Abstract
Cryptogams are a group of lower plants that reproduce by spores without seed production.
The fern (Pteridophyta) is a division of cryptogams that has a reasonably wide distribution
pattern and is commonly found around the area of UIN Sumatera Utara. This study aims to
identify ferns in UIN Sumatera Utara, which are expected to be helpful as a contextual
learning development of Cryptogamic Botany. The method used in this research was
exploratory and descriptive survey methods, by collecting plant data and observing the
morphology and description of these plants. The samples were collected in fresh form and
identified in the Laboratory of Biology Education UIN Sumatera Utara. Plant identification
used data collection procedures for plant morphological characteristics and identification
keys from Plant Taxonomy’s book. The results showed two classes of ferns, namely Filicinae
and Lycopodiinae, consisting of one order, one family, five sub-families, and six species for
Filicinae; one order, one family, and one species for Lycopodiinae found in UIN Sumatera
Utara.
Keywords: Identification, Pteridophyta, Fern, Botany, Plant Morphology
Abstrak
Cryptogamae merupakan kelompok tumbuhan tingkat rendah yang berkembang biak
dengan spora, tanpa adanya biji. Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan salah satu
divisi tumbuhan cryptogamae yang memiliki pola penyebaran yang cukup luas dan lazim
ditemui di kawasan UIN Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
tumbuhan paku yang terdapat di UIN Sumatera Utara yang diharapkan dapat bermanfaat
sebagai pengembangan dalam pembelajaran kontekstual Botani Cryptogamae. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini ialah metode survey eksploratif dan deskriptif, dengan
melakukan pendataan tumbuhan serta mengamati morfologi dan deskripsi tumbuhan
tersebut. Sampel dikoleksi dalam bentuk segar dan diidentifikasi di laboratorium Tadris
Biologi UIN Sumatera Utara. Identifikasi tumbuhan menggunakan prosedur pendataan ciri
morfologi tumbuhan dan kunci identifikasi yang bersumber dari buku Taksonomi
Tumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 kelas tumbuhan paku yakni
kelas Filicinae dan Lycopodiinae, yang terdiri atas 1 ordo, 1 famili, 5 sub famili dan 6 spesies
untuk Filicinae serta 1 ordo, 1 famili, dan 1 spesies untuk Lycopodiinae yang ditemukan di
UIN Sumatera Utara.
2017). Tumbuhan ini hidup di habitat yang Taman Nasional Batang Gadis Kabupaten
lembab (higrofit), berbagai tempat di air Mandailing Natal (Marpaung, 2019) dan
(hidrofit), dan menempel (epifit) pada terdapat 11 spesies tumbuhan paku yang
permukaan batu, tanah, dan pohon (Ulfa, ditemukan di ruang terbuka hijau kampus
2017). Akan tetapi, jenis tumbuhan paku yang Universitas Negeri Medan (Sinaga & Mauliadi,
ada saat ini sebagian besar bersifat higrofit. 2019).
Tumbuhan ini lebih menyukai tempat-tempat UIN Sumatera Utara merupakan salah
yang memiliki kelembaban yang tinggi. satu kampus yang memiliki keanekaragaman
Tumbuhan paku paling besar dapat mencapai tumbuhan paku yang cukup banyak, khususnya
tinggi beberapa meter, seperti yang terdapat di area kampus II. Namun, keberadaan
pada marga Cyathea dan Alsophila tumbuhan tersebut belum diidentifikasi. Oleh
(Tjitrosoepomo, 2011). karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
Tumbuhan paku mengalami pergiliran mengidentifikasi tumbuhan paku di UIN
keturunan (gametogenesis), yang masa Sumatera Utara dan diharapkan dapat menjadi
reproduksinya dapat dibedakan atas fase referensi tambahan untuk mempelajari
gametofit dan sporofit yang saling independen tumbuhan tingkat rendah (Cryptogamae),
(Nurcahyati, 2016). Fase gametofit pada khususnya pada divisi Pteridophyta. Penelitian
tumbuhan paku memiliki usia yang relatif ini juga diharapkan dapat menelisik
pendek jika dibandingkan dengan fase sporofit. keanekaragaman tumbuhan paku yang terdapat
Struktur gametofit ini berupa protalium dengan di UIN Sumatera Utara dan sebagai rujukan
tipe perkembangan yang dapat dibedakan terhadap pengembangan dan pelestarian
menjadi tipe gleichnia, christiopteris, cyathea, tumbuhan yang bermuatan etnobotani
hymenophyllum, trichomanes, dan mecodium khususnya pada divisi tumbuhan tingkat
(Nurcahyati, 2016). Umumnya, protalium ini rendah.
berbentuk jantung, berwarna hijau, dan
melekat pada substrat dengan rizoid dan
terdapat sisi anteridium dan arkegonium. Metode Penelitian
Sedangkan, pada fase sporofit memungkinkan
zigot tumbuh menjadi individu diploid dengan Penelitian ini dilakukan di kampus II
adanya mekanisme perkembangan haustorium UIN Sumatera Utara pada bulan Oktober 2020.
yang memisahkan sel-sel calon akar, batang, Alat dan bahan yang digunakan dalam
dan daun (Tjitrosoepomo, 2011). penelitian ini yaitu: alat tulis dan tabel
Tumbuhan paku dapat tersebar dengan pengamatan, kamera digital, buku panduan
mudah, sehingga membentuk keanekaragaman yang relevan, dan buku kunci determinasi
yang dapat diidentifikasi berdasarkan tumbuhan tingkat rendah pada divisi
morfologi dan anatominya. Keanekaragaman pteridophyta. Sampel pada penelitian ini
yang dimaksud adalah kekayaan spesies adalah tumbuhan paku yang terdapat di
tumbuhan paku yang dapat ditemukan pada kawasan kampus II UIN Sumatera Utara.
suatu daerah yang ditentukan oleh Pengambilan data menggunakan metode
perkembangbiakannya (Saputro & Sri, 2020). eksplorasi atau metode jelajah secara langsung.
Perkembangbiakan tumbuhan paku Identifikasi tumbuhan dilakukan dengan cara
dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. pengamatan karakter morfologi tumbuhan
Faktor abiotik meliputi temperatur, meliputi daun (warna daun, panjang daun, dan
kelembaban, intensitas cahaya, lokasi lebar daun) dan batang (bentuk batang dan ciri
geospasial dan ketinggian lokasi. Sementara khas morfologinya). Spesimen dideterminasi
itu, faktor biotik berhubungan dengan dengan referensi rujukan menggunakan buku
karakteristik spora yang dimiliki oleh referensi Tjitrosoepomo (2011). Analisis data
tumbuhan paku tersebut (Janna et al, 2020). dilakukan secara deskriptif kualitatif, dengan
Identifikasi tumbuhan paku pengambilan sampel, didokumentasikan, dan
(Pteridophyta) di Sumatera Utara telah diidentifikasi (Ulfa, 2017).
dilakukan oleh peneliti sebelumnya seperti
penelitian yang melaporkan terdapat 17 jenis
tumbuhan paku yang tergolong ke dalam 2
divisi, 2 kelas dan 12 famili yang ditemukan di
A B C
. . .
D E F
. .
G
.
Gambar 1. Keanekaragaman Tumbuhan Paku yang Ditemukan di UIN Sumatera Utara: (A) Davallia
trichomanoides Linn Pr., (B) Nephrolepis exaltata(Sw) Schott., (C) Drymoglossum piloselloides
Linn Pr., (D) Adiantum cuneatum Langs & Fisch, (E) Polypodium vulgare, (F) Asplenium nidus
Linn,, (G) Selaginella sp.
Tabel 1. Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di UIN Sumatera Utara (Klasifikasi Tumbuhan
Berdasarkan Tjitrosoepomo, 2011)
Kelas Ordo Famili Sub Famili Genus Spesies
Filicinae Leptosporangiales Polypodiaceae Davallieae Davallia Davallia
trichomanoides
Linn Pr.
Nephrolepis Nephrolepis
exaltata(Sw)
Schott.
Vittarieae Drymoglossum Drymoglossum
piloselloides
Linn Pr.
Pterideae Adiantum Adiantum
cuneatum Langs
& Fisch
Polypodieae Polypodium Polypodium
vulgare
Asplenieae Asplenium Asplenium nidus
Linn.
Lycopodiinae Selaginellales Selaginellaceae - Selaginella Selaginella sp.
Tjitrosoepomo (2011) menjelaskan daun tropofil. Hal ini sesuai menurut Ulfa
bahwa kelas Filicinae merupakan salah satu (2017) yang menyatakan bahwa daun
kelas divisi Pteridophyta yang lazim disebut tumbuhan paku dapat dibagi menjadi dua jenis
sebagai tumbuhan paku sebenarnya. Hal ini yaitu daun berspora (sporofil) dan tidak
sesuai menurut Ulfa (2017) yang menyatakan berspora (tropofil). Hal yang sama juga
bahwa kelas Filicinae tergolong ke dalam dipertegas oleh A’tourrohman et al. (2020)
tumbuhan paku sebenarnya karena tumbuhan yang menjelaskan bahwa sporofil memiliki
ini telah memiliki akar, batang, dan daun sejati. bentuk lebih panjang dari tropofil dan memiliki
Ditinjau dari ekologisnya, tumbuhan paku dari sporangium, sedangkan tropofil lebih kecil
kelas Filicinae termasuk higrofit dan epifit. Hal dengan bentuk bulat.
ini sesuai berdasarkan fakta pengamatan yang Berdasarkan fakta di lapangan, Davallia
menunjukkan bahwa spesies tumbuhan trichomanoides banyak ditemukan pada batang
tersebut banyak ditemukan di daerah lembab pohon kelapa sawit dengan daun berwarna
seperti di bawah naungan pohon, di tempat hijau cerah. Meliza et al (2019) menyatakan
yang basah, dan daerah yang tidak terpapar bahwa Davallia trichomanoides dapat tumbuh
sinar matahari terlalu intensif serta menempel secara epifit pada batang pohon dan secara
pada permukaan tanah (Nephrolepis exaltata, epilitik pada bebatuan. Spesies ini banyak
Adiantum cuneatum, Asplenium nidus), batu ditemukan di tempat lembab dan terbuka.
(Polypodium vulgare), dan batang (Davallia Davallia trichomanoides memiliki helaian
trichomanoides, Drymoglossum piloselloides). daun menyirip ganda tiga, vena berlobus
Tjitrosoepomo (2011) juga tunggal atau menggarpu dan tidak mencapai
menambahkan seluruh spesies Filicinae tepi daun. Nasution et al. (2018) menegaskan
memiliki daun besar (makrofil), bertangkai, bahwa Davallia trichomanoides dapat
dan bertulang daun. Daun muda menggulung dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena
pada saat masih muda dan ketika dewasa akan memiliki bentuk yang indah dan berkhasiat
memiliki banyak sporangium. Hal ini sesuai sebagai tanaman obat.
menurut hasil pengamatan tumbuhan tersebut Nephrolepis exaltata merupakan spesies
yang mengindikasikan adanya daun muda yang tumbuhan paku yang ditemukan di lokasi
tergulung dan beberapa daun dewasa yang pengamatan dengan ciri morfologi berupa akar
dilingkupi oleh butiran sporangium. Daun serabut, daun berwarna hijau berbentuk helaian
bersporangium ini hanya dimiliki oleh daun lanset, dan batang berwarna coklat. Hal
tumbuhan paku yang memiliki daun sporofil. ini senada menurut Diliarosta et al. (2020)
Sedangkan, daun yang tidak bersporangium yang mengungkapkan bahwa Nephrolepis
dimiliki oleh tumbuhan paku yang mempunyai exaltata termasuk ke dalam spesies tumbuhan
paku yang mudah dikenali karena memiliki ciri digunakan sebagai fitoremediator untuk
morfologi yang khas berupa bentuk daun menjaga kualitas lingkungan.
pelepah pedang yang memanjang, rimpang Polypodium vulgare yang ditemukan di
tipis menyerupai akar serabut, dan anak daun lokasi pengamatan memiliki daun tunggal
menyirip bersusun tunggal. Menurut Merlina berwarna hijau muda berbentuk lanset dengan
& Ngadiani (2020), tumbuhan ini berkhasiat ujungnya menyirip dan tepi rata. Sorus atau
sebagai obat kulit karena memiliki kandungan spora berada di ujung daun dengan bentuk
metabolit sekunder berupa flavonoid, saponin, memanjang berwarna coklat kehitaman.
kardenolin, dan tanin. Kandungan senyawa Spesies ini memiliki sistem perakaran serabut
tersebut berfungsi mendenaturasi protein sel dan banyak ditemukan menempel pada
jamur dan bersifat lipofilik, sehingga efektif bebatuan yang lembab. Sofiyanti & Mayta
untuk menghambat pertumbuhan jamur, (2018) menyatakan bahwa Polypodium vulgare
khususnya Candida albicans yang tergolong ke dalam famili Polypodiaceae yang
menyebabkan penyakit panu. memiliki daun berwarna hijau dan bersifat
Menurut Prastyo (2015), Drymoglossum epifit pada batang pepohonan atau bebatuan.
piloselloides memiliki ciri khas berupa daun Ambarwati et (2019) menegaskan Polypodium
berwarna hijau dan berbentuk bulat atau oval vulgare berperan penting terhadap aspek
yang tumbuh melekat pada batang utama. ekologi, dimana tumbuhan ini berpengaruh
Tumbuhan ini banyak tumbuh secara epifit di positif dalam Agrofestri untuk menyediakan
batang-batang pohon. Hal ini sesuai dengan cadangan karbon lingkungan yang berkualitas.
fakta di lapangan dimana Drymoglossum Asplenium nidus yang ditemukan
piloselloides banyak ditemukan menjalar pada bercirikan adanya helaian daun yang tersusun
batang pohon. Akarnya melekat kuat pada membentuk roset dan menyerupai sarang.
batang yang ditumpangi dengan daun Bentuk ujung daun meruncing atau membulat
berbentuk seperti sisik naga berwarna hijau. dengan tepi daun rata dan memiliki tekstur
Selain itu, Sahid et al. (2013) menambahkan permukaan daun berombak atau mengkilat. Hal
bahwa Drymoglossum piloselloides dapat yang sama juga diungkapkan oleh Nurchayati
dimanfaatkan sebagai tanaman obat karena (2016) bahwa Asplenium nidus memiliki daun
mengandung senyawa flavonoid, tanin, steroid berwarna hijau dengan susunan daun
atau triterpenoid, minyak atsiri dan glikosida membentuk roset melingkar. Bagian bawah
yang berpotensi sebagai anti kanker. Ekstraksi daun berwarna lebih pucat dibandingkan
daun Drymoglossum piloselloides mampu bagian atasnya. Urat daun menyirip tunggal
melarutkan unsur bioaktif termasuk sel dengan tulang daun menonjol pada bagian
leukimia dalam tubuh manusia. atasnya. Spesies ini memiliki spora berbentuk
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ellipse (elipticus) dan berwarna kuning
Adiantum cuneatum memiliki daun majemuk kecoklatan serta memiliki ornamen seperti
berwarna hijau, batang berupa rimpang, dan jaring (retiformis foveatus). Pranita et al.
akar serabut. Hal yang sama juga diungkapkan (2017) juga menambahkan bahwa Asplenium
oleh Ayatusa’adah & Nor (2017) bahwa nidus memiliki ciri khas berupa hampir semua
Adiantum cuneatum memiliki daun berwarna sori tersusun linear dan spora berbentuk
hijau muda, tepi daun rata dan ujung daun ellipse. Selain itu, Wahyuningsih et al (2019)
tumpul membulat. Tumbuhan ini tergolong menyatakan Asplenium nidus banyak
tumbuhan epifit atau dapat juga tumbuh pada dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena
permukaan tanah yang lembab. Wardiah et al. memiliki bentuk yang indah dan nilai estetika
(2019) menambahkan Adiantum cuneatum yang tinggi.
