Anda di halaman 1dari 19

MENGUBAH KRITI

DAN HINAAN
PENGHAS

‘T
Kita harus mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah hidup Nabi

Muhammad SAW. Saya melihat, dakwah Nabi Muhammad SAW (setelah

beliau menerima wahyu) saat itu dikuatkan oleh Siti Khadijah. Ini adalah

fakta.

Nabi awalnya seorang yatim dan susah. Tapi kemudian nasibnya berubah

dan dari pamannya, Abu Thalib, beliau mengenal dunia bisnis. Sejarah

mencatat, mereka berdua sempat berkali-kali ke Negeri Syam untuk urusan

perniagaan. Sampailah akhirnya Nabi mendapatkan jodohnya, Siti

Khadijah.

Satu lagi. Sebelum menjadi Nabi, beliau menunjukkan sifat paling utama

yang harus dimiliki seorang pengusaha yaitu sifat amanah dan jujur.

Sampai-sampai beliau digelari Al-Amin. Semua orang mengakuinya.

Sebelum Nabi Muhammad diberikan wahyu (sebelum diangkat menjadi

Nabi), Siti Khadijah sempat menitipkan amanah hartanya kepada Nabi

Muhammad, karena Nabi Muhammad memang dikenal sebagai sosok yang

amanah dan jujur.


Dan dari situ, Nabi Muhammad bisa mempelajari bisnis dalam skala lebih

besar dan lebih luas, bahkan terjun langsung dalam bisnis tersebut.

Saat Nabi Muhammad menikahi Siti Khadijah, ada perubahan pada dakwah

Nabi Muhammad. Beliau menjadi lebih mantap dan lebih kuat, karena

mendapat dukungan penuh berupa harta dari Siti Khadijah. Jelas, Siti

Khadijah adalah salah satu orang paling kaya di Mekkah dan kekayaan Siti

Khadijah saat itu digunakan untuk men-support Nabi Muhammad dalam

berdakwah.

Pada akhirnya, selamat membaca e-book ini, karya sahabat saya, Ippho

Santosa. Di dalamnya, insya Allah kita akan belajar banyak soal bisnis

secara praktis, terutama bagi young entrepreneur.

Syekh Ali Jaber


Menolak Baper

Hari itu, hampir saja saya baper. Ada seorang teman yang bilang kayak

gini ke saya...

"Ngomong gitu doang, gue juga bisa.”

“Posting gitu doang, semua orang juga bisa."

Pesan utama dari dia BUKAN 'gue juga bisa'. Pesan utama dari dia

adalah 'elu bisanya ngomong doang, nulis doang'. Saya diam aja, nggak

bales. Walaupun saat itu penjualan buku-buku saya sudah di atas 1 juta

eksemplar dan menurut media itu prestasi yang benar-benar WOW.

Lebih baik saya menyibukkan diri dalam bisnis. Alhamdulillah sekarang

saya ada 20 karyawan dan ribuan mitra, dari Aceh sampai Papua, bahkan

juga di luar negeri.

Mungkin ini semua belum ada apa-apanya. Tapi saya benar-benar

memperhatikan penafkahan mereka. Nggak ada pemotongan gaji. Nggak

ada penundaan THR. Setiap tahun, naik gaji. Dua tahun, bisa umrah.

Alhamdulillah karyawan pada loyal. Selama belasan tahun, itulah yang

terjadi.
Mitra-mitra? Alhamdulillah, membaik terus nafkahnya. Ratusan mitra

bahkan bisa umrah dan jalan-jalan ke luar negeri. Sampai di sini saya

menyarankan, jangan terlalu mikirin ucapan sinis dan skeptis orang lain.

No baper. Fokus saja pada potensi dan prestasi. Percayalah, lama-lama itu

akan berbunyi.

Memetik Hikmah

“Kamu kuliah, ambil apa?”

“Ambil hukum. Kamu, ambil apa?”

“Aku sih ambil hikmahnya aja.”

“Drop out ya?”

“Hehehe.”

Hidup adalah samudera hikmah. Di berbagai liputan, sebagian kita

mungkin sudah meneguk hikmah demi hikmah yang tidak sedikit dari

pengusaha-pengusaha hebat.

Dari Jack Ma, kita belajar:

- Biasakan diri dengan penolakan. Beranilah mengambil risiko. Cari

atasan atau mentor yang tepat.


Dari Chairul Tanjung, kita belajar:

- Berdaganglah sedini mungkin. Bekerja keras sejak muda. Miliki

musuh bersama.

Dari Nabi Muhammad, kita belajar:

- Berdaganglah sedini mungkin. Tidak harus produksi sendiri. Cari

pembimbing yang tepat.

Setidaknya, itulah hikmah-hikmah yang kita teguk dari pengusaha-

pengusaha hebat tersebut. Maka wajar kalau disebut hidup itu samudera

hikmah.

Nah, bagaimana dengan kritik? Adakah hikmah saat kita dikritik? Sekecil

apapun, sebenarnya hikmah itu ada. Sayang, tak semua orang mau

introspeksi dan belajar. Alih-alih begitu, mereka lebih suka beralasan.

Untuk itu, perkenankan di sini saya memboyong sosok anak muda yang

membekali dirinya dengan zest alias semangat yang luar biasa, di mana ia

berhasil menghalau sederet kritik dan keraguan, kemudian menjadi salah

satu orang paling tajir dan paling tenar di muka bumi ini. Siapakah dia?
Menyikapi Kritik

Awal-awal merintis bisnis, ia terpaksa drop-out dari kampusnya. Mudah

ditebak, orang-orang di sekitarnya bukan saja mengkritik tapi juga

menentang dan menantang keputusan ekstrim ini. Manakala bisnisnya

tumbuh dan berkembang, korporasi sekakap Yahoo ingin membeli

bisnisnya dengan harga yang membuat orang-orang tercengang. Tapi, ia

tolak. Timnya protes, menganggap penolakan ini sangat konyol. Lalu,

karena kecewa timnya memutuskan untuk resign. Beda dengan mereka,

ia menyandang zest dan tetap yakin pada visinya.

Begitulah. Ia punya zest dan visi yang melampaui orang rata-rata. Sean

Parker, pendiri Napster, adalah pihak luar yang turut meyakini visi

besarnya itu, tanpa ragu. Ujung-ujungnya terbukti, visi tersebut meng-

kristal menjadi sesuatu. Dream comes true. Di mana bisnisnya meraksasa

dengan merek Facebook dan warna serba biru. Ya, anak muda itu ber-

nama Mark Zuckerberg dan saya yakin sejak awal Anda sudah tahu.

Bukankah begitu?
Dengan rendah hati, kemudian ia mengaku, “Saya memulai situs ini saat

berumur 19 tahun dan saya tidak tahu banyak tentang bisnis pada waktu

itu.” Di kesempatan berbeda, ia pernah bicara soal zest, “Bergeraklah

dengan cepat dan hancurkan apapun yang menghalangi. Jika Anda gagal

menghancurkan sesuatu, berarti Anda tidak bergerak dengan cukup cepat.

Percayalah, risiko terbesar adalah tidak mengambil risiko sama sekali.”

Sejak dulu sampai sekarang, Mark Zuckerberg sudah terbiasa dengan

masa-masa sulit dan kritikan. Berbekal zest, inilah komentar-

komentarnya:

- Saat kita idealis, bersiaplah disalahpahami.

- Saat kita bervisi besar, bersiaplah disebut gila.

- Saat kita mengatasi masalah rumit, bersiaplah disalah-salahkan.

- Saat kita punya inisiatif, bersiaplah dikritik.


- Namun demikian, tetaplah mempersembahkan hasil yang hebat

(great works)

Bukan bisnisnya saja yang dikritik. Sampai-sampai kartu nama dan

pakaiannya sering dikritik oleh khalayak. Maklum, di kartu namanya

terpampang "I am CEO, Bitch". Ia pun mengenakan kaos abu-abu setiap

harinya, kecuali saat bertemu Paus Fransiskus dan sejumlah pemimpin

negara. Namun ia tetap pede. “Diapresiasi, jangan larut. Dikritisi, jangan

takut,” mungkin demikian falsafah yang ia pegang.

Suatu ketika, saat Mark Zuckerberg berolahraga bersama anaknya, lagi-

lagi publik mengkritiknya, “Kepala dan leher anak bisa terguncang-

guncang. Itu tidak bagus buat otaknya.” Di lain waktu, seniman bernama

Katsu di New York mengkritik dan menghinanya dengan melukis wajah-

nya dengan kotoran manusia. Ya, kotoran manusia. Seperti biasa ia

mampu membedakan, mana kritik yang perlu ditanggapi, mana kritikan

dan hinaan yang cukup diabaikan.


