Anda di halaman 1dari 46

D.

Vaksinasi Hepatitis A
Hepatitis adalah proses peradangan difus pada sel
hati. Hepatitis A adalah hepatitis yang disebabkan oleh
infeksi Hepatitis A Virus. Infeksi virus hepatitis A dapat
menyebabkan berbagai macam komplikasi, diantaranya
adalah hepatitis fulminant, autoimun hepatitis, kolestatik
hepatitis, hepatitis relaps, dan sindroma pasca hepatitis
(sindroma kelelahan kronik). Hepatitis A tidak pernah
13
menyebabkan penyakit hati kronik .
Virus hepatitis A adalah suatu penyakit dengan
distribusi global. Prevalensi infeksi yang ditandai dengan
tingkatan antibody anti-HAV telah diketahui secara
universal dan erat hubungannya dengan standar
sanitasi/kesehatan daerah yang bersangkutan. Meskipun
virus hepatitis A ditularkan melalui air dan makanan
yang tercemar, namun hampir sebagian besar infeksi
HAV didapat melalui transmisi endemic atau sporadic

yang sifatnya tidak begitu dramatis


13
.
1. Penyebab
Hepatitis A disebabkan oleh hepatitis A virus. Virus
ini termasuk virus RNA, serat tunggal, dengan berat
molekul 2,25-2,28 x 106 dalton, simetri ikosahedral,
diameter 27-32 nm dan tidak mempunyai selubung.
Mempunyai protein terminal VPg pada ujung 5’nya dan
poli (A) pada
ujung 3’nya.
Panjang genom
HAV: 7500-
8000 pasang
basa.

Hepatitis A virus dapat diklasifikasikan dalam famili


13
picornavirus dan genus hepatovirus .

Virus hepatitis A merupakan partikel dengan ukuran


diameter 27 nanometer dengan bentuk kubus simetrik
tergolong virus hepatitis terkecil, termasuk golongan
pikornavirus. Ternyata hanya terdapat satu serotype yang
dapat menimbulkan hepatitis pada manusia. Dengan
mikroskop electron terlihat virus tidak memiliki mantel,
hanya memiliki suatu nukleokapsid yang merupakan ciri
13
khas dari antigen virus hepatitis A .

Seuntai molekul RNA terdapat dalam kapsid, satu


ujung dari RNA ini disebut viral protein genomik (VPg)
yang berfungsi menyerang ribosom sitoplasma sel hati.
Virus hepatitis A bisa dibiak dalam kultur jaringan.
Replikasi dalam tubuh dapat terjadi dalam sel epitel usus
dan epitel hati. Virus hepatitis A yang ditemukan di tinja
berasal dari empedu yang dieksresikan dari sel-sel hati
setelah replikasinya, melalui sel saluran empedu dan dari
sel epitel usus. Virus hepatitis A sangat stabil dan tidak
rusak dengan perebusan singkat dan tahan terhadap
panas pada suhu 60ºC selama ± 1 jam. Stabil pada suhu
udara dan pH yang rendah. Tahan terhadap pH asam dan
asam empedu memungkinkan VHA melalui lambung
13
dan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran empedu .
2. Penyebaran dan Cara Penularan
Penyakit ini ditularkan secara fekal-oral dari
makanan dan minuman yang terinfeksi. Dapat juga
ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini
terutama menyerang golongan sosial ekonomi rendah
yang sanitasi dan higienenya kurang baik.
Penyebarluasan melalui air, walaupun jarang, biasanya
terkait dengan air yang terkontaminasi limbah atau tidak
13
diolah dengan baik .
Masa inkubasi penyakit ini adalah 14-50 hari, dengan
rata-rata 28 hari. Penularan berlangsung cepat. Pada
KLB di suatu SMA di Semarang, penularan melalui
kantin sekolah diperburuk dengan sanitasi kantin dan
13
WC yang kurang bersih .
3. Gejala dan Tanda
Gejala klinis hepatitis A mirip dengan hepatitis lain
yang diakibatkan oleh virus. Hal ini umumnya meliputi:
Demam, keletihan/malaise, hilang nafsu makan, diare,
mual, rasa tidak nyaman pada perut, dan sakit kuning
(warna kulit dan sklera mata berubah kuning, urin gelap
32
dan feses pucat) .
Tidak semua orang yang terinfeksi akan
menunjukkan gejala-gejala tersebut. Orang dewasa lebih
sering menampilkan gejala dibandingkan dengan anak-
anak, dan keparahan penyakit akan meningkat pada
kelompok usia lebih tua. Penyembuhan gejala yang
muncul akibat infeksi dapat lambat dan mungkin
memakan waktu beberapa minggu atau bulan. Infeksi
Hepatitis A tidak menyebabkan penyakit liver kronis dan
jarang bersifat fatal, namun dapat mengakibatkan gejala
pelemahan dan hepatitis fulminan (gagal ginjal akut),
32
yang berasosiasi dengan tingkat fatalitas yang tinggi .
4. Komplikasi
a. Gagal hati
Komplikasi ini akan terjadi ketika fungsi hati
menurun drastis. Gagal hati dapat menyebabkan
pengidapnya mengalami muntah-muntah parah,
rentan pendarahan, mudah mengantuk, penurunan
konsentrasi dan daya ingat, hingga gangguan
konsentrasi. Apabila gangguan ini tidak segera
32
diobati, gagal hati dapat menyebabkan kematian .
b. Kambuhnya Infeksi
Infeksi hepatitis A terkadang dapat datang
kembali. Kambuhnya hepatitis A dapat terjadi lebih
32
dari satu kali setelah infeksi pertama .

c. Kolestatis
Biasanya, kolestasis terjadi pada pengidap
hepatitis A yang berusia lebih tua. Kondisi ini dapat
sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus.
Komplikasi ini terjadi ketika cairan empedu
menumpuk di dalam hati. Gejala-gejalanya berupa
penurunan berat badan, demam, sakit kuning yang
32
tidak kunjung sembuh, dan diare .
Setiap tahunnya di Asia Tenggara, kasus hepatitis
A menyerang sekitar 400.000 orang per tahunnya
dengan angka kematian hingga 800 jiwa. Sebagian
besar pengidap hepatitis A adalah anak-anak. Gejala
awal yang biasanya dirasakan adalah mual, demam,
muntah, nyeri pada sendi dan otot, serta diare. Ketika
organ hati sudah mulai terserang, ada beberapa gejala
lain yang akan muncul, yaitu urine berwarna gelap,
tinja berwarna pucat, sakit kuning, dan gatal-gatal.
Selain itu, daerah perut bagian kanan atas pun akan
32
terasa sakit, terutama saat ditekan .
Namun, tidak semua pengidap mengalami gejala
hepatitis A. Karena itu, penyakit ini terkadang sulit
untuk disadari. Hanya satu dari sepuluh pengidap
hepatitis A di bawah umur 6 tahun yang mengalami
sakit kuning. Sedangkan pada remaja dan orang
dewasa, gangguan ini umumnya menyebabkan gejala
yang lebih parah dan 70 persen di antaranya akan
32
mengalami sakit kuning .
Tidak seperti dua jenis hepatitis lainnya yaitu
hepatitis B dan C, infeksi akibat hepatitis A ini tidak
menyebabkan gangguan hati jangka panjang (kronis),
dan jarang berakibat fatal. Namun, hepatitis A dapat
menyebabkan munculnya gejala kerusakan hati akut,
yang cukup berbahaya dan berpotensi mengancam
32
nyawa .
5. Pengobatan
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A.
Obat-obatan diberikan hanya untuk mengurangi
gejala-gejala yang ditimbulkan, yaitu bila diperlukan
diberikan obat-obatan yang bersifat melindungi hati,
antiemetik golongan fenotiazin pada mual dan muntah
yang berat, serta vitamin K pada kasus yang
kecenderungan untuk perdarahan. Pemberian obat-
obatan terutama untuk mengurangi keluhan misalnya
tablet antipiretik parasetamol untuk demam, sakit
13
kepala, nyeri otot, nyeri sendi .

6. Pencegahan
Pada tingkat populasi, penyebaran hepatitis A dapat
dikurangi dengan, suplai air minum yang aman
dikonsumsi yang cukup, praktek keamanan pangan; dan
pembuahan limbah yang tepat dalam masyarakat.
Perbaikan sanitasi, keamanan pangan dan imunisasi
13
adalah cara yang efektif untuk melawan hepatitis A .
1. Jaga kebersihan pribadi yang baik
a. Bersihkan tangan sesering mungkin, terutama
sebelum makan atau menangani makanan, dan
setelah menggunakan toilet atau menangani
materi muntahan atau feses. Cuci tangan dengan
sabun cair dan air setidaknya selama 20 detik.
Lalu keringkan dengan tisu sekali pakai atau
pengering tangan. Jika tidak ada fasilitas pencuci
tangan atau tangan tidak terlihat kotor, handrub
berbasis alkohol 70 - 80% adalah alternatif yang
13
efektif .
b. Kenakan sarung tangan dan masker saat
membuang atau menangani materi muntahan dan
feses, lalu cuci tangan hingga bersih setelahnya. •
Gunakan sumpit dan sendok saat makan. Jangan
berbagi makanan dan minuman dengan orang
13
lain .
c. Hindari masuk kerja atau sekolah, dan segera cari
13
bantuan dokter saat muntahmuntah atau diare .
d. Jangan biarkan orang yang terinfeksi dan carrier
(pembawa) yang tidak menunjukkan gejala
menangani makanan dan merawat anak-anak,
orang tua serta orang yang sistem imunnya tidak
13
baik .
2. Jaga kebersihan lingkungan yang baik
a. Jaga agar dapur dan peralatan dapur tetap
13
bersih .
b. Karena deterjen umum mungkin tidak dapat
membunuh HAV, secara teratur bersihkan dan
disinfeksi permukaan yang sering disentuh
seperti perabutan, mainan dan barang-barang
yang biasa digunakan bersama dengan pemutih
yang sudah diencerkan 1:99 (campurkan 1 bagian
5,25% pemutih dengan 99 bagian air), biarkan
selama 15 - 30 menit, dan kemudian bilas dengan
air dan keringkan. Untuk permukaan logam,
13
desinfeksi dengan alkohol 70% .
c. Gunakan handuk sekali pakai penyerap untuk
menyeka kontaminan yang tampak jelas seperti
cairan sekresi pernapasan, dan kemudian
desinfektasi permukaan dan daerah sekitarnya
dengan pemutih yang diencerkan 1:45
(campurkan 1 bagian pemutih 5,25% dengan 49
bagian air), biarkan selama 15 - 30 menit dan
kemudian bilas dengan air dan keringkan. Untuk
permukaan logam, desinfektasi dengan alkohol
13
70% .
3. Jaga kebersihan makanan yang baik
a. Gunakan 5 Kunci Keamanan Pangan saat
menangani makanan, yaitu Pilih (Pilih bahan
mentah yang aman); Bersih (Jaga agar tangan
dan peralatan masak tetap bersih); Pisahkan
(Pisahkan makanan mentah dan matang); Masak
(Masak hingga matang); dan Suhu Aman
(Simpan makanan pada suhu yang aman) untuk
menghindari penyakit yang diakibatkan oleh
13
makanan .
b. Hanya minum air yang telah direbus dari wadah
atau botol minuman yang sumbernya dapat
13
diandalkan .
c. Hindari minuman dengan es yang asalnya tidak
13
diketahui .
d. Beli makanan segar dari sumber higienis dan
dapat diandalkan. Jangan membeli makanan dari
13
pedagang jalanan ilegal .
e. Hanya makan yang telah dimasak hingga
13
matang .
f. Bersihkan dan cuci bahan pangan dengan benar.
Gosok dan bilas makanan laut bercangkang
dengan air bersih. Buang bagian kotoran jika
perlu. Semua makanan laut bercangkang harus
13
dimasak hingga matang sebelum dimakan .
g. Pemanasan hingga suhu internal 90°C selama 90
detik diperlukan untuk memasak moluska (mis.
cumi-cumi, kerang, ubur-ubur). Jika mungkin,
buang cangkang sebelum memasak karena
cangkang dapat menghambat penetrasi panas.
Jika tidak, rebus pada suhu 100°C hingga
cangkang terbuka; lalu rebus lagi selama tiga
hingga lima menit setelahnya. Buang semua
makanan laut bercangkang yang tidak terbuka
setelah dimasak. Saat makan hotpot, gunakan
sumpit dan alat makan terpisah untuk menangani
makanan mentah dan matang untuk menghindari
13
kontaminasi silang .
7. Vaksin Hepatitis A
Vaksin hepatitis A yang tersedia saat ini adalah
vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated).
Perkembangan pembuatan vaksin tergantung kepada
strain virus yang diisolasi yang harus tumbuh dengan
baik dan dapat memberikan antigen yang cukup. Sejak
tahun 1993 Report of the committee on Infectious
Disease mengizinkan penggunaan beberapa vaksin yaitu
Havrix, Avaxim, dan Vaqta. Di Indonesia telah
dipasarkan sejak tahun 1993 oleh Smith Kline Beecham,
dengan nama dagang HAVRIX, tiap kemasan satu flacon
berisi standar dosis satu ml (720 Elisa Unit) dengan
pemakaian pada orang dewasa satu flacon dan pada anak
kurang dari 10 tahun cukup setengah dosis. Jadwal yang
dianjurkan adalah sebanyak 3 kali pemberian yaitu 0,1,6
32
bulan .

