Nim : 200906114
1. Masa kepemimpinan Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia merupakan bagian
dari sejarah bangsa yang amat penting. Pada saat menjadi kepala negara, Soekarno pernah
mencoba beberapa sistem pemerintahan, salah satunya adalah demokrasi terpimpin. Sistem
pemerintahan demokrasi terpimpin diawali sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5
Juli 1959. Dekrit ini dianggap menandai kekuasaan Soekarno yang hampir tidak terbatas dan
pemusatan kekuasaan berada di tangan Presiden Soekarno. Masa Demokrasi Terpimpin
dimulai dengan hadirnya Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai politik yang paling
dominan dan TNI AD sebagai kekuatan Hankam dan sosial politik. Demokrasi Terpimpin
merupakan penyeimbangan kekuasaan antara kekuatan politik militer Angkatan Darat dan
Partai Komunis Indonesia dan Presiden Soekarno sebagai penyeimbang di antara keduanya.
Pertentangan antara Presiden Soekarno, TNI AD dan partai-partai politik dalam konteks
Demokrasi Terpimpin menjadi kajian penting dalam melihat kekuasaan Presiden dalam kurun
waktu berlakunya UUD 1945 di Indonesia. Pada era pemerintahan sistem politik Demokrasi
Terpimpin ini, peranan PKI sangat menonjol dan berkembang menjadi kekuatan politik.
Sementara pihak yang gigih melawan PKI adalan Partai Masyumi dan Partai Sosialis
Indonesia (PSI) yang pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno karena dianggap
menjadi pendukung pemberontakan yang terjadi di daerah Sumatera dan Sulawesi. TNI AD
juga turut menjadi pihak yang anti komunis. Presiden Soekarno bekerjasama dengan TNI AD
untuk mengendalikan partai politik, namun di sisi lain Soekarno melindungi PKI. Soekarno
membutuhkan PKI karena merasa terancam akan kemungkinan pengambil-alihan kekuasaan
oleh Angkatan Darat, maka terjadilah persaingan antara tiga kekuatan, yaitu Presiden, TNI
AD dan PKI. Otoritas dan kedudukan Soekarno sebagai penentu kebijakan-kebijakan politik
menjadikannya sebagai ajang perebutan dua kekuatan politik antara TNI dan PKI untuk
saling mendekati dan mempengaruhi Presiden.
2. JALAN tengah ialah sebuah titik keseimbangan. Jalan yang tak berpendulum di titik
ekstrem. Dalam batas-batas tertentu, ia kerap disebut pilihan bijak dan khas Indonesia.
Pancasila disebut juga ideologi ketiga, ideologi jalan tengah. Muhammadiyah
mempromosikan Islam wasatiyah, Islam jalan tengah. Tentara Angkatan Darat juga
menggagas konsep Jalan Tengah, yang oleh orde Baru dikembangkan menjadi Dwifungsi
ABRI. Pancasila di tengah antara yang kapitalis dan yang sosialis/komunis. Islam wasatiyah
berada di tengah antara yang liberal dan konservatif. Dwifungsi ABRI dalam
perkembangannya menjadi jalan tengah yang meminggirkan sipil. Jenderal AH Nasution
sebagai penggagas konsep Jalan Tengah TNI, juga merasa prihatin dengan Dwifungsi ABRI
yang merusak tentara. Inilah jalan tengah yang pendulumnya tak lagi di tengah. Dwifungsi
ABRI pun menjadi jalan tengah yang menjadi trauma. Tentara menahbiskan diri jadi warga
kelas utama dan sipil jadi warga kelas dua. “Tentara untuk menghadapi hal-hal yang luar
biasa. Adapun sipil untuk menghadapi hal biasa.” Begitu penguasa orde Baru, Soeharto,
pernah berpesan kepada para lulusan Akademi Militer pada 1980-an. Reformasi memaksa
Dwifungsi ABRI dibubarkan dan tentara kembali ke barak. Tak ada lagi serdadu menempati
posisi-posisi sipil termasuk di parlemen. Tak ada lagi institusi tentara berbisnis.
Profesionalitas itulah yang ditegakkan TNI. Dwifungsi ABRI hari-hari ini tengah
dibincangkan kembali. Adalah Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto yang berkehendak
perwira tinggi TNI aktif bisa mengisi jabatan eselon I dan II di sejumlah lembaga dan
kementerian.
5. harus diakui eksistensi dan sepak terjang Pemuda Pancasila selama ini keraP distempel
negatif oleh sebagian masyarakat dengan premanisme dan Orde Baru. Pokoknya aneka
macam stempel. Presepsi semacam ini tidak boleh dibiarkan, akan ada opini yang pada
akhirnya merusak citra Pemuda Pancasila.
Karena itu sangatlah relevan untuk meredefinisikan peran dan fungsi organisasi sebagai
wadah pembinaan masyarakat dengan menitikberatkan pada komitmen Pemuda Pancasila
sebagai organisasi taat hukum dalam membela kepentingan masyarakat dan menjunjung
tinggi norma-norma yang berlaku di tengah masyarakat.
Mengubah pandangan masyarakat tentang premanisme yang “dulunya menggunakan
kekuatan otot dan pemaksaan kehendak dalam menyelesaikan masalah” menjadi kerja yang
mulia dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat lemah. Menggantikan “penggunaan
otot” dengan “kemampuan olah otak” yang wajib dimiliki bagi setiap anggota Pemuda
Pancasila. Peranan lainnya, PP harus berani mengambil langkah tegas terhadap setiap
tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan “oknum anggota Pemuda Pancasila itu sendiri”.
Hal ini dimotivasi oleh keinginan organisasi dalam mengembang amanah dan komitmen PP
dalam menegakkan supremasi hukum serta menjaga tatanan kehidupan masyarakat.
Menurut penulis buku Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca
Orde Baru, Ian Douglas Wilson (pengajar di Murdoch University, Australia, juga penelititi di
Asia Research Center), tebit 2018, penerjemah: Mirza Jaka Suryana, Pemuda Pancasila punya
fungsi politik sendiri selama Orde Baru. Ia menilai Pemuda Pancasila menjadi tangan ketiga
pemerintah dalam menjaga ketertiban selain TNI dan Polri. “ jadi mereka ada fungsi politik,
ada fungsi keamanan sebagai tangan ketiga setelah ada TNI dan Polri, ada kelompok-
kelompok itu yang menjaga ketertiban”.
Pemikiran Ian Douglas Wilson bisa dimaknai, sejak tahun 1980-an. Organisasi ini dibentuk
dari gangster politik semi-resmi (preman) yang mendukung pemerintahan Orde Baru
Soeharto.