Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

RELASI MAKNA
Untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah SEMANTIK yang diampu oleh dosen pak
lukman M.Pd

Oleh:

Shinta aulia utami


DLL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MATHLAUL ANWAR BANTEN
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas rahmat dankarunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Semantik BahasaIndonesia. Dalam
makalah ini penulis membahas mengenai Relasi Makna. Penulis berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan pembaca
mengenai
RelasiMakna.Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu serta semua pihak
yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwamakalah ini jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saranyang membangun dari para
pembaca, sehingga dalam penulisan makalah berikutnya bisa lebih baik lagi.
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………………

A. LATAR BELAKANG……………………………………………………………………………………..
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………………………
C. TUJUAN MAKALAH……………………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………

A. RELASI MAKNA………………………………………………………………………………………..
1. SINONIM……………………………………………………………………………………………..
2. ANONIM…………………………………………………………………………………………….
3. POLISEMII……………………………………………………………………………………………
4. HONOMINI…………………………………………………………………………………………..
5. HOPONIMI…………………………………………………………………………………………..
6. AMBIGUITAS ATAU KETAKSAAN…………………………………………………………..
7. REDUNANSI…………………………………………………………………………………………
8. ANTONIM DAN OPOSISI………………………………………………………………………

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………………………

KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam suatu bahasa, makna kata saling berhubungan, hubungan inidisebut relaksi
makna. Relasi makna dapat berwujud bermacam-macam. Dalamsetiap bahasa termasuk
bahasa Indonesia, seringkali kita temukan adanyahubungan kemaknaan atau relasi semantik
antara sebuah kata atau satuan bahasalainya dengan kata satuan bahasa lainnya.Hubungan
atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaanmakna (sinonimi), kebalikan
makna (antonimi) kegandaan makna (polisemi danambiguitas), ketercakupan makna
(hiponimi), kelainan makna (homonimi),kelebihan makna (redundansi), dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
Bentuk permasalahan yang akan dibahas oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian sinonimi?
2. Apa pengertian antonimi dan aposisi?
3. Apa saja yang terdapat pada Homonimi, homofoni, dan homografi?
4. Apa pengertian polisemi?

C. Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengantujuan untuk mngetahui
dan mendeskripsikan:
1. Mengetahui tentang sinonimi;
2. Mengetahui tentang antonimi dan aposisi
3. Mengetahui tentang homonimi, homofoni, dan homografi.
4. Mengetahui tentang polisemi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. RELASI MAKNA
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa dengan
satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa ini dapat berupa kata, frase, kalimat, dan relasi
semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan, ketercakupan, kegandaan
atau kelebihan makna.
1. Sinonim
Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan kesamaan makna
dan bersifat dua arah. Misalnya, antara kata betul dengan kata benar; antara kata
hamil dengan frase duduk perut. Ketidaksamaan makna yang bersinonim disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Faktor waktu. Umpamanya kata hulubalang yang bersifat klasik dengan kata
komandan yang tidak cocok untuk koteks klasik.
b. Factor tempat atau wilayah. Misalnya kata saya yang bisa digunakan di mana saja,
sedngkan beta hanya cocok digunakan untuk wilayah Indonesia bagian timur.
c. Faktor keformalan. Misalya kata uang yang dapat digunakan dalam rangka formal
dan tidak formal, sedangkan kata duit hanya cocok untuk ragam tak formal.
d. Faktor sosial. Umpamanya kata saya yang dapat digunakan oleh siapa saja dan kepada
siapa saja, sedangkan kata aku hanya digunakan terhadap orang yang sebaya, yang
dianggap akrab, atau kepada yang lebih muda atau lebih rendah kedudukan sosialnya.
e. Faktor bidang kegiatan. Misalnya, kata matahari yang biasa digunakan dalam
kegiatan
apa saja, sedangkan kata surya hanya cocok digunakan pada ragam khusus terutama
sastra.
f. Faktor nuansa makna. Misalnya kata-kata melihat, melirik, menonton, meninjau yang
masing-masing memiliki makna yang tidak sama.

