Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
3 1.1 LATAR BELAKANG
Kusta (Morbus hansen) merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae yang pertama kali menyerang
6 syaraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, membran mukosa, saluran
pernafasan bagian atas, mata, dan jaringan tubuh lainnya kecuali susunan
saraf pusat (Amiruddin, 2012).
9 Penderita kusta dapat disembuhkan, namun bila tidak dilakukan
penatalaksanaan dengan tepat akan beresiko menyebabkan kecacatan pada
syaraf motorik, otonom atau sensorik (Kafiluddin, 2010).
12 Penyakit kusta termasuk dalam salah satu daftar penyakit menular
yang angka kejadiannya masih tetap tinggi di negara-negara berkembang
terutama di wilayah tropis (WHO, 2012).
15 Penderita kusta membawa dampak yang cukup parah bagi
penderitanya. Dampak tersebut dapat berbentuk kecacatan yang
menyebabkan perubahan bentuk tubuh. Dampak dari kecacatan tersebut
18 sangatlah besar yaitu umumnya penderita kusta merasa malu dengan
kecacatannya, segan berobat karena malu, merasa tekanan batin, dan
merasa rendah diri (Rahariyani, 2007).
21 Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, pengertian, dan
kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang di timbulkannya.
Dukungan keluarga sangat penting bagi anggota keluarganya yang sakit.
24 Terutama bagi anggota keluarga yang menderita penyakit kusta. Keluarga
yang takut tertular penyakit kusta, akan mempengaruhi partisipasinya dalam
hal perawatan kesehatan bagi anggota keluarga yang menderita kusta
27 sehingga hal itu akan membuat kurang memberikan dukungan kepada
penderita dalam hal pemberian informasi maupun pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan untukmengobati penyakit tersebut (Amiruddin, 2012).
30 Angka kejadian kusta dari tahun ke tahun sudah menunjukkan
penurunan, namun angka tersebut masih tetap tergolong tinggi (WHO, 2012).
Tahun 2009 jumlah penderita kusta di dunia yang terdeteksi sebanyak
33 213.036 orang, tahun 2010 sebanyak 228.474 orang, tahun 2011 sebanyak
192.246 orang dan tahun 2012 sebanyak 181.941 orang (WHO, 2012).

1
Upaya pemerintah dalam penangulangan kusta antara lain:
36 1. Penemuan peningkatan kasus secara dini di masyarakat.
2. Pelayanan kusta berkualitas termasuk layanan rehabilitasi, diintegrasikan
dengan pelayanan kesehatandasar dan rujukan.
39 3. Penyebaraluasan informasi tentang kusta di masyarakat.
4. Eliminasi stigma terhadap orang yang pernah mengalami kusta dan
keluarganya.
42 5. Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta dalam berbagai
aspek kehidupan dan penguatan partisipasi mereka dalam upaya
pengendalian kusta.
45 6. Kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan.
7. Peningkatan dukungan kepada program kusta melalui penguatan
advokasi kepada pemerintah pengambil keputusan dan penyedia layanan
48 lainnya untuk meningkatkan dukungan terhadap program kusta.
8. Penerapan pendekatan yang berbeda berdasarkan endemisitas kusta
(Kemenkes RI, 2018).
51

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Tinjauan Pustaka dari Penyakit Kusta?
54 1.2.2 Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan Kusta?

1.3 Tujuan Penulisan


57 1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan kusta
60 1.3.2 Tujuan Khusus
1) Agar mahasiswa mengetahui tinjauan pustaka dari penyakit Kusta.
2) Agar mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit Kusta.
63

66

2
69 BABII
TINJAUAN PUSTAKA

72 2.1 Tinjauan Teoritis Medis


A. Definisi
Penyakit kusta adalah penyakit menular, menahun (lama) yang
75 disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae). Penyakit tersebut
menyerang kulit, saraf tepi dan dapat menyerang jaringan tubuh lainnya
kecuali otak. Kusta bukan penyakit keturunan, dan bukan disebabkan oleh
78 kutukan, guna-guna, dosa atau makanan. Penyakit kusta adalah penyakit
infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang
bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit
81 dan ukosa traktus respiratirius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain
kecuali susunan saraf pusat (Djuanda Adhi, 2010)

84 B. Etioloigi
Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat
obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti
87 mukosa saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan
saraf pusat. Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa
tunasnya antara 40 hari-40 tahun. Kuman kusta berbentuk batang dengan
90 ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada
yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA.

93 C. Tanda dan Gejala Klinis


Tanda dan Gejala Penyakit Kusta Menurut Mansjoer Arif (2005) Tanda
dan gejala utama penyakit kusta anatara lain :
96 a. Kelainan atau lesi kulit yang mati rasa
b. Penebalan saraf tepi sertai gangguan saraf (mati rasa, kelemahan,
kelumpuhan otot, kulit kering dan retak-retak)
99 c. Ditemukannya mycobacterium leprae pada pemeriksaan hapusan kulit.
Gejala lain menurut Djuanda Adhi (2010): Wajah berbenjol benjol dan tegang,
demam dari derajat rendah sampai menggigil, napsu makan menurun, mual

3 3
102 muntah dan sakit kepala. Bagan diagnosa klinis menurut WHO (2005) Tanda
Dan Gejala Kusta

Tanda dan Gejala Kusta PB Kusta MB


(Pausabasilar) (Multibasilar)
Lesi kulit (macula datar, 1-5 lesi > 5 lesi Distribusi lebih
papul yang meninggi, Hipopigmentasi/eritema simetris Hilangnya
nodus) Distribusi tidak simetris sensasi kurang jelas
Hilangnya sensasi yang
jelas
Kerusakan saraf Hanya satu cabang Banyak cabang saraf
(menyebabkan saraf
hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang di persarafi oleh
saraf yang terkena)

105 D. Klasifikasi

4
No Kelainan kulit & hasil
Pause Basiler Multiple Basiler
. pemeriksaan
1. Bercak (makula)  1-5  Banyak
 jumlah  Kecil dan besar  Kecil-kecil
 ukuran  Unilateral atau  Bilateral, simetris
 distribusi bilateral asimetris  Halus, berkilat
 konsistensi  Kering dan kasar  Kurang tegas
 batas  Tegas  Biasanya tidak
 kehilangan rasa  Selalu ada dan jelas, jika ada
pada bercak jelas terjadi pada yang
 kehilangan sudah lanjut
berkemampuan  Bercak tidak  Bercak masih
berkeringat,berbulu berkeringat, ada berkeringat, bulu
rontok pada bercak bulu rontok pada tidak rontok
bercak
2. Infiltrat  Tidak ada  Ada,kadang-
 kulit  Tidak pernah ada kadang tidak ada
 membrana mukosa  Ada,kadang-
tersumbat kadang tidak ada
perdarahan
dihidung
3. Ciri hidung ”central healing” a. punched out
penyembuhan lession
ditengah b. medarosis
c. ginecomastia
d. hidung pelana
e. suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada
5. Penebalan saraf tepi Lebih sering terjadi Terjadi pada yang
dini, asimetris lanjut biasanya lebih
dari 1 dan simetris
6. Deformitas cacat Biasanya asimetris Terjadi pada stadium
terjadi dini lanjut
7. Apusan BTA negatif BTA positif

5
108 E. Patofisiologi
Meskipun cara memasukkan mycrobacterium leprae ke dalam tubuh
tidak diketahui. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penularan
111 paling sering melalui lepuh, pada bagian tubuh yang dingin dan melalui
mukosa hidung. Setelah mycrobacterium leprae masuk ke dalam tubuh,
perkembangan kusta tergantung pada kerentanan seseorang.
114
Respon tubuh setelah periode pemotretan terlampaui tergantung pada
derajat sistem imun seluler yang dimediasi pasien. Jika sistem kekebalan
117 seluler tinggi, itu berarti bahwa penyakit berkembang ke arah tuberkuloid dan
jika rendah, itu berarti berkembang ke arah lepromatosa. Mycrobacterium
leprae didasarkan pada daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah acral
120 dengan sedikit vaskularisasi.

Mycrobacterium leprae terutama ditemukan dalam sel makrofag di


123 sekitar pembuluh darah superior di dermis atau sel Schwann dari jaringan
saraf, ketika kuman memasuki tubuh, tubuh akan bereaksi mengeluarkan
makrofag ke fagosit.
126
1. Tipe LL (Lepromatosa): Kelumpuhan sistem imun seluler rendah terjadi di
mana makrofag tidak dapat menghancurkan kuman, dan dapat membelah
129 dan secara bebas merusak jaringan.

2. Tipe TT (Tuberkuloid): Fase tinggi sistem kekebalan seluler di mana


132 makrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah fagositosis, ada sel
epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu untuk membentuk sel,
jika tidak segera diatasi ada reaksi berlebihan dan periode epitel
135 menyebabkan kerusakan saraf dan jaringan di sekitarnya.

Pada reaksi kusta, terjadi peningkatan hipersensitifitas seluler secara


138 tiba-tiba, sehingga respons terhadap antigen mikrobakterium lepra yang mati
dapat meningkat. Situasi ini ditunjukkan oleh peningkatan transformasi
limfosit. Tetapi sampai sekarang belum diketahui secara pasti antigen M.
141 leprae yang mendasari kejadian patologis tersebut dapat terjadi.

Faktor penentu antigen tertentu yang mendasari reaksi kusta pada


144 setiap pasien mungkin berbeda. Jadi gambaran klinis bisa berbeda walaupun
jenis kusta sebelum reaksi yang sama. Penentu antigen ditemukan di kulit
dan jaringan saraf.
147
Tingkat penyakit tidak selalu sebanding dengan tingkat infeksi karena
respon imun pada setiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih proporsional
150 dengan tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi. Karena itu kusta
dapat disebut penyakit imunologis.

153 F. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Bakteriologis Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai
berikut:

6 6
156 1. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.
2. Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak
ditemukan lesi ditempat lain.
159 3. Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bila perlu
ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.
4. Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobakterium
162 leprae ialah:
 Cuping telinga kiri atau kanan
 Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain
165 5. Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:
 Tidak menyenangkan pasien
 Positif palsu karena ada mikobakterium lain
168  Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaput lendir hidung
apabila sedian apus kulit negatif.
 Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih
171 dulu negatif dari pada sediaan kulit ditempat lain.
6. Indikasi pengambilan sediaan apus kulit:
 Semua orang yang dicurigai menderita kusta
174  Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasienkusta
 Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karenatersangka
kuman resisten terhadap obat
177  Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali
7. Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam, yaitu
ziehl neelsen atau kinyoun gabett
180 8. Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu
cara zig zag, huruf z, dan setengah atau seperempat lingkaran. Bentuk
kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah
183 (fragmented), granula (granulates), globus dan clumps.

G. Pengobatan Penyakit Kusta


186 Jika hasil pemeriksaan adalah sakit kusta, maka penderita harus minum obat
secara teratur sesuai dengan petunjuk petugas kesehatan yaitu sebagai
berikut :

7
189 1) Obat untuk menyembuhkan penyakit kusta dikemas dalam blister yang
disebut MDT (Multi Drug Therapy = Pengobatan lebih dari 1 macam obat)
2) Kombinasi obat dalam blister MDT tergantung dari tipe kusta, tipe MB
192 harus minum obat lebih banyak dan waktu lebih lama :
Tipe MB :obat harus diminum sebanyak 12 blister selama 12 bulan
Tipe PB :obat harus diminum sebanyak 6 blister selama 6 bulan
195 3) Ada 4 macam blister MDT yaitu :
a) Blister untuk PB anak
b) Blister untuk PB dewasa
198 c) Blister untuk MB anak
d) Blister untuk MB dewasa
Dosis pertama harus diminum di puskesmas (di depan petugas), dan
201 seterusnya obat diminum sesuai petunjuk / arah panah yang ada di belakang
blister (Adhi, dkk, 2006).

204 H. Komplikasi
Neuropati dapat menginduksi terjadinya trauma, nekrosis, infeksi
sekunder, amputasi jari dan ekstremitas. Pengobatan kortikosteroid hanya
207 60% memperbaiki fungsi saraf. Kontraktur dapat menyebabkan kekakuan,
yang akibatnya dapat terjadi clawing hand and feet. Terjadinya kelemahan
dari hilangnya persarafan pada otot merupakan bukti terjadinya deformitas.
210 Luka dapat menyebabkan “Charcot’s joint” yang merupakan penyebab utama
terjadinya deformitas. Artritis/arthralgia dapat terjadi kira-kira 10% pada
pasien dengan kusta dan gejala persendian yang ada hubungannya dengan
213 reaksi (Mandal, 2006).
Komplikasi pada mata yaitu keratitis yang dapat terjadi karena
berbagai faktor termasuk karena mata yang kering, insensitifitas kornea dan
216 lagophtalmus. Keratitis dan lesi pada bilik anterior bola mata, umumnya
terjadi iritis dan menyebabkan kebutaan. Juga dapat terjadi ektropion dan
entropion, menurut penelitian resiko kopmlikasi mata terjadi pada pasien
219 dengan tipe MB, setelah menyelasaikan MDT menjadi 5,6% dengan
komplikasi kerusakan mata sebanyak 3,9% (Syafrudin, dkk, 2011).

222

8
225

228

231

Mycobacterium Laprae

234 I. WOC Kusta Penularan: Droplet Infection atau kontak


dengan kulit

Masuk dalam pembuluh darah dermis dan sel schwan saraf


237

Sistem Imun Seluler (SIS)

240
Makrofag aktif

243 Fagositosis

Pembentukan sel epitel

246
Pembentukan tuberkel

Pembentukan tuberkel
249

Kusta (Morbus Hansen)

252
Lesi/bercak 1-5 Lesi/bercak < 5
Penebalan saraf tepi dengan Penebalan saraf tepi dengan
gangguan fungsi pada 1 saraf gangguan fungsi pada >1 saraf
BTA (-) BTA (-)/(+)
255

Pusi Basiler (PB) Multi Basiler (MB))

9 9

Gangguan saraf tepi


Tindakan
Saraf pembedahan
Sensorik

Fibrosis

258 Penebalan saraf

261 Saraf Otonom

Gangguan kelenjar minyak dan aliran


darah
264
Kulit kering berisik, macula seluruh
tubuh

267 Gangguan fungsi barrier kulit

MK:
Saraf Kerusakan integritas kulit
motor Sekresi histamin Terjadi trauma/cedera
MK: Gangguan Citra Tubuh
270

Kelemahan otot Respon gatal Terjadi luka


MK: Gangguan Citra Tubuh

273
MK: Hambatan Mobilitas
Digaruk Merangsang mediator inflamasi
Fisik
MK: Gangguan Citra Tubuh

MK: Resiko penyebaran infeksi Sekresi mediator nyeri


276

MK: Nyeri

279

282

285

288

10
291

294

297

300

BAB III
303 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
306 Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang
sistematis memalu pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengindentifikasi status kesehatan klien ((Nursalam,
309 2001). Kegiatan yang dilaksanakan dalam pengkajian adalah pengumpulan
data dan merumuskan prioritas masalah. Pada pengkajian – pengumpulan
data yang cermat tentang klien, keluarga, didapatkan melalui wawancara,
312 observasi dan pemeriksaan.

1. Biodata
315 Merupakan data subyektif yang didapat dari klien terhadap situasi dan
kejadian, informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh tenaga kesehatan
secara independent tetapi melalui suatu sistem interaksi atau komunikasi
318 seperti:

a) Nama untuk mengenal dan mengetahui pasien sehingga penulisan nama


harus jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak
321 keliru dalam memberikan pelayanan.
b) Umur; dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko dalam
menentuk dosi obat, skap yang belum matang, mental dan psikisnya
324 belum siap.

11
c) Agama untuk memberikan motivasi dorongan moril sesuai dengan agama
yang dianut;
327 d) Suku untuk mengetahui faktor bawaan atau ras serta pengaruh adat
istiadat atau kebiasaan sehari-hari;
e) Pendidikan Perlu dinyatakan karena tingkat pendidikan berpengaruh pada
330 tingkat pemahaman pengetahuan, sehingga perawat dapat memberikan
konseling sesuai dengan pendidikannya;
f) Alamat Untuk mengetahui tempat tinggal serta mempermudah
333 pemantauan bila diperlukan melakukan kunjungan rumah; Pekerjaan
untuk mengetahui status ekonomi keluarga, karena dapat mempengaruhi
pemenuhan gizi pasien tersebut.
336 2. Riwayat Kesehatan
a) Kesehatan sekarang
Biasanya klien dengan penyakit kusta datang berobat dengan keluhan
339 adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf)
kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan
adanya komplikasi pada organ tubuh.
342

b) Kesehatan masa lalu


Pada klien dengan reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah,
345 stres, sesudah mendapat imunisasi.

c) Riwayat kesehatan keluarga


348 Kusta merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan
oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya
diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai
351 penyakit morbus hansen akan tertular.

d) Riwayat psikologi
354 Klien yang menderita penyakit kusta akan malu karena sebagian besar
masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit
kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien
357 mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh
dan komplikasi yang diderita.

12 12
360 e) Pola aktivitas sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan
dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang
363 lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan.

f) Pemeriksaan Fisik
366 Di awali dengan menilai keadaan umum klien biasanya dalam keadaan
demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus
hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.
369 1) Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi
sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan,
372 dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada
infeksi akan buta.Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi
peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis.
375 Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alismata akan
rontok.
2). Sistem syaraf
378 Kerusakan fungsi sensorik. Pada kasus kusta biasanya yang terjadi
yaitu mati rasa pada telapak tangan dan kaki, kadang disertai luka, pada
kornea mata mengakibatkan kurang/hilangnya reflek kedip. Kerusakan fungsi
381 motorik. Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan
lamalama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari
tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada
384 sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak
dapat dirapatkan (lagophthalmos). Kerusakan fungsi otonom. Terjadi
gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi
387 darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat
pecah-pecah.
3).Sistem Musculoskeletal.
390 Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau
kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi. System
Integumen. Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak

13
393 eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika
ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar
minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras
396 dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak
(Judith dkk, 2011).

399 3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi (terjadinya luka)
2. Nyeri berhubungan dengan trauma terjadi cedera
402 3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan pergelangan
kaki berkurang
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan
405 kehilangan fungsi tubuh.
5. Resiko Infeksi berhubungan dengan sekresi histamin, kulit gatal dan
digaruk

14
408 3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)
Hasil (NOC)
Kerusakan integritas NOC NIC
kulit ·         Tissue Integrity : Pressure
Definisi : Perubahan / Skin and Mucous Management
gangguan epidermis dan / Membranes ·         Anjurkan pasien
atau dermis ·         Hemodyalis akses untuk
menggunakan
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : pakaian yang
·         Kerusakan lapisan ·         Integritas kulit yang longgar
kulit (dermis) baik bisa ·        Hindari kerutan
·         Gangguan dipertahankan pada tempat tidur
permukaan kulit (sensasi, elastisitas, ·        Jaga kebersihan
(epidermis) temperatur, hidrasi, kulit agar tetap
·         Invasi struktur tubuh pigmentasi) bersih dan kering
·         Tidak ada luka/lesi ·        Mobilisasi pasien
Faktor Yang pada kulit (ubah posisi
Berhubungan : ·         Perfusi jaringan pasien) setiap
Eksternal : baik dua jam sekali
·         Zat kimia, Radiasi ·         Menunjukkan ·        Monitor kulit akan
·         Usia yang ekstrim pemahaman dalam adanya
·         Kelembapan proses perbaikan kemerahan
·         Hipertermia, kulit dan mencegah ·        Oleskan lotion
Hipotermia terjadinya cedera atau minyak/baby
·         Faktor mekanik berulang oil pada daerah
(mis..gaya gunting ·         Mampu melindungi yang tertekan
[shearing forces]) kulit dan ·        Monitor aktivitas
·         Medikasi mempertahankan dan mobilisasi
·         Lembab kelembaban kulit pasien
·         Imobilitasi fisik dan perawatan ·        Monitor status
Internal: alami nutrisi pasien
·         Perubahan status ·        Memandikan
cairan pasien dengan
·         Perubahan sabun dan air
pigmentasi hangat
·         Perubahan turgor Insision site care
·         Faktor perkembangan ·        Membersihkan,
·         Kondisi memantau dan
ketidakseimbangan meningkatkan
nutrisi (mis.obesitas, proses
emasiasi) penyembuhan
·         Penurunan pada luka yang
imunologis ditutup dengan
·         Penurunan sirkulasi jahitan, klip atau
·         Kondisi gangguan straples
metabolik ·        Monitor proses
·         Gangguan sensasi kesembuhan area
·         Tonjolan tulang insisi

