❒ 1
Corresponding Author:
Nama Corresponding Author,
Jurusan/Program Studi,
Nama Universitas,
Email: …..@mhs.unesa.ac.id
Masing masing paragraf utama tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan keluasan topik.
dengan penelitian lain versus yang tidak sesuai, urutan kronologis, sampai pada letak geografis penelitian
yang direview.
Setiap paragraf terdiri dari satu gagasan, satu aspek, atau satu topik. Dalam review article, satu
paragraf mengacu pada beberapa studi sehingga sitasi per paragrafnya lebih banyak. Setiap paragraf
menautkan temuan penelitian-penelitian yang dibahas dengan pertanyaan penelitian yang tercantum dalam
pendahuluan. Tautan ini menciptakan benang koherensi artikel yang sedang dibuat. Dengan menghubungkan
studi yang satu dengan yang lainnya, akan diperoleh perbandingan temuan sebagai bahan untuk membuat
diskusi atau pembahasan. Bagian body text ini umumnya terdiri dari 70-90% dari keseluruhan artikel, tidak
termasuk identitas dan referensi. Sebagai catatan penting, penulis harus memastikan bahwa review article
ditulis berbasis ide, bukan berbasis literatur.
Corresponding Author:
Warju,
Program Studi S1 Teknik Mesin
Universitas Negeri Surabaya,
Email: warju@unesa.ac.id
1. PENDAHULUAN
Awal bulan Juli 2021, menandakan bahwa pandemi COVID-19 telah berlangsung selama satu tahun
lebih empat bulan. Namun, hingga saat ini jumlah kasus pasien yang terkonfirmasi positif masih masuk
dalam kategori sangat tinggi. Data WHO (2021) [1] menunjukkan bahwa hingga tanggal 13 Juli 2021
ditemukan adanya 372,970 kasus baru dari 223 negara diseluruh dunia. Jumlah kasus yang telah
terkonfirmasi positif COVID-19 sebesar 187,086,096, dimana 4,042,921 kasus berujung dengan kematian.
Khususnya di Indonesia, melalui laman Covid19.go.id (2021) [2] ditunjukkan bahwa sebanyak 2,615,529
pasien yang terkonfirmasi positif, 2,139,601 pasien sembuh, dan 68,219 pasien meninggal dunia. Belum
melandainya trend persebaran COVID-19 di Indonesia menunjukkan bahwa semua elemen masyarakat masih
harus berjuang agar segera terbebas dari situasi ini, bahkan sejak 3 Juli 2021 hingga saat ini Indonesia sedang
menerapkan upaya penekanan persebaran virus melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
(PPKM) darurat. Melalui Instruksi Mendagri Nomor 18 Tahun 2021 [3], akses kegiatan masyarakat di luar
rumah yang dibatasi dibagi dalam dua sektor, yakni sektor esensial dan sektor kritikal. Sektor esensial terdiri
dari (1) keuangan dan perbankan; (2) pasar modal; (3) teknologi informasi dan komunikasi; (4) perhotelan
non penanganan karantina; dan (5) industri orientasi ekspor.
Sektor kritikal terdiri dari (1) kesehatan; (2) keamanan dan ketertiban masyarakat; (4) penanganan
bencana; (5) logistik, transportasi, dan distribusi kebutuhan pokok; (6) makanan dan minuman; (7) pupuk dan
petrokimia; (8) semen dan bahan bangunan; (9) objek vital nasional; (10) proyek strategis nasional; (11)
konstruksi; dan (12) utilitas dasar (listrik, air, dan pengelolaan sampah). Dari kedua sektor tersebut bidang
pendidikan tidak masuk baik pada sektor esensial maupun kritikal. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan
pembelajaran daring yang merujuk pada Surat Edaran Mendikbud Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 [4] akan
terus berlangsung hingga batas waktu yang belum bisa ditentukan. Merespon hal tersebut, berbagai kegiatan
pelatihan dan pengenalan media pembelajaran daring telah banyak diselenggarakan baik oleh pemerintah
pusat, daerah, maupun secara personal oleh lembaga pendidikan. Hal tersebut tentunya bertujuan agar
pembelajaran daring dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Tidak cukup dari hal itu saja, konsep sekolah
dan kampus merdeka belajar yang telah dicanangkan secara perlahan juga diarahkan untuk mendukung
optimalisasi pembelajaran daring. Artinya, pengetahuan tidak hanya didapatkan dari hasil pembelajaran di
kelas saja, melainkan juga bisa didapatkan dari sumber belajar yang lainnya atau multi-resources.
