Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Memilih Judul

Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber daya alam yang

berlimpah termasuk bahan galian pertambangan, kemudian pada bidang

pertambangan tersebut Indonesia memiliki ketergantungan tinggi terhadap hasil

pemanfaatan bahan galian pertambangan untuk melakukan pembangunan.

Sebagaimana yang tertuang didalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dinyatakan

bahwa: “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai

oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Maka

sudah menjadi suatu keharusan bahwa negara memiliki hak untuk menguasai

hasil sumber daya alam untuk mencapai kemakmuran rakyat dalam rangka

mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.1

Kekuasaan Negara yang meliputi tanah, air, dan ruang angkasa, baik

yang sudah dihaki maupun yang belum dihaki secara tidak langsung menjadi hak

seluruh rakyat Indonesia. Tetapi untuk mengelola sumber daya alam dengan baik

dan terorganisir, maka pemerintah membatasi hak pengelolaan dalam undang-

undang. Kepemilikan tanah yang sudah dimiliki orang lain, dibatasi oleh isi dari

hak, artinya sampai beberapa Negara memberikan kekuasaan kepada yang

mempunyai untuk menggunakan haknya, sampai disitulah batas kekuasaan

Negara.Salah satu bagian dari kekayaan alam yang ada di Indonesia adalah

pertambangan. Pertambangan merupakan usaha untuk menggali berbagai


1
Bagir Manan,2005.Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH FH UII,Yogyakarta,.hlm
34

1
2

potensi potensi yang terkandung dalam perut bumi yang meliputi batu bara,

uranium, timah, emas, besi, titanium dan lain sebagainya. 2 Sektor pertambangan

tersebut tersebar di berbagai wilayah Indonesia sebagai salah satu aset Negara.

Sektor pertambangan di Indonesia merupakan salah satu sektor

pemasukan devisa besar bagi pendapatan Negara, namun keberadaan kegiatan

pertambangan di Indonesia banyak dipersoalkan oleh berbagai lapisan

masyarakat secara keseluruhan, khususnya pada pertambangan tanpa izin.

Karena penambangan menimbulkan paradoks antara pendapatan dan

keuntungan, ketika pemanfaatan lahan tambang tidak dimanfaatkan secara baik

dan benar.3 Bagi kehidupan Negara yang sedang dalam tahap membangun segala

segi kehidupan, maka menggali seluruh sumber daya alam perlu hati-hati, hemat,

dan selektif dalam mengelola lingkungan. Pembangunan dapat terus dipacu

dengan memperhatikan lingkungan jangan sampai merosot mutunya apalagi

rusak. Dampak yang muncul dari pertambangan tanpa izin dan pengawasan

diantaranya seperti masalah yang dihadapi Negara seperti pencemaran dan

perusakan lingkungan

Kasus ini berawal pada saat anggota Kepolisian Resort Tanah Laut yakni

saksi very sandria dan saksi andri winanda beserta anggota kepolisian Resort

Tanah Laut yang lainnya dengan dipimpin Kanit II Tipidter Satreskrim Polres

Tanah Laut yakni ipda rio adi pratama, S.Tr.K, MH. sedang melakukan kegiatan

operasi penambangan tanpa izin. Kemudian pada saat saksi very sandria dan

saksi andri winanda beserta anggota kepolisian Resort Tanah Laut yang lainnya

2
Andi Hamzah,2006. Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta.Sinar Grafika,hlm 67
3
Ali Yafie,2006. Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, Jakarta.Ufuk Press,hlm 34
3

berada di lokasi Tambang Emas Danau Laper di Desa Tanjung RT. 04

Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan , saksi

very sandria dan saksi andri winanda beserta anggota kepolisian Resort Tanah

Laut yang lainnya yang lainnya menemukan Luas Bukaan Tambang dengan

panjang 20 (dua puluh) meter lebar 10 (sepuluh) meter dengan kedalaman 7

(tujuh) meter, dimana dalam bukaan tambang tersebut juga terdapat aktivitas

penambangan emas yang sedang dilakukan pada saat itu. Melihat hal itu

selanjutnya saksi very sandria dan saksi andri winanda beserta anggota

kepolisian Resort Tanah Laut yang lainnya langsung mengamankan aktivitas

penambangan tersebut serta mengamankan orang- orang yang sedang melakukan

aktivitas penambangan ditempat tersebut termasuk terdakwa rachmadi Alias

madi bin muchran (Alm) selaku pemilik serta penanggung jawab pelaksanaan

penambangan yang pada saat itu sedang berada ditempat tersebut. Bahwa

adapun dalam proses penambangan Emas itu terdakwa racmadi alias madi Bin

muchran (Alm) mempekerjakan 5 (lima) orang pegawai sebagai buruh, dimana

proses penambangan emas itu dilakukan dengan menggunakan mesin diesel

dalam proses penambangan Emas yang dilakukan oleh terdakwa racmadi alias

madi bin muchran (alm) setelah dilakukan pengambilan titik koordinat dengan

menggunakan GPS (Global Positioning System) berada pada titik koordinat S

03° 42’ 53.16” – E 114° 50’ 28.29”, dimana dari hasil overlay pada peta SIG

diperoleh hasil bahwa pada titik tersebut berada pada areal bebas (un known)

yakni berada pada areal tidak ada IUP OP Pertambangan Mineral (emas). Bahwa

dalam hal terdakwa melakukan penambangan di lokasi Tambang Emas Danau


4

Laper pada titik koordinat S 03° 42’ 53.16” – E 114° 50’ 28.29” di Desa

Tanjung RT. 04 Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan

Selatan tanpa dilengkapi ijin usaha penambangan IUP, IPR atau IUPK

Dari kasus tersebut penulis tertarik mengangkat judul Tinjauan Yuridis

Terhadap Tindak Pidana Pertambangan Emas Tanpa Izin Usaