Anda di halaman 1dari 27

MANAJEMEN PESANTREN:

STUDI TELAAH TENTANG KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DI


PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR-PONOROGO
Miftahul Munir*1

Abstract

The study is intended to examine the curriculum and teaching learning in Pondok
Modern Darussalam Gontor-Ponorogo. A process of structuring and management
of education institutions like Pesantren involving human and non-human in
achieving the goal of Pesantren is the central theme of the study. This research is
expected to contribute to society, both theoretically and practically. This study is
descriptive qualitative. The curriculum at Pondok Modern Darussalam Gontor
integrates religious knowledge and the kawniyah science, and thus they cannot be
separated from the basis and religious values. On the contrary, the teaching of
religious knowledge should be in line with general scientific developments.

Key words: Management, boarding school, curriculum, learning.

Pendahuluan

Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh


munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang sangat
sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang sudah modern dan lengkap. Lembaga
pendidikan Islam telah memainkan fungsi dan perannya sesuai dengan tuntutan
masyarakat dan zamannya.
Pondok pesantren, bila dibandingkan dengan lembaga pendidikan lain
yang pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat ini
dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenous. Pesantren adalah
lembaga yang menjadi cikal bakal sistem pendidikan nasional. Dari segi historis,
pesantren tidak hanya identik dengan makna keIslaman, tetapi juga mengandung
makna keaslian Indonesia. Pendidikan pesantren awalnya adalah pendidikan

1
* Dosen tetap STIT PGRI Pasuruan, e-mail: miftakhulmunir62@yahoo.com

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam : Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah
Sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), 279.
agama Islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di Indonesia, yaitu
pada abad ke-13.2
Sejak dilancarkannya modernisasi pendidikan Islam dalam dunia muslim,
tidak banyak lembaga pendidikan Islam yang mampu bertahan seperti pesantren.
Sebagian besar lembaga pendidikan mengalami transformasi menjadi lembaga
pendidikan umum. Pesantren telah eksis di tengah masyarakat selama enam abad
(mulai abad ke-15 hingga sekarang). Sejak awal berdirinya, pesantren telah
menawarkan pendidikan kepada mereka yang masih buta huruf.3
Adapun tujuan yang dicanangkan oleh pesantren yaitu pendidikan yang
sesuai dengan norma-norma agama Islam dan selalu bersifat tafaqquh fi ad-diin.4
Oemar Hamalik mengungkapkan perlunya pemikiran-pemikiran yang inovatif
dalam aspek kurikulum, mengingat masyarakat yang selalu berubah maka
kurikulum pun akan selalu berubah.5 Oleh karena itu, penulis akan memaparkan
kurikulum pesantren modern sebagai bentuk usaha pesantren mengoptimalkan

2
Pada saat itu, pendidikan pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang terstruktur,
sehingga pendidikan ini dianggap sekolah bergengsi. Di lembaga inilah kaum muslimin Indonesia
mengalami doktrin dasar Islam, khususnya menyangkut praktek kehidupan dan keagamaan. Ciri
umum yang diketahui adalah pesantren memiliki kultur yang khas. Cara pengajarannya pun unik.
Kyai yang biasanya adalah pendiri pondok pesantren, memberikan layanan pendidikan secara
kolektif atau bandongan (collective learning process) dan layanan individual atau sorogan
(individual learning process). Pola seperti ini disebut pondok pesantren salafiyah. Nurcholis
Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), 8.
3
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berorientasi masa depan tentu memliki tujuan,
kurikulum, visi, dan misi dalam usaha membentuk bangsa yang lebih beradab. Mujamil Qomar,
Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Isntitusi (Jakarta: Erlangga,
2005), 22.
4
Perkembangan pesantren, dari pesantren salaf (bandongan dan sorogan) sampai pesantren
modern yang sangat pesat hingga saat ini tidaklah lepas dari adanya sistem pendidikan yang jelas
dan kurikulum yang terencana dengan baik. Karena kurikulum merupakan alat yang sangat penting
dalam keberhasilan suatu pendidikan, maka perlu adanya perencanaan dalam penerapannya. Tanpa
adanya kurikulum yang baik dan tepat, akan sulit untuk mencapai semua tujuan dan sasaran
pendidikan yang telah dicita-citakan. Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek
(Jakarta: Gaya Media, 1999), 4.
5
Berdasarkan pemahamannya, kurikulum dapat dipandang sebagai kurikulum tradisional dan
kurikulum modern. Karena pesantren mampu eksis hingga saat ini, maka pesantren tentu memiliki
kelebihan-kelebihan tersendiri dalam mengolah kurikulum tersebut. Oemar Hamalik, Manajemen
Pengembangan Kurikulum (Bandung, Remaja RosdaKarya, 2006), 56.
proses pendidikan Islam, dengan rumusan masalah “bagaimana manajemen
kurikulum dan manajemen pembelajaran di Pondok Modern Darussalam
Gontor?”.
Metodologi penelitian dalam penelitian ini menggunanakan pendekatan
kualitatif, yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata lisan dan tulisan dari responden, serta perilaku yang dapat dialami. 6
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Bagi peneliti kualitatif, fenomena dapat dimengerti maknanya
secara baik apabila dilakukan interaksi dengan subjek melalui wawancara
mendalam dan dilakukan observasi pada latar, dimana fenomena tersebut
berlangsung. Selain itu, untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi tentang
bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subjek.

Manajemen Pesantren
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur. Pengaturan
dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi
manajemen itu. Manajemen merupakan suatu proses mewujudkan tujuan yang
diinginkan. Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Dikatakan
sebagai ilmu oleh Luther Gulick, karena manajemen dipandang sebagai suatu
bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan
bagaimana orang bekerjasama. Dikatakan kiat oleh Follet, karena manajemen
mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan

6
Lebih lanjut dikatakan bahwa pendekatan kualitatif dengan karakteristik-karakteristik: (a)
penelitian kualitatif menggunakan latar alami (natural setting) sebagai sumber data langsung dan
peneliti sendiri merupakan instrumen kunci. Sedangkan instrumen lain sebagai instrumen
penunjang; (b) penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Data yang dikumpulkan disajikan dalam
bentuk kata-kata dan gambar-gambar. Laporan penelitian memuat kutipan-kutipan data sebagai
ilustrasi dan dukungan fakta pada penyajian. Data ini mencakup transkrip wawancara, catatan
lapangan, foto, dokumen dan rekaman lainnya. Dan dalam memahami fenomena, peneliti berusaha
melakukan analisis sekaya mungkin mendekati bentuk data yang telah direkam; (d) dalam
penelitian kualitatif proses lebih dipentingkan daripada hasil. Sesuai dengan latar yang bersifat
alami, penelitian kualitatif lebih mem-perhatikan aktifitas-aktifitas nyata sehari-hari, prosedur-
prosedur dan interaksi yang terjadi; (e) analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan
secara analisa induktif; (f) makna merupakan hal yang esensial dalam penelitian kualitatif. Lexy
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004), 3.
dalam tugas. Dipandang sebagai profesi, karena manajemen dilandasi oleh
keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional
dituntun oleh suatu kode etik.7
Salah satu rumusan operasional mengajukan bahwa manajemen adalah
suatu proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia dengan
bantuan manusia lain serta sumber-sumber lainnya, menggunakan metode yang
efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dari
definisi ini terdapat beberapa pokok pikiran diantaranya:
a. Manajemen merupakan suatu proses sosial yang merupakan proses
kerjasama antara dua orang atau lebih secara formal.
b. Manajemen dilaksanakan dengan bantuan sumber-sumber, yakni:
sumber manusia, sumber material, sumber biaya, dan sumber
informasi.
c. Manajemen dilaksanakan dengan metode kerja tertentu yang efisien
dan efektif, dari segi tenaga, dana, waktu, dan sebagainya.
d. Manajemen mengacu pada pencapaian tujuan tertentu yang telah
ditentukan sebelumnya.8
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang sekurang-kurangnya
mempunyai tiga ciri umum, yaitu kyai sebagai figur sentral, asrama sebagai
tempat tinggal para santri, dan masjid sebagai pusat kegiatan. Adanya pendidikan
dan pengajaran agama Islam melalui sistem pengajian kitab dengan metode
wetonan, sorogan, dan musyawarah, sekarang telah berkembang dengan sistem
klasikal atau madrasah.9
Marwan Sarijo juga mengatakan bahwa pesantren adalah lembaga
pendidikan Islam yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam
dengan sistem bandongan, sorogan, dan wetonan. Para santri disediakan pondok
yang dalam istilah pendidikan modern memenuhi kriteria sebagai pendidikan non

7
Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2006), 2.

8
Ibid., 16.

9
Adapun ciri khususnya adalah adanya kepemimpinan yang kharismatik dan suasana keagamaan
yang mendalam. Mustafa Syarif, Administrasi Pesantren (Jakarta: Karya Barkah, 1982), 5.
formal, dan menyelenggarakan pendidikan formal berbentuk madrasah. Bahkan,
pesantren juga menyediakan sekolah umum dalam berbagai bentuk tingkatan dan
aneka kebutuhan masyarakat.10
Dari uraian di atas, manajemen pesantren dapat didefinisikan sebagai
sebuah sistem sosial yang di dalamnya terdapat interaksi sosial yang harus
dikelola dengan baik agar dapat memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan
pendidikan. Keberhasilan mencapai tujuan tidak hanya bergantung pada guru atau
staf lainnya, akan tetapi peran pengasuh atau kyai sebagai figur sentral sangat
menentukan dalam menciptakan iklim pesantren yang mendukung pelaksanaan
proses belajar mengajar.

Kurikulum
Kurikulum berasal dari bahasa Latin, a little racecourse (suatu jarak yang
harus ditempuh dalam pertandingan olahraga), yang kemudian dialihkan ke dalam
pengertian pendidikan menjadi circle of instruction, yaitu suatu lingkaran
pengajaran, di mana guru dan murid terlibat di dalamnya.11
Berdasarkan makna di atas, pada awalnya kurikulum dalam dunia
pendidikan diartikan sebagai kumpulan mata pelajaran yang harus ditempuh
anak/peserta didik guna memperoleh ijazah atau menyelesaikan pendidikan.12
Sedangkan dalam studi kependidikan Islam, istilah kurikulum
menggunakan kata manhaj yang berarti sebagai jalan yang terang atau jalan yang
dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Jalan terang tersebut
adalah jalan yang dilalui oleh pendidik dan pembimbing dengan orang yang

10
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren mempunyai misi sangat luas dan kompleks, terutama dan
paling mendasar adalah pemahaman terhadap agama dan dakwah Islam. Mansur Mahfud Junaedi,
Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Departemen Agama, 2005), 96.
11
Muzayyin Arifin, Filsafat pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara, 2005 ), 78.

12
Dalam perkembangan berikutnya, pengertian kurikulum di atas dipandang sangat sempit, karena
hanya menekankan dua hal pokok, yaitu : a) isi kurikulum berupa kumpulan mata pelajaran yang
diberikan di sekolah kepada anak didik dan b) tujuan pendidikan/kurikulum, agar anak menguasai
mata pelajaran disimbolkan dalam bentuk ijazah atau sertifikat. Nana Sudjana, Pembinaan dan
Pengembangan kurikulum di Sekolah (Bandung: Sinar Baru Aglesindo, 1996), 98.
dididik atau dibimbingnya agar dapat mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, serta sikap mereka.13
Dengan menggunakan definisi tersebut, pengalaman yang diperoleh
peserta didik diharapkan mampu menciptakan interaksi antara individu dan
lingkungan sekitarnya, sehingga melalui interaksi tersebut dapat melakukan
perubahan pada tingkah lakunya. Oleh karena itu, sebenarnya tugas dari lembaga
pendidikan bukan hanya sekedar menyediakan pengalaman saja, melainkan juga
suasana serta kondisi yang sesuai agar terwujud interaksi tersebut sekaligus
peluang untuk memperoleh pengalaman.
Dalam menentukan kurikulum, pesantren hendaknya berusaha
menyeimbangkan dengan kurikulum nasional. Sudah saatnya pesantren-pesantren
di Indonesia melihat sistem pendidikan modern sebagai pengganti dari sistem
salafi. Artinya tidak selalu terpaku dengan kitab-kitab klasik, tetapi ada semacam
update kurikulum yang dilakukan secara gradual. Sistem pembelajaran yang
menuntut para santri menghafalkan apa yang didapat dan dibaca oleh gurunya,
tanpa mempedulikan adanya kesenjangan antara nilai-nilai yang terjadi di
masyarakat dan apa yang dihafalnya, sudah tidak relevan dengan zaman sekarang.
Tetapi selayaknya santri diberikan pemahaman bagaimana mereka merumuskan,
mengarahkan, dan memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan.14
Dengan demikian, pendidikan pesantren juga memerlukan ilmu-ilmu
terapan, misalnya pelatihan kepemimpinan dan manajemen diri. Kurikulum
pendidikan pondok pesantren di Indonesia saat ini tidak sekedar fokus pada kitab-
kitab klasik (baca : ilmu agama), tetapi juga memasukkan semakin banyak mata
pelajaran dan keterampilan umum untuk memberikan pencerahan bagi peserta

13
Selain itu, Addamardasy Sarhan dan Munir Kamil mengartikan kurikulum sebagai sejumlah
pengalaman-pengalaman pendidikan, budaya, sosial, olahraga, dan seni yang disediakan oleh
lembaga pendidikan bagi murid-muridnya, baik di dalam maupun di luar lembaga, dengan tujuan
untuk menolongnya agar berkembang secara menyeluruh dalam segala segi serta merubah tingkah
laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan. Oemar Muhammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah
Pendidikan Islam, Diterjemahkan Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 478.
14
Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan
Kompleksitas Global (Jakarta: IRD Press, 2004), 76.
didik secara integral, baik kognitif (knowlagde), afektif (attucude), maupun
psikomotorik (skill).

