Hemidon
PENGGUNAAN KODE LOKASI BPS
Pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
Hemidon
Penerbit
Direktorat Sistem Perbendaharaan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan
Penggunaan Kode Lokasi BPS pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
Penulis
Hemidon
Perancang Sampul
Kholid Harisfauzi
Penerbit
Direktorat Sistem Perbendaharaan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan
Gedung Prijadi Praptosuhardjo III Lantai IV
Jalan Budi Utomo No. 6
Jakarta 10710
Email: litbangdsp@kemenkeu.go.id
xi + 24 halaman; 21 x 30 cm
SAMBUTAN PENERBIT
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya buku Penggunaan
Kode Lokasi BPS pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara ini. Penulis menyadari bahwa
hanya dengan izin-Nya, proses penyusunan buku ini dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Disusunnya buku ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai penggunaan
kode lokasi yang terstandar dan terstruktur berkaitan dengan pembangunan Sistem Perbendaharaan
dan Anggaran Negara (SPAN). Dalam buku ini diusulkan konsep perubahan atau usulan penggunaan
kode lokasi BPS dalam kode lokasi yang digunakan dalam penyusunan DIPA yang terintegrasi dalam
SPAN.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
bekerja sama dan membantu proses penyelesaian buku ini.
Akhir kata, Penulis berharap bahwa buku ini dapat memberikan kontribusi dan manfaat
pada implementasi SPAN, serta berguna dalam perkembangan reformasi di lingkungan Direktorat
Jenderal Perbendaharaan. Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga kritik, saran dan masukan dari para pembaca sangat diharapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR LAMPIRAN v
...................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
...........
A. Latar Belakang 1
B. Ruang Lingkup 2
.
BAB II KODE LOKASI DAN PENGGUNAANNYA .
.
A. Kode Lokasi dalam Sistem Informasi di Ditjen Perbendaharaan 3 .
.
B. Kode Lokasi Menurut BPS 4 .
.
C. Kode Lokasi dalam Usulan Bagan Akun Standar
5 .
.
C. Pemanfaatan Kode Lokasi BPS dalam Usulan BAS 7 .
.
BAB III PENUTUP .
.
A. Kesimpulan 11 .
.
B. Rekomendasi 11 .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
kebutuhan akan data dan informasi yang mudah dipertukarkan menjadi sangat penting.
Direktorat Jenderal yang terlibat dalam SPAN. Selain itu, SPAN juga akan berinteraksi
dengan Sistem Informasi lain baik sebagai penyedia data maupun sebagai pengguna data,
sehingga kebutuhan untuk pertukaran data yang mudah dan aman menjadi sangat
penting.
Sesuai dengan Inpres Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi
data dan informasi yang saling dipertukarkan antara instansi pemerintah melalui IGASIS,
maka penggunaan kode-kode yang hanya dimengerti oleh satu instansi sedapat mungkin
dihindari. Hal ini dikarenakan, penggunaan kode-kode yang berbeda antar sistem
Salah satu kode yang sering ada dalam sistem informasi di lingkungan pemerintah
adalah kode lokasi. Kode lokasi sering kali merujuk pada pembagian wilayah secara
Kelurahan/Desa. Untuk beberapa sistem informasi, kode lokasi juga menunjukkan lokasi
yang berada di luar negeri misalnya kode lokasi dalam Aplikasi DIPA. Kode Lokasi saat
ini secara formal belum masuk dalam salah satu komponen Bagan Akun Standar (BAS)
yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, akan tetapi secara faktual,
kode lokasi ini di pakai oleh beberapa aplikasi yang dikembangkan Ditjen
Dalam Rancangan Bagan Akun Standar yang akan digunakan dalam SPAN, kode
lokasi merupakan salah satu elemen yang harus ada dalam kombinasi akun (chart of
account, atau disingkat CoA) dalam setiap transaksi dalam SPAN nantinya. Dengan
demikian, nantinya kode lokasi harus dinyatakan secara formal menjadi bagian dari
Untuk memudahkan pertukaran data yang melibatkan kode lokasi antara SPAN
dan sistem informasi selain SPAN ada baiknya digunakan kode lokasi yang lebih banyak
digunakan dan telah diakui oleh pihak lain. Hal ini karena, kode lokasi yang digunakan
dengan pengkodean yang sudah banyak digunakan oleh sistem informasi di luar Ditjen
Perbendaharaan. Kode Lokasi yang dimaksud adalah kode lokasi yang dikembangkan
Alasan penggunaan kode lokasi BPS sebagai salah satu segmen BAS adalah kode
ini sudah banyak dipakai oleh Sistem informasi lain yang ada di lingkungan Pemerintah
Pusat RI, termasuk menjadi salah satu bagian dari Nomor Objek Pajak (NOP) yang
B. PEMBATASAN MASALAH
Pembahasan kode lokasi pada paper ini hanya akan membahas praktik
penggunaan kode lokasi dalam sistem informasi di Ditjen Perbendaharaan dan usulan
penggunaan kode lokasi BPS pada struktur BAS (CoA) yang baru dalam rangka
implementasi SPAN.
