Anda di halaman 1dari 52

HUBUNGAN KETEPATAN PENILAIAN TRIASE DENGAN

TINGKAT KEBERHASILAN PENANGANAN PASIEN


DI IGD RUMAH SAKIT RAJA TOMBOLOTUTU
TINOMBO

PROPOSAL

NARWAN
201701124

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA
PALU
2021
HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya sebagai peneliti menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa


segala hal yang terdapat didalam skripsi yang mengambil judul “Hubungan
Ketetapan Penilaian Triase Dengan Tingkat Keberhasilan Penanganan Pasien Di
IGD Rumah Sakit Raja Tombolotutu Tinombo”. Merupakan hasil karya saya
sendiri dengan arahan pembimbing, dan jika terdapat karya orang lain saya akan
mencantumkan sumber yang jelas kedalam daftar Pustaka dibagian akhir skripsi
ini.

Maka dengan ini saya sebagai peneliti melimpahkan hasil skripsi ini kepada
Stikes Widya Nusantara Palu. Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan
sadar dan tampa paksaan dari pihak manapun.

Palu November 2021

Narwan

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR iv

BAB 1 PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

A. Tinjauan Teori 6
B. Kerangka Konsep 23
C. Hipotesis 23
BAB III METODE PENELITIAN 24

A. Desain Penelitian 24
B. Tempat dan Waktu Penelitian 24
C. Populasi dan Sampel Penelitian 24
D. Variabel Penelitian 25
E. Definisi Operasional 26
F. Instrumen Penelitian 27
G. Teknik Pengumpulan Data 28
H. Analisa Data 29
I. Bagan Alur Penelitian 31
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep 23

Gambar 3.1 Bagan alur penelitian 31

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Rumah sakit dikategorikan menjadi rumah sakit umum dan rumah


sakit khusus1. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya2.
Pelayanan kesehatan dirumah sakit sangat berguna bagi masyarakat
terutama dalam hal gawat darurat. Gawat darurat adalah keadaan klinis
pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Pasien-pasien yang dalam
keadaan gawat darurat harus segera dibawa ke instalasi gawat darurat
rumah sakit agar segara ditangani oleh anggota medis2.
Instalasi gawat darurat merupakan salah satu unit pelayanan di rumah
sakit yang memberikan pertolongan pertama sebagai jalan pertama
masuknya pasien dengan kondisi gawat darurat3. Hal ini sesuai dengan
penjelasan queesland health ED yaitu IGD adalah area di dalam rumah
sakit yang dirancang dan digunakan untuk memberikan standar perawatan
gawat darurat untuk pasien yang membutuhkan perawatan akut atau
mendesak. Namun tidak semua pasien masuk IGD adalah pasien dengan
tingkat keparahan yang mengancam jiwa. Ada pasien-pasien dengan false
emergency atau pasien yang tidak dalam keadaan gawat darurat yang
berkunjung ke IGD untuk mendapatkan pengobatan. Oleh karena itu,
dalam penanganan gawat darurat dirumah sakit maupun bencana alam
dibutuhkan metode triase untuk memilah pasien sesuai tingkat
keperahannya4.

1
2

Triase adalah suatu cara memilah dan menentukan korban


berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Prinsip
penatalaksaan primer yang diprioritaskan pada ABCDE (Airway,
Breathing dan Circulation, Disability dan Exposure) yang kemudian
dilanjutkan dengan resusitasi. Triase juga dikatakan sebagai suatu proses
pengambilan keputusan yang kompleks untuk menentukan pasien mana
yang dapat menunggu dengan aman dan mana pasien berisiko meninggal,
berisiko mengalami kecacatan, atau berisik memburuk keadaan klinisnya
jika tidak segera mendapatkan penanganan medis5.
Pengolongan pasien ditentukan melalui metode penggolongan triase
yang digolongkan menurut warna yaitu, warna merah untuk pasien yang
gawat darurat, kuning untuk pasien gawat tapi tidak darurat, hijau untuk
pasien yang tidak gawat dan tidak darurat dalam hal ini masih dapat
ditundah penanganannya, dan hitam untu pasien yang tidak dapat bertahan
atau telah meninggal. Setiap warna memiliki kreteria penilaian masing-
masing sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang dipakai rumah
sakit. Melalui proses ini, perawat dapat menentukan pasien mana yang
harus didahulukan untuk diberikan tindakan keperawatan dan mana pasien
yang dapat ditunda penanganannya. Tindakan ini sangat membutuhkan
ketepatan perawat dalam pelakasanaannya. Ketepatan dalam hal ini yaitu
sesuai Standar Operasional Prosedur triase di setiap rumah sakit6.
Ada beberapa faktor internal perawat yang dapat mempengaruhi
ketepatan pelaksanaan triase yaitu, keterampilan dan kapasitas pribadi dari
perawat pelaksana. Keterampiran dalam hal ini meliputi tingkat
pendidikan, pengalaman kerja, dan umur, sedangkan kapasitas pribadi
meliputi pengetahuan dan motifasi7.
Standar indikator pelayanan minimal rumah sakit menyebutkan
jumlah pasien meninggal <8 jam sejak pasien datang tidak boleh
menyentuh angka <2/1000 dalam satu bulan, yang berarti tingkat
keberhasilan instalasi gawat darurat dalam menangani pasien emergency
diperhitungkan dari tingkat jumlah angka kematian8.

2
3

Di IGD Rumah Sakit Raja Tomboltutu Tinombo yang mana adalah


rumah sakit tipe C di daerah Parigi Moutong, menggunakan sistem triase
PACS (Patient Acuity Category Scale) dengan modifikasi. Response time
untuk pasien prioritas 1 adalah terdapat beberapa kendala dengan adanya
triage ini seperti ketidaktersediaannya perawat khusus triase. Semua
tenaga medis (perawat maupun dokter) akan melakukan triase jika petugas
tersebut menerima pasien yang baru datang9.
Alur penanganan pasien yang sementara ini berlaku di Rumah Sakit
Raja Tomblotutu Tinombo adalah pasien dilakukan triase oleh perawat
dan dokter di IGD, kemudian untuk pemberian terapi keluarga harus
mengambil obat-obatan untuk pasien di farmasi yang terletak di lantai satu
Rumah Sakit. Jarak dan waktu yang ada menjadikan berkurangnya
efektivitas tingkat keberhasilan penanganan terhadap pasien. Hal ini
menyebabkan triase menjadi kurang efektif, menimbang pentingnya fungsi
triase dan akan mempengaruhi tingkat keberhasilan penanganan pasien9.
Berdasarkan hasil penelitiaan Musthofa didapatkan data mayoritas
tingkat keberhasilan dalam penanganan pasien emergency di IGD adalah
berhasil sebanyak 319 (99,4%) pasien. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Manurung bahwa dari 17 responden, 14 diantaranya
berhasil dilakukan penanganan pada pasien cedera kepala di ruangan IGD.
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan 4 orang perawat
yang sedang bertugas diruangan IGD mengatakan bahwa proses penerapan
triase kepada pasien masih sangat belum efektif dikarenakan ketika ada
pasien masuk setelah mendaftar dibagian administrasi itu langsung
diberikan tindakan penanganan tanpa melakukan proses triase terlebih
dahulu kepada pasien tersebut. Selain melakukan wawancara peneliti juga
melihat atau mengobservasi langsung keadaan ruangan IGD serta sarana
prasarana yang menjadi penunjang dalam proses triase seperti, formulir
triase dan petugas khusus triase yang masih tidak ada dan berdasarkan data
tahun 2019 jumlah kunjungan sebanyak 129 dan tahun 2020 sebanyak
145.

3
4

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merasa perlu mengadakan


penelitian untuk menganalisa Hubungan Ketepatan Penilaian Triase
Dengan Tingkat Keberhasilan Penanganan Pasien Di IGD RSUD Raja
Tombolotutu Tinombo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah hubungan ketepatan
penilaian triase dengan tingkat keberhasilan penanganan pasien di IGD
Rumah Sakit Raja Tombolotutu Tinombo?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan
ketepatan penilaian triase dengan tingkat keberhasilan penanganan
pasien di IGD Rumah Sakit Raja Tombolotutu Tinombo?”
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Diidentifikasi ketepatan penilaian triase di IGD Rumah Sakit Raja
Tombolotutu Tinombo.
b. Diidentifikasi tingkat keberhasilan penanganan pasien di IGD
Rumah Sakit Raja Tombolotutu Tinombo.
c. Diuraikan hubungan ketepatan penilaian triase dengan tingkat
keberhasilan penanganan pasien di IGD Rumah Sakit Raja
Tombolotutu Tinombo.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menjadi data tambahan pada pembahasan
materi kegawatdaruratan yang berkaitan dengan ketepatan penilaian
triase dengan tingkat keberhasilan penanganan pasien.
2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi materi panduan oleh kepala
ruangan IGD dalam menerapkan ketepatan penilaian triase untuk

4
5

menghindari kesalahan dalam memberikan asuhan keperawatan pada


pasien.
3. Bagi RSUD Raja Tombolotutu Tinombo
Penelitian ini dapat menambah informasi serta pentingnya
pendidikan kesehatan khususnya kegawatdaruratan di RSUD Raja
Tombolotutu Tinombo tentang hubungan ketepatan penilaian triase
dengan tingkat keberhasilan penanganan pasien.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Tinjauan Umum Triase


a. Pengertian Triase
Triase yaitu untuk mengidentifikasi pasien yang berdasarkan
prioritas. Triase didalam bahasa Prancis disebut trier yang artinya
menyeleksi. Istilah triase pada zaman dahulu digunakan untuk
menyeleksi anggur yang baik dan buruknya sebelum diolah menjadi
minuman anggur yang berkualitas, seiring waktu berjalan, istilah
triase kemudian digunakan pada bidang medis10.
Berdasarkan buku yang berjudul Triase Nursing Scret
mendefinisikan bahwa triase digolongkan berdasarkan tipe dan
tingkat kegawatan, keterbatasan alat, keterbatasan fasilitas .Triase
memiliki tujuan utama yaitu meminimalkan terjadinya cedera dan
kegagalan selama proses penanganan pasien. Perawat yang berhak
melakukan triase adalah perawat yang telah bersertifikat pelatihan
Penanggulangan Pasien Gawat Darurat (PPGD) dan Basic Trauma
Cardiac Life Support (BTCLS). Perawat yang melakukan triase
diutamakan yang memiliki pengetahuan yang memadai dan memiliki
pengalaman10.
b. Prinsip Triase
Prinsip triase adalah tindakan yang terbaik untuk menyelamatkan
banyak orang, meskipun sumber daya manusia dan alat terbatas.
Perawat melakukan seleksi pasien terlebih dahulu sebelun ditindak
lanjuti berdasarkan ancaman yang mematikan dalam hitungan menit,
tingkat kematian dalam hitungan jam, trauma ringan, dan pasien yang
sudah meninggal dunia.

