Anda di halaman 1dari 6

A.

Pengertian Makna Kata


Makna adalah denotasi. Kadang – kadang “Makna” itu selaras dengan
“Arti” dan kadak tidak selaras. Apabila makna sesuatu itu sama dengan arti
sesuatu itu, maka makna tersebut disebut Makna Laras (Explicit Meaning). Apabila
maknanya tidak selaras dengan “Arti”, maka sesuatu itu disebut memiliki Makna
Kandungan (Implicit Meaning) atau Makna Lazim (Necessary Meaning).

Sebagai contoh kata “Sapi”, ia memiliki arti dan makna. “Sapi” sudah
memiliki arti sebelum kata tersebut dimasukan ke dalam kalimat, tapi ia belum
memiliki makna, karena makna hanya akan terbentuk apabila kata itu sudah
dimasukan kedalam kalimat.

Contoh Makna Laras:

Gara memukul sapi.

Kalimat ini memiliki makna yang sama dengan artinya, yaitu sapi. Pengertian
yang menyeluruh tentang sapi tersebut itulah yang disebut dengan Makna Laras
(Explicit Meaning). Ketika Gara membeli sapi, tentu yang dibeli adalah
keseluruhan tubuh sapi. Oleh karena itu, makna “Sapi” dalam kalimat tersebut
adalah sama dengan arti “Sapi”, sehingga disebut memiliki Makna Laras.

Contoh Makna Kandungan:

Gara memukul sapi.

Yang dipukul oleh Gara adalah sebagian tubuh sapi itu, oleh karena itu “Sapi”
dalam kalimat tersebut tidak selaras dengan artinya, melainkan hanya kandungan
arti tersebut. Oleh karena itu “Sapi” dalam kalimat tersebut memiliki Makna
Kandungan.

Contoh Makna Kata Lazim:

Gara Menarik sapi.

Kata “Sapi” dalam kalimat tersebut adalah memiliki Makna Lazim, karena
ketika Gara menarik sapi, sebenarnya yang dipegang adalah talinya. Dia menarik
tali itu secara tidak langsung menarik tubuh sapi. Kendatipun yang gara pegang
dan dia tarik secara langsung adalah tali kedali sapi dan bukan sapinya secara
langsung, tetapi sudah lazim dikatakan bahwa hal itu disebut menarik sapi. Itulah
mengapa disebut Makna Lazim.