1
BAB II
kode lokasi tidak masuk dalam kode yang diatur dalam BAS, akan tetapi kode lokasi ini
dipakai oleh sistem informasi yang digunakan sehari-hari oleh Ditjen Perbendaharaan
diantaranya aplikasi DIPA, aplikasi SPM dan SP2D, dan aplikasi Akuntansi dan
Pelaporan (VERA).
Kabuptan/Kota dengan kode numerik yang terdiri atas 4 digit dengan urutan dimulai dari
Provinsi DKI Jakarta kode (0100) sampai terakhir Provinsi Papua (kode 2500). Format
Kode lokasi yang digunakan dalam aplikasi DIPA adalah sebagai berikut :
XX XX
Dua digit pertama menunjukkan urutan Provinsi, sedangkan dua digit berikutnya
2
kode nya sangat mudah dilakukan. Sedangkan, kekurangannya adalah kode lokasi ini
hanya dimengerti oleh kalangan terbatas, yakni pihak-pihak yang memakai dan
Kode lokasi juga banyak dipakai oleh institusi di luar Kementerian Keuangan serta
merujuk lokasi yang sama dengan kode lokasi menurut Ditjen Perbendaharaan tetapi
dengan pengkodean berbeda. Salah satu kode lokasi yang banyak dipakai adalah kode
lokasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik. Kode lokasi menurut BPS pada
dasarnya sama dengan kode lokasi yang di keluarkan oleh Ditjen perbendaharaan yakni
Perbedaan utamanya adalah kode lokasi BPS lebih lengkap, yakni sampai pada
Kode Lokasi BPS yang lengkap terdiri atas 10 kode numerik yang dimulai dengan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sampai dengan Provinsi Papua. Format kode lokasi
aa bb ccc ddd
Keterangan:
aa = menunjukkan kode lokasi Provinsi, yang dimulai dengan 11 untuk NAD sampai
kabupaten (01 dst), atau dengan nomor urut kota (dimulai dari kode 71).
3
Contoh kode lokasi BPS :
Tidak seperti kode lokasi menurut aplikasi DIPA yang mengurutkan wilayah
kode untuk Provinsi di Pulau Sumatera diawali dengan kode 11 untuk Provinsi NAD
sampai dengan kode 20 untuk Provinsi Kepulauan Riau, sedangkan untuk wilayah Pulau
sampai dengan kode 64 untuk Provinsi Kalimantan Timur. Pemisahan ini akan
memudahkan proses penambahan kode untuk provinsi baru hasil pemekaran jika
nantinya diperlukan.