15 15
·        Monitor tanda
dan gejala infeksi
pada area insisi
·        Bersihkan area
sekitar jahitan
atau staples,
menggunakan lidi
kapas steril
·         Gunakan
preparat
antiseptic, sesuai
program
·         Ganti balutan
pada interval
waktu yang
sesuai atau
biarkan luka tetap
terbuka (tidak
dibalut) sesuai
program
Dialysis Acces
Maintenance
Nyeri akut NOC NIC
·         Pain Level, Pain Management
Definisi : Pengalaman ·         Pain control ·         Lakukan
sensori dan emosional ·         Comfort level pengkajian nyeri
yang tidak menyenangkan secara
yang muncul akibat Kriteria Hasil : komprehensif
kerusakan jaringan yang ·         Mampu mengontrol termasuk lokasi,
aktual atau potensial atau nyeri (tahu karakteristik,
digambarkan dalam hal penyebab nyeri, durasi frekuensi,
kerusakan sedemikian mampu kualitas dan faktor
rupa (International menggunakan presipitasi
Association for the study tehnik ·         Observasi reaksi
of Pain): awitan yang tiba- nonfarmakologi nonverbal dan
tiba atau lambat dan untuk mengurangi ketidaknyamanan
intensitas ringan hingga nyeri, mencari ·         Gunakan teknik
berat dengan akhir yang bantuan) komunikasi
dapat diantisipasi atau ·         Melaporkan bahwa terapeutik untuk
diprediksi dan nyeri berkurang mengetahui
berlangsung <6 bulan. dengan pengalaman nyeri
menggunakan pasien
Batasan Karakteristik : manajemen nyeri ·         Kaji kultur yang
·         Perubahan selera ·         Mampu mengenali mempengaruhi
makan nyeri (skala, respon nyeri
·         Perubahan tekanan intensitas, frekuensi ·         Evaluasi
darah dan tanda nyeri) pengalaman nyeri
·         Perubahan frekwensi ·         Menyatakan rasa masa lampau
jantung nyaman setelah ·         Evaluasi
·         Perubahan frekwensi nyeri berkurang bersama pasien

16
pernapasan dan tim
·         Laporan isyarat kesehatan lain
·         Diaforesis tentang
·         Perilaku distraksi ketidakefektifan
(mis,berjaIan mondar- kontrol nyeri
mandir mencari orang masa Iampau
lain dan atau aktivitas ·         Bantu pasierl dan
lain, aktivitas yang keluarga untuk
berulang) mencari dan
·         Mengekspresikan menemukan
perilaku (mis, gelisah, dukungan
merengek, menangis) ·         Kontrol
·         Masker wajah (mis, lingkungan yang
mata kurang dapat
bercahaya, tampak mempengaruhi
kacau, gerakan mata nyeri seperti suhu
berpencar atau tetap ruangan,
pada satu fokus pencahayaan dan
meringis) kebisingan
·         Sikap melindungi ·         Kurangi faktor
area nyeri presipitasi nyeri
·         Fokus menyempit ·         Pilih dan lakukan
(mis, gangguan penanganan nyeri
persepsi nyeri, (farmakologi, non
hambatan proses farmakologi dan
berfikir, penurunan inter personal)
interaksi dengan ·         Kaji tipe dan
orang dan sumber nyeri
lingkungan) untuk
·         Indikasi nyeri yang menentukan
dapat diamati intervensi
·         Perubahan posisi ·         Ajarkan tentang
untuk menghindari teknik non
nyeri farmakologi
·         Sikap tubuh ·         Berikan anaIgetik
melindungi untuk mengurangi
·         Dilatasi pupil nyeri
·         Melaporkan nyeri ·         Evaluasi
secara verbal keefektifan kontrol
·         Gangguan tidur nyeri
·         Tingkatkan
Faktor Yang istirahat
Berhubungan : ·         Kolaborasikan
·         Agen cedera (mis, dengan dokter
biologis, zat kimia, jika ada keluhan
fisik, psikologis) dan tindakan
nyeri tidak
berhasil
·         Monitor
penerimaan

17
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic
Administration
·         Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
·         Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekuensi
·         Cek riwayat
alergi
·         Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesik
ketika pemberian
lebih dari satu
·         Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
·         Tentukan
analgesik pilihan,
rute pemberian,
dan dosis optimal
·         Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
·         Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali
·         Berikan
analgesik tepat
waktu terutama
saat nyeri hebat
·         Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda
dan gejala

