Anda di halaman 1dari 46

PROPOSAL

PENGARUH TREATMENT PANAS ( STEAM CURING ) DENGAN SUHU 90⁰C


SELAMA 24 JAM TERHADAP NILAI KUAT TEKAN DAN LENTUR BETON
RPC (KANDUNGAN SLAG NIKEL DAN FLY ASH)

OLEH :

SRI HASLIA NINGSIH

P3A118036

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK SIPIL

PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

PROPOSAL............................................................................................................1

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................3

1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................3

1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................4

1.5 Batasan Penelitian..............................................................................4

1.6 Sistematika Penulisan........................................................................5

1.7 Penelitian Terdahulu........................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................9

2.1 Slag Nikel...........................................................................................9

2.1.1 Sifat Fisik dan Kimia Slag Nikel.............................................10

2.1.2 Senyawa Silika........................................................................11

2.2 Abu Terbang (Fly Ash)....................................................................11

2.2.1 Karakteristik Fly Ash..............................................................12

2.2.1 Spesifikasi Fly Ash..................................................................13

2.3 Reaction Powder Concrete (RPC).................................................15

2.3.1 Prinsip dasar Pengembangan RPC..........................................16

2.3.2 Keunggulan RPC.....................................................................17

2.3.3 Bahan Penyusun RPC..............................................................18

2.3.4 Komposisi Campuran RPC.....................................................22

ii
2.3.5 Sifat-Sifat Mekanis dan Durabilitas RPC................................23

2.4 Rasio Air Semen (Water Cemen Ratio)........................................24

2.6 Pengaruh nilai Slump pada RPC...................................................25

2.7 Kuat Tekan Beton...........................................................................26

2.8 Kuat Lentur.....................................................................................27

2.9 Workabilitas....................................................................................28

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................29

3.1 Waktu dan Lokasi...........................................................................29

3.2 Variabel Penelitian.........................................................................29

3.2.1. Variabel Bebas...........................................................................29

3.2.2 Variabel terikat..........................................................................30

3.3 Alat dan Bahan yang digunakan...................................................30

3.3.1 Alat............................................................................................30

3.3.2 Bahan.........................................................................................31

3.4 Prosedur Penelitian........................................................................31

3.4.1 Persiapan Penelitian...................................................................31

3.4.2 Uji Karakteristik Agregat..........................................................32

3.4.3 Mix Design beton RPC.............................................................35

3.4.4 Tahap Pembuatan dan perawatan Benda Uji.............................35

3.4.5 Uji Kuat Tekan dan Kuat Lentur Beton....................................35

3.5 Diagram Alur Penelitian.................................................................36

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beton merupakan bahan bangunan yang sangat popular digunakan


dalam dunia jasa konstruksi, terdiri dari campuran semen Portland (PC) atau
semen hidraulik lainnya agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau
tanpa menggunakan bahan tambahan yang membentuk masa padat. Kekuatan
tekan beton sangat dipengaruhi oleh umur dari beton itu sendiri. Semakin
bertambahnya umur, beton akan mengalami perkembangan kekuatan, hingga
pada suatu saat akan mencapai batas optimumnya. Kekuatan, keawetan dan
sifat beton yang lain tergantung pada sifat-sifat dasar beton itu sendiri, nilai
perbandingan bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan
selama penuangan adukan beton, cara pemadatan, dan cara perawatan selama
proses pengerasan.
Beton memiliki kekuatan tekan terbatas dan kekuatan tarik yang
tergolong rendah dalam kebutuhan pembangunan infrastruktur, sehingga
dalam pengimplementasiannya dilakukan perencanaan beton berukuran besar
agar dapat menahan beban yang diterima (Sutandi & Kushartomo, 2019).
Perkembangan perencanaan inovasi beton sampai saat ini terus dilakukan
agar dapat mencapai kekuatan maksimal salah satunya adalah perencanaan
beton reactive powder concrete (RPC).
RPC (Reactive Powder Concrete) merupakan sebuah beton dengan
mutu sangat tinggi yang tidak menggunakan agregat kasar sebagai material
penyusun. RPC ialah pengembangan inovasi beton dari yang awalnya adalah
ultra high performance concrete (UHPC) atau ultra high strength concrete
(UHSC) yang kesamaannya mempunyai karakteristik sebagai material sangat
padat. RPC dikembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan material
konstruksi (Alkhaly, 2013). Durabilitas ultra tinggi RPC dihasilkan dari

1
ekstrim rendahnya porositas matriks beton, dan dilakukan optimalisasi
struktur-micro matriks beton dengan gradasi material pertikel sehingga
didapat matriks beton yang ultra padat (Jusup et al., n.d.).

Peningkatan kualitas campuran beton akan menghasilkan beton mutu


tinggi. Pemakaian beton mutu tinggi dan berkinerja tinggi merupakan
material bangunan yang sudah banyak digunakan dalam pelaksanaan
struktur bangunan bertingkat tinggi. Kualitas yang baik pada campuran
beton dengan bahan tambah (admixture), bertujuan untuk mengubah satu
atau lebih sifat- sifat bahan penyusun beton yang baik dalam keadaan segar
maupun setelah keras, seperti bahan tambah slag nikel dan abu terbang (fly
ash).
Seiring dengan banyaknya penelitian mengenai pemanfaatan slag
nikel yang tepat guna, menunjukkan bahwa slag nikel memiliki potensi yang
besar untuk dimanfaatkan, misalnya sebagai bahan baku semen, konstruksi,
infrastruktur jalan, maupun di recycle kembali sebagai bahan baku baja.
Pemanfaatan slag nikel pada bahan konstruksi bangunan dapat dijadikan
sebagai pengganti agregat untuk material beton biasa, dimana pada tahapan
yang lebih lanjut , slag nikel bisa dijadikan sebagai bahan agregat dalam
pembuatan beton mutu tinggi. Kandungan yang ada pada slag nikel, Menurut
(Suwindu & Sandy, 2020), Slag nikel memiliki kandugan kalsium oksida
(CaO) dan silicon dioksida (SiO2 ) yang tinggi yaitu 42,30% dan 26,56% yang
merupakan kandungan penting yang dapat menambah kekuatan pada beton.
Abu terbang atau fly ash adalah produk sampingan dari industri
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batubara
sebagai bahan bakar, berupa butiran halus ringan, bundar, tidak porous serta
bersifat pozzolanik. Penambahan abu terbang (fly ash) pada campuran beton
bersifat pozzolan, sehingga bisa menjadi additive mineral yang baik untuk
beton. Pozzolan adalah bahan yang mengandung silika atau silika dan
alumunium yang bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada
temperatur biasa membentuk senyawa bersifat cementitious.(Agust Kansyari
Tajwardani,2011)

2
Mendapatkan beton yang mempunyai kualitas yang baik dan sesuai
dengan rencana perlu adanya control dalam pengerjaan beton. Salah satu yang
menjadi perhatian dalam pengerjaan beton adalah cara pemeliharaan (curing)
beton sampai beton tersebut mencapai umur kekuatan yang direncanakan.
Hipotesis dalm penelitian adalah dengan adanya pemeliharaan (curing) pada
beton normal akan membuat beton tersebut mempunyai kekuatan tekan yang
lebih baik pada umur 28 hari dan akan menambah kekuatan beton dari
kekuatan rencana awal.
Untuk terpenuhinya kuat tekan yang disyaratkan, maka perlu adanya
beberapa alternatif perlakuan terhadap beton, diantaranya yaitu perawatan
menggunakan steam curing. Steam curing adalah proses perawatan dengan
menggunakan penguapan dimana beton dimasukkan dalam alat steam (curing
tank) setelah pengecoran dengan menggunakan tekanan uap, suhu dan waktu
yang diinginkan.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah-masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini dapat


dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh perlakuan steam curing suhu 90⁰C dalam waktu 24
jam terhadap kuat tekan beton RPC (kandungan slag nikel dan fly ash)
2. Bagaimana pengaruh perlakuan steam curing suhu 90⁰C dalam waktu 24
jam terhadap kuat lentur beton RPC (kandungan slag nikel dan fly ash)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan steam curing suhu 90⁰C dalam
waktu 24 jam terhadap kuat tekan beton RPC (kandungan slag nikel dan
fly ash)

3
2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan steam curing suhu 90⁰C dalam
waktu 24 jam terhadap kuat lentur beton RPC (kandungan slag nikel dan
fly ash)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:


1. Penelitian ini dapat menjadi tambahan wawasan bagi mahasiswa yang
tertarik dalam bidang konstruksi.
2. Menerapkan ilmu yang diperoleh diperkuliahan dengan kondisi langsung
dilapangan.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai pengaruh
perlakuan steam curing dengan suhu 90⁰C selama 24 jam terhadap nilai
kuat tekan dan lentur beton RPC (kandungan slag nikel dan fly ash).

1.5 Batasan Penelitian

Adapun batasan masalah ini adalah :


1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Survey dan Pengujian Bahan Fakultas
Teknik, Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara.
2. Slag nikel yang digunakan adalah Slag FeNi IV dari PT. Aneka Tambang
Tbk. Pomalaa, Kec. Pomalaa, Kab. Kolaka, Prov. Sulawesi Tenggara.
3. Fly ash yang digunakan dari PLTU Nii Tanasa
4. Pengujian kuat tekan dan kuat lentur pada benda uji umur 7 dan 28 hari.
5. Penelitian ini menggunakan variasi slag nikel 100%.
6. Ukuran slag nikel yang dipakai adalah slag nikel tertahan saringan No.30,
50 dan 100.
7. Perawatan benda uji menggunakan metode normal curing dan steam curing.
8. Kandungan kimia slag nikel dan fly ash tidak diteliti.
9. Rencana anggaran biaya dalam pembuatan beton RPC dalam penggantian
agregat halus dengan slag nikel dan fly ash tidak diteliti.

4
1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini merupakan gambaran-gambaran dari


seluruh isi pembahasan yang akan diuraikan secara singkat pada masing-
masing bab sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan tentang Latar belakang, Rumusan Masalah, Maksud
dan Tujuan Penelitian serta Sistematika Penulisan.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Menguraikan tentang dasar teori yang mendukung analisa dan
permasalahan yang akan dilakukan kemudian.

3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Menguraikan tentang metode penelitian, langkah-langkah
penelitian dan bagan alir penelitian.

4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN


Berisi mengenai analisis, hasil dan pembahasan hasil pemeriksaan
material.

5. BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan bab
sebelumnya dan saran mengenai temuan-temuan penting untuk dijadikan
masukan yang diperoleh dari penelitian ini.

5
1.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam
melakukan penelitian, sehingga penulis dapat memperkaya teori yang
digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Berikut merupakan
penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang
dilakukan penulis :
1. Penelitian yang dilakukan oleh (Edwin et al., 2019) dengan judul "
Effect of nickel slag as a sand replacement in strength and workability
of concrete”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menyelidiki
penggunaan terak nikel sebagai pengganti pasir dalam beton. Variasi
bahan slag yang digunakan menggantikan pasir yaitu 0%, 10%, 20%,
30%, 40% dan 50%. Faktor air semen yang digunakan 0,35. Hasil
penelitian menunjukkan kuat tekan beton meningkat seiring dengan
pertambahan persentase slag nikel yang digunakan, hasil uji slump
berbanding lurus dengan kandungan slag nikel yang digunakan,
penggunaan terak nikel hingga 40% penggantian pasir dalam beton
memberikan efek positif pada kuat tekan serta tingkat penggantian
kandungan terak nikel 40% memberikan porositas terendah dalam
matriks beton.
2. Penelitian yang dilakukan oleh (Sutandi & Kushartomo, 2019) dengan
judul “ Pengaruh ukuran butiran maksimum terhadap kuat tekan
reactive powder concrete ”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
menyelidiki pengaruh gradasi ukuran butiran maksimum agregat halus
terhadap kuat tekan reactive powder concrete. Benda uji dibuat dalam
bentuk silinder dengan diameter 100,0 mm dan tinggi 200,0 mm. Ukuran
diameter maksimum agergat halus dibuat dalam tiga jenis yaitu 300 µm.
425 µm, dan 600 µm. Seluruh benda uji dirawat dengan teknik
perendaman selama 3 hari, dilanjutkan dengan steam curing pada
temperature 90o C – 95o C selama 4 jam. Pengujian kuat tekan dilakukan
pada umur 7 hari. Hasil pengujian menunjukkan terjadinya peningkatan

6
kuat tekan recative powder concrete dengan bertambah kecilnya ukuran
butiran maksimum agregat halus.
3. Penelitian yang dilakukan oleh (Jalali & Salim, 2018) dengan judul “
Agregat halus slag nikel sebagai pengganti sebagian pasir pada
pembuatan beton ” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kuat
tekan dan kuat lentur pada berbagai tingkat terak nikel, dan untuk
menentukan persentase yang tepat dari terak nikel sebagai pengganti
beberapa pasir dalam campuran beton. Manfaatnya adalah mengurangi
limbah terak nikel, pencemaran lingkungan, dan ketergantungan
penggunaan bahan alam. Spesimen uji beton dibuat dengan variasi kadar
terak nikel 0%, 20%, 40%, 60%, dan 80%. Mereka berbentuk silinder 30
cm tinggi dan diameter 15 cm untuk pengujian kuat tekan dan berat
volume, serta bentuk balok berukuran 10x10x40 cm untuk pengujian
kuat lentur. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terak nikel
meningkatkan nilai tekan kekuatan beton dan tidak mempengaruhi kuat
lentur beton. Kuat tekan rata-rata optimum adalah diperoleh pada terak
nikel 40%, sedangkan kekuatan lentur rata- rata tertinggi terjadi pada
terak nikel 60%.
4. Penelitian yang dilakukan oleh (Lucky, 2019) dengan judul “Pengaruh
Treatment Panas (Steam Curing) dengan Suhu 70⁰C Selama 24 Jam
Terhadap Kuat Tekan Beton Fly Ash”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kuat tekan beton dengan menggunakan fly ash sebagai
bahan pengurangan kebutuhan semen pada variasi campuran 0%, 5%,
10%, 15%, 20%, 25%, dan 30 dengan perawatan suhu 70ºC selama 1
hari. Pembuatan benda uji dilakukan dengan silinder 10×20 cm dengan
steam curing 70 ºC selama 24 jam.
5. Penelitian yang dilakukan oleh (Kaselle & Allo, 2021) dengan judul “
Pengaruh Penggunaan Slag Nikel Pada Kuat Tekan dan Kuat
Lentur Beton Geopolimer”. Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui
kekuatan tekan lentur beton geopolimer dengan slag nikel sebagai
pengganti agregat halus. Benda uji kuat tekan dengan silinder 10×20 cm
dan uji kuat lentur dengan balok 60×15×15 cm. Pembuatan benda uji

7
dilakukan dengan trial

8
and error serta proses perawatan dilakukan dengan metode perawatan
suhu ruang (ambient curing). Pengujian tekan beton (SNI 1974-
2011)dilakukan pada umur 7 dan 28 hari, sedangkan uji lentur balok
(SNI 4431-2011)pada umur 28 hari. Hasil penelitian diperoleh nilai kuat
tekan beton geopolimer yang menggunakan slag nikel pada umur 7 dan
28 hari sebesar 17,942 MPa dan 21, 738 Mpa, sedangkan beton kontrol
diperoleh kuat tekan berturut-turut sebesar 9,960MPa dan 16,643 MPa.
Peningkatan kuat tekan dengan penggunaan slag nikel sebesar 21,157%.
Nilai kuat lentur rata-rata beton geopolimer yang menggunakan slag
nikel 3,928 MPa, sedangkan balok kontrol sebesar 3,324 MPa.
Peningkatan nilai kuat lentur beton dengan penggunaan slag nikel
sebagai agregat halus sebesar 18,182

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Slag Nikel

Slag (terak) merupakan produk buangan hasil industri dalam proses peleburan
logam. Slag berupa residu atau limbah yang berwujud gumpalan menyerupai logam,
memiliki kualitas rendah karena bercampur dengan bahan-bahan lain yang susah
untuk dipisahkan. Slag terjadi akibat penggumpalan mineral silica, potas dan soda
dalam proses peleburan logam atau melelehnya mineral-mineral tersebut dari bahan
wadah pelebur akibat proses panas tinggi. ( Dwi, 2018).

Gambar 2.1 Slag Nikel

Nickel slag (terak nikel ) adalah limbah buangan dari industri pengolahan
nikel membentuk liquid panas yang kemudian mengalami pendinginan sehingga
membentuk batuan alam yang terdiri dari slag padat dan slag yang berpori.
Berdasarkan bentuknya, slag nikel dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu high,
medium, dan low slag. Terak nikel yang masuk dalam kategori highdiperoleh dari
proses pemurnian di conventer berbentuk pasir halus berwarna coklat tua, sedangkan
kategori medium dan low slag diperoleh lewat tungku pembakaran (furnace).
(Mustika, 2015: 42)

9
2.1.1 Sifat Fisik dan Kimia Slag Nikel

Limbah nikel merupakan sejenis batuan hasil pembuangan dari


pembakaran feronikel, berwarna kelabu perak dan memiliki sifat-sifat
menyerupai batu dan unsur silikat serta kapur yang tterkandung di dalamnya
cukup tinggi. Karakteristik dari Limbah Padat (slag) meliputi karakteristik
fisik, dimana secara fisik slag lebih kaku dan keras dibandingkan agregat kasar
alam. Tetapi Slag mempunyai butiran partikel berpori pada permukaannya.
Slag nikel mempunyai kandungan Kalsium Oksida (CaO) dan Silicon
dioksida (SiO2) yang tinggi yaitu 42,30% dan 26,56% yang perlu diperhatikan
dari sifat kimia slag dalam hubungannya dengan campuran beton adalah
kandungan CaO dan SiO2. Dalam hal ini CaO bebas dalam campuran beton
akan bereaksi dengan air selama proses hidrasi menjadi Ca(OH)2, reaksi ini
yang akan menyebabkan beton mengembangan. ( Komang, dkk. 2020 )
Berikut adalah kandungan kimia dari slag nikel beserta % kadarnya :
Tabel 2.1 Komposisi kimia Slag nikel

El m/m % StdErr

Fe 50,15 0,38
Si 40,39 0,44
Cr 2,82 0,13
Mn 2,41 0,13
Ca 2,22 0,07
Px 1,02 0,10
Ni 0,618 0,041
K 0,176 0,050
Zn 0,080 0,020
Nb 0,067 0,015
Mo 0.038 0,014
In 0,0159 0,0071
( Sumber: Hasil pengujian kandungan ampas nikel melalui uji X-Ray
Fluoresence 18 Januari 2016)

Kandungan kimia pada ampas nikel dapat mempengaruhi proses hidrasi


semen. Senyawa kimia yang paling penting dalam proses hidrasi semen adalah
CaO (kapur) dan SiO2 (silika). Ampas nikel mengandung kedua senyawa
tersebut, akan tetapi komposisinya tidak sebesar semen. Oleh karena itu,

1
kandungan kimia yang terdapat pada terak dapat berkolaborasi pada proses
hidrasi semen sehingga menghasilkan beton dengan kualitas yang lebih baik.

2.1.2 Senyawa Silika

Silika ( SiO2) adalah salah satu senyawaan kimia yang paling umum.
Silika murni terdapat dalam dua bentuk yaitu kuarsa dan kristobalit. Silikon
selalu terikat secara tetrahedral kepada empat atom oksigen, namun ikatan-
ikatannya mempunyai sifat yang cukup ionik. Dalam kristobalit, atom-atom
silikon ditempatkan seperti halnya atom-atom karbon dalam intan dengan
atom- atom oksigen berada di tengah dari setiap pasangan. Dalam kuarsa
terdapat heliks sehingga terbentuk Kristal enansiomorf. Kuarsa dan kristobalit
dapat saling dipertukarkan apabila dipanaskan. Proses ini lambat karena
dibutuhkan pemutusan dan pembentukan kembali ikatan ikatan dan energi
pengaktifannya tinggi. Silika relatif tidak reaktif terhadap Cl2, H2, asam-asam
dan sebagian besar logam pada suhu 25 0C atau pada suhu yang lebih tinggi,
tetapi dapat diserang oleh F2, HF aqua, hidroksida alkali dan leburan-leburan
karbonat (Cotton, 1989). C3Si2H3 (calsium silicate hydrate) merupakan
senyawa yang memperkuat beton, sedangkan CH (kapur mati) adalah senyawa
yang porous yang memperlemah beton. Dengan adanya silika tambahan dari
terak nikel diharapkan CH (kapur mati) akan bereaksi kembali dengan silika
tersebut dan membentuk (C Si H ), yang mengurangi terbentuknya CH
sehingga dapat mempertinggi mutu beton (Sugiri, 2005).

2.2 Abu Terbang (Fly Ash)

Abu terbang adalah debu yang dihasilkan dari sisa pembakaran Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara (Sudjatmiko Nugroho,2003).
Bahan bangunan abu terbang dapat digunakan sebagai bahan baik untuk pembuatan
agregat buatan dalam campuran beton, bahan tambahan paving blok, mortar, batako,
bahan tambah beton, aspal, beton ringan dan sebagainya. Sebagai bahan tambah
beton, abu terbang dinilai dapat meningkatkan kualitas beton dalam hal kekuatan,
kekedapan air, ketahanan terhadap sulfat dan kemudahan dalam pengerjaan

1
(workability) beton (Sofwan Hadi, 2000).

Gambar 2.2 Fly Ash

Abu terbang sepertinya cukup baik untuk digunakan sebagai bahan ikat karena
bersifat pozzolan, yakni bahan yang mengandung senyawa silika dan aluminium.
Pada dasarnya, abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya
semen, namun karena ukurannya yang halus dan adanya air, oksida silika yang
terkandung dalam abu batubara akan bereaksi secara kimia dengan kalsium
hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen, sehingga akan menghasilkan
zat yang memiliki kemampuan mengikat.

2.2.1 Karakteristik Fly Ash

Adapun karakteristik fly ash diantaranya :

A. Karakteristik Fisik
Fly ash merupakan limbah pembakaran batubara yang terdiri dari
butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran
partikel fly ash hasil pembakaran batubara lebih kecil dari 0,075 mm dan
memiliki kerapatan berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3. Menurut
penelitian Inas Liana Ria (2014), berat jenis fly ash sebesar 2,22. Adapun
sifat-sifat fisiknya antara lain :

1
1) Berwarna abu-abu keputihan
2) Ukuran butir berkisar antara 0,005 ‒ 0,074 mm

B. Karakteristik Kimia
Komponen utama dari fly ash batubara yang berasal dari
pembangkit listrik adalah silikat (SiO2) ± 52,00%, alumina (Al2O3) ±
31,86%, besi oksida (Fe2O3) ± 4,89% dan magnesium (mgO) ± 4,66%
sisanya adalah karbon, kalsium, dan belerang. Sifat kimia dari fly ash
dipengaruhi oleh jenis batubara yang dibakar atau teknik
penyimpanannya serta penanganannya.

2.2.1 Spesifikasi Fly Ash

Dalam SNI 03-6863-2002 (2002: 146) spesifikasi abu terbang sebagai


bahan tambah untuk campuran beton disebutkan ada 3 jenis abu terbang, yaitu:
A. Fly Ash kelas F

Fly ash yang mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang
dihasilkan dari pembakaran anthracite atau bitumen batubara
(bitumminous)
kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%, kadar CaO < 10% (ASTM 20%,
CSA 8%), kadar karbon (C) berkisar antara 5% -10%, fly ash kelas F
disebut juga low-calcium fly ash, yang tidak mempunyai sifat cementitious
dan hanya bersifat pozolanic

B. Fly Ash kelas C


Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari
pembakaran lignite atau sub-bitumen batubara (batubara muda / sub-
bitumminous). Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%, kadar CaO >
10% (ASTM 20%, CSA menetapkan angka 8-20% untuk tipe CI dan di
atas 20% untuk CH ) Kadar karbon (C) sekitar 2%
Fly ash kelas C disebut juga high-calcium fly ash Karena
kandungan CaO yang cukup tinggi, fly ash tipe C mempunyai sifat
cementitious selain juga sifat pozolan,Oleh karena fly ash tipe C
1
mengandung kadar CaO yang cukup tinggi dan mempunyai sifat

1
cementitious, jika terkena air atau kelembaban, akan berhidrasi dan
mengeras dalam waktu sekitar 45 menit.

C. Fly Ash Kelas N


Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan
antara lain tanah diatomic, opaline chertz, shales, tuff dan abu vulkanik,
yang mana biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses
pembakaran. Selain itu juga mempunyai sifat pozzolan yang baik.

Tabel 2.6 Kandungan Kimia Fly Ash

Komponen Kelas F Kelas C Kelas N

SiO2 20-60% 40-60% 15-45%

Al2O3 5-35% 20-30% 10-25%

Fe2O3 10-40% 4-10% 4-15%

CaO 1-12% 5-30% 15-40%

MgO 0-5% 1-6% 3-10%

SO3 0-4% 0-2% 0-10%

Na2O 0-4% 0-2% 0-6%

K2O 0-3% 0-4% 0-4%

LOI 0-15% 0-3% 0-5%


Sumber : Tri Mulyono, 2003

Penggunaan fly ashdalam campuran beton memiliki berbagai keuntungan,


yaitu :
 Meningkatkan workability adukan beton
 Mengurangi panas hidrasi
 Mengurangi biaya pekerjaan beton
 Mempertinggi daya tahan terhadap serangan sulfat
 Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika

1
 Mempertinggi usia beton
 Mempertinggi kekuatan tekan beton

Kelemahan penggunaan fly ash pada campuran beton, yaitu


 Proses pengerasan dan penambahan kekuatan beton agak lambat
akibat reaksi
 Pengendalian mutu harus lebih sering dilakukan, karena mutu fly ash
sangat tergantung pada proses pembakarannya (suhu) dan jenis
batubaranya.

2.3 Reaction Powder Concrete (RPC)

Beton bubuk reaktif atau Reaction Powder Concrete (RPC) adalah nama
generik untuk kelas bahan komposit semen yang dikembangkan oleh divisi teknis
Bouygues, SA pada awal 1990-an. Hal ini ditandai dengan sifat fisik yang sangat
baik, terutama kekuatan dan keuletan. (Cheyrezy, M.H. 1994).
Reactive Powder Concrete merupakan mortar yang terbuat dari material yang
memiliki kehalusan tertentu yang diharapkan akan terjadi reaksi lanjutan antara bahan
penyusunnya sehingga didapatkan kuat tekan yang lebih tinggi. Agregat yang
dipergunakan memiliki ukuran butiran terbesar 300 µm dengan kuat tekan yang
diperoleh berkisar 200-800 MPa. Kuat tekan yang diperoleh sangat bergantung pada
komposisi campuran dan curing yang dilakukan. (Ranap & Naibaho, 2015)
RPC dengan target melebihi nilai kuat tekan 200Mpa dapat dicapai dengan
menggunakan material, teknik pencampuran, dan curing seperti pada beton di industri
beton prestress umumnya. Dalam penambahan unsur silica yang reaktif di dalam
campuran, kemampuan dari RPC akan sangat tergantung dari kandungan serbuk.
Campuran RPC ini mengharuskan ukuran agregat bersifat granular atau yang
besarnya relatif sama. Ukuran diameter silica fume, semen, dan agregat dalam
campuran RPC pada umumnya berkisar antara 0.1,20, dan 300 μm. (Lee, and
Chrisholm, 2005).
Tabel 2.2 menunjukkan perbandingan sifat-sifat RPC dengan sifat-sifat yang
biasanya diasosiasikan dengan beton kinerja tinggi konvensional. Sementara RPC
jauh lebih mahal untuk diproduksi daripada beton biasa, sifatnya yang lebih isotropik
1
dan kekuatan yang lebih besar membuatnya mampu bersaing dengan dengan baja, di
mana

1
ia memiliki keunggulan biaya yang signifikan, untuk banyak aplikasi struktural. Balok
RPC dapat dirancang dengan kapasitas momen yang sama dengan balok baja pada
massa yang sebanding dan dimensi penampang

Tabel 2.2 Sifat RPC vs beton Mutu tinggi konvensional


Properti Beton mutu tinggi RPC
Kekuatan tekan (MPa) 60 – 100 180 – 200

Kekuatan lentur (MPa) 6 – 10 40 – 50

Energi patah (J/m2)


140 1,200 – 40.000
[ASTM C293]
Modulus Young (GPa) 23 - 37 50 – 60

(Sumber: Lee N.P. & Chisholm D.H. 2005)

2.3.1 Prinsip dasar Pengembangan RPC

Ada beberapa prinsip yang menjadi dasar dikembangkannya RPC (Ranap


& Naibaho, 2015), yaitu:
A. Memperbaiki homogenitas campuran.
Pada dasarnya beton merupakan material yang heterogen yang terdiri
dari beberapa unsur penyusun yang berbeda jenis dan ukuran butiran
agregat. Pada RPC homogenitas campuran diperbaiki dengan mengganti
agregat kasar dan agregat halus dengan kuarsa yang ukuran butirannya
lebih kecil dari 300 µm.

B. Meningkatkan kerapatan kepadatan kering.


Pengembangan kepadatan yang utama adalah pengurangan kadar air,
tetapi kadar air menentukan kemudahan pengerjaan beton. Pada beton
normal kepadatan dapat ditingkatkan dengan penambahan partikel pengisi
seperti fly ash, silicafume dan penggunaan superplastizicer. Penggunaan
partikel pengisi seperti silicafume yang optimal 25% dari berat semen. Cara
lain untuk meningkatkan kepadatan kering adalah dengan memberikan
tekanan pada beton segar selama waktu setting, dengan tujuan untuk
meminimalkan gelembunggelembung udara, menghindari adanya air yang
terjebak di dalam beton serta mengurangi terjadinya susut beton selama

1
setting time. Dengan memberi tekanan ini akan meningkatkan kepadatan
sebesar 5-6%.

C. Memperbaiki mikro struktur.


Reaksi Pozzolonic dari silicafume, yang akan menambah
terbentuknya CSH, dapat diaktifkan oleh pengaturan suhu, maka untuk
mendapatkan kuat tekan yang tinggi pada RPC digunakan curing dengan
suhu tinggi. Pada RPC 200, curing yang digunakan adalah curing dengan
suhu lebih dari 90o C selama 2 hari, yang akan meningkatkan poz-zolonic
sebesar 30%, sedang untuk RPC 800 digunakan suhu di atas 250o C.

D. Meningkatkan daktilitas.
Semakin tinggi kuat tekan beton, pada umumnya akan mengalami
keruntuhan getas. Hal ini sangat tidak diinginkan, karena akan sangat
berbahaya. Pada RPC, untuk mengimbangi kuat tekan yang ada dengan
penambahan fiber steel. Penambahan fiber steel juga akan meningkatkan
kuat lentur hingga 50-102 MPa dan energi fraktur antara 10.000-40.000
J/m2. Hal ini sangat tergantung pada curing yang dilakukan, sedang jumlah
steel fibers yang ditambahkan pada campuran 2-6% dari jumlah volume
beton.

2.3.2 Keunggulan RPC

Beton RPC memiliki keunggulan yang sangat banyak diantaranya


adalah (Jusup et al., n.d.) :
A. Lebih unggul dalam hal kuat tekan, kuat tekan RPC 3 kali lebih besar
dibandingkan kuat tekan beton normal sehingga dapat mereduksi beban
mati dengan demensi struktur yang lebih ramping. Struktur RPC
memiliki bobot antara 1/3 – 1/2 dari bobot struktur konfensional.
Reduksi dimensi struktur akan meningkatkan daya guna ketinggian
lantai pada gedung-gedung bertingkat.
B. Lebih unggul dalam hal durabilitas (keawetan), durabilitas RPC yang
tinggi berdampak pada berkurangnya biaya perawatan. Tingkat

1
impermaebilitas RPC hampir mendekati kedap air/udara, memberikan
daya tahan terhadap karbonisasi, penetrasi klorida dan penetrasi sulfat.
RPC memiliki ketahanan aus tinggi yang dapat meningkatkan umur
penggunaan lantai jembatan dan lantai industri. RPC Juga memiliki
daya tahan tinggi terhadap korosi sehingga memberikan perlindungan
yang cukup baik dalam lingkungan yang ekstrim.
C. Tanpa tulangan baja, RPC mengeleminasi penggunaan tulangan baja,
hal ini mengurangi biaya buruh yang dipakai untuk merakit dan
memasang tulangan.
D. Mereduksi ketebalan elemen beton, memberikan keuntungan pada
penghematan material dan biaya.
E. Lebih unggul dalam hal daktilitas, daktilitas RPC rata-rata 300 kali
lebih besar dibanding high performance concrete (HPC) yang
menggunakan agregat kasar.
F. Kualitas permukaan beton sangat halus.

2.3.3 Bahan Penyusun RPC

1. Semen Portland
Semen berdasarkan Standar Nasional Indonesia nomor 15-2049-
2004 adalah bubuk halus yang memiliki sifat adhesif maupun kohesif,
yaitu bahan pengikat. Arti dari bahan pengikat adalah suatu reaksi
semen mengikat butir butir agregat sehingga membentuk suatu massa
padat dan mengisi rongga-rongga udara diantara butir-butir agregat.
Definisi semen portland (portland cement) merupakan bahan perekat
hidrolis yang sangat penting dalam konstruksi beton. Bahan perekat
hidrolis yaitu dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker, terutama
terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips
sebagai bahan pembantu untuk membentuk pasta semen atau grout bila
bersenyawa dengan air dapat mengeras dan jika bereaksi dengan
agregat halus biasa disebut dengan mortar (Tjokrodimuljo, 2007).
Komposisi kimia semen portland melibatkan oksida besar dan
kecil. Oksida utama pada semen ini meliputi CaO, SiO2, Al2O3, dan

2
Fe2O3 sedangkan oksida minor yaitu MgO, SO3, dan beberapa oksida
alkali seperi K2O dan Na2O. Senyawa lain seperti P2O5, Cl, TiO2,
MnO3 juga bekerja sebagai komposisi pembentuk dalam semen
portland. Keseluruhan oksida tersebut memiliki kinerja yang unik
selagi semen portland berikatan dengan air (setting) pada saat
berhidrasi dalam campuran beton (Ariningrum et al., 1995). Adapun
komposisi semen secara detail dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.3 Kandungan Oksidasi Pada Semen Portland


Oksida Kandungan %
Kapur (CaO) 60 – 70
Silika (SiO2) 17 – 25
Alimunia (Al203) 3,0 – 8,0
Besi (Fe2O3) 0,5 – 6,0
Magnesia (MgO) 0,1 – 5,5
Sulfur (SO3) 1,0 – 3,0
Soda/potash (Na2O + K2O) 0,5 – 1,3
( Sumber: Tjokrodimuljo 2007)

Penggolongan komposisi kimia (manufacturing) semen


dilakukan dengan cara mengubah presentase 4 komponen utama semen
agar menghasilkan 5 semen tipe umum (PUBI, 1982). Dimana
penggolongan ini dimaksudkan agar penggunaan semen sesuai dengan
tujuan pemakaian dan spesifik, penggolongan ini mengacu pada ASTM
C.150 (American Society for Testing and Material) yang ditunjukan
pada tabel berikut ini :
Tabel 2.4 Jenis Semen Portland Menurut ASTM C.150
Kadar Senyawa (%) Panas
Jenis
Sifat Pemakaian Hidrasi 7
semen C3S C2S C3A C4AF
Hr (J/g)
I Normal 50 24 11 8 330
II Modifikasi Kekuatan awal tinggi 42 33 5 13 250
III Kekuatan Awal Tinggi 60 13 9 8 500
IV Panas Hidrasi Rendah 26 50 5 12 210
V Tahan Sulfat 40 40 9 9 250
(Sumber: P.T. Tiga Roda Indocement)

2
2. Pasir Kuarsa
Siregar (2014) menyebutkan pasir kuarsa adalah bahan galian
yang terdiri dari atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung
senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir
kuarsa yang juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil
pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti kuarsa.
Hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau angin yang
terendapkan di tepi-tepi sungai, danau atau laut. Pasir kuarsa
mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Fe2O3, Al2O3, TiO2,
CaO, MgO, dan K2O. Berwarna putih atau warna lain bergantung pada
senyawa pengotornya, berat jenis 2,65, titik lebur 17150 oC.
Dalam kegiatan Industri, penggunaan pasir kuarsa sudah
berkembang meluas, baik langsung sebagai bahan baku utama maupun
bahan ikutan. Pasir kuarsa sudah banyak dipakai dalam industri
konstruksi. Pasir kuarsa digunakan sebagai bahan baku semen. Pasir
kuarsa juga sudah banyak digunakan dalam pembuatan beton seperti
sebagai pengisi rongga pada campuran beton atau sering kita sebut
sebagai filler.

3. Superplasticizer
Superplasticizer atau nama lainnya high range water reducer
adalah bahan kimia pengurang air pada campuran beton, baik beton
konvensional maupun beton mutu tinggi seperti RPC. Dengan
penggunaan superplasticizer, maka didapatkan adukan campuran beton
dengan rasio air semen lebih rendah pada nilai viskositas adukan
sehingga membuat beton mudah dikerjakan namun dengan
perbandingan antara semen dan air sama, kuat tekan yang dimiliki
beton justru menjadi lebih tinggi, bukan sebaliknya. Penggunaan
superplasticizer pada RPC sangat penting, dikarenakan sulitnya beton
tipe RPC untuk menjadi mortar dalam beberapa kasus pembuatan
benda uji.

2
Berdasarkan penelitian Zych (2014), superplasticizer yang
digunakan pada RPC digunakan dikarenakan rasio air semen pada RPC
sangat rendah dan adanya serat pada beton juga dapat menurunkan
kelecakan, sehingga penambahan superplasticizer diharapkan dapat
memperbaiki kelecakan pada RPC. Menurut ASTM C494,
Superplasticizer adalah media pengurang air yang sangat efektif.
Dengan adanya peran Superplasticizer ini maka didapatkan adukan
denga rasio semen dan air yang rendah terhadap nilai viskositas yang
relatif sama atau bahkan dengan viskositas yang relatif fluids dengn
rasio semen dan air yang juga sama, maka terjadi peningkatan daya
tekan pada beton.

4. Silica Fume
Menurut standar ASTM C1240, Silica Fume merupakan
material pozzolan yang halus dimana komposisi silika lebih banyak
dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi silikon. Persentase
penggunaan silica fume yang ditambahkan pada RPC biasanya berkisar
10%, 15%, 20%, 25% dan 30% sebagai pengganti penggunaan semen
yang berlebihan, dikarenakan sifatnya yang menyerupai semen
(cementitious) namun lebih baik kualitasnya. Komposisi kimia dan
persyaratan fisik yang dikandung silica fume menunjukkan bahwa
bahan ini mengandung komposisi kimia dan persyaratan fisik yang
dijelaskan pada ASTM C1240. (Hassani, 2014).
Berdasarkan penelitian Sarika et al. (2015), kandungan
pozzolan silika yang terkandung pada silica fume sangat reaktif bagi
RPC. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang diberikan dari ASTM dan
European Commitee for Standardisation.

5. Tepung Kuarsa
Pada berbagai penelitian yang telah dilakukan, quartz powder
digunakan dalam jumlah yang cukup besar. Penambahan quartz
powder dapat meningkatkan kuat tekan hingga 20% (Khadiranaikar
and Muranal, 2012).

2
Tepung kuarsa (quartz powder) yang dianjurkan untuk
diaplikasikan pada beton mutu tinggi seperti RPC dan lainnya haruslah
berjenis crystalline dengan
ukuran partikel yang sangat kecil yaitu 5µm -25 µm.
Berdasarkan penelitian Zych (2014), tepung kuarsa yang digunakan
untuk RPC memiliki diameter ukuran berkisar antara 0,1µm -100 µm.
Granulasi tepung kuarsa yang merupakan jenis bahan cementitious
haruslah menyamai granulasi daripada semen. Tepung kuarsa yang
baik adalah yang berasal dari tanah kuarsa dengan kualitas baik yang
berdiameter kurang dari 5 µm dan dapat bereaksi dengan Ca 2+ ion.

6. Air
Air berfungsi sebagai material pelumas antara butiran- butiran
agregat sehingga proses pencampuran dan pemadatan menjadi mudah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada air yang akan digunakan sebagai
bahan pencampur beton meliputi kandungan lumpur maksimal 2 gr/lt,
kandungan garam- garam yang dapat merusak beton maksimal 15
gr/lt, tidak mengandung khlorida lebih dari 0,5 gr/lt serta kandungan
senyawa sulfat maksimal 1 gr/lt. Secara umum air dinyatakan
memenuhi syarat untuk dipakai sebagai bahan pencampur beton,
apabila dapat menghasilkan beton dengan kekuatan lebih dari 90%
kekuatan beton yang menggunakan air suling (Tjokrodimuljo, 1996).

2.3.4 Komposisi Campuran RPC

Tipikal komposisi dari material penyusun RPC secara spesifik


terdiri atas ( Richard,1995) :
A. Semen (cement): jenis semen portland tipe I/II, yang terbaik adalah
semen yang mempunyai kandungan C3A (Tricalcium aluminate)
paling sedikit . Ukuran partikel semen 1 µm – 100 µm.
B. Silica fume: bersih dari kotoran dengan ukuran partikel 0,1 µm – 1 µm.
C. Superplastisizer: berbahan dasar Polycarboxyltatehter (PCE) akan
memberikan tingkat workability yang terbaik.

2
D. Pasir kuarsa (quartz sand): ukuran partikel 150 µm – 600 µm.
E. Serbuk/tepung kuarsa (crushed quartz/quartz powder): berjenis
crystalline dengan ukuran partikel 5 µm – 25 µm.
F. Serat baja (steel frber) (optional): berbentuk lurus dengan diameter
0,15 mm –0,2 mm, panjang antara 10 – 25 mm.

Komposisi campuran RPC berdasarkan berat material dari


beberapa peneliti terdahulu diperlihatkan dalam Tabel 2.5

Tabel 2.5 Komposisi material RPC dari peneliti terdahulu

(Sumber: Yulius Rief Alkhali, 2013)

2.3.5 Sifat-Sifat Mekanis dan Durabilitas RPC

RPC memiliki durabilitas ultra tinggi yang dihasilkan dari ekstrim


rendahnya porositas matriks beton. Penetrasi ion klorida rata-rata lebih rendah
25 kali dibanding HPC, absorpsi air rata-rata 4 kali lebih rendah dibanding
HPC dan kehilangan bobot akibat penetrasi asam/sulfat rata-rata 2,5 kali lebih
rendah dibanding HPC. (Moranville, 1999)

2
2.4 Rasio Air Semen (Water Cemen Ratio)

Rasio air semen atau biasa disebut sebagai faktor air semen (FAS) mempunyai
peranan yang krusial dalam proses hidrasi pada beton. Reaksi hidrasi menghasilkan
pasta lengket dan tebal yang memiliki sifat mengikat dan mengikat ke semua agregat
sehingga menjadi semakin kuat. Mengenai rasio air semen pada RPC, rasio air semen
yang dibutuhkan haruslah lebih dominan dikarenakan ketiadaan agregat kasar pada
campurannya. Hal ini berguna agar RPC menjadi lebih kompak dan matriks beton
menjadi lebih rapat sebagai peningkat kualitas dan daya tahan dari RPC. Penggunaan
semen tipe 1 dan bahan cementitious seperti silica fume dan steel fibre dapat
berfungsi sebagai pengganti agregat kasar dan menjadikan rasio air semen RPC
menjadi lebih dominan, karena pada RPC yang dibutuhkan adalah rasio air semen
tinggi untuk meningkatkan workability sedangkan sifat fisik maupun mekanis beton
tetap pada performa terbaiknya.
Umumnya nilai faktor air semen minimum untuk beton normal sekitar 0,4 dan
maksimum 0,65 (Tri Mulyono, 2003). Perbandingan FAS dengan kondisi lingkungan
terdapat pada Tabel di bawah ini:

Tabel 2.6 Faktor Air Semen Untuk Setiap Kondisi Lingkungan

Kondisi Lingkungan
Kondisi Basah Kering Dibawah pengaruh
normal Berganti-ganti sulfat/air laut

Koreksi langsing atau yang


hanya mempunyai penutup
0,53 0,49 0,4
tulangan kurang dari 25
mm

Struktur dinding penahan


* 0,53 0,44
tanah, pilar, balok, kolom
Beton yang tertanam
- 0,44 0,44
dalam pilar, balok, kolom
Struktur lantai beton diatas
* - -
tanah
Beton yang terlindung dari
perubahan udara
- - -
(konstruksi interior
bangunan)
(Sumber: Tim Penyusun Struktur Beton, 1999)

2
Talbot dan Richard mengatakan bahwa pada rasio air semen 0.2 sampai
dengan 0.5, kekuatan beton akan meng-alami kenaikan. Akan tetapi hasil penelitian
yang dilakukan oleh Duff Abrams menunjukkan semakin bertambahnya nilai FAS
hingga lebih dari 0.6 akan menurunkan kekuatan beton sampai nol pada nilai FAS
4,0 untuk beton yang berumur 28 hari. Pada kenyataannya semakin rendah faktor air
semen dan kuat tekannya semakin rendah seperti pada Gambar berikut ini.

Gambar 2.2 Hubungan faktor air semen dan kuat tekan beton
Menurut S. Mindess, Young dan D. Darwin, (2003), bila faktor air semen
terlalu rendah, maka adukan beton sulit untuk dipadatkan. Dengan demikian ada
suatu nilai faktor air semen optimum yang menghasilkan kuat tekan beton
maksimum. Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan beton setelah
mengeras. Adanya udara sebanyak 5% dapat mengurangi kuat tekan beton sampai
35% dan pori- pori sebanyak 10% dapat mengurangi kuat tekan beton sampai 60%.

2.6 Pengaruh nilai Slump pada RPC

Pengaruh faktor air semen yang sangat kecil, menyebabkan Reactive Powder
Concrete menjadi sangat padat dan tebal, sedangkan ketika diberi superplasticizer,
maka RPC berubah menjadi lebih encer. Dengan menggunakan
superplasticizer maka perencana dapat memainkan nilai slump, dan workability yang
diinginkan pada RPC dapat dicapai sesuai keinginan. Untuk mempercepat penyebaran
campuran RPC pada cetakan, biasanya digunakan alat berupa vibrator untuk
menggetar campuran beton ( Shaheen, and Shrive, 2006)

2
2.7 Kuat Tekan Beton

Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per
satuan luas (TriMulyono, 2004).Kuat tekan beton yang diisyaratkan fc’ adalah kuat
tekan beton yang ditetapkan oleh perencana struktur (benda uji berbentuk kubus
ukuran 150 x 150 x 150 mm), dipakai dalam perencanaan struktur beton, dan
dinyatakan dalam Mega Pascal atau MPa (SK SNI-T-15-1991-03). Nilai kuat tekan
beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji tekan
dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban
tertentu atas benda uji berbentuk kubus ukuran 40 x 40 x 160 mm sampai hancur.
Untuk mengetahui perbandingan kuat tekan mortar dengan varian berbeda,
perhitungan kuat tekan mortar menggunakan rumus :

f'c = P
A ...Pers. 2.1

Keterangan :
f'c = Kuat tekan mortar (MPa);
P = Beban maksimum total (N);
A = Luas dari permukaan yang dibebani (mm).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan beton, yaitu :


1. Faktor air semen (FAS)
Beton yang mempunyai FAS dan kepadatan Beton yang mempunyai faktor
air semen minimal dan cukup untuk memberikan workabilitas tertentu yang
dibutuhkan untuk pemadatan yang sempurna tanpa pekerjaan pemadatan yang
berlebihan, merupakan beton yang terbaik.

2. Umur beton
Kuat tekan beton akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton
tersebut. Perbandingan kuat tekan beton pada berbagai umur dibahas dalam
Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971. Kecepatan bertambahnya kuat tekan
beton tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: FAS dan suhu

2
perawatan. Semakin tinggi nilai FAS semakin lambat kenaikan kekuatan
betonnya, dan semakin tinggi suhu perawatan semakin cepat kenaikan kekuatan
betonnya (Tjokrodimuljo, 1996).

3. Jenis semen
Jenis semen berpengaruh terhadap kuat tekan beton, sesuai dengan tujuan
penggunaannya.

4. Jumlah Semen
Menurut Tjokrodimuljo (1996) jumlah kandungan semen berpengaruh
terhadap kuat tekan beton. Jika nilai FAS sama (nilai slump berubah), Beton
dengan jumlah kandungan semen yang lebih sedikit akan mempunyai kuat tekan
tertinggi.

5. Sifat agregat
Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah :
● Kekasaran permukaan : Pada agregat dengan permukaan kasar akan terjadi
ikatan yang baik antara pasta semen dengan agregat tersebut
● Kekerasan agregat kasar
● Gradasi agregat

2.8 Kuat Lentur

Untuk mengetahui kekuatan lentur suatu material dapat dilakukan dengan


pengujian lentur terhadap material komposit tersebut. Pengujian lentur mengacu pada
standar ASTM D790 dengan kondisi pengujian statis. Kekuatan lentur atau kekuatan
lengkung adalah tegangan lentur terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar
tanpa mengalami deformasi yang besar atau kegagalan (ASTM D-790, 2017). Kuat
lentur adalah nilai tegangan tarik yang dihasilkan dari momen lentur dibagi dengan
momen penahan penampang balok uji. Kuat lentur dihitung menggunakan persamaan
berikut :
3FL
σ=
2 bd2
2
Keterangan :
σ = Kuat lentur (Mpa);
F = Beban maksimum yang mengakibatkan keruntuhan balok uji (Newton);
L = Panjang bentang di antara kedua blok tumpuan (mm);
b = Lebar balok rata-rata pada penampang runtuh, (mm);
d = Tinggi balok rata-rata pada penampang runtuh, (mm).

2.9 Workabilitas

Yang dimaksud dengan workabilitas adalah bahwa bahan-bahan beton setelah


diaduk bersama, menghasilkan adukan yang bersifat sedemikian rupa sehingga
adukan mudah diangkut, dituang/dicetak, dan dipadatkan menurut tujuan
pekerjaannya tanpa terjadi perubahan yang menimbulkan kesukaran atau penurunan
mutu. (Wuryati dan Candra, 2001). Beberapa parameter untuk mengetahui
workabilitas beton segar adalah
1. Compactible, yaitu kemudahan beton untuk dipadatkan dengan baik. Pemadatan
bertujuan untuk mengurangi rongga-rongga udara yang terjebak didalam beton
sehingga diperoleh susunan yang padat dan memperkuat ikatan antar partikel
beton.

2. Mobilitas, yaitu kemudahan beton untuk mengalir atau dituang dalam cetakan
dan dibentuk.

3. Stabilitas, yaitu kemampuan beton untuk tetap stabil, homogen selama


pencampuran, serta tidak terjadi segregasi dan bleeding. (Mindess, Young, dan
Darwin, 2003).

3
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2022 tempatnya di Laboratorium

Pengujian Bahan Kontruksi Teknik Sipil Fakultas Teknik Univeritas Halu Oleo.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian


Sumber : google maps

3.2 Variabel Penelitian

3.2.1. Variabel Bebas

Untuk variabel bebas dalam penelitian adalah material slag nikel dan
fly ash sebagai bahan pengganti pasir kuarsa dengan variasi 100% dalam
campuran beton bubuk reaktif/reactive powder concrete (RPC).

3
3.2.2 Variabel terikat

Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengaruh steam


curing suhu 90⁰C dalam waktu 24 jam terhadap hasil uji kuat tekan dan
ketahanan sulfat Beton RPC (kandungan slag nikel dan fly ash) pada umur 7
hari dan 28 hari dengan proporsi campuran yang telah ditentukan.

3.3 Alat dan Bahan yang digunakan

3.3.1 Alat
Alat yang akan digunakan dalam pembuatan Beton bubuk reaktif (RPC)
adalah sebagai berikut.
1. Timbangan Ohause, digunakan untuk mengukur berat masing-masing
campuran komposisi mortar dan pemeriksaan seluruh material. Timbangan
yang digunakan yaitu mempunyai ketelitian sebesar 0,01 gram.
2. Compression and flexure Testing Machine (Mesin uji tekan dan lentur),
digunakan untuk menguji kuat tekan dan lentur mortar ketika menahan
beban maksimum sampai mortar hancur.
3. Mesin steam curing (perawatan penguapan)
4. Gelas picnometer, digunakan untuk mengetahui berat jenis agregat halus,
dan slag nikel.
5. Satu set saringan, digunakan untuk menentukan gradasi agregat slag nikel.
Saringan yang dipakai dengan diameter berturut-turut No. 30; No. 50 ; No.
100 dan dilengkapi dengan tutup (PAN).
6. Mesin Pengguncang saringan, digunakan untuk mengguncang saringan agar
tidak dilakukan pengayakan secara manual.
7. Kerucut abrahams/slump cone, digunakan untuk melakukan slump test.
8. Mixing mortar (mesin pengaduk mortar), berfungsi untuk mengaduk bahan
campuran substitusi mortar sehingga semua campuran dapat merata.
9. Cetakan prisma, cetakan mortar yang digunakan berbentuk prisma segi
empat dengan ukuran diameter 4x4x16 cm.
10.Penggaris/Meter Roll, digunakan untuk mengukur diameter campuran
mortar dalam pengujian slump flow test.

3
11.Oven, digunakan untuk mengeringkan bahan pada saat pengujian material
yang membutuhkan kondisi kering.
12.Talang, Digunakan untuk tempat material, baik material tambah maupun
agregat halus pada saat pengujian.

3.3.2 Bahan
Adapun bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Air yang digunakan bersumber dari Laboratorium Survey dan Pengujian
Bahan, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo.
2. Semen yang pakai adalah OPC (Ordinary Portland Cement) jenis tipe 2
yang penggunaan umumnya tidak memerlukan pesyaratan khusus seperti
yang diisyaratkan pada semen jenis lain.
3. Slag nikel FeNi tipe 4 digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan ganti
pasir kuarsa sebagai agregat halus, dan berasal dari yang diperoleh dari PT.
ANTAM Pomalaa, Kabupaten Kolaka
4. Fly ash digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan ganti pasir kuarsa
sebagai agregat halus yang diperoleh dari PLTU Nii Tanasa
5. Superplasticizer
6. Pasir kuarsa sebagai material agregat halus utama dalam pembuatan RPC
7. Silica fume

3.4 Prosedur Penelitian

Adapun langkah-langkah/prosedur pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai


berikut.

3.4.1 Persiapan Penelitian

Dalam tahap ini, terdiri dari persiapan seluruh peralatan dan material
yang akan digunakan dalam penelitian ini.

3
3.4.2 Uji Karakteristik Agregat

Pengujian karakteristik agregat dilakukan guna mengetahui sifat-sifat


yang dimiliki dari agregat tersebut apakah layak digunakan atau tidak. Karena
didalam beton RPC tidak menggunakan agregat kasar, maka Pengujian
karakteristik ini hanya dilakukan pada agregat halus, yakni Slag Nikel dan Fly
ash. Data hasil pengujian akan digunakan sebagai acuan dalam penentuan Mix
Design.

1. Analisa Saringan Agregat


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan distribusi butiran pada
agregat menggunakan ayakan. Standar pengujian ini di dasarkan pada SNI
03-1968-1990.

A. Prosedur Pengujian :
1) Siapkan agregat dan keringkan pada suhu 110±5°C sampai beratnya
konstan.
2) Dinginkan kemudian masukkan ke saringan yang telah disusun,
dengan susunan saringan dimulai dari saringan paling besar di atas
sampai palin kecil di bawah.
3) Guncang ayakan dengan mesin penggetar atau diayak dengan
tangan pada periode waktu ±15 menit.

4) Pisahkan kemudian timbang dan catat berat bagian yang tertinggal


pada setiap ayakan
5) Hitung analisis agregat saringan

2. Pemeriksaan Berat jenis, dan penyerapan Agregat Halus


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis rata-rata
butiran (tidak termasuk rongga di antara butiran), berat jenis relatif dan
penyerapan agregat halus. Standar pengujian ini di dasarkan pada SNI 03-
1970-1990.
A. Prosedur Pengujian :
1) Siapkan agregat dan keringkan pada suhu 110±5°C sampai beratnya
3
konstan
2) Dinginkan dan rendam dalam air atau ditambah air paling sedikit 6%
kadar air dan biarkan selama 24 ± 4 jam
3) Buang airnya, sebarkan ditempat yang rata, bersih dan tidak
menyerap air. Jaga jangan sampai kehilangan butiran yang halus
4) Angin-anginkan dan aduk-aduk atau aliri dengan udara hangat agar
air yang melapisi butiran menguap sampai kondisi SSD
5) Periksa apakah sudah kondisi SSD :
 Isikan kedalam cetakan sampai meluber
 Rojok dengan berat sendiri (jatuh bebas) dari ketinggian 5mm
diatas permukaan agregat. Setelah setiap rojokan, isi lagi dan
ratakan kemudian rojok kembali.
 Ratakan dan bersihkan sisa pasir disekitar cetakan, kemudian
angkat cetakan tegak lurus keatas.
 Jika masih membentuk cetakan berarti permukaan butiran masih
basah.
 Jika agregat melorot dengan ringannya atau salah satu sisinya
melorot dengan enteng berarti kondisi sudah SSD.
6) Timbang contoh agregat 500 gram
7) Masukkan kedalam pycnometer dan tambah air ± 90% kapasitas
8) Goyang-goyang selama 15-20 menit sampai gelembung udara keluar
semua, tambah air sampai batas dan jaga suhu pycnometer dan isinya
23 ± 2°C
9) Bersihkan buih dengan mencelupkan kertas tisu atau dengan
menambah sedikit isopropyl alcohol
10) Timbang pycnometer berisi pasir dan air (C)
11) Keluarkan contoh pasir, jangan sampai ada kehilangan butiran
12) Timbang berat pycnometer berisi air sampai batas pada suhu 23±2°C
(B)
13) Keringkan pada suhu 110 ± 5°C sampai beratnya konstan
14) Dinginkan 1-2 jam dan timbang beratnya (A)

3
B. Perhitungan :
1) Berat Jenis Relatif (spesific grafity) :
𝐴
 BJ kering oven =
𝐵+𝑆−𝐶
𝑆
 BJ ssd =
𝐵+𝑆−𝐶
𝐴
 BJ nyata =
𝐵+𝐴−𝐶

2) Berat Jenis (density)


 BJ kering oven = 997,5 A / (B + S – C) kg/m3
 BJ ssd = 997,5 S / (B + S – C) kg/m3
 BJ nyata = 997,5 A / (B + A – C) kg/m3
3) % Penyerapan = [(S – A) / A] x 100
dimana :
A = Berat contoh uji kering oven diudara, gram
B = Berat pycnometer berisi air sampai batas, gram
C = Berat pycnometer berisi contoh uji dan air sampai batas, gram
S = Berat contoh uji ssd, gram

3. Pemeriksaan Berat Isi Agregat


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui berat isi agregat. Dimana
berat isi adalah perbandingan berat dan isi. Pemeriksaan ini mengacu pada
(SNI 03-4804, 1998)
Prosedur Pengujian :
1) Siapkan agregat dan keringkan pada suhu 110±5°C sampai beratnya
konstan.
2) Timbang berat wadah benda uji, catat beratnya.
3) Masukkan benda uji kedalam wadah, lakukan hal ini dengan hati-hati
agar tidak terjadi pemisahan butir.
4) Ratakan permukaan benda uji dengan mistar perata.
5) Timbang berat benda uji beserta wadah
6) Kemudian, hitung berat isi benda uji dengan rumus:
𝑊
Berat isi agregat =
𝑉

3
Keterangan :
𝑊 = berat benda uji (gr)
𝑉 = Volume wadah (cm3)

3.4.3 Mix Design beton RPC

Data hasil Pengujian agregat kemudian digunakan sebagai data acuan dalam
merencanakan Campuran beton RPC. Karena belum adanya komposisi penyusunan
Beton RPC yang dijadikan acuan standar, maka pada penelitian ini digunakan
komposisi eksperimental yang telah dilakukan Minhar Hasyim dengan judul “
Pemanfaatan Slag Nikel Sebagai Pengganti Pasir Kuarsa Pada Kuat Tekan Reactive
Powder Concrete “

3.4.4 Tahap Pembuatan dan perawatan Benda Uji

Setelah membuat Rencana mix design untuk beton RPC, maka tahapan
selanjutnya adalah pembuatan benda uji. Bahan penyusun beton bubuk reaktif (RPC)
masing-masing di timbang sesuai dengan proporsi dalam mix design. Setelah itu,
terlebih dahulu campurkan bahan-bahan pengikat diantaranya Semen, air, Fly Ash,
Silica fume, dan Superplastisizer ke dalam mesin pencampur (concrete mixer)
selama 30 detik . Saat campuran sudah terlihat homogen, masukkan Slag Nikel
sesuai dengan perencanaan, kemudian aduk selama beberapa menit sampai
campuran merata. Setelah campuran beton merata, masukkan ke dalam cetakan
benda uji. Buka cetakan beton setelah mengeras dan masukkan kedalam steam
curing dengan suhu 90⁰C selama 24 jam. Setelah itu diangkat dan dibiarkan selama 3
jam. Lalu rendam beton kedalam bak air (normal curing) selama umur 7 hari dan 28
hari. Tujuan curing ini yaitu untuk menjaga suhu dan kestabilan pada benda uji.

3.4.5 Uji Kuat Tekan dan Kuat Lentur Beton

Setelah benda uji melalui proses perawatan dan mencapai umur yang telah
ditentukan yakni umur 7 dan 28 hari maka tahap selanjutnya adalah mengukur dan
menimbang benda uji menggunakan jangka sorong dan timbangan digital. Setelah

3
hal

3
itu dilakukan maka benda uji telah siap untuk dilakukan pengujian kuat tekan dan
kuat bending menggunakan The testing machine.
3.5 Diagram Alur Penelitian

Mulai

Studi Pustaka

Persiapan dan pemeriksaan

Tidak Memenuhi syarat

Ya
Pembuatan Benda Uji dan pengujian Slump

Proses steam curing 90⁰C (24 Jam)

Proses curing (7 dan 28 hari)

Uji kuat tekan dan Lentur, (7 dan 28 hari)

Kesimpulan
Analisa data

Selesai

Gambar 3.2 Alur Penelitian

3
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, D., & Riyanto, S. (2021). Pengaruh ukuran agregat terhadap kuat tekan
permeabilitas beton berpori yang ramah lingkungan. 2, 271–276.
Ariningrum, A., Sari, P., Anif, B., Mizwar, Z., Sipil, J. T., Bung, U., & Padang, H. (1995).
PENGARUH BAHAN SILICA FUME TERHADAP NILAI KUAT TEKAN BETON
MUTU TINGGI.
ASTM D-790. (2017). Standard Test Methods for Flexural Properties of Unreinforced and
Reinforced Plastics and Electrical Insulating Materials. ASTM International.
https://doi.org/10.1520/D0790-17
Cement Concrete & Aggregate Australia. Sulfat-Resisting Cement And Concrete. Jurnal
penelitian, 2002.
Edwin, R. S., Ngii, E., Talanipa, R., Masud, F., & Sriyani, R. (2019). Effect of nickel slag
as a sand replacement in strength and workability of concrete. IOP Conference
Series: Materials Science and Engineering, 615(1). https://doi.org/10.1088/1757-
899X/615/1/012014
Jalali, N. A., & Salim, A. (2018). Agregat Halus Slag Nikel Sebagai Pengganti Sebagian
Pasir Pada Pembuatan Beton. Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M), 2018,
142–147.
Jusup, F. S., Hasanudin, H., & Sumardi, M. I. (n.d.). Kelompok I.
Kaselle, H., & Allo, R. B. (2021). Pengaruh Penggunaan Slag Nikel Pada Kuat Tekan
dan Kuat Lentur Beton Geopolimer Effect of Using Nickel Slag on the Compressive
an Flexural Strenght of Geopolymer Concrete. 1(2).
P, F. E. G., & Tanzil, G. (2013). Variasi Bubuk Kaca Substitusi Sebagian Pasir Dengan.
1(1), 68–73.
Ranap, P., & Naibaho, T. (2015). Studi Eksperimental Perilaku Sambungan Balok-Kolom
Eksterior Beton Bubuk Reaktif Terhadap Beban Lateral Siklis. Jurnal Teknik Sipil,
22(3), 165–174. https://doi.org/10.5614/jts.2015.22.3.1
Richard, P., & Cheyrezy, M. (1995). Composition of reactive powder concretes. Cement
and Concrete Research, 25(7), 1501–1511. https://doi.org/10.1016/0008-
8846(95)00144-2
SNI 03-4804. (1998). Metode Pengujian Bobot Isi dan Rongga Udara dalam Agregat.
Badan Standarisasi Nasional, 1–6.

4
Sutandi, A., & Kushartomo, W. (2019). Pengaruh Ukuran Butiran Maksimum Terhadap
Kuat Tekan Reactive Powder Concrete. Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan, 3(1), 161. https://doi.org/10.24912/jmstkik.v3i1.5193
Suwindu, K. S., & Sandy, D. (2020). Karakteristik Beton Mutu Tinggi dengan Substitusi
Slag Baja dan Slag Nikel Sebagai Agregat Kasar. Paulus Civil Engineering Journal,
2(1), 8–15.
Thokchom, S., Ghosh, P., & Ghosh, S. (2010). Performance of fly ash based geopolymer
mortars in sulphate solution. Journal of Engineering Science and Technology Review,
3(1), 36–40. https://doi.org/10.25103/jestr.031.07
Zdeb, T. (2016). An analysis of the steam curing and autoclaving process parameters for
reactive powder concretes. Construction and Building Materials.
https://doi.org/10.1016/j.conbuildmat.2016.11.026

4
39

Anda mungkin juga menyukai