Kode lokasi BPS digunakan antara lain oleh Ditjen Pajak sebagai salah satu
komponen dalam Nomor Objek Pajak (NOP), Sistem Informasi PNPM Mandiri, serta
Jika pada Bagan Akun Standar menurut PMK Nomor 91/PMK.06/2007 kode
lokasi bukanlah masuk kode yang dikelompokkan sebagai bagian dalam BAS, maka
Negara, kode lokasi nantinya akan masuk dalam struktur BAS. Dalam usulan BAS yang
akan digunakan dalam SPAN, kode lokasi merupakan salah satu segmen/bagian dalam
struktur BAS yang akan terdiri atas 10 jenis kode. Kode-kode ini dibutuhkan dalam BAS
4
sebagai salah satu pilar dalam SPAN dan nantinya akan digunakan mulai dari proses
penganggaran sampai dengan pelaporan keuangan. Kode lokasi dalam usulan BAS terdiri
atas 4 kode numerik dalam struktur yang dapat di gambarkan sebagai berikut.
Satuan Kerja 6
KPPN 3
Sumber Dana 6
Kewenangan 1
Program 7
Kegiatan 6
Lokasi 4
Kode Anggaran 1
Akun 6
Future (interco) 6
Kode Lokasi (4 digit) dalam Usulan Bagan Akun Standar (CoA) sebagaimana
tabel diatas sebenarnya terdiri atas 2 jenis kode yakni 2 digit pertama menujukkan kode
Contoh :
1. Kode lokasi untuk Provinsi DKI Jakarta jika BAS menggunakan kode BPS adalah
31.00.
2. Sedangkan Kode Lokasi untuk Provinsi DKI Jakarta jika BAS menggunakan kode
5
lokasi dalam aplikasi DIPA adalah 01.00.
Penggunaan kode lokasi dalam usulan BAS ini dimaksudkan untuk mempermudah
pemetaan terhadap lokasi kegiatan yang dilaksanaan oleh Satuan Kerja, serta untuk
mengenali penerimaan negara yang terkait dengan pajak. Sebagai contoh, untuk
kebutuhan belanja Transfer ke Daerah (DAU, DAK, DBH) dibutuhkan kode lokasi
sebagai salah satu cara mempermudah proses pembayaran oleh Ditjen Perbendaharaan.
Kuasa BUN untuk membayar kewajiban Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.
Untuk memudahkan proses tersebut, penggunaan kode lokasi akan sangat membantu,
Khusus untuk bagi hasil PBB, kode lokasi BPS yang dipakai dalam BAS dan NOP
akan memudahkan proses pembagian Dana Bagi Hasil, karena berdasarkan NOP dari
1) Dasar Pertimbangan
Pertimbangan penggunaan kode lokasi BPS sebagai kode lokasi dalam kombinasi
yakni :
oleh banyak pihak. Selain itu, BPS juga mengeluarkan beberapa kodefikasi
termasuk kode lokasi yang juga banyak digunakan oleh masyarakat sebagai
rujukan.
b) Beberapa instansi pemerintah juga memakai kode lokasi standar BPS dalam
6
sistem informasi mereka antara lain kementerian Pertanian, Kementerian
Kementerian Keuangan kode lokasi BPS digunakan untuk Nomor Objek Pajak
PBB/BPHTB.
c) Perubahan (penyesuaian) kode lokasi pada sistem informasi yang saat ini
2) Manfaat
Pemanfaatan kode lokasi BPS sebagai pengganti kode lokasi yang selama
Penggunaan kode lokasi yang sama antar sistem informasi dan antar institusi
Tidak akan ada lagi perbedaan interpretasi antar instansi yang menggunakan
kode lokasi berbeda. Selain itu, dalam pengembangan Sistem Informasi juga
akan mengurangi proses pemetaan (mapping) dari satu kode menjadi kode
MPN G-2 sebagai data feeder dan SPAN. Hal ini dikarenakan komponen
dalam MPN G-2 sudah ada yang menggunakan kode lokasi BPS sebagai
7
acuan yakni Nomor Objek Pajak. NOP salah satu kode penting dalam proses
pendapatan negara karena akan menentukan pembagian Dana Bagi hasil yang
menggunakan kode lokasi BPS sebagai salah satu bagian dari kodenya.