B.  Relasi Makna Kata


Di dalam Bahasa Indonesia, banyak ditemukan suatu kata yang memiliki
hubungan atau relasi semantik dengan kata lain, seperti kesamaan makna, lawan
kata, kegandaan kata, ketercakupan makna, kelainan makna, dan sebagainya. Di
bawah ini akan dijelaskan macam-macam relasi makna tersebut.
1. Sinonim
Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno , yaitu onoma
yang berarti “Nama”, dan syn yang berarti “Dengan”. Maka secara harfiah kata
sinonim berarti “Nama lain untuk benda atau hal yang sama” (Chaer, 1990:85).
Sinonim atau bisa disebut kegandan makna dapat diartikan sebagai dua kata atau
lebih yang memiliki makna yang sama atau hampir sama. Dikatakan hampir sama
karena meskipun dua kata tersebut sama, kata tersebut tidak dapat atau kurag
tepat bila menggantikan kata yang lain dalam sebuah kalimat. Contohnya seperti
di bawah ini :
Tikus itu mati diterkam kucing.
Tikus itu meninggal diterkam kucing.
Dalam dua kalimat di atas, kita dapat menemukan dua kata yang bersinonim,
yaitu mati dan meninggal. Namun kata “Meninggal” pada kalimat kedua tidak
dapat menggantikan kata “Mati” pada kalimat pertama. Hal ini karena kata “Mati”
dapat digunakan pada semua makhluk hidup seperti manusia, hewan, dan
tumbuhan, sedangkan kata “Meninggal” hanya digunakan pada manusia.
2.    Antonim
Kata antonimi berasal dari kata Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti
“Nama”, dan anti yang berarti “Melawan”. Maka secara harfiah antonim berarti
‘nama lain untuk benda lain pula’(Chaer, 1990:85). Kata antonim atau sering
disebut lawan kata dapat diartikan sebagai dua kata yang memiliki makna yang
berlawanan atau bertentangan. Misalnya, hidup-mati, diam-gerak dan sebagainya.
3.    Homonim, homofon, homograf
Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang berarti “Nama”
dan homo yang artinya “Sama”. Secara harfiah homonimi dapat diartikan sebagai
“Nama sama untuk benda atau hal lain” (Chaer, 1990:85). Homonim adalah dua
kata atau lebih yang memiliki ejaan dan lafal yang sama namun memiliki makna
yang berbeda. Misalnya, kata “Bisa” dapat diartikan dua makna, yakni “Bisa” yang
berarti “Dapat” dan “Bisa” yang berarti “Racun”.
Homofon (homo berarti sama, fon berarti bunyi ) adalah dua kata atau lebih
yang memiliki lafal yang sama walaupun ejaan dan maknanya berbeda. Misalnya,
kata “Bang” dan “Bank”. Homograf (homo berarti sama, grafi berarti tulisan)
adalah dua kata atau lebih yang memiliki ejaan yang sama namun memiliki lafal
dan makna yang berbeda. Misalnya, “Tahu” (baca “Tahu”) bermakna salah satu
produk makanan yang berasal dari kedelai, sedangkan kata “Tahu” (baca “Tau”)
bermakna mengetahui.
4.    Hiponim dan hipernim
Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno , yaitu onoma berarti “Nama”
dan hypo berarti “Di bawah”. Jadi, secara harfiah berarti “Nama yang termasuk di
bawah nama lain” (Chaer, 1990:85). Hipomimi dan hipermimi berhubungan satu
sama lain, hipomimi merujuk pada kata yang lebih khusus yang merupakan
subordinat dari hipermimi. Misalnya, kata “Tongkol” dan “Ikan”, kata “Tongkol”
merupakan hiponim dari kata “Ikan” sedangkan kata “Ikan” merupakan hipernim
dari kata “Tongkol”.
5.    Polisemi
Polisemi adalah satuan bahasa (bisa kata atau frase) yang memiliki makna
lebih dari satu. Misalnya pada kalimat di bawah ini :
Kepalaku sakit sejak kemarin.
Kepala sekolah menemui para murid di kelas
Kata “Kepala” yang pertama bermakna bagian tubuh yang berada di atas leher
sedangkan kata “Kepala” yang kedua bermakna pemimpin.

C.    Perubahan Makna Kata


Pengertian
Dalam perkembangan penggunaannya, kata sering mengalami perubahan
makna. Perubahan tersebut terjadi karena pergeseran konotasi, rentang masa
penggunaan, jarak, dan lain-lain. Namun yang jelas, perubahan-perubahan
tersebut ada bermacam-macam yaitu: menyempit, meluas, amelioratif, peyoratif,
dan asosiasi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan penjelasan dibawah ini :

a.Menyempit/spesialisasi
Kata yang tergolog kedalam perubahan makna ini adalah kata yang pada awal
penggunaannya bisa dipakai untuk berbagai hal umum, tetapi penggunaannya saat
ini hanya terbatas untuk satu keadaan saja.
Contoh :
Sastra dulu dipakai untuk pengertian tulisan dalma arti luas atau umum, sedangkan
sekarang hanya dimaknakan dengan tulisan yang berbau seni. Begitu pula kata
sarjana (dulu orang yang pandai, berilmu tinggi, sekarang bermakna “Lulusan
perguruantinggi”).
 
b.Meluas/generalisasi
Penggunaan kata ini berkebalikan dengan pengertian menyempit.
Contoh :
Petani dulu dipai untuk seseorang yang bekerja dan menggantungkan hidupnya dari
mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut dipakai untuk keadaan yang
lebih luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani tambak, petani lele
merupakan bukti bahwa kata petani meluas penggunaannya.

c.Amelioratif
Pada awalnya, kata ini memiliki makna kurang baik, kurang positif, tidak
menguntungkan, akan tetapi, pada akhirnya mengandung pengertian makna yang
baik, positif, dan menguntungkan.
Contoh :
Wanita, pramunikmat, dan warakawuri merupakan kata-kata yang dipakai untuk
lebih menghaluskan, menyopankan pengertian yang terkandung dalam kata-kata
tersebut.

d.Peyoratif
Makna kata sekarang mengalami penurunan nilai rasa kata daripada makna kata
pada awalpemakaiannya.
Contoh:
Kawin, gerombolan, oknum, dan perempuan terasa memiliki konotasi menurun
atau negatif.

