Anda di halaman 1dari 38

RISIKO DAN ANALISISNYA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia dengan lebih dari 200 juta jiwa penduduk merupakan pasar yang
potensial untuk melakukan investasi. Jumlah penduduk yang demikian besar ini tersebar
dalam wilayah yang sangat luas pula dengan kekayaan alam yang sangat melimpah
sedemikian hingga mampu menciptakan peluang bagi dunia bisnis untuk melakukan
investasi dalam segala bidang.
Tak terkecuali dalam bidang jasa-jasa pembangunan, Indonesia terbuka lebar
untuk berinvestasi dalam bidang ini. Pembangunan sarana maupun prasarana fisik baik
oleh pemerintah maupun swasta membuka peluang yang cukup lebar untuk bergerak
dalam bidang ini. Sumberdaya alam di Indonesia melimpah untuk dimanfaatkan pada
bidang jasa konstruksi. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, jasa konstruksi mampu
menarik ratusan ribu tenaga kerja untuk bekerja pada proyek-proyek pembangunan.
Dibandingkan dengan bidang usaha lainnya, bidang jasa konstruksi memiliki
porsi tidak kurang dari 11% dari total investasi di Indonesia. Jumlah perusahaan yang
bergerak dalam bidang ini kurang lebih sebanyak 40.840 perusahaan dalam berbagai
kualifikasi dengan 82,5% merupakan perusahaan kecil yang masih terkonsentrasi untuk
mengerjakan proyek-proyek pemerintah. Di Jawa Timur terdapat 9.674 perusahaan,
dimana 93% merupakan perusahaan yang berkualifikasi kecil.
Seperti halnya industri kecil lainnya, perusahaan-perusahaan jasa konstruksi kecil
dengan jumlah yang demikian besar memiliki omzet yang dapat melebihi industri jasa
konstruksi pada skala menengah, dan bahkan saat masa krisis perusahaan-perusahaan
kecil ini ternyata masih dapat bertahan dan menikmati rupiah. Namun demikian terdapat
kendala untuk dapat berkembang dan bersaing terutama apabila pada saatnya nanti
pemain-pemain asing mulai memasuki industri dalam skala kecil ini. Kendala-kendala
ini umumnya adalah permasalahan klasik diseputar permodalan, manajemen produksi
dan operasional, serta pengelolaan pemasaran. Dalam hal permodalan, kecilnya aset
yang dimiliki menyebabkan kesulitan dalam mencari pinjaman perbankan.
Permasalahan dalam manajemen produksi dan operasional terutama adalah
ketidakmampuan dalam melakukan manajemen proyek dan pengelolaan risiko-risiko
proyek baik risiko mum] maupun risiko spekulatif. Sedangkan dalam hal pemasaran,
perusahaan-perusahaan ini masih terapaku untuk mengerjakan proyek-proyek milik
pemerintah.
Industri jasa konstruksi pembangunan merupakan bidang usaha jasa yang
membutuhkan modal yang cukup besar, hal ini disebabkan karena pendapatan
perusahaan diperoleh apabila pekerjaan yang dilaksanakan telah terselesaikan dalam
tahapan yang ditentukan. Ini berarti apabila terjadi keterlambatan pembayaran, maka
pekerjaanpun sangat mungkin terhambat. Untuk mengatasi hal seperri ini maka
diperlukan suntikan dana segar agar pelaksanaan proyek oleh perusahaan tidak
terhambat sehingga sasaran proyek berupa tepat mutu, tepat biaya, dan tepat waktu dapat
terpenuhi. Dengan terpenuhinya sasaran proyek, maka sasaran perusahaan secara umum
dalam rangka mendapatkan keuntungan akan tercapai pula.
Industri jasa konstruksi pembangunan merupakan bidang usaha yang unik dan
dinamis. Usaha ini memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan kegiatan
bisnis lainnya. Karakteristik bisnis jasa konstruksi yang membedakan dengan jenis
kegiatan bisnis yang lain antara lain adalah bahwa proyek-proyek pembangunan sarana
fisik yang merupakan kegiatan operasional utama dari suatu bisnis jasa konstruksi
umumnya bersifat unik, memiliki satu jangka waktu pelaksanaan yang tidak berulang,
memiliki intensitas kegiatan dan menggunakan sumberdaya yang tidak konstan, serta
melibatkan banyak disiplin ilmu.
Pelaksanaan proyek kegiatan pada bisnis jasa konstruksi pembangunan
dihadapkan pada tiga kendala yaitu biaya, waktu, dan mutu. Ketiga kendala ini dapat
diartikan sebagai sasaran proyek, yang didefiniskan sebagai tepat biaya, tepat waktu, dan
tepat mutu. Keberhasilan pelaksanaan suatu proyek yang dilaksanakan oleh perusahaan
jasa konstruksi dikaitkan dengan sejauh mana ketiga sasaran tersebut dapat terpenuhi.
Sehubungan dengan karakteristik proyek yang dinamis diperlukan pengelolaan proyek
yang baik agar ketiga sasaran tersebut dapat terpenuhi. Manajemen Proyek adalah proses
pengelolaan proyek yaitu melalui pengelolaan, pengalokasian, dan penjadwalan
sumberdaya dalam proyek untuk mencapai sasaran tersebut. Sebagai bagian dari proses
Manajemen Proyek, perencanaan dan pengendalian yang baik belum menjamin
terwujudnya sasaran proyek. Selalu terdapat kemungkinan tidak tercapainya suatu tujuan
atau selalu terdapat ketidakpastian atas keputusan apapun yang diambil. Suatu kondisi
yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak
menguntungkan yang mungkin terjadi disebut “risiko”. Konsekuensi tidak
menguntungkan mengacu pada tidak terwujudnya sasaran proyek, yaitu tepat biaya,
tepat waktu, dan tepat mutu.
Di dalam bisnis jasa pembangunan terdapat sifat-sifat unik sehingga diperlukan
sejumlah asumsi untuk memperkirakan data-data dan informasi yang belum tersedia
selama proses berjalannya proyek, sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaan. Asumsi
dan perkiraan yang digunakan mendukung adanya ketidakpastian ini. “Risiko” yang
dihadapi proyek bergantung pada asumsi dan perkiraan yang digunakan. Risiko yang
akan dihadapi dalam proyek lebih berat sehubungan dengan sifat proyek hanya berjalan
dalam satu jangka waktu pelaksanaan yang tidak berulang. Sehubungan dengan itu
diperlukan manajemen risiko untuk melihat risiko-risiko yang dihadapi dan meninjau
pengaruhnya terhadap sasaran kegiatan. Selanjutnya akan dapat direncanakan
penanganan untuk meminimalisasi akibat buruknya sehingga dapat mendukung
terwujudnya sasaran kegiatan.
Termasuk dalam tahapan manajemen risiko adalah perencanaan manajemen
risiko, identifikasi risiko, analisa risiko, penanganan risiko, dan monitor terhadap risiko.
Identifikasi risiko adalah langkah awal dalam penerapan manajemen risiko dan
merupakan tahapan yang penting dalam pelaksanaan kegiatan. Dengan identifikasi risiko
pada proses pelaksanaan kegiatan konstruksi akan diketahui risiko-risiko apa saja yang
terjadi selama pelaksanaan kegiatan sejak mulai dikerjakan sampai selesai. Selanjutnya
akan diketahui seberapa potensial risiko-risiko tersebut dalam mempengaruhi
tercapainya sasaran kegiatan.
Dalam masa pemulihan perekonomian akibat krisis yang melanda Indonesia ini
pertumbuhan sektor konstruksi mengalami penurunan sejak tahun 2000 (Konstruksi,
Januari 2002). Dalam kondisi seperti itu secara umum permintaan sektor perumahan,
perkantoran, dan properti lain tahun 2002 menurun 20% sampai 40% (Konstruksi,
Desember 2002). Disamping itu pemerintah melalui Keppres nomor 18 tahuin 2000
tentang Jasa Konstruksi Pembangunan telah membuka sekat kedaerahan untuk
perusahaan jasa konstruksi dimana apabila selama ini untuk proyek-proyek pemerintah
dalam nominal kecil harus dikerjakan kontraktor lokal dalam lingkup daerah
Kota/Kabupaten, maka dengan diberlakukannya Keppres ini suatu perusahaan jasa
konstruksi pembangunan dapat mengerjakan proyek-proyek dengan nominal kecil di
seluruh wilavah Republik Indonesia tanpa ada batasan-batasan seperti pada periode
sebelumnya. Ini berarti persaingan diantara perusahaan jasa konstruksi klasifikasi kecil
semakin ketat dan diperlukan strategi untuk dapat bersaing disamping diperlukannya
strategi pemasaran bagi industri jasa konstruksi berskala kecil dimana selama ini dalam
industri jasa konstruksi skala kecil marketing kurang begitu diperhatikan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Risiko dan Pengertiannya

Kangari (1995) menuliskan penelitiannya yang berjudul Risk Management


Perceptions and Trends of US. Construction. Dari penelitian ini diketahui persepsi
kontraktor-kontraktor mengenai alokasinya dan importance risiko-risiko konstruksi yang
berlaku pada proyek-proyek konstruksi di Amerika Serikat. Pengolahan data dilakukan
secara deskriptif. Hasil identifikasi adalah sebagai berikut.
Risiko yang penting:
4 Produktivitas tenaga kerja dan peralatan
5 Kualitas pekerjaan
6 Keselamatan kerja
7 Kemampuan kontraktor .

Resiko yang kurang penting:


8 Ketersediaan material, tenaga kerja, dan peralatan
9 Kerusakan material
10 Inflasi
11 Kuantitas pekerjaan aktual
12 Perselisihan tenaga kerja
13 Kegagalan keuangan pihak-pihak yang terlibat
14 Negosiasi untuk change-order
15 Ganti rugi / indentification
16 Proses penyelesaian perpanjangan kontrak.

Penelitian lain dikemukakan oleh Smith dan Bohn (1999) berjudul Small to
Medium Contractor Contingency and Assumption of Risk. Penelitian ini
mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi kontraktor kecil dan menengah yang diolah
secara deskriptif risiko-risiko ini ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Risiko-risiko pada Perusahaan Kontraktor Kecil dan Menengah

Predictable/
Risiko Sumber Sumber Area
Unpredictable
Risiko alam/natural
Acts of God Eksternal Unpredictable Konstruksi
Kerugian akibat kebakaran/kecelakaan Internal Unpredictable Konstruksi
Risiko desain
Perubahan lingkup pekerjaan Internal Predictable Kontraktual
Kontraktual
Teknologi baru Internal Predictable
Konstruksi
Internal
Spesifikasi Predictable Kontraktual
Teknis
Kerugian/keterlambatan akibat differing
Kontraktual
sitelperubahan Teknis Predictable
Konstruksi
Desain
Risiko logistik
Kerugian/keterlambatan akibat
keterlambatan/ Internal Predictable Konstruksi
kerusakan material
Kerugian/keterlambatan akibat ketersedian
Eksternal 'Predictable Konstruksi
sumberda a
Akses menuju lokasi Internal Predictable Kontraktual
Keterlambatan menemukan dan men Internal Predictable Kontraktual
elesaikan masalah
Risiko finansial
Ketersediaan dana proyek Internal Predictable Kontraktual
Kecukupan kas Internal Predictable Kontraktua
Konstruksi
Kurs tukar mata uang dan inflasi Eksternal Predictable
Kontraktual
Estimasi biaya yang terlalu rendah Internal Predictable
Kesalahan kontraktor dalam hal Internal Predictable Kontraktual
kemamr,uan
Cost overrun’s karena keterlambatan Internal Predictable Konstruksi
Legal dan peraturan
Masalah perizinan dan lisensi Eksternal Unpredictable Konstruksi
Third ar liability Eksternal Unpredictable Kontraktual
Konstruksi
Tanggung jawab/liability diri sendiri Internal Predictable
Kontraktual
Kegagalan kontrak Internal Predictable Kontraktual
Perubahan peraturan Eksternal Unpredictable Konstruksi
Risiko politik
Kerugian/keterlambatan karena Eksternal Unpredictable Konstruksi
perang/revolusi di
Perubahan hukum perdagang an Eksternal Unpredictable Konstruksi
Sumber: Smith dan Bohn, 1999

2.2. Konsep Risiko

2.2.1. Pengertian Risiko


Untuk memahami konsep risiko/risk dalam proyek konstruksi perlu dipahami
pengertian mengenai risiko. Berikut ini dijelaskan pengertian mengenai risiko menurut
beberapa sumber.
Salim (1993) dalam Djojosoedarso (1999) mendefinisikan risiko sebagai
ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa. Pengertian lain menjelaskan bahwa risiko
adalah kondisi dimana terdapat kemungkinan keuntungan / kerugian ekonomi atau
finansial, kerusakan atau cedera fisik, keterlambatan, sebagai konsekuensi
ketidakpastian selama dilaksanakannya suatu kegiatan (Cooper dan Chapman, 1993).
Pengertian risiko dalam konteks proyek dapat didefinisikan sebagai suatu
penjabaran terhadap konsekuensi yang tidak menguntungkan, secara finansial maupun
fisik, sebagai hasil dari keputusan yang diambil atau akibat kondisi lingkungan di lokasi
suatu kegiatan. Jika dikaitkan dengan konsep peluang, “risiko” adalah peluang atau kans
/ chance terjadinya kondisi yang tidak diharapkan dengan semua konsekuensi yang
mungkin muncul yang dapat menyebabkan keterlambatan atau kegagalan proyek (Gray
dan Larson, 2000). Kerzner (2001) menjelaskan konsep risiko pada proyek sebagai
“ukuran probabilitas dan konsekuensi dari tidak tercapainya suatu sasaran proyek yang
telah ditentukan”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa risiko adalah suatu
kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan peluang kejadian tertentu yang jika
terjadi akan menimbulkan konsekuensi tidak menguntungkan. Lebih jauh lagi risiko
pada proyek adalah “suatu kondisi pada proyek yang timbul karena ketidakpastian
dengan peluang kejadian tertentu yang jika terjadi akan menimbulkan konsekuensi fisik
maupun finansial yang tidak menguntungkan bagi tercapainya sasaran proyek, yaitu
biaya, waktu, mutu proyek”.

2.2.2. Risk dan Uncertainty


Meskipun risiko memiliki kaitan yang erat dengan ketidakpastian/ uncertainty,
keduanya memiliki perbedaan. Ketidakpastian adalah kondisi dimana terjadi kekurangan
pengetahuan, informasi, atau pemahaman tentang suatu keputusan dan konsekuensinya
(Ritchie dan Marshall, 1993). Risiko timbul karena adanya ketidakpastian, karena
ketidakpastian mengakibatkan keragu-raguan dalam meramalkan kemungkinan terhadap
hasil-hasil yang akan terjadi di masa mendatang (Djososoedarso, 1999). Semakin tinggi
tingkat ketidakpastian maka semakin tinggi pula risikonya (Ritchie dan Marshall, 1993).

2.2.3. Risk dan Opportunity


Kejadian di masa yang akan datang tidak dapat diketahui secara pasti. Kejadian
ini atau suatu keluaran / output dari suatu kegiatan / peristiwa dapat berupa kondisi yang
baik atau kondisi yang buruk. Jika yang terjadi adalah kondisi yang baik maka hal
tersebut merupakan kesempatan baik (opportunity), namun jika terjadi hal yang buruk
maka hal tersebut merupakan risiko (Kerzner, 2001).

2.2.4. Risk, Hazard, Peril, dan Losses


Menurut Umar (2001) konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut.

Hazard Peril Losses

17 Hazard adalah suatu keadaan bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya peril
(bencana).
18 Peril (bencana) adalah sutu peristiwa/kejadian yang dapat menimbulkan kerugian
(losses) atau bermacam kerugian.
19 Losses (kerugian) adalah kondisi negatif yang diderita akibat dari suatu peristiwa
yang tidak diharapkan tetapi ternyata terjadi.
2.3. Manajemen Risiko

2.3.1. Pengertian Manajemen Risiko


Sebagaimana dikemukakan Webb (1994) manajemen risiko adalah “suatu
kegiatan yang dilakukan untuk menanggapi risiko yang telah diketahui (melalui rencana
analisa risiko atau bentuk observasi lain) untuk meminimalisasi konsekuensi buruk yang
mungkin muncul”. Untuk itu risiko harus didefinisikan dalam bentuk suatu rencana atau
prosedur yang reaktif. Kerzner (2001) mengemukakan pengertian manajemen risiko
sebagai semua rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan risiko, dimana
didalamnya termasuk perencanaan (planning), penilaian (assesment) (identifikasi dan
dianalisa), penanganan (handling), dan pemantauan (monitoring) risiko.
Jika lebih jauh lagi dikaitkan dengan fungsi manajemen secara keseluruhan maka
manajemen risiko adalah suatu manajemen fungsional yang mendukung manajemen
obyektif dengan sasaran adanya ketidakpastian di masa mendatang (Tarmudji, 2000).
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat disusun konsep manajemen risiko
sebagai bentuk pengelolaan terhadap risiko untuk meminimalisasi konsekuensi buruk
yang mungkin muncul melalui perencanaan, identifikasi, analisa, penanganan, dan
pemantauan risiko.

2.3.2. Pentingnya Manajemen Risiko


Dalam dunia nyata selalu terjadi perubahan yang sifatnya dinamis, sehingga selalu
terdapat ketidakpastian (Webb, 1994). Risiko timbul karena adanya ketidakpastian, dan
risiko akan menimbulkan konsekuensi tidak menguntungkan. Setiap aktivitas manusia
selalu mengandung risiko karena adanya keterbatasan dalam memprediksikan hal yang
akan terjadi di masa yang akan datang (Kerzner, 2001). Kejadian yang memiliki peluang
atau ketidakpastian (sebagai halnya risiko ) tidak dapat dikontrol, dan tidak ada
pengelolaan sebaik apapun yang dapat meniadakan risiko. Setiap orang dan setiap
organisasi harus selalu berusaha untuk menanggulanginya, artinya berupaya untuk
meminimumkan ketidakpastian agar akibat buruk yang timbul dapat dihilangkan atau
paling tidak dikurangi.
Manajemen risiko merupakan pendekatan terorganisasi untuk menemukan risiko-
risiko yang potensial sehingga dapat mengurangi terjadinya hal-hal di luar dugaan.
Selanjutnya dapat diketahui akibat buruknya yang tidak diharapkan (Cooper dan
Chapman, 1993) dan dapat dikembangkan rencana respon yang sesuai untuk mengatasi
risiko-risiko potensial tersebut.
Informasi berdasarkan pengalaman di masa lalu sangat membantu dalam
menganalisa ketidakpastian di masa yang akan datang (Ritchie dan Marshall, 1993).
Manajemen risiko harus dilakukan sedini mungkin dengan didukung informasi tersebut.
Prosesnya merupakan tindakan preventif di mana kondisi usaha sesungguhnya dapat
menjadi jelas sebelum terlambat dan dapat terhindar dari kegagalan yang lebih besar.
Dengan manajemen risiko berarti melakukan sesuatu yang proaktif daripada reaktif.
2.3.2. Pentingnya Manajemen Risiko
Selalu terdapat perubahan dalam segala hal di dunia ini sehingga selalu terdapat
ketidakpastian dalam segala hal (Webb, 1994). Risiko timbul karena adanya
ketidakpastian dan risiko akan menimbulkan konsekuensi tidak menguntungkan. Setiap
aktivitas manusia selalu mengandung risiko karena adanya keterbatasan dalam
memprediksikan hal yang akan terjadi di masa yang akan datang (Kerzner, 2001).
Kejadian yang memiliki peluang atau ketidakpastian sebagaimana risiko tidak dapat
dikontrol, dan tidak ada pengelolaan sebaik apapun yang dapat meniadakan risiko.
Setiap orang dan setiap organisasi harus selalu berusaha untuk menanggulanginya,
artinya berupaya untuk meminimumkan ketidakpastian agar akibat buruk yang timbul
dapat dihilangkan atau paling tidak dikurangi.
Manajemen risiko merupakan pendekatan terorganisasi untuk menemukan risiko-
risiko yang potensial sehingga dapat mengurangi terjadinya hal-hal di luar dugaan.
Selanjutnya dapat diketahui akibat buruknya yang tidak diharapkan (Cooper dan
Chapman, 1993) dan dapat dikembangkan rencana respon yang sesuai untuk mengatasi
risiko-risiko potensial tersebut.
Informasi berdasarkan pengalaman di masa lalu sangat membantu dalam
menganalisa ketidakpastian di masa yang akan datang (Ritchie dan Marshall, 1993).
Manajemen risiko harus dilakukan sedini mungkin dengan didukung informasi tersebut.
Prosesnya merupakan tindakan preventif di mana kondisi usaha sesungguhnya dapat
menjadi jelas sebelum terlambat dan dapat terhindar dari kegagalan yang lebih besar.
Dengan manajemen risiko berarti melakukan sesuatu yang proaktif daripada reaktif.
Dengan demikian melalui manajemen risiko akan diketahui metode yang tepat
untuk menghindari/mengurangi besarnya kerugian yang diderita akibat risiko. Secara
langsung manajemen risiko yang baik dapat menghindari semaksimal mungkin dari
biaya-biaya yang terpaksa harus dikeluarkan akibat terjadinya suatu peristiwa yang
merugikan dan menunjang peningkatan keuntungan usaha.
Secara tak langsung manajemen risiko memberikan sumbangan sebagai berikut.
20 Memberikan pemahaman tentang risiko, efeknya, dan keterkaitannya secara
lebih baik dan pasti sehingga menambah keyakinan dalam pengambilan
keputusan yang dapat meningkatkan kualitas keputusan (Djojosoedarso, 1999).
21 Meminimalkan jumlah kejadian di luar dugaan dan memberikan gambaran
tentang akibat negatifnya sehingga mengurangi ketegangan dan kesalah-
pahaman.
22 Membantu menyediakan sumberdaya dengan baik.
23 Menangkal timbulnya hal-hal dari luar yang dapat mengganggu kelancaran
operasional.
24 Mengurangi fluktuasi laba dan arus kas tahunan atau menstabilkan pendapatan.
25 Menimbulkan kedamaian pikiran dan ketenangan tenaga kerja dalam bekerja.
26 Meningkatkan public-image perusahaan sebagai wujud tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat.
Manajemen risiko pada saat ini merupakan kunci dari keseluruhan manajemen
bisnis (Kerzner, 2001). Tarmudji (2000) menambahkan bahwa obyektif utama
manajemen risiko harus menyokong obyektif perusahaan. Dengan berjalannya usaha
bisnis yang diharapkan mendatangkan keuntungan, maka meminimalkan risiko untuk
mencapai keuntungan yang memuaskan menjadi sasaran bisnis.
Ritchie dan Marshall (1993 ) mengemukakan bahwa:
"Pengalaman menunjukkan bahwa manajer yang efektif adalah manajer yang
menggunakan waktunya untuk berpikir tentang kebutuhan pada saat ini dan
kecenderungan di masa yang akan datang. Namun demikian manajer yang peduli akan
perkembangan yang memungkinkan serta hasil keluarannya (internal atau eksternal),
serta yang lebih proaktif daripada reaktif adalah manajer yang lebih mungkin untuk
sukses."