Vaksinasi
Hepatitis A adalah cara yang aman dan efektif untuk
mencegah infeksi. Orang yang berisiko tinggi terinfeksi
hepatitis A dan orang yang berisiko tinggi mengalami
konsekuensi negatif parah harus berdiskusi dengan
dokter mengenai vaksinasi hepatitis A demi perlindungan
diri. Menurut Komite Ilmiah Penyakit yang Dapat
Dicegah oleh Vaksin, Pusat Perlindungan Kesehatan,
kelompok orang ini disarankan untuk mendapatkan
32
vaksinasi hepatitis A :
a. Orang yang berpergian ke daerah endemik
hepatitis A
b. Penderita kelainan faktor pembekuan darah yang
menerima pengganti faktor pembekuan darah
berbasis plasma.
c. Penderita penyakit liver kronis
d. Pria yang berhubungan seksual dengan sesama
pria

8. Efek Samping
Setelah pemberian vaksin hepatitis A, tetntu ada efek
samping lain yang mengikuti. Saat anak menerima
vaksin hepatitis A, efek samping yang muncul biasanya
ringan, termasuk nyeri, eritema, dan sakit pada tempat
penyuntikan. Efek yang lain juga dirasakan seperti
demam, malaise, rasa lelah, sakit kepala, mual, diare,
13
dan hilangnya selera makan .
E. Vaksinasi Rabies
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan
yang disebabkan oleh virus, bersifat akut serta
menyerang susunan saraf pusat. Hewan berdarah panas
dan manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit
tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan
menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR
(Case Fatality Rate) 100%. Virus rabies dikeluarkan
bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan
3
melalui luka gigitan atau jilatan .
1. Penyebab
Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam
familia Rhabdoviridae, genus Lyssa. Virus berbentuk
peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya
berbentuk kerucut dan pada potongan melintang
berbentuk bulat atau elip(lonjong). Virus tersusun dari
ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membrane
selubung (amplop) dibagian luarnya yang pada
permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang
jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung
(amplop) terdapat kandungan lemak yang tinggi. Virus
berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan
3
berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm.

Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut

lemak, alkohol 70 %, yodium, fenol dan klorofrom.


Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahdalam larutan
gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu
1 jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried)
atau pada suhu 40 C dapat tahan selama bebarapa tahun3.
2. Penyebaran dan Cara Penularan
Rabies adalah penyakit zoonosis dimana manusia
terinfeksi melalui jilatan atau gigitan hewan yang
terjangkit rabies seperti anjing, kucing, kera, musang,
serigala, raccoon, kelelawar. Virus masuk melalui kulit
yang terluka atau melalui mukosa utuh seperti
konjungtiva mata, mulut, anus, genitalia eksterna, atau

transplantasi kornea. Infeksi melalui inhalasi virus


sangat jarang ditemukan. Setelah virus rabies masuk
melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap
tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian
bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior
3
tanpa menunjukkan perubahan perubahan fungsinya .

Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi, mulai


dari 7 hari sampai lebih dari 1 tahun, rata-rata 1-2 bulan,
tergantung jumlah virus yang masuk, berat dan luasnya
kerusakan jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasi
gigitan ke sistem saraf pusat, persarafan daerah luka
gigitan dan sistem kekebalan tubuh. Pada gigitan di
kepala, muka dan leher 30 hari,gigitan di lengan, tangan,
jari tangan 40 hari, gigitan di tungkai, kaki, jari kaki 60
hari, gigitan di badan rata-rata 45 hari. Asumsi lain
menyatakan bahwa masa inkubasi tidak ditentukan dari
jarak saraf yang ditempuh , melainkan tergantung dari
luasnya persarafan pada tiap bagian tubuh, contohnya
gigitan pada jari dan alat kelamin akan mempunyai masa
inkubasi yang lebih cepat. Tingkat infeksi dari kematian
paling tinggi pada gigitan daerah wajah, menengah pada
gigitan daerah lengan dan tangan,paling rendah bila
3
gigitan ditungkai dan kaki .
Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak
diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron,
terutama predileksi terhadap sel-sel sistem limbik,
hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak
diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian ke
arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf
volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus
menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam
tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan, seperti
3
kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya .
3. Gejala dan Tanda
Seperti halnya pada hewan, gejala rabies pada
manusia juga terdiri atas beberapa fase. Terdapat lima
fase gejala rabies pada manusia, yaitu fase prodormal,
fase neurologik akut, fase furious, dan fase koma. Akan
tetapi ada pula beberapa sumber lain yang menyatakan
bahwa gejala rabies pada manusia terdiri atas empat fase,
yaitu fase prodormal, fase sensoris, fase eksitasi, dan
fase paralisis. Baik lima maupun empat fase tersebut
11
menunjukkan tanda-tanda yang sama .
a) Fase prodormal
Pada fase awal ini, gejala yang ditunjukkan
umumnya bersifat ringan dan tidak spesifik. Gejala awal
yang terlihat sewaktu virus menyerang susunan saraf
pusat adalah munculnya perasaan tidak tenang dan
diikuti dengan peningkatan suhu tubuh, mual, nyeri
kepala, kedinginan, merasa seperti terbakar, gatal, badan
terasa lemah, menurunnya nafsu makan, dan munculnya
11
rasa nyeri di tenggorokan .
b) Fase sensoris
Pada fase sensoris, penderita penderita mulai
merasakan nyeri, panas, dan kesemutan pada daerah
sekitar luka bekas gigitan hewan pembawa rabies (HPR).
Gejala ini diikuti dengan munculnya perasaan cemas dan
11
reaksi berlebihan terhadap rangsangan sensoris .
c) Fase eksitasi
Pada fase ini, penderita mengalami ketakutan yang
berlebihan, kehausan, takut terhadap cahaya (fotofobia),
takut terhadap tiupan angin (aerophobia), takut terhadap
air (hidrofobia), dan takut terhadap suara keras. Gejala
ini dapat diidentifikasi dengan cara mencoba
menghembuskan napas atau meniupkan udara di bagian
wajah penderita dan membujuk penderita untuk minum,
akan terlihat reaksi penolakan dari penderita. Suhu tubuh
penderita juga meningkat. Selain itu penderita juga
merasakan bingung, gelisah, tidak nyaman, kemudian
mulai berhalusinasi, menjadi agresif, merasa takut
berlebihan, dan tubuh gemetar. Gejala stimulasi saraf
otonom juga dialami oleh penderita, seperti peningkatan
volume saliva, mengeluarkan banyak keringat, lacrimasi,
dilatasi pupil, dan piloereksi. Pada umumnya, fase ini
bertahan hingga penderita meninggal, akan tetapi pada
beberapa kasus ada juga gejala yang berlanjut ke fase
11
paralisis .
d) Fase paralisis
Pada umumnya penderita rabies meninggal pada fase
eksitasi, akan tetapi terkadang juga penderita tidak
menunjukkan gejala eksitasi, melainkan terjadi paresis
otot yang bersifat progresif. Hal ini terjadi karena
gangguan sumsum tulang belakang yang
memperlihatkan gejala paresis otot pernafasan. Pada fase
paralisis ini terlihat perubahan patologi yang dijumpai
pada bagian terendah dari medula oblongata, tempat
11
sumsum tulang belakang berasal .

4. Komplikasi
Waktu antara paparan dan gejala penyakit yang
dikenal sebagai periode inkubasi dapat berjalan rata-rata
dari 20 hingga 90 hari. Ketika infeksi berkembang dan
menuju otak, gejala ensefalitis (radang otak) dan
meningitis (radang jaringan di sekitar otak dan tulang
belakang) akan berkembang. Selama tahap penyakit
selanjutnya, seseorang mulai mengalami gejala fisik dan
neuropsikiatri yang progresif dan sering dramatis, seperti
11
paranoia, perilaku abnormal, halusinasi, dan kejang .

5. Pengobatan
Pengobatan dan pencegahan yang paling penting
adalah pembersihan luka dari ludah yang mengandung
virus rabies dengan sabun dan air sedini mungkin selama
5-10 menit, kemudian dikeringkan, selanjutnya diberi
merkurokrom, alkohol 40-70%, atau betadin. Kemudian
penderita dirujuk/ dikirim ke Puskesmas atau Rumah
11
Sakit terdekat untuk memperoleh pengobatan lanjutan .
Apabila pembersihan ini menimbulkan rasa nyeri,
dapat diberikan anastesia lokal prokain terlebih dahulu.
Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit kecuali
jahitan situasi. Bila memang dianggap perlu sekali
dijahit, maka harus diberi serum anti rabies (SAR) yang
disuntikkan secara infiltrasi sekitar luka sebanyak
mungkin dengan dosis 40 IU/kgBB untuk serum
heterolog, atau 20 IU/kgBB untuk serum homolog,
sisanya disuntikkan secara intramuskular. Perlu
dipertimbangkan pemberian serum atau vaksin anti
11
tetanus, antibiotik dan analgetik .