18 18
Definisi : Keterbatasan NOC NIC
pada pergerakan fisik ·         Joint Movement : Exercise therapy :
tubuh atau satu atau lebih Active ambulation
ekstremitas secara ·         Mobility level ·         Monitoring vital
mandiri dan terarah. ·         Self care : ADLs sign
Batasan Karakteristik : ·         Transfer sebelum/sesudah
·         Penurunan waktu performance latihan dan lihat
reaksi respon pasien
·         Kesulitan membolak- Kriteria Hasil: saat latihan
balik posisi ·          Klien meningkat ·         Konsultasikan
·         Melakukan aktivitas dalam aktivitas fisik dengan terapi fisik
lain sebagai pengganti ·          Mengerti tujuan dan tentang rencana
pergerakan peningkatan ambulasi sesuai
(mis.,meningkatkan mobilitas dengan
perhatian pada ·         Memverbalisasikan kebutuhan
aktivitas orang lain, perasaan dalam ·         Bantu klien untuk
mengendalikan meningkatkan menggunakan
perilaku, focus pada kekuatan dan tongkat saat
ketunadayaan/aktivita kemampuan berjalan dan
s sebelum sakit) berpindah cegah terhadap
·         Dispnea setelah ·          Memperagakan cedera
beraktivitas penggunaan alat ·         Ajarkan pasien
·         Perubahan cara ·         Bantu untuk atau tenaga
berjalan mobilisasi (walker) kesehatan lain
·         Gerakan bergetar tentang teknik
·         Keterbatasan ambulasi
kemampuan ·         Kaji kemampuan
melakukan pasien dalam
keterampilan motorik mobilisasi
halus ·         Latih pasien
·         Keterbatasan dalam
kemampuan pemenuhan
melakukan kebutuhan ADLs
keterampilan motorik secara mandiri
kasar sesuai
·         Keterbatasan rentang kemampuan
pergerakan sendi ·         Dampingi dan
·         Tremor akibat Bantu pasien saat
pergerakan mobilisasi dan
·         Ketidakstabilan postur bantu penuhi
·         Pergerakan lambat kebutuhan ADLs
·         Pergerakan tidak pasien.
terkoordinasi ·         Berikan alat
Faktor Yang bantu jika klien
Berhubungan : memerlukan.
·         Intoleransi aktivitas ·         Ajarkan pasien
·         Perubahan bagaimana
metabolisme selular merubah posisi
·         Ansietas dan berikan
·         Indeks masa tubuh bantuan jika

19
diatas perentil ke 75 diperlukan.
sesuai usia
·         Gangguan kognitif
·         Konstraktur
·         Kepercayaan budaya
tentang aktivitas
sesuai usia
·         Fisik tidak bugar
·         Penurunan ketahanan
tubuh
·         Penurunan kendali
otot
·         Penurunan massa
otot
·         Malnutrisi
·         Gangguan
muskuloskeletal
·         Gangguan
neuromuskular, Nyeri
·         Agens obat
·         Penurunan kekuatan
otot
·         Kurang pengetahuan
tentang aktvitas fisik
·         Keadaan mood
depresif
·         Keterlambatan
perkembangan
·         Ketidaknyamanan
·         Disuse, Kaku sendi
·         Kurang dukungan
Iingkungan (mis, fisik
atau sosiaI)
·         Keterbatasan
ketahanan
kardiovaskular
·         Kerusakan integritas
struktur tulang
·         Program pembatasan
gerak
·         Keengganan memulai
pergerakan
·         Gaya hidup monoton
·         Gangguan sensori
perseptual

Risiko Infeksi NOC NIC


Definisi : Mengalami ·         Immune Status Infection Control
peningkatan resiko ·         Knowledge : (Kontrol infeksi)
terserang organisme Infection control ·         Bersihkan

20
patogenik ·         Risk control lingkungan
setelah dipakai
Faktor Resiko : Kriteria Hasil: pasien lain
Penyakit kronis. ·        Klien bebas dari ·         Pertahankan
·         Diabetes melitus tanda dan gejala teknik isolasi
·         Obesitas infeksi ·         Batasi
Pengetahuan yang tidak ·        Mendeskripsikan pengunjung bila
cukup untuk proses penularan perlu
menghindari penyakit, faktor yang ·         Instruksikan pada
pemanjanan patogen. mempengaruhi pengunjung untuk
Pertahanan tubuh primer penularan serta mencuci tangan
yang tidak adekuat. penatalaksanaanny saat berkunjung
·         Gangguan peritalsis a dan setelah
·         Kerusakan integritas ·        Menunjukkan berkunjung
kulit (pemasangan kemampuan untuk meninggalkan
kateter intravena, mencegah timbulnya pasien
prosedur invasif) infeksi ·         Gunakan sabun
·         Perubahan sekresi pH ·        Jumlah leukosit antimikrobia untuk
·         Penurunan kerja dalam batas normal cuci tangan
siliaris ·        Menunjukkan ·         Cuci tangan
·         Pecah ketuban dini perilaku hidup sehat setiap sebelum
·         Pecah ketuban lama dan sesudah
·         Merokok tindakan
·         Stasis cairan tubuh keperawatan
·         Trauma jaringan (mis, ·         Gunakan baju,
trauma destruksi sarung tangan
jaringan) sebagai alat
Ketidakadekuatan pelindung
pertahanan sekunder ·         Pertahankan
·         Penurunan lingkungan
hemoglobin aseptik selama
·         Imunosupresi (mis, pemasangan alat
imunitas didapat tidak ·         Ganti letak IV
adekuat, agen perifer dan line
farmaseutikal central dan
termasuk dressing sesuai
imunosupresan, dengan petunjuk
steroid, antibodi umum
monoklonal, ·         Gunakan kateter
imunomudulator) intermiten untuk
·         Supresi respon menurunkan
inflamasi infeksi kandung
Vaksinasi tidak adekuat kencing
Pemajanan terhadap ·         Tingktkan intake
patogen lingkungan nutrisi
meningkat ·         Berikan terapi
·         Wabah antibiotik bila
Prosedur invasif perlu
Malnutrisi ·         Infection
Protection

