Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mengenal tokoh nasional, salah satu tokoh Tiga Serangkai pelopor Nasionalisme di
Indonesia, Dokter pendiri Indische Partij dari Ambarawa dan sang Revolusioner pembangkit
semangat perlawanan terhadap ketertindasan, adalah Dr. Cipto Mangunkusumo. Bersama
Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara, Cipto merupakan tokoh pelopor terjadinya
kebangkitan nasional. Lewat pemikiran – pemikirannya yang di tuangkan kedalam tulisan, Cipto
mampu membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk lepas dari belenggu kolonialisme pada
zamannya waktu itu. Cipto seorang aktivis nasionalis penentang feodalisme priyayi jawa yang
mampu mengubah jalan hidup bangsa Indonesia. Cipto seorang dokter profesional yang peduli
terhadap nasib penderitaan rakyat akibat penjajahan kolonial.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan makalah ini adalah :

1. Bagaimana biografi dr Cipto Mangunkusumo?


2. Bagaimana perjuangan dr Cipto Mangunkusumo?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui biografi dr Cipto Mangunkusumo
2. Untuk mengetahui perjuangan dr Cipto Mangunkusumo

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biografi dan Perjuangan Cipto Mangunkusumo

Cipto Mangunkusumo dilahirkan pada 4 Maret 1886 di desa Pecagakan, Jepara. Ia adalah
putera tertua dari Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam struktur masyarakat Jawa.
Karier Mangunkusumo diawali sebagai guru bahasa Melayu di sebuah sekolah dasar di
Ambarawa, kemudian menjadi kepala sekolah pada sebuah sekolah dasar di Semarang dan
selanjutnya menjadi pembantu administrasi pada Dewan Kota di Semarang. Sementara, sang ibu
adalah keturunan dari tuan tanah di Mayong, Jepara.

Saat menempuh pendidikan di Stovia Cipto Mangunkusumo memperlihatkan sifat yang


baik, seperti kejujuran, rajin dan menghormati sesama. Di Cipto Mangunkusumo beliau termasuk
anak yang rajin dalam belajar, setiap waktu luangnya selalu diisi dengan kegiatan positif seperti
membaca buku, dan menggali informasi terbaru.

Banyak peraturan di sekolahnya yang tidak sesuai dengan pemikirannya, seperti pada
pakaian di sekolah yang mengharuskan penduduk pribumi non kristen dengan level
kemasyarakatan rendah memakai pakaian adat daerah. sehingga mengakibatkan kurang
hormatnya masyarakat terhadap bangsanya sendiri, inilah ciri feodal yang dibuat oleh penjajah.

Selain itu kondisi kolonial lainnya yang ditentang oleh Cipto adalah diskriminasi ras,
seperti dalam perbedaan gaji yang tinggi untuk pekerja eropa dibanding orang pribumi meski
dalam pekerjaan yang sama, dalam bidang pemerintahan, politik, ekonomi dan sosial warga
pribumi sulit untuk menduduki posisi atas.

Semua hal di atas Dia gambarkannya melalui surat harian kolonial yang sangat
berkembang pada waktu itu yakni. De Locomotief dan Bataviaasch Nieuwsblad. Cipto sudah
menjadi penulis di harian De Locomotief sejak tahun 1907. Cipto sering mengkritik hubungan
feodal maupun kolonial yang dianggapnya sebagai sumber penderitaan rakyat. Rakyat umumnya
terbatas ruang gerak dan aktivitasnya, sebab banyak kesempatan yang tertutup bagi mereka.
Akibatnya Cipto sering mendapat teguran dan peringatan dari pemerintah. Untuk
mempertahankan kebebasan dalam berpendapat Cipto kemudian keluar dari dinas pemerintah
dengan konsekuensi mengembalikan sejumlah uang ikatan dinasnya yang tidak sedikit.

