Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Homonim


Homonim berasal dari bahasa Yunani, homos dan onuma. kata tersebut masing-masing
berarti ’sejenis’ atau ’sama’ dan ’nama’. Dalam imu bahasa, istilah tersebut diartikan sebagai
kata-kata yang bentuk dan cara pelafalannya sama, tetapi memiliki makna yang berbeda.
Contohnya, kata genting dan jarak.

a. genting

(1) Karena perang, kota itu tampak sangat genting (genting = gawat)
(2) Kakak sedang memperbaiki genting yang bocor (genting = atap)

b. jarak

1 Ayah sedang menanam pohon jarak di belakang rumah (jarak = pohon)


2 Jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh (jarak = ukuran)

Dalam kamus, kata-kata berhomonim biasanya ditandai oleh urutan angka Romawi.
Contohnya sebagai berikut:
karang I = batu karang, sejenis batu kpur di laut.
karang II = karangan bunga, susunan atau ikatan.
karang III = karangan ilmiah, karya tulis.
karang IV = pekarangan rumah, halaman.
karang V = karang keputraan, tempat kediaman

Homonim adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda tetapi lafal atau ejaan sama.
Jika lafalnya sama disebut homograf, namun jika yang sama adalah ejaannya maka disebut
homofon.
Contoh:
Amplop (homofon)
Untuk mengirim surat untuk bapak presiden kita harus menggunakan amplop (amplop = amplop
surat biasa)
Agar bisa diterima menjadi pns ia memberi amplop kepada para pejabat (amplop = sogokan atau
uang pelicin)

Bisa (homofon)
Bu kadir bisa memainkan gitar dengan kakinya (bisa = mampu)
Bisa ular itu ditampung ke dalam bejana untuk diteliti (bisa = racun)

Masa dengan Massa (homograf)


Guci itu adalah peninggalan masa kerajaan kutai (masa = waktu)
Kasus tabrakan yang menghebohkan itu dimuat di media massa (massa = masyarakat umum)

Dalam bahasa Indonesia kadang-kadang homonim masih dapat di bedakan lagi atas
homograf dan homofon, karena kesamaan bentuk itu dapat dilihat dari sudut ejaan atau ucapan,
yang di antaranya adalah:
1. Ada homonim yang homograf dan homofon artinya baik ejaan maupun ucapannya sama.
seperti tampak pada kata: bisa I dan bisa II, alat I (perabot,perkakas) dan alat II (jamu, tamu),
amat I (sangat) dan amat II (memperhatikan).

2. Ada homonim yang homograf yang tak homofon yang berarti ejaannya sama tetapi ucapannya
berbeda, seperti: sedan I (sedu, rintih) dan sedan II (mobil penumpang).

3. Ada homonim yang tidak homograf tetapi homofon, terutama yang ada kaitannya dengan
fonem /h/ yang sering tidak diucapkan: muda (remaja) dan mudah (gampang), basa (bahasa) dan
basah (mengandung air), bawa (angkut) dan bawah (lebih rendah).
2.2 Pengertian Polisemi
Polisemi berasal dari kata poly dan sema, yang masing-masing berarti ’banyak’ dan
’tanda’. Jadi, polisemi berarti suatu kata yang memiliki banyak makna. Dalam bahasa indonesia,
dijumpai kata-kata yang menanggung beban makna yang begitu banyak. Contohnya adalah kata
kepala.
Makna dasar kepala adalah bagian tubuh di atas leher, tempat otak dan pusat jarngan saraf.
kepala merupakan bagian badan yang sangat penting dibandingkan dengan beberapa bagian
anggota badan manusia lainnya. Selain berarti bagian tubuh yang penting itu, kepala digunakan
dalam konteks pemakaian lainnya. inilah beberapa di antaranya.

a. Bagian benda setelah atas atau bagian depan, contoh: kepala tongkat dan kepala surat.
b. Pemimpin atau ketua, contoh: kepala kantor, kepala pasukan, dan kepala daerah.
c. Sebagai kiasan atau ungkapa, contoh: kepala udang, kepala dua, dan besar kepala.

Pemakaian kata kepala pada ketiga konteks pemakaian tersebut tidaklah menimbulkan makna
yang sama sekali baru. Makna-makna tersebut masih memiliki satu kesamaan. Makna kepala
dalam hal ini merupakan ’bagian yang memiliki kedudukan yang sangat penting’.

Perhatikan contoh-contoh kata berpolisemi lainnya dalam kalimat-kalimat berikut!


1. a. Nenek dibawa ke dokter karena sakit.
b. Bangsa ini sedang sakit.
c. Dedi sakit hati karena dihianati teman dekatnya.
\
2. a. Direncanakannya ayah akan naik pesawat malam ini.
b. Diharapkan kakak tidak lama lagi dapat naik pangkat.
c. Sherina adalah artis cilik yang sedang naik daun.

3. a. Didik jatuh dari sepeda.


b. Harga gabah jatuh. ‘merosot’
c. Setiba di rumah dia jatuh sakit. ‘menjadi’
d. Dia jatuh dalam ujian. ‘gagal’
Polisemi adalah menyangkut masalah kegandaan makna yang kadangkala bisa
membingungkan pemakai bahas, tetapi justru tidak memperoleh tempat yang wajar dalam
pengajaran. kegandaan makna itu bisa muncul dengan berbagai cara.