21 21
(proteksi terhadap
infeksi)
·         Monitor tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
·         Monitor hitung
granulosit, WBC
·         Monitor
kerentangan
terhadap infeksi
·         Batasi
pengunjung
·         Sering
pengunjung
terhadap penyakit
menular
·         Pertahankan
teknik aspesis
pada pasien yang
beresiko
·         Pertahankan
teknik isolasi k/p
·         Berikan
perawatan kulit
pada area
epidema
·         Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan,
panas, drainase
·         Inspeksi kondisi
luka / insisi bedah
·         Dorong
masukkan nutrisi
yang cukup
·         Dorong masukan
cairan
·         Dorong istirahat
·         Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotik
sesuai resep
·         Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
·         Ajarkan cara
menghindari
infeksi

22
·         Laporkan
kecurigaan infeksi
·         Laporkan
kultur
positif

411

414

417

420

423

426

429

432

435

438 BAB IV
PENUTUP

23
441 4.1 . Kesimpulan
a. Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman
micobakterium leprae
444 b. Kusta dibagi dalam 2 bentuk,yaitu
-kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)
-kusta bentuk basah (tipe lepromatosa)
447 c. Micobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat
obligat intraseluller,menyerang saraf perifer,kulit,dan organ lain,seperti
mukosa saluran napas bagian atas,hati,sumsum tulang,kecuali
450 susunan saraf pusat.
d. Micobakterium leprae masuk kedalam tubuh manusia,jika orang
tersebut memiliki respon imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih
453 mengarah pada tuberkuloid,namun jika respon imunitas dari tubuh
orang tersebut rendah maka kusta akan lebih mengarah pada
lepromatosa.
456 e. Manifestasi klinik dari penderita kusta adalah adanya lesi kulit yang
khas dan kehilangan sensibilitas.
f. Dalam memeberikan asuhan keperawatan pada klien kusta yang perlu
459 dilakukan adalah malakukan pengkajian,pemeriksaan fisik,manentukan
diagnosa keperawatan,kemudian memberikan tindakan perawatan
yang komprehensip.
462

4.2. Saran
- Untuk menanggulangi penyebaran penyakit kusta, hendaknya
465 pemerintah mengadakan suatu program pemberantasan kusta yang
mempunyai tujuan sebagai penyembuhan pasien kusta dan mencegah
timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien
468 kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan
insiden penyakit.
- Hendaknya masyarakat yang tinggal didaerah yang endemi akan kusta
471 diberikan penyuluhan tentang, cara menghindari,mencegah,dan
mengetahui gejala dini pada kusta untuk mempermudah
pengobatanya.

24 24
474 - Karena di dunia kasus penderita kusta juga masih tergolong tinggi
maka perlu diadakanya penelitian tentang penanggulangan penyakit
kusta yang efektif
477

480

483

486

489

492

495

498

501

504

DAFTAR PUSTAKA
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
507 Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:  MediAction.

25
Cristino Rosa, 2019, Asuhan Keperawatan Pada Nn. M.T Dengan Kusta Di Puskesmas
510 Penfui Kota Kupang KTI LENGKAP.pdf (poltekeskupang.ac.id)Waktu akses Tanggal 25
Maret 2021 jam 22.30

513 Yacob Y. S. R. Sanam, 2019, Asuhan Keperawatan Pada Tn. B. L, Dengan Kusta Di
Puskesmas Penfui Kota Kupang KARYA TULIS ILMIAH.pdf
(poltekeskupang.ac.id)Waktu akses Tanggal 25 Maret 2021 jam 24.00

26

Anda mungkin juga menyukai