mengandung flavonoid dan lazim diolah oleh Berdasarkan pengamatan terhadap
masyarakat dalam bentuk teh untuk mengobati tumbuhan paku pada kelas Lycopodiinae dapat
batuk dan hidung tersumbat. Selain itu, dipahami bahwa Selaginella sp. memiliki
kandungan fosfor yang dimiliki tumbuhan ini batang dan akar bercabang-cabang menggarpu.
juga efektif untuk memelihara kesehatan Daunnya kecil (mikrofil) dan tersusun seperti
tulang dan gigi. Kemampuannya dalam “lidah-lidah” (ligula). Daun tersebut tersusun
mereduksi senyawa berbahaya seperti arsenik rapat menurut garis spiral. Hanya ditemukan
dari tanah menyebabkan tumbuhan ini baik sedikit saja daun yang bersifat sporofil yang
terkumpul dalam suatu rangkaian pada ujung
Diliarosta, S., Rehani, R. & Dewi I. (2020). Prastyo, W. R., Suwasono H. & Agung Nugroho.
Diversity of Pteridophyta in Lubuak Mato (2015). Identifikasi Tumbuhan Paku Epifit
Kuciang Padang Panjang, Sumatera Barat. pada Batang Tanaman Kelapa Sawit
Pharmacognosy Journal, 12(1), 180-185. (Elaeis Guineensis J.) di Lingkungan
Universitas Brawijaya. Jurnal Produksi
Hutasuhut, M. A. & Husnarika F. (2019). Tanaman, 3(1), 65-74.
Keanekaragaman Paku-pakuan Terestrial
di Kawasan Taman Wisata Alam Sicike- Sahid, A., Dingse P., Parluhutan S. & Marhaenus J.
Cike. Jurnal Biolokus: Jurnal Penelitian R. (2013). Uji Sitotoksisitas Ekstrak
Pendidikan Biologi dan Biologi. 2(1), 146- Metanol Daun Sisik Naga (Drymoglossum
157. piloselloides Presl.) terhadap Sel
Leukemia P388. Jurnal MIPA Unsrat.
Janna, M., Reny, D.R. & Sepriyaningsih. (2020). 2(2), 94-99.
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
Pteridophyta (Paku-Pakuan) Di Kawasan Saputro, R. W. & Sri U. (2020). Keanekaragaman
Curug Panjang Desa Durian Remuk Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di
Kabupaten Musi Rawas. Jurnal Biologi Kawasan Candi Gedong Songo Kabupaten
dan Pembelajarannya. 7(1), 19-22. Semarang. Jurnal Bioma. 22(1), 53-58.
Sinaga, J. N. & Mauliadi. (2019). Identifikasi Wahyuningsih, Merti T. & Sepriyaningsih. (2019).
Tumbuhan Tingkat Tinggi yang Inventarisasi Tumbuhan Paku
Ditemukan di Ruang Terbuka Hijau (RTH) (Pteridophyta) di Perkebunan PT Bina
Universitas Negeri Medan (UNIMED). Sains Cemerlang Kabupaten Musi Rawas.
Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Jurnal Biosilampari. 2(1), 29-35. DOI:
Mutu Pendidikan. 1(1), 203-206. 10.31540/biosilampari.v2i1.815.
Sofiyanti, N. & Mayta N. I. (2018). Kajian Wardiah., Intan S., Hasanuddin, Cut N. & Dewi A.
Morfologi dan Mikromorfologi (Sisik serta (2019). Pteridophyta di Kawasan Air
Trikoma) 4 Jenis Pyrrosia Mirb. Terjun Suhom Kecamatan Lhoong
(Polypodiaceae) di Provinsi Riau. Jurnal Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Biotik.
Biologi Tropis, 18(2), 174-181. 7(2), 89-95.
Tjitrosoepomo, G. (2011). Taksonomi Tumbuhan: Windadri, F. I. (2010). Keanekaragaman Lumut di
Schizophyta, Thallpophyta, Bryophyta, Kawasan Cagar Alam Dungus Iwul,
Pteridophyta. Yogyakarta: Gadjah Mada Jasinga, Jawa Barat. Biota: Jurnal Ilmiah
University Press. Ilmu-ilmu Hayati. 15(3), 400-406.
Ulfa, S. W. (2017). Botani Cryptogamae. Medan:
Perdana Publishing.