistem sesuai dengan kaidah yang berlaku untuk
mengungkapkan gagasan,pikiran, atau perasaan yang relatif lengkap.
1. Struktur Kalimat
1. Subjek
Subjek adalah unsur yang perlu dijelaskan dengan cara menjawab
pertanyaan siapa atau apa unsur yang dijelaskan itu.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan
subjek kalimat.
a. Mempergunakan pertanyaan ,siapa atau apa
Contohnya:
1) Mahasiswa sedang berdiskusi
Dengan menerapkan formula diatas maka pertanyaan „Siapa
yang sedang berdiskusi?’ Jawabannya tentu adalah „Mahasiswa’.
Subjek dari kalimat diatas adalah Mahasiswa.
2) Di toko itu telah dijual pakaian-pakaian bekas
Dengan menerapkan formula pertanyaan formula diatas maka
pertanyaan , ’Apa yang dijual di toko itu?’ dan jawabannya
adalah ‘Pakaian-pakaian bekas’. Jadi jelas sekali bahwa itulah
subjek kalimatnya.
b. Menemukan ciri ketakrifannya, yatitu kepastian ( definiteness ).
Bentuk kebahasaan yang belum pasti harus dibuat pasti atau takrif
dengan cara menambahkan akata „itu‟ atau „ini‟ atau „tersebut‟.
Contohnya:
Buku itu menambah wawasan ,dapat dengan jelas kita pahami bahwa
Subjek kalimat tersebut adalah ‘Buku’.
c. Apabila ditemukan sebuah kalimat pasif, maka bagian yang diawali
dengan kata „bahwa‟ merupakan subjek kalimat.
Contohnya:

10
Setelah diselidiki, polisi dapat mengetahui bahwa penyebab
kecelakaan itu adalah kelalaian pengendara motor.
Jadi subjek kalimat diatas adalah „bahwa penyebab kecelakaan itu
adalah kelalaian pengendara motor’.
d. Penanda lain yang dapat digunakan adalah adanya penghubung
pewatas „yang‟.
Contohnya:
Siswa yang terlambat itu dihukum oleh guru penegak disiplin.
Jadi subjek kalimat diatas adalah „Siswa yang terlambat itu’.
e. Tidak didahulai preposisi, seperti dari,dalam,di,ke,kepada,pada.
2. Prediket
Prediket adalah unsur yang menjelaskan keadaan atau perilaku subjek
dengan cara menjawab pertanyaan mengapa atau bagaimana. Prediket dapat
terdiri dari verba ( kata kerja ) dan Adjektiva ( kata sifat ). Penggunaan
prediket biasanya terdapat setelah subjek, karena prediket menjelaskan
keadaan dari subjek tersebut.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui
keberadaan prediket.
1. Mengidentifikasi prediket dengan formula pertanyaan, contohnya:
Anti terjatuh dari lantai tiga.
Yang merupakan prediket pada kalimat diatas adalah „terjatuh’
karena berdasarkan identifikasi formula pertanyaannya yaitu
“Bagaimana” dan “mengapa”.
2. Mencari kata „adalah‟ dan „ialah‟ di dalamnya. Biasanya kata
tersebut digunakan sebagai prediket pada kalimat nominal. Kalimat
nominal adalah kalimat yang prediketnya bukan verba atau kata kerja.
Contohnya:
Jumlah pengunjung Pasar Malam adalah sekitar 200 orang.
Jadi kata „adalah‟ berfungsi sebagai prediket pada kata tersebut.
3. Mengidentifikasi prediket kalimat dengan cara menegasinya. Prediket
yang berupa kata kerja dan kata sifat ditegaskan dengan kata „tidak‟,