6. Pencegahan

a. Pencegahan Primer
11

1) Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau


menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan
sebangsanya di daerah bebas rabies.
2) Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan
sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah
bebas rabies.
3) Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan
vaksin rabies kedaerah daerah bebas rabies.
4) Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing,
kucing dan kera, 70% populasi yang ada dalam
jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.
5) Pemberian tanda bukti atau pening terhadap
setiap kera, anjing, kucing yang telah divaksinasi.
6) Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan
anjing tak bertuan dengan jalan pembunuhan dan
pencegahan perkembangbiakan.
7) Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas
berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala
Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan
setempat.
8) Anjing harus diikat dengan rantai yang
panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter. Anjing
yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat
dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan
moncongnya harus menggunakan berangus
(beronsong).
9) Menangkap dan melaksanakan observasi hewan
tersangka menderita rabies, selama 10 sampai 14
hari, terhadap hewan yang mati selama observasi
atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen
untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk
diagnosa.
10) Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing,
kucing, kera dan hewan sebangsanya yang
bertempat sehalaman dengan hewan tersangka
rabies.
11) Membakar dan menanam bangkai hewan yang
mati karena rabies sekurang-kurangnya 1 meter.

b. Pencegahan Sekunder
11

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk


meminimalkan resiko tertularnya rabies adalah mencuci
luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama
5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur. Kemudian
luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture. Setelah
itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang
terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara
sambil menunggu hasil dari rumah observasi hewan.
Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies
sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh
hewan tersangka rabies atau digigit oleh anjing di daerah
endemic rabies harus sedini mungkin mendapat
pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat
dibuktikan bahwa tidak benar adanya infeksi rabies.

c. Pencegahan Tersier
11
Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah
membatasi atau menghalangi perkembangan
ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak
berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan
perawatan intensif yang mencakup pembatasan terhadap
ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi.
Apabila hewan yang dimaksud ternyata menderita rabies
berdasarkan pemeriksaan klinis atau laboratorium dari
Dinas Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat
tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus
(Pasteur Treatment) di Unit Kesehatan yang mempunyai
fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.
7. Vaksinasi Rabies
Untuk mencegah terjadinya penularan rabies, maka
anjing, kucing, atau kera dapat diberi vaksin inaktif atau
yang dilemahkan (attenuated). Untuk memperoleh
kualitas vaksin yang efektif dan efisien, ada beberapa
persyaratan yang harus dipenui, baik vaksin yang
11
digunakan bagi hewan maupun bagi manusia, yakni :
a) Vaksin harus dijamin aman dalam pemakaian.
b) Vaksin harus memiliki potensi daya lindung yang
tinggi.
c) Vaksin harus mampu memberikan perlindungan
kekebalan yang lama.
d) Vaksin arus mudah dalam cara aplikasinya.
e) Vaksin harus stabil dan menghasilkan waktu
kadaluwarsa yang lama.
f) Vaksin harus selalu tersedia dan mudah didapat
sewaktu-waktu dibutuhkan.
Cara pemberian, secara intramuskular atau subkutan
pada daerah deltoid atau paha. Umumnya, imunisasi
ulangan dilakukan setiap 3 tahun. Semua vaksin rabies
untuk manusia mengandung virus rabies yang telah
11
diinaktifkan .
1) Vaksin sel diploid manusia (HDCV)
Untuk mendapkatkan suatu suspensi virus rabies
yang bebas dari protein asing dan protein sistem saraf,
virus rabies diadaptasi untuk tumbuh dalam lini sel
fibroblast normal manusia WI-38. Preparasi virus rabies
dipekatkan oleh ultrafiltrasi dan diinaktivasi dengan β-
propiolakton. Tidak ada reaksi ensefalitik ataupun
11
anafilaktik serius yang pernah dilaporkan .
2) Vaksin rabies, terabsorbsi (RVA)
Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid yang
berasal dari sel-sel paru janin kera rhesus diijinkan di AS
tahun 1988. Virus vaksin ini diinaktivasi oleh β
propiolakton dan dipekatkan oleh adsorbsi dengan
11
aluminium fosfat .
3) Vaksin sel embrio ayam yang dimurnikan (PCEC)
Vaksin ini dipreparasi dari strain virus rabies fixed
flury LEP yang tumbuh dalam fibroblast ayam.
Diinaktivasi oleh β-propiolakton dan dimurnikan lebih
11
lanjut oleh sentrifugasi zonal .
4) Vaksin jaringan saraf
Dibuat dari otak domba, kambing atau tikus yang
terinfeksi dan digunakan dibanyak bagian dunia
termasuk Asia, Afrika dan Amerika Selatan.
Menimbulkan sensitisasi pada jaringan saraf dan
menghasilkan ensefalitis pasca vaksinasi (suatu penyakit
alergi) dengan frekuensi subscansial (0,05%). Perkiraan
efektivitasnya pada orang yang digigit oleh hewan
11
buas/gila bervariasi dari 5 sampai 50% .
5) Vaksin embrio bebek
Vaksin ini dikembangkan untuk meminimalkan
masalah ensefalitis pasca vaksinasi. Virus rabies ditanam
dalam telur bebek berembrio. Jarang terdapat reaksi
anafilaktik, tetapi antigenisitas vaksinnya rendah,
sehingga beberapa dosis harus diuji untuk mendapatkan
11
respon antibodi yang memuaskan .
6) Virus hidup yang dilemahkan
Virus hidup yang dilemahkan yang diadaptasi untuk
tumbuh pada embrio ayam (misalnya, strai flury)
digunakan untuk hewan tetapi tidak untuk manusia.
Kadang-kadang vaksin demikian bisa menyebabkan
kematian oleh rabies pada kucing atau anjing yang
disuntik. Virus rabies yang tumbuh pada biakan sel
hewan yang berlainan telah dipakai sebagai vaksin untuk
11
hewan piaraan .
8. Efek Samping
Efek samping vaksin rabies pada manusia cenderung
ringan atau sedang sehingga tidak sampai menimbulkan
gangguan kesehatan yang berarti. Perubahan pada tubuh
biasanya dapat segera muncul dalam hitungan menit
setelah vaksin disuntikkan. Berikut ini beberapa efek
11
samping vaksin rabies pada manusia :

a) Reaksi pada bagian bekas suntikan (sakit, bengkak,


gatal, kemerahan, lebam)
b) Sakit kepala
c) Pusing
d) Mual
e) Sakit pada area perut
f) Nyeri otot
g) Pada anak kecil atau bayi mungkin dapat
menimbulkan demam sehingga merasa tidak nyaman
F. Vaksinasi Varisela
Varicella zoster virus (VZV) merupakan family
human (alpha) herpes virus. Virus terdiri atas genome
DNA double-stranded, tertutup inti yang mengandung
protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini dapat
meneyababkan dua jenis penyakit yaitu varicella
39
(chickenpox) dan herpes zoster (shingles) .
Pada tahun 1767, Heberden dapat membedakan
dengan jelas antara chickenpox dan smallpox, yang
diyakini kata “chickenpox” berasal dari bahasa inggris
yaitu “glycan” yang maksudnya penyakit gatal ataupun
berasal dari bahasa Perancis yaitu “chiche-pois”, yang
menggambarkan ukuran dari vesikel. Pada tahun 1888,
Von Bokay menemukan hubungan antara varicella dan
herpes zoster, ia menemukan bahwa varicella dicurigai
berkembang dari anak-anak yang terpapar dengan
seseorang yang menderita herpes zoster akut. Pada tahun
1943, Garland mengetahui terjadinya herpes zoster
akibat reaktivitas virus yang laten. Pada tahun 1952,
Weller dan Stoddard melakukan penelitian secara invitro,
mereka menemukan varicella dan herpes zoster
39
disebabkan oleh virus yang sama .
1. Penyebab

Varisela disebabkan oleh virus Herpes varicella atau


disebut juga varicella-zoster virus (VZV). Varisela
terkenal dengan nama chickenpox atau cacar air adalah
penyakit primer VZV, yang pada umumnya menyerang
anak. Sedangkan herpes zoster atau shingles merupakan
suatu reaktivitasi infeksi endogen pada periode laten
VZV, umumnya menyerang orang dewasa atau anak
39
yang menderita defisiensi imun .
Di negara barat kejadian varisela terutama meningkat
pada musim dingin dan awal musim semi, sedangkan di
Indonesia virus menyerang pada musim peralihan antara
musim panas ke musim hujan atau sebaliknya. Namun,
varisela dapat menjadi penyakit musiman jika terjadi
penularan dari seorang penderita yang tinggal di
populasi padat, ataupun menyebar di dalam satu
39
sekolah .

