BAB III
PERNIKAHAN MENURUT ADAT MINANGKABAU
49
50
antara maropulai dan anak daro, namun juga antara kedua keluarga.
Latarbelakang antara kedua keluarga bisa sangat berbeda, baik asal-usul,
kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial, tata krama, bahasa dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, syarat utama yang harus dipenuhi dalam
pernikahan adalah kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari
masing-masing pihak. Pengenalan dan kedekatan untuk dapat mengenal
watak masing-masing pribadi dan keluarganya penting sekali guna
memperoleh keserasian atau keharmotan dalam pergaulan antara keluarga
kelak kemudian.
Hukuman yang dijatuhkan masyarakat adat walau tak pernah
diundangkan sangatlah berat, kadangkala jauh lebih berat dari pada
hukuman yang dijatuhkan di pengadilan agama. Hukuman yang tidak ketara
dalam bentuk pengucilan dan pengasingan dari pergaulan masyarakat
Minang. Oleh karena itu, dalam pernikahan, orang Minang selalu berusaha
memenuhi semua syarat pernikahan yang lazin di Minangkabau
(Kamaluddin, 2011 : 12-13).
3.1.2. Tujuan Pernikahan
Adapun tujuan pernikahan dalam adat Minangkabau dibagi menjadi
tiga, yaitu:
a. Tujuan Utama Pernikahan Bagi Kedua Suku
Tujuan utama pernikahan bagi kedua suku ialah untuk melepaskan
kewajiban terhadap anak-kemenakan mereka yang telah patut
dinikahkan, guna untuk menjaga kehormatan keluarga dari
pandangan yang rendah, oleh karena dalam keluarga ada anak gadis
yang tak kunjung bersuami atau anak bujang yang kunjung beristri.
Disamping itu pernikahan juga bertujuan untuk mengokohkan
hubungan kekeluargaan antara kerabat, sahabat, atau berhubungan
semula pertalian dua keluarga yang telah putus, yang pertama
misalnya pernikahan antara anak dan kemenakan, dan yang kedua
51
saudara kandung istri atau suami dan anak sauadara laki laki ayah (Navis
1986: 196).
Dalam adat Minangkabau tidak semua perempuan yang boleh
dinikahi, disamping larangan nikah yang telah digariskan oleh syara’, adat
Minangkabau juga mempunyai pantangan atau larangan nikah yang
tujuannya untuk menjaga keturunan sosial, pantangan atau larangan nikah
itu antara lain:
a. Menikahi perempuan satu persukuan
b. Menikahi janda penghulu dalam satu persukuan
c. Menikahi janda kawan yang seperguruan (Monografi Saniangbaka:
31)
3.4. Sanksi Pernikahan dan Tinjauan Umum Tentang Sumpah
3.4.1. Sanksi Pernikahan
a. Pengertian Sanksi
Hukum adat mengenal ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan yang bersifat pribadi dan norma-norma yang bersifat
publik yakni yang mengatur tentang hubungan antara pribadi dan
masyarakat hukum dan badan hukum publik. Ini berarti bahwa suatu
norma hukum yang bertujuan mengatur ketertiban hidup bersama
dan kepentingan yang bersangkut paut dengan masalah hidup
bersama (Hasan, 1988: 59).
Sanksi adat Minangkabau berfungsi sebagai menjaga
keseimbangan dalam kehidupan masyarakat, di samping itu juga
sanksi adat sebagai pengikat dan memberi rasa jera atas pelanggaran
hukum yang dibuat. Sanksi hukum adat tidak berbeda jauh
tujuannya dengan adat yang berlaku di masyarakat umum artinya
hukum adat yang memiliki tujuan yang universal, namun jenis
hukum dan bagaimana hukum itu dijalankan serta sanksi adat atas
pelanggaran hukum adat itu sendiri yang sesuai dengan budaya
masyarakat dalam memberlakukan peraturan adat tersebut.
56
b. Fungsi Sanksi
Fungsi dari hukuman, ada dua yaitu:
1) Menyadarkan pelaku perilaku menyimpang sehingga tidak
melakukan perilaku menyimpang lagi.
2) Memberikan contoh kepada pihak yang tidak melakukan
perilaku menyimpang, bahwa bila mereka melakukan perilaku
menyimpang akan mendapatkan hukuman
c. Tujuan Sanksi
Tujuan sanksi adalah untuk menciptakan ketertiban,
ketentraman, kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagaiaan dalam
tata kehidupan bermasyarakat. Selain itu sanksi juga bertujuan
untuk menjaga dan mencegah agar setimpa orang tidak dapat
menjadi hakim terhadap dirinya sendiri. (http: //artonang.
Blogspot.co.id/2016/01/pengertian-ciri-tujuan-sumpah, 08 mei
2017, 13.30).
d. Jenis-Jenis Sanksi
Adapun jenis sanksi adat Minangkabau bagi orang yang
melakukan pelanggaran dalam pernikahan ialah sebagai berikut:
1) Pembatalan pernikahan,
2) Pengasingan dari masyarakat,
3) Mengusir mereka dari kampung,
4) Mengucilkan mereka dari pergaulan dan adat,
5) Sanksi yang tersirat seperti sumpah yang selalu melekat dan
berdampak buruk pada diri pelaku (Hasan, 1988: 62).
Sanksi terhadap aturan adat disebut dengan delik adat (adat
rechtie) atau pidana adat yang subtansinya tidak seragam pada tiap-
tiap jorong/ nagari. Delik adat ini muncul sebab akibat dari
tersinggungnya perasaan seseorang atau sekelompok orang oleh
tindakan oknum tertentu sehingga menimbulkan rasa malu dan
merenggangkan sifat hubungan sosial. Di Minangkabau sanksi
57
b. Macam-macam sumpah
Menurut mazha Hanafi sumpah itu ada tiga macam (Baidan,
2005: 58) , yaitu;
1) Al-yamin al-laghw, yaitu sumpah yang diucapkan tanpa ada niat
untuk bersumpah. Pelanggaran atas sumpah ini tidak berdosa
dan tidak wajib membayar kafarat. Contohnya sumpah yang
menggunakan nama Allah dalam kalimat sumpahnya, tetapi
tidak dimaksudkan atau diniatkan untuk bersumpah. Seperti
seseorang mengucapkan “demi Allah, aku akan datang tepat
waktu”. Orang yang mengucapkan perkataan itu tidak
bermaksud untuk bersumpah, tetapi semata-mata agar orang
yang mendengar ucapannya itu mempercayai. Sumpah semacam
ini tidak dihukum dan tidak diwajibkan membayar kafarat.
2) Al-yamin al-mu’akkidah, yaitu sumpah yang diniatkan untuk
bersumpah. Sumpah semacam ini wajib dilaksanakan. Jika
dilanggar harus membayar kafarat. Seperti ucapan seseorang
“demi Allah aku akan benar-benar menepati janji yang telah aku
janjikan dahulu”
3) Al-yamin al-gamus, yaitu sumpah palsu yang mengakibatkan
hak-hak seseorang tak terlindungi atau sumpah yang fasik atau
khianat. Sumpah semacam ini termasuk dose besar.
c. Syarat sumpah dalam Islam
Di dalam Islam, bersumpah bukanlah ucapan yang main-main,
untuk itu, sumpah harus dengan kesungguhan dan syarat-syarat
yang harus dipenuhi. Orang yang bersumpah haruslah menepati apa
yang menjadi sumpahnya sedangkan pelanggarannya adalah
tanggung jawab dunia akhirat.
Berikut adalah syarat-syarat bersumpah dalam Islam yang
harus dipenuhi oleh seorang muslim, yaitu:
60
d. Pelanggaran Sumpah