11
sedangkan jika prediket kalimat nomina, penegasannya menggunakan
kata „bukan‟. Contohnya:
a. Sekolah itu tidak dikenal lagi kecurangannya dalam hal
menyontek saat ujian nasional.
b. Dia bukan karyawan tetap di kantor itu.
4. Verba dan adjektiva yang mejadiprediket dapat diawali dengan kata
petunjuk aspek dan modalitas seperti „telah,sudah,belum,sedang,
akan, ingin, hendak, mau’.
Contohnya:
1. Gempa bumi telah mengguncang Kepulauan mentawai dini hari.
2. Para tamu sedang menikmati jamuan makan siang.
3. Objek
Objek adalah unsur kalimat yang harus ada dalam kalimat verbal
(kalimat aktif) yang predikatnya terdiri dari kata kerja transitif. Kata kerja
transitif adalah kata kerja yang membutuhkan kehadiran objek, biasanya
berawalan „me-„. Bentuk kata kerja yang berawalan „ber-„ dan berafiks „ke-
an‟ biasanya tidak memerlukan objek.
Objek kalimat tidak akan hadir di dalam kalimat apabila:
a. Tidak terdapat kalimat pasif.
b. Kalimat itu merupakan kalimat dengan verba aktif transitif.
Ciri-ciri objek,sebagai berikut:
1. Objek berada langsung di belakang predikat
Contoh:
a) Reti merekapitulasi resep-resep di apotik.
b) Fifi membagikan sumbangan.
2. Objek dapat menjadi subjek pada kalimat pasif, ditandai dengan
perubahan unsur objek dalam kalimat aktif menjadi subjek dalam
kalimat pasif yang disertai dengan perubahan bentuk verba
predikatnya.Predikatnya berawalan di-
Contoh:
a) Resep direkapitulasi oleh Reti

12
b) Sumbangan itu dibagikan oleh Fifi
3. Bentuk kebahasaan itu tidak dapat diawali dengan preposisi atau
kata depan.
Contoh:
a) Jeje menyusun laporan.
b) Fika mengedit foto.

4. Pelengkap
Pelengkap merupakan unsur kalimat yang harus ada pada kalimat
verbal intransitif, yang menghendaki unsur yang melengkapinya.
Ciri-ciri pelengkap :
a. Terletak di belakang prediket, biasanya masih dapat disisipi unsur
lain, yaitu objek.
Contoh:
1) Niken membelikan saya buku baru.
2) Andi berjualan koran.
b. Tidak didahului preposisi
Pelengkap dan objek memiliki kesamaan, sebagai berikut:
1. Bersifat wajib karena melengkapi kata kerja dalam kalimat.
2. Tidak didahului dengan preposisi.
3. Terdapat di belakang prediket.
Berkenaan dengan hal tersebut,dapat dikembangkan sebagai berikut:
1. Andi berjualan koran.
2. Andi menjual koran.
Dapat kita lihat perbedaan antara pelengkap dan objek di dalam
kalimat. Pada kalimat satu (1) bentuk koran adalah pelengkap. Bentuk
kebahasaan itu melengkapi verba yang bercirikan aktif intransitif.
Sebaliknya di dalam kalimat dua (2) bentuk koran adalah objek kalimat,
karena verba pada kalimat bersifat transitif. Jadi dapat disimpulkan bentuk
kebahasaan itu adalah pelengkap yang ditandai dengan verba yang
mendahuluinya berawalan ‘ber-‘, selain itu bentuk berafiks ‘ke-an’ seperti

13
‘kehilangan’, ’kedatangan’, ’kemasukan’, ’kerampokan’, juga diikuti oleh
pelengkap.
Perbedaan antara pelengkap dan objek terletak pada kalimat pasif.
Pelengkap tidak menjadi subjek dalam kalimat pasif. Jika terdapat objek
dan pelengkap dalam kalimat pasif, objek lah yang menjadi kalimat pasif,
bukan pelengkap.
5. Keterangan
Keterangan adalah unsur kalimat yang berfungsi untuk menjelaskan
prediket. Dalam kalimat posisi unsur keterangan ini dapat dipindah-
pindahkan, biasanya terdapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat.
Unsur keterangan tidak wajib hadir, maka keterangan dapat disebut sebagai
unsur luaran atau periferal. Adapun fungsinya untuk menambahkan
informasi pada kalimat itu.
Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa ciri-ciri dari
keterangan, sebagai berikut:
1. Tidak terikat posisi, maksudnya keterangan bersifat mana suka, biasa
terdapat dimana saja. Posisi keterangan cenderung lebih bebas dan
tidak terikat.
2. Keterangan di awali preposisi atau kata depan, berbeda dengan unsur
lainnya seperti subjek, predikat dan objek yang tidak boleh diawali
dengan preposisi.
Keterangan dibedakan berdasarkan perannya dalam sebuah kalimat,
berikut adalah jenis-jenis keterangan :
a. Keterangan waktu, adalah keterangan berupa kata, frasa, atau anak
kalimat yang menyatakan waktu. Keterangan berupa kata, seperti,
kemarin, besok, sekarang, lusa, kini, siang, dan malam. Sedangkan
keterangan waktu berupa frasa seperti, kemarin pagi, hari senin,
14 Januari dan minggu depan. Keterangan waktu berupa anak kalimat
ditandai oleh konjungtor seperti, setelah, sesudah, sebelum, saat,
sesaat, sewaktu, dan ketika. Contoh:
1) Gempa mengguncang Kota Padang pada sore hari.