Pembelajaran
Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction”, yang banyak
dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak
dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif holistik, yang menempatkan siswa
sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa
mempelajari segala sesuatu lewat bebagai macam media, seperti bahan-bahan
cetak, gambar, audio, dan lain sebagainya. Sehingga, semua itu mendorong
terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari
guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar
mengajar. 15
Dalam implementasinya, walaupun istilah yang digunakan adalah
“pembelajaran”, tidak berarti guru harus menghilangkan perannya sebagai
pengajar, sebab secara konseptual pada dasarnya dalam istilah mengajar juga
bermakna membelajarkan siswa. Mengajar-belajar adalah dua istilah yang
memiliki satu makna yang tidak dapat dipisahkan. Mengajar adalah suatu aktivitas
yang dapat membuat siswa belajar. Keterkaitan antara mengajar dan belajar
diistilahkan Dewey sebagai “menjual dan membeli”. Artinya, seseorang tidak
mungkin akan menjual jika tidak ada orang yang membeli, yang berarti tidak akan
ada perbuatan mengajar manakala tidak membuat seseorang belajar. Dengan

15
Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar menyampaikan materi
pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar.
Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan dengan “pembelajaran”. Hal ini
dimaksudkan untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta
didik. Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi
dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan
mewujudkan masyarakat belajar. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan,Cet. VI. (Jakarta: Kencana, 2009), 103.
demikian, dalam istilah mengajar juga terkandung proses belajar siswa. Inilah
makna pembelajaran.16
Adapun pembelajaran di pesantren pada umumnya bersifat kyai-centered.
Seorang kyai melihat para santrinya belum matang secara intelektual maupun
emosionalnya, sehingga perlu dibimbing dalam belajar. Adapun metode
pembelajaranya, biasa disebut dengan metode sorogan atau bandongan dimana
kyai mempunyai kekuasan tinggi dalam mengajarkannya, bahkan “haram” bagi
santri untuk membantahnya.
Sebaiknya sikap otokrasi dalam kepemimpinan seorang kyai dikurangi dan
lebih mengedepankan sikap “mengayomi” santri dengan nilai-nilai, budaya
maupun keyakinan agama sebagai basis manajemen kultur di pesantren. Sikap
otokrasi akan menghasilkan peserta didik yang tidak kritis dan jumud (kaku)
dalam pemikiran.
Berkaitan dengan gejala modernitas dan perkembangan ilmu pengetahuan
(the rise of educations), sebaiknya sikap otokrasi dalam kepemimpinan seorang
kyai dikurangi dan lebih mengedepankan sikap “mengayomi” santri dengan nilai-
nilai, budaya, maupun keyakinan agama. Sikap otokrasi akan menghasilkan
peserta didik yang tidak kritis dan jumud (kaku) dalam pemikiran.17

Deskripsi Data

a. Deskripsi Pondok Modern Darussalam Gontor

Pondok modern Darussalam Gontor, atau biasa disebut dengan Pondok


Gontor, adalah salah satu dari sekian banyak lembaga pendidikan pondok
pesantren di Indonesia. Pondok ini didirikan pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal
16
Dalam konteks pembelajaran, sama sekali tidak berarti memperbesar peranan siswa di satu pihak
dan memperkecil peranan guru di pihak lain. Dalam istilah pembelajaran, guru tetap harus
berperan secara optimal, demikian halnya dengan siswa. Perbedaan dominasi dan aktivitas di atas,
hanya menunjukkan perbedaan tugas-tugas atau perlakuan guru dan siswa terhadap materi dan
proses pembelajaran. Di sini jelas, proses pembelajaran yang dilakukan siswa tidak mungkin
terjadi tanpa perlakuan guru. Yang membedakan hanya pada peranannya saja. Ibid., 106.
17
Padahal, perkembangan ilmu pengetahuan membutuhkan keterbukaan dan partisipasi aktif antara
peserta didik dengan seorang kyai atau guru. Model pembelajaran bukan kyai-centered tapi santri-
centered. Amin Haedari, dkk, Masadepan Pesantren.,79.
1345/20 September 1926 oleh tiga bersaudara; mereka adalah K.H Ahmad Sahal,
K.H Zainuddin Fanani, dan K.H Imam Zarkasyi. Dan sekarang ini kepemimpinan
Pondok Gontor oleh Badan Wakaf diserahkan kepada K.H. Abdullah Syukri
Zarkasyi, M.A K.H. Hasan Abdullah Sahal, dan K. H. Syamsul Hadi Abdan.18
Pondok Gontor berawal dari Madrasah Tarbiyatul Athfal. Sepuluh tahun
kemudian, para pengasuh pondok membuka Kulliyat al-Mu’allimin al-Islamiyah
(KMI-Sekolah Pendidikan Guru Islam), sebagai program pendidikan menengah
pertama dan menengah atas. Program KMI inilah yang terus bertahan hingga saat
ini.
b. Nilai, Falsafah Visi, Misi, Orientasi, Sintesa dan Tujuan Pondok Modern
Darussalam Gontor

Nilai:

1) Nilai Panca Jiwa Pondok, yaitu : jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa
berdikari, jiwa ukhuwwah Islamiyyah, dan jiwa bebas.
2) Motto: berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berpikiran
bebas.
Falsafah:
a) Falsafah dan Motto Kelembagaan
1) Pondok Modern Gontor berdiri di atas dan untuk semua golongan
2) Pondok adalah lapangan perjuangan, bukan tempat mencari kehidupan
3) Pondok itu milik umat, bukan milik kyai
b) Falsafah dan Motto Kependidikan
1) Apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dialami santri sehari-hari
harus mengandung unsur pendidikan
2) Jadilah ulama yang intelek, bukan intelek yang tau agama
3) Hidup sekali, hiduplah yang berarti