Selain dalam bentuk tulisan, Cipto juga sering melancarkan protes dengan bertingkah
melawan arus. Misalnya larangan memasuki sociteit bagi bangsa Indonesia tidak diindahkannya.
Dengan pakaian khas yakni kain batik dan jas lurik, ia masuk ke sebuah sociteit yang penuh
dengan orang-orang Eropa. Cipto kemudian duduk dengan kaki dijulurkan, hal itu mengundang
kegaduhan di sociteit.

2
2.2 Perjalanan Karir

Ketika seorang opas (penjaga) mencoba mengusir Cipto untuk keluar dari gedung,
dengan lantang nya, Cipto memaki-maki sang opas serta orang-orang berada di dekatnya dengan
mempergunakan bahasa Belanda. Kewibawaan Cipto dan penggunaan bahasa Belanda nya yang
fasih membuat orang-orang Eropa terperangah.

a. Budi Utomo
Terbentuknya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 disambut baik Cipto sebagai bentuk
kesadaran pribumi akan dirinya. Pada kongres pertama Budi Utomo di Yogyakarta, jati diri
politik Cipto semakin nampak. Walaupun kongres diadakan untuk memajukan perkembangan
yang serasi bagi orang Jawa, namun pada kenyataannya terjadi keretakan antara kaum
konservatif dan kaum progesif yang diwakili oleh golongan muda. Keretakan ini sangat ironis
mengawali suatu perpecahan ideologi yang terbuka bagi orang Jawa.
Dalam kongres yang pertama terjadi perpecahan antara Cipto dan Radjiman
Wedyodiningrat. Cipto menginginkan Budi Utomo sebagai organisasi politik yang harus
bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Organisasi ini harus
menjadi pimpinan bagi rakyat dan jangan mencari hubungan dengan atasan, bupati dan pegawai
tinggi lainnya. Sedangkan Radjiman ingin menjadikan Budi Utomo sebagai suatu gerakan
kebudayaan yang bersifat Jawa.
Cipto tidak menolak kebudayaan Jawa, tetapi yang ia tolak adalah
kebudayaan keraton yang feodalis. Cipto mengemukakan bahwa sebelum persoalan kebudayaan
dapat dipecahkan, terlebih dahulu diselesaikan masalah politik. Pernyataan-pernyataan Cipto
bagi jaman nya dianggap radikal. Gagasan-gagasan Cipto menunjukkan rasionalitas nya yang
tinggi, serta analisis yang tajam dengan jangkauan masa depan, belum mendapat tanggapan luas.
Untuk membuka jalan bagi timbulnya persatuan di antara seluruh rakyat di Hindia Belanda yang
mempunyai nasib sama di bawah kekuasaan asing, ia tidak dapat dicapai dengan menganjurkan
kebangkitan kehidupan Jawa. Sumber keterbelakangan rakyat adalah penjajahan dan feodalisme.
Meskipun diangkat sebagai pengurus Budi Utomo, Cipto akhirnya mengundurkan diri dari
Budi Utomo yang dianggap tidak mewakili aspirasinya. Sepeninggal Cipto tidak ada lagi
perdebatan dalam Budi Utomo akan tetapi Budi Utomo kehilangan kekuatan progesif nya.

3
b. Indische Partij

Ki Hadjar Dewantara, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo (Tiga Serangkai)