2. Antonim
Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua ujaran yang menyatakan
kebalikan. Misalnya kata hidup berlawanan dengan kata mati. Dilihat dari sifat
hubungannya, antonim dibagi menjadi:
a. Antonim yang bersifat mutlak. Umpamanya, kata hidup berantonim secara mutlak
dengan kata mati.
b. Antonim yang bersifat relatif atau bergradasi. Umpamanya kata besar dan kecil
berantonim secara relatif.
c. Antonim yang bersifat rasional. Umpamanya kata membeli dan menjual, karena
munculnya yang satu harus disertai dengan yang lain.
d. Antonim yang bersifat hierarkial. Umpamanya kata tamtama dan bintara
berantonim berantonim secara hierarkial karena kedua satuan ujaran yang
berantonim itu berada dalam satu garis jenjang.
e. Antonim majemuk adalah satuan ujaran yang memiliki pasangan antonim lebih
dari satu. Umpamanya dengan kata berdiri dapat berantonim dengan kata duduk,
tidur, tiarap, jongkok, dan bersila.

3. Polisemi
Polisemi adalah kata atau satuan ujaran yang mempunyai makna lebih dari satu.
Umpamanya, kata kepala yang setidaknya mempunyai makna (1) bagian tubuh
manusia, sesuai dalam kalimat kepalanya luka kena pecahan kaca, (2) ketua atau
pimpinan, seperti dalam kalimat kepala kantor itu bukan paman saya.

4. Homonimi
Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan”
sama; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau
bentuk ujaran yang berlainan. Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna ‘inai’
dan kata pacar yang bermakna ‘kekasih’.
Pada kasus homonimi ini ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan, yaitu homofoni
dan homografi. Homofoni adalah adanya kesamaan bunyi (fon) antara dua satuan
ujaran tanpa memperhatikan ejaan. Contoh yang ada hanyalah kata bank ‘lembaga
‘keuangan’ dengan kata bang yang bermakna ‘kakak laki-laki’. Homografi adalah
mengacu pada bentuk ujaran yang sama ejaannya tetapi ucapan dan maknanya tidak
sama. Contohnya kata teras yang maknanya ‘inti’ dan kata teras yang maknanya
‘bagian serambi rumah’.Perbedaan polisemi dan homonimi adalah kalau polisemi
merupakan bentuk ujaran yang maknanya lebih dari satu, sedangkan homonimi
bentuk ujaran yang “kebetulan” bentuknya sama, namun maknanya berbeda
5. Hiponimi.
Hiponim adalah kata khusus sedangkan hipernim adalah kata umum. Contohnya kata
burung merupakan hipernim, sedangkan hiponimnya adalah merpati, tekukur,
perkutut, balam, dan kepodang.

6. Ambiguiti Atau Ketaksaan


Ambiguiti atau ketaksaan adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat
tafsiran gramatikal yang berbeda. Misalnya, bentuk buku sejarah baru dapat
ditafsirkan maknanya menjadi (1) buku sejarah itu baru terbit, atau (2) buku itu
memuat sejarah zaman baru. Homonimi adalah dua buah bentuk atau lebih yang
kebetulan bentuknya sama, sedangkan ambiguiti adalah sebuah bentuk dengan dua
tafsiran makna atau lebih.

7. Redundansi
Redundansi adalah berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu
bentuk ujaran. Umpamanya kalimat bola itu ditendang oleh Dika tidak akan berbeda
maknanya bila dikatakan bola itu ditendang Dika. Penggunaan kata oleh inilah yang
dianggap redundansi, berlebih-lebihan.