6
7

ada beberapa prinsip triase yang meliputi :


1) Tindakan dilakukan cepat, singkat, akurat.
2) Memilki kemampuan merespon, melalui kondisi pasien yang
sakit, cedera atau yang sekarat
3) Melakukan pengkajian secara adekuat dan akurat
4) Membuat keputusan berdasarkan dnegan pengkajian
5) Memberi kepuasan pada pasien, bisa berupa perawatan secara
simultan, cepat, dan pasien tidak ada yang dikeluhkan
6) Perawatan memberikan dukungan emosional, baik kepada
warga maupun kepada pasien
7) Menentukan pasien berdasarkan tempat, waktu, pelayanan
yang tepat10.
c. Klasifikasi Triase
1) Kegawatan Triase
Kegawatan triase adalah suatu keadaan yang membutuhkan
tindakan serius, yang harus membutuhkan pertolongan yang
cepat, tepat dan benar. Pengolongan atau sistem klsifikasi triase
dibagi menjadi beberapa level perawatan. Level keperawatan
didasarkan pada tingkat prioritas, tingkat keakutan, dan
klasifikasi triase, ada tiga klasifikasi yaitu emergency, urgent
dan nonurgent. Menurut Comprehensive Speciality Standard,
ada beberapa hal yang mungkin perlu dipertimbangkan pada
saat melakukan triase. Pertimbangan tersebut didasarkan pada
keadaan fisik, psiokososial, dan tubuh kembang. Dalam
mencakup segala bentuk gejala ringan, gejala terulang atau
gejala peningkatan. Berikut klasifikasi pasien dalam system
triase10:
a) Gawat Darurat (Prioritas 1:P1)
Di dalam bukunya berjudul konsep dasar
keperawatan gawat darurat, gawat darurat merupakan
keadaan yang mengancam nyawa, dimana pasien
membutuhkan tindakan segera. Jika tidak segera diberi

7
8

tindakan, pasien akan mengalami kecacatan. Kemungkinan


paling fatal dapat menyebabkan kematian.Kondisi gawat
darurat dapat disebabkan adanya ganggun meliputi
gangguan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi. Adapun
gawat darurat yang dapat berdampak fatal, seperti gangguan
cariacarrest, trauma mayor dengan pendarahan, dan
mengalami penurunan kesadaran.
b) Gawat Tidak Darurat (Prioritas 2;P2)
Pasien yang memiliki penyakit mengancam nyawa,
namun keadaan tidak memerlukan tindakan gawat darurat
dikategorikan pada prioritas 2. Penanganan bisa dilakukan
dengan tindakan resusitasi. Selanjutnya, tindakan dapat
diteruskan dengan memberikan rekomendasi ke dokter
spesialis sesuai penyakitnya. Pasien yang termasuk
dikategori P2 antara lain penderita kanker tahap lanjut.
Misalnya kanker serviks, sickle cell dan banyak penyakit
yang sifatnya mengancam nyawa namun masih ada waktu
untuk penanganan.
c) Darurat Tidak Gawat (Prioritas 3:P3)
Ada situasi dimana penderita mengalami kondisi
seperti P1 dan P2. Namun ada juga kondisi pasien yang
darurat tidak gawat. Pasien P3 dengan penyakit yang tidak
mengancam jiwa yang membutuhkan perawatan P3 darurat
dapat diikuti jika mereka sadar dan tidak memiliki kecacatan
ABC. Pasien dapat diobati secara definitif, robekan
mediastinum, fraktur ringan atau tertutup.
d) Tidak Gawat Tidak Darurat (Prioritas 4:4P)
Klasifikasi triase ini adalah yang paling ringan
diantara triase lainya. Pasien yang masuk dikategori P4
tidak memerlukan intervensi mendesak. Penyakit P4
merupakan penyakit ringan. Misalnya, vitiligo, flu, batuk,
pilek, demam.ringan10.

8
9

2) Klasifikasi prioritas
Prioritas penyampaian warna juga dilakukan untuk
memberikan penilaian dan intervensi penting. Intervensi dapat
digunakan untuk mengidentifikasi lesi. Mengetahui apa yang
harus dilakukan dengan cepat dan tepat dapat berdampak
signifikan terhadap keselamatan pasien. Ini disebut intervensi
penting intervensi penting10.
Anda dapat mengambil tindakan pencadangan waktu nyata
sebelum memutuskan jenis ulasan. Intervensi penyelamatan
langsung sering digunakan dalam praktik penyelamatan dan
memerlukan persiapan alat yang diperlukan. Sebelum masa
intervensi, berikut adalah beberapa warna yang umum
digunakan untuk triase:
a) Merah
Merah adalah indikasi untuk pasien atau prioritas
yang lebih tinggi yang membutuhkan perawatan segera.
Merah menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi yang
berpotensi fatal dan menyerang organ yang signifikan.
Pasien dengan eritromelalgia memerlukan pembedahan, dan
resusitasi merupakan langkah awal sebelum tindakan lain
seperti pembedahan atau pembedahan. Pasien bertanda
merah bisa kehilangan nyawa jika tidak segera diobati.
Prioritas utama (merah) termasuk henti jantung, perdarahan
hebat, henti napas, dan kehilangan kesadaran.
b) Kuning
Pasien dengan tanda kuning juga sangat berbahaya
dan membutuhkan perawatan segera. Namun, tanda kuning
adalah prioritas kedua setelah yang merah. Dampaknya,
jika tidak segera ditangani, akan membahayakan fungsi
vital organ tubuh bahkan bisa mengancam jiwa. Misalnya,
kurang dari 25% pasien dengan luka bakar derajat 2 dan 3
mengalami trauma dada, cedera mata, dan laserasi yang

9
10

luas.
c) Hijau
Hijau adalah prioritas ketiga. Hijau menunjukkan
bahwa pasien hanya membutuhkan perawatan dan perhatian
secara teratur. Ini berarti bahwa pasien tidak dalam keadaan
darurat dan tidak mengancam jiwa. Pasien prioritas hijau
menunjukkan pasien dengan hanya cedera ringan atau
penyakit ringan. Misalnya, goresan dangkal.
d) Hitam
Hitam adalah prioritas ketiga. Hitam menunjukkan
bahwa pasien hanya membutuhkan perawatan dan perhatian
secara teratur. Dalam arti pasien tidak dalam keadaan
darurat dan tidak beresiko meninggal. Favorit pasien dalam
warna hijau menunjukkan bahwa pasien hanya mengalami
cedera ringan atau penyakit ringan. Misalnya, luka
superfisial. Pasien dengan cedera otak traumatis, cedera
tulang belakang, trauma multipel11.
d. Proses Triase
Prinsip triase adalah mengumpulkan data dan informasi
secara cepat, tepat dan jelas berdasarkan kondisi pasien. Upaya
sedang dilakukan untuk mengklasifikasikan pasien sesuai dengan
urgensi mereka dan memastikan perawatan segera. Ada dua hal
penting untuk memahami proses klasifikasi.
1) Undertriase
Skrining adalah proses meremehkan keparahan penyakit
atau cedera dan memprioritaskan pasien berdasarkan kelas.
Misalnya, pasien harus segera ditangani dan diprioritaskan. Pasien
prioritas kedua diklasifikasikan sebagai pasien yang layak, yang
memungkinkan perawat untuk menunda dan memprioritaskan
pasien yang paling penting12.

10
11

2) Uptriase
Uptriase adalah proses melebih-lebihkan sejauh mana
seseorang menderita penyakit atau cedera. Uptriage dilakukan oleh
perawat yang memiliki keraguan selama triase. Misalnya, perawat
ragu untuk menentukan pasien dengan prioritas 3 atau 2. Selain itu,
dukungan diberikan oleh perawat yang ragu-ragu untuk
menentukan pasien dengan prioritas 1 atau 2. Prioritas pertama
ditetapkan 2 ke prioritas 3 dan sebaliknya. Penatalaksanaan ini
dilakukan untuk menghindari eksaserbasi pasien. Penting bagi
perawat gawat darurat untuk memahami antara dua hal di atas.
Kedua faktor ini memungkinkan perawat untuk dengan cepat
memutuskan apa yang harus dilakukan dengan pasien mereka.
Misalnya, jika Anda harus segera membawanya ke ruang
perawatan, atau jika Anda harus menunggu. Jika pasien sudah
stabil, proses triase dapat dilanjutkan dengan melakukan asesmen
pasien selanjutnya10.
e. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Triase
Dua faktor mempengaruhi proses pengambilan keputusan dari
triase faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
mencerminkan keterampilan dan kemampuan individu perawat,
sedangkan faktor eksternal mencerminkan lingkungan kerja, seperti
beban kerja yang tinggi, jam kerja, status klinis dan riwayat pasien .
Jumlah peralatan yang kurang memenuhi kapasitas, jumlah perawat
yang terbatas di setiap shift Ruang gawat darurat sangat ramai
(overcrowded), meskipun jumlah pasien dalam shift seringkali
melebihi kapasitas tandu yang ada.. Kesesakan di ruang IGD
mempengaruhi proses triase yang mengarah ke waktu tunggu yang
lebih lama untuk melakukan triase13.
f. Triase Time
Triase Time merupakan kecepatan tindakan triase dihitung sejak
dumulai primary survey sampai ditentukan level triase P1, P2, P3,P0.
Standar waktu yang lazim disebutkan adalah kira-kira 2 hingga 5

11
12

menit per pasien akan tetapi hanya 22% dari Kontrol tanda-tanda
vital adalah waktu standar yang meningkat dan menurun secara
dramatis dengan penuaan pasien.Waktu rata-rata yang digunakan
untuk pasien pediatric adalah 7 menit. Untuk membantu
memecahkan masalah ini beberapa IGD Jangan melakukan penilaian
tanda vital rutin saat mengklasifikasikan populasi tertentu, seperti
pasien yang sangat stabil tanpa gangguan sistemik atau mereka yang
lebih aktif14.
g. Cara Pengukuran Triase Time
Pengukuran triase time dapat dilakukan dengan beberapa
instrument yang digunakan sebagai alat ukur, yaitu lembar observasi
yang di dalamnya berisi Kode Nakes, Kode Pasien, Tanggal, Waktu
Triase, Lama Triase, Kategori triase. Kemudian cara pengukuran
triase time menggunakan stopwatch mulai dari waktu pasien datang
sampai ditentukan pasien tersebut diruang triase P1, P2, P3, P015.
h. Klasifikasi Lokasi Kejadian
1).Triase Pre-Hospital
Triase Pre-Hospital merupakan tindakan penyelamatan
pasien yang tengah mengalami gangguan medikal atau trauma.
Triase pre-hospital juga mampu meminimalisir resiko terhadap
cedera atau luka yang lebih serius. Triase pre-hospital digunakan
sebagai upaya awal perawat untuk menggali data pasien. Terdapat
perbedaan yang cukup signifikan antara triase pre-hospital dengan
triase in-hospital. Triase pre-hospital memiliki keterbatasan staf
medis. Misalnya dalam satu ambulans hanya terdapat dua perawat
dan kondisi pasien yang membutuhkan banyak alat dan obat-
obatan yang lebih lengkap. Tindakan cepat tanggap perawat
dengan keterbatasan alat dan obat selama di ambulans inilah yang
disebut dengan istilah pre-hospital care. Dimana tenaga kesehatan
memilih dan memproritaskan pasien yang mana dievakuasi
terlebih dahulu10.

12
13

a) START (Simple Triase And Rapid Treatment)


Dalam Radiation Emergency Medical Management,
Sistem menunjukkan bahwa itu ideal untuk korban besar.
Prinsip dari pendekatan ini adalah untuk mengobati saluran
udara yang tersumbat dan berpotensi fatal serta perdarahan
arteri masif. Metode ini memungkinkan klasifikasi pasien yang
cepat dan akurat ke dalam kelompok status klinis dalam waktu
60 detik per pasien. Tenaga kesehatan akan mengikuti
algoritma klinis untuk mengevaluasi setiap pasien dan
menetapkan kategori Triase dan warna berdasarkan parameter
klinis dari START. Informasi tersebut akan dicatat pada tag
Triase yang melekat / menempel pada tubuh korban-korban
massal.
b) SAVE (Secondary Assessment Of Victim Endpoint)
Sistem ini memungkinkan korban bencana untuk
diklasifikasikan dan distratifikasi. Hal ini berguna saat tampil
di tempat dengan jumlah pasien banyak, fasilitas minim, dan
jauh dari rumah sakit10.
2). Triase In-Hospital
Perawat bertanggung jawab menentukan prioritas
perawatan pasien. Ada tiga tipe umum dalam sistem triase in-
hospital, sebagai berikut:
a) Traffic Director/Triase Non-Nurse
Traffic Director disebut juga dengan triase non-nurse.
Perawat bukanlah bagian staf berlisensi. Selama di
lapangan perawat bertugas melakukan kajian visual secara
cepat dan tepat. Hal tersebut dilakukan dengan
menanyakan keluhan utama pasien. Tipe ini dilakukan
tidak berdasarkan standar dan tidak memakai dokumentasi.
b) Spot Check Triase/Advance Triase
Spot Check Triase atau disebut dengan advance triase
merupakan kebalikan dari tipe pertama. Perawat dan dokter

13
14

harus sudah memiliki lisensi untuk melakukan pengkajian.


Pengkajian dilakukan dengan cepat, meliputi pengkajian
latar belakang dan evaluasi, baik evaluasi yang bersifat
subjektif ataupun objektif.
c) Comprehensive Triase
Comprehensive Triase merupakan tipe yang
menggunakan sistem advanced namun diterapkan bagi
perawat yang tidak memiliki lisensi. Perawat nantinya akan
diberikan pelatihan dan pengalaman triase dalam pelatihan
tersebut, perawat juga diberi bekal tentang tes diagnostik,
dokumentasi, evaluasi ulang dari pasien, dan
penatalaksanaan spesifik10.
2. Tinjauan Umum Tentang Keterampilan Perawat IGD
a. Keterampilan Triase Perawat IGD
Kemampuan triase perawat ruang gawat darurat fokus pada
penilaian cepat, triase pasien, dan proses penugasan pasien16. Selain
menjadi keterampilan yang penting, triase juga dapat menjadi cara
untuk mengelola, memantau, dan mengevaluasi pasien dan sumber
daya yang tersedia1 . Klasifikasi yang salah dapat menyebabkan hasil
klinis yang lebih buruk, diagnosis dan waktu pengobatan yang lebih
lama, penggunaan sumber daya dan fasilitas yang tidak efisien, dan
peningkatan morbiditas dan mortalitas17.
Perawat darurat disertifikasi sebagai perawat darurat dan memiliki
pengalaman kerja yang luas di ruang gawat darurat. Saat ini, hanya
ada sedikit informasi di Indonesia tentang model perawatan penyu,
persiapan dan pendidikan rumah sakit untuk penangkaran penyu, dan
proses memastikan perawatan penyu. Di beberapa rumah sakit di
Indonesia, penilaian triase dilakukan oleh perawat gawat darurat dan
perawat terlatih triase. Mencapai akurasi evaluasi langkah demi
langkah dan keselamatan pasien adalah bagian dari arti evaluasi
langkah demi langkah. Pelatihan triase, pengalaman pertolongan

14
15

pertama, dan keterampilan triase adalah faktor yang dapat


mempengaruhi pengambilan keputusan klinis18.
Keperawatan gawat darurat membutuhkan struktur proses
keperawatan yang dapat memfasilitasi peran perawat di setting gawat
darurat,berhadapan dengan situasi pekerjaan yang sulit diprediksi,
jumlah pasien yang tinggi, pasien dengan kondisi yang akut, urgent
dan kompleks yang sering terjadi dilingkungan/setting gawat darurat.
Struktur proses keperawatan di setting gawat darurat sesuai dengan
apa yang telah dismpaikan terdiri dari lima domain yang saling
terkait, dinamis dan merupakan suatu siklus, dimana ke lima domain
tersebut dapat terjadi hampir bersamaan waktunya. Di setting gawat
darurat proses keperawatan untuk domain assessment dilakukan
dengan menedirapkan prinsip: primary survey dan secondary survey.
Untuk setting gawat darurat, assessment yang sistematis harus
diterapkan seorang perawat agar dapat mengidentifikasi secara cepat
dan akurat kondisi life-treatening (ancaman kehidupan) pada pasien.
Begitu juga dengan re-assessment dan komunikasi diantara team
pelayanan keesehatan menjadi faktor penting dalam keberhasilan
penanganan pasien di setting gawat darurat.
Struktur proses keperawatan untuk konteks keperawatan gawat
darurat yang sesuai dengan konteks dan peran perawat di ruangan
gawat darurat, sebagai contoh dapat diterapkan sebagai berikut.
1) Patient Assessment
Pengkajian atau evaluasi merupakan langkah awal dalam
proses keperawatan. Selama implementasi, evaluasi adalah proses
berkelanjutan di mana data objektif dan subjektif dikumpulkan
selama periode ini. Dalam keadaan darurat, penilaian bertujuan
untuk menentukan kondisi pasien dan risiko yang mengancam
jiwa. Evaluasi daerah darurat dilakukan melalui investigasi
primer dan sekunder.

15
16

a) Primary Survey
Primary survey adalah penilaian yang cepat dan sistematis
yang bertujuan untuk mengindentifikasi dan mengendali
kondisi yang mengancam hidup pasien dan menginisiasi
treatmen sesegera mungkin. Primary survey di seting gawat
darurat dilakukan dengan pendekatan pengkajian melalui
inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi. Primary survey
dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah DRABC
(Danger, Response, Airway, Breathing, Circulation).
b) Secondary Survey
Secondary survey adalah pengkajian yang berstruktur dan
sistematis, bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi pasien
lebih detail yang berfokus pada: riwayat kesehatan, vital sign
dan pemeriksaan fisik. Secondary survey menurut
Queensland Ambulance Service dilakukan sebagai berikut :
S : Sign/symptoms (tanda dan gejala)
A : Allergies ( alergi)
M : Medications (pengobatan)
P : Past medical history (riwayat penyakit)
L : Last oval intake
E : Events prior to the illness or injury
Poin penting tersebut dikembangkan menurut
OPQRST, sebagai berikut :
O : Onset
P : Provocation
Q : Quanlity
R : Radiation
S : Severity
T : Timing
2). Ivestigasi dan Analisis
Investigasi merupakan hal penting dalam proses
keperawatan di setting gwat darurat. Proses identifikasi terkait

16
17

dengan ketersediaan hasil diagnostik dan hasil laboratorium, yang


diperlakukan untuk menetapkan alur perawatan pasien
(manajemen pasien) definitive (pasti). Dalam hal ini meskipun
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik ini bukan
tanggung jawab perawat, tetapi perawat harus memahami
pemeriksaan diagnostik dan laboratorium yang signifikant untuk
tiap kasus yang masuk UGD. Demikian juga, perawat harus
faham rasionalnya, kenpa pemeriksaan tersebut penting
dilakukan, selanjutnya perawat harus mencari tahu hasil
pemeriksaan tersebut. Hal ini penting dilakukan untuk dapat
mendektesi atau mengidentifikasi masalah kesehatan pasien yang
kompleks, sedini mungkin.
3). Indentifikasi Masalah
Pada pedoman ini dilakukan proses indentifikasi dan
analisa semua data yang ada, selanjutnya dilakukan kategorisasi
data sehingga dapat diindentifikasi masalah kesehatan pasien tau
kebutuhan pasien dan prioritas intervensi yang harus dilakukan.
4). Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah aktivitas terapeutik yang
ditujukan untuk mengatasi masalah kesehatan pasien. Di setting
gawar darurat, proses keperawatn ditandai dengan kondisi di
mana intervensi keperawatan dan assessment keperawatan
sifatnya interaktif dan simultan, sehingga pengkajian dan
tindakan keperawatan dapat dilakukan dalam waktu yang hampir
bersamaan. Intervensi keperawatan yang dilakukan dapat
dikategorikn sebagai berikut:
a) intervensi mandiri (indenpenden) yang dapat dilakukan
tanpa pengawasan yang lain.
b) intervensi dependen (intervensi delegatif), yang dilakukan
perawat dengan intruksi tertulis, dari profesional lain yang
disertai adanya pendelegasian kewenangan (contoh:

17
18

pemberian obat-obatan intravena, dan menetapkan setting


untuk ventilator).
c) intervensi interpenden (kolaborasi), intervensi dilakukan
secara kolaboratif, berkonsultasi dengan profesi kesehatan
lainnya, sebelum tindakan dilakukan (intervensi yang
dilakukan sesuai dengan protokol)
Di UGD intervensi keperawatan, seperti pemberian
oksigen atau pemasangan intravenous line dapat dilakukan
secara bersamaan sesuai kebutuhan. Selanjutnya intervensi
dan reassessment atau evaluasi dapat dilakukan secara
simultan`
5). Evaluasi/Reasessment
Evaluasi adalah dimensi yang penting dalam proses
perawatan di mana dilakukan reasessment atau on-going
assessment dari respons pasien terhadap terapi dan intervensi
yang diberikan dan untuk menilai kemajuan yang telah dicapai.
Di unit gawat darurat evaluasi harus dilakukan secara terus
menerus disebut on-going assessment. Waktu untuk melakukan
re-assessment harus sesuai dengan tingkat kegawatan klien.
Sehingga unit gawat darurat pengkajian dapat dilakukan setiap
saat (bed side monitoring) untuk pasien gawat darurat, atau
setiap 3 sampai 4 jam untuk pasien tidak gawat tidak darurat.
Pada proses evaluasi kemajuan kondisi pasien terus dipantau.
Dalam hal ini jika evaluasi menunjukan hasil yang dicapai
kurang baik atau tidak ada kemajuaan kondisi pasien, maka dapat
diusulkan alternatif solusi untuk pemecahan masalah kesehatan
yang dialami klien. Dalam konteks tersebut komunikasi dalam
tim pelayanan kesehatan di gawat darurat menjadi sangat penting
untuk terciptanya kualitas pelayanan yang baik19.

18
19

3. Tinjauan Umum Gawat Darurat


a. Pengertian gawat darurat
Perawatan gawat darurat adalah pemberian perawatan khusus
bagi pasien yang sakit atau cedera darurat. Pasien seperti itu tidak
stabil sehingga memerlukan perawatan intensif dan kewaspadaan.
Peran perawat sangat penting dan dibutuhkan oleh pasien maupun
keluarga dalam kesembuhan pasien. Peran perawat dalam perawatan
gawat darurat yaitu pemberi pelayanan kesehatan, manager klinis,
pendidik, praktik kolaboratif. Dalam keperawatan gawat darurat
terdapat perinsip perawatan yang pada penggunaannya harus cepat
dan tepat, yaitu emergent triase, urgent triase. Dan non urgent triase.
Perawatan gawat darurat mengharuskan perawat memeriksa pasien
dengan cepat dan tepat serta memonitor peralatan yang digunakan.
Saat pasien datang maka perawat akan melakukan pengkajian untuk
mengumpulkan data yang akan digunakan untuk tahap lebih lanjut20.
b. Konsep Penangan Gawat Darurat
Kejadian gawat darurat dapat terjadi kepada siapa saja, kapan
saja, dan dimana saja. Kejadian ini dapat diartikan sebagai keadaan
dimana seseorang memerlukan pertolongan segera. Apabila
pertolongan tidak segera dilakukan, dapat mengancam nyawa
maupun menimbulkan kecacatan permanen. Pada saat gawat darurat,
tenaga kesehatan, khususnya perawat harus selalu siap siaga untuk
mengantisipasi hal yang tidak diinginkan terjadi kepada pasien gawat
darurat. Perawat harus memiliki dasar pengetahuan, mental, waktu
tanggap serta keterampilan berpikir kritis yang baik. Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasien gawat darurat,
antara lain21.
1) perawat harus tetap tenang namun cekatan dalam bertindak,
2) perawat melakukan pengkajian yang cepat dan cermat
3) perawat mampu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.

19
20

Dengan memperhatikan hal tersebut, diharapkan perawat dapat


memberikan penanganan yang tepat bagi pasien. Pelayanan pada
pasien gawat darurat merupakan pelayanan yang harus dilakukan
segera dengan cara yang tepat dan cermat. Oleh sebab itu, seorang
perawat harus cekatan dan memiliki keterampilan berpikir kritis.
Dengan adanya keterampilan berpikir kritis, diharapkan perawat
semakin terampil dalam menganalisis, mencari informasi, serta
menggunakan alasan yang rasional. Perawat yang memiliki
keterampilan berpikir kritis, cenderung lebih cepat dalam
mengidentifikasi masalah yang terjadi pada pasien sehingga
penanganan yang diberikan pun lebih cepat dan tepat.
c. Pengkajian Gawat Darurat
Pengkajian yang di gunakan yaitu primary survey dan secondary
survey. Primary survey ini di mulai dengan mengkaji DRABC
(Danger, Response, Airway, Breathing, Circulation) dan untuk
secondary survey pengkajian ini lebih dalam mencangkup history,
vital sign dan pysical examination. Keperawatan gawat darurat
adalah pelayanan keperawatan profesional diberikan pada pasien
dengan kebutuhan urgen dan kritis. Dalam pelayanan keperawatan
ini bersifat darurat sehingga perawat harus memiliki kemampuan,
ketrampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dan benar
dalam menangani kedaruratan pasien20.
Pengkajian dalam keperawatan gawat darurat dilakukan
duapendekatan yaitu dengan Primary survey dan Secondary survey.
1) Primary survey adalah penilaian yang cepat serta sistematis
yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengenali keadaan
atau kondisi yang mengancam kehidupan klien secepat
mungkin. Primary survey ini menggunkan pendekatan
pengkajian inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi. Primary survey
dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah DRABC
(Danger, Response, Airway, Breathing, Circulation) yaitu
sebagai berikut:

20
21

a) Danger Periksa situasi bahaya yang mengancam klien,


pastikan lingkungan aman bagi klien dan perawat sebelum
memberikan pertolongan. Pastikan saat memberikan
pertolongan pada klien lihat sekeliling usahakan situasi
aman.
b) Response Kaji respon pasien, apakah pasien berespon saat
di tanya. Gunakan AVPU (Alert, Verbal, Pain,
Unresponsive) untuk menentukan kesadaran klien.
c) Airway Kaji keadaan jalan nafas pasien adakah sumbatan
atau tidak. Jika ada sumbatan dan pasien responsif berikan
pertolongan untuk melancarkan jalan nafas, jika ada
sumbatan dan pasien tidak responsif lakukan head lift dan
chin lift untuk melancarkan jalan nafas.
d) Breathing Cek pernafasan dan cek apakah ventilasinya
adekuat pertimbangkan oksigen dan assist ventilation.
e) Circulation Kaji denyut nadi apakah nadi teraba dan
tentukan nadi adekuat. Cek capillary refil pertimbangkan
defibrilasi, RJP, kontrol perdarahan, elevasi kaki (kecuali
pada cidera spinal).
2) Secondary survey yang lebih terperini, yang mencangkup
pengkajian dari kepala ke kaki (head to toe). Bagian ini dari
pemeriksaan untuk mengidentifikasi semua cidera yang diderita
oleh pasien. Lakukan pengkajian tanda-tanda vital lengkap
termasuk pernafasan, denyut nadi, tekanan darah, dan
temperatur. Jika saat pengkajian ada trauma dada dapatkan
tekanan darah pada kedua lengan
Secondary survey dilakukan dengan pengkajian history,
vital sign dan pysical examination. History, dilakukan
menggunakan metode yang dinamakan SAMPLE yaitu:
a) S (sign/symtoms yaitu tanda dan gejala)
b) A ( Allergies, alergi)
c) M (Medications, pengobatan)

21
22

d) P (Past medical history, riwayat penyakit)


e) L (Last oral intake, makanan yang dikonsumsi terakhir)
f) E (Even prior to the illness or injury, kejadian sebelum
sakit).
Poin tersebut dikembangkan menggunakan skala OPQRS
yaitu O (onset), P ( Provocation), Q (Quality), R (Radiation), S
(severity), T (Timing). Vital sign, dilakuakan pengkajian lebih
dalam , meliputi, pulse, respiration rate, blood pressure,
temperatur. Pysical examination, dilakukan dengan pemeriksaan
fisik lengkap yaitu head to toe20.
d. Prinsip Dalam Keperawatan Gawat Darurat
Terdapat prinsip dalam keperawatan gawat darurat, yaitu
gawat darurat (Emergent triase), gawaat tidak darurat (Urgent
triase), dan darurat tidak gawat (Nonurgent triase). Gawat darurat
yaitu ketika klien tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau dapat
menjadi gawat dan terancam nyawanya dan dapat menjadi cacat
anggota tubuhnya ketika tidak diberikan pertolongan dengan cepat.
Gawat tidak darurat yaitu ketika klien berada dalam keadaan darurat
tetapi membutuhkan tindakan segera, seperti pasien kanker stadium
akhir. Kedaruratan non-kritis adalah ketika klien mengalami
kecelakaan yang tidak terduga, tetapi tidak membahayakan nyawa
atau anggota tubuh klien22.
e. Tujuan Perawatan Gawat Darurat
Perawatan gawat darurat dilakukan untuk merawat klien
dengan keadaan gawat darurat atu mengancam nyawanya. Pasien
dengan risiko kematian fokus pada resusitasi, pasien di ambang
kematian fokus pada perawatan akhir hayat. Perawatan akhir hayat
atau kritis yaitu mencangkup persiapan pasien dalam mengadapi
kematian dengan tenang dan damai. End of life care disini bertujuan
agar pasien yang kritis atau menjelang ajal Merasa bebas dari rasa
sakit, nyaman, dihargai dan damai tanpa beban23.

22
23

Ada hubungan antara keakuratan penilaian klasifikasi dan


manajemen yang tepat pada pasien cedera otak traumatis. Demikian
pula penelitian Agustina Daryanti tentang hubungan antara akurasi
klasifikasi dan tingkat keberhasilan pengobatan pada pasien asma
menunjukkan hubungan yang signifikan antara keduanya10.

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan
antar variabel24. Sehingga, kerangka konsep dapat membantu peneliti dalam
menghubungkan hasil penemuan dengan teori. Untuk mempermudah,
kerangka konsep tentang hubungan ketepatan penilaian triase dengan tingkat
keberhasilan penanganan pasien di IGD RSUD Raja Tombolotutu Tinombo,
dikemas dalam bentuk gambar di bawah ini.

Variabel independen Variabel dependen

Ketepatan Penilaian Tingkat Keberhasilan Penanganan


Triase Pasien

Gambar 2.1 Krangka konsep

Keterangan

: Di Teliti

: Penghubung antar variabel independen dan


dependen

C. Hipotesis
Ada hubungan antara ketepatan penilaian triase dengan tingkat
keberhasilan penanganan pasien di IGD Rumah Sakit Raja Tombolotutu
Tinombo.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, yaitu penelitian
yang menggunakan data berupa angka sebagai alat untuk menganalisis
keterangan tentang apa yang ingin diketahui24. Penelitian ini menggunakan
desain observasional analitik menggunakan rancangan penelititan cross-
sectional. Studi potong lintang adalah jenis penelitian yang menekankan
pada waktu pengukuran/pengamatan, dengan hanya satu variabel bebas dan
terikat waktu.Dalam pelaksaan penelitian antara variabel independen
(ketepatan penilaian triase) dan variabel dependen (tingkat keberhasilan
penanganan pasien) dilakukan secara bersamaan dan pada saat yang sama.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di ruangan IGD RSUD Raja
Tombolotutu Tinombo.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2021.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi atau biasa dikenal dengan sebutan universal adalah
keseluruhan dari suatu objek yang akan diteliti sesuai dengan kriteria
yang telah ditentukan. Ciri-ciri atau kriteria populasi biasa disebut
dengan parameter. Populasi dalam penelitian biasanya berupa orang
(individu, kelompok, organisasi, komunitas dan masyarakat) dan
lainnya24. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien di ruang
IGD RSUD Raja Tombolotutu Tinombo sebanyak 145 orang.

24
25

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Pada penelitian ini obyek yang akan di teliti yaitu
sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Teknik pengambilan sampel untuk penelitian ini menggunakan
random sampling. Random sampling adalah jenis pengambilan sampel
probabilitas dimana setiap orang diseluruh populasi target memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih25. Untuk menentukan sampel dalam
penelitian ini menggunakan rumus slovin sebagai berikut :

n= N
1 + N(e2)
Keterangan :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
E = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan Sampel
Pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau
diinginkan misalnya 0,05.

3. sampel dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria eksklusi berikut


ini:
a. Bersedia menjadi responden.
b. Pasien atau kelurga pasien yang berkunjung di IGD

D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan salah satu komponen, nilai, atau
keadaan dari objek yang memiliki varian khusus yang ditentukan oleh
peneliti untuk dianalisis dan kemudian dibuat kesimpulan25. Penelitan ini
memiliki dua variabel yaitu :
1. Variabel Bebas (Independen variabel)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau
mengakibatkan perubahan nilai pada variabel dependen25. Variabel bebas
pada penelitian ini yaitu ketepatan penilaian triase.
2. Variabel Terikat (dependent variabel)

25
26

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi


akibat karena adanya variabel bebas25. Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah tingkat keberhasilan penanganan pasien.
E. Devinisi Operasioanal
Definisi oprasional adalah sifat khas yang diamati dari suatu hal yang
disimpulkan. Sifat khas yang diamati/diukur itulah yang merupakan bagian
utama dari definisi oprasional24.

Skala Hasil ukur


Variabel Definisi Operasional Alat ukur
Ukur
Ketepatan Yaitu dimulai dari Lembar Ordinal 1.Tepat : jika
penilaian pengkajian awal pasien Observasi sesuai SOP
triase unit gawat darurat dan SOP 2. Tidak tepat :
dilakukan oleh perawat jika tidak
yang meliputi primary sesuai SOP
survey prioritas (ABC)
secondary survey,
monitoring korban
terjadinya perubahan
(ABC) derajat
kesadaran dan tanda-
tanda vital lainnya.
Pada awal masuk
hingga setelah 2 jam
pertama setelah
diberikan perawatan
IGD sesuai SOP rumah
sakit.
Tingkat Tingkat keberhasilan Lembar Ordinal 1.Membaik
Keberhasila penanganan pasien Catatan (apabila pasien
n yaitu suatu keadaan Dokter mengalami
penanganan apabila memungkinkan peningkatan
pasien pasien dapat stabil kondisi kearah
untuk dipindahkan yang lebih baik
keruangan lain atau setelah 2 jam
dipulangkan. mendapatkan
penanganan)
2.Tetap
(apabila pasien
dapat
mempertahank
an kondisi
pasien
sehingga tidak
jatuh pada

26
27

kondisi yang
lebih buruk
setelah 2 jam
pertama
mendapatkan
penanganan)
3. Memburuk
(apabila pasien
mengalami
penurunan
kondisi yang
diakibatkan
oleh keadaan
kurang baik
karena
keparahan
yang
dialaminya
setelah 2 jam
pertama
mendapatkan
penanganan)

F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
observasi untuk ketepatan penilaian triase yang diadopsi dari SOP ruangan
IGD RSUD Raja Tombolotutu Tinombo yang terdiri dari 11 pertanyaan dan
mggunakan skala Guttman dengan dua alternatif jawaban “Ya” diberi skor
skor 2, dan “Tidak” diberi skor 1. Lembar Catatan Dokter untuk tingkat
keberhasilan penanganan pasien yang diadopsi dari Dariyanti dan
dimodifikasi oleh peneliti yang terdiri dari tiga jawaban yaitu : “Membaik”
apabila pasien mengalami peningkatan kondisi kearah yang lebih baik
setelah 2 jam mendapatkan penanganan dan diberi skor 1, dikatakan “Tetap”
apabila pasien dapat mempertahankan kondisi sehingga tidak jatuh pada
kondisi yang lebih buruk setelah 2 jam pertama mendapatkan penanganan
dan diberi skor 2, dan dikatakan “Memburuk” apabila pasien mengalami
penurunan kondisi yang diakibatkan oleh keadaan kurang baik karena
keparahan yang dialaminya setelah 2 jam pertama mendapat penanganan
dan diberi skor 3.

27
28

G. Teknik Pengumpulan Data


1. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam survei, karena tujuan utama survei adalah mengumpulkan data.
Pengumpulan data dalam studi Penelitian ini yaitu dikumpulkan
melalui wawancara dengan menggunakan lembar observaasi yang
berisi tentang hubungan ketepatan penilaian triase dengan tingkat
keberhasilan penanganan pasien di IGD RSUD Raja Tombolotutu
Tinombo. Adapun langkah-langkah pengumpulan data sebagai berikut:
a. Peneliti meminta surat persetujuan penelitian yang dibuat oleh
bagian tata usaha STIKES Widya Nusantara Palu melalui
kordinasi pembimbing disampaikan kepada RSUD Raja
Tombolotutu Tinombo.
b. Setelah mendapat izin dari kepala RSUD Raja Tombolotutu
Tinombo, peneliti menemui kepala bidang keperawatan untuk
menegosiasi pelaksanaan penelitian.
c. Peneliti berkordinasi dengan unit-unit terkait di RSUD Raja
Tombolotutu Tinombo yaitu staf bidang keperawatan dan kepala-
kepala ruangan.
2. Pengolahan Data
Sebelum melakukan analisa data, maka terlebih dahulu akan
dilakukan pengolahan data meliputi beberapa tahapan26, yaitu :
a. Editing : Melihat dengan teliti kembali semua data yang sudah
disatukan apakah memiliki kekeliruan atau tidak`
b. Cooding : Pemberian angka, bobot, atau kode pada jawaban yang
bersifat kategorik.
c. Entry : Memasukkan data kelaptop untuk dilakukan analisis
d. Cleanning : Membersihkan data dan mengecek variabel yang
digunakan apakah datanya memiliki kesalahan atau tidak.
e. Describing : Menerangkan atau interpretasi data.

28
29

H. Analisa data
1. Analisis univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap setiap
variabel dan outcome serta dianalisis untuk mengetahui distribusi dan
persentase masing-masing variabel. Hasil yang diperoleh kemudian
dimasukkan ke dalam tabel frekuensi. Analisis univariat dilakukan
dengan menggunakan persamaan berikut.

f
p= ×100
n

Keterangan :
p = persentase
n= sampel
f= frekuensi
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga memiliki hubungan atau berkolerasi. Analisis
bivariat digunakan untuk melihat adanya hubungan variabel independen
yaitu ketepatan penilaian triase dan variabel dependen yaitu tingkat
keberhasilan penanganan pasien. Dalam penelitian analisa bivariat uji
statistik yang digunakan adalah Chi- square. Pembuktian uji Chi-
square menurut dapat menggunakan formula:
1. Mencari Chi- square dengan rumus
x =∑ ¿ ¿ ¿
2

Keterangan :
x2 : nilai chi- square
Fo : frekuensi yang diobservasi
Fe : frekuensi yang diharapkan
2. Mencari nilai X2 tabel dengan rumus:
Dk=(k-1)(b-1)

29
30

Keterangan :
k : banyaknya kolom
b : banyaknya baris
Dalam penelitian ini analisa bivariat yang digunakan adalah uji chi
square dengan syarat uji yang digunakan ialah fisher’s exact.

30
31

I. Bagan Alur Penelitian

Proposal Penelitian

Mengurus Surat Izin Penelitian

S1 Keperawatan

Tata Usaha Stikes Wn Palu

RSUD Raja Tombolotutu Tinombo

Populasi

Sebanyak 145 orang

Tehnik sampling
Random sampling

Inform Consen
Menjelaskan dan meminta persetujuan responden

Pengumpulan Data
Lembar Observasi

Variabel Independen Variabel Dependen


Ketepatan penilaian Triase Tingkat keberhasilan
penanganan pasien

Analisa data
Chi Square

Hasil Dan Pembahasan

Kesimpulan Dan Saran


31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
RS Umum Daerah Raja Tombolotutu berlokasi di Jl. Trans Sulawesi
Kecamatan Tinombo Kabupaten Parigi Moutong dan kelas RS tipe C dengan
memiliki luas wilayah 2.500 m2 dan mempunyai 48 ruangan. kemudian
Rumah Sakit Umum Daerah Raja Tombolotutu dikelilingi oleh asrama dan
rumah dinas.
Jumlah tenaga perawat yang berada di RSUD Raja Tombolotutu
Tinombo sebanyak 15 orang, untuk jumlah dokter sebanyak 3 orang,
kemudian untuk jumlah bed IGD sebanyak 7 buah, sedangkan untuk jumlah
kunjungan pasien tiap bulannya yaitu sebanyak 25-26 orang27.
2. Hasil penelitian
a. Karakteristik Responden
Hasil penelitian tentang karakteristik responden disajikan dalam
bentuk tabel sebagai berikut :
1) Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Laki-laki 24 60.0
2 Perempuan 16 40.0
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer 2021
Pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 40 responden terdapat
sebagian besar responden memiliki jenis kelamin laki-laki berjumlah
24 responden (60%), dan sebagian kecil responden perempuan
memiliki jenis kelamin perempuan berjumlah 16 responden (40%).
2) Usia
Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan usia
No Usia Frekuensi (f) Presentase (%)
1 21 – 40 15 37.5
2 41 – 60 19 47.5
3 61 – 70 6 15.0
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer 2021
Pada tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki usia 41-60 tahun dengan jumlah 19 responden (37.5%) dan

32
33

sebagian kecil responden memiliki usia 61-70 tahun dengan jumlah 6


responden (15%).
b. Analisis Univariat
Pada penelitian ini, hasil analisis unuvariat akan menggambarkan
variabel independen yaitu Ketepatan Penilaian Triase dan Tingkat
Keberhasilan Penanganan Pasien.
1) Ketepatan Penilaian Triase
Gambaran distribusi Ketepatan Penilaian Triase dapat dilihat pada
tabel 4.3 :
Tabel 4.3 distribusi frekuensi ketepatan penilaian trase
No Ketepatan Penilaian Triase Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Tepat 24 60.0
2 TidakTepat 16 40.0
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer 2021
Tabel 4.3 terlihat bahwa dari 40 responden, 24 responden
(60%) memiliki ketepatan yang tepat dalam memberikan penilaian
triase, dan 16 responden (40%) memiliki ketepatan yang tidak tepat
dalam memberikan penilaian triase.
2) Tingkat Keberhasilan Penanganan Pasien
Gambaran distribusi tingkat keberhasilan penanganan pasien dapat
dilihat pada tabel 4.4 :
Tabel 4.4 distribusi frekuensi tingkat keberhasilan penanganan pasien
No Tingkat keberhasilan penanganan Frekuensi (f) Presentase (%)
pasien
1 Membaik 24 60.0
2 Tetap 16 40.0
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer 2021
Tabel 4.4 terlihat bahwa dari 40 responden, responden yang
mengalami kondisi kesehatan yang membaik berjumlah 24 orang
(60%) dan responden yang mengalami kondisi kesehatan yang tetap
berjumlah 16 orang (40%).

c. Analisi Bivariat
Dalam penelitian ini hasil analisis bivariat dilakukan untuk memberi
gambaran hubungan antara variabel independen dan dependen. Pada
penelitian ini digunakan uji statistik Chi-square dengan tingkat kemaknaan
95% yang diuraikan sebagai berikut :
34

Tabel 4.5 Hubungan Ketepatan Penilaian Triase Dengan Tingkat


Keberhasilan Penanganan Paisen.

Tingkat Keberhasilan Penanganan


Ketepatan Total P Value
Pasien
Penilaian
Triase
Membaik Tetap
N % N % N %
Tepat 19 47,5 6 15,0 25 62,5
0,020
Tidak Tepat 5 12,5 10 25,0 15 37,5

Total 24 60,0 16 40,0 40 100


Sumber : Data Primer 2021
Pada tabel 4.5 didapatkan data dari 40 responden dimana ketepatan
penilaian triase dengan kategori tepat dengan tingkat keberhasilan
penangan pasien dengan kategori membaik berjumlah 19 responden
dengan presentase (47,5%), dan untuk ketepatan penliaian triase dengan
kategori tidak tepat dengan tingkat keberhasilan penanganan pasien dengan
kategori membaik berjumlah 5 responden dengan presentase (12,5%).
Kemudian untuk ketepatan penilaian triase dengan kategori tepat dengan
tingkat keberhasilan penangan pasien dengan kategori tetap berjumlah 6
responden dengan presentase (15,0%), dan untuk keteptatan penliaian triase
dengan kategori tidak tepat dengan tingkat keberhasilan penanganan pasien
dengan kategori tetap berjumlah 10 responden (25,0%).
Berdasarkan hasil analisis uji bivariat menggunakan uji chi-square
maka didapatkan hasil p-value = 0,020 dimana apabila p-value < 0,05
artinya terdapat hubungan antara ketepatan penilaian triase dengan tingkat
keberhasilan penanganan pasien.
B. Pembahasan
1. Ketepatan Penilaian Triase
Berdasarkan tabel 4.3 di dapatkan hasil uji statistik yaitu untuk
ketepatan sebagian besar responden memilih tepat sebanyak 24 orang
(60,0%), dan untuk responden yang tidak memilih tidak tepat sebanyak 16
orang (40,0%).
Asumsi peneliti bahwa ketepatan penilaian triase sangat berpengaruh
dan memiliki hubungan yang erat kaitannya dengan tingkat keberhasilan
penanganan pasien. Dengan pemberian pelayanan yang cepat dan tepat sangat
dibutuhkan agar keberhasilan penaganan pasien dapat berhasil dengan baik.
Sehingga akan mendapatkan kesempatan untuk bisa pulih tanpa kecacatan
yang berarti apabila dapat diberikan penanganan dari awal secara baik dan
35

komprehensif. Kemudian ketepatan dalam penilaian triage sangat


berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan dalam menyelamatkan pasien.
Dalam hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mencerminkan
keterampilan perawat dan kapasitas pribadi. Sedangkan faktor dari luar misal
lingkungan kerja, termasuk beban kerja tinggi, pengaturan shift, kondisi klinis
pasien, dan riwayat klinis pasien. Jika faktor-faktor tersebut diabaikan, maka
pelaksanaan triage berjalan tidak optimal sehingga dapat menyebabkan
kesalahan dalam pengambilan keputusan, serta mengakibatkan
ketidakmampuan dan bahkan cacat permanen bagi pasien
Penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang hubungan ketepatan
penilaian triase dengan tingkat keberhasilan penanganan pasien cedera kepala
di IGD RSU HKBP Balige Kabupaten Toba Samosir yang merupakan e-
journal Keperawatan (e-Kp) Volume 7 Nomor 1, 16 April 2019 5 rumah sakit
tipe C di Sumatra didapatkan hasil keberhasilan penilaian triase sebesar 14
orang (82.36%) dan di dapatkan adanya hubungan antara ketepatan penilaian
triase dengan tingkat keberhasilan penanganan pasien cedera kepala28. Namun
berbeda dengan hasil penelitian didapatkan IGD rumah sakit tipe C malang
ada 27 orang (77,1%) dari 35 responden yang tidak tepat pelaksanaan triase
dikarenakan faktor yang berhubungan dengan penelitian ini yakni pelatihan
kegawatdaruratan oleh perawat. Ketepatan pelaksanaan triase perawat baik di
dukung oleh hasil observasi peneliti di rumah sakit dimana pelaksanaan triase
di kedua rumah sakit tersebut berjalan baik karena perawat memiliki
pengetahuan yang luas dilihat dari tingkat pendidikan perawat pada kedua
rumah sakit tersebut sebagian besar D3 Keperawatan 26 orang (72,2%)
kemudian dengan tingkat pendidikan S1 Ners sebanyak 9 orang (25%) dan 1
orang dengan tingkat pendidikan D4 Keperawatan juga semua responden
telah mengikuti pelatihan dasar kegawatdaruratan serta adanya penilaian
akreditasi rumah sakit yang membuat seluruh pelayanan rumah sakit harus
sesuai dengan standar oprasional29.
Penelitian ini juga dibuktikan dengan teori triase adalah pemilihan
penderita gawat darurat berdasarkan skala prioritas yang didasarkan kepada
kebutuhan terapi korban dan sumber daya tersedia. Kebutuhan terapi setiap
korban didasarkan pada penilaian kondisi ABC (Airways, Breathing,
Circulation) pasien tersebut dimana akan menggambarkan derajat keparahan
kondisi korban. Ketepatan penilaian triase ini dipengaruhi oleh beberapa hal
diantaranya adalah tingkat pendidikan perawat yang terdiri dari perawat
lulusan DIII, pelatihan kewagatdaruratan yang menunjang (BTCLS, BPLS
BNLS dan disaster management) yang telah diikuti dan lama kerja perawat
yang melakukan proses triase yaitu diatas lima tahun telah bekerja di IGD30.
36

Pelayanan kesehatan sesuai prosedur merupakan salah satu indikator


menilai tepatnya pelaksanaan pelayanan dari suatu rumah sakit, yang dapat
memberikan dampak yang baik bagi pasien maupun bagi petugas dan rumah
sakit jika dilaksanakan sebagaimana mestinya tapi jika tidak dilakukan sesuai
dengan standart prosedur dari rumah sakit tersebut maka akan berdampak
tidak baik bagi pasien, petugas maupun rumah sakit itu sendiri31.
2. Tingkat Keberhasilan Penanganan Pasien
Pada tabel 4.4 diketahui bahwa terdapat 24 responden (60%) yang
mengalami kondisi membaik dalam tingkat keberhasilan penanganan pasien
di IGD setelah 2 jam mendapatkan penanganan. Dan terdapat 16 responden
(40%) dalam tingkat keberhasilan penanganan pasien di IGD yang
mengalami kondisi tetap atau pasien mampu mempertahankan kondisi
sehingga tidak jatuh pada kondisi yang lebih buruk setelah 2 jam pertama
mendapatkan penanganan.
Asumsi peneliti dari hasil penelitian ini sebagian responden
mengalami kondisi yang baik di karenakan penangana pasien oleh tenaga
kesehatan dalam hal ini perawat benar-benar sudah sesuasi prosedur yang
sudah di terapakan di rumah sakit khususnya di IGD, dan juga perawa
melakukukan penanganan pasien dengan kerja sama tim, itu yang membuat
tindakan cepat, tanggap dan hasilnya juga baik. Kemudian sebagian
responden juga mengalami tingkat keberhasilan penanganan pasien
mengalami kondisi tetap atau pasien mampu mempertahan kondisinya
sehingga terjadi ke kondisi yang kurang baik setelah melawati dua jam di
sebabkan perawat atau tenaga kesehatan lainnya masih dalam tahap adaptasi
di ruangan tersebut yaitu di ruangan igd karna sebgaian perawat tersebut masi
tergolong baru atau belum lama dalam di tugaskan di igd, sehingga tindakan
dalam penangananan pasien belum terlalu tanggap atau cekatan. Kemudian di
samping itu juga perawat seabgian sudah memamhami bagaimana cara
memilah mana yang harus di tanngani lebih dulu dalam penanganan pasien.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian dengan judul Hubungan
Ketepatan Penilaian Triase Dengan Tingkat Keberhasilan Penaganan Pasien
Asma yang menjelaskan bahwa ketepatan dalam memberikan penilaian triase
sangat berpengaruh dalam keberhasilan penanganan pasien asma28. Ketepatan
Penilaian Triase Dengan Keberhasilan Penanganan Pasien Gawat Darurat
menjelaskan juga bahwa pasien dengan kondisi gawat darurat sangat
bergantung pada ketepatan dalam memberikan penilaian triase demi
kesembuhan dari pasien tersebut28.
Penanganan keselamatan pasien harus cepat, tepat dan cermat serta
sesuai dengan prosedur yang ada, selain itu prinsip umum penatalaksanaan
37

tindakan juga menjadi acuan penting mencegah kematian dan kecacatan,


misalnya tatalaksana Airway, Breathing, Circulation, Disability dan Exposure
(ABCDE), mengobservasi tanda-tanda vital, mempertahankan oksigenasi
yang adekuat, menilai dan memperbaiki gangguan koagulasi,
mempertahankan hemostatis dan gula darah, nutrisi yang adekuat,
mempertahankan PaCO2 3545 mmHg, dan lain-lain32.
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita
gawat darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai
kepada penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau
sewaktu bencana. Keberhasilan tindakan dalam mengatasi kegawatdaruratan
dapat dinilai dari: 1) Pelayanan pertama pada saat terjadi kegawatdaruratan
dan dapat dikategorikan terlambat apabila tindakan yang di berikan kepada
pasien > 5 menit, 2) Petugas IGD adalah petugas yang bekerja di IGD Rumah
sakit yang telah di latih Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), 3)
Tindakan untuk menyelamatkan hidupp pasien jiwa yang sedang gawat
darurat28.
3. Hubungan Ketepatan Penilaian Triase Dengan Tingkat Keberhasilan
Penanganan Pasien
Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa ada hubungan antara variabel
yang diteliti yang ditandai dengan p value = 0,020 yang menunjukan nilai
tersebut lebih kecil dari pada nilai signifikasi 0,05 sehingga dapat
disimpulkan secara statistik bahwa ada hubungan yang bermakna antara
ketepatan penilaian triase dengan tingkat keberhasilan penanganan pasien di
IGD.
Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan responden yang memiliki
ketepatan dalam melakukan penilaian triase sejumlah 24 responden (60 %),
dan responden yang memiliki penilaian triase kurang tepat sejumlah 16
responden (40%). Menurut peneliti ada hubungan yang signifikan antara
ketepatan penilaian triase dengan tingkat keberhasilan penanganan pasien di
IGD, karena penilaian triase yang tepat sangat berpengaruh sebelum
melakukan penanganan lebih lanjut terhadap pasien.
Asumsi peneliti ketepatan penentuan triase dalam penangan pasien
harus tepat sesuai dengan tingkat kondisi pasien agar penangan pasien benar-
benar teratasi dengan baik, maka dibutuhkan tenaga kesehatan yaitu tenanga
perawat yang lebih cekatan dan paham akan kondisi pasien yang mana harus
sesuai dengan pemilahan triase itu sendiri, observasi yang di lakukan peneliti
bahwa sebagian perawat di RSUD Raja Tomboltutu Tinombo sebagian
perawat sudah memahami bagamana cara memilah pasien susuai dengan
tingkat keparahan atau kondisi dari pasien itu sendiri dan juga sebagian
38

perawat kurang cekatan dalam penanganan pasien dalam penentuan ketepatan


triasenya di sebabkan karena sebaagian perawat belum terlalu beradaptasi
atas tugas yang di berikan sehingga masi ragu dalam menangani pasiean
dalam penentuan triase tersebut. Kemudian juga perawat yang berada di IGD
RSUD Raja Tombolotutu Tinombo masi kurang dalam mengikuti pelatihan
tentang perawatn di IGD seperti pelatihan BTCLS dan lain sebagainya, itu
yang membuat sebagian perawat kurang memahami dalam tindakan
penentuan triase dalam penanganan keselamatan pasien di IGD, di mana
perawat di tuntut agar bisa memahami bagaimana cara melakukan tindakan-
tindakan di ruang IGD, karena pasien yang masuk di ruangan tersebut
membutuhkan penanganan yang cepat, tepat, dan akurat agar tingkat
keselamatan pasien berhasil dengan baik.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang menjelaskan bahwa
ketepatan dalam melakukan penilaian triase kepada pasien sangat akan
mempengaruhi kelanjutan terapi atau tindakan yang akan diberikan sehingga
hasil akhir yang kita inginkan yaitu peningkatan kondisi kearah yang lebih
baik bisa tercapai28.
Sedangkan penelitian mengatakan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan waktu tanggap tindakan keperawatan pada pasien di IGD Artinya
masing-masing kategori kegawatan pada pasien harus memerlukan
penanganan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien.
Pasien di instalasi gawat darurat memerlukan tindakan keperawatan yang
cepat. Keterlambatan tindakan keperawatan pasien dapat menyebabkan
kecacatan yang menetap karena penanganan pasien akan menyebabkan
kerusakan bahkan menimbulkan kematian. Angka kematian dan kecatatan
akibat kegawatan peraturan medik ditentukan tingkat kecepatan, kecermatan
dan ketepatan pertolongan33.
Sedangkan penelitian yang membahas tentang faktor yang
berhubungan waktu tanggap dalam menangani cedera kepala mengatakan
bahwa ada hubungan tingkat Pendidikan Perawat dengan waktu tanggap
penanganan pasien cedera kepala32.
Pendidikan merupakan salah satu unsur yang berhubungan dengan
perilaku asertif seseorang. Rendahnya tingkat pendidikan seorang perawat
akan mempengaruhi perilaku serta kemampuannya dalam mengambil
keputusan, pengembangan kreatifitas dan pemecahan masalah khususnya
terhadap penanganan pasien yang membutuhkan tindakan atau pertolongan
segera. Ada hubungan pelatihan kegawatdaruratan yang diikuti Perawat
dengan waktu tanggap penanganan pasien26.
39

Hal tesebut sesuai dengan teori yang dijelaskan bahwa pelatihan


memberikan dampak yang besar terhadap kemampuan seseorang dalam
mengambil keputusan khususnya pada situasi kritis, misalnya dalam
penanganan pasien. Peserta pelatihan akan dituntun untuk mampu secara teori
dan juga dalam aplikasi sehingga memudahkan mereka dalam memberikan
pelayanan di unit rawat darurat dalam kondisi apapun terhadap pasien dengan
kasus yang mungkin berbeda-beda dalam satu waktu34.
Danille mengemukakan bahwa pasien yang datang meminta
pertolongan di ruang gawat darurat, harus ditangani sesegera mungkin sesaat
setelah mereka berada di ruang tersebut, karena hal ini akan berpengaruh
terhadap keselamatan pasien kedepannya sekaligus menghindari terjadinya
kecacatan pada pasien baik dari segi fisik maupun neurologis, akibat
lambannya penanganan yang diberikan oleh tenaga kesehatan khususnya oleh
dokter dan perawat yang bertugas saat pasien tersebut masuk ke IGD35.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasrkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Didapatkan hasil dari 40 responden hasil uji statistik yaitu untuk Ketepatan
Penilaian Triase sebagian besar responden memilih tepat sebanyak 24 orang
(60,0%).
2. Didapatkan hasil dari 40 responden hasil uji statistik yaitu untuk Tingkat
Keberhasilan Penanganan Pasien sebagian besar responden memilih membaik
sebanyak 24 orang (60,0%).
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara Ketepatan Penilaian Triase dengan
Tingkat Keberhasilan Penanganan Pasien di IGD RSUD Raja Tombolotutu
Tinombo dengan p-value =0,020<(0,05).
B. Saran
1. Bagi RSUD Raja Tombolotutu Tinombo
Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit agar dapat mempertahankan hasil
waktu tanggap yang cepat dan tepat, serta lebih meningkatkan lagi
pelayanannya khususnya di bidang gawat darurat.
2. Bagi institusi pendidikan STIKes Widya Nusantara Palu
Diharapkan kepada institusi pendidikan agar dapat menjadikan hasil penelitian
ini sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar lebih memperhatikan waktu
penelitian agar dan lebih menambah faktorfaktor lainnya yang mempengaruhi
keberhasilan penanganan pasien
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 56 tahun 2014.\