18
Pondok Gontor sejak awal telah menegaskan dirinya sebagai lembaga pendidikan modern.
Sebutan modern terutama mengacu metode pengajarannya dengan sistem klasikal, selain materi-
materi pelajaran yang bersifat vokasional, seperti kesenian, keterampilan, olahraga, bela diri, dan
Pramuka. Dan pada masanya, semua hal tersebut memang baru, bahkan kerap disebut satu
keanehan, bagi lembaga pendidikan Islam. Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan
Pendidikan Pesantren (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), 87-88.
4) Berjasalah tetapi jangan minta jasa
5) Sebesar keinsafanmu, sebesar itu pula keberuntunganmu
6) Mau dipimpin dan siap memimpin, patah tumbuh hilang berganti
7) Berani hidup, tak takut mati, takut mati jangan hidup, takut hidup mati
saja.
8) Seluruh mata pelajaran harus mengandung unsur akhlak
9) In uridu illa al-islah
10) Sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat untuk sesamanya
11) Pendidikan itu by doing, bukan by lip
12) Perjuangan itu memelukan pengorbanan : bondo bahu lek perlu sak
nyawane
13) I’malu fawqo ma ‘amilu
14) Hanya orang penting yang tahu kepentingan, dan hanya pejuang yang
tahu arti perjuangan
15) Sederhana tidak berarti miskin
c) Falsafah dan Motto Pembelajaran
1) Metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada
metode, dan jiwa guru lebih penting daripada guru itu sendiri ( al-
thariqah ahammu min al-maddah, al-mudarrisu ahammu min al-
thariqah, wa ar-ruh al-mudarrisi ahammu min al-mudarris).
2) Pondok memberi kail, tidak memberi ikan
3) Ujian untuk belajar, bukan belajar untuk ujian
4) Ilmu bukan untuk ilmu, tetapi ilmu untuk amal dan ibadah
5) Pelajaran di Pondok : agama 100% dan umum 100%
Visi:
Sebagai lembaga pendidikan pencetak kader-kader pemimpin umat,
menjadi tempat ibadah thalab al-‘ilmi, dan menjadi sumber pengetahuan
Islam, bahasa dan al-Qur’an, dan ilmu pengetahuan umum, dengan tetap
berjiwa pondok.
Misi:
1) Membentuk generasi yang unggul menuju terbentuknya khair al-ummah.
2) Mendidik dan mengembangkan generasi mukmin-muslim yang berbudi
tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berpikiran bebas, serta
berkhidmat kepada masyarakat.
3) Mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan umum secara seimbang
menuju terbentuknya ulama yang intelek
4) Mewujudkan warga negara yang berkepribadian Indonesia yang beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Orientasi:
1) Kemasyarakatan
2) Hidup sederhana
3) Tidak berpartai
4) Ibadah thalab al-‘ilmi
Sintesa:
1) Universitas Al-Azhar di Mesir, yang terkenal dengan harta wakaf dan
keabadiannya. Al-Azhar memiliki kemampuan membiayai dirinya
sendiri, bahkan memberikan bantuan beasiswa kepada mahasiswanya
dari harta wakaf yang dikelolanya. Kemandirian dengan model wakaf
inilah yang diambil sebagai contoh oleh Gontor.
2) Universitas Alighar di India, yang terkenal dengan modernisasinya.
Alighar membekali mahasiswa dengan ilmu pengetahuan agama dan
umum.
3) Pondok Syanggit di Mauritania. Lembaga pendidikan Syanggit
harum namanya berkat kedermawanan dan keikhlasan para
pengasuhnya.
4) Perguruan Santiniketan di India, yang berarti Kampung Damai.
Santiniketan terletak di tengah hutan yang serba sederhana. Lembaga
ini terkenal dengan kedamaiannya.
Tujuan:
1) Terwujudnya generasi yang unggul menuju terbentuknya khair al-
ummah.
2) Terbentuknya generasi mukmin-muslim yang berbudi tinggi,
berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berpikiran bebas, serta
berkhidmat kepada masyarakat.
3) Lahirnya ulama intelek yang memilki keseimbangan dzikir dan pikir
4) Terwujudnya warga negara yang berkepribadian Indonesia yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Pondok Gontor