8. Antonimi dan Oposisi


Antonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti „nama‟ dan
anti yang berarti melawan. Secara harfiah , antonim berarti „nama lain untuk benda
yang
lain pula‟ (Chaer, 2009:89). Verhaar mendefinisikannya sebagai ungkapan yang
maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya kata bagus yang
berantonim dengan kata buruk, dan kata besar dengan kata kecil. Hubungan makna
antara dua buah kata yang berantonim bersifat dua arah. Maka, kalau kata bagus
berantonim dengan kata buruk, maka begitu juga sebaliknya.
Sama halnya dengan sinonim, antonimpun tidak bersifat mutlak. Sehubungan
dengan hal ini, banyak yang menyebut oposisi sebagai istilah yang dapat mencakup
konsep yang benar-benar berlawanan sampai kepada yang hanya bersifat kontras saja.
Kata
hidup dan mati dapat menjadi contoh yang berlawanan dan hitam dan putih
merupakan
contoh kata yang hanya berkontras.
Oposisi dapat dibedakan menjadi beberapa bagian berdasarkan sifatnya, yaitu
sebagai berikut :
a. Oposisi Mutlak
Terdapat pertentangan secara mutlak di sini. Contohnya pada kata hidup dan mati.
Antara kata hidup dan mati terdapat batasan yang mutlak dimana sesuatu yang hidup
tentunya belum atau tidak mati, sedangkan sesuatu yang mati tentu saja tidak hidup.
Contoh lainnya adalah antara kata gerak dan diam yang dimana sesuatu yang bergerak
tentu saja tidak dalam keadaan diam. Begitupun sebaliknya, sesuatu yang diam, tentu
saja
tidak sedang bergerak. Proses keduanya tidak dapat berlangsung bersamaan,
melainkansecara bergantian.

b. Oposisi Kutub
“Makna kata yang termasuk kedalam oposisi kutub ini bersifat gradasi, bukan
bersifat mutlak” (Chaer, 2009:91). Terdapat tingkat-tingkat makna dalam kata-kata
tersebut, contohnya kata kaya dan miskin. Pertentangan antara kata kaya dan miskin
tidaklah bersifat mutlak. Misalnya orang yang memiliki sebuah rumah dan sebuah
sepeda
motor belum dikatakan kaya jika dibandingkan dengan orang yang memiliki sebuah
rumah dan mobil. Tetapi orang yang memiliki sebuah rumah dan sepeda motor tidak
pula
dikatakan miskin jika dibandingkan dengan orang yang belum memiliki rumah.
Artinya
kata-kata yang beroposisi kutub ini sifatnya relatif, tidak ada batasan mutlak antara
kedua
kata-kata yang beroposisi.

c. Oposisi Hubungan
“Kata-kata yang beroposisi hubungan ini maknanya bersifat saling melengkapi.
Kehadiran kata yang satu adalah karena adanya kehadiran dari kata lain yang menjadi
oposisinya. Tanpa kehadiran keduanya maka oposisi ini tidaklah ada” (Chaer,
2009:92).
Umpamanya kata suami yang beroposisi dengan kata istri dimana seseorang dapat
dikatakan sebagai suami apabila ia sudah memiliki istri. Begitupun sebaliknya,
seseorang
dapat dikatakan sebagai istri apabila ia sudah memiliki suami.
Kata-kata yang beroposisi hubungan ini dapat berupa kata kerja seperti jatuhbangun
dan bisa pula berupa kata benda seperti guru-murid.

d. Oposisi hierarkial
“Kata-kata yang beroposisi hierarkial ini maknanya menyatakan suatu deret
jenjang atau tingkatan” (Chaer, 2009:93). Oleh karena itu, kata –kata yang beroposisi
hierarkial biasanya berupa nama satuan ukuran seperti satuan berat, panjang, nama
satuan
hitungan dan penanggalan, nama jenjang kepangkatan dan sebagainya. Umpamanya
kata
gram dengan ons yang beroposisi dalam nama deretan satuan berat.

e. Oposisi Majemuk
“Dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, terdapat kata-kata yang beroposisi
dengan lebih dari satu buah kata” (Chaer, 2009:93). Umpamanya kata berbaring yang
beroposisi dengan kata duduk, jongkok, dan berdiri. Keadaan sepeti ini lazim disebut
dengan istilah oposisi majemuk.
Ada hal yang perlu diketahui bahwa tidak setiap kata bahasa Indonesia memiliki
antonim atau oposisi. Seperti kata televisi dan ayam.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Relasi makna adalah hubungan semantic yang terdapat satuan Bahasa yang satu dengan
Bahasa yang lainnya. Satuan Bahasa dapat berupa frase maupun kalimat; dan relasi semantic
itu dapat menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, kecakupan makna, kegandaan
makna, atau juga kelebihan makna. Relasi makna biasanya dibicarakan masalah-masalah
yang disebut anonym, polisemi, homomini, hoponimi, ambiguitas, oposisi dan redunansi.
DAFTAR PUSTAKA

http://tugas-rianti.blogspot.com/2015/11/relasi-makna.html

Anda mungkin juga menyukai