Menyikapi Hinaan

Sekian dulu untuk pendiri Facebook. Sekarang kita beralih ke seorang

binaragawan. Lahir dari keluarga miskin di Austria, ia bertekad menjadi

binaragawan dan berlatih 5 jam sehari. Di usia 20, ia mengikuti sebuah

kontes akbar dan menang. Ia jadikan kemenangan ini bekal untuk

nyemplung di dunia film di Amerika. Bolak-balik ikut audisi, namun ia

sering dihalau pulang karena wajahnya dianggap mirip monster dan

suaranya dianggap mirip mesin. Hm, apakah hinaan itu membuatnya

berhenti dan menyerah? Tidak, sama sekali tidak.

Alih-alih menyerah, ia terus mencoba. Zest. Sampailah akhirnya tahun

1984, ia diminta berperan sebagai robot canggih dalam sebuah film.

Mungkin wajahnya mirip monster, mungkin suaranya mirip mesin,

namun kali ini semua ciri itu menjadi penguat karakter. Dan siapa sangka,

ternyata film itu booming. Sejak itu, kariernya terus meroket bagaikan jet,
membuat sineas terkaget-kaget. Dialah Arnold Schwarzenegger. Filmnya

berjudul Terminator. Sampai di sini, apakah Anda melihat apa yang saya

lihat? Sudah takdirnya, setiap perjalanan menuju sukses diharuskan mele-

wati kerikil-kerikil kritikan dan batu-batu hinaan. Itu biasa. Hadapi saja.

Dari aktor, sekarang kita beranjak ke pengusaha traktor. Namanya

Ferruccio Lamborghini. Sebagai orang berkocek tebal, wajar kalau dia

membeli dan mengen-darai sebuah Ferrari. Namun, Ferrari sempat

membuatnya kecewa alias tidak memuaskan hati. Lalu dia komplen sama

pemiliknya, Enzo Ferrari. Dan inilah tanggapan Enzo Ferrari,

"Masalahnya bukan pada mobilnya, tapi pada pengendara-nya!" Jleb!

Tak cukup sampai di situ, dengan kalimat yang menohok Enzo Ferrari

pun mengolok, "Sudahlah, urus saja traktormu." Begitu hinaan mencecar,

pantang bagi seorang Ferruccio Lamborghini merasa gentar dan gemetar.

Soalnya, ia kadung menyimpan zest yang telah berurat berakar. Kemu-

dian ia pun bersumpah akan menyaingi Ferrari dengan menciptakan

mobil yang memukau dan lebih wow. Yang mana ini terbukti pada tahun

1964 di Geneva Auto Show.

Hingga kini Lamborghini dan Ferrari terus-menerus bersaing dalam

memperagakan karya yang terbaik. Maka hadirlah kendaraan demi


kendaraan. Boleh dibilang, masing-masing punya fans tersendiri yang

loyal dan militan. Lamborghini maju karena hinaan, Ferrari pun melaju

karena kritikan. Terlihat nyata di sini, tak selamanya hinaan dan kritikan

itu mematikan. Yang penting adalah bagaimana kita bersikap lalu

mengambil tindakan. Mark Zuckerberg, Arnold Schwarzenegger, dan

Ferruccio Lamborghini telah berhasil membuktikan. Sudah saatnya Anda

turut melakukan!

Menaklukkan Gengsi

Ada semacam malu, gengsi, dan ego yang membuat orang menunda-

nunda untuk memulai bisnis. Boleh dibilang, mereka tidak suka menjual.

Nah, itu karena malu dan gengsi. Ada juga karena ketidaktahuan dan

ketidaksadaran. Mereka pun menunda-nunda untuk memulai bisnis.

Biasanya mereka berkilah, "Besok-besok. Nanti-nanti." Sementara waktu

terus berjalan, tak terhenti. Padahal, begitu dia memulai, sukses finansial

tengah menanti.

