Anda di halaman 1dari 8

[Opini] Pergerakan Mahasiswa yang Kehilangan Ruhnya

Posted date: October 28, 2012 In: Opini | comment : 0 Comments

Kalau kita berbicara mengenai pergerakan mahasiswa, kita akan berbicara masalaah
gerakan dari sebuah kelompok elit yang paling diharapkan masyarakat di negeri ini, yaitu
mahasiswa. Ya, memang mahasiswa memiliki tempat berbeda di hati masyarakat. Dari
namanya saja sudah terlihat jelas. Kata ‘mahasiswa’ merupakan gabungan dua kata yaitu
‘maha’ dan ‘siswa’. Dalam kata ini sematan ‘maha’, memiliki arti khusus dan di balik kata
‘maha’ ini sejatinya tersimpan harapan besar masyarakat Indonesia hingga penamaannya
secara khusus pun hanya ada di Indonesia. Di Inggris mahasiswa hanya disebut student bukan
great student.

Dari nama khusus yang sudah disandang oleh mahasiswa ini, mereka telah memiliki
segudang prestasi. Bahkan setelah tahun 1998 mereka memiliki tambahan gelar, yaitu agent
of change atau agen perubahan setelah mereka berhasil menggulingkan rezim Suharto yang
dikenal cukup diktator dalam memerintah negeri yang kaya ini. Sejak dulu kala, dari jaman
penjajahan Belanda, yang memulai perjuangan untuk kemerdekaan pun mahasiswa.
Berdirinya Budi Oetomo merupakan bukti peran mahasiswa dalam perjuangan di jaman
penjajahan.

Itulah pergerakan mahasiswa beberapa dekade lalu yang sangat jauh berbeda dengan
kondisi sekarang. Seperti ada elitisme dalam pergerakan mahasiswa. Terkadang pergerakan
dari mahasiswa ini terasa kurang dekat dengan masyarakat. Jadi tidak heran jika saat ada aksi
mahasiswa di depan kantor Gubernuran, masyarakat yang lewat di sekitanya sekadar lewat
saja, atau paling banter hanya menoleh sebentar namun kendaraan mereka tetap jalan. Hal ini
sangat berbeda dengan kondisi saat pergerakan tahun 1998. Saat itu para pedagang di sekitar
lokasi aksi mahasiswa rela memberikan minuman untuk para mahasiswa yang kehausan
secara cuma-cuma. Tidak heran, banyak suara yang berbicara kalau pergerakan mahasiswa
saat ini sudah kehilangan ruhnya.

Di dalam lingkungan kampus sendiri, beberapa mahasiswa banyak yang tidak peduli
dengan lingkungannya. Bagaimana mereka mau berbicara pergerakan mahasiswa, sekadar
untuk lembaga-lembaga mahasiswa yang ada di kampus mereka sendiri saja mereka tidak
tahu.  Jadi agak susah ketika kita mengahrapkan orang-orang seperti ini untuk menjadi motor
gerakan. Sedangkan dari organisasi-organisasi yang ada di dalam kampus sendiri kurang
dirasakan kehadirannya. Jadi tidak heran ketika ada isu-isu sensitif kampus yang tahu hanya
para elit mahasiswa saja. Sehingga saat ada aksi di dalam kampus seperti penolakan uang
kuliah tunggal (UKT) beberapa waktu lalu, hanya beberapa mahasiswa saja yang turun
tangan. Yang lainnya mungkin masih sibuk tugas kuliah atau makan di warung, walaupun
aksi ini menyangkut masa depan kuliah mereka secara langsung. Organisasi-organisasi yang
ada di dalam kampus pun kadang saling tidak singkron antara satu dengan yang lainnya.
Ketidaksingkronan ini dipicu oleh beberapa faktor. Namun faktor yang paling besar yaitu
tidak ada kesepahaman dan adanya rasa saling curiga yang membuat mereka saling tidak
percaya.  Kita terlalu sibuk melawan sesama mahasiswa, padahal ada orang di luar sana yang
sedang menunggu uluran tangan kita, kepedulian kita.