2. Nursalam. Manajemen keperawatan. 2016. 117
3. Kemenkes RI. Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
2009.
4. Queensland Health. 2012. Implementation Standard for Emergency Department
Short Stay Unit Version 1.0. Queensland Government
5. Habib H, Sulistio S, Mulyana RM, Albar IA. Triase Modern Rumah Sakit dan
Aplikasinya di Indonesia. Vol. 3, Research Gate. 2016. 1–16
6. Odel, M. E. M. (2019). The Relationship Between Mindfulness, Triage accuracy,
And Patient Satisfaction in The Emergency Department : A Moderation. Journal of
Emergency Nursing, 45(6), 644–660. https://doi.org/10.1016/j.jen.2019.08.003.
7. Khairina, I., Malini, H., & Huriani, E. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Pengambilan Keputusan Perawat dalam Ketepatan Triase di Kota Padang.
02(01), 1–6.
8. Kemenkes RI. menteri kesehatan republik indonesia nomor 129 tahun 2008.
standar pelayanan minimal rumah sakit. 2008.
9. Fong, R. Y., Glen, W. G., Jamil, A. M., Tam, W. S., & Kowitlawakul, Y. (2018).
Comparison of the Emergency Severity Index versus the Patient Acuity Category
Scale in Emergency Setting. International Emergency Nursing.
10. Winata BAP. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Triase Dengan Triase
Time di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Wilayah Kabupaten
Jember. Vol. 1. 2019.
11. Daryanti A. Hubungan ketepatan penilaian triase dengan tingkat keberhasilan
penanganan pasien asma di IGD RS Bhayangkara Palembang. 2018.
12. Rifaudin D. Hubungan pengetahuan perawat tentang triase dengan ketepatan
pemberian label triase di UGD RSUD Kota Surakarta. 2020.
13. Irawati W. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Pelaksanaan Triase Di
Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soedirman Kebumen. Vol. 6. 2017.
14. Rumampuk JF, Katuuk ME. Hubungan Ketepatan Triase Dengan Response Time
Perawat Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Tipe C. J Keperawatan.
2019;7(1).
15. Septiana Dian Pratiwi1, Nabhani2 NSM. Hubungan Respon Time Dengan Triase
dan Penatalaksanaan Pasien Instalasi Gawat Darurat. J Penelit Keperawatan.
2017;05:1–12.
16. Fathoni M, Sangchan H, Songwathana P. Relationships between Triase
Knowledge, Training, Working Experiences and Triase Skills among Emergency
Nurses in East Java. Indones Nurse Media J Nurs. 2016;3(1):511–25.
17. Khairina I, Malini H, Huriani E. Pengetahuan Dan Keterampilan Perawat Dalam
Pengambilan Keputusan Klinis Triase. 2020;16(1):1–5.
18. Ogliastri & Zúñiga. An introduction to mindfulness and sensemaking by highly
reliable organizations in Latin America. 2016;
19. Varndell W, Hodge A, Fry M. Triase in Australian emergency departments:
Results of a New South Wales survey. Australas Emerg care. 2019 Jun;22(2):81–
6.
20. Hariyono, Bahrudin, H A. Buku Keperawatan Gawat Darurat. 2019.
21. Gobel, Yunita, Wahidin, & Muttaqin. (2018). Kualitas Pelayanan Kesehatan
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar. Jurnal
Administrasi Negara. 24(3): 177-188.
22. Saudin, Didik & Kristianto H. Rancangan Media Pembelajaran Dengan Konsep
Dasar Keperawatan Kegawatdaruratan. 2016;4(2):29–35. Available from:
http://jurnal.poltekkes-soepraoen.ac.id/index.php/HWS/article/view/139
23. Hariyono, Hidayatul A, Bahrudin. Modul Pembelajaran Keperawatan Gadar.
@2019 Icme Prees. 2016;100.
24. Hughes R. Jurnal Ilmu Keperawatan. J Chem Inf Model. 2018;53(9):287.
25. Gustia M, Manurung M. Hubungan ketepatan penilaian triase dengan tingkat
keberhasilan penanganan pasien cedera kepala di IGD RSU HKBP Balige
Kabupaten Toba Samosir. J Jumantik. 2018;3(2):98–114.
26. Nursalam. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. 2020. 1–34
27. Data RSUD Raja Tombolotutu Tinombo, 2021.
28. Gustia, M., & Manurung, M. (2018). Hubungan ketepatan penilaian triase dengan
tingkat keberhasilan penanganan pasien cedera kepala di igd rsu hkbp balige
kabupaten toba samosir. Jurnal JUMANTIK, 3(2), 98–114.
29. Astini, dkk. (2016). Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Di Rs Stella Mari
Makasar. Prosiding SNaPP2016 KESEHATAN. vol. 16 no. 1. hlm: 152-163
30. Ayuningtyas, d. (2014). Kebijakan Kesehatan Prinsip Dan Praktik. Edisi 2.
Rajawali Pers. Jakarta: 8.
31. Sumarno. (2017). Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Jasa Terhadap
Kepuasan Dan Loyalitas Pasien Igd Di Rumah Sakit St. Elisabeth Semarang.
Majalah Koprtis, 1(1).
32. Mudatsir, S., Sangkala, M. S., & Setyawati, A. (2017). Related Factors Of
Response Time In Handling Head Injury In Emergency Unit Of Prof . Dr . H . M .
Anwar Makkatutu. Indonesian Contemporary Nursing Jurnal, 2(1), 1–12.
33. Haryatun, N., & Sudaryanto, A. (2015). Perbedaan Waktu Tanggap Tindakan
Keperawatan Pasien Cedera Kepala Kategori I – V Di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Dr. Moewardi. Berita Ilmu Keperawatan, 69–74.
34. Yayasan Ambulans Gawat Darurat, 2009
35. dewi. (2011) Konsep Dasar Triase Instalasi Gawat Darurat .Skripsi
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 56 tahun 2014.


2. Nursalam. Manajemen keperawatan. 2016. 117
3. Kemenkes RI. Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. 2009.
4. Queensland Health. 2012. Implementation Standard for Emergency
Department Short Stay Unit Version 1.0. Queensland Government
5. Habib H, Sulistio S, Mulyana RM, Albar IA. Triase Modern Rumah Sakit dan
Aplikasinya di Indonesia. Vol. 3, Research Gate. 2016. 1–16
6. Odel, M. E. M. (2019). The Relationship Between Mindfulness, Triage
accuracy, And Patient Satisfaction in The Emergency Department : A
Moderation. Journal of Emergency Nursing, 45(6), 644–660.
https://doi.org/10.1016/j.jen.2019.08.003
7. Khairina, I., Malini, H., & Huriani, E. (2018). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Pengambilan Keputusan Perawat dalam Ketepatan Triase
di Kota Padang. 02(01), 1–6.
8. Kemenkes RI. menteri kesehatan republik indonesia nomor 129 tahun 2008.
standar pelayanan minimal rumah sakit. 2008.
9. Fong, R. Y., Glen, W. G., Jamil, A. M., Tam, W. S., & Kowitlawakul, Y.
(2018). Comparison of the Emergency Severity Index versus the Patient
Acuity Category Scale in Emergency Setting. International Emergency
Nursing.
10. Winata BAP. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Triase Dengan Triase
Time di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Wilayah Kabupaten
Jember. Vol. 1. 2019.
11. Daryanti A. Hubungan ketepatan penilaian triase dengan tingkat keberhasilan
penanganan pasien asma di IGD RS Bhayangkara Palembang. 2018.
12. Rifaudin D. Hubungan pengetahuan perawat tentang triase dengan ketepatan
pemberian label triase di UGD RSUD Kota Surakarta. 2020.
13. Irawati W. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Pelaksanaan Triase
Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Soedirman Kebumen. Vol. 6. 2017.
14. Rumampuk JF, Katuuk ME. Hubungan Ketepatan Triase Dengan Response
Time Perawat Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Tipe C. J Keperawatan.
2019;7(1).
15. Septiana Dian Pratiwi1, Nabhani2 NSM. Hubungan Respon Time Dengan
Triase dan Penatalaksanaan Pasien Instalasi Gawat Darurat. J Penelit
Keperawatan. 2017;05:1–12.
16. Fathoni M, Sangchan H, Songwathana P. Relationships between Triase
Knowledge, Training, Working Experiences and Triase Skills among
Emergency Nurses in East Java. Indones Nurse Media J Nurs. 2016;3(1):511–
25.
17. Khairina I, Malini H, Huriani E. Pengetahuan Dan Keterampilan Perawat
Dalam Pengambilan Keputusan Klinis Triase. 2020;16(1):1–5.
18. Ogliastri & Zúñiga. An introduction to mindfulness and sensemaking by
highly reliable organizations in Latin America. 2016;
19. Varndell W, Hodge A, Fry M. Triase in Australian emergency departments:
Results of a New South Wales survey. Australas Emerg care. 2019
Jun;22(2):81–6.
20. Hariyono, Bahrudin, H A. Buku Keperawatan Gawat Darurat. 2019.
21. Gobel, Yunita, Wahidin, & Muttaqin. (2018). Kualitas Pelayanan Kesehatan
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar. Jurnal
Administrasi Negara. 24(3): 177-188.
22. Saudin, Didik & Kristianto H. Rancangan Media Pembelajaran Dengan
Konsep Dasar Keperawatan Kegawatdaruratan. 2016;4(2):29–35. Available
from: http://jurnal.poltekkes-soepraoen.ac.id/index.php/HWS/article/view/139
23. Hariyono, Hidayatul A, Bahrudin. Modul Pembelajaran Keperawatan Gadar.
@2019 Icme Prees. 2016;100.
24. Hughes R. Jurnal Ilmu Keperawatan. J Chem Inf Model. 2018;53(9):287.
25. Gustia M, Manurung M. Hubungan ketepatan penilaian triase dengan tingkat
keberhasilan penanganan pasien cedera kepala di IGD RSU HKBP Balige
Kabupaten Toba Samosir. J Jumantik. 2018;3(2):98–114.
26. Nursalam. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. 2020. 1–34
LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN
HUBUNGAN KETEPATAN PENILAIAN TRIASE DENGAN TINGKAT
KEBERHASILANPENANGANAN PASIEN DI IGD RUMAH SAKIT RAJA
TOMBOLOTUTU TINOMBO

A. Data Demografi
No. Responden :
Umur :
Jenis Kelamin :
B. Lembar Observasi Ketepatan Penilaian Triase
Berilah tanda (√) pada salah satu pilihan jawaban yang saudara anggap
paling sesuai dengan kenyataan yang saudara kerjakan, jangan melewati satu
pertanyaan.

NO. KEGIATAN YA TIDAK


1. Apakah semua pasien masuk IGD harus melalui sistem
triase ?
2. Apakah perawat triase melakukan seleksi pasien
berdasarkan kegawatan dari depan area triase menuju
ruangan ?
3. Apakah perawat sudah menentukan triase sesuai
dengan kegawatan pasien ?
4. Apakah keluarga pasien mendaftar ditempat registrasi
pasien dan petugas registrasi mencatat identitas pasien
pada catatan RM antara lain : Nama, umur, jenis
kelamin, alamat, tanggal jam masuk ?
5. Apakah dokter memeriksa pasien dan membuat
permintaan pemeriksaan penunjang yang diperlukan
serta menentukan diagnose ?
6. Setelah selesai memeriksa, menegakan diagnose,
apakah dokter memberikan pengobatan dan tindakan ?
7. Apabila dianjurkan untuk dirawat, apakah perawat
memberikan form rawat inap ke keluarga pasien ?
8. Apabila membutuhkan konsultasi medis spesialis,
apakah dokter menghubungi dokter spesialis yang
dibutuhkan ?
9. Apakah dokter spesialis menuliskan hasil pemeriksaan
serta advice nya pada status pasien ?
10. Bila pasien perlu dilakukan observasi, lakukan dan
catat hasil observasi dicatatan terintegrasi
11. Dokter IGD bertanggung jawab terhadap pasien sampai
pasien meninggalkan IGD

Anda mungkin juga menyukai