Setelah mengundurkan diri dari Budi Utomo, Cipto membuka praktik dokter di Solo.
Meskipun demikian, Cipto tidak meninggalkan dunia politik sama sekali. Di sela-sela kesibukan
nya melayani pasien nya, Cipto mendirikan Raden Ajeng Kartini Klub yang bertujuan
memperbaiki nasib rakyat. Perhatiannya pada politik semakin menjadi-jadi setelah dia bertemu
dengan Douwes Dekker yang tengah berpropaganda untuk mendirikan Indische Partij. Cipto
melihat Douwes Dekker sebagai kawan seperjuangan. Kerjasama dengan Douwes Dekker telah
memberinya kesempatan untuk melaksanakan cita-citanya, yakni gerakan politik bagi seluruh
rakyat Hindia Belanda. Bagi Cipto Indische Partij merupakan upaya mulia mewakili
kepentingan-kepentingan semua penduduk Hindia Belanda, tidak memandang suku, golongan,
dan agama.
Dalam perkembangan sejarah pergerakan nasional awal pertumbuhannya lahir konsepsi
yang bercorak politik dan program nasional yang meliputi nasionalisme modern. Organisasi
tersebut adalah Indische Partij. Organisasi ini ingin menggantikan De Indische Bond sebagai
organisasi kaum Indo dan Eropa di Indonesia yang didirikan tahun 1898.
Perumus gagasan itu adalah Ernest François Eugène Douwes Dekker (Danudirdja
Setiabudi), yang melihat keganjilan dalam masyarakat kolonial khususnya diskriminasi antara
keturunan Belanda totok dan kaum Indo. Douwes Dekker meluaskan pandangannya terhadap
masyarakat Indonesia umumnya daripada hanya membatasi pandangan dan kepentingan
golongan kecil masyarakat Indo, yang masih tetap hidup dalam situasi kolonial. Nasib para Indo
tidak ditentukan oleh pemerintah kolonial, tetapi terletak di dalam bentuk kerja sama dengan
penduduk Indonesia lainnya.
Untuk persiapan pendirian Indische Partij, E. F. E. Douwes Dekker mengadakan perjalanan
propaganda di Pulau Jawa yang dimulai pada tanggal 15 September sampai 3 Oktober 1912. Di
dalam perjalanan inilah ia bertemu dengan dr. Cipto Mangunkusumo di Surabaya yang langsung

4
mengadakan pertukaran mengenai soal-soal yang bertalian dengan pembinaan partai yang
bercorak nasional. Di Bandung, ia mendapat dukungan dari Suwardi Suryaningrat. E. F. E.
Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat inilah yang merupakan “Tiga
Serangkai” pendiri Indische Partij, yang resmi didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember
1912.1
Melalui karangan-karangan di dalam majalah De Express, Dekker melakukan propaganda
yang berisi:
(1) pelaksanaan suatu program “Hindia” untuk setiap gerakan politik yang sehat dengan
tujuan penghapusan perhubungan kolonial; dan
(2) menyadarkan golongan Indo dan penduduk bumiputra, bahwa masa depan mereka
terancam oleh bahaya yang sama, yaitu bahaya eksploitasi kolonial.
Selanjutnya disarankan bahwa alat untuk melancarkan aksi-aksi perlawanan terhadap
pemerintahan kolonial adalah dengan mendirikan organisasi yang dapat menampung segala
lapisan masyarakat lepas dari batas-batas yang sempit.2
Redaktur-redaktur surat kabar di Jawa juga mendukung berdirinya Indische Partij. Indische
Partij yang bersifat keras dan langsung bergerak dalam bidang politik 3 pun didukung oleh
mereka yang merasa tidak puas dengan langkah-langkah yang telah diambil organisasi
sebelumnya yang bersifat sangat hati-hati seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam.

Tujuan Berdirinya Indische Partij


“Tujuan Indische Partij ialah untuk membangunkan patriotisme semua Indiers4 terhadap
kepada tanah air, yang telah memberi lapangan hidup kepada mereka, agar mereka mendapat
dorongan untuk bekerja sama atas dasar persamaan ketatanegaraan untuk memajukan tanah air
“Hindia” dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.” (Sartono Kartodirdjo,
1975: 191)5

Adapun usaha-usaha untuk mencapai tujuan itu sesuai dengan bunyi pasal-pasal dalam
anggaran dasar Indische Partij adalah sebagai berikut :
1. Memelihara Nasionalisme Hindia dengan meresapkan cita-cita kesatuan kebangsaan
semua bangsa Hindia, meluaskan pengetahuan umum tentang sejarah kebudayaan Hindia,
menyatupadukan intelek secara bertahap kedalam golongan-golongan bangsa yang masih

1
Marwati Djoened Poesponegoro, dkk., Sejarah Nasional Indonesia jilid V (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm.
351-352
2
Drs. Cahyo Budi Utomo, M.Pd. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia (Semarang: IKIP Semarang Press,
1975), hlm. 71
3
Drs. Sudiyo, Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),
hlm. 35
4
Orang-orang Indie di negeri Belanda dan mengadakan hubungan dengan “Nederlandsch Indie” (Hindia Belanda),
lihat Sudiyo (1989: 25)
5
Dikutip dari Sudiyo (2004), hlm. 37

5
hidup bersama dalam keadaan terpisah karena ras dan ras peralihan masing-masing,
menghidupkan kesadaran diri dan kepercayaan terhadap diri sendiri.
2. Menyingkirkan kesombongan rasial dan keistimewaan ras, baik dalam bidang ke
tatanegaraan maupun dalam bidang kemasyarakatan, melawan usaha untuk
membangkitkan kebencian agama dan sektarisme yang bisa mengakibatkan bangsa
Hindia tidak mengenal satu sama lain, dan memajukan kerjasama nasional.
3. Memperkuat tenaga bangsa Hindia dengan usaha kemajuan terus menerima dari individu
ke arah aktivitas yang lebih besar dalam bidang teknik dan ke arah penguasaan diri serta
pola berpikir dalam bidang kesusilaan.
4. Penghapusan ketidaksamaan hak kaum Hindia.
5. Memperkuat daya pertahanan bangsa Hindia untuk mempertahankan tanah air dari
serangan asing, apabila perlu.
6. Mengusahakan unifikasi, perluasan, pendalaman dan Hindianisasi pengajaran, yang di
dalam semua hal harus ditujukan kepada kepentingan ekonomis Hindia, di mana tidak
diperbolehkan adanya perbedaan perlakuan ras, seks atau kasta dan harus dilaksanakan
sampai tingkat setinggi-tingginya yang bisa dicapai.
7. Memperbesar pengaruh Pro-Hindia ke dalam pemerintahan.
8. Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan memperkuat yang lemah
ekonominya.
9. Semua usaha-usaha lain yang sah dan dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan
tersebut.6

Semboyan “Indie untuk Indiers” berusaha membangunkan rasa cinta tanah air dari semua
“Indier”, berusaha mewujudkan kerja bersama yang erat untuk kemajuan tanah air dan
menyiapkan kemerdekaan.7

c. Insulinde
Oleh karena alasan kesehatan, pada tahun 1914 Cipto diperbolehkan pulang kembali ke
Jawa dan sejak saat itu dia bergabung dengan Insulinde, suatu perkumpulan yang menggantikan
Indische Partij. Sejak itu, Cipto menjadi anggota pengurus pusat Insulinde untuk beberapa waktu
dan melancarkan propaganda untuk Insulinde, terutama di daerah pesisir utara pulau Jawa. Selain
itu, propaganda Cipto untuk kepentingan Insulinde dijalankan pula melalui majalah Indsulinde
yaitu Goentoer Bergerak, kemudian surat kabar berbahasa Belanda De Beweging, surat kabar
Madjapahit, dan surat kabar Pahlawan. Akibat propaganda Cipto, jumlah anggota Insulinde pada
tahun 1915 yang semula berjumlah 1.009 meningkat menjadi 6.000 orang pada tahun 1917.
Jumlah anggota Insulinde mencapai puncaknya pada Oktober 1919 yang mencapai 40.000 orang.

