Qardh secara etimologi adalah Al-Qat’u yang memiliki pengertian potongan, yang dalam konteks akad
Qardh berarti potongan yang berasal dari harta orang yang memberikan uang.
Secara istilah Qardh diartikan meminjamkan harta kepada orang lain tanda mengharapkan imbalan.
Sedangkan secara terminologis, akad ini memiliki arti menyerahkan harta kepada orang yang akan
menggunakannya untuk dikembalikan gantinya suatu saat.
Menurut Fatwa DSN Nomor 19/DSN-MUI/2001 tentang Al-Qardh, Al-Qardh adalah pinjaman yang
diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
Dalam ketentuan Bank Indonesia dalam Pasal 1 angka 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, diartikan Qardh, adalah pinjam meminjam dana tanpa
imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau
cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Madzhab Hanafi : Qardh adalah suatu pinjaman atas apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan kepada
yang lain kemudian dikembalikan dalam kepunyaannya dalam baik hati.
Madzhab Maliki : Qardh adalah Pembayaran dari sesuatu yang berharga untuk pembayaran kembali
tidak berbeda atau setimpal.
Madzhab Hambali : Qardh adalah pembayaran uang ke seseorang siapa yang akan memperoleh manfaat
dengan itu dan kembalian sesuai dengan padanannya.
Dan Madzhab Syafi’i : Qardh adalah Memindahkan kepemilikan sesuatu kepada seseorang, disajikan ia
perlu membayar kembali kepadanya.
Pemberi Pinjaman (Muqridh). Sebagai catatan, baik pemberi ataupun peminjam haruslah berakal sehat,
dewasa (cukup umur dalam melakukan tindakan hukum), baligh, dan berkehendak tanpa paksaan.
Dana (Qardh)
Jika dilihat dalam pratik perbankan syariah, beberapa syarat dalam pelaksanaan Akad Qardh antara lain:
Pada dasarnya pelaksanaan akad Qardh telah dijelaskan oleh pihak MUI dalam Fatwa DSN Nomor
19/DSN-MUI/IV/2001. Agar lebih jelas, berikut ketentuan umum Al- Qardh dalam bank syariah:
Al-qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
Nasabah al-qardh wajib mengemalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati
bersama.
Nasabah al-qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS delama tidak
diperjanjikan dalam akad.
Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah
disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat memperpanjang jangka waktu
pengembalian atau menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.