Ketidakpastian dalam suatu usaha dapat merupakan suatu kesempatan


(opportunity) atau risiko, yang dapat mendatangkan keuntungan atau kerugian. Analisa
risiko dapat membantu untuk risiko spekulatif dengan lebih bijaksana dan efisien dengan
memutuskan apakah risiko tersebut harus dihindari atau dihadapi (Umar, 2001). Lebih
jauh lagi kemampuan dalam mengelola risiko akan bermanfaat dalam persaingan serta
mencegah terjadinya kegagalan dan kehancuran sehingga suatu unit usaha dapat
bertahan hidup (Darmawi, 1990).

2.3.3. Proses dalam Manajemen Risiko


Informasi berdasarkan pengalaman di masa lalu sangat membantu dalam
menganalisa hal-hal tidak pasti yang akan terjadi masa yang akan datang (Ritchie dan
Marshall, 1993). Manajemen risiko memanfaatkan informasi tersebut untuk memusatkan
perhatian pada masa depan apabila terdapat ketidakpastian dan kemudian
mengembangkan rencana yang sesuai untuk mengatasi isu-isu potensial tersebut dari
dampak yang merugikan.
Tahapan dalam manajemen risiko dapat dijelaskan sebagai berikut (Kerzner,
2001).

1. Perencanaan (planning)
Proses pengembangan dan dokumentasi strategi dan metode yang terorganisasi,
komprehensif, dan interaktif, untuk keperluan identifikasi dan penelusuran isu-isu risiko,
pengembangan rencana penanganan risiko, penilaian risiko yang kontinyu untuk
menentukan perubahan risiko, serta mengalokasikan sumberdaya yang memenuhi.

2. Penilaian (assesment)
Terdiri atas proses identifikasi dan analisa area-area dan proses-proses teknis yang
memiliki risiko untuk meningkatkan kemungkinan dalam mencapai sasaran biaya,
kinerja / performance, dan waktu penyelesaian kegiatan.
a. Identifikasi (identifying)
Merupakan proses peninjauan area-area dan proses-proses teknis yang memiliki
risiko potensial, untuk selanjutnya diidentifikasi dan didokumentasi.

b. Analisa (analyzing)
Merupakan proses menggali informasi / deskripsi lebih dalam terhadap risiko
yang telah diidentifikasi, yang terdiri atas:
27 kuantifikasi risiko dalam probabilitas dan konsekuensinya terhadap aspek
biaya, waktu, dan teknis proyek
28 penyebab risiko
29 keterkaitan antar risiko
30 saat terjadinya risiko
31 sensitivitas terhadap waktu

3. Penanganan (handling)
Merupakan prases identifikasi, evaluasi, seleksi, dan implementasi penanganan
terhadap risiko dengan sasaran dan kendala masing-masing program, yang terdiri atas
menahan risiko, menghindari risiko, mencegah risiko, mengontrol risiko, dan
mengalihkan risiko.

4. Pemantauan / monitoring risiko


Merupakan proses penelusuran dan evaluasi yang sistematis dari hasil kerja
proses penanganan risiko yang telah dilakukan dan digunakan sebagai dasar dalam
penyusunan strategi penanganan risiko yang lebih baik di kemudian hari.

2.4. Jenis Risiko

Untuk dapat mengidentifikasi risiko-risiko perlu diketahui jenis- jenis risiko dan
pengelompokannya menurut teori-teori. Berikut ini adalah risiko-risiko dalam bidang
usaha bisnis. Risiko-risiko pada bidang usaha bisnis dapat diterapkan pada kegiatan
proyek konstruksi, karena jasa konstruksi juga merupakan bidang usaha bisnis yang
bertujuan mendapatkan keuntungan.
Secara garis besar berdasarkan sifatnya risiko dikelompokkan menjadi risiko
usaha (business risk) atau yang disebut juga sebagai risiko spekulatif, dan risiko murni.
Risiko spekulatif adalah risiko yang jika diambil dapat memberikan dua kemungkinan
hasil, yaitu kerugian atau keuntungan. Dalam konteks aktivitas proyek, risiko yang
dimaksud adalah risiko murni, yaitu risiko yang secara potensial dapat mendatangkan
kerugian dalam upaya mencapai sasaran kegiatan (Soeharto, 2001).

2.4.1. Risiko-risiko dalam Project of Knowledge (Project Management Institute)


Project Management Institute (PMI) memberikan daftar sejumlah risiko yang ada
pada proyek konstruksi sebagaimana dicantumkan dalam Section E-3, Project of
Knowledge, 28 Maret 1987 (Barrie dan Paulson, 1992). Berikut ini adalah risiko-risiko
yang diidentifikasi menurut PMI.

1. Risiko eksternal tidak dapat diprediksi


32 - Perubahan peraturan perundang-undangan
- Campur tangan pemerintah.
33 Bahaya dari alam (acts of God)
34 – Vandalisme (perusakan)
- Sabotase.
35 Efek samping yang tidak diharapkan
36 Kegagalan penyelesaian pekerjaan

2. Risiko eksternal dapat diprediksi secara tidak pasti


37 - Risiko pasar
- Perubahan-perubahan besar
38 Operasional
39 Dampak lingkungan
40 Dampak sosial
41 - Perubahan nilai tukar mata uang
- Inflasi
- Perpajakan
42 Perubahan suku bunga pinjaman
43 Ketersediaan material mentah

3. Risiko internal non-teknis


44 Keterlambatan dari jadwal
45 Pemberhentian pekerjaan oleh tenaga kerja
46 Cost overruns
47 Rencana manfaat / benefit proyek
48 Kemacetan cash flow / arus kas
49 Kesehatan dan keselamatan kerja (K3)

4. Risiko teknis
50 Perubahan teknologi
51 Masalah sehubungan dengan kinerja operasional dan pemeliharaan
52 Teknologi proyek yang khusus
53 Perubahan dan penyesuaian
54 Perubahan kondisi proyek secara global/makro
55 Masalah sehubungan dengan desain .
5. Risiko legal
a. Lisensi
b. Hak paten
c. Kegagalan kontrak
d. Tuntutan hukum
e. Force Majeure
f. Kinerja subkontraktor.

Risiko eksternal adalah risiko yang berada di luar proyek dan sudah ada sebelum
proyek dicanangkan dan mempengaruhi jalannya proyek (Gray dan Larson, 2000).
Risiko internal adalah risiko yang berada di dalam lingkup proyek dan berasal dari
keputusan yang diambil proyek (Webb, 1994). Risiko internal merupakan ketidakpastian
yang dapat dikontrol oleh manajer proyek (Kerzner, 2001).

2.4.2. Risiko-risiko dalam Konteks Bisnis Umum dan Proyek

Risiko-risiko dalam konteks proyek menurut Kerzner (2001 ) adalah:

1. Risiko yang dapat diasuransikan (insurable)


56 Kerusakan langsung pada peralatan dan pelengkapan
57 Kebakaran
58 Kecelakaan
59 Kerusakan/kehilangan material, peralatan, dan perlengkapan proyek
60 Kerugian tidak langsung (yang menyangkut aktivitas pihak ke tiga)
61 Penggantian peralatan
62 Pembuangan reruntuhan (debris removal)
c. Tanggung jawab hukum
63 Desain produk yang buruk
64 Kesalahan desain
65 Tanggung jawab terhadap produk proyek
66 Kegagalan performance proyek.
d. Sumberdaya manusia Contohnya antara lain:
- Cedera badan pada tenaga kerja
- Tidak berfungsinya tenaga kerja inti
- Biaya penggantian tenaga kerja inti.

67 Risiko-risiko pada tahap konstruksi


- Tenaga kerja yang tidak terampil Ketersediaan material
- Pemogokan
- Cuaca
- Perubalian lingkup pekerjaan
- Perubahan jadwal pelaksanaan proyek
- Persyaratan peraturan perundangan
- Tidak ada sistem kontrol di lokasi proyek
- Kualitas pekerjaan yang buruk
- Tidak diterimanya pekerjaan oleh pemberi kerja
- Perubahan konstruksi yang telah jadi
- Masalah pada arus kas
- Keterlambatan pengiriman material

Soeharto (2001) mengelompokkan risiko berdasarkan potensi sumber risiko


sebagai berikut.
1. Risiko yang berkaitan dengan bidang manajemen
68 Kurang tepatnya perencanaan lingkup pekerjaan, biaya, jadwal, dan mutu
69 Kurang tepatnya pengendalian lingkup pekerjaan, biaya, jadwal, dan mutu
70 Ketepatan penentuan struktur organisasi
71 Ketelitian pemilihan personil
72 Kekaburan kebijakan dan prosedur
73 Koordinasi pelaksanaan
2. Risiko yang berkaitan dengan bidang teknis dan implementasi
74 Ketepatan pekerjaan dan produk desain-engineering
75 Ketepatan pengadaan material dan peralatan (volume, jadwal, harga, dan
kualitas)
76 Ketepatan pekerjaan konstruksi (jadwal dan kualitas)
77 Tersedianya tenaga ahli dan penyelia
78 Tersedianya tenaga kerja lapangan
79 Variasi dalam produktivitas kerja
80 Kondisi lokasi dan site
81 Ditemukannya teknologi baru (peralatan dan metode) dalamproses konstruksi
dan produksi.

82 Risiko yang berkaitan dengan bidang kontrak dan hukum


83 Pasal-pasal yang kurang lengkap, kurang jelas, dan menimbulkan perbedaan
interpretasi
84 Pengaturan pembayaran, change order, dan klaim
85 Masalah jaminan, guarantee, dan warranty
86 Lisesnsi dan hak paten
87 Force majeure
88 Risiko yang berkaitan dengan situasi ekonomi, sosial, dan politik
89 Peraturan perpajakan dan pungutan
90 Perizinan
91 Pelestarian lingkungan
92 Situasi pasar (persediaan dan penawaran material dan peralatan)
93 Ketidakstabilan moneter/devaluasi
94 Aliran kas.

Penelitian yang dilakukan oleh Standish Group pada 1000 Manajer Proyek
memberikan hasil daftar 10 hal-hal potensial yang menyebabkan kegagalan proyek
(Wysocki, Beck, dan Crane, 2000), yaitu:
95 Persyaratan yang tidak lengkap
96 Rendahnya peranan owner
97 Kekurangan sumberdaya
98 Pengharapan yang tidak realistis
99 Rendahnya dukungan pihak eksekutif
100 Perubahan persyaratan dan spesifikasi
101 Kurang matangnya perencanaan
102 Proyek ditiadakan
103 Kurang matangnya manajemen proyek
104 Buta teknologi proyek.

Proyek merupakan salah satu bentuk usaha bisnis. Untuk itu di samping
mempelajari risiko-risiko dalam konteks proyek, perlu dikaji pula risiko-risiko dalam
konteks lainnya. Umar (2001) memberikan pendapatnya mengenai risiko-risiko pada
bidang bisnis dengan pendekatan finansial sebagai berikut.

105 Risiko sumberdaya manusia


106 Stress pada tenaga kerja
107 Kesehatan tenaga kerja yang buruk
108 Ketidakpuasan pekerja yang menyebabkan pemogokan
109 Suksesi
110 Kepindahan pekerja inti/senior yang potensial
111 Bocornya rahasia perusahaan
112 Perselisihan pekerja
113 Risiko kesehatan dan keselamatan kerja
- Mesin-mesin berbahaya
- Suara bising
- Getaran
- Bahaya akibat listrik
- Bahan yang membahayakan kesehatan
- Luka-luka fisik dan stress
- Terpeleset, terjatuh, tersandung
- Tertimpa barang akibat pengangkatan dan penangan barang yang buruk
- Radiasi
- Terbakar
- Luka-luka akibat kendaraan
- Mesin bertekanan tinggi
c. Risiko kejahatan
114 Pencurian barang-barang di gudang
115 Pencurian data dan informasi
116 Intelijen industri
117 Perampokan
118 Perusakan dan penghancuran
d. Risiko kecurangan
119 Pemalsuan data
120 Menjual informasi
121 Pengesahan faktur-faktur palsu
e. Risiko lingkungan
122 Polusi lingkungan (polusi udara, limbah cair, limbah padat, bahan
beracun, kerusakan alam, lahan yang terkontaminasi
123 Munculnya biaya pencegahan akibat polusi (penghijauan)
f. Risiko kebakaran
g. Risiko kerusakan komputer
h. Risiko pemasaran
i. Risiko kualitas dan daya saing produk.

Menurut Djojosoedarso (1999) risiko dalam suatu bisnis adalah sebagai berikut :
124 Risiko murni yaitu risiko yang tidak disengaja
125 Risiko terjadinya kebakaran
126 Risiko bencana alam
127 Risiko pencurian
128 Risiko penggelapan
129 Risiko pengacauan
130 Risiko spekulatif yaitu risiko yang disengaja agar memberikan keuntungan
131 Risiko hutang-piutang
132 Perjudian
133 Perdagangan berjangka
134 Risiko fundamental, yaitu risiko yang penyebabnya tidak dapat dilimpahkan
kepada seseorang dan yang menderita banyak orang.
135 Banjir
136 Angin topan
137 Risiko khusus, yaitu risiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri :
138 Kapal kandas
139 Pesawat jatuh
140 Tabrakan mobil
141 Risiko dinamis, yaitu risiko karena perkembangan masyarakat :
142 Risiko keusangan teknologi
143 Risiko penerbangan luar angkasa
144 Risiko statis
145 Risiko hari tua
146 Risiko kematian

2.4.3 . Risiko-risiko dalam Asuransi Contructor's All Risk (CAR)

Asuransi CAR berfungsi untuk memberikan perlindungan komprehensif atas


proyek konstruksi terhadap risiko kerusakan pada fisik dan material yang diasuransikan
serta kerugian yang menimpa pihak ke tiga. Dalam prakteknya standar Asuransi CAR
yang digunakan adalah Standar CAR Munich Re yang berasal dari Jerman. Obyek dan
subyek pertanggungan dalam Asuransi CAR adalah (Munich Re Standart, 1988):

A. Obyek pertanggungan:
147 Proyek teknik sipil (bangunan transportasi, bangunan air, bangunan gedung)
148 Proyek dengan harga kontrak pekerjaan sipil lebih dari 50% dari harga
kontrak total
149 Peralatan dan mesin yang digunakan untuk pelaksanaan proyek .

B. Subyek pertanggungan:
150 Kontraktor utama
151 Subkontraktor
152 Pemilik proyek (owner).

Risiko-risiko yang termasuk dalam jaminan pokok Asuransi CAR sebagaimana


disebutkan dalam underwriting Asuransi CAR Munich Re Standart, adalah sebagai
berikut (Munich Re Standart, 1988):
153 Disambar petir
154 Tsunami
155 Angin ribut
156 Tanah longsor
157 Keruntuhan struktur (collapse),
158 Kecelakaan kerja terhadap fisik proyek,
159 Akibat dari defective material (workmanship),
160 Kebakaran,
161 Ledakan,
162 Kejatuhan pesawat terbang,
163 Pencurian dan perampokan.

Risiko-risiko yang termasuk dalam jaminan tambahan adalah:


164 Gempa bumi
165 Banjir
166 Letusan gunung berapi
167 Erosi
168 Penurunan muka air tanah
169 Penurunan, penyusutan, pengembangan tanah
170 Pemogokan dan kerusuhan
171 Cross liability (kerugian yang menimpa subkontraktor lain)
172 Risiko selama masa pemeliharaan
173 Risiko pada saat pengetesan komponen mekanikal dan elektrikal
174 Risiko bagian kontrak kerja yang telah diserahterimakan
175 Vibrasi, bergerak, atau melemahnya daya dukung tanah
176 Transportasi properti yang dipertanggungkan
177 Risiko terhadap propperti yang menjadi milik tertanggung atau berada di bawah
tanggungannya
178 Kerusakan tanaman, hutan, benda seni, dan budaya
179 Kerugian pihak ketiga (cacat/meininggal dan kerugian materi) akibat kecelakaan
kerja
180 Biaya tambahan untuk kerja lembur dan pengangkutan cepat (express freight)
181 Kerusakan pada sistem dewatering
182 Serial losses akibat defective material atau workmanship
183 Kegagalan pengecoran pada daerah batuan dan/atau tanah lunak
184 Kerusakan pada pipa/jaringan bawah tanah yang sudah ada
185 Kerusakan peralatan/mesin konstruksi dan elektrikal
186 Keretakan dan kebocoran
187 Kerugian terhadap kesalahan desain item pada pekerjaan lain yang tidak
mengalami kesalahan desain.

2.5 Identifikasi Risiko

2.5.1. Fungsi Identifikasi Risiko


Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya tahapan dalam manajemen
risiko adalah (Kerzner, 2001) perencanaan, penilaian (identifikasi dan analisa),
penanganan, serta pengawasan. Rancangan manajemen risiko proyek secara formal
adalah dilakukan sebelum proyek dijalankan (Gray dan Larson, 2000). Penilaian risiko
merupakan tahapan awal dalam program manajemen risiko serta merupakan tahapan
paling penting karena mempengaruhi keseluruhan program dalam manajemen risiko.
Identifikasi risiko berfungsi untuk mendapatkan area-area dan proses-proses teknis yang
memiliki risiko yang potensial untuk selanjutnya dianalisa.