6
Poesponegoro, dkk., op. cit., hlm. 352
7
A. K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia (Jakarta: Dian Rakyat, 1994), hlm. 13

6
Insulinde di bawah pengaruh kuat Cipto menjadi partai yang radikal di Hindia Belanda. Pada 9
Juni 1919 Insulinde mengubah nama menjadi Nationaal-Indische Partij (NIP).
Pada tahun 1918 Pemerintah Hindia Belanda membentuk Volksraad (Dewan Rakyat).
Pengangkatan anggota Volksraad dilakukan dengan dua cara. Pertama, calon-calon yang dipilih
melalui dewan perwakilan kota, kabupaten dan propinsi. Sedangkan cara yang kedua melalui
pengangkatan yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Gubernur jenderal Van Limburg
Stirum mengangkat beberapa tokoh radikal dengan maksud agar Volksraad dapat menampung
berbagai aliran sehingga sifat demokratisnya dapat ditonjolkan. Salah seorang tokoh radikal yang
diangkat oleh Limburg Stirum adalah Cipto.
Bagi Cipto pembentukan Volksraad merupakan suatu kemajuan yang berarti, Cipto
memanfaatkan Volksraad sebagai tempat untuk menyatakan pemikiran dan kritik kepada
pemerintah mengenai masalah sosial dan politik. Meskipun Volksraad dianggap Cipto sebagai
suatu kemajuan dalam sistem politik, namun Cipto tetap menyatakan kritiknya terhadap
Volksraad yang dianggapnya sebagai lembaga untuk mempertahankan kekuasaan penjajah
dengan kedok demokrasi.
Pada 25 Nopember 1919 Cipto berpidato di Volksraad, yang isinya mengemukakan
persoalan tentang persekongkolan Sunan dan residen dalam menipu rakyat. Cipto menyatakan
bahwa pinjaman 12 gulden dari sunan ternyata harus dibayar rakyat dengan bekerja sedemikian
lama di perkebunan yang apabila dikonversi dalam uang ternyata menjadi 28 gulden.

2.3 Pengasingan

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Melihat kenyataan itu, Pemerintah Hindia Belanda menganggap Cipto sebagai orang yang
sangat berbahaya, sehingga Dewan Hindia (Raad van Nederlandsch Indie) pada 15 Oktober 1920
memberi masukan kepada Gubernur Jenderal untuk mengusir Cipto ke daerah yang tidak
berbahasa Jawa. Akan tetapi, pada kenyataannya pembuangan Cipto ke
daerah Jawa, Madura, Aceh, Palembang, Jambi, dan Kalimantan Timur masih tetap
membahayakan pemerintah. Oleh sebab itu, Dewan Hindia berdasarkan surat kepada Gubernur

