Sebagai contoh kata “Sapi”, ia memiliki arti dan makna. “Sapi” sudah
memiliki arti sebelum kata tersebut dimasukan ke dalam kalimat, tapi ia belum
memiliki makna, karena makna hanya akan terbentuk apabila kata itu sudah
dimasukan kedalam kalimat.
Kalimat ini memiliki makna yang sama dengan artinya, yaitu sapi. Pengertian
yang menyeluruh tentang sapi tersebut itulah yang disebut dengan Makna Laras
(Explicit Meaning). Ketika Gara membeli sapi, tentu yang dibeli adalah
keseluruhan tubuh sapi. Oleh karena itu, makna “Sapi” dalam kalimat tersebut
adalah sama dengan arti “Sapi”, sehingga disebut memiliki Makna Laras.
Yang dipukul oleh Gara adalah sebagian tubuh sapi itu, oleh karena itu “Sapi”
dalam kalimat tersebut tidak selaras dengan artinya, melainkan hanya kandungan
arti tersebut. Oleh karena itu “Sapi” dalam kalimat tersebut memiliki Makna
Kandungan.
Kata “Sapi” dalam kalimat tersebut adalah memiliki Makna Lazim, karena
ketika Gara menarik sapi, sebenarnya yang dipegang adalah talinya. Dia menarik
tali itu secara tidak langsung menarik tubuh sapi. Kendatipun yang gara pegang
dan dia tarik secara langsung adalah tali kedali sapi dan bukan sapinya secara
langsung, tetapi sudah lazim dikatakan bahwa hal itu disebut menarik sapi. Itulah
mengapa disebut Makna Lazim.
a.Menyempit/spesialisasi
Kata yang tergolog kedalam perubahan makna ini adalah kata yang pada awal
penggunaannya bisa dipakai untuk berbagai hal umum, tetapi penggunaannya saat
ini hanya terbatas untuk satu keadaan saja.
Contoh :
Sastra dulu dipakai untuk pengertian tulisan dalma arti luas atau umum, sedangkan
sekarang hanya dimaknakan dengan tulisan yang berbau seni. Begitu pula kata
sarjana (dulu orang yang pandai, berilmu tinggi, sekarang bermakna “Lulusan
perguruantinggi”).
b.Meluas/generalisasi
Penggunaan kata ini berkebalikan dengan pengertian menyempit.
Contoh :
Petani dulu dipai untuk seseorang yang bekerja dan menggantungkan hidupnya dari
mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut dipakai untuk keadaan yang
lebih luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani tambak, petani lele
merupakan bukti bahwa kata petani meluas penggunaannya.
c.Amelioratif
Pada awalnya, kata ini memiliki makna kurang baik, kurang positif, tidak
menguntungkan, akan tetapi, pada akhirnya mengandung pengertian makna yang
baik, positif, dan menguntungkan.
Contoh :
Wanita, pramunikmat, dan warakawuri merupakan kata-kata yang dipakai untuk
lebih menghaluskan, menyopankan pengertian yang terkandung dalam kata-kata
tersebut.
d.Peyoratif
Makna kata sekarang mengalami penurunan nilai rasa kata daripada makna kata
pada awalpemakaiannya.
Contoh:
Kawin, gerombolan, oknum, dan perempuan terasa memiliki konotasi menurun
atau negatif.
e.Asosiasi
Yang tegolong kedalam perubahan makna ini adalah kata-kata dengan makna-
makna yang muncul karena persamaan sifat. Sering kita mendengar kalimat “hati-
hati dengan tukang catut itu.”
Tukang catut dalam kalimat diatas tergolong kata-kata dengan makna asosiatif.
Begitu pula dengan kata kacamata dalam : menurut kacamata saya, perbuatan
anda tidak benar
f. Sinestesia
Perubahan makna terjadi karena pertukaran tanggapan antara dua indera,
misalnya dari indera pengecap ke indera penglihatan.
Contoh:
Gadis itu berwajah manis. Kata manis mengandung makna enak, biasanya
dirasakan oleh alat pengecap, berubah menjadi bagus, dirasakan oleh indera
penglihatan. Demikian juga kata panas, kasar, sejuk, dan sebagainya.
D. Jenis Makna Kata
Makna di dalam sastra Bahasa Indonesia ditentukan dalam beberapa kriteria
atau jenis dan juga sudut pandang. Jenis makna dalam Bahasa Indonesia sangat
banyak diantaranya: Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara
makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada
sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna
nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem
dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan
ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan
makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat
disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan
sebagainya.
1. Makna Lesikal dan Makna Gramatikal
Makna denotatif atau konseptual adalah makna kata yang didasarkan atas
penunjukkan yang langsung (lugas) pada suatu hal atau obyek di luar bahasa.
Makna langsung atau makna lugas bersifat obyektif, karena langsung menunjuk
obyeknya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual
objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna
sebenarnya.
Seperti dalam kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna
yang sama, yaitu “Manusia dewasa bukan laki-laki”.
Makna konotatif merupakan lawan dari makna denotatif. Jika makna
denotatif mencakup arti kata yang sebenarnya, maka makna konotatif sebaliknya,
yang juga disebut sebagai makna kiasan. Lebih lanjut, makna konotasi dapat
dijabarkan sebagai makna yang diberikan pada kata atau kelompok kata sebagai
perbandingan agar apa yang dimaksudkan menjadi jelas dan menarik. Seperti
dalam kalimat “Rumah itu dilalap si jago merah”. Kata “Si jago merah” dalam
kalimat tersebut bukanlah arti yang sebenarnya, melainkan kata kiasan yang
bermakna “Kebakaran”. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu.
Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti “Cerewet”,
tetapi sekarang konotasinya positif.
4. Makna Kata dan Makna Istilah
Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh
sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki
makna konseptual sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi
makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna
denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar
bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”Diramalkan” dari
makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari
idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna “Bekerja keras”, meja
hijau dengan makna “Pengadilan”. Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki
makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena
adanya ”Asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.
Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna “Dikatakan
ihwal dua orang yang tidak pernah akur”. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa
binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersama memang selalu berkelahi,
tidak pernah damai.
7. Makna Kias
BAB III
KESIMPULAN
Di dalam Bahasa Indonesia, makna kata sangat penting dipelajari. Pengetahuan
tentang makna kata mempengaruhi pemahaman terhadap suatu kalimat. Dalam
makna kata, dipelajari pengertian makna kata, relasi makna kata, jenis makna
kata dan perubahan makna kata. Ada beberapa kata yang memiliki makna yang
berhubungan atau memiliki relasi, seperti sinonim, antonim, dan lain sebagainya.
Ada pula satu kata yang makna dulunya berbeda dari makna sekarang, seperti
spesialisasi, ameliorasi dan lain sebagainya.