Satu lagi. Biaya hidup dan tanggungan hidup terus meningkat. Anak pun

masuk SD dan SMP. Asal tahu saja, biaya pendidikan di Indonesia naik 2

kali lipat setiap 5 tahun. Inflasi? Tak bisa ditahan. Biaya umrah? Harga

properti? Sama, naik terus, tak bisa ditahan. Sampai di sini, coba Anda
pikirkan dan renungkan sungguh-sungguh. Cukupkah gaji Anda? Jelas,

menunda-nunda memulai bisnis bukanlah solusi.

Sebenarnya, tidak harus pintar untuk menjadi entrepreneur.

- Tidak harus punya gelar sarjana.

- Tidak harus punya garis keturunan.

- Tidak harus punya pengalaman.

- Tidak harus terkenal.

- Tidak harus kaya.

- Tidak harus ini-itu.

Terus, apa yang penting? Anda memilih dan membuat keputusan. Cuma

itu. Jangan salah, memilih dan membuat keputusan itu perlu keberanian.

Simak saja kisah Mark Zuckerberg, Jack Ma, dan Ferruccio Lamborghini.

Saya tahu, di antara kita, ada yang memilih jadi profesional, ada juga

yang memilih jadi entrepreneur. Yah silakan saja. Pilihan. Masing-

masing ada konsekuensi. Dan inilah saran saya kepada entrepreneur serta

calon entrepreneur. Mulailah berbisnis semuda mungkin.

Mumpung lagi semangat-semangatnya. Mumpung lagi berani-beraninya.

Mumpung ada banyak waktu. Mumpung masih sedikit tanggungan. Yang

saya lihat, tingkat semangat dan tingkat keberanian si muda, memang


rada beda dengan senior-seniornya. Beneran, beda! Belum lagi, Anda

ketika muda punya banyak waktu menghabiskan 'jatah gagal'. Ini

sepertinya sepele atau lelucon, padahal sama sekali tidak.

Kalau sudah berumur? Sebenarnya, nggak masalah juga. Asalkan Anda

punya semangat, keberanian, dan kecepatan. Istilah saya, zest.

Coba pikirkan baik-baik. Mana yang lebih penting:

- Kritik dan hinaan orang lain.

- Malu dan gengsi Anda.

- Sebuah bisnis, yang insya Allah memampukan Anda untuk

membayar uang sekolah anak-anak Anda, biaya umrah Anda, dan

harga properti Anda.

- Kalau Anda waras, pastilah Anda akan menjawab, “Sebuah bisnis,

yang insya Allah memampukan saya untuk membayar uang

sekolah anak-anak saya, biaya umrah saya, dan harga properti

saya.” Ya, ini semua jauuuuuh lebih penting ketimbang hinaan

orang lain dan gengsi Anda.

Ingat. Di Era Digital seperti sekarang ini, berbagai kemudahan ada di

ujung jari kita. Boleh dibilang, jempol adalah aset yang teramat besar dan

bisa menghasilkan uang.


- TANPA HARUS keringatan

- TANPA HARUS macet-macetan

- TANPA HARUS produksi sendiri

- TANPA HARUS punya ruko dan kios

Anda cukup menguasai WA dan socmed. Itu saja. Tapi sungguh-sungguh

ditekuni dan dikuasai. Maka hasilnya akan lumayan, bahkan sangat

lumayan. Insya Allah. Apapun produknya apapun industrinya.

Setidaknya, itulah yang saya ajarkan kepada peserta seminar saya di

berbagai negara. Alhamdulillah, sebagian dari mereka memetik hasilnya.

Saya pun turut bangga.

Melatih Selling

Pesan guru saya, "Selling is amazing!"

Menjual itu menakjubkan. Banyak sekali manfaatnya:

- Menyehatkan,

- Membuka Kemungkinan-Kemungkinan,

- Rezeki Tak Disangka-Sangka,

- Distribusi Manfaat,

- Sunnah Nabi
Lanjut guru saya, "Menjual (selling) itu seperti membawa sepeda

(cycling). Bisa dilatih. Kalau sekali bisa, maka akan bisa selamanya."

Saya pikir itu ada benarnya. Dan ini pula yang saya sampaikan kepada

partner-partner saya.

Adam Knight, profesor biomekanik menyimpulkan, “Dari perspektif

motorik, saat seseorang sudah mendapatkan satu skill, maka dia tidak

akan kehilangan skill tersebut, kecuali terdapat kecelakaan syaraf atau

otot.”