Di tataran kampus ini sangat terlihat jelas sikap mahasiswa yang saling ‘membunuh’
satu dengan yang lainnya. Banyak kader-kader yang ingin muncul atau kader kader yang
berpotensi untuk memajukan lembaga mereka justru dipotong jalurnya karena bersebrangan
dengan yang sedang berkuasa. Ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan para elit
mahasiswa di dalam kampus, sehingga yang diperjuangkan bukan lagi kepentingan bersama,
namun lebih untuk kepentingan kelompok. Hal-hal semacam inilah yang membuat
mahasiswa terpecah. Sehingga tidak heran saat aksi penolakan UKT yang ada di Undip
beberapa waktu lalu, terjadi perpecahan masa. Selain karena faktor keadaan di lapangan,
perpecahan juga disebabkan karena sejak awal kurang adanya kesepahaman dan adanya
berbagai kepentingan yang berbeda.
OPINI PERKEMBANGAN POLITIK INDONESIA
Perkembangan dan “Pressure” Politik Di Indonesia
Menjelang 100 hari pemerintahan yang dipimpin Presiden SBY, banyak sekali terjadi
perkembangan politik di negeri ini, ada yang menilai positif dan ada juga  yang menilai
negatif. Yang paling menonjol adalah perkembangan politik di gedung DPR, dimana pansus
Century dengan gigihnya telah memeriksa tokoh besar negeri ini Wapres Boediono dan
Menku Sri Mulyani. Kemudian yang menarik, mantan wapres Jusuf Kalla juga dimintai
keterangan. Selanjutnya beberapa mantan pejabat BI, juga diperiksa, termasuk besan
presiden, Aulia Pohan. Tidak ketinggalan Mantan Kabareskrim yang terkenal bak selebriti
Komjen Susno Duadji juga dimintai keterangan.
Suasana gedung DPR meriah, ada sesama anggota pansus yang ribut mulut, menarik
sekali, ditonton masyarakat karena disiarkan langsung di televisi. Untuk menunjukkan
kelasnya, beberapa anggota pansus nampak melakukan pressure kepada mereka yang
diperiksa, bak interogator, untuk membuktikan bahwa kebijakan bail out itu salah. Mati-
matian, ada yang menyerang dan ada yang membela.
Mendadak para menteri dan parpol koalisi terkejut dan was-was, setelah Presiden
SBY mengeluarkan pernyataan akan melakukan evaluasi terhadap para menteri yang sudah
meneken kontrak. Memang mengangkat dan memberhentikan menteri adalah hak prerogatif
presiden. Kalau sampai diberhentikan jelas citra pribadi, karier dan nama parpolnya akan
merosot, dan bahkan bisa tercederai. Mereka baru menyadari hal ini, jelas kemudian menjadi
takut. Yang paling ribut Golkar, karena anggota pansus Bamsat (Bambang Soesatyo) yang
terus melakukan pressure, diterjemahkan Demokrat, Golkar tidak konsekwen, berkoalisi tapi
sekaligus juga memusuhi.
Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie akhirnya turun tangan karena melihat
perkembangan situasi yang tidak kondusif tersebut. Dia menyatakan bahwa Golkar tetap
konsisten sebagai partner koalisi. Akhirnya ada pertemuan antara SBY dengan Ical. Sebagai
Ketua Umum Golkar, Ical kini sudah mempunyai bargaining power terhadap SBY sebagai
mantan atasannya. Hasil pertemuan ternyata membuahkan rumor, seperti dilansir Jakarta
Post, kabarnya keduanya sepakat akan menurunkan Sri Mulyani dari jabatan Menku.
Memang isu tersebut menjadi kuat, Ical berseteru dengan SMI, Ical betemu SBY, nah, kini
giliran   Ical yang melakukan pressure terhadap  Sri Mulyani.
Hatta Rajasa, sebagai mantan Ketua Tim sukses SBY saat pilpres yang lalu, terlihat mampu
memenangkan persaingan menjadi Ketua Umum PAN. Dengan dukungan embah reformasi
Amin Rais, Hatta mampu melakukan pressure terhadap kelompok pendukung pesaingnya
Drajat Wibowo yang kemudian menyerah sebelum bertanding. Dengan posisinya kini, maka
Hatta menjadi salah satu orang terkuat, terdekat dan paling setia disamping presiden dari luar