e.Asosiasi
Yang tegolong kedalam perubahan makna ini adalah kata-kata dengan makna-
makna yang muncul karena persamaan sifat. Sering kita mendengar kalimat “hati-
hati dengan tukang catut itu.”
Tukang catut dalam kalimat diatas tergolong kata-kata dengan makna asosiatif.
Begitu pula dengan kata kacamata dalam : menurut kacamata saya, perbuatan
anda tidak benar

f. Sinestesia
Perubahan makna terjadi karena pertukaran tanggapan antara dua indera,
misalnya dari indera pengecap ke indera penglihatan.
Contoh:
Gadis itu berwajah manis. Kata manis mengandung makna enak, biasanya
dirasakan oleh alat pengecap, berubah menjadi bagus, dirasakan oleh indera
penglihatan. Demikian juga kata panas, kasar, sejuk, dan sebagainya.
D.    Jenis Makna Kata
Makna di dalam sastra Bahasa Indonesia ditentukan dalam beberapa kriteria
atau jenis dan juga sudut pandang. Jenis makna dalam Bahasa Indonesia sangat
banyak diantaranya: Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara
makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada
sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna
nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem
dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan
ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan
makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat
disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan
sebagainya.
1.    Makna Lesikal dan Makna Gramatikal

Leksikal merupakan bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina


leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang
bermakna. Dengan kata lain makna lesikal adalah makna unsur-unsur bahasa
(leksem) sebagai lambang benda, peristiwa, obyek, dan lain-lain. Seperti kata tikus
makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati
diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.

Biasanya makna leksikal dipertentangkan dengan makna gramatikal. Jika


makna leksikal berkenaan dengan makna leksem, maka makna gramatikal ini
adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses
afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Proses afiksasi awalan ter- pada
kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan
makna “Dapat”, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat
ke atas melahirkan makna gramatikal “Tidak sengaja”.
2.    Makna Referensial dan Makna Nonreferensial

Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada


tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen,
yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut
kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka
kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang
bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah
tangga yang disebut “Meja”. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi
kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
3.    Makna Denotatif dan Konotatif

Makna denotatif atau konseptual adalah makna kata yang didasarkan atas
penunjukkan yang langsung (lugas) pada suatu hal atau obyek di luar bahasa.
Makna langsung atau makna lugas bersifat obyektif, karena langsung menunjuk
obyeknya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual
objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna
sebenarnya.
Seperti dalam kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna
yang sama, yaitu “Manusia dewasa bukan laki-laki”.
Makna konotatif merupakan lawan dari makna denotatif. Jika makna
denotatif mencakup arti kata yang sebenarnya, maka makna konotatif sebaliknya,
yang juga disebut sebagai makna kiasan. Lebih lanjut, makna konotasi dapat
dijabarkan sebagai makna yang diberikan pada kata atau kelompok kata sebagai
perbandingan agar apa yang dimaksudkan menjadi jelas dan menarik. Seperti
dalam kalimat “Rumah itu dilalap si jago merah”. Kata “Si jago merah” dalam
kalimat tersebut bukanlah arti yang sebenarnya, melainkan kata kiasan yang
bermakna “Kebakaran”. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu.
Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti “Cerewet”,
tetapi sekarang konotasinya positif.
4.    Makna Kata dan Makna Istilah

Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya


makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks
kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai
makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks
kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya
perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau
kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari
contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau
bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna
yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan;
sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
5.    Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh
sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki
makna konseptual sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi
makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna
denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar
bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.

6.    Makna Idiomitikal dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”Diramalkan” dari
makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari
idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna “Bekerja keras”, meja
hijau dengan makna “Pengadilan”. Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki
makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena
adanya ”Asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.
Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna “Dikatakan
ihwal dua orang yang tidak pernah akur”. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa
binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersama memang selalu berkelahi,
tidak pernah damai.
7.    Makna Kias

Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan


sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik
kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal,
arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-
bentuk seperti puteri malam dalam arti “Bulan”, raja siang dalam arti “Matahari”.

BAB III
KESIMPULAN
Di dalam Bahasa Indonesia, makna kata sangat penting dipelajari. Pengetahuan
tentang makna kata mempengaruhi pemahaman terhadap suatu kalimat. Dalam
makna kata, dipelajari pengertian makna kata, relasi makna kata, jenis makna
kata dan perubahan makna kata. Ada beberapa kata yang memiliki makna yang
berhubungan atau memiliki relasi, seperti sinonim, antonim, dan lain sebagainya.
Ada pula satu kata yang makna dulunya berbeda dari makna sekarang, seperti
spesialisasi, ameliorasi dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai