Anda di halaman 1dari 3

dr.

Cipto Mangunkusumo

  Cipto Mangunkusumo merupakan seorang dokter sekaligus tokoh pergerakan


kemerdekaan Indonesia. Ia juga dikenal sebagai salah satu tokoh dari Tiga Serangkai bersama
Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara.  Bersama kedua tokoh tersebut Cipto
banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan kritis terhadap pemerintahan
penjajahan Hindia Belanda.  Cipto Mangunkusumo juga merupakan tokoh dalam Indische
Partij, organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri. Berbeda
dengan kedua tokoh lain yang mengambil jalur pendidikan, Cipto Mangunkusumo tetap
berjalan di jalur politik. Ia menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat). Cipto
Mangunkusumo wafat pada 1943 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Ambarawa.

1. Riwayat Pendidikan
Cipto Mangunkusumo lahir pada 4 Maret 1886 di Desa Pecangakan, Jepara, Jawa
Tengah.  Ia merupakan putra tertua dari Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam
struktur masyarakat Jawa. Cipto Mangunkusumo mengawali kariernya menjadi seorang guru
bahasa Melayu di sekolah dasar di Ambarawa. Ia bersekolah di STOVIA atau Sekolah
Kedokteran di Batavia.  Selama menempuh pendidikan di STOVIA, ia diberi julukan oleh
gurunya sebagai Een begaafd leerling atau murid yang berbakat. Julukan tersebut diberikan
pada Cipto karena ia dikenal sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam, dan rajin.  Berbeda
dengan teman-temannya, Cipto lebih suka menghadiri ceramah-ceramah, baca buku, dan
bermain catur.

2. Pertentangan
Pada setiap topik pidatonya, ia mengangkat tentang ketidakpuasan terhadap
lingkungan di sekelilingnya.  Salah satunya ketidakpuasan yang Cipto rasakan yaitu tentang
peraturan STOVIA. Peraturan yang dimaksud seperti mahasiswa Jawa dan Sumatera yang
bukan Kristen diharuskan memakai pakaian tradisional bila sedang berada di sekolah. 
Menurut Cipto, peraturan tersebut merupakan perwujudan dari politik kolonial yang arogan
dan melestarikan feodalisme. Kondisi kolonial lain yang juga ditentang oleh Cipto adalah
mengenai diskriminasi ras.  Orang-orang Eropa menerima gaji yang lebih tinggi dari orang
pribumi padahal mereka bekerja dalam satu hal yang sama. 
Cipto Mangunkusumo menyampaikan keresahannya melalui tulisan di harian De
Locomotief.  De Locomotief merupakan surat harian kolonial yang sangat berkembang pada
waktu itu.  Tulisannya itu berisikan sebuah kritikan serta pertentangan suatu kondisi
masyarakat yang dianggapnya tidak sehat.  Cipto seringkali mengkritik hubungan feodal
maupun kolonial yang dianggapnya sebagai sumber penderitaan rakyat.  Karena tulisan
tersebut, Cipto sering mendapatkan teguran serta peringatan dari pemerintah.  Selain dalam
bentuk tulisan, Cipto juga melakukan protes lain dengan bertingkah melawan arus.  Seperti
larangan memasuki societit atau kolam renang bagi warga pribumi tidak ia lakukan. 

Budi Utomo
Cipto Mangunkusumo masuk sebagai anggota dalam Budi Utomo.  Pada kongres
pertama Budi Utomo di Yogyakarta, jati diri politik Cipto semakin terlihat.  Namun, pada
kongres tersebut terjadi perpecahan antara Cipto dengan Radjiman Wedyodiningrat, anggota
Budi Utomo lainnya.  Cipto menginginkan Budi Utomo menjadi organisasi politik yang harus
bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Budi Utomo harus
menjadi pimpinan bagi rakyat dan jangan mencari hubungan dengan atasan, bupati, dan
pegawai tinggi lainnya. Sedangkan Radjiman menginginkan Budi Utomo sebagai suatu
gerakan kebudayaan yang bersifat Jawa.  Akibat dari perselisihan tersebut, Cipto akhirnya
mengundurkan diri dari Budi Utomo, karena menganggap organisasi ini tidak mewakili
aspirasinya.

Indische Partij
Setelah mundur dari Budi Utomo, Cipto membuka praktik dokter di Solo.  Ia turut
ambil peran dalam pemberantasan wabah pes di Malang pada 1911.  Berkat jasa itulah,
Dokter Cipto mendapat bintang emas, penghargaan dari pemerintah kolonial Hindia
Belanda.  Meskipun demikian, Cipto tetap bertahan dalam dunia politik.  Perhatiannya
kepada politik pun semakin bertambah setelah dia bertemu dengan Ernest Douwes Dekker
(Danurdirdja Setiabudi) dan Soewardi Soerjaningrat.  Mereka kemudian disebut sebagai Tiga
Serangkai. Ketiga tokoh ini mendirikan Indische Partij pada 1912.  Indische Partij merupakan
bentuk upaya mewakili kepentingan-kepentingan semua penduduk Hindia Belanda, tanpa
memandang suku, golongan, dan agama. 

Komite Bumi Putera

Anda mungkin juga menyukai