14
2) Gempa mengguncang Kota Padang pada 30 September 2009.
3) Gempa tersebut masih menimbulkan luka mendalam bahkan 8
tahun setelah peristiwa itu terjadi.
b. Keterangan tempat, berupa frasa yang menyatakan tempat yang
ditandai oleh preposisi, seperti di, pada, dan dalam. Contoh :
1) Minda tinggal di pemukiman yang kumuh itu.
2) Ayah memanggil Angga yang masih mengurung diri dalam
kamarnya.
c. Keterangan cara dapat berupa kata ulang frasa atau anak kalimat yang
menyatakan cara. Keterangan cara yang berupa frasa ditandai dengan
kata dengan atau secara. Keterangan kata yang berupa anak kalimat
ditandai oleh kata dengan dan dalam. Keterangan cara yang berupa
kata ulang merupakan perulangan adjektiva. Contoh:
1) Pencuri itu berlari dengan cepat.
2) Mutiara keluar dari rumah itu secara diam-diam.
d. Keterangan sebab berupa frasa atau anak kalimat yang menyatakan
sebab. Seperti karena. Contoh:
1) Atika menangis karena terjatuh dari sepeda
2) Tanah perbukitan itu menjadi longsor karena penebangan liar
e. Keterangan tujuan, yaitu menambahkan kata informasi tujuan pada
kalimat, seperti untuk,supaya dan agar. Contoh:
1) Andri belajar sepanjang malam supaya naik kelas.
2) Atika menyirami bunga agar tumbuh subur.
f. Keterangan aposisi, berupa memberi penjelasan nomina, misalnya
subjek atau objek. Keterangan aposisi dapat menggantikan unsur yang
diterangkan. Keterangan ini diapit tanda koma, tanda pisah (-) atau
tanda kurang. Contohnya:
1) Dosen saya, Bu Erwin, terpilih sebagai dosen teladan.
g. Keterangan tambahan, berupa memberi penjelasan nomina (subjek
atau objek). Keterangan tambahan berbeda dengan aposisi, keterangan

15
ini tidak dapat menggantikan unsur yang diterangkan. Keterangan
tambahan bercetak miring. Contoh:
1) Siska, mahasiswa tingkat lima, mendapat beasiswa.
h. Keterangan pewatas, berupa memberikan pembatas nomina. Misalnya
subjek, prediket, objek, keterangan atau pelengkap. Contoh:
1) Mahasiswa yang mempunyai IP lebih dari tiga mendapat
beasiswa.
2. Pola Kalimat
1. SPOK
Kalimat ini memiliki unsur-unsur subjek, prediket, objek dan
keterangan. Contohnya:
a. Dian membaca buku di kamar.
S P O K

b. Siswa membersihkan sampah di luar kelas.


c. Ayah membeli bubur untuk Caca.
2. SPOPel
Kalimat ini memiliki unsur-unsur subjek, prediket, objek, dan
pelengkap. Contohnya:
a. Sinta membuang buku yang sudah tidak terpakai.
S P O Pel

b. Saya makan nasi yang dingin.


c. Diana mengirimi saya surat.
3. SPO
Kalimat ini memiliki unsur subjek, prediket, dan objek. Contohnya:
a. Rara memasak rendang.
S P O

b. Kikan memanggang roti.


4. SPPel
Kalimat ini memiliki unsur subjek, prediket, dan pelengkap.
Contohnya:
a. Dia bermain piano.

16
S P Pel

b. Anto beternak sapi.


c. Dini kehilangan dompet.
5. SPK
Kalimat ini memiliki unsur subjek,prediket, dan keterangan.
Contohnya:
a. Saya pergi ke kampus.
S P K

b. Rizki berasal dari Bandung.


c. Adik makan dengan lahap.
6. SP (verba)
Kalimat ini memiliki unsur subjek dan prediket. Prediket berbentuk
verba. Contohnya :
a. Kami berdiskusi.
S P

b. Lila tertidur.
c. Anggi menangis.
7. SP (nomina)
Kalimat ini memiliki unsur subjek dan prediket. Prediket berupa
nomina (kata benda). Contohnya:
a. Kami mahasiswa.
S P

b. Saya pelajar.
c. Bu Erwin seorang Dosen.
8. SP (adjektiva)
Kalimat ini memiliki unsur subjek dan prediket. Prediket berupa
adjektiva (kata sifat). Contohnya:
a. Kami rajin.
S P

b. Saya lalai.

17
3. Jenis Kalimat
a. Kalimat majemuk adalah kalimat yang merupakan gabungan dari dua
atau lebih kalimat tunggal. Dengan kata lain kalimat majemuk adalah
kalimat yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan dua
predikat. Kalimat majemuk dibagi menjadi dua bagian yaitu, kalimat
majemuk setara/koordinatif yaitu gabungan dua pokok pikiran atau lebih
yang kedudukannya setara.Struktur kalimat yang di dalamnya
terdapat,sekurang-kurangnya,dua kalimat dasar dan masing-masing dapat
berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal.Konjungtor yang menghubungkan
klausa dalam kalimat majemuk setara jumlahnya cukup banyak.
Konjungtor itu menunjuk beberapa jenis hubungan dan menjalankan
beberapa fungsi. Contoh kalimat majemuk setara/koordinatif:
 Anto gemar menulis sedangkan Anita gemar menari.
 Engkau tinggal di sini, atau ikut dengan saya.
 Sinta cantik,tetapi sombong.
 Ia memarkirkan mobil di lantai 3, lalu naik lift ke lantai 7.
Kalimat majemuk bertingkat/kompleks/subordinatif yaitu kalimat tunggal
yang salah satu jabatannya diperluas membentuk kalimat baru.Dalam
kalimat majemuk bertingkat kita mengenal. ,Induk kalimat (jabatan
kalimat yang bersifat tetap atau tidak mengalami perubahan) Anak
kalimat (jabatan kalimat yang diperluas membentuk kalimat baru.Anak
kalimat ditandai pemakaian kata penghubung dan bila mendahului induk
kalimat dipisah dengan tanda baca koma). Contoh kalimat majemuk
bertingkat/kompleks/subordinatif :
 Agar koperasi unit desa (KUD) berkembang,perlu dipikirkan
penciptaan kader-kader yang tangguh.
 Ketika memberikan keterangan,saksi itu meneteskan air mata.
 Pembangunan rumah susun itu memerlukan
penelitian sebab beberapa unit rumah susun belum berpenghuni.
 Hujan turun berhari-hari sehingga banjir besar melanda kota itu.

18
 Dengan menurunkan harga beberapa jenis BBM,kita berharap
kegiatan ekonomi tidak lesu lagi.
 Pengurus lama berjanji bahwa koperasi kita akan memilih
pengurus baru.
 Tempat itu kotor,makanya dia malas kalau disuruh ke situ.
 Dia diam saja seakan-akan tidak tahu kesalahannya
 Semangat belajarnya tetap tinggi meskipun usianya sudah lanjut.
 Aku memahaminya sebagaimana ia memahamiku.
b. Kalimat Aktif
Kalimat aktif adalah kalimat kalimat yang subjeknya sebagai pelaku atau
aktor (Cook,1971 : 49). Kalimat aktif umumnya berawalan me- dan ber-
pada P-nya. Contoh :
 Anto mengambil buah mangga.
 Adik bermain bola.
c. Kalimat Pasif
Kalimat pasif adalah kalimat kalimat yang subjeknya berperan sebagai
penderita atau dikenai pekerjaan / tindakan. Kalimat pasif umumnya
berawalan di- , ter- , ke-an. Contoh :
 Piring dicuci Anita.
 Adik terjatuh di kamar mandi.
 Suaranya kedengaran ke sana.
d. Kalimat Inversi
Kalimat inversi adalah kalimat yang P-nya mendahului S sehingga
membentuk pola P-S.Selain merupakan variasi dari pola S-P,ternyata
kalimat berpola P-S dapat memberi penekanan atau ketegasan makna
tertentu.Memang kata atau frase yang pertama muncul dalam tuturan bisa
menjadi kata kunci yang mempengaruhi makna. Contoh :
 Matikan televisi itu.
 Tidak terkabul permintaannya.
 Kalimat menurut Sifat Hubungan Aktor-Aksi.