2. Penyebaran dan Cara Penularan


Varisela terutama menyerang anak-anak dibawah 10
tahun terbanyak usia 5-9 tahun. Varisela merupakan
penyakit yang sangat menular, 75 % anak terjangkit
setelah terjadi penularan. Varisela menular melalui sekret
saluran pernapasan, percikan ludah, terjadi kontak
dengan lesi cairan vesikel, pustula, dan secara
transplasental. Individu dengan zoster juga dapat
menyebarkan varisela. Masa inkubasi 11-21 hari. Pasien
menjadi sangat infektif sekitar 24 – 48 jam sebelum lesi
kulit timbul sampai lesi menjadi krusta biasanya sekitar
39
5 hari .
Varicella Zooster Virus masuk melaui saluran
pernapasan atas, atau setelah penderita berkontak dengan
lesi kulit, selama masa inkubasinya terjadi viremia
primer. Infeksi mula-mula terjadi pada selaput lendir
saluran pernapasan atas kemudian menyebar dan terjadi
viremia primer. Pada viremia primer ini virus menyebar
39
melalui peredaran darah dan sistem limfa .
Manifestasi klinis varisela terdiri atas 2 stadium yaitu
stadium prodormal, stadium erupsi. Pada stadium
prodormal, individu akan merasakan demam yang tidak
terlalu tinggi selama 1-3 hari, mengigil, nyeri kepala
anoreksia, dan malaise. Kemudian menyusul stadium
erupsi, timbul ruam-ruam kulit “ dew drops on rose
petals” tersebar pada wajah, leher, kulit kepala dan
secara cepat akan terdapat badan dan ekstremitas.
Penyebarannya bersifat sentrifugal (dari pusat). Makula
kemudian berubah menjadi papula, vesikel, pustula, dan
krusta. Erupsi ini disertai rasa gatal. Perubahan ini hanya
berlangsung dalam 8-12 jam, sehingga varisela secara
khas dalam perjalanan penyakitnya didapatkan bentuk
papula, vesikel, dan krusta dalam waktu yang
39
bersamaan, ini disebut polimorf .
3. Gejala dan Tanda
Varicella pada anak muda, gejala prodromal jarang
dan penyakitnya dimulai setelah masa inkubasi 14-15
hari, dengan onset ruam. Ruam mungkin disertai oleh
demam derajat rendah dan malaise. Anak-anak lebih tua
dan dewasa, ruam sering di dahului 2-3 hari setelah
demam, malaise, sakit kepala, anoreksia, sakit punggung
hebat dan beberapa pasien sakit tenggorokan dan batuk
kering. Skarlatiniformis singkat kadang diobservasi
39
bersamaan dengan erupsi vesikuler .
Ruam varicella dimulai pada wajah dan skalp,
kemudian ke batang tubuh dan ke ekstremitas tapi
distribusinya di pusat. Ruam lebih jelas di bagian tubuh
yg menyolok dan terbuka dan menebal pada medial
bagian sisi tubuh, tdk biasanya timbul lesi baru di
telapak tangan dan kaki. Vesikel sering terlihat lebih
awal dan dalam jumlah yg besar di daerah inflamasi
seperti bentuk diaper rash, sengatan matahari atau
39
ekzema .
Makula merah jambu menjadi papul, menjadi vesikel
lalu pustul dan menjadi krusta (transisi seluruhnya
terjadi dalam 8-12 jam). Vesikel yg khas berdinding tipis
pada superfisial (teardrops), biasanya diameternya 2
sampai 3 mm, bentuknya elips, dgn panjang sumbu
pararel pada lipatan kulit. Vesikel di kelilingi oleh warna
39
eritem yg mirip dgn tetesan pada daun mawar .
Bila cairan vesikel menjadi keruh akan menjadi
pustula (penonjolan pada kulit yang berisi nanah).Bila
mengering berawal dari pusatnya, menjadi pustul
umbilikasi, kemudian menjadi krusta. Sementara proses
ini berlangsung timbul vesikel-vesikel yg baru sehingga
menimbulkan gambaran polimorf. Lapisan ini mengering
1-3 minggu tergantung kedalaman kulit, kemudian
menjadi lesi yg berwarna merah jambu yg lama-lama
39
menghilang .
Bekas luka jarang di temukan pada cacar air yg
ringan. Vesikel juga berkembang diselaput lendir mulut,
biasanya sering muncul di atas langit-langit
mulut.Vesikel mukosa pecah dengan capat sehingga
tahap vesikuler terlewatkan. Selain itu, satu daerah
pembengkakan diameternya 2-3 mm. Vesikel
kemungkinan juga muncul di selaput lendir lainnya,
termasuk hidung, faring (tekak), laring, trakea, saluran
gastrointestinal, saluran kencing, dan vagina, seperti
39
halnya saluran penghubung lainnya .

Pada
umumnya, kasus teringan kebanyakan terjadi pada bayi
dan yg berat terjadi pada orang dewasa, infeksi yg tidak
nyata muncul tetapi jarang. Demam biasanya rata-rata
39derajat C (102 derajat F) dan naik menjadi 40,5 derajat
C (105 derajat F) ini hanya terjadi pada kasus-kasus
berat. Pada kasus-kasus ringan tidak muncul demam
muncul kembali setelah defervescence dapat dilihat dari
adanya bakteri ke-2 dan komplikasi lain,sakit
kepala,tidak enak badan, nyeri otot, gelisah biasanya
disertai demam dan lebih berat bagi anak-anak yang
lebih besar dan orang dewasa. Gejala yang paling berat
39
adalah gatal yang muncul sepanjang tahap vesikuler .

4. Komplikasi
Cacar air menimbulkan ruam gatal yang biasanya
berlangsung hingga sekitar satu minggu. Penyakit ini
juga dapat menyebabkan demam, rasa lelah, hilangnya
nafsu makan, sakit kepala. Komplikasi yang lebih serius
dapat meliputi infeksi kulit, infeksi paru (pneumonia),
peradangan pembuluh darah, pembengkakan selaput otak
dan/atau saraf tulang belakang (ensefalitis atau
meningitis), infeksi aliran darah, tulang, atau
39
persendian .
5. Pengobatan
Pada anak imunokompeten, biasanya tidak
diperlukan pengobatan yang spesifik dan pengobatan
39
yang bersifat simsomatis yaitu :
1) Lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak
agar tidak mudah pecah.
2) Vesikael yang sudah pecah atau sudah terbentuk
krustal, dapat diberikan salep antibiotic untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder.
3) Dapat diberikan antipiretik dan analgesic, tetapi tidak
boleh golongan salisilat (aspirin) untuk menghindari
terjadinya syndrome Reye
4) Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder akibat garukan.
46
Obat antivirus :
1) Pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit,
keparahan dan waktu penyembuhan akan lebih
singkat.
2) Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu
kurang dari 48-72 jam setelah erupsi dikulit muncul.
3) Golongan antivirus yang dapt diberikan yaitu
asiklovir, valasiklovis, dan famasiklovir.
4) Dosis antivirus oral untu pengobatan varisela yaitu :
Neonatus : Asiklovir 500mg/m2 IV setiap 8 jam
selama 10 hari
Anak (2-12 tahun : Asiklovir 4 x 20 mg/kg
BB/hari/oral selama 5 hari
Pubertas dan dewasa : Asiklovir 5 x 800 mg/hari/oral
selama 7 hari, Valasiklovir 3 x 1 gr/ hari/oral selama
7 hari, Farmasiklovir 3 x 500 mg/hari/oral selama 7
hari.