2.5.2 Proses Identifikasi Risiko


Secara garis besar tahapan identifikasi risiko adalah merinci risiko-risiko yang ada
sampai level yang detail dan kemudian menentukan signifikansinya (potensinya) dan
penyebabnya, melalui program survei dan penyelidikan terhadap masalah-masalah yang
ada. Risiko-risiko yang telah dirinci ini kemudian digolongkan dalam kategori-kategori.
Proses identifikasi risiko melibatkan banyak disiplin dalam setiap level manajemen
proyek (Gray dan Larson, 2000).
Pada dasarnya identifikasi risiko diawali dengan menyusun daftar kejadian--
kejadian tidak diharapkan di proyek yang mungkin menyebabkan kegagalan dalam
mencapai sasaran proyek. Sumbernya adalah sebagai berikut (Kerzner, 2001).

A. Sumber yang obyektif


Yaitu kejadian pada proyek-proyek sebelumnya yang tercatat dalam rekord-rekord
proyek. Dapat juga dilakukan melalui analisa terhadap kontrak-kontrak yang telah
dibuat (Djojosoedarso, 1999).

B. Sumber yang subyektif


Yaitu pengalaman para pakar terkait yang dapat diperoleh melalui wawancara.
Ketepatan identifikasi didukung oleh keterampilan pihak yang melakukan identifikasi
dalam menentukannya atau memberikan judgement. Cara ini dapat ditempuh melalui
Panel Group atau pendataan pengalaman pribadi.

Gray dan Larson (2000) menambahkan bahwa:


"Penyusunan identifikasi risiko dapat berasal dari "opini para pakar" ("expert
opinion") atau dari estimasi berdasarkan "perasaan" ("gut feeling") para pakar
berdasarkan pengalamannya. Untuk membantu proses ini dan meyakinkan bahwa sudah
seluruh aspek tercakup dalam daftar tersebut maka dapat digunakan daftar isian, daftar
pertanyaan / kuesioner atau cheklist."

Cara ini dapat ditempuh melalui (Cooper dan Chapman, 1993):

a. Panel group
Sejumlah praktisi dan spesialis dalam proyek dikumpulkan dalam suatu diskusi panel
untuk mengadakan brainstorming. Setiap panelis mendaftar seluruh risikorisiko yang
secara teoritis dapat muncul. Setelah itu seluruh anggota panel-group memutuskan
bersama risiko-risiko yang termasuk dalam risiko yang diidentifikasi.
b. Pengalaman individual
Individu yang bersangkutan diminta untuk mendaftar seluruh risiko yang relevan
dalam lingkup keahlian mereka.
c. Inspeksi langsung di tempat terjadinya aktivitas perusahaan (Djojosoedarso; 1999).

2.5.3 Pengukuran potensi risiko

Risiko proyek ditandai oleh faktor-faktor (Soeharto, 2001):


l. Peristiwa risiko (menunjukkan dampak negatif yang dapat terjadi pada proyek)
2. Probabilitas terjadinya peristiwa (atau frekuensi)
3. Kedalaman (severity) dampak negatif/impact/konsekuensi negatif dari risiko yang
akan terjadi

Risiko diformulasikan sebagai fungsi dari kemungkinan terjadi (likelihood) dan


dampak negatif (impact). Atau Risk = f (Likelihood, Impact) (Kerzner, 2001). Risiko
yang potensial adalah risiko yang perlu diperhatikan karena memiliki probabilitas terjadi
yang tinggi dan memiliki konsekuensi negatif yang besar dan terjadinya risiko ditandai
dengan adanya error pada estimasi waktu, estimasi biaya, atau teknologi desain (Gray
dan Larson, 2000).

2.6. Manajemen Proyek

2.6.1. Proyek
Proyek adalah suatu kegiatan (sekuen) yang unik, kompleks, dan seluruh aktivitas
di dalamnya memiliki satu tujuan, yang harus diselesaikan tepat waktu, tepat sesuai
anggaran, dan sesuai dengan spesifikasi (Wysocki, Beck, dan Crane, 2000). Berdasarkan
pengertian tersebut dapat didefinisikan karakteristik utama proyek adalah sebagai
berikut:
188 Memiliki satu sasaran yang jelas dan telah ditentukan yang menghasilkan
lingkup (scope) tertentu berupa produk akhir.
189 Bersifat sementara dengan titik awal dan akhir yang jelas (sekuen)
190 Biasanya terdiri atas aktivitas yang kompleks dan saling terkait.
191 Di dalamnya terdapat suatu tim yang memiliki banyak disiplin ilmu serta
terdiri atas banyak departemen.
192 Mengerjakan sesuatu yang belum pernah dikerjakan sebelumnya (sekali
lewat) atau memiliki sifat yang berubah / non-rutin (unik)
193 Jenis dan intensitas kegiatan sepat berubah dalam kurun waktu yang relatif
pendek
194 Peserta memiliki multisasaran yang seringkali berbeda
195 Terdapat jangka waktu, biaya, dan persyaratan performance atau mutu yang
pasti
196 Memiliki kadar risiko tinggi.

Kegiatan proyek berbeda dengan kegiatan operasional. Perbedaan-perbedaan


tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Kegiatan Proyek dengan Kegiatan Operasional

Kegiatan Proyek Kegiatan Operasional


Bercorak dinamis, non-rutin Berulang-ulang, rutin
Siklus relatif pendek Berlangsung dalam jangka panjang
Intensitas kegiatan dalam periode siklus
Intensitas kegiatan relatif sama
proyek berubah-ubah naik-turun

Kegiatan harus diselesaikan berdasarkan


Batasan anggaran dan jadwal tidak
jadwal dan anggaran yang telah
Setajam proyek
ditentukan
Terdiri atas bermacam-macam kegiatan
Macam kegiatan tidak terlalu banyak
yang memerlukan berbagai disiplin ilmu
Keperluan sumberdaya berubah, baik Macam dan volume keperluan
macam maupun volumenya sumberdaya relatif konstan
Sumber: Soeharto. 2001

Di antara berbagai jenis kegiatan proyek salah satu di antaranya adalah kegiatan
proyek konstruksi. Barrie dan Paulson (1992) memberikan deskripsi mengenai proyek
konstruksi sebagai berikut.
"Proyek konstruksi adalah proses di mana rencana / desain dan spesifikasi
dikonversikan menjadi struktur dan fasilitas fisik. Proses konstruksi melibatkan
organisasi dan koordinasi seluruh sumberdaya proyek (tenaga kerja, peralatan
konstruksi, material permanen dan sementara, suplai dan fasilitas, uang, teknologi dan
metode, waktu) untuk menyelesaikan proyek tepat waktu, tepat sesuai anggaran, serta
sesuai dengan standar kualitas dan kinerja yang dispesifikasikan oleh perencana.
Pemegang peranan utama pada proses konstruksi adalah kontraktor dan sub-kontraktor
beserta tenaga kerjanya. Pihak lain yang terlibat antara lain arsitek/engineer sebagai
penyelia/supervisor, pemasok/supplier material dan peralatan, konsultan, pemilik
proyek, serta penyedia jasa pengangkutan."

Siklus kegiatan proyek konstruksi pada sistem usaha jasa konstruksi yang umum
berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut (Manual Mutu, Persero PT. Brantas
Abipraya, 1998).
197 Penerimaan Letter of Award atau Letter of Acceptance sebagai
pemberitahuan resmi bahwa owner telah menunjukan kontraktor yang
bersangkutan untuk mengerjakan suatu proyek
198 Rapat Pre Award Meeting 1 untuk pengarahan sebelum SPK / SPMK
diterima
199 Penandatanganan Surat Perintah Kerja (SPK) / Surat Perintah Mulai Kerja
(SPMK) oleh kedua pihak
200 Rapat Kick-off Meeting (lingkup perusahaan) untuk menyusun rencana
implementasi proyek
201 Rapat Pre Award Meeting 2 (lingkup owner dan kontraktor) untuk
presentasi rencana implementasi proyek pada owner
202 Penandatanganan kontrak oleh kedua pihak
203 Menyiapkan rencana pengendalian biaya dan waktu proyek (lingkup
proyek)
204 Melakukan kegiatan fisik
205 Serah terima pekerjaan pertama (Provisional Hand Over/PHO)
206 Perbaikan fisik (jika diperlukan)
207 Serah terima pekerjaan kedua (Final Hand Over/FHO).

2.6.2. Manajemen Proyek

Menurut Project Management Body of Knowledge (PM-BOK), Project


Management Institute (PMI) manajemen proyek didefinisikan sebagai berikut (Soeharto,
2001).
"Ilmu dan seni yang berkaitan dengan memimpin dan mengoordinir sumberdaya
yang terdiri atas manusia dan material dengan menggunakan teknik pengelolaan modern
untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan, yaitu lingkup, mutu, jadwal, dan biaya,
serta memenuhi keinginan para stakeholder."

2.6.3 Sasaran Proyek


Tiap proyek memiliki tujuan khusus di mana dalam mencapainya ada batasan
yang harus dipenuhi, yaitu anggaran proyek yang dialokasikan, jadwal pelaksanaan
proyek, serta mutu yang harus dipenuhi. Ketiga hal tersebut sering diasosiasikan sebagai
sasaran proyek sebagai Biaya, Waktu, dan Mutu (Soeharto, 2001). Manajemen proyek
dikatakan baik jika sasaran tersebut tercapai (Kerzner, 2001).

Berikut ini dijelaskan satu demi satu.


a. Tepat biaya
Proyek harus dikerjakan dengan biaya yang tidak melebihi anggaran, baik biaya
tiap item pekerjaan, biaya tiap periode pelaksanaan, maupun biaya total sampai akhir
proyek.

b. Tepat waktu
Proyek harus dikerjakan dengan waktu sesuai dengan jadwal pelaksanaan proyek /
schedule yang telah direncanakan yang ditunjukkan dalam bentuk work
progress/prestasi pekerjaan. Waktu pelaksanaan proyek tidak boleh terlambat baik per
periode pelaksanaan, maupun waktu serah terima proyek.

c. Tepat mutu
Produk proyek konstruksi yang dikerjakan perusahaan jasa konstruksi adalah
proyek secara keseluruhan termasuk sistem/proses dan bagian-bagian fisiknya. Mutu
produk, atau bisa disebut sebagai kinerjalperformunce, harus memenuhi spesifikasi dan
kriteria dalam taraf yang disyaratkan oleh pemilik proyek/owner.