19
Dipandang dari segi hubungan aktor-aksi, maka kalimat ini terbagi
menjadi empat yaitu : (1) kalimat aktif, (2) kalimat pasif, (3) kalimat

medial dan (4) kalimat resiprokal.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Diksi adalah pilihan kata. Pilihan kata merupakan kegiatan untuk


memilih kata secara tepat dan sesuai dalam mengungkapkan maksud dan tujuan
kepada penyimak atau pembaca baik secara lisan maupun tulisan. Ketepatan dan
kesesuaian sangat penting dalam rangka mengekspersikan maksud dan tujuan.
Pemakaian diksi yang baik akan membantu pembicara dan pendengar dalam
menyelesaikan masalah, begitu pula sebaiknya, gagasan atau ide akan sulit
berterima jika diksi yang digunakan salah sasaran atau tidak sesuai kontek
pembicara dan pendengar.
Kalimat adalah serangkaian kata yang tersusun secara bersistem sesuai
dengan kaidah yang berlaku untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, atau
perasaan yang relatif lengkap. Dalam merangkai kata tersebut di perlukan unsur-
unsur dan pola dasar kalimat agar kalimat yang terbentuk menjadi efektif. Ada
lima unsur yang membentuk sebuah kalimat,sebagai berikut:
1. Subjek.
2. Prediket.
3. Objek.
4. Pelengkap.
5. Keterangan.
Kelima unsur tersebut disusun dalam sebuah pola dasar sehingga dapat
membentuk sebuah kalimat yang efektif. Berikut adalah pola dasar pembentuk
kalimat:
a. SPOK (Subjek-Prediket-Objek-Keterangan).
b. SPOPel (Subjek-Prediket-Objek-Pelengkap).
c. SPO (Subjek-Prediket-Objek).
d. SPPel (Subjek-Prediket-Pelengkap).
e. SPK (Subjek-Prediket-Keterangan).

21
f. SP (Subjek-Prediket) Prediket berupa Verba .
g. SP (Subjek-Prediket) Prediket berupa Nomina.
h. SP (Subjek-Prediket) Prediket berupa Adjektiva.

B. Saran

Penulisan makalah ini masih bersifat sederhana dan masih belum


sempurna Sumber referensi dalam penulisan makalah ini masih bersumber dari
beberapa website di internet yang kemudian dirangkum menjadi satu. Oleh karena
itu diperlukan penggalian materi atau penelitian lanjutan dengan sumber referensi
yang lebih baik. Dengan demikian, masih ada beberapa kesamaan materi dalam
makalah ini dengan sumber yang ada di internet.

22
DAFTAR PUSTAKA

A Chaer - 1994 - academia.edu


Anonim. 2009. Artikel Utama
[http://www.ialf.edu/bipa/july2009/MengajarkanKosakata.pdf] Diakses
pada 17 November 2017
LN Choiriyah - 2012 - eprints.ums.ac.id
N Dhieni, L Fridani, A Muis, G Yarmi. 2014. Metode Pengembangan Bahasa.
Yogyakarta: UTY
PD Iswara. 2000. Variasi Pola Kalimat dan Keterbacaannya. Tesis pada Program
Pascasarjana
R Bendi - Call Paper Munas Aptikom, 2010 - eprints.ukmc.ac.id
RA Sani. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Rahmawati, M. 2014. Makalah Bahasa Indonesia Tentang Kalimat
[http://marlinara.blogspot.co.id/2014/04/makalah-bahasa-indonesia-
tentang kalimat.html] Diakses pada 17 November 2017
S Akhadiah, MG Arsjad, SH Ridwan. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis
Bahasa Indonesia. -: Erlangga
Sukmana. 2007. Bahasa dan Pembelajaran. -: PT Publika
Wagiati. 2012. Kalimat dalam Bahasa
Indonesia[http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/03/kali
mat_dalam_bahasa_indonesia.pdf] Diakses pada 17 November 2017
Cahyono, Bambang Yudi. 1994. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga
University Press.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. 2005. Pesona Bahasa
Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Pateda,Mansoer.1985. semantik leksikal. Jakarta:Rineka cipta.

23

Anda mungkin juga menyukai