6. Pencegahan
Beberapa cara untuk mencegah dan menanggulangi
penyebaran penyakit varicella (cacar air) tersebut, antara
46
lain :
a) Vaksin cacar air dianjurkan untuk semua anak pada
usia 18 bulan dan juga untuk anak-anak pada tahun
pertama sekolah menengah, jika belum menerima
vaksin cacar air tersebut dan belum pernah menderita
cacar air.
b) Untuk orang yang berusia 14 tahun ke atas yang
tidak mempunyai kekebalan dianjurkan Juga
diberikan vaksin tersebut. Pemberian vaksin adalah
2 dosis, diantaranya 1 sampai bulan. Vaksin ini
dianjurkan khususnya bagi orang yang menghadapi
risiko tinggi, misalnya petugas kesehatan, orang
yang tinggal atau bekerja dengan anak kecil, wanita
yang berencana hamil, serta kontak rumah tangga
orang yang mengalami imunosupresi.
c) Penderita cacar air harus diisolasi dirinya dari orang
lain. Untuk anak yang bersekolah dan Dititip ke
penitipan anak dianjurkan untuk tidak masuk s
ekolah dan tidak dititipkan ke penitipan anak dalam
kurun waktu sampai sekurang-kurangnya lima hari
setelah ruam timbul dan semua lepuh telah kering.
d) Mulut dan hidung penderita cacar air tersebut
harus ditutup sewaktu batuk atau bersin,
membuang tisu kotor pada tong sampah yang
tertutup, mencuci tangan dengan baik dengan
menggunakan sabun cuci tangan cair yang baik pula
dan tidak bersama-sama menggunakan alat makan,
makanan atau cangkir yang sama.
e) Wanita yang hamil harus mengisolasi dirinya dari
siapapun yang menderita cacar air atau ruam saraf
dan harus mengunjungi dokternya jika telah
berada dekat dengan orang yang menderita penyakit
tersebut.
f) Anak-anak yang mengidap penyakit leukimia atau
kekurangan imunitas atau sedang menjalani
kemoterapi harus menjauhi diri dari siapapun yang
menderita cacar air atau ruam saraf . Kuman penyakit
cacar air tersebut dapat mengakibatkan infeksi yang
lebih parah pada anak-anak tersebut.
g) Dinjurkan untuk Mengkonsumsi makanan bergizi
Makanan bergizi membuat tubuh sehat dan
berstamina kuat sehingga dapat menangkal serangan
infeksi kuman penyakit.
h) Mencegah diri untuk tidak dekat dengan sumber
penularan penyakit cacar air Imunoglobulin varicella
zoster dapat mencegah (atau setidaknya
meringankan) terjadinya cacar air, bila diberikan
dalam waktu maksimal 96 jam sesudah terpapar.
Dianjurkan pula bagi bayi baru lahir yang ibunya
menderita cacar air beberapa saat sebelum atau
sesudah melahirkan.
7. Vaksinasi varisela
Terdapat
vaksin kombinasi yang disebut MMRV yang berisi
vaksin cacar air dan MMR. MMRV adalah pilihan bagi
sebagian anak yang berusia 12 bulan hingga 12 tahun.
Anak-anak yang berusia 12 bulan hingga 12 tahun harus
mendapatkan 2 dosis vaksin cacar air, biasanya sebagai
46
berikut :
a) Dosis pertama: Usia 12 hingga 15 bulan
b) Dosis kedua: Usia 4 hingga 6 tahun
Orang-orang yang berusia 13 tahun atau lebih yang
belum mendapat vaksin ini sebelumnya, dan belum
pernah terkena cacar air, harus menerima 2 dosis yang
diberikan dengan jarak minimal 28 hari. Seseorang yang
sebelumnya hanya mendapat satu dosis vaksin cacar air
harus menerima dosis kedua untuk menyelesaikan
46
rangkaian vaksin tersebut .
Dosis kedua harus diberikan setidaknya 3 bulan
setelah dosis pertama untuk anak-anak yang berusia
kurang dari 13 tahun, dan setidaknya 28 hari setelah
dosis pertama untuk yang berusia 13 tahun atau lebih.
Tidak ada risiko yang diketahui akibat pemberian vaksin
46
cacar air seperti halnya vaksin lainnya .
8. Efek samping
Seperti halnya obat, vaksin juga bisa menimbulkan
reaksi. Reaksi ini biasanya ringan dan akan hilang
dengan sendirinya, tetapi dapat pula terjadi reaksi yang
serius. Mendapat vaksin cacar air jauh lebih aman
39
dibandingkan terkena penyakit cacar air .
Sebagian orang yang mendapatkan vaksin cacar air
tidak mengalami masalah apa pun. Setelah mendapat
vaksin cacar air, seseorang dapat mengalami kejadian
ringan seperti, nyeri pada lengan akibat injeksi, demam,
kemerahan atau ruam di lokasi injeksi Jika terjadi,
biasanya akan dimulai dalam 2 minggu setelah vaksin
diberikan. Peluang kejadian ini semakin menurun setelah
39
dosis kedua .
Kejadian yang lebih serius setelah vaksinasi cacar air
terbilang jarang. Di antaranya kejang (tersentak atau
terbelalak) seringkali berhubungan dengan demam,
Infeksi paru (pneumonia) atau selaput otak dan saraf
tulang belakang (meningitis), ruam di sekujur tubuh
Orang yang mengalami ruam setelah vaksinasi cacar air
berpeluang menyebarkan virus vaksin varicella kepada
orang yang belum divaksin. Meskipun sangat jarang
terjadi, siapa saja yang mengalami ruam harus menjauh
dari orangorang yang memiliki sistem kekebalan tubuh
yang lemah dan bayi yang belum divaksin hingga
39
ruamnya menghilang .

Anda mungkin juga menyukai