Partai Demokrat. Paling tidak, Amin Rais agak ternetralisir tidak mengganggu pemerintah
lagi.
Kasus yang melibatkan mantan Ketua KPK Antasari Azhar, membuahkan sebuah
pressure tuntutan hukuman mati bagi tokoh atasnya, Antasari, Sigit Haryo Wibisono dan
Williardi Wizar. Sementara para pelaku kelas bawah lainnya mendapat ganjaran tuntutan
sekitar 17-18 tahun. Kembali tokoh Golkar berbicara. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi
Partai Golkar, Bambang Soesatyo, menilai bukti-bukti yang dibeber di pengadilan pada
persidangan atas Antasari tidak meyakinkan. “Saya  nggak yakin pembunuhan Nasrudin
Zulkarnaen itu murni kejahatan yang dilakukan Antasari Azhar. Kalau kita lihat, belum ada
bukti- bukti yang meyakinkan. Jadi  tuntutan hukuman mati bagi Antasari tidak tepat,” tegas
Bambang di gedung DPR RI, Kamis (21/1). Ada pressure yang menginginkan Antasari mati,
dan kini Bamsat juga melakukan pressure. Padahal kasus nampaknya lebih berat menyangkut
masalah cinta-cintaan dibandingkan tugas negara.
KPK telah menjawab keinginan masyarakat, yang melakukan pressure kepada
penegak hukum, akhirnya Anggodo sebagai tokoh terekam yang sakti, telah ditangkap dan
ditahan. Anggodo ditahan KPK pada Kamis (14/1). Dia ditahan dengan sangkaan pasal 15,
21, dan 53 UU 31/1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi. Koordinator Tim Pembela Suara Rakyat Antikriminalisasi, Petrus Selestinus dalam
siaran pers Jumat (15/1) me, “Kriminalisasi Bibit-Chandra adalah alat yang dipakai Anggodo
sebagai sarana untuk mencegah, menghalangi penyidikan tindak pidana korupsi. Kami
mendesak agar KPK segera menjadwalkan pemeriksaan terhadap Susno Duadji, Parman,
Wisnu Subroto, AH Ritonga, Bonaran Situmeang, I Ketut Sudiharsa dan lainnya.”
Perkembangan politik yang menonjol lainnya. Presiden Kamis (21/1) mengundang
tujuh petinggi negara ke Istana Bogor untuk melakukan pertemuan. Yang hadir adalah Ketua
MPR, Taufik Kiemas, Ketua DPR, Marzuki Ali, Ketua DPD, Irman Guzman, Ketua MA,
Harifin Tumpa, Ketua MK, Mahfud MD, Ketua BPK,Hadi Poernomo, Ketua Komisi
Yudisial, Busyro Muqodas. Presiden didampingi Wapres serta tiga Menko. Setelah
melakukan pertemuan selama empat jam, presiden menjelaskan pertemuan dilaksanakan
dengan tujuan baik dan konstruktif untuk menjalin komunikasi dan sebagai wadah bertukar
fikiran.
SBY tidak mau berhipotesa soal dari Pansus Century, “Saya tidak mau jawab meski
pansus berkesimpulan A, B atau C. Apapun penyelesaiaannya dikembalikan pada kerangka
UUD dan aturan yang berlaku.” Selanjutnya presiden menyatakan, arah yang benar dari
penyelidikan kasus. “Bahwa seperti keinginan rakyat, apakah ada korupsi, ada aliran dana
yang tidak sepatutnya, apakah ada conflict of interest dari pengambilan keputusan atau
tindakan terhadap Bank Century itu?” katanya. Jika menyangkut kebijakan, maka harusnya
ada penjelasan tentang seluk beluk, situasi dan dasar-dasar pertimbangan ketika memutuskan
kebijakan tersebut. Presiden menyatakan bahwa sebuah kebijakan tak bisa dikriminalkan. 
“Kebijakan adalah sesuatu yang melekat pada pejabat negara dalam menjalankan tugas,
fungsi dan kewajiban,” katanya.
Selain itu pertemuan juga membahas masalah impeachment atau pemakzulan. Seluruh
pimpinan lembaga negara sepakat mejalankan sistem presidensial dan tidak saling
menjatuhkan. “Check and balances bukan untuk saling menjatuhkan, atau saling mengintip”
kata presiden. Menurut Ketua MK Mahfud MD, presiden hanya bisa di-impeach kalau
melakukan tindak pidana. “Jadi (impeachment) bukan terkait masalah kebijakan. Kalau
kebijakan itu pilihan yang harus diambil pada waktu itu. Kalau kriminal baru bisa di-