a. Manajemen Kurikulum Pondok Gontor
Kurikulum di Gontor selalu ditinjau dan diperbaharui dari waktu ke waktu
dengan mempertimbangkan perkembangan dan perubahan yang terjadi di luar
pondok. Prinsip al-muhafadzah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi
al-ashlah menjadi pegangan dalam melakukan perubahan ini. Perubahan bisa
berlaku cepat jika perubahan itu menyangkut materi-materi yang bersifat umum,
tetapi terhadap materi-materi agama maka perubahan dilakukan dengan sangat
hati-hati.
Pembaharuan kurikulum di Gontor tidak hanya dilakukan dengan
mengajarkan ilmu agama di samping ilmu kauniyah, tetapi keduanya berjalan
terpisah. Pembaharuan kurikulum dilakukan dengan mengintegrasikan keduanya
sehingga pengajaran ilmu kauniyah tidak terlepas dari dasar dan nilai agama, dan
sebaliknya, pengajaran ilmu-ilmu agama dikembangkan sejalan dengan
perkembangan keilmuan umum. Pengembangan juga dilakukan dengan
mengintegrasikan kurikulum yang intra dan ekstra. Perhatian kegiatan-kegiatan
ekstrakulikuler tidak kalah dengan intrakulikuler, dan demikian pula sebaliknya.
Kurikulum tersebut kemudian dijabarkan dalam materi dan program
pendidikan. Materi pendidikan di Gontor meliputi bidang-bidang keimanan, ke-
Islaman, akhlak karimah, keilmuan, kewarganegaraan, kesenian dan keindahan,
kewiraswastaan, keterampilan, dakwah, kemasyarakatan, kepemimpinan dan
manajemen, keguruan, kependidikan jasmani dan kesehatan, dan pendidikan
kewanitaan untuk santri putri.
Dengan demikian, kurikulum pendidikan di pesantren mencakup semua
kegiatan dalam berbagai bentuknya dan disesuaikan dengan program pondok
secara keseluruhan. Semua itu merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan
yang mengatur seluruh kehidupan santri guna mencapai tujuan pendidikan dan
pengajaran yang dikehendaki. Dengan kata lain, totalitas yang ada memiliki nilai
pendidikan dalam berbagai aspeknya, sehingga segala yang dilihat, didengar,
dirasa, dan dialami oleh santri adalah pendidikan. 19
1. Pengasuhan Santri
Pengasuhan santri adalah lembaga yang mendidik dan membina langsung
seluruh kegiatan ekstrakulikuler santri, atau seluruh aktivitas kehidupan santri
di Pondok Gontor di luar jam belajar santri di KMI, mulai bangun tidur sampai
tidur kembali.
Secara struktural, lembaga ini ditangani langsung oleh Pengasuhan Santri
yang juga pimpinan pondok. Dalam menjalankan tugas hariannya, lembaga ini
dibantu oleh beberapa orang staf. Tugas Pengasuhan Santri ini dapat
digolongkan menjadi beberapa hal, yaitu selain sebagai supervisi kegiatan
seluruh santri, juga bertindak sebagai pembina, pembimbing, dan penyuluh
Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) dan Koordinator Gerakan
Pramuka.
Kehidupan santri selama 24 jam tidak lepas dari disiplin yang selalu
didasari oleh nilai-nilai dan ajaran-ajaran kepondokmodernan. Pengendalian
disiplin santri tidak hanya dalam aspek organisasinya saja, tetapi dalam segala
aspek yang terlingkup dalam ‘ubudiyah, akhlak-etika, belajar, etos kerja,
berbahasa Arab dan Inggris, pakaian, absensi, dan sebagainya. Pengendalian
19
Materi-materi yang terdapat di dalam kurikulum tersebut kemudian direalisasikan melalui
program pendidikan yang dibagi menjadi program intrakulikuler dan ekstrakulikuler. Adapun,
untuk memudahkan pengorganisasian kegiatan agar menjadi efektif dan efisien, pelaksanaan
kurikulum didelegasikan kepada lembaga-lembaga yang telah ditetapkan. Kegiatan intrakulikuler
diselenggarakan oleh lembaga Kulliyat al-Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) dan kegiatan-kegiatan
ekstrakulikuler merupakan tanggung jawab Pengasuhan Santri. Abdullah Syukri Zarkasyi,
Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor (Ponorogo: Trimurti Press, 2005),
104-105.
disiplin tersebut tidak lain dimaksudkan untuk mendidik pola kecerdasan
santri, baik secara intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual.
Materi kegiatan yang dikelola lembaga ini meliputi:
1) Pekan Perkenalan (Khutbatul Arsy), kegiatan ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengenalkan kepada santri kehidupan di Pondok Gontor secara
menyeluruh.
2) Ibadah amaliyah; baik wajib, sunnah, maupun nawafil.
3) Ekstensif learning:
 Pembinaan dan pengembangan tiga bahasa
 Belajar muwajjah di sore dan malam hari
 Latihan pidato dalam tiga bahasa
 Cerdas cermat
 Diskusi, seminar, dan kegiatan keilmuan lainnya
 Penerbitan karya-karya santri
4) Praktek dan bimbingan, meliputi:
 Praktek adab dan sopan santun/etika
 Praktek mengajar/keguruan
 Praktek dakwah kemasyarakatan
 Praktek menyelenggarakan jenazah
 Bimbingan dan penyuluhan
5) Latihan dan praktek berorganisasi.
6) Kursus-kursus dan latihan-latihan (Pramuka, keterampilan, kesenian,
kesehatan, olahraga, perkoperasian, kewiraswastaan, sadar lingkungan,
bahasa, dan lain-lain).
7) Dinamika kelompok santri (baik kelompok-kelompok wajib atau kelompok-
kelompok minat).
Kegiatan-kegiatan di atas dikelola oleh santri sendiri dengan bimbingan
guru-guru atau santri yang lebih senior.
Seluruh kehidupan santri selama berada di dalam pondok diatur oleh
mereka sendiri (self government). Kegiatan-kegiatan ini selalu didasari oleh
nilai-nilai dan ajaran-ajaran yang ditanamkan dalam kehidupan santri di
pesantren di bawah pimpinan kyai. Ada dua organisasi santri yang ada di
Pondok Gontor, yaitu:
1) Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM)
Organisasi pelajar ini bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
berhubungan dengan kemajuan, tata tertib, dan disiplin seluruh pelajar.
Maka untuk mengatur segala hal yang memudahkan jalannya organisasi dan
meringankan tanggung jawab, diadakan bagian-bagian yang diberikan
tugas-tugas khusus mengurus bidang aktivitas, misalnya:
a) Bagian olahraga: mengatur segala macam permainan keolahragaan para
pelajar dengan segala alat perlengkapannya; mengadakan latihan-latihan
keolahragaan dan pertandingan-pertandingan baik keluar maupun ke
dalam, dan lain sebagainya.
b) Bagian kesenian: menyelenggarakan kursus dalam bidang kesenian;
mengatur dan mengawasi klub-klub musik; mengisi hiburan pada waktu
resepsi, pertemuan-pertemuan pelajar, dan sebagainya.
c) Bagian Kesehatan: menyediakan obat-obatan untuk kepentingan para
pelajar; mengadakan suntikan-suntikan dengan mendatangkan tenaga-
tenaga ahli dalam bidang kesehatan, dan sebagainya.
d) Bagian Pengajaran: bertanggung jawab atas jalannya pelajaran pada
waktu sore, menyelenggarakan kursus-kursus, latihan-latihan berpidato
dalam bahasa Arab, Inggris, dan Indonesia yang diikuti seluruh pelajar.
e) Bagian Keamanan: bertanggung jawab atas keamanan seluruh pelajar;
mengatur dan mengawasi jalannya disiplin dan sunnah Pondok Modern.
f) Bagian Penerangan: memberikan/menyampaikan penerangan-penerangan
dan pengumuman-pengumuman kepada seluruh pelajar;
menyelenggarakan siaran-siaran baik dengan radio maupun surat
kabar/majalah; menyediakan taman baca untuk para pelajar, dan
sebagainya.
g) Bagian Penerimaan Tamu: mengurusi tamu-tamu yang datang ke Pondok
Gontor; menyediakan penginapan bagi mereka dengan akomodasinya.
h) Dan beberapa bagian lainnya.
2) Organisasi KePramukaan
Gerakan Pramuka di Pondok Gontor dianggap sangat penting sebagai
sarana pendidikan yang dapat membentuk kepribadian, mental, dan akhlak
mulia untuk bekal para santri dalam hidup bermasyarakat. Kegiatan
kepramukaan ini ditangani oleh organisasi yang disebut Koordinator Gugus
Depan 15089 Pondok Modern, di bawah Majelis Pembimbing. Bagian-
bagian dalam Koordinator Gerakan Pramuka terdiri dari: Ketua, Andalan
Koordinator Urusan Kesekretariatan, Andalan Koordinator Urusan
Keuangan, Andalan Koordinator Urusan Latihan, Andalan Koordinator
Urusan Perpustakaan, Andalan Koordinator Urusan Kedai Pramuka,
Andalan Koordinator Urusan Perlengkapan dan Gugus Depan.
3) Kulliyat al-Mu’allimin al-Islamiyah (KMI)
Kulliyat al-Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) adalah lembaga yang
mengurus aktivitas akademis para santri, dimana sistem perjenjangannya
sudah diterapkan sejak tahun 1936.
a) Program
Terdapat dua macam program yang ditempuh siswa di KMI Pondok
Modern Gontor, yaitu program reguler dan intensif. Program reguler untuk
lulusan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, dengan masa belajar 6 tahun,
yakni ditempuh secara berurutan dari kelas I-VI. Jika mengikuti standar
pendidikan nasional, kelas I-II-III di KMI, setingkat SLTP/MTs. Adapun