2.6.4 Manajemen Risiko Proyek

Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya proyek adalah sesuatu


yang berubah, selalu merupakan hal yang baru, dan memiliki sejumlah peluang (Webb,
1994). Dengan karakteristik proyek yang unik seperti itu maka proyek selalu dekat
dengan risiko, sebagaimana yang dikemukakan Gray dan Larson (2000). Pendapat
serupa dikemukakan oleh Barrie dan Paulson (1992) yang menjelaskan bahwa pekerjaan
konstruksi sebagai salah satu bentuk proyek adalah kegiatan yang berisiko besar.
Bagian-bagian pada operasional proyek yang memiliki risiko tinggi menunjukkan
bahwa bagian tersebut kurang ditangani dengan baik karena kurangnya kapabilitas
sumberdaya, baik dari manajer proyeknya maupun organisasi proyek. Disamping itu,
juga dapat disebabkan oleh tingginya tingkat kesulitan aspek teknis proyek yang disusun
pada tahap desain atau pengembangan.
Dalam konteks proyek, konsekuensi negatif risiko proyek didefinisikan sebagai
“tidak tercapainya sasaran proyek”, yaitu:
208 Realisasi biaya proyek yang tidak sesuai dengan estimasi
209 Realisasi waktu pelaksanaan proyek yang tidak sesuai dengan estimasi
jadwal / schedule
210 Realisasi mutu pekerjaan yang tidak memenuhi spesifikasi teknis.

“Manajemen risiko” merupakan alat yang sangat bermanfaat bagi manajemen


proyek dalam mendukung pengendalian proyek untuk menghindari keadaan yang dapat
mengarah ke cost over-runs, keterlambatan pencapaian jadwal, atau tidak dapat
memenuhi kinerja yang ditentukan (Soeharto, 2001). Webb (1994) menyatakan bahwa
meminimalkan risiko untuk memperoleh pendapatan merupakan salah satu tujuan
proyek. Manajemen risiko pada proyek dapat memberikan kontrol lebih baik untuk masa
yang akan datang dan secara signifikan memberikan peluang pencapaian sasaran proyek
(waktu, anggaran, dan performance teknis) dengan lebih baik (Gray dan Larson, 2000).
Manajemen risiko yang baik adalah yang proaktif, bukan reaktif, sehingga
rencana pengelolaan terhadap risiko harus dilakukan sesegera mungkin di awal proyek.
Teknik-teknik dalam manajemen risiko mendukung manajemen proyek secara
keseluruhan dan membantu teknik pengambilan keputusan dalam proyek. Manajemen
risiko berkaitan dengan proses-proses kunci dalam proyek, termasuk di dalamnya
manajemen proyek secara keseluruhan, system engineering, biaya proyek, lingkup
pekerjaan, mutu pekerjaan, dan jadwal pelaksanaan proyek (Kerzner, 2001). Dalam
manajemen proyek yang baik manajemen risiko merupakan bagian dari manajemen
proyek. Untuk itu PMI dalam PM-BOK menyertakan Komponen Pengendalian Risiko
sebagai salah satu dari delapan komponen Knowledge Area of Project Management.

2.7. Manajemen Pemasaran


Pemasaran dapat dikatakan sebagai aktifitas utama dalam perusahaan karena
pemasaran merupakan ujung tombak perusahaan dalam aktiftas bisnis yang
dijalankannya. Meskipun keberhasilan suatu bisnis tergantung pada bagaimana
manajemen perusahaan dapat mengkombinasikan berbagai fungsi yang ada beserta
sumber dayanya, namun untuk memenuhi tuntutan dalam persaingan yang strategis
maka semua fungsi yang ada dalam suatu organisasi bisnis harus berorientasi pada
pemasaran. Swastha dan Irawan (1997) dengan mengutip pendapat Stanton menyatakan
bahwa : "Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang
ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan
mendistribusikan barang dan jasa yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan baik
pembeli yang ada maupun pembeli potensial".
Pride dan Ferrell (1995) berpendapat bahwa : "Pemasaran adalah proses
perencanaan dan pelaksanaan rancangan, penetapan harga, promosi, clan distribusi
gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-
sasaran individu dan organisasi".
Dan kedua pendapat ini dapat diambil garis besar bahwa pemasaran mencakup
berbagai kegiatan terpadu dari suatu aktifitas bisnis guna mengembangkan rencana
rencana strategis yang terdiri dari kegiatan kegiatan utarna merencanakan produk
menentukan harga, mempromosikan produk, dan mendistribusikan produk dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga diperoleh hasil
yang maksimal berupa peningkatan penjualan yang merupakan pusat dari pada laba.
Menurut Kotler (1993), pemasaran ialah suatu proses sosial dan manajerial
dengan mana individu-individu atau kelompok-kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran produk-produk
yang bernilai.
Sedangkan McCarthy dan Perreault (1993) dalam buku yang berjudul “Intisari
Pemasaran” menyatakan bahwa : "Pemasaran” merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh organisasi dan juga merupakan proses sosial. Dengan kata lain,
pemasaran ada pada tingkat mikro maupun makro. Pemasaran mikro adalah kegiatan
yang berusaha mencapai sasaran organisasi dengan mengantisipasi kebutuhan pelanggan
atau klien dan mengarahkan arus barang dan jasa pemuas kebutuhan dari produsen ke
pelanggan atau klien. Sedangkan pemasaran makro adalah proses sosial yang
mengarahkan arus barang dan jasa dalam suatu perekonomian dari produsen ke
konsumen dengan cara yang secara efektif menyesuaikan penawaran dan permintaan
dan mencapai tujuan masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan secara lebih jelas bahwa pemasaran
merupakan proses yang lebih luas yakni tidak hanya terdapat hubungan dua arah antara
produsen dan konsumen saja, tetapi lebih dari itu dalam proses pemasaran terdapat
hubungan antara produsen-konsumen dan sosial dimana “sosial” menyangkut
lingkungan eksternal perusahaan terutama masyarakat. Oleh karena itu fokus dalam
pemasaran bukan hanya sekedar pelanggan tetapi bagaimana cara melakukan bisnis
dengan tujuan akhir tidak saja laba bagi perusahaan dan penciptaan nilai bagi pelanggan,
tetapi lebih dari itu terdapat tujuan akhir yang berupa hubungan yang saling
menguntungkan antara semua pihak yang terkait dalam bisnis tersebut melalui bauran
pemasaran yang terpadu.
2.8. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan paparan di atas maka dapat disusun kerangka pemikiran yang akan
dijadikan acuan dalam penelitian, sebagaimana digambarkan pada Gambar 2.1. Secara
garis besar kerangka pemikiran dapat diuraikan sebagai berikut. “Proyek” adalah
kegiatan yang melibatkan sumberdaya berupa tenaga kerja, peralatan konstruksi,
material, uang, dan metode. “Proyek” berada pada lingkungan eksternal yang
komponen-komponennya mempengaruhi keberlangsungan proyek, yaitu alam, kebijakan
pemerintah, faktor sosial, faktor ekonomi, dan suplai material/peralatan. Proses yang
terjadi adalah menggunakan sumberdaya yang ada untuk mewujudkan produk proyek
dalam kondisi lingkungan eksternal tersebut (1). Sasaran proyek adalah diselesaikannya
konstruksi fisik bangunan air dengan tepat biaya, tepat waktu, dan tepat mutu (2). Pada
proses tersebut dapat terjadi hal-hal yang tidak diharapkan yang bersumber dari kedua
komponen tersebut, atau disebut sebagai “risiko” (3). Jika risiko-risiko tersebut terjadi
maka proyek tidak dapat mewujudkan sasarannya yaitu tepat biaya atau tepat waktu atau
tepat mutu dengan magnitude tertentu (4). “Risiko” yang potensial adalah risiko yang
memiliki frekuensi terjadi yang tinggi dan memiliki pengaruh besar bagi pencapaian
sasaran proyek (5). Sasaran proyek mempengaruhi sasaran perusahaan secara umum,
dan (6) berbagai sasaran perusahaan akan berdampak pada perencanaan strategi
pemasaran yang paling tepat untuk diterapkan oleh perusahaan.
Bisnis perusahaan jasa konstruksi

KETIDAK-PASTIAN
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian.


Penelitian ini termasuk tipe penelitian eksplanatori atau penjelasan. Tujuan utama
penelitian eksplanatori atau disebut juga penelitian kausal adalah mengidentifikasikan
hubungan sebab-akibat antara berbagai variabel. Studi eksplanatori meninjau apakah
semua variabel bebas berpengaruh sama besarnya terhadap variabel terikat, ataukah ada
variabel bebas yang paling dominan berpengaruh terhadap variabel terikat.

3.2. Lokasi Penelitian


Penelitian dilakukan pada perusahaan-perusahaan jasa konstruksi dengan
kualifikasi kecil di Jawa Timur. Dasar pertimbangan pemilihan lokasi penelitian ini
adalah karena di Jawa Timur terdapat banyak perusahaan jasa konstruksi dengan
Klasifikasi golongan kecil.

3.3. Unit Analisa


Unit analisis dalam penelitian ini adalah perusahaan jasa konstruksi dan proyek-
proyek yang dikerjakan selama lima tahun terakhir.

3.4. Definisi Operasional, Konsep, dan Variabel Penelitian

“Konsep” menggambarkan suatu fenomena secara abstrak yang dibentuk dengan


jalan membuat generalisasi terhadap sesuatu yang khas. Dalam penelitian “konsep”
harus didefinisikan dahulu untuk selanjutnya dijabarkan menjadi variabel-variabel.
Fenomena yang diteliti dalam studi ditetapkan sebagai variabel penelitian. Variabel
penelitian adalah sesuatu hal berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik
kesimpulannya. Konsep dan item rancangan variabel penelitian didapat dari kajian
teoritis dan empiris.
“Konsep” dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagaiberikut.