impeach, dan itu bunyi UUD” katanya. Pertemuan juga membahas masalah ekonomi,
kesejahteraan rakyat, demokrasi dan keadilan, kewilayahan, perdagangan bebas dan pemilu
2014.
Dari beberapa fakta tersebut diatas, maka yang menjadi pusat masalah
adalah kebijakan bail out  Bank Century. Yang jelas, para petinggi pengemban amanah itu
terus disibukkan dengan urusan yang satu itu. Pressure terlihat cukup baik, para anggota
pansus lebih menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan pansus-pansus terdahulu
yang tidak menggigit. Para politisi muda demikian bergairah menunjukkan semangat.
Memang tekanan di pansus sifatnya sektoral, untuk membuktikan kebijakan bail out century
itu salah atau benar. Tekanan politisi muda yang kadang dinilai kurang simpatik, nampaknya
hanya akan berakhir di internal pansus, sulit apabila ada yang berfikir  akan melakukan
pressure kearah pemakzulan. Para petinggi negara yang bertemu di Istana Bogor, khususnya
presiden dan Ketua Mahkamah Konstitusi sudah jelas menyatakan bahwa pemakzulan hanya
bisa dilakukan apabila ada tindak kriminal.
Jadi memang demikian yang terjadi di politik itu, selalu ada tindakan pressure, baik
dengan bahasa halus ataupun yang kasar. Pihak-pihak yang berseberangan saling melakukan
pressure, Golkar yang kemarin-kemarin demikian “strong,” kini melemah setelah ada
pressure. Jelas dengan posisinya kini, Aburizal Bakrie harus mau kembali menyandingkan
Golkar dengan partai penguasa Demokrat. Bamsat hanyalah sebuah riak yang pressure-nya
tidak terlalu berbahaya. Demikian juga PDIP, sebagai partai yang bukan partner koalisi,
peran Maruarar dan sang profesor juga termasuk riak dari gelombang kecil. Suara Ketua
Pansus Idrus Marham juga tidak sekeras awalnya, sebagai Sekjen jelas searah dengan Ketua
Umumnya. Bapak PDIP nampaknya sudah nyaman, dan justru mendukung pemerintah, tidak
menyetujui pamakzulan. Rupanya sudah ada kesamaan faham antara dirinya dengan presiden.
Nah, kini kita sampai dipenghunjung akhir tulisan. Menjadi pejabat itu, ya seharusnya
cerdas dan cerdik, mampu membaca situasi. Keadaan masa kini belum tentu akan tetap
demikian setelah 2014, karena pemerintah akan berganti pastinya. Hanya Tuhan yang tahu
siapa yang akan memimpin nanti. Jangan sampai, kini  saat menjabat, ada peluang terus
dimanfaatkan, berbahaya dimasa depan. Hingga 2014, pejabat yang duduk dikursi empuk itu
nampaknya akan aman, karena sang pemimpin sangat piawai mengatur strategi
mengamankan pemerintahan.
Kini peluang pemakzulan yang digembar-gemborkan itu makin mengecil, kalau ekor
ular memukul jelas  tidak terlalu berbahaya, asal jangan kepalanya yang mematuk. Tapi
bagaimana mau mematuk, semua kepala itu sudah terpegang kok. Memang hebat….. Penulis
kini tertarik dengan Ketua PAN Hatta Rajasa…ini tokoh masa depan, mampu beradaptasi…
tunggu deh, artikel tentang beliau akan dituliskan nanti. Salam bahagia.
Krisis Ekonomi Indonesia

Krisis ekonomi kembali melanda


Di tanah airku tercinta, Indonesia

Pencuri kini menggenggam kuasa


Tanpa memikirkan nasib kami, mereka puaskan diri mereka

     Dimana letak keadilan di tanah airku ini?


     Para koruptor dibiarkan hidup indah
     Di dalam jeruji besi
     Yang bagaikan surga

Dimana letak kebijakan pemerintah?


Rakyat tak berdosa dibiarkan menderita
Dimana janji mereka?
Yang ingin mengupas krisis di Indonesia

     Apakah semua hanya janji belaka?


     Apakah mereka hanya mengobral dusta?
     Masih pantaskah mereka menjadi  pemimpin bangsa?
     Sampai kapan krisis ini terus melanda negeri kita?
DIARY PK2

FADLY HIDAYAT
LABA
FKIP EKONOMI

FKIP MANDANI 2013

Anda mungkin juga menyukai