kelas IV-V-VI, setingkat SLTA/MA.
Program intensif di KMI untuk lulusan SLTP/MTs dan di atasnya,
ditempuh selama 4 tahun, yakni dengan urutan jenjang kelas I-III-V-VI.
Kelas intensif ini sebenarnya hanya diselenggarakan pada kelas I dan III,
karena itu disebut sebagai kelas I intensif dan III intensif. Sedangkan di
kelas V mereka akan belajar secara reguler bersama-sama dengan lulusan
SD/MI yang sudah duduk di kelas V.
Untuk memastikan berjalannya dan meningkatnya kualitas akademik,
KMI memiliki bagian-bagian tertentu. Seperti Bagian Proses Belajar
Mengajar (PBM), Bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang)
Kurikulum, Bagian Karir Guru, Perpustakaan, Tata Usaha, dan Peralatan
(inventaris). Terkait dengan peningkatan kualitas akademik, “Even The Best
Can Be Improved”, adalah motto yang selalu dipegang, agar KMI selalu
dinamis dan mampu meningkatkan program akademiknya. Karena itu,
koordinasi antar bagian dalam KMI menjadi suatu keharusan.
Karena pentingnya koordinasi tersebut, KMI telah menetapkan jadwal
pertemuan/rapat rutin antar bagian KMI sebulan sekali. Pertemuan tersebut
sekaligus sebagai sarana evaluasi program yang sudah dilakukan dan
perencanaan program yang akan dilakukan. Dan juga mengalokasikan
waktu khusus untuk mengadakan pertemuan internal pada tiap pekan.
b) Jam belajar
Kegiatan intrakulikuler di KMI berlangsung dari pukul 07.00-12.30
WIB, dengan istirahat 2 kali: pertama pukul 08.30-09.00 WIB, dan kedua
jam 10.30-11.00. Waktu belajar itu menjadi 6 pelajaran, masing-masing
mendapat alokasi waktu 45 menit.
c) Isi
Kurikulum dibagi menjadi beberapa bidang studi sebagai berikut:
(1) Bahasa Arab (semua disampaikan dalam bahasa Arab): al-Imla’, al-
Insya, Tamrin al-Lugah, al-Muthala’ah, al-Nahwu, al-Sharf, al-
Balagah, Tarikh al-Adab, dan al-Khat al-Arabi.
(2) Dirasah Islamiyah (untuk kelas II ke atas, seluruh materi dalam
bahasa Arab): al-Qur’an, al-Tajwid, al-Tawhid, al-Hadits, al-Tafsir,
al-Fiqh, Musthalahu al-Hadits, Usul al-Fiqh, al-Faraid, al-Din al-
Islami, Muqaranat al-Adyan, Tarikh al-Islam, al-Mantiq, Tarjamah
al-Qur’an.
(3) Keguruan: al-Tarbithah wa al-Ta’lim (dengan bahasa Arab) dan
Psikologi Pendidikan.
(4) Bahasa Inggris (dengan bahasa Inggris): Reading and Comperhesion,
Grammar, Composition, dan Dictation.
(5) Ilmu Pasti: Berhitung, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Fisika,
Kimia, dan Biologi.
(6) Ilmu Pengetahuan Sosial: Sejarah Nasional dan Dunia, Geografi,
Sosiologi, dan Psikologi Umum.
(7) Keindonesiaan/Kewarganegaraan: Bahasa Indonesia dan Tata
Negara.
d) Kegiatan KMI
Kegiatan yang dikelola lembaga ini terdiri dari kegiatan harian,
mingguan, tengah tahunan, dan tahunan.
a. Kegiatan harian meliputi:
1) Gerakan Tabkir, adalah gerakan masuk kelas tepat waktu. Kegiatan ini
dilakukan oleh staf KMI dengan cara mengontrol siswa ke asrama,
dapur, dan tempat-tempat keberadaan siswa di pondok agar dapat
masuk kelas dengan segera. Siswa yang terlambat akan dicatat,
menjadi pertimbangan dalam menilai sikap mental mereka, dan siswa
akan diberikan sanksi.
2) Taftisy al-I’dad (pengecekan persiapan mengajar), adalah pemeriksaan
persiapan mengajar guru pada buku i‘dad (persiapan) khusus, yang
dilakukan oleh guru-guru senior. Pembuatan i’dad ini wajib dilakukan
oleh para guru. Guru yang tidak membuat persiapan mengajar tidak
diizinkan mengajar.
3) Naqdu al-Tadris, yakni evaluasi (kritik) mengajar yang dilaksanakan
oleh guru-guru senior yang sudah dijadwal. Apabila ditemukan
kesalahan dalam menggunakan metode ajar, guru bersangkutan akan
diberikan bimbingan.
4) Pengontrolan kelas dan asrama santri saat pelajaran berlangung. Ini
dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kelas kosong,
keterlambatan guru dalam mengajar, dan untuk memastikan legalitas
atau tanda keterangan tidak masuk kelas bagi santri, baik karena
alasan menjadi piket asrama maupun karena alasan sakit.
5) Al-Ta’allum al-Muwajjah, yaitu belajar terbimbing setiap malam. Cara
belajar ini dilakukan untuk mengulangi pelajaran yang telah diberikan
kepada santri pada jam belajar formal di pagi hari, atau memberikan
bimbingan individual bagi santri yang lemah kemampuan
akademiknya, dengan cara bimbingan oleh para wali kelas, dan
diawasi oleh guru-guru senior, dan direktur KMI secara langsung.
Pengawasan sistem belajar malam ini tidak kaku. Para guru dituntut
kreatif memanfaatkan model belajar ini, yang bisa dilakukan di luar
kelas, dan membebaskan para santri secara aktif memanfaatkan waktu
belajar malam (self study). Dengan cara ini, para santri dapat langsung
bertanya kepada guru tentang pelajaran yang belum dipahaminya.
b. Kegiatan mingguan dan bulanan: kegiatan mingguan ini ditujukan untuk
guru dan santri. Untuk guru, diadakan pertemuan mingguan bersama
Pimpinan Pondok dan Direktur KMI, biasanya dilakukan pada hari
Kamis. Pertemuan ini diadakan selain sebagai media untuk menyamakan
persepsi, juga untuk menyampaikan informasi penting mengenai kegiatan
pondok dan perkembangannya, dan juga untuk mengevaluasi kegiatan
belajar mengajar selama satu minggu. Adapun untuk santri, staf KMI
melalui ketua kelas menyampaikan informasi program-program KMI,
dan mendengarkan laporan mengenai keadaan santri dan keadaan kelas.
Kemudian pada setiap akhir bulan, ketua kelas dilibatkan KMI untuk
mengecek batas-batas pelajaran, dengan memberikan buku khusus
pengecekan pelajaran dari bagian PBM. Selain itu, pada setiap minggu
dan bulan, para guru pengajar materi pelajaran tertentu memberikan
evaluasi belajar, yang dinamakan muraja’ah al-durus. Ujian ini diadakan
untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, memacu
pencapaian target pengajaran guru, dan mendongkrak motivasi belajar
santri.
c. Kegiatan tengah tahunan, yaitu ulangan umum yang terbagi dalam ujian
pertengahan tahun dan ujian akhir tahun. Pada pertengahan tahun
pertama, ujian ini diikuti oleh seluruh santri dari kelas I-V. Setiap hari
diujikan 3 mata pelajaran, dengan durasi 90 menit. Pada pertengahan
tahun kedua, ulangan umum diadakan sebelum praktek mengajar (al-
tarbiyah al-‘amaliyah) untuk santri kelas VI, yang diikuti dan melibatkan
seluruh kelas I-IV KMI. Adapun ujian yang kedua, diawali dengan
pelaksanaan ujian syafahi (ujian lisan). Materi yang diujikan adalah al-
Qur’an yang meliputi: Tajwid, Ibadah ‘Amaliyah, Ibadah Qouliyah, dan
doa-doa); Bahasa Arab, meliputi: Muhadatsah, Muthala’ah, Nahwu,
Sharf, Mahfudzat, Mufradat, Tarjamah, dan Balaghah (khusus kelas V);
dan Bahasa Inggris, meliputi Conversation, Reading, Grammar,
Vocabulary, Translation, dan Dictation. Model ujian akhir tahun sama
persis dengan ujian pertengahan tahun.
d. Kegiatan tahunan
Kegiatan ini meliputi penerimaan santri baru, penataran guru baru,
dan yudisium kenaikan kelas V dan VI, penentuan tempat pengabdian
bagi setiap lulusan, yang diwajibkan mengabdi minimal satu tahun.
Selain itu, ada beberapa program yang dicanangkan KMI untuk
peningkatan kemampuan akademis santri. Antara lain:
1. Fath al-Kutub: yaitu latihan membaca kitab-kitab berbahasa Arab
untuk kelas V (kitab-kitab Klasik) dan kelas VI (kitab-kitab
kontemporer). Santri diberi tugas untuk membahas persoalan-
persoalan tertentu dalam akidah, fiqih, hadits, tafsir, tasawuf, dan lain-
lain. Mereka kemudian membuat dan menyerahkan laporan tertulis
mengenai hasil kajiannya. Laporan tersebut disampaikan kepada guru
pembimbing untuk dievaluasi.
2. Fath al-Mu’jam: yaitu latihan dan ujian membuka kamus berbahasa
Arab untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan berbahasa
Arab santri, terutama dalam mencari akar dan makna kosa kata.
3. Manasik al-Hajj: yaitu latihan ibadah haji bagi siswa, berlokasi di
lingkungan pondok, di bawah bimbingan guru ahli.
4. ‘Amaliyah al-Tadris: yaitu praktek mengajar untuk siswa kelas enam.
Menjelang akhir masa studinya, diadakan PPL untuk santri. Seorang
santri melaksanakan praktek mengajar sementara kawan-kawannya
yang satu kelompok dengannya mengamati dan selanjutnya
memberikan evaluasi. Setelah praktek pengajaran selesai, diadakan
sesi evaluasi oleh guru praktek sendiri, santri-santri lain yang juga
anggota kelompoknya, dan guru supervisor yang membimbing
jalannya seluruh proses PPL tersebut.
5. Al-Rihlah al-Iqtishadiyah: orientasi tentang dan kunjungan ke dunia
usaha dan kewiraswastaa, untuk menanamkam jiwa kemandirian dan
kewiraswastaan kepada para santri.