A. Risiko
Secara konseptual risiko merupakan suatu kondisi tidak pasti dengan peluang
kejadian tertentu yang jika terjadi akan menimbulkan konsekuensi tidak
menguntungkan. Berdasarkan sumbernya secara garis besar risiko dikelompokkan
menjadi (Project Management Institutes, 1987):
1. Risiko eksternal tidak dapat diprediksi
Yaitu risiko yang berasal dari luar proyek dan tidak dapat dikendalikan oleh proyek
serta tidak dapat diprediksikan terjadi atau tidak terjadinya.
2. Risiko eksternal dapat diprediksi
Yaitu risiko yang berasal dari luar proyek dan tidak dapat dikendalikan oleh
manajemen proyek namun dapat diprediksikan terjadi atau tidak terjadinya
berdasarkan gejala-gejala yang ada sebelumnya.
3. Risiko internal non-teknis
Yaitu risiko yang berasal dari dalam lingkup proyek akibat keputusan-keputusan
yang diambil manajemen proyek dan menyangkut semua hal di luar proses kegiatan
fisik proyek.
4. Risiko internal teknis
Yaitu risiko yang berasal dari dalam lingkup proyek akibat keputusan-keputusan
yang diambil manajemen proyek dan menyangkut semua hal yang berhubungan
dengan proses kegiatan fisik.
5. Risiko legal
Risiko legal adalah risiko yang berhubungan dengan aspek hukum dalam proyek.

Variabel-variabel yang ditemukan dalam risiko ditetapkan sebagai variabel bebas /


independen (X1, X2, X3,...dst), pengertiannya adalah variabel yang menjadi sebab
perubahannya / timbulnya variabel terikat. Sumber-sumber risiko dan item-item risiko
diambil dari risiko yang diidentifikasi menurut PMI, Jaminan Pokok dan Jaminan
Tambahan CAR, dan dari literatur-literatur yang disarikan yang berlaku untuk proyek
konstruksi pada umumnya. Daftar tersebut ditambah dengan hasil pengalaman peneliti.

B. Sasaran proyek
Secara konseptual sasaran proyek merupakan kondisi yang ingin dicapai proyek
di akhir masa pelaksanaan proyek dan dijadikan acuan selama proses pelaksanaan
proyek. Dalam operasional dimensi sasaran proyek adalah pencapaian sasaran proyek.
Indikator tercapainya sasaran proyek adalah diselesaikannya proyek dengan tepat biaya.
tepat waktu, dan tepat mutu.
Secara lebih ringkas konsep, rancangan variabel, dan item penelitian disajikan
pada Tabel 3.

3.5 Data dalam Penelitian


Pengertian data adalah fakta dan angka yang secara relatif tidak berarti bagi
pemakai. Data dapat berubah menjadi informasi yang berarti apabila diproses.

A. Data primer
Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama. Data primer yang
dikumpulkan dapat berupa persepsi mengenai penting atau tidaknya risiko-risiko pada
pelaksanaan kegiatan konstruksi sebagai variabel penelitian. Teknik pengumpulan data
dengan cara observasi langsung atau menggunakan penyebaran angket, yaitu cara
pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada
responden (nara sumber). Disamping itu untuk lebih memperdalam kajian dapat
digunakan pula teknik wawancara dengan nara sumber atau key-perseon. Respondennya
adalah pimpinan perusahaan, manajer pemasaran, dan manajer proyek/ operasi.
B. Data sekunder
Data sekunder adalah data berbentuk naskah tertulis atau dokumen yang telah
diolah lebih lanjut clan disajikan oleh pihak-pihak tertentu. Data sekunder dalam
penelitian dapat diperoleh dari data-data yang tersedia di perusahaan-perusahaan jasa
konstruksi, asosiasi yang mewadahi, data di lingkungan lembaga pemerintahan, serta
sumber lain yang relevan.

1.6 Pengukuran Variabel Penelitian

3.6.1. Variabel Bebas


Untuk pengukuran persepsi responden mengenai penting atau tidaknya risiko--
risiko sebagai variabel penelitian digunakan Skala Likert. Data ini merupakan data
kualitatif yang dikuantitatifkan sehingga berbentuk skala interval. Skor yang digunakan
adalah 1 sampai 5 dengan penjelasan sebagai berikut.
Sangat penting : Skor 5
Penting : Skor 4
Cukup : Skor 3
Tidak penting : Skor 2
Sangat tidak penting : Skor 1

Untuk mengukur frekuensi terjadi atau taraf keburukan item-item risiko


digunakan Skala interval. Pengukuran item risiko yang dapat diukur frekuensi terjadinya
semisal risiko banjir adalah sebagai berikut.
- Tidak pernah terjadi/terjadi 0 kali : Skor 1
- Pernah terjadi/terjadi 1 kali : Skor 2
- Sering terjadi/terjadi lebih dari 1 kali : Skor 3

Untuk beberapa item risiko lain yang tidak dapat diukur frekuensinya semisal
risiko iklim politik negara yang buruk, yang diukur adalah taraf keburukannya yaitu:
- Tidak terjadi : Skor 1
- Terjadi dengan kondisi buruk : Skor 2
- Terjadi dengan kondisi sangat buruk: Skor 3

3.6.2. Variabel Terikat


Data untuk variabel sasaran proyek (variabel terikat Y) merupakan data kuantitatif
dengan skala rasio. Karena satuan yang digunakan tidak sama maka data ini perlu
dikonversikan menjadi data interval. Digunakan data interval dengan skala 1 sampai 5.
Metode konversi skala ditunjukkan dengan contoh untuk data deviasi
biaya/kontribusi berikut.
Data tertinggi = 4%
Data terendah = -1%
Jangkauan data = 4% - (-1 %) = 5%

Jumlah kelas = 5 (ditentukan)


Interval = 5% / 5 = 1%
Skala = 1 (positif besar) 4% s/d 4% - 1% = 4% s/d 3%
= 2 (positif) 3% s/d 3% - 1% = 3% s/d 2%
3 (sesuai rencana) 2% s/d 2% - 1% = 2% s/d 1 %
4 (negatif) 1% s/d 1% - 1% = 1 % s/d 0%
5 (negatif besar) 0% s/d 0% - (-1%) = 0% s/d -1%

1.7 Instrumen Pengumpulan Data (Kuesioner)

Alat untuk mendapatkan data disebut instrumen. Instrumen yang digunakan


adalah kuesioner adalah gabungan dari bentuk checklist dan pilihan ganda. Berikut ini
dijelaskan proses penyusunan kuesioner agar dapat menjadi alat ukur yang akurat.

3.7.1. Konstruksi Kuesioner


Langkah-langkah penyusunan instrumen dapat diawali dengan penjabaran
menjadi variabel, indikator, dan komponen-komponennya. Komponen terendah
penjabaran variabel dijadikan sebagai butir-butir pertanyaan. Seluruh butir pertanyaan
yang telah selesai disusun ditempatkan dalam lembaran instrumen kuesioner. Butir-butir
dalam kuesioner berisi item-item risiko dan sasaran proyek/ kegiatan sesuai dengan hasil
pendefinisian variabel. Bagian kanan berisi kolom check-list.
Kuesioner harus mudah dimengerti atau dipahami responden, tidak menimbulkan
persepsi bias, dan mudah pengisiannya. Kuesioner disertai penjelasan agar memudahkan
responden dalam mengisinya. Kuesioner dibuat dengan susunan yang teratur, tulisan
yang jelas, dan dicetak dalam bentuk yang bagus.
Tabel 3. Definisi Konsep dan Variabel

Variabel bebas

Konsep Variabel Indikator

Resiko Ekternal tidak dapat Perubahan kebijakanlperaturan pemerintah


diprediksi
Pergolakan sosial dan politik
Acts of God dan natural hazard
Kondisi perekonomian negara yg kurang baik
Masalah dalam penyediaan sumberdaya
(material; tenaga kerja; alat)
Kondisi owner yang kurang mendukung
Kondisi perusahan /cabang yang kurang baik
Retribusi di luar dugaan
Kondisi keuangan proyek yang buruk
Kondisi waktu pelaksanaan proyek yang buruk
K3
Kondisi SDM proyek yang kurang baik
Kecurangan; kelalaian; ketidakjujuran
Risiko akibat pihak ke tiga
Kerusakan alat; properti; fisik proyek
Internal teknis Tidak dipenuhinya spesifikasi teknis
Hal-hal teknis proyek yang mengalami
perubahan dari owner
Masalah teknologi/metode konstruksi
Masalah kondisi fisik aktual yang ditemui di
lapangan
Masalah kontrak dan pasal-pasalnya
Tuntutan hukum
Perizinan dan pembebasan lahan

VARIABEL TERIKAT

Dimensi / Variabel (Y) Indikator Item


Konsep

Tepat biaya Deviasi biaya proyek

Tepat waktu Deviasi durasi proyek

Tepat mutu Jumlah item Non-conformity


Product (NC-Product)
3.7.2 Validitas dan Reliabilitas

Tujuan pembuatan kuesioner adalah mendapatkan informasi yang relevan dengan


tujuan survei dan tingkat keandalan (reliability) serta keabsahan atau validitas validity
setinggi mungkin. Validitas berkaitan dengan pengertian apakah instrumen yang
digunakan untuk mengukur “sesuatu” dapat mengukur secara tepat “sesuatu” yang
diukur (Nurgiyantoro, Gunawan, dan Marzuki, 2000). Uji Validitas Sejalan akan
menguji apakah item-item pertanyaan dalam kuesioner telah mencerminkan apa yang
diteliti atau mampu mengukur variabel dalam penelitian, uji ini dilakukan dengan
Teknik Korelasi Product Moment (r). Kriteria pengujian yang digunakan adalah:
211 Valid jika r  r-kritis (a: 1% / 5%)
212 Tidak valid jika jika r < r-kritis (a: 1% / 5%)

Reliabilitas berkaitan dengan pengertian apakah instrumen yang dimaksudkan


untuk mengukur “sesuatu” itu dapat mengukur “sesuatu” yang akan diukur tersebut
secara konsisten dari waktu ke waktu. Teknik Uji Reliabilitas yang dapat digunakan
adalah teknik Konsistensi Internal dengan Metode Stabilitas Alpha Cronbach,
menggunakan coefisien reliabilitas r (Nurgiyantoro, Gunawan, dan Marzuki, 2000).
Kriteria pengujian yang digunakan adalah:
- Reliabel jika r > 0,6
- Tidak Reliabel jika r < 0,6

3.8. Pengolahan Data.


Pengolahan data untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam
penelitian sebagaimana yang dijelaskan dalam rumusan masalah dapat dijelaskan
sebagai berikut.

3.8.1. Analisa Deskriptif


Analisa ini berguna untuk mendapatkan informasi yang bersifat deskriptif
nengenai variabel-variabel penelitian. Statistik deskriptif dimaksudkan untuk
menganalisa data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat suatu
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Sehingga jenis analisis ini
bersifat mendukung analisis data selanjutnya. Deskripsi disajikan dengan distribusi
frekuensi data dan hasilnya ditabulasikan dalam tabel frekuensi.