Penggunaan kode lokasi BPS pada BAS yang baru menjadikan tidak ada lagi
c) Manfaat lainnya adalah, kepastian data yang nantinya akan dipakai oleh dua
sistem informasi yang terkait erat yakni MPN-G2 dan SPAN. Penentuan
penggunaan kode lokasi mana yang akan digunakan dalam BAS sangat
terkait dengan perlu tidaknya pemetaan antara MPN-G2 dan SPAN jika
tersebut akan dapat dikurangi, teteapi jika tetap menggunakan kode lokasi
yang saat ini digunakan oleh Ditjen Perbendaharaan, maka baik MPN-G2
d) Karena kode lokasi yang digunakan sama, maka tidak perlu lagi ada
menjadi lebih mudah. Selain itu, data/informasi yang akan disajikan juga
pembayaran dana ke daerah, karena akan lebih mudah dalam penyediaan data
Number) dan pelaksanaan IGASIS yang saat ini sedang digagas oleh
8
Pemerintah Pusat.
3) Kekurangan
Penggunaan Kode Lokasi BPS sebagai salah satu segmen BAS (COA)
dengan Kelurahan/esa. Kode ini tidak termasuk lokasi yang berada di luar
negeri.
ada perubahan kode dari BPS, Ditjen Perbendaharaan harus ikut mengubah
4) Implikasi
elemen data khususnya kode lokasi lama (DIPA) pada sistem aplikasi
sebelumnya menjadi kode lokasi baru (standar BPS) pada SPAN. Sedangkan,
untuk kode lokasi luar negeri perlu ditambahkan sendiri karena dalam kode
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
sedang di susun usulan Bagan Akun Standar yang akan dipakai sebagai dasar
kodifikasi di dalam SPAN. Dalam usulan tersebut, kode lokasi merupakan salah satu
kode yang akan masuk menjadi salah satu segmen/bagian dari kombinasi BAS yang
baru.
khususnya aplikasi DIPA memiliki perbedaan dengan kode lokasi yang diterbitkan
oleh Badan Pusat Statistik, serta banyak digunakan oleh instansi pemerintah pusat
dalam sistem informasinya termasuk dipakai oleh Ditjen Pajak sebagai salah satu
penggunaan kode-kode yang lebih dikenal oleh banyak pihak dalam struktur Bagan
B. Rekomendasi
sebagai salah satu segmen BAS sebagaimana disebutkan pada Bab 2, maka perlu kiranya
untuk menyesuaikan kode lokasi yang digunakan dalam sistem aplikasi terkait
standar BPS. Bila memungkinkan, penggunaan kode lokasi dimaksud telah dilaksanakan
untuk pelaksanaan anggaran (DIPA) TA. 2011. Dengan asumsi DIPA Tahun Anggaran
10
2011 terakhir disusun pada Oktober 2010, maka masih tersedia waktu sekitar 2 (dua)
Penggunaan kode lokasi BPS dalam DIPA 2011 dimaksudkan untuk mengenalkan
kepada pengguna SPAN, agar lebih terbiasa dengan kode lokasi BPS dalam segmen BAS
Dalam implementasinya, perlu disiapkan kode untuk wilayah di luar negeri, karena
kode lokasi BPS tidak mencakup hal tersebut. Pilihannya adalah menggunakan kode
wilayah luar negeri seperti yang ada dalam kode lokasi menurut aplikasi DIPA dengan
beberapa penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud adalah mengganti kode wilayah luar
negeri yang sama kodenya dengan kode wilayah BPS yakni untuk kode wilayah 51.00
(Provinsi Bali), kode wilayah BPS 52.00 (Provinsi NTB), dan kode wilayah BPS 53.00
(Provinsi NTT).
Selain itu, dalam rangka memelihara tabel referensi kode lokasi dalam
melakukan updating, salah satunya adalah apabila terjadi penambahan provinsi maupun
kabupaten/kota yang baru. Hal ini diperlukan agar proses mapping maupung interfacing
11
Lampiran
Pemetaan (Mapping) Kode Lokasi Standar BPS
dengan Kode Lokasi DIPA
MAPPING KODE LOKASI STANDAR BPS vs DIPA