6. Penulisan karya ilmiah tentang berbagai persoalan keagamaan dan
kemasyarakatan dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris di bawah
bimbingan guru senior.
Di samping kegiatan-kegiatan untuk santri, KMI baik secara
mandiri maupun bekerjasama dengan pihak lain, juga selalu mengadakan
pelatihan, penataran, dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk meningkatkan
kualitas guru.
b. Manajemen Pembelajaran Pondok Gontor
Dalam proses belajar mengajar di Gontor terdapat kaidah-kaidah agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik adalah sebagai berikut:
1. Pelajaran harus dimulai dari yang mudah dan sederhana.
2. Tidak tergesa-gesa pindah ke pelajaran yang lain sebelum santri
memahami betul pelajaran yang telah diajarkan.
3. Proses pengajaran harus teratur dan sistematik.
4. Latihan-latihan diperbanyak setelah pelajaran selesai.
5. Guru tidak boleh bosan mengulangi pelajaran dengan soal-soal evaluasi.
6. Guru hendaknya pandai dalam mengetahui dan mengukur kemampuan dan
kondisi kepribadian santri.
7. Guru hendaknya pandai menarik perhatian santri dengan latihan-latihan
dan ulangan-ulangan yang bervariasi.
8. Guru hendaknya memotivasi santri yang pandai dan tidak meremehkan
santri yang lemah.
9. Guru harusnya memperhatikan tingkat perbedaan kecerdasan dan
kelemahan individu santri.
Adapun langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran terdiri dari dua
langkah: sebelum dan sewaktu mengajar. Sebelum mengajar, guru membuat
persiapan pengajar atau SAP dan dimintakan tanda tangan kepada pembimbing
(guru senior). Sedangkan langkah ketika mengajar secara garis besar ada tiga;
pendahuluan, penyajian, dan evaluasi.
Proses belajar mengajar di Gontor dilakukan dengan sistem klasikal dan
penjenjangan. Santri dengan tingkat kemampuan yang sama dikelompokkan
dalam kelas-kelas dalam jumlah tertentu yang dibatasi. Pembelajaran yang
berlangsung dalam satu kelompok terbatas, dengan tingkat kemampuan yang
merata, dapat memudahkan seorang guru untuk mengetahui kadar penguasaan
santri terhadap pelajaran yang telah diajarkan. Seorang guru dapat mengevaluasi
pemahaman santri terhadap pelajaran yang telah diberikan pada setiap awal
pelajaran, dan mengevaluasi pemahaman mereka terhadap pelajaran yang sedang
disampaikan pada saat pelajaran maupun menjelang usainya pelajaran.
Metode pembelajaran yang diterapkan di Gontor berbeda untuk setiap
mata pelajaran, metode tersebut disesuaikan dengan mata pelajaran. Mata
pelajaran tertentu menghendaki metode yang berbeda dari mata pelajaran lainnya.
Dan terkadang para guru menggunakan dua metode atau lebih untuk mengajarkan
satu mata pelajaran secara saling melengkapi.
Misalnya dalam pembelajaran bahasa Arab, sistem dan metode yang
digunakan adalah perpaduan antara dua teori yang saling menopang, yaitu all in
one system (nazariyat al-wihdah) dan polysystematic approach (nazariyat al-
furu’). Hal ini dapat dilihat dari pola berikut:
1) Pengajaran bahasa Arab dibagi dalam beberapa materi yang merupakan
cabang-cabang bahasa Arab, seperti Insya’, Muthala’ah, Nahwu, Sharf,
Mahfudzat, Khat, dan Tarikh Adab.
2) Pembagian tersebut dimaksudkan untuk mempermudah proses belajar
mengajar sambil memberikan penekanan khusus pada materi-materi
tertentu yang diperlukan.
3) Tidak memisahkan hubungan antara satu materi dengan materi lain, karena
pada dasarnya seluruh materi tersebut adalah cabang dari induk yang
saling terkait.
Sementara itu, dari sekian banyak metode pembelajaran bahasa asing, yang
jumlahnya tidak kurang dari 15 macam, dalam memulai pembelajaran bahasa
Arab, Gontor lebih menitikberatkan penggunaan metode pembelajaran bahasa
direct method (al-thariqah al-mubasyirah). Hal ini berlaku untuk semua materi
bahasa Arab dan mata pelajaran agama.
Sebagai gambaran, untuk mata pelajaran bahasa Arab pada tahap permula,
metode langsung ini dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Mula-mula guru mengucapkan kata-kata, atau kalimat dengan ucapan yang
jelas dan terang, dengan memilih kalimat-kalimat yang sering digunakan
dalam percakapan sehari-hari.
2) Menirukan, dimulai dari yang mudah hingga yang sulit, mulai dari nama-
nama benda, kemudian dharaf al- zaman wa al-makan, kemudian huruf
jar, kemudian hitungan, warna, kata kerja.
3) Ini berlangsung selama lima bulan dan diulang-ulang sehingga santri dapat
menguasai dasar-dasar percakapan.
4) Penggunaan tata bahasa/nahwu dan sharf dimulai dengan melalui lisan,
bukan dengan menghafal. Maka, guru memberikan contoh-contoh
penggunaan sebelum sampai pada kaidah-kaidah tertentu.
5) Bila memakai buku, maka guru harus memberi contoh dalam membaca
dengan jelas, dan kemudian ditirukan oleh santri.
6) Harus memperbanyak latihan-latihan, baik untuk pendengaran, lisan,
menirukan, maupun tulisan.
Hal penting yang harus selalu diperhatikan oleh para guru bahasa Arab di
KMI adalah tidak boleh menggunakan sistem terjemahan. Metode langsung ini
diarahkan kepada penguasaan secara aktif dengan memperbanyak latihan lisan
dan tulisan disertai dengan penggunaan alat peraga dan tekanan kepada anak
untuk memfungsikan kata-kata dalam sejumlah kalimat sempurna yang
mengandung makna. Dalam pengajaran bahasa dengan cara ini yang dijadikan
semboyan adalah “al-kalimah wahidah fi alfi jumlah khoirun min alfi kalimah fi
jumlatin wahidah”, maksudnya adalah “tahu satu kata dan mampu meletakkannya
dalam seribu kalimat sempurna itu lebih baik daripada mengetahui seribu kata
tetapi hanya dapat meletakkan masing-masing di satu kalimat sempurna”.
Pembelajaran materi Muthala’ah (Reading) tidak sekedar dilakukan untuk
membuat santri mengerti kandungan cerita yang ada di dalamnya, akan tetapi agar
santri dapat menguasai semua kata dan susunan yang ada dalam buku tersebut.
Dengan cara demikian, kelak santri dapat membaca kitab sendiri, tidak selalu
dituntun.
Di samping itu, materi bahasa pun tidak sekedar diajarkan untuk
kepentingan bahasa semata, tetapi juga menjadi sarana untuk membentuk cara
berpikir, dengan melibatkan santri berpikir aktif dalam proses belajar. Misalnya
dalam pelajaran Nahwu, pelajaran dimulai dengan contoh-contoh yang secara
maksimum diminta dari santri, kemudian guru menerangkan maksud dari contoh-
contoh yang ada, dan selanjutnya dilakukan penyimpulan berupa kaidah-kaidah
oleh santri dengan bantuan guru. Ini berarti mengajari murid untuk berpikir dan
mengambil kesimpulan.
Dalam pengajaran agama, misalnya Fiqh, proses pembelajarannya adalah
sebagai berikut:
1. Kelas I, pelajaran ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantarnya, begitu juga mata pelajaran Aqa’id, Tajwid, Tafsir, dan
Hadits.
2. Kelas II, bahasa Arab mulai digunakan sebagai bahasa pengantar
walaupun masih sederhana.
3. Kelas III dan IV, pelajaran Fiqh, juga pelajaran agama lainnya, terus
ditingkatkan dengan menggunakan bahasa Arab.
4. Kelas V, mulai menjelajahi buku-buku Maraji’ al-Islamiyyah, seperti:
a) Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid, karya Ibnu Rusyd al-
Andalusy.
b) Fath al-Mu’in, karya Ibnu Hajar al-Haitsamy.
c) Fath al-Wahhab, karya Abu Zakariya al-Ansari.
d) Al-Asybah wa al-Nazair, karya Imam Jalal al-Din al-Suyuti.
5. Kelas VI, dengan dibekali ilmu dan bahasa yang sudah memadai, santri
sudah siap untuk menjelajah ummahat al-masadir.
Di Pondok Gontor, pengenalan dan pengjaran sains dan teknologi
diselenggrakan di dalam kelas (pada jam belajar pagi) dan di luar kelas. Bahkan
porsi di luar kelas jauh lebih besar dibandingkan di dalam kelas. Materi-materi
keterampilan praktis, seperti administrasi, manajemen, akuntansi, permesinan,
kesenian, olahraga, dan sebagainya, tidak dimasukkan dalam kurikulum intra,
melainkan menjadi aktivitas ekstrakulikuler, agar para santri dapat lebih bebas
memilih serta mengembangkan bakat sesuai dengan aktivitas yang ada di Pondok
Gontor.
Adapun pengajaran IPTEK di kelas, santri dibekali ilmu-ilmu dasar,
meliputi fisika, biologi, astronomi (ilmu falak), matematika, dan berhitung. Untuk
mendukung keberhasilan materi-materi itu, pondok melengkapi media
pengembangannya dengan laboratorium fisika dan biologi. Pengajaran IPTEK di
luar kelas, dilakukan dalam kegiatan ekstrakulikuler, yakni santri diajari ilmu-
ilmu terapan seperti manajemen, administrasi, akuntansi, permesinan, dan
sebagainya secara teoritis melalui diklat-diklat yang diselenggarakan oleh
organisasi atau lembaga-lembaga yang ada di pondok.