7
Jenderal mengusulkan pengusiran Cipto ke Kepulauan Timor. Pada tahun itu juga Cipto dibuang
dari daerah yang berbahasa Jawa tetapi masih di pulau Jawa, yaitu ke Bandung dan dilarang
keluar kota Bandung. Selama tinggal di Bandung, Cipto kembali membuka praktik dokter.
Selama tiga tahun Cipto mengabdikan ilmu kedokterannya di Bandung, dengan sepedanya ia
masuk keluar kampung untuk mengobati pasien.
Di Bandung, Cipto dapat bertemu dengan kaum nasionalis yang lebih muda,
seperti Sukarno yang pada tahun 1923 membentuk Algemeene Studie Club. Pada tahun 1927
Algemeene Studie Club diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Meskipun Cipto tidak
menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studie Club dan PNI, Cipto tetap diakui sebagai
penyumbang pemikiran bagi generasi muda. Misalnya Sukarno dalam suatu wawancara pers
pada 1959, ketika ditanya siapa di antara tokoh-tokoh pemimpin Indonesia yang paling banyak
memberikan pengaruh kepada pemikiran politiknya, tanpa ragu-ragu Sukarno menyebut Cipto
Mangunkusumo.
Pada akhir tahun 1926 dan tahun 1927 di beberapa tempat di Indonesia terjadi
pemberontakan komunis. Pemberontakan itu menemui kegagalan dan ribuan orang ditangkap
atau dibuang karena terlibat di dalamnya. Dalam hal ini Cipto juga ditangkap dan didakwa turut
serta dalam perlawanan terhadap pemerintah. Hal itu disebabkan suatu peristiwa, ketika pada
bulan Juli 1927 Cipto kedatangan tamu seorang militer pribumi yang berpangkat kopral dan
seorang kawannya. Kepada Cipto tamu tersebut mengatakan rencananya untuk
melakukan sabotase dengan meledakkan persediaan-persediaan mesiu, tetapi dia bermaksud
mengunjungi keluarganya di Jatinegara, Jakarta, terlebih dahulu. Untuk itu dia memerlukan uang
untuk biaya perjalanan. Cipto menasehatkan agar orang itu tidak melakukan tindakan sabotase,
dengan alasan kemanusiaan Cipto kemudian memberikan uangnya sebesar 10 gulden kepada
tamunya.
Setelah pemberontakan komunis gagal dan dibongkarnya kasus peledakan gudang mesiu di
Bandung, Cipto dipanggil pemerintah untuk menghadap pengadilan karena dianggap telah
memberikan andil dalam membantu anggota komunis dengan memberi uang 10 gulden dan
diketemukannya nama-nama kepala pemberontakan dalam daftar tamu Cipto. Sebagai
hukumannya Cipto kemudian dibuang ke Banda pada tahun 1928.

2.4 Akhir Hidup


Dalam pembuangan, penyakit asmanya kambuh. Beberapa kawan Cipto kemudian
mengusulkan kepada pemerintah agar Cipto dibebaskan. Ketika Cipto diminta untuk
menandatangani suatu perjanjian bahwa dia dapat pulang ke Jawa dengan melepaskan hak
politiknya, Cipto secara tegas mengatakan bahwa lebih baik mati di Banda daripada melepaskan
hak politiknya. Cipto kemudian dialihkan ke Makasar, dan pada tahun 1940 Cipto dipindahkan
ke Sukabumi. Kekerasan hati Cipto untuk berpolitik dibawa sampai meninggal pada 8
Maret 1943.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Cipto Mangunkusomo atau dikenal dr.Tjipto Mangoenkoesoemo merupakan seorang


dokter sekaligus tokoh pergerakan Kemerdekaan Indonesia.
Dikenal sebagai salah satu dari Tiga Serangkai, bersama Ernest Douwes Dekker dan Ki
Hajar Dewantara.
Cipto Mangunkusomo bersama dua tokoh tersebut, sangat kritis terhadap pemerintahan
penjajahan Hinda Belanda dan banyak meyalurkan ide pemerintahan sendiri.
Cipto Mangunkusomo merupakan tokoh dalam Indische Partij, organisasi politik yang
pertama kali memunculkan ide pemerintahan.

3.2 Saran

Sejak kecil, Cipto Mangunkusomo memanfaatkan waktunya untuk belajar dengan tekun,
kemudian saat sudah menjadi dokter ilmunya digunakan untuk membantu sesama. Beliau juga
gigih memperjuangkan hak bangsa Indonesia melalui berbagai organisasi dan mempertahankan
ideologinya dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Kita sebagai generasi muda harus mencontoh perjuangan Cipto Mangunkusomo dan
kegigihannya dalam membela bangsa dan Negara.

9
DAFTAR PUSTAKA

Pringgodigdo, A. K. 1994. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat


Utomo, Cahyo Budi. 1975. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Semarang: IKIP
Semarang Press
Poesponegoro, dkk. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta: Balai Pustaka
Sudiyo. 1989. Perhimpunan Indonesia Sampai dengan Lahirnya Sumpah Pemuda. Jakarta: Bina
Aksara
Sudiyo. 2004. Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan. Jakarta:
Rineka Cipta

10

Anda mungkin juga menyukai