Ngomong-ngomong, dalam memulai bisnis, haruskah produksi sendiri?

Boleh, tapi nggak harus. Saat kita ingin menjual mobil Toyota atau motor

Yamaha, kita tidak perlu melakukan produksi dan perakitan sama sekali.

Cukup menjual saja.

Sekarang, coba perhatikan mereka yang 'memindahkan' mobil dari satu

tempat ke tempat lainnya. Tanpa membuat dan merakit sedikitpun,

mereka tetap disebut pengusaha. Right? Importir. ATPM. Dealer.

Showroom.
Boleh dibilang, seorang reseller itu mirip-mirip dengan sebuah showroom

mobil. Kalau dropship? Mirip-mirip dengan seorang broker mobil.

Fokusnya pada menjual. Simple dan tetap menghasilkan.

Begitulah. Menjual itu baik. Asalkan barangnya baik, caranya baik, dan

niatnya juga baik. So, jangan tabu, jangan malu. Bahkan Nabi

Muhammad selama lebih dari 20 tahun, dalam bisnisnya, beliau fokus

pada fungsi penjualan. Ini pesan dan pelajaran berharga buat kita semua.

Bagi teman-teman yang ingin berbisnis dan bermitra dengan saya, silakan

WA ke 0813-1516-4847. Baiknya segera saja. Bukan apa-apa. Segera

take action dan tidak bertele-tele, itu cirinya pengusaha.

Melatih Entrepreneurship

Ini bab terakhir. Rasio jumlah entrepreneur atau pengusaha di Indonesia

saat ini baru sekitar 2 sampai 3 persen dari total penduduk. Rendah.

Idealnya, menurut pemerintah dan APINDO, adalah 14 persen agar bisa

mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Di kesempatan berbeda disampaikan, syarat untuk menjadi negara maju

ialah jumlah entrepreneur harus 14 persen atau lebih. Jelas, perlu

diadakan percepatan dan kemudahan, agar pelaku bisnis di Tanah Air


bisa meningkat kuantitas dan kualitasnya.

Menurut Global Entrepreneurship Index 2018, empat negara dengan

posisi teratas adalah Amerika (US), Swiss, Kanada, dan Inggris (UK).

Indonesia? Di posisi 94, bahkan masih kalah dengan Rwanda dan Ghana.

Bagaimana dengan tahun 2019? Lima teratas adalah US, Swiss, Kanada,

Denmark, dan UK. Indonesia? Alhamdulillah membaik, di posisi 75,

walaupun masih kalah dengan Vietnam dan Maroko. Suka atau tidak,

itulah kenyataannya.

Tahun 2020? Berbeda dengan pesimisme yang ditunjukkan oleh

mayoritas ekonom, saya justru menduga akan terjadi ledakan

entrepreneurship di Indonesia pada tahun ini. Gelombang PHK memang

menghempas sebagian orang jadi pengangguran. Tapi sebagian lagi insya

Allah jadi entrepreneur.

Saran saya, “Sebisanya jangan lagi jadi job seeker, tapi jadilah job

creator.” Bukan lagi mencari lapangan kerja, tapi membuka lapangan

kerja. Saat ini, itulah yang sangat mulia dan sangat dibutuhkan. Serius!
“Nggak punya modal!” itu alasan klasik mereka. Padahal kayaknya

mereka nggak sebokek itu juga. Maaf, untuk jualan pakai gerobak di

pinggir jalan saja, modalnya bisa Rp 4 juta sampai Rp 5 juta. Orang-

orang pada bisa kok.

Apa iya uang Rp 1 juta Anda benar-benar nggak punya? Hati-hati kalau

bicara, jadi doa tuh. Jangan-jangan, bukan nggak punya uang, tapi

nggak punya kemauan dan keseriusan. Hei, berhentilah beralasan.

Yang saya yakini, saat Anda jadi entrepreneur atau pengusaha, maka

Anda jadi solusi bagi diri Anda, keluarga Anda, juga bangsa Anda.

Menggerakkan roda-roda ekonomi tho?

Pada akhirnya saya, Ippho Santosa, berseru, “Latihlah jiwa

entrepreneurship kita!”

Insya Allah bisa!

Bagi teman-teman yang ingin berbisnis dan bermitra dengan saya, silakan

WA ke 0813-1516-4847.

Anda mungkin juga menyukai