Sejalan dengan konsep tersebut, Trilling and Fadel (2009) [5] dalam bukunya “21st Century Skills”
menjelaskan bahwa dalam pembelajaran Abad-21 terdapat empat konsep yang dapat mengantar peserta didik
menuju cara belajar baru. Keempat konsep tersebut meliputi (1) pengetahuan untuk bekerja; (2) peralatan
berpikir; (3) gaya hidup digital; dan (4) belajar meneliti. Empat konsep tersebut cenderung mengarah pada
proses pembelajaran yang melibatkan perangkat digital dengan teknologi yang lebih maju. Selain itu,
kemampuan agar mampu bekerja secara kolaboratif berbasis pengetahuan juga ditekankan. Merujuk dari
konsep-konsep yang telah dijelaskan sebelumnya, tentunya dapat kita ketahui bahwa pandemi COVID-19
harusnya bukan menjadi halangan dalam mengoptimalkan kemampuan digitalisasi peserta didik dalam hal ini
adalah literasi digital. Jika sebelumnya seluruh peran dan informasi pembelajaran dapat dilakukan di kelas
dengan pendidik sebagai sumber pengetahuan, saat ini telah berubah dimana baik peserta didik dan pendidik
dituntut agar mampu memanfaatkan informasi yang tersedia di dunia maya sebagai salah satu sumber utama
dalam pembelajaran.
Sejalan dengan asumsi tersebut, Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) 2019 [6] merilis
data yang menunjukkan bahwa layanan internet di Indonesia digunakan oleh 64,8% atau sebanyak 171,17
juta orang dari total populasi masyarakat Indonesia. Dari data tersebut juga diketahui bahwa sebanyak 71%
peserta didik terdaftar sebagai pengguna aktif layanan internet. Melihat fakta dan data yang ditunjukkan,
maka seharusnya pelaksanaan pembelajaran daring bukanlah hal yang mustahil untuk diterapkan baik untuk
jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Namun nyatanya, pelaksanaan pembelajaran daring
hingga saat ini belum mampu memenuhi ekspektasi yang diharapkan. Terdapat berbagai macam
permasalahan dalam pelaksanaannya baik bagi peserta didik, pengajar, hingga orang tua. Al Hakim (2021)
[7] menemukan bahwa dari sudut pandang peserta didik pelaksanaan pembelajaran daring menjadi kurang
efektif karena tidak semua peserta didik memiliki fasilitas seperti smartphone atau laptop yang mampu
mendukung proses pembelajaran. Sementara itu, Nur Harizah Zain, Sayekti and Eryani (2021) [8]
mengungkapkan bahwa tidak adanya pemahaman teknologi untuk peserta didik membuat semangat belajar
mereka cenderung menurun, sehingga berdampak pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan.
