Anda di halaman 1dari 3

NASKAH / MATERI PENYULUHAN AGAMA BUDDHA

Nama : Heri Paryono, S.Pd


NIP : 199307302022031001
Acara : Penyuluhan Agama Buddha
Obyek binaan : Warga binaan Beragama Buddha Rutan Kelas II B Tj. Balai Karimun
Tempat : Rutan Kelas II B Tanjung Balai Karimun
Alamat : Jl. Pemasyarakatan No.1 Tanjung Balai Karimun
Hari/ tanggal : Kamis, 9 Juni 2022

Pukul : 13.00 – 14:00 WIB

SEJARAH PENYUSUNAN DAN PENULISAN TIPITAKA

Secara garis besar, terdapat dua versi Tipitaka yang masing-masing ditandai
dengan penggunaan bahasa yang berbeda, yakni Tipitaka dalam bahasa Pali dan
Tripitaka dalam bahasa Sansekerta. Tipitaka digunakan oleh aliran Theravada,
sedangkan Tripitaka merupakan versi aliran Mahayana.

Kisah mengenai sejarah penyusunan hingga penulisan Tripitaka di antaranya dimulai dari
diadakannya Sidang Sangha (Konsili) Pertama hingga Konsili Keempat.
1. Konsili I
• Diprakarsai oleh Y.A. Maha Kassapa Thera dengan dilatarbelakangi oleh
ucapan Bhikkhu Subhada yang menganggap dengan Parinibbana-nya Sang
Buddha, para bhikkhu bisa bebas dan tidak lagi perlu mengikuti aturan-aturan
dari Sang Buddha. Untuk menjaga keutuhan ajaran, Y.A. Maha Kassapa
merasa perlu diadakan sidang untuk menghimpun dan mengulang kembali
semua ajaran Sang Buddha.
• Sidang diadakan 3 bulan setelah wafatnya Sang Buddha dan berlangsung
selama 2 bulan di Goa Sattapani Rajagaha dengan disponsori oleh Raja
Ajatasatu.
• Sidang dihadiri oleh 500 Arahat. Y.A. Upali mengulang Vinaya Pitaka dan Y.A.
Ananda mengulang Sutta Pitaka.
• Mengadili Y.A. Ananda atas beberapa kesalahan yang dilakukan selama
mendampingi Sang Buddha.
2. Konsili II
• Sidang dipimpin oleh Y.A. Revata dan dihadiri 700 arahat.
• Diadakan 100 tahun setelah Konsili I dan berlangsung selama 4 bulan di
Vesali dengan disponsori oleh Raja Kalasoka.
• Dilakukan pengulangan vinaya dan sutta.
• Terjadi perbedaan penafsiran vinaya hingga terbagi menjadi dua aliran, yakni
Mahasangika dan Staviravada yang nantinya merupakan cikal bakal aliran
Mahayana dan Theravada sekarang.
3. Konsili III
• Sidang dipimpin oleh Bhikkhu Mogaliputta Tissa dan dihadiri oleh 1000
arahat.
• Diadakan lebih kurang 230 tahun setelah sidang pertama dan berlangsung
selama 9 bulan di Vihara Asokarama di Pataliputta dengan disponsori oleh
Raja Asoka.
• Tujuan sidang adalah untuk melindungi kemurnian ajaran.
• Diulang ajaran Abhidhamma sehingga lengkap Tipitaka.
4. Konsili IV
• Dipimpin oleh Bhikkhu Rakkhita Mahathera dan dihadiri oleh 500 bhikkhu.
• Diadakan lebih kurang 450 tahun setelah sidang pertama dan berlangsung
selama 1 tahun di Vihara Aloka Sri Langka pada masa Raja Vattagamani
Abhaya.
• Tipitaka untuk pertama kalinya disalin di daun pohon palem. Demikianlah,
ajaran Buddha yang selama ini diturunkan secara lisan akhirnya dituangkan
ke dalam bentuk tulisan.

Perlu diketahui bahwa konsili keempat ini merupakan konsili yang diakui oleh
aliran Theravada. Sementara itu, aliran Sarvastivada (yang kemudian menjadi 35
Mahayana) mengadakan konsili keempat di Jalandhar di bawah dukungan Raja
Kushan, Kanishka I. Konsili tersebut diadakan sekitar tahun 100 setelah Masehi dan
dipimpin oleh Vasumitra.
Konsili kelima dan keenam juga merupakan konsili yang hanya dihadiri bhikkhu
aliran Theravada. Kedua konsili tersebut diadakan di Myanmar. Salah satu hasil dari
konsili kelima adalah diukirnya teks Tipitaka ke dalam 729 batu marmer dalam tulisan
Myanmar. Pada dasarnya konsili tersebut hanya dihadiri bhikkhu dari Myanmar saja.
Terdapat total 729 transkrip yang diukir di batu marmer pada tahun 1862.
Setiap batu terdiri atas 80 hingga 100 baris teks dan diukir menggunakan tinta emas.
Konsili-konsili tersebut juga dilatarbelakangi oleh fakta-fakta sejarah waktu itu, yakni
munculnya kejadian yang dianggap bisa merusak kemurnian Tipitaka.
Terdapat cerita menarik saat konsili Sangha yang pertama, yakni Y.A. Ananda
diadili karena tidak menanyakan kepada Sang Buddha mengenai sila kecil apa saja
yang boleh dihapus setelah Sang Buddha parinibbana. Sebelum parinibbana, Sang
Buddha sempat memberitahukan kepada Y.A. Ananda bahwa terdapat sila-sila kecil di
dalam vinaya yang boleh dihapus. Akan tetapi, karena kesedihannya akan kondisi
Sang Buddha yang akan parinibbana, Y.A. Ananda tidak menanyakan secara spesifik
sila apa saja yang dimaksud. Untuk menjaga keutuhan sangha, akhirnya Y.A. Maha
Kassapa memutuskan bahwa tidak ada sila di dalam vinaya yang dihapus. Hal ini tidak
lain demi menjaga kemurnian dari Tipitaka itu sendiri. Jika terdapat sila yang dihapus,
tentu saja orang-orang akan terus berdebat mengenai sila mana saja yang akan
dihapus dikarenakan perbedaan interpretasi vinaya. Hingga saat ini, tidak ada satu
pun vinaya yang diubah maupun dihapus karena tidak ada orang yang memiliki
kewenangan untuk melakukannya.
Jumlah sutta yang begitu banyak membuat pembelajaran terhadap Tipitaka
menjadi suatu pekerjaan yang cukup melelahkan. Jika Anda berusaha untuk membaca
semua sutta yang ada, tentu saja akan sangat banyak waktu dan energi yang
dibutuhkan. Oleh karena itu, Anda perlu memulai dari memahami 37 kerangka
penyusunan Tipikata. Kemudian, Anda bisa dengan mudah menentukan sutta mana
saja yang sesuai dengan persoalan yang sedang dihadapi. Cara lainnya adalah
memulai dari sutta-sutta yang selama ini sudah terkenal dan sering dibabarkan oleh
anggota sangha kepada umat awam dalam berbagai kesempatan.

Anda mungkin juga menyukai