Anda di halaman 1dari 8

1. Apa saja jenis gangguan jiwa?

(aji)

Gangguan jiwa  gejala yang ditandai dengan perubahan pikiran, perasaan dan
perilaku seseorang yang menimbulkan hendaya/disfungsi dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari.

GANGGUAN PROSES PIKIR


 Bentuk pikir
- Derealistik : Tidak sesuai kenyataan, masih mungkin terjadi
- Dereistik : Tidak sesuai dengan kenyataan, didasarkan pada khayalan
- Austitik : Pikiran timbul dari fantasi, ide.
- Konkrit : Pikiran terbatas pada satu dimensi arti, mengartikan kalimat apa
adanya
 Isi Pikir
- Waham : keyakinan yang salah, tidak dapat dikoreksi, dihayati oleh
penderita sesuatu yang nyata.
- Obsesi : Gagasan atau ide atau impuls yang timbul berulang-ulang dan
konsisten.
- Kompulsi : Perilaku/ perbuatan berulang, yang diseratai dengan obsesi
tertentu.
- Fobia : Ketakutan irasional yang menetap dan tidak rasional terhadap
sesuatu, yg menimbulkan keinginan untuk menghindar.
- Anosognosis : Pasien menolak kenyataan bahwa ia mengalami gangguan
fisik, pada pasien luka atau kerusakaan otak.
 Arus Pikir
- Neologisme : Pembentukan kata-kata baru yang memiliki arti khusus bagi
penderita, sering pada pasien skizofrenia.
- Sirkumstansial : Gangguan asosiasi karena terlalu banyak ide yang
disampaikan. Bisa mencapai tujuan akhir kata-kata tetapi bertahap.
- Tangensial : Pembicaraan pasien terlepas sama sekali dari pokok
pembicaraan dan tidak kembali ke pokok pembicaraan.
- Asosiasi Longgar: Pasien berbicara dengan kalimat-kalimat yang tidak
berhubungan tetapi masih dapat dimengerti.
- Flight of ideas : Melompat-lompat dari satu topik ke topik lain tanpa
terputus.
- Word Salad/Inkoherensi : asosiasi longgar yang berat, dimana kata-kata
saling tidak berhubungan sehingga tidak dapat dimengerti

GANGGUAN PERSEPSI
 Gangguan Depersonalisasi

Merasa seperti berada di luar tubuh, seolah-olah memandang diri sendiri dari
atas merasa terlepas dari diri sendiri, seolah tidak memiliki diri yang
sebenarnya mati rasa di pikiran atau tubuh, seolah indra dimatikan merasa
tidak bisa mengendalikan apa yang dilakukan atau dikatakan

 Gangguan Derealisasi

Mengalami kesulitan mengenali lingkungan atau menemukan lingkungan merasa


seperti di dalam mimpi, seolah ada dinding kaca yang memisahkan diri dengan dunia
merasa seperti lingkungan tidak nyata, tampak datar, buram, terlalu jauh, terlalu
dekat, terlalu besar, atau terlalu kecil
Sumber :
 Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III
 Maramis, Willy F. 2009. Buku Ajar Psikiatri. Surabaya:Airlangga
University Press.
 Kaplan, Harold, Benyamin S, Jack Grebb. 2012. Sinopsis Psikiatri : Ilmu
Pengetahuan dan Perilaku Psikiatri Klinis.Edisi 8. Jakarta: Erlangga.

2. Apa saja macam-macam stresor?

Stressor  zat kimia atau biologis, kondisi lingkungan, rangsangan eksternal, atau
peristiwa yang menyebabkan stres pada suatu organisme.

1. Stressor fisik
Stressor fisik terbagi menjadi stressor fisik internal dan stressor fisik eksternal.
Stresor fisik internal yaitu berasal dari dalam tubuh individu misalnya sakit
kepala, masalah perut, dan sebagainya. Stressor fisik eksternal adalah stres yang
datang dari luar tubuh individu seperti panas, dingin, suara, polusi, radiasi,
makanan, zat kimia, trauma, pembedahan, dan latihan fisik yang terpaksa.
2. Stressor psikologik
Stressor psikologis muncul karena tekanan waktu dan harapan yang tidak realistis
pada individu sehingga menyebabkan tekanan dari dalam individu itu sendiri yang
biasanya bersifat negatif seperti rasa takut, frustrasi, kecemasan ( anxiety ), rasa
bersalah, rasa kuatir yang berlebihan, marah, benci, cemburu, rasa kasihan pada
diri sendiri, serta rasa rendah diri.
3. Stressor keluarga
Stressor keluarga muncul dari masalah keluarga seperti hubungan dengan
responden orangtua yang tidak harmonis, masalah dengan pasangan hidup, dan
masalah dengan anak – anak seperti masalah keuwangan, perhatian yang kurang
dari keluarga, dan lain – lain.
4. Stressor sosial
Stressor sosial muncul karena akibat tekanan dari luar yang disebabkan oleh
interaksi sosial dan lingkungannya seperti sekolah, pekerjaan, dan masyarakat.
Banyak stres sosial yang bersifat traumatik yang tidak dapat dihindari seperti
kehilangan responden yang sangat dicintai, kehilangan pekerjaan, perceraian,
masalah keuangan, pindah rumah, pindah tempat kerja, dan sebagainya.

Sumber :
 PAPUTUNGAN, R. (2021). Gambaran stressor presipitasi yang
mendukung terjadinya gangguan jiwa skizofrenia di wilayah kerja
puskesmas limboto. Skripsi, 1(841415047).
3. Apa saja faktor risiko dari gangguan psikotik yang terdapat dalam skenario? (giza)
4. Apakah diagnosis dan diagnosis banding pada skenario tersebut? (masru)

Diagnosis  Skizofrenia

Adanya halusinasi atau waham tidak mutlak untuk diagnosis skizofrenia; gangguan
pada pasien didiagnosis sebagai skizofrenia apabila pasien menunjukkan dua gejala yang
terdaftar sebagai gejala 3 sampai 5 pada kriteria A (1.waham 2. Halusinasi 3. Bicara kacau 4.
Perilaku yang sangat kacau/katatonik 5. Gejala negatif, yaitu: afek mendatar, alogia, atau
anhedonia). Hanya dibutuhkan satu gejala kriteria A bila wahamnya bizare atau halusinasinya
terdiri atas suara yang terus-menerus memberi komentar terhadap perilaku atau pikiran
pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap. Kriteria B membutuhkan
adanya hendaya fungsi, meski tidak memburuk, yang tampak selama fase aktif penyakit.
Gejala harus berlangsung selama paling tidak 6 bulan dan diagnosis gangguan skizoafektif
atau gangguan mood harus disingkirkan. Setidaknya salah satu hal ini harus ada:

1. Gema pikiran (thought echo)


2. Waham kendali, pengaruh, atau pasivitas
3. Suara-suara halusinasi yang terus-menerus mengomentari perilaku pasien atau saling
mendiskusikan pasien, atau suara halusinasi lain yang berasal dari bagian tubuh
tertentu; dan
4. Waham persisten jenis lain yang secara budaya tidak sesuai dan sangat tidak masuk
akal.
Diagnosis juga dapat ditegakkan bila setidaknya dua hal berikut ada:

1. Halusinasi persisten dalam modalitas apapun, bila terjadi setiap hari selama
sekurangnya 1 bulan, atau bila disertai waham
2. Neologisme, kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengan
menggabungkan suku kata atau dari kata-kata lain.
3. Perilaku katatonik, seperti eksitasi, postur atau fleksibilitas serea, negativisme,
mutisme, dan stupor
4. Gejala negatif, seperti apatis yang nyata, miskin isi pembicaraan, dan respons
emosional tumpul serta ganjil (harus ditegaskan bahwa hal ini bukan disebabkan
depresi atau pengobatan antipsikotik).
SKENARIO  Skizofrenia Katatonik
DIAGNOSIS BANDING
a. Gangguan Kondisi Medis Umum misalnya epilepsi lobus
temporalis, tumor lobus temporalis atau frontalis, stadium awal
sklerosis multipel dan sindrom lupus eritematosus
b. Penyalahgunaan alkohol dan zat psikoaktif
c. Gangguan Skizoafektif
d. Gangguan afektif berat
e. Gangguan Waham
f. Gangguan Perkembangan Pervasif
g. Gangguan Kepribadian Skizotipal
h. Gangguan Kepribadian Skizoid
i. Gangguan Kepribadian Paranoid

Sumber :
 Amir, N., Pamusu, D., Aritonang, I., Efendi, J., & Khamelia. (2015). Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran ( PNPK ) Jiwa / Psikiatri. Pengurus Pusat
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia.
 Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III
 Maramis, Willy F. 2009. Buku Ajar Psikiatri. Surabaya:Airlangga University Press.
 Kaplan, Harold, Benyamin S, Jack Grebb. 2012. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan
dan Perilaku Psikiatri Klinis.Edisi 8. Jakarta: Erlangga.

5. Mengapa pasien tersebut sering melamun dan banyak mengurung diri di kamar? (salsa)
6. Mengapa pada pasien tersebut sering melakukan gerakan mematung dan saat diajak bicara
tidak mau menjawab? (naura)
7. Apa hubungan antara keluhan pasien tersebut dengan hasil lab yang normal dan tidak
adanya hubungan dengan penggunaan NAPZA? (dwiki)
8. Jelaskan mengenai cara penilaian GAF! (alvina)

Tujuan GAF Scale :


- Sebagai pertimbangan terhadap tingkat fungsi keseluruhan seseorang.
- Informasi yang diperoleh bermanfaat untuk merencanakan perawatan
dan mengukur dampaknya, serta dalam memprediksi hasil.
- Mengetahui kemajuan klinis seseorang secara global (fungsi psikologi,
sosial, dan pekerjaan) menggunakan satu ukuran.
Skala GAF dapat didasarkan pada banyak hal, termasuk:
- Wawancara atau kuesioner
- Catatan medis
- Informasi dari dokter orang tersebut, pemberi perawatan, atau kerabat
dekat
- Catatan polisi atau pengadilan tentang perilaku kekerasan atau ilegal

Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assesment of Functioning)


Penilaian Interpretasi
100-91 gejala tidak ada, fungsi max, tidak ada masalah yang tidak
tertanggulangi
90-81 gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian
biasa
80-71 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social
70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum baik
60-51 gejala dan disabilitas sedang
50-41 gejala dan disabilitas berat
40-31 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,
disabilitas berat dalam beberapa fungsi
30-21 disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu
berfungsi dalam hampir semua bidang
20-11 bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam
komunikasi dan mengurus diri
10-01 persisten dan lebih serius
0 informasi tidak adekuat

Sumber :
 PPDGJ III.(1993). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III: cetakan pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan
 PPDGJ II (1983). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III. Jakarta : Departemen Kesehatan
 Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III

9. Bagaimana pemeriksaan status mental yang dilakukan di skenario tersebut? (diska)


10. Jika terdapat pasien seperti itu, apa tata laksana yang diberikan? (fairuz)
Jenis antipsikotik yang digunakan pada penderita skizofrenia yang paling
banyak digunakan pada terapi tunggal adalah risperidon sebanyak 21,1%. Risperidon
merupakan derivat dari benzisoksazol yang diindikasikan untuk terapi skizofrenia baik untuk
gejala negatif maupun positif. Efek samping ekstrapiramidal umumnya lebih ringan
dibandingkan dengan antipsikosis tipikal. Pada terapi kombinasi yang paling banyak
digunakan adalah haloperidol dan klorpromazin sebanyak 23,2%. Haloperidol merupakan
golongan potensi rendah untuk mengatasi penderita dengan gejala dominan gaduh, gelisah,
hiperaktif, dan sulit tidur. Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien
psikosis. Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80% pasien yang diobati haloperidol.
Klorpromazin merupakan golongan potensi tinggi untuk mengatasi sindrom psikosis dengan
gejala dominan apatis, hipoaktif, waham, dan halusinasi. Klorpromazin menimbulkan efek
sedasi yang disertai acuh tak acuh terhadap rangsang dari lingkungan.

Tata Laksana Psikososial

Selain penggunaan obat-obatan, intervensi psikologis dan sosial (psikososial) juga penting
dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mencegah hospitalisasi

2. Mengurangi atau memastikan gejala pasien stabil

3. Kemandirian: bekerja atau sekolah, setidaknya setengah hari, serta mampu mengurus
keuangan dan pengobatannya sendiri

Kebanyakan individu dengan gangguan ini memerlukan beberapa bentuk dukungan untuk
dapat melakukan kegiatan sehari-harinya. Anjurkan pasien untuk bergabung dengan
komunitas penderita schizophrenia yang dapat membantu pasien untuk dapat memiliki
fungsi sosial yang baik, bekerja, serta membantu dalam situasi krisis.

 Psikoterapi

Psikoterapi dapat membantu pasien untuk menormalkan pola pikirnya, belajar untuk
mengatasi stress, mengidentifikasi tanda-tanda schizophrenia serta meminimalisir gejala
jika terjadi kekambuhan. Psikoterapi yang diberikan dapat berupa psikoterapi individu,
kelompok, atau cognitive behavioral therapy  (CBT). Psikoterapi juga bermanfaat untuk
memastikan pasien tetap patuh terhadap pengobatannya

SUMBER :

Siti Zahnia & Dyah Wulan Sumekar | Kajian Epidemiologis Skizofrenia MAJORITY I Volume
5 I Nomor 4 I Oktober 2016 I 162

(Faddly Hendarsyah. Diagnosis dan Tatalaksana Skizofrenia Paranoid dengan Gejala-


Gejala Positif dan Negatif. Lampung : Universitas Lampung ; Hany M, Rehman B, Azhar Y,
et al. Schizophrenia.)

Anda mungkin juga menyukai