Penutup

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kurikulum di Pondok


Modern Darussalam Gontor mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu kauniyah
sehingga pengajaran ilmu kauniyah tidak terlepas dari dasar dan nilai agama. Dan
sebaliknya, pengajaran ilmu-ilmu agama dikembangkan sejalan dengan
perkembangan keilmuan umum. Pengembangan juga dilakukan dengan
mengintegrasikan kurikulum yang intra dan ekstra. Perhatian kegiatan-kegiatan
ekstrakulikuler tidak kalah dengan intrakulikuler, dan demikian pula sebaliknya.
Proses belajar mengajar di Gontor dilakukan dengan sistem klasikal dan
penjenjangan. Santri dengan tingkat kemampuan yang sama dikelompokkan
dalam kelas-kelas dalam jumlah tertentu yang dibatasi. Metode pembelajaran
yang diterapkan di Gontor berbeda untuk setiap mata pelajaran, metode tersebut
disesuaikan dengan mata pelajaran. Mata pelajaran tertentu menghendaki metode
yang berbeda dari mata pelajaran lainnya.

DAFTAR RUJUKAN

Ahmadi, Rulam. Memahami Metodologi Penelitian Kualitatif, Malang, UM Press,


2005.

al-Syaibani, Oemar Muhammad al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam.


Diterjemahkan Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Arifin, Muzayyin. Filsafat pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina


Aksara, 2006.

Fatah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


RosdaKarya, 2006.

Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung, Remaja


RosdaKarya, 2006.

Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jakarta: Gaya Media,
1999.

Madjid, Nurcholis. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta:


Paramadina, 1997.
Mahfud Junaedi, Mansur. Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta: Departemen Agama, 2005.

Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda


Karya, 2004.

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan


Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana, 2007.

Qomar, Mujamil. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju


Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga, 2005.

Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,


Cet. VI Jakarta: Kencana, 2009.

Sudjana, Nana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung:


Sinar Baru Aglesindo, 1996.

Surahmat, Winarto. Dasar dan Teknik Reasearch. Bandung: Tarsito, 1975.

Syarif, Mustafa. Administrasi Pesantren. Jakarta: Karya Barkah, 1982.

Zarkasyi, Abdullah Syukri. Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren.


Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005.

------------. Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor.


Ponorogo: Trimurti Press, 2005.

Anda mungkin juga menyukai