1. Kegandaan makna dalam bahasa lisan dapat diakibatkan oleh struktur fonetik kalimat
karena satuan akustik struktur yang bertali temali adalah satuan helaan nafas. contohnya
ban tuan dalam ucapan bisa menyatu dalam helaan nafas menjadi dan karena
berhomonim dengan bantuan jika tidak demikian, maka kemungkinan lain terjadi: dua
buah kata yang terus menerus diucapkan dalam satuan helaan nafas akan menjadi sebuah
kata misalnya asbak artinya secara lisan akan terjadi kegandaan makna atau polisemi
karena variasi intonasi yang dilakukan pembicara.

2. Faktor gramatikal, bentik gramatikal pemukul bisa berarti alat untuk mengukur atau
orang yang memukul. sebuah frase juga bisa menyebabkan kegandaan makna meskipun
kata-kata pendukung frase itu secara individual tidak menimbulkan kegandaan misalnya
orang tua bisa berarti orang yang tua atau bapak dan ibu.demikian juga pada kalimat
siswa sedang membaca buku sejarah baru. kalimat ini mengandung ketaksaan makna,
disatu sisi dapat dipahami bahwa yang dibaca siswa tersebut buku sejarah yang baru
dibelinya, artinya yang baru pada kalimat tersebut adalah bukunya. disisi lain arti yang
baru disini adalah sejarahnya bukan bukunya.

3. Faktor leksikal, bentuknya bisa polisemi atau homonim. Sumbernya bisa bermacam-
macam yaitu:

1. Sebuah kata yang mengalami perubahan akan memperoleh makna baru contohnya kata
makan yang semula hanya untuk manusia dan binatang. namun sekarang kata tersebut bisa
dipakai pada benda yang tak bernyawa bahkan yang tidak mempunyai mulut. contohnya jarinya
termakan mesin.
2. Sebuah kata akan mempunyai makna ganda jika dipakai dalam lingkungan sosial yang
berbeda. bagi seorang dokter kata operasi menghadirkan dalam benaknya hal-hal sepert penyakit,
pisau, ruang bedah, menjahit kulit atau daging, tetapi bagi lingkungan militer kata tersebut selalu
disangkutkan dengan hal-hal seperti musuh, serangan, tembak menembak.
3. Bahasa figuratif, terutama yang menyangkut metafora juga besar peranannya dalam
polisemi misalnya kata mata, makna sentralnya sebagai makna penglihat namun pada kata mata
pisau, orang indonesia mengartikannya sebagai ketajaman alat itu.
4. Pengaruh asing juga bisa menumbuhkan polisemi. apa yang disebut peminjaman makna
(semantik borrowing) memang sudah lama kita kenal dalam bahasa kita.contohnya kata butir
yang biasa dipakai sebagai penolong bilangan untuk barang yang bulat atau kecil, sekarang
dipakai untuk mengganti kata item yang jelas tidak ada kaitannya dengan unsur bulat atau kecil.

2.3 Cara Membedakan Antara Homonim dan Polisemi


Menurut Keraf (2006:37) untuk menetapkan apakah suatu bentuk itu merupakan polisemi
atau homonim tidak selalu mudah. caranya yaitu :

1. Menetapkan kata itu berdasarkan etimologi atau pertalian historisnya. contohnya kata
kopi juga adalah homonim walaupun kata kopi I berasal dari bahasa belanda koffie yang berarti
nama pohon dan biji yang digoreng untuk minuman sedangkan kata kopi II berasal dari bahasa
Copy yang berarti salinan (surat dan sebagainya).

2. Dengan mengetahui prinsip perluasan makna dari suatu makna dasar, salah satunya
adalah metafora. misalnya referen primer bagi kata-kata : mulut, mata, kepala, kaki. tangan, dan
sebagainya adalah bagian-bagian dari tubuh manusia. namun dalam perluasannya berdasarkan
dalam prinsip metaforis bagian bagian tubuh tersebut dapat digunakan juga untuk menyebut
bagian dari: sungai, jarum, pasukan, gunung, kursi dan sebagainya. hubungan itu lahir dari
kesamaan fungsi atau bentuk antara referen-referennya.

Menurut Chaer (2003:304):


1. Makna-makna yang ada dalam polisemi meskipun berbeda tetapi dapat dilacak secara
etimologi dan semantik, bahwa makna-makna itu masih mempunyai hubungan.
Contohnya: kata pacar ”inai” dan kata pacar ”kekasih”.
2. Makna-makna dalam dua bentuk homonim tidak mempunyai hubungan sama sekali.
Contohnya: ”kepala” pada bentuk kepala surat dan makna ”kepala” pada kepala jarum
bisa di telusuri berasal dari makna leksikal kata kepala itu.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Homonim diartikan sebagai kata-kata yang bentuk dan cara pelafalannya sama, tetapi
memiliki makna yang berbeda. Polisemi berarti suatu kata yang memiliki banyak makna.
Cara Membedakan Antara Homonim dan Polisemi: Menetapkan kata itu berdasarkan
etimologi atau pertalian historisnya, Dengan mengetahui prinsip perluasan makna dari suatu
makna dasar, salah satunya adalah metafora, Makna-makna yang ada dalam polisemi meskipun
berbeda tetapi dapat dilacak secara etimologi dan semantik, bahwa makna-makna itu masih
mempunyai hubungan. Makna-makna dalam dua bentuk homonim tidak mempunyai hubungan
sama sekali.

Saran

Agar pembaca dapat memahami pengertian homonim dan polisemi. Selain itu dapat
menambah wawasan bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.


Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kosasih, E. 2008. Ketatabahasaan dan kesusastraan. Bandung: CV. Yrama Widya.
Mukhtar, Khalil dkk. 2006. Semantik. Pekanbaru: Cendikia Insani.

Anda mungkin juga menyukai