3.8.2 Analisa Faktor


Variabel-variabel risiko yang telah diinventarisasi sebelumnya diuji sebagai
faktor-faktor yang signifikan merupakan risiko-risiko baik pada bidang usaha jasa
konstruksi secara umum maupun pada proyek yang dikerjakan secara khusus. Analisa ini
menggunakan data yang telah dikumpulkan melalui kuesioner mengenai penting atau
tidaknya risiko-risiko tersebut sebagai variabel. Alat analisa statistik yang digunakan
adalah Analisa Faktor. Hasil akhirnya adalah risiko-risiko positif/signifikan pada proyek
konstruksi dalam bentuk kelompok-kelompok (faktor-faktor) yang ditetapkan sebagai
variabel. Analisa data dapat dilakukan dengan menggunakan paket program statistik
SPSS release 11.0 for Windows.
Analisa faktor adalah prosedur yang digunakan untuk mereduksi dan meringkas
data berupa banyak variabel yang memiliki korelasi satu sama lain sampai tingkatan
yang memungkinkan untuk diolah lebih lanjut. Fungsi Analisa Faktor adalah sebagai
berikut (Wibisono, 2000).
213 Menentukan himpunan dari dimensi yang tidak mudah diamati dalam himpunan
variabel.
214 Mengidentifikasikan variabel-variabel yang akan digunakan ke dalam analisa
lanjutan (regresi, korelasi, atau diskriminan).
215 Membentuk himpunan dari variabel (dengan jumlah lebih sedikit) untuk
menggantikan (sebagian/seluruh) himpunan variabel awal.
216 Menganalisa suatu fenomena dengan data yang sangat besar.
217 Menjabarkan/menguraikan suatu kaitan kompleks di antara fenomena ke dalam
fungsi kesatuan-kesatuan

Proses analisa faktor adalah menghitung korelasi antar variabel-variabel manifes


yang akan diolah membentuk variabel laten (Gambar 3.1). Dari semua variabel manifes
yang diolah beberapa di antarnya akan diagregasikan ke dalam sejumlah variabel laten
yang lebih sedikit. Variabel manifes diwakili oleh satu item pertanyaan dalam kuesioner.
Langkah-langkah Analisa Faktor adalah sebagai berikut (Gambar 3.2).

Gambar 3.1 Hubungan antara Variabel Laten, Manifes, dan Item Pertanyaan
Gambar 3.2 : Langkah-langkah Analisa Faktor (Malhotra, 1996)
I. Merumuskan masalah
Dalam perumusan masalah perlu dilakukan perumusan tujuan analisa faktor dan
variabel-variabel secara jelas. Variabel-variabel dan data yang diperoleh dimasukkan ke
dalam model analisa faktor dalam menu SPSS release 11.0 for Windows.

II. Membuat matriks korelasi


Semua data yang masuk dan diolah akan menghasilkan matriks korelasi. Dengan
matriks korelasi a.kan dapat diidentifikasikan variabel-variabel tertentu yang tidak
mempunyai korelasi dengan variabei lain sehingga perlu dikeluarkan dari analisa. Pada
tahap ini juga dapat diketahui variabel-variabel yang memiliki nilai komunalitas yaitu
variabel dengan koefisien lebih tinggi dari 0,5 dan variabel tersebut dianalisa lebih lanjut
dengan menggunakan Bartlett's Test of Spherity yang berfungsi melihat signifikansi
variabel dalam faktor. Kemudian digunakan Uji Kaiser-Meyer-Olkin untuk mengetahui
kecukupan nilai loading variabel yang diterima oleh model faktor. Ukuran ketepatan uji
ini terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Ukuran ketepatan Kaiser- Meyer-Olkin

Ukuran KMO Rekomendasi


> 0,9 Baik sekali
> 0,8 Baik
> 0,7 Sedang/agak baik
> 0,6 Cukup
> 0,5 Kurang
< 0,5 Ditolak

Sumber: Sharma (1996)

III. Rotasi faktor


Hasil penyederhanaan faktor dalam matriks faktor memperlihatkan hubungan
antara faktor dengan variabel, tetapi dalam faktor-faktor tersebut terdapat banyak
variabel yang berkorelasi sehingga sulit diinterpretasikan. Dengan menggunakan rotasi
faktor matriks, matriks faktor ditransformasikan ke dalam matriks yang lebih sederhana
sehingga mudah untuk diinterpretasikan . Dalam penelitian ini digunakan rotasi varimax.

IV. Interpretasi faktor


Interpretasi faktor dapat dilakukan dengan mengelompokkan variabel yang
mempunyai faktor loading tinggi ke dalam faktor tersebut. Untuk interpretasi hasil
perilaku ini variabel yang mempunyai faktor loading kurang dari 0,5 akan dikeluarkan
dari model. Yang dilakukan di sini adalah:
a. Perhitungan skor faktor, dimaksudkan untuk mencari nilai faktor yang dapat
digunakan untuk analisa multivariate.
b. Penyelesaian surrogate variabel, dimaksudkan untuk mencari salah satu
variabel dalam setiap faktor sebagai wakil dari masing-masing faktor.
Pemilihan ini berdasarkan nilai pada faktor loading tertinggi.

V. Menentukan ketepatan model


Tahap terakhir analisa faktor adalah mengetahui apakah model mampu
menjelaskan dengan baik. Fenomena data yang ada perlu diuji dengan teknik Principal
Component Analysis (PCA) yaitu dengan melihat jumlah residual antara korelasi yang
diamati dengan korelasi yang diproduksi. Apabila nilai residual semakin tinggi di atas
0,05 maka semakin buruk kemampuan model untuk menjelaskan fenomena yang ada.

3.8.3 Analisa Regresi


Setelah didapat risiko-risiko yang signifikan pada pelaksanaan proyek dan
pengelompokannya langkah selanjutnya adalah menganalisa sejauhmana kelompok-
kelompok risiko ini berpengaruh negatif bagi sasaran proyek. Analisa ini menggunakan
data yang telah dikumpulkan melalui kuesioner mengenai pendapat responden tentang
frekuensi terjadi atau taraf keburukan item-item risiko.
Dalam tahap ini dilakukan pengujian apakah kelompok-kelompok (faktor-faktor)
risiko sebagai variabel risiko (X) memiliki pengaruh yang siginifikan terhadap variabel
sasaran proyek (Y) secara simultan dan secara parsial. Pengaruh secara simultan akan
menjawab pengaruh risiko secara keseluruhan pada pencapaian sasaran proyek.
Pengaruh secara parsial akan menjawab pengaruh masing-masing kelompok risiko pada
pencapaian sasaran proyek.
Untuk menganalisa pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat ini
digunakan alat analisa statistik berupa Analisa Regresi. Menurut Gujarati (1995),
Analisis Regresi adalah:
"Studi mengenai ketergantungan satu variabel dependen (terikat) dengan satu atau
lebih variabel independen (bebas) dengan tujuan mengestimasi dan/atau memprediksi
rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel
independen yang diketahui."

Analisa data menggunakan paket program statistik SPSS release 11.0 for
Windows. Berikut ini dijelaskan masing-masing analisa terebut.

A. Pengaruh secara simultan


Pengarus secara simultan diselesaikan dengan Analisa Regresi Linier Berganda.
Analisa Regresi Berganda digunakan untuk menjelaskan hubungan dua atau lebih
variabel bebas dengan satu variabel terikat. Modelnya adalah sebagai berikut:

Y = a+b1X1 +b2X2 +b3X3 +..... +b„X„ +e

Di mana:
Y = Variabel terikat = Sasaran proyek/ kegiatan
Xn = Variabel bebas/prediktor n = Kelompok risiko n
a = Konstanta/intersep
bn = Koefisien prediktor / koefisien regresi Xn (menunjukkan angka peningkatan/
penurunan variabel terikat akibat dari perubahan variabel bebas)
e = Error terms =kesalahan acak.
Analisa Regresi Berganda digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut.
- Apakah ada/tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel-variabel bebas
secara simultan terhadap variabel terikat? Pertanyaan ini dijawab dengan uji
hipotesis nilai statistik F-test.
- Seberapa besar variabel terikat dapat dijelaskan oleh seluruh variabel bebas?

Pertanyaan ini dapat dijawab dengan nilai Koefisien Determinasi (R 2) yang


didapat dari tabel hasil perhitungan. R2 dapat bernilai antara 0 dan 1. Semakin besar
nilai R2 berarti semakin besar kemampuannya dalam menjelaskan.

B. Pengaruh Secara Parsial


Pengaruh secara parsial diselesaikan dengan Analisa Regresi Linear Sederhana
yang menjelaskan hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel bebas dengan satu
variabel terikat. Modelnya adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2000).

Y=a+b.X

Di mana:

Y = Variabel terikat = Sasaran proyek


X = Variabel bebas/prediktor = Kelompok-kelompok risiko
a = Konstanta/intersep
b = Koefisien prediktor/koefisien regresi (menunjukkan angka peningkatan/penurunan
variabel terikat berdasarkan variabel bebas)

Analisa Regresi Berganda digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyan


berikut (Kuncoro, 2001)
218 Manakah diantara variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat ?
Pertanyaan ini dijawab dengan uji hipotesis nilai statistik F-test.
219 Apakah semakin besar variabel bebas, variabel terikat akan semakin besar
juga? Pertanyaan ini dijawab dengan melihat nilai Koetisien Regresi (B). jika
bernilai positif berarti semakin besar variabel bebas, variabel terikat akan
semakin besar.
220 Seberapa jauh variabel terikat mampu dijelaskan oleh variabel bebas?

Pertanyaan ini dijawab dengan meninjau Koefisien r2. Variabel bebas yang
memiliki pengaruh paling besar adalah yang memiliki nilai r2 terbesar.

3.8.4 Analisa Jalur.


Untuk mengetahui hubungan yang lebih mendalam antara variabel-variabel risiko,
variabel sasaran proyek yang meliputi biaya, waktu, dan mutu serta kaitannya dengan
sasaran perusahaan secara menyeluruh, maka dalam penelitian ini digunakan pula teknik
analisis jalur (path)

Anda mungkin juga menyukai