Selanjutnya, Efriana (2021) [9] menjelaskan bahwa permasalahan ini tidak hanya dialami peserta
didik melainkan juga pendidik. Pendidik yang tidak mau belajar untuk meningkatkan kemampuan TIK-nya
sudah pasti akan sulit untuk mengajar secara daring. Proses pembelajaran cenderung mengarah pada
pemberian tugas secara terus menerus tanpa adanya interaksi antara pendidik dan peserta didik. Hal itu sudah
pasti akan berdampak pada menurunnya motivasi peserta didik dalam belajar. Sementara itu, Malelak, Taneo
dan Ufi (2021) [10] mengungkapkan bahwa kondisi tersebut akan semakin diperparah saat kedua orang tua
bekerja, dimana waktu yang diperlukan untuk mengawasi dan mendampingi peserta didik menjadi sangat
terbatas. Oleh karena itu, tujuan besar dari penelitian studi kepustakaan ini adalah menganalisis langkah-
langkah yang perlu dilakukan dalam mengoptimalisasi pelaksanaan pembelajaran daring di tengah pandemi
COVID-19 melalui penguatan literasi digital berbasis TIK.
2. METODE
Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan. Kajian literatur dijadikan sebagai dasar
dalam membangun konsep atau teori baru [11]. Data yang digunakan berasal dari data sekunder seperti
artikel ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi (Scopus, DOAJ, Thomson Reuters,
Elsevier, dll) dan jurnal nasional terindeks Sinta (Science and Technology Index). Selain itu, Sebagian data
sekunder juga berasal dari buku baik berbahasa Indonesia atau asing dan sumber lain yang relevan dengan
topik penelitian [12]. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualitatif dengan model Miles
and Huberman [13]. Analisis data melalui empat tahap meliputi pengumpulan data, reduksi data, verifikasi,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan [14].
Judul naskah singkat dan jelas, menyiratkan hasil penelitian (Penulis Pertama)
4
❒
lebih lanjut. Selain itu, Armando, Fonseca & Peralta (2019) [25] menemukan bahwa penggunaan platform
Google Classroom memberikan beberapa kemudahan baik untuk pendidik maupun peserta didik khususnya
saat mempelajari materi menulis. Peserta didik juga menyatakan bahwa mereka dapat mempraktekkan
kemampuan menulisnya baik untuk tujuan akademik maupun non-akademik dalam suasana belajar yang
menarik. Selain itu, peserta didik berpendapat bahwa penggunaan Google Classroom lebih memuaskan bila
dibandingkan dengan platform lainnya. Ramadhani, Umam, Abdurrahman, & Syazali (2019) [26] dalam hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika peserta didik yang diajar menggunakan
model Flipped-Problem Based Learning berbasis Google Classroom LMS mengalami peningkatan yang
signifikan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa peserta
didik kelas dua SMA merasa antusias, termotivasi dan bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran.
Selanjutnya Fitriningtiyas, Umamah, & Sumardi (2019) [27] menjelaskan bahwa Google Classroom mampu
menciptakan suasana belajar yang menarik karena media dikembangkan dengan informasi dalam bentuk
audio, video yang sesuai dengan aspek teknologi pedagogis. Dengan demikian kualitas pembelajaran sejarah
menjadi semakin baik.
Pelaksanaan pembelajaran daring tentunya tidak akan cukup apabila hanya dibatasi pada satu
varians pembelajaran saja. Pendidik juga bisa mengkolaborasikan penggunaan Google Classroom dengan
platform pendukung lainnya seperti Quizizz. Menurut Mei, Ju, & Adam (2018) [28], aplikasi Quizizz adalah
aplikasi pendidikan berbasis game yang menyajikan kegiatan belajar dalam bentuk kuis yang dirancang
seperti game. Dalam satu kuis, aktivitas game dapat diikuti oleh multi-pemain untuk membentuk kelas
interaktif. Dengan menggunakan Quizizz, siswa dapat mengerjakan kuis di kelas menggunakan
ponsel/smartphone mereka. Tidak seperti aplikasi pendidikan lainnya, Quizizz memiliki karakteristik
permainan seperti avatar, tema, meme, dan musik, yang menghibur dalam proses pembelajaran. Selain itu,
aplikasi kuis juga menyediakan hasil analisis butir soal sehingga guru dapat lebih akurat menentukan kualitas
setiap butir soal [29]. Iten & Petko (2016) [30] menyatakan bahwa belajar akan lebih menarik jika dapat
dirancang seperti bermain game. Melalui pendidikan berbasis game, siswa akan cenderung lebih serius dan
menikmati proses pembelajaran. Tingkat kesenangan dalam bermain secara positif mempengaruhi keseriusan
mereka dalam belajar. Ada juga korelasi antara kesenangan dan motivasi siswa untuk terus terlibat dalam
pendidikan berbasis game.
Cadieux Bolden, Hurt, & Richardson (2017) [31] menemukan bahwa siswa lebih fokus dan
memperhatikan kuis ketika menggunakan Quizizz daripada aplikasi pendidikan lainnya. Chaiyo & Nokham
(2017) [32] menemukan perbedaan dalam persepsi siswa tentang penggunaan berbagai aplikasi pendidikan.
Siswa merespons lebih positif ketika menggunakan Kahoot dan Quizizz daripada menggunakan Google
forms. Menguatkan beberapa hasil penelitian relevan, Hamilton-Hankins (2017) [33] memperkenalkan
Quizizz di kelas Seni Bahasa Inggris, yang hasilnya berdampak positif pada keterlibatan siswa. Kemudian
Aşıksoy and Sorakin (2018) [34] menemukan bahwa Quizizz juga memiliki efek positif pada peningkatan
hasil belajar dan mampu mengurangi tingkat kecemasan siswa ketika diterapkan dalam mata pelajaran Fisika.
4. KESIMPULAN
Dari hasil studi kepustakaan, dapat ditarik beberapa simpulan bahwa: (1) kemampuan literasi digital
merupakan salah satu hal yang wajib dimiliki baik oleh pendidik maupun peserta didik sebagai upaya dalam
mengoptimalkan proses pembelajaran daring; (2) melalui kemampuan literasi digital seorang pendidik harus
mampu berinovasi dalam mengajar guna merangsang dan meningkatkan motivasi peserta didik dalam
belajar; dan (3) dengan memanfaatkan literasi digital peserta didik lebih mudah untuk belajar dimana saja,
kapan saja, dan dilakukan secara berulang guna meningkatkan pemahaman mereka terhadap suatu
kompetensi.
DAFTAR PUSTAKA
[1] WHO, “Coronavirus (COVID-19) Dashboard,” 2021. https://covid19.who.int/ (accessed Jul. 14, 2021).
[2] Covid19.go.id, “Data Sebaran Covid-19 di Indonesia,” 2021. https://covid19.go.id/ (accessed Jul. 14, 2021).
[3] Menteri Dalam Negeri, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019
Di Wilayah Jawa dan Bali. Indonesia: Kementerian Dalam Negeri, 2021.
[4] Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka
Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID- 19). Indonesia: Kementerian Pendidikan dan
Judul naskah singkat dan jelas, menyiratkan hasil penelitian (Penulis Pertama)
6
❒
Questioning Abilities: A Collaborative Action Research Report,” I.E. Inq. Educ., vol. 9, no. 1, 2017.
[32] Y. Chaiyo and R. Nokham, “The effect of Kahoot, Quizizz and Google Forms on the student’s perception in the
classrooms response system,” in 2017 International Conference on Digital Arts, Media and Technology
(ICDAMT), 2017, pp. 178–182, doi: 10.1109/ICDAMT.2017.7904957.
[33] O. J. Hamilton-Hankins, “The impact of technology integration on the engagement levels of ten second grade
students in an english language arts classroom,” University of South Carolina, 2017.
[34] G. Aşıksoy and Y. Sorakin, “the Effects of Clicker-Aided Flipped Classroom Model on Learning Achievement,
Physics Anxiety and Students’Perceptions,” Int. Online J. Educ. Teach., vol. 5, no. 2, pp. 334–346, 2018.