STUNTING DENGAN
PENDEKATAN FRAMEWORK WHO
BUKU REFERENSI
Stefanus MENDES Kiik
Buku Stunting
L::., Eksplorasi Praktik Pemberian Prelakteal pada Bayi di Masyarakat Adat Kaluppini di Sulawesi S ...
Nurbaya Nurbaya
STUNTING
tri siswati
t
Mei Keperawatan Gawat Darurat
1984, Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan dan Metodologi Penelitian
tahun
2009 dan Ners di STIK GIA tahun 2010, Penulis I di STlKes
Kupang.
Maranatha
menyelesaikan
pendidikan Magister Keperawatan tahun 2015 dan pada tahun 2016
£
menyelesaikan pendidikan Spesialis Keperawatan Komunitas di
•
Fakultas
IImu Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis aktif meneliti
dan menghasilkan beberapa publikasi seperti: Effectiveness of
balance exercise among older adults in Depok City, Indonesia I
I
[Penelitian yang
dibiayai oleh LPDP dan dipublikasikan pada jurnal Enfermeria Clinica yang
tetindeks scopus), Classroom simulation method increases nursing student family-
focused care competencies in family nursing learning practice (INJEC), Peningkatan
kualitas hidup lanju i
usia (lansia) diofkota
effectiveness otagoDepok dengan
exercise latihanstatus
on health keseimbangan
and risk of(Jurnal Keperawatan
fall among Indonesia),
elderly with chronic
f
illness (Jurnal Keperawatan Indonesia) dan lain-lain. Penulis juga aktif mengikuti berbagai
i
Congress at University of Indonesia; The 2016-2019 International Nursing
Conference
AINEC (di Belitung, Makassar, Padang dan Bandung), International Grant Writing
workshop and Conference di Surabaya dan lain-lain. Penulis juga mengikuti berbagai
pelatihan seperti Nursing experiences and various occurence learning" di Faculty of
Nursing, Khon Kaen University, Thailand, Pelatihan Posbindu PTM (Kementerian
Kesthatan), Pelatihan Perkesmas (IPKKI), Pelatihan penulisan soal UKNI {AIPNI) dan
lain-lain. Penulis juga aktif sebagai pengurus dalam kegiatan organisasi yaitu PPNI,
IPKKI dan AIPNI, Sejak tahun 2011, penulis menjadi dosen pengampu mata Kuliah
Keperawatan Komunitas, Keperawatan Keluarga dan Keperawatan Gerontik di STIKES
Maranatha Kupang
DJ3JI?7mW3TJ31Wm7
[3Im3JI@)RI(@)
@
III
ISBN: 978-602-6248-86-2
GERB G RI 'TEK-BRIN
Stefanus Mendes Kiik, M.Kep., Sp.Kep.Kom.
STUNTING
DENGAN PENDEKATAN
FRAMEWORK WHO
BUKU
REFERENS I
~
STUNTING- DENGAN PENDEKATAN
FRAMEWORK WHO
Penulis:
Stefanus Mendes Kiik, M.Kep., Sp.Kep.Kom.
Muhammad Saleh Nuwa, S.Kep., Ns., M.Kep.
Editor
Robert Fahik
Desain Sampul:
KotakHitam
Rancang Isi
Erwan Supriyono
Diterbitkan Oleh:
CV. Gerbang Media Aksara
Jl. Sampangan No. 58A, RT 01, Banguntapan Bantul,
Yogyakarta
ISBN:978-602-6248-86-2
iii
Buku ini berisi tentang stunting, permasalahan stun•
ting secara global, nasional dan lokal. Penyebab stunting
berdasarkanframework WHOjugadibahas pada bukuini.
Framework WHO ini merupakan pembeda dengan buku•
buku lain karena berisi hasil penelitian terkini tentang
penyebab stunting. Buku ini juga membahas tentang ciri
dan cara mengukur stunting, dampak stunting, program
penanganan stunting, dan pendidikan kesehatan terkait
stunting. Penulis berharap, setelah membaca buku ini,
pembaca dapat memahami permasalahan stunting dan
dapat membuat perubahan-perubahan untuk mencegah
stunting yang dimulai dari keluarga.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih ke•
pada semua pihak yang telah mendukung terbitnya buku
ini. Pertama, kepada Deputi Bidang Penguatan Riset
dan Pengembangan Kementerian Riset dan Teknologi/
Badan Riset dan Inovasi Nasional, yang telah mem•
biayai, serta semua pihak yang telah berkontribusi yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Mari kita belajar dari ilmu men•
tari, "Berjuta kali ia memberi tak ingin ambil pulang atau
merusakinya." Semoga buku ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
iv
Daftar Isi
Pengantar iii
Daftar Isi v
Daftar Singkatan vii
I V
Ciri-Ciri Stunting 40
Cara Penilaian Status Gizi 41
Cara Mengukur Tinggi Badan dan Panjang
Badan 43
vi
DAFTAR SINGKATAN
vii
HIV : Human Immunodeficiency Virus
HPK : Hari Pertama Kehidupan
HPV : Human papillomavirus
IMD : Inisiasi Menyusu Dini
IMT : Indeks Massa Tubuh
IPV : Inactivated Polio Vaccine
IUGR : Intrauterine growth restriction
IYCF : Infant and Young Child Feeding
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
Kab : Kabupaten
KAP : knowledge, attitude and practice/ Pengeta-
huan, sikap, dan praktik
KB : Keluarga Berencana
KEK : Kurang Energi Kronik
Kemenkes : Kementerian
Kesehatan
KemenPUPR: Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
Kemensos : Kementerian Sosial
KMS : Kartu menuju sehat
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
MP-ASI : Makanan Pendamping air susu ibu
MGRS : Multy centre Growth Reference Study
MMN : Multiple mikronutrien
NTB : Nusa Tenggara Barat
NTT : Nusa Tenggara Timur
OR : Odds Ratio
ORS : Oral Rehydration Solution
PAH : Penampungan Air Hujan
PAMM-RT : Pengelolaan Air Minum dan Makanan
Rumah Tangga
viii
PAMSIMAS : Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi ber•
basis Masyarakat
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini
PB : Panjang Badan
PBI : Penerima Bantuan Iuran (PBI)
PB/U : Panjang badan menurut umur
PCV : Pneumococcal Conjugate Vaccine
PDB : Produk Domestik Bruto
PIN : Pekan Imunisasi Nasional
PKHS : Pendidikan dan Keterampilan Hidup
Sehat
PLCRT : Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga
PMBA : Pemberian makan bayi dan anak
PMT : Pemberian makanan tambahan
PNS : Pegawai negeri sipil
POLRI : Polisi Republik Indonesia
Posyandu : Pos Pelayanan terpadu
PS-RT : Pengamanan Sampah Rumah Tangga
PSG : Pemantauan Status Gizi
PT : Perguruan Tinggi
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
RCT : Randomized controlled trial
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
SBD : Sumba Barat Daya
SD : Sekolah Dasar
SDM : Sumber Daya Manusia
SEAR : South-East Asia Regional (regional Asia
Tenggara)
SLTA
: Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SLTP
: Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
ix
SPAL : Sistem Pembuangan Air Limbah
STBM : Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
SUN : Scaling Up Nutrition
TB : Tinggi Badan
TB/U : Tinggi badan menurut umur
TNI : Tentara nasional Indonesia
TTD : Tablet tambah darah
TTS : Timor Tengah Selatan
TTU : Timor Tengah Utara
UNAIDS : United Nations Programme on HIV/AIDS
UNDP : United Nations Development Programme
UNESCO : United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization
UNFPA : United Nations Population Fund
UNICEF : United Nations Emergency Children's Fund
USG : Ultrasonografi
WFP : World Food Programme
WHO : World Health Organization
wus : Wanita usia subur
X I
BABI
STUNTING DAN PERMASALAHANNYA
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan mampu:
❖ Memahami definisi stunting
❖ Memahami permasalahan stunting di dunia
❖ Memahami permasalahan stunting di Indonesia
❖ Memahami permasalahan stunting di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
DEFINISI
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada
anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek
untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam
kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan
tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah usia 2
tahun. Balita pendek (stunted) dansangatpendek
(severely stunted) adalah balita dengan panjang badan
(PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya
dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS
(Multy centre Growth Reference Study) 2006, balita stunted
apabila nilai z-scorenya kurang dari -2SD (standar
deviasi) dan severely stunted apabila kurang dari
I 1
- 3SD (Department of Nutrition, World Health
Organization
& Members of the WHO Multicentre Growth Reference
Study Group, 2006). Stunting adalah kondisi di mana
tinggi badan seseorang lebih pendek dibanding tinggi
badan orang seusianya (Kemendes, 2017).
PERMASALAHAN
STUNTING
Kejadian stunting merupakan salah satu masalah gizi
yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada
tahun
2019 sebesar 21,3% atau sekitar 144 juta balita di dunia
mengalami stunting. Namun angka ini sudah
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan
angka stunting
pada tahun 2000 yaitu 32,5% (199,5
juta).
Diagram 1.1 Tren Prevalensi Balita
stunting di Dunia Tahun
=
35 2000-2019
32.5
3 2
0 s
2
5
2
0
"
1
5
1
0
q
North
Central
America
ow "z.
-ow
-oeo
law Southern
Africa
50
40
30
-
20
13,9
□
umber: UNICEF/WHO/World
10 Bank, Joint Child Malnutrition
L
4,1 3,4
0.8
0
Thailand -11
Myanmar 29
Indonesia 36
Timer Leste _. 58
25.0
n -n
20.1 17
20.0
1
15,0
10,0
4,6
4,8 ,8
3.7
5,0
Sumber:
0,0
Ditjen
Usia 0-23 bulan Usia 0-59
Bulan Kesehatan
□ Gizi kurang ■ Pendek ■ Kurus a Masyarakat,
Gemuk 2017
111
1
- -
15,0
10,0
4,3 4,6
5.0
0.0
Tahun 2016 Tahun 2017
Gizi kurang Pendek Kurus Gemuk
40
35
30
25
20
15
10
5
0
2007 2010 2013 2018
■ Sangat Pendek Pendek
Sumber: Riskesdas, 2018
-
<20%
20.30%
30.40%
>40%
Papua 33.1
Maluku Utara 31.4
Maluku 34
Sulawesi Barat 41.6
Gorontalo 32.5
Sulawesi Selatan 35.7
SulawesiTengah 32.3
Kalirnantan Selatan 33.1
Kalmantan Tengah 34
Kalimantan Barat 33.1
NIT 42.7
NTB 33.5
Jawa Timur 32.8
Jawa Tengah
31.3
Jawa Barat
31.1
Suratera Sel atan
31.6
Sumatera Utara
32.4
Aceh
37.1
Indonesia
30.8
68,2 70
D
19,6 18,9
12.1
ep
Laki-laki Perempuan
■ Sangat pendek □ Pendek ■ Normal
Wiraswasta 11 18.2
Pegawai Swasta 87 15 8
PNS/TN/POlr/BUMN/BUMD 8 15.4
Sekolah 11 9 18.2
Tamat D1-D3/PT
a 77.6
TamatSLTA
s4
d
74,1
: l
Tamat SLTP 20.4 67,7
TamatSD
rs 22.4 64,3
Tidak Tamat S
D
i I z16 64,9
Tidak Tamat
Sekolah 21.5 64.3
Pedesaan
a" 65
Perkotaan
al 72,8
0% 10%
"" 20% 30%
■ Sangat pendek ■
40%
60%
■ Normal
70% 80% 90% 100%
50%Pendek
.
40~;· , ,
0 t t 0
. 5 c 0
E t
~ E g F c
5 t , 5
,
£ 5 (/) 2
•
c U ¢ U
co c -" %
.
c
E h
.
E
. <
•
z t
•
"C ( 0
d c a¢ t 4 £ £ co
, "
¥
z ¥
. . ·e . 0r u e«
: ,..
,a w iii 0
. , 0
~
0 z co c
= co
. ~ .n
(/) t
,. .n
t (
z £ 0
, ,£ 0
.2 d % .n t 0
% E 5 tr 0
, c
0
¢ (/) 0 E (/)
ii:
(/)
t
(/)
z( c
z
-a
Kota/Kabupaten Di Provinsi NTT Tahun 2018
KAB KUPANG
6181
KAB TIMOR
KABTENGAH
FLORES UTARA
TIMUR
5677
KAB 5IKKA
a »
- a.
KAB MANGGARAI
•
KAB ENDE 3216
=»»
KAB ROTE NDAO
KAB NAGEKEO
KAB NGADA
• 2104
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan mampu:
❖ Memahami kerangka konseptual WHO tentang
stunting
❖ Memahami penyebab stunting
❖ Memahami faktor rumah tangga dan keluarga yang
menyebabkan stunting
❖ Memahami faktor Pemberian ASI yang menyebab•
kan stunting
❖ Memahami faktor menyebabkan stunting pemberian
makanan pendamping yang tidak mencukupi yang
menyebabkan stunting
❖ Memahami infeksi yang menyebabkan stunting
❖ Memahami faktor kontekstual penyebab stunting
14 I
Framework stunting dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
Kesakitan kognitif, motorik akibat masalah dewasa, tkasus obesitas dan I Performa di lkapasitas
dan bahasa kesehatan, penyakit yang berhubungan sekolah kerja
tkemungkina dengan obesitas, I Kapasitas 1Produktivita
AKIBAT biaya
n perawatan [kesehatan reproduksi belajar skerja
PENYEBA
I Pertumbuhan dan perkembangan stunting
B
0
Faktor Rumah Tangga Dan
Pemberian Makanan Pendamping Pemberian
Keluarga Yang ASI
Tidak Mencukupi
KONTEKS
0
Faktor-faktor Komunitas Dan Sosial
PEMBERIAN ASI
(BREASTFEEDING)
Pemberian ASI dapat menyebabkan stunting mela•
lui praktik yang tidak Sesuai (Inadequate practices) dalam
pemberian ASL Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir
Penyebab Stunting Sesuai Framework WHO I 33
tentunya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan•
nya termasukrisiko terjadinya stunting. Tidak terlaksana•
nya inisiasi menyusu dini (IMD), gagalnya pemberian
air susu ibu (ASI) eksklusif, dan proses penyapihan dini
dapat menjadi faktor terjadinya stunting.
❖ Inisiasi menyusu yang tertunda (Tidak
melakukan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ketika bayi
lahir)
(Delayed initiation)
IMD adalah kontak antara kulit ibu dengan kulit
bayi sesegera mungkin dalam jangka waktu 1 (satu)
jam setelah bayi dilahirkan. Bayi yang baru lahir
diletakkan di dada/ perut ibu dengan kulit ibu me•
lekat pada kulit bayi (tanpa penghalang apapun).
Indikator ini didasarkan pada riwayat (historic recall).
Proporsi Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada anak
0-23 bulan sebanyak 58,2% dan Lama IMD pada
anak 0-23 bulan kurang dari 1 jam mencapai 84,1
%. Sedangkan Proporsi Waktu mulai menyusu
pada anak 0-23 bulan <1jam sebanyak 28,4%; 1-6
jam se• banyak 43,5% dan 248 jam sebanyak
15,7%. Pro• porsi perilaku ibu terhadap kolostrum
pada anak umur 0-23 yaitu diberikan semua
sebanyak 85,4%; dibuang sebagaian sebesar 6,9%
dan dibuang semua sebesar 3,7% (Rikesdas, 2018).
Pada tahun 2017, se• cara nasional persentase bayi
baru lahir yang men• dapat IMD sebesar 73,06%,
artinya mayoritas bayi baru lahir di Indonesia
sudah mendapat inisiasi menyusu dini. Provinsi
dengan persentase ter• tinggi bayi baru lahir
mendapat IMD adalah Aceh (97,31 % ) dan provinsi
dengan persentase terendah adalah Papua (15%)
(Pusat Data dan Informasi Ke-
34 I Stefanus Mendes Kiik & Muhammad Saleh Nuwa
meterian Kesehatan RI, 2018). Penelitian Torlesse et
al. (2016) menunjukkan tidak ada hubungan antara
pemberian ASI 1 jam setelah lahir dengan penu•
runan stunting pada anak 0-23 bulan. Penelitian
di Uganda menunjukkan bahwa inisiasi menyusui
yang tertunda tidak berhubungan dengan stunting
(Engebretsen et al. 2007).
❖ Tidak ASI ekslusif (Non-exclusive breastfeeding)
(Tidak melakukan pemberian ASI ekslusif
selama
6 bulan pertama)
Secara nasional, cakupan bayi mendapat ASI eks•
klusif pada tahun 2017 sebesar 61,33%. Persentase
tertinggi cakupan pemberian ASI eksklusif terda•
pat pada Nusa Tenggara Barat (87,35%), sedangkan
persentase terendah terdapat pada Papua (15,32%).
Masih ada 19 provinsi yang di bawah angka nasio•
nal. Oleh karena itu, sosialisasi tentang manfaat dan
pentingnya ASI eksklusif masih perlu ditingkatkan
(Pusat Data dan Informasi Kemeterian Kesehatan
RI,
2018). Proporsi pemberian ASI eksklusif pada
bayi
0-5 bulan di Indonesia mencapai 74,5 %
(Riskesdas
2018). Hal ini berarti ada peningkatan pemberian
ASI eksklusif. Torlesse et al. (2016) menemukan
hubungan moderat antara pemberian makan yang
sesuai dengan usia, yang juga mencakup pemberi•
an ASI eksklusif pada anak-anak 0-5 bulan dengan
penurunan stunting pada anak. Bayi harus menda•
patkan ASI Eksklusif (ASI saja) selama 6 bulan
dan ASI dengan makanan pendamping ASI
selama 2 tahun. Penelitian yang dilakukan
Lestari, Hasanah
INFEKSI (INFECTION)
Infeksi Klinis dan Sub-Klinis (Clinical and
subclinical infection)
❖ Infeksi Enterik: diare, enteropati lingkungan, pe•
nyakit yang disebabkan oleh cacing (Enteric
infec-
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan
mampu:
❖ Memahami ciri-ciri stunting
❖ Memahami cara penilaian status gizi
❖ Memahami cara mengukur tinggi (anak yang
dapat berdiri) dan panjang badan (anak yang tidak
dapat berdiri)
CIRI-CIRI STUNTING
Menurut Kementerian kesehatan, ciri-ciri
stunting yaitu:
1. Tinggi badan menurut usianya di bawah minus 2
standar deviasi dari median Standar Pertumbuhan
AnakWHO.
2. Pertumbuhan melambat
3. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam,
tidak banyak melakukan kontak mata (eye contact)
4. Wajah tampak lebih muda dari usianya
5. Tanda pubertas terlambat
6. Pertumbuhan gigi terlambat
7. Performa buruk pada tes perhatian dan memori be•
lajar (Tim Indonesia Baik, 2019).
40
Gambar 3.1 Ilustrasi anak stunting (Sumber: Promkes.
kemenkes, 2020).
CARAMENGUKUR
TINGGIBADANDANPANJANG BADAN
Pengukuran antropometri (berat badan, tinggi
badan dan lingkar lengan) sebenarnya sangat mudah
dilaku• kan namun sangat rawan terhadap bias dan
kesalahan data. Untuk menghindari bias dan kesalahan
data maka hal yang perlu diperhatikan adalah kualitas
alat yang digunakan dan ketelitian pengukur dalam
melakukan pengukuran. Pada buku ini hanya akan
dijelaskan me• ngenai pengukuran tinggi badan
karena pengukuran tinggi atau panjang badan sangat
penting untuk menen• tukan stunting.
Pengukuran tinggi atau panjang badan tergantung
pada kemampuan anak. Pengukuran panjang badan
anak dilakukan pada posisi berbaring (recumbent) se•
dangkan tinggi badan diukur dalam posisi berdiri tegak.
Jika anak berusia kurang dari 2 tahun, ukurlah panjang
badan menggunakan posisi recumbent. Jika anak ber•
usia 2 tahun atau lebih dan dapat berdiri maka ukurlah
Tangan di dagu
Sahu rata
lengan anak di
samping
Tangan kiri
di lutt
2
lantai/tanah rata
Asisten/ibu berlutut
-- h
Kuesioner dan alat tulis ditaruh di
lantai atau tanal
.
I '
• =
<
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan mampu:
❖ Memahami dampak jangka pendek stunting
❖ Memahami dampak jangka panjang stunting
PENDAHULUAN
Stunting dapat mengakibatkan berbagai masalah
baik masalah jangka pendek maupun jangka panjang.
Akibat jangka pendek yaitu terjadinya masalah
kesehatan, per• kembangan dan ekonomi. Masalah
kesehatan jangka pendek akibat stunting yaitu
peningkatan kematian dan kesakitan. Stunting juga
dapat menyebabkan penurunan perkembangan
kognitif, motorik, dan bahasa. Masalah ekonomi yaitu
peningkatan pengeluaran akibat masalah kesehatan,
peningkatan kemungkinan biaya perawatan anak sakit.
Stunting pada masa kanak-kanak memiliki konse•
kuensi yang memengaruhi kesehatan dan pengem•
bangan sumber daya manusia. Selain pertumbuhan fisik
yang buruk, stunting mempengaruhi risiko infeksi dan
kematian anak-anak, perkembangan kognitif dan mo-
] 51
torik, kapasitas belajar dan kinerja di sekolah. Dampak
lanjutnya mempengaruhi produktivitas, upah, dan ke•
sehatanreproduksi. Stunting yang diikuti dengan
penam• bahan berat badan yang berlebihan di masa
kanak-kanak selanjutnya menyebabkan peningkatan
risiko penyakit kronis yang berkaitan dengan gizi
seperti diabetes dan penyakit jantung (Wirth, et al,
2017; Stewart, Iannotti, Dewey, Michaelsen & Onyango,
2013; Beal, et al, 2018).
DAMPAKJANGKAPENDE
K
Kesehatan: Kematian dan kesakitan
anak
Permasalahan stunting pada usia dini terutama
pada periode 1000 HPK, akan berdampak pada
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Stunting
menyebabkan organ tubuh tidak tumbuh dan
berkembang secara optimal. Balita stunting
berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak
balita di dunia dan menyebabkan
55 juta Disability-Adjusted Life Years (DALYs) yaitu
hilangnya masa hidup sehat setiap tahun (Kementerian
Perencanaan dan Pembangunan Nasional/ Badan Peren•
canaan dan Pembangunan Nasional, 2018). Walaupun
mereka selamat, mereka kurang berprestasi di
sekolah sehingga menjadi kurang produktif saat
dewasa (Tim Indonesiabaik.id). Menurut Steward
(2013) Nutrisi yang buruk dapat menyebabkan
infeksi. Demikianpun se• baliknya infeksi dapat
menyebabkan penurunan status gizi. Hal ini mengarah
ke "siklus setan" yang mungkin lebih tepat
digambarkan dengan penurunan status gizi dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. In-
Dampak Sunting I 53
kognitif dan motorik, dan tidak optimalnya ukuran fisik
tubuh serta gangguan metabolisme. Masalah perkem•
bangan yaitu perkembangan psikomotorik dan mental
yang lebih buruk (Abubakar et al. 2010; McDonald et
al. 2013; Steward, 2013). Hasil penelitian terbaru yang
dilakukan Alam, et al., (2020) menunjukkan kejadian
stunting berhubungan dengan perkembangan kognitif
yang lebih rendah pada anak-anak pada usia 5 tahun.
Bahkan hasil penelitian Walker, et al., (2015) di Jamaika
terhadap perkembangan anak dikaji menggunakan
"Griffiths Scales of Mental Development" yang terdiri
dari
4 sub skala yaitu kognitif, pendengaran dan
bicara,
tangan dan mata, dan alat gerak, serta perkembang•
an secara keseluruhan menunjukkan bahwa anak yang
lahir dari orang tua yang mengalami stunting memiliki
tingkat perkembangan yang lebih rendah dari anak
yang orang tuanya tidak mengalami stunting. Selain
perkem• bangan, fungsi kognitif dan motorik anak yang
memiliki orang tua stunting juga lebih rendah
dibanding anak dari orang tua yang tidak mengalami
stunting. Hal ini menunjukkan bahwa stunting dapat
berakibat tidak hanya pada satu generasi tetapi
generasi sesudahnya dapat terkena dampak jika tidak
ditangani dengan baik. Proses terjadinya stunting
adalah karena terbatasnya nutrisi dan seringnya
infeksi. Selain menyebabkan pendek, hal ini mungkin
menyebabkan kerusakan pada struktur dan fungsional
otak yang mengakibatkan keterlambatan dalam
pengembangan fungsi kognitif serta gangguan kognitif
permanen Dewey & Begum, 2011).
54 I Stefanus Mendes Kiik & Muhammad Saleh Nuwa
Stunted child
Dampak Sunting I 55
tangga tahunan per kapita digunakan untuk perawat•
an anak yang sakit (Pokhrel & Sauerborn 2004; Steward
2013).
Dampak jangka pendek stunting dapat diringkas
sebagai berikut:
Kesehatan
• Peningkatan Kematian (mortalitas)
• Peningkatan Kesakitan (morbiditas)
Perkembangan
• Penurunan Perkembangan kognitif
• Penurunan Perkembangan motorik dan
• Penurunan Perkembangan bahasa
Ekonomi
• Peningkatan pengeluaran akibat masalah kesehatan
• Peningkatan kemungkinan biaya perawatan anak sakit
DAMPAKJANGKA PANJANG
Stunting dapat menyebabkan masalah jangka pan•
jang melalui dua cara yaitu:
❖ Sebagai penyebab langsung postur tubuh orang
dewasa yang lebih pendek dan kurang optimalnya
fungsi tubuh di kemudian hari
❖ Sebagai kunci dari proses yang mendasari kehidup•
an awal yang mengarah pada pertumbuhan yang
buruk dan dampak buruk lainnya.
Kesehatan
• Perawakan pendek saat dewasa
• Peningkatan kasus obesitas dan penyakit
yang berhubungan dengan obesitas
• Penurunan kesehatan reproduksi
Perkembangan
• Penurunan performa di sekolah
• Penurunan kapasitas belajar
Ekonomi
• Penurunan kapasitas kerja
• penurunan Produktivitas kerja
Dampak Sunting I 57
dibanding bayi normal dan menjauhi standar pertam•
bahan panjang bayi menurut WHO (Trihono, et. Al.,
2015).Individu yang mengalami stunting pada usia 2
tahun cenderung tumbuh menjadi orang dewasa yang
berperawakan pendek (Adair et al. 2013). Kemungkinan
ada peluang untuk mengejar ketinggalan tinggi badan
selama masa kanak-kanak, karena peningkatan nutrisi
namun hal ini akan lebih lama untuk meningkatkan
tinggi badan.
Pendek atau stunting di masa anak-anak berhu•
bungan erat dengan penyakit tidak menular di masa
dewasanya nanti. Banyak studi di luar negeri yang
membuktikan adanya hubungan ini. Suatu penelitian
tentang hubungan stunting dengan diabetes melitus
telah dilakukan dengan menggunakan data Riskesdas
2007. Meskipun data Riskesdas adalah cross
sectional,
namun ternyata menghasilkan temuan sebagai
berikut:
1) stunting merupakan faktor risiko penyakit diabetes
mellitus pada kelompok kurus dan normal (IMT<23),
dan memiliki risiko 1,5 kali untuk menderita penyakit
dibetes mellitus; 2) Mereka yang mengalami
stunting tidak gemuk (IMT <23) mempunyai risiko 1,5
kali, sedangkan mereka yang stunting dan gemuk
mempunyai risiko 3,4 kali untuk terkena penyakit
diabetes mellitus dibanding• kan dengan mereka yang
tidak stunting dan tidak gemuk (Trihono, et. Al., 2015).
Selain itu, kekurangan gizi juga menyebabkan
gangguan pertumbuhan (pendek dan atau kurus) dan
meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti
diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, dan stroke
(Kementerian Perencanaan dan Pembangunan
58 I Stefanus Mendes Kiik & Muhammad Saleh Nuwa
Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan
Nasional, 2018).
Stunting juga memengaruhi kesehatan reproduksi.
Stunting pada ibu bisa membatasi aliran darah uterus
dan pertumbuhan uterus, plasenta, dan janin . IUGR ber•
hubungan dengan dampak merugikan pada janin).
Selama kehamilan, IUGR dapat menyebabkan gawat
janin kronis atau kematian janin. Jika lahir hidup, per•
tumbuhann ya terbatas dan bayi berisiko lebih tinggi
mengalami komplikasi medis serius (Black et al. 2008
dalam Dewey dan Begum, 2011. Bayi dengan IUGR sering
menderita keterlambatan perkembangan neurologis
dan intelektual, dan defisit tinggi badan mereka secara
umum berlanjut masa dewasa.
Pada wanita, berperawakan yang lebih pendek (<145
cm) merupakan faktor risiko yang konsisten terhadap
kematian perinatal, kemungkinan karena peningkatan
risiko partus (persalinan) macet dan asfiksia. Stunting
memiliki dampak terhadap kesehatan orang dewasa dan
merupakan risiko penyakit kronis. Penelitian tentang bayi
yang lahir dengan berat badan lahir rendah telah me•
nunjukkan hubungan yang konsisten dengan tekanan
darah tinggi (hipertensi), disfungsi ginjal dan perubah•
an metabolisme glukosa (Stewart et al., 2013). Ibu yang
mengalami stunting (tinggi badan <145 cm) secara kon•
sisten meningkatkan risiko kematian perinatal. Hal ini
disebabkan karena ibu yang berperawakan pendek me•
miliki pelvis yang tidak proporsional sehingga menye•
babkan kesulitan saat melahirkan (Dewey & Begum,
2011).
Dampak Sunting I 59
Perkembangan: Penurunan performa di sekolah, pe•
nurunan kapasitas belajar.
Dalam jangka panjang, stunting dapat menyebab•
kan menurunnya kapasitas intelektual. Gangguan struk•
tur dan fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat per•
manen dan menyebabkan penurunan kemampuan
menyerap pelajaran di usia sekolah yang akan berpe•
ngaruh pada produktivitasnya saat dewasa (Kementeri•
an Perencanaan dan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, 2018).
The Maternal and Child Undernutrition Study Group
menemu• kan bahwa anak yang mengalami stunting
pada pada
24 bulan berhubungan dengan usia lebih tua saat men•
daftar sekolah dan peningkatan risiko kegagalan
sebesar
16% setidaknya satu tingkat di sekolah setelah mengen•
dalikan variabel pengganggu seperti jenis kelamin, status
sosial ekonomi dan sekolah ibu. Bukti dari negara•
negara berkembang lainnya juga menunjukkan bahwa
mengalami stunting pada usia antara 12 dan 36 bulan
dikaitkan dengan kinerja kognitif yang lebih buruk dan
prestasi sekolah yang lebih rendah pada pertengah•
an masa kanak-kanak (Grantham-McGregor et al.
2007 dalam Dewey & Begum, 2011).
Dampak Sunting I 61
BABS
PROGRAM PENANGANAN STUNTING
DI INDONESIA
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan mampu:
□ Memahami program penanganan stunting di Indo•
nesia
□ Memahami definisi intervensi gizi spesifik
□ Memahami jenis-jenis intervensi gizi spesifik
□ Memahami sasaran intervensi gizi spesifik
□ Memahami definisi intervensi gizi sensitif
□ Memahami jenis-jenis intervensi gizi sensitif
Pendahuluan
Stunting menggambarkan adanya masalah gizi
kronis, dipengaruhi oleh kondisi ibu atau calon ibu,
masa janin, dan masa bayi atau balita, termasuk
penyakit yang diderita selama masa balita. Stunting
tidak hanya dipengaruhi oleh adanya masalah
kesehatan pada ibu dan bayi, tetapi juga dipengaruhi
berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung
memengaruhi kesehatan. Oleh karena itu, upaya
perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah dan
mengurangi gangguan secara lang• sung (intervensi
gizi spesifik) serta gangguan secara tidak langsung
(intervensi gizi sensitif). Intervensi gizi
62 I
spesifik umumn ya dilakukan di sektor kesehatan, tetapi
hanya berkontribusi 30%, sedangkan 70%-nya merupa•
kan kontribusi intervensi gizi sensitif yang melibatkan
berbagai sektor, seperti ketahanan pangan, ketersedia•
an air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan,
dan pendidikan orang tua (Direktorat Pembinaan Pendi•
dikan Keluarga, 2019).
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek
difokuskan pada kelompok 1.000 Hari Pertama Kehi•
dupan (HPK), yaitu ibuhamil, ibu dengananak usia 0-12
bulan, dan ibu dengan anak usia 13- 24 bulan karena
penanggulangan balita pendek yang paling efektif dila•
kukan pada 1.000 HPK. Periode 1.000 HPK meliputi 280
hari selama kehamilan dan 720 hari pertama setelah
bayi dilahirkan. Masa tersebut telah dibuktikan secara
ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas
kehidupan (Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga,
2019).
Intervensi Gizi
Spesifik
Intervensi gizi spesifik adalah upaya untuk
men• cegah dan mengurangi masalah gizi secara
langsung. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh
sektor ke• sehatan. Intervensi Program Gizi Spesifik
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) melalui Gerakan
1.000 Hari Per• tama Kegiatan (HPK).
Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulang•
an Kemiskinan (2018) bahwa Intervensi gizi
spesifik
I 63
meliputi beberapa sasaran prioritas dan sasaran penting,
yaitu:
s··
•-
C
wwon v
a =•
Gambar 5.1 PMT bagi lbu hamil
Program Penanganan Stunting di Indonesia I 65
2. Suplementasi tablet tambah darah (TTD)
Pemberian tablet tambah darah sebagai salah satu
upaya penting dan merupakan cara yang efektif ka•
rena dapat mencegah dan menanggulangi
anemia akibat kekurangan zat besi dan atau
asam folat. Tablet tambah darah diberikan kepada
wanita usia subur dan ibu hamil. Ibu hamil
diberikan tablet tam• bah darah setiap hari selama
masa kehamilannya atau minimal 90 (sembilan
puluh) tablet (Riskesdas,
2014). Pemberian 90 butir TTD dengan
kandungan
60 mg Fe (setara dengan 300 mg ferrous sulfate
heptahydrate, 180 mg ferrous fumarate atau 500
mg ferrous gluconate) dan 0,4 mg asam folat.
Proporsi Riwayat Tablet Tambah Darah (TTD) yang
Diterima dan Dikonsumsi Selama Kehamilan Anak
Terakhir pada Perempuan umur 10-54 tahun
sebanyak 87,6%; Jumlah TTD yang didapat <90
tablet sebesar 49% dan
>90 tablet sebanyak 51%; Jumlah TTD yang
diminum
<90 tablet sebanyak 62,3% dan 2>90 tablet sebanyak
37,7%. Alasan utama tidak minum/
menghabiskan TTD yaitu tidak suka (21,2% ),
mual/ muntah karena proses kehamilan (18,6 % ),
bosan (20,1 % ), lupa (20,0), efek samping (16,2)%,
belum waktunya habis (3,9% ). Hal ini tentunya
perlu mendapat perhatian serius dari tenaga
kesehatan dan suami di rumah sehingga membantu
mengatasi berbagai persoalan terkait alasan tidak
menghabiskan TTD. Sementara hasil Riskesdas
(2018), Pada saat wawancara, ibu sedang dalam
kondisi hamil yang mendapatkan Tablet Tambah
Darah pada kehamilan saat ini sebesar
4. Suplementasi kalsium
World Health Organization
merekomendasikan suplementasi kalsium 1500-
2000 g/hari pada popu-
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan mampu:
□ Memahami dan menyadari pentingnya
pengetahuan ibu dalam upaya penurunan stunting
□ Memahami dan menyadari pentingnya pendidikan
kesehatan bagi ibu sebagai caregiver
□ Memahami konsep pendidikan kesehatan
□ Memahami hasil penelitian terkini tentang penting•
nya pendidikan kesehatan bagi ibu
98 I
pertumbuhan anak dan perkembangan kognitif. Bukti
empiris, menunjukkan bahwa ketersediaan sumber
daya seperti makanan dan fasilitas kesehatan, dan akse•
sibilitas, termasuk keunggulan lokasi, tidak cukup untuk
menghasilkan kesehatan anak yang optimal (Fadare,
Amare, Mavrotas, Akerele & Ogunni yi, 2019).
Salah satu penyebab stunting adalah rendahnya pe•
ngetahuan ibu sementara ibu adalah pengasuh utama
bagi anak-anak. Fadare, Amare, Mavrotas, Akerele dan
Ogunni yi (2019) mengatakan pengetahuan ibu yang ter•
batas tentang pilihan makanan, pemberian makan, dan
praktik pencarian perawatan kesehatan berkontribusi
secara signifikan terhadap konsekuensi gizi kurang
pada balita di sebagian besar negara berkembang. Me•
ningkatkan pengetahuan ibu merupakan salah satu
kunci untuk menurunkan kejadian stunting. Ibu-ibu
di Indonesia umumn ya adalah pengasuh utama untuk
anak-anak dan bahwa pendidikan ibu terkait dengan
perilaku perlindungan termasuk peningkatan kunjung•
an ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi anak,
penyuluhan kesehatan dan vitamin A. Perilaku peng•
asuhan ibu ini mencerminkan pengetahuan ibu tentang
kemampuan untuk menerapkan praktik yang mendu•
kung pertumbuhan dan perkembangan anak (Hall, et
al., 2018).
Hasil penelitian community based cross sectional ter•
baru Girma, Fikadu dan Abdisa (2019) yang
dilakukan di daerah pedesaan Etiophia bagian barat
menunjuk• kan bahwa ibu yang berpengetahuan
kurang tentang makanan anak berisiko 5 kali
(AOR=5.97, 95% CI: 1.83-
Konsep Pendidikan
Kesehatan
Pendidikan kesehatan menurut para ahli sebagai
berikut: (1) Pendidikan kesehatan dan promosi
kesehatan sering digunakan saling bergantian.
Walaupun kedua• nya saling berhubungan tetapi
sebenarnya merupakan konsep yang berbeda.
Pendidikan kesehatan berfokus pada aktivitas dan
pengalaman belajar bagi individu dan kelompok.
Sebagai bagian dari promosi kesehatan, pendidikan
kesehatan merupakan bagian penting dari komunikasi
antara penyedia perawatan kesehatan dan klien.
Pendidikan kesehatan dikembangkan dari para
profesional perawatan kesehatan yang memberikan in•
formasi kesehatan yang menurut mereka harus diketa•
hui oleh klien melalui proses pengambilan keputusan
bersama. Promosi kesehatan bukan hanya konsep seba•
gai kegiatan pendidikan tetapi berkembang ke konsep
yang lebih luas yang juga berfokus pada lingkungan
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu I 101
sosial dan politik (Pender, Murdaugh & Parsons, 2015);
(2) Stuart (1986 dalam Nurmala, dkk, 2018) bahwa pen•
didikan kesehatan merupakan upaya terencana yang
bertujuan memodifikasi sudut pandang, sikap mau•
pun perilaku individu, kelompok maupun
masyarakat ke arah pola hidup yang lebih sehat,
melaui proses promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif; (3) Green (1980, dalam Nurmala, dkk, 2018)
bahwa pendidikan kesehatan merupakan suatu proses
yang terencana untuk mencapai tujuan kesehatan
dengan mengom• binasikan berbagai macam cara
pembelajaran; dan (4) Craven dan Hirnle (1996, dalam
Nurmala, dkk, 2018) bahwa pendidikan kesehatan
merupakan proses pem• belajaran yang bersifat
praktik maupun instruksi dengan tujuan untuk
memberikan informasi maupun motivasi kepada
seseorang sehingga diharapkan ter• jadi peningkatan
wawasan serta keterampilan untuk
mengimplementasikan pola hidup sehat. Jadi, dapat di•
simpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah se•
buah proses belajar yang direncanakan oleh tenaga ke•
sehatan dengan tujuan untuk meningkatkan perilaku
sehat melalui peningkatan pengetahuan, sikap dan ke•
terampilan.
Pendidikan kesehatan tentang stunting dalam buku
ini lebih menekankan pada kerangka konseptual WHO
tentang stunting. Pendidikan kesehatan menggunakan
kerangka yang komprehensif tentang stunting tersebut
diharapkan meningkatkan pengetahuan ibu secara leng•
kap tentang stunting.
] 105
and schoolchildren. Matern Child Nutr. 2019;15(S3)
:e12794. https:/ /
doi.org/10.1111/mcn.12794
5. Bardosono, S., Sastroamidjojo, S., & Lukito, W. (2007).
Determinants of child malnutrition during the 1999
economic crisis in selected poor areas of Indonesia.
Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 16(3),
512-
526.
6. Beal, T., Tumilowicz, A., Sutrisna, A., Izwardy, D.,
Neufeld, L.M. A review of child stunting
determinants in Indonesia. Matern Child Nutr.
2018;14(4):1-10. https://doi.org/10.1111/mcn.12617
7. Beal, T.,et al. Child stunting is associated with child,
maternal, and environmental factors in
Vietnam. Matern Child Nutr. 2019;e12826. https:/
/ doi.org/
10.1111 /
mcn.12826
8. Berger, S. G., de Pee, S., Bloem, M. W., Halati, S., &
Semba, R. D. (2007). Malnutrition and morbidity
are higher in children who are missed by periodic
vitamin A capsule distribution for child survival in
rural Indonesia. The Journal of Nutrition, 137(5),
1328-
1333.
9. Berhe K, Seid 0, Gebremariam Y, Berhe A, Etsay N
(2019) Risk factors of stunting (chronic
undernutrition) of children aged 6 to 24 months
in Mekelle City, Tigray Region, North Ethiopia: An
unmatched case• control study. PLoS ONE
14(6):e0217736. https:/ /
doi.org/10.1371/journal.pone.0217736
10. Budiana, TA, Kartasurya, MI., & Judiono. Pengaruh
suplementasi taburia (sprinkle) terhadap kadar
hemo•
globin balita gizi kurang usia 3-5 tahun di
kecamatan
I 121
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus
yang menyebabkan AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome).
Ibu Hamil di Usia Remaja (Adolescent Pregnancy)
ada• lah usia kehamilan ibu yang terlalu muda (di
bawah 20 tahun).
Intervensi Gizi Spesifik adalah upaya untuk
mencegah dan mengurangi masalah gizi secara
langsung yang umumnya dilakukan oleh sektor
kesehatan. Intervensi Program Gizi Spesifik dilakukan
oleh Kementerian Ke• sehatan (Kemenkes) melalui Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu) melalui Gerakan 1.000 Hari
Pertama Kegiatan (HPK).
Imunisasi adalah upaya aktif untuk menimbulkan ke•
kebalan khusus dalam tubuh seseorang yang efektif
mencegah penularan penyakit tertentu, dengan cara
memberikan vaksin.
Imunisasi Khusus adalah imunisasi yang dilaksanakan
untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap
penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti persiapan
keberangkatan calon jemaah haji/umroh atau
persiapan perjalanan menuju atau dari Negara
endemis.
Imunisasi Pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan
kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam
rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit
tertentu.
Imunisasi Program adalah imunisasi yang diwajibkan
kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat
dalam
122 I Stefanus Mendes Kiik & Muhammad Saleh Nuwa
rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat
sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum
berusia satu tahun (0-11 bulan).
A
ACT: Artemisinin Combination Therapy v, 73
Afrika 3, 61, 74
AIDS; Acquired Immune Deficiency Syndrome v, 73, 122
ANC : Ante Natal Care v, 121
ARV : Antiretroviral v
Asia vii, 3, 4, 5, 18, 21, 32, 61, 106, 107, 108, 109, 112
ASI : Air susu Ibu v
ASI eksklusif 35, 36, 75, 76, 77
B
Bacillus Calmette-Gu~rin v
Baduta : usia bawah dua tahun v, 125
Bank dunia 55
Balita : bayi di bawah lima tahun 1
BBLR : Berat Bayi Lahir Rendah v, 22, 64, 121, 125
BCG : Bacillus Calmette-Gu~rin v, 87, 88
BABS : Buang Air Besar Sembarangan v, 94
BUMD: Badan Usaha Milik Daerah v, 10
BUMN: Badan Usaha Milik Negara v, 10
C
cacingan 19, 37, 89, 90
] 125
CI: Confidence Interval v, 38, 100
CTPS : Cuci Tangan Pakai Sabun v, 94, 131
D
D1-D3: Diploma 1-3 v
DALYs: Disability-Adjusted Life Years v, 52, 121
Demam 37
DKI : Daerah Khusus Ibukota v,9, 25
DPT: Difteri, pertusis, dan tetanus v, 87, 88
E
Ekonomi 38, 55, 60
e-PPGBM: Elektronik pencatatan pelaporan gizi
berbasis masyarakat v, 13, 108
F
foods 29, 32, 114
G
gemuk 6, 7, 43, 58
gizi v, 1-7, 12, 13, 17-19, 27-30, 39-43, 52, 53, 58, 62-64, 78•
82, 85, 90-103, 106, 108, 110, 122,
123
H
Haemophilus Influenza tipe B v
HPK : Hari Pertama Kehidupan vi, 3, 63, 124
HAZ : Hight for age Z-scores v, 32
HB : Hepatitis B v, 87, 88
Hib : Haemophilus Influenza tipe B v
I
ibu vi, 16-28, 34, 36, 45, 48, 53, 59, 60, 62-79, 83, 95-107,
113, 121-124
IMD : Inisiasi Menyusu Dini vi, 34, 77, 78
IMT: Indeks Massa Tubuh vi
infeksi 2, 12, 14, 16, 37, 42, 51-54, 68, 72, 75-79, 88
IPV : Inactivated Polio Vaccine vi
IUGR : Intrauterine growth restriction vi, 21, 123
IYCF : Infant and Young Child Feeding vi
J
janin 3, 17, 20, 21, 42, 59, 62, 68, 123, 124
JKN: Jaminan Kesehatan Nasional vi, 95
K
Kab : Kabupaten vi
KAP : knowledge, attitude and practice/
Pengetahuan, sikap, dan praktik vi
KB : Keluarga Berencana vi, 95
KEK : Kurang Energi Kronik vi, 64
Kemenkes: Kementerian Kesehatan vi, 25, 30, 63, 67,
73,
74, 77, 79, 84, 89, 90, 94-96, 111, 113, 117, 122, 133,
139
KemenPUPR :Kementerian Pekerjaan Umum
dan
Perumahan Rakyat vi, 94
Kemensos : Kementerian Sosial vi,
97 kerdil iii, 2
Indeks I 127
Kesehatan iii, vi, vii, 6-8, 21-25, 30, 35, 38, 52, 53, 57, 61,
63, 67, 73, 74, 77, 79, 84, 85, 89, 90, 94-96, 101, 108,
111-113, 117, 118, 122, 124, 133, 139
KMS : Kartu menuju sehat vi, 127
kurus 6, 7, 30, 42, 43, 58, 82, 91, 98
L
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat vi
M
Makanan
vi,26,29,32,33,64,77,81,84,94,123 malaria
19, 37, 38, 71-73, 113
menyusui 16, 17, 18,35,36,69,77, 123
MGRS : Multy centre Growth Reference Study vi, 1, 121
MMN : Multiple mikronutrien vi
MP-ASI vi, 29, 77, 79, 80, 124
N
NTB: Nusa Tenggara Barat vi, 35
NTT: Nusa Tenggara Timur vi, 1,9, 12
0
OR : Odds Ratio vi
ORS : Oral Rehydration Solution vi, 83
p
PAMM-RT: Pengelolaan Air Minum dan Makanan
Rumah Tangga vi, 94
PAMSIMAS : Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi ber•
basis Masyarakat vii, 94
R
RCT : Randomized controlled trial vii
Riskesdas: Riset Kesehatan Dasar vii, 7, 8
s
SBD : Sumba Barat Daya vii
SDM : Sumber Daya Manusia vii, 94
Indeks I 129
SD: Sekolah Dasar vii, 89, 91
SEAR: South-East Asia Regional (regional Asia Tenggara)
Vll
SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas vii
SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama viii
SPAL : Sistem Pembuangan Air Limbah viii,
25
Status Gizi vii, 6, 42
STBM: Sanitasi Total Berbasis Masyarakat viii, 94
stunting iii, iv, 1-28, 30-38, 40-43, 51-62, 94, 98-103, 105, -
119
SUN : Scaling Up Nutrition viii, 94
T
TB : Tinggi Badan viii
TB/U: Tinggi badan menurut umur
viii TNI: Tentara nasional Indonesia
viii TTD : Tablet tambah darah viii, 66
TTS: Timor Tengah Selatan viii
TTU: Timor Tengah Utara viii
u
Ultrasonografi viii
UNAIDS: United Nations Programme on HIV/AIDS vm
UNDP: United Nations Development Programme viii
UNESCO : United Nations Educational, Scientific
and
Cultural Organization viii
UNFPA : United Nations Population Fund viii
UNICEF: United Nations Emergency Children's Fund viii
USG : Ultrasonografi viii, 21
usia viii, 1, 2, 6, 16-22, 26, 30, 35, 36, 42, 52, 54, 58, 60, 63,
66, 74-77,79,81-84,86,88-91, 104,106, 122-124, 138
130 I Stefanus Mendes Kiik & Muhammad Saleh Nuwa
V
Vaksin 37, 88
w
WFP: World Food Programme viii
WHO
WHO : World Health Organization i-iv, viii, 1-6, 8,
12,
14-16, 21, 23, 28, 29, 37, 38, 40, 41, 44, 58, 67-70, 73,
74,77, 79,82,84,89,90, 102,107,117,118,121,133
WUS: wanita usia subur viii, 66, 86, 90
z
zat gizi 17, 29, 39, 64, 80, 85, 90, 96
Z-score 1, 42, 121
Indeks I 131
Lampiran 1
LARUTAN ORALIT MINUMAN KHUSUS
UNTUKDIARE
Apakah oralit?
Oralit adalah kombinasi khusus dari garam yang
dicampur dengan air. Fungsinya membantu
menggantikan cairan yang hilang karena diare
Kapan oralit
digunakan?
Jika anak buang air besar hingga tiga kali atau lebih
dalam sehari, berikan oralit. Sebagai tambahan
untuk
10-14 hari berikan kepada anak-anak diatas enam bulan
20 miligram zinc setiap harinya (tablet atau sirup),
berikan kepada anak-anak di bawah enam bulan 10
miligram per hari (tablet atau sirup).
Dimana oralit
didapat?
Di Puskesmas, pos kesehatan desa (poskesdes),
polindes, posyandu, apotik, toko obat.
Bagaimana menyiapkan oralit untuk
diminum?
1. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dan air mengalir.
Siapkan satu (satu) gelas air minum (200 cc).
Atau ikuti aturan pakai dalam kemasan.
2. Tuang isi kemasan Oralit ke dalam air yang
telah
disiapkan.
3. Aduk hingga merata lalu berikan kepada anak
dengan cangkir yang bersih.
I 133
Se erapa anya
Minumkan kepada anak sebanyak mungkin. Anak di
bawah umur dua tahun membutuhkan seperempat
hingga setengah mangkok oralit (125 ml) setiap habis
buang air besar (BAB) cair. Anak di atas umur dua
tahun membutuhkan setengah hingga satu mangkok
oralit (250 ml) setiap habis BAB cair.
Pada kasus diare ringan-sedang-berat, dapat
dipakai acuan berikut:
a. Bagi penderita dengan dehidrasi ringan yang
masih dapat minum:
□ Dilakukan rehidrasi dengan oralit 75 ml/kg BB,
diberikan dalam empat jam
□ Selama periode ini ASI dilanjutkan. Untuk
bayi kurang dari enam bulan dan tidak
mendapat
ASI, berikan juga air masak 100-200 ml
□ Setelah 3-4 jam, harus diselingi dengan
pemberian makanan
b. Bagi penderita dengan dehidrasi berat yang
sudah tidak dapat minum.
Untuk anak berusia kurang dari 12 bulan:
□ Satu jam pertama 15 ml/kg Berat Badan (BB)
□ Lima jam berikutnya 60 ml/kg BB
Untuk anak berusia lebih dari 12 bulan:
□ Setengah jam pertama 15 ml/kg BB
□ Tiga setengah jam berikutnya 60 ml/kg BB
c. Bagi penderita dengan dehidrasi berat
Rehidrasi dilakukan dengan pemberian cairan
infos larutan Darrow glukosa.
Lampiran I 137
□ Ajari berjalan di undakan/ tangga
□ Ajak membersihkan meja dan menyapu
□ Ajak membereskan mainan
□ Ajari mencoret-coret di kertas
□ Ajari menyebut bagian tubuhnya
□ Bacakan cerita anak
□ Ajak bernyanyi
□ Ajak bermain
□ Berikan pujian kalau ia berhasil melakukan
sesuatu
UMUR 2-3 TAHUN
□ Ajari berpakaian sendiri
□ Ajak melihat buku bergambar
□ Bacakan cerita anak
□ Ajari makan di piringnya sendiri
□ Ajari cuci tangan
□ Ajari buang air besar dan kecil di tempatnya
UMUR 3-5 TAHUN
□ Minta anak menceritakan apa yang ia lakukan
□ Dengarkan ia ketika bicara
□ Jika ia gagap, ajari bicara pelan-pelan
□ Awasi dia mencoba hal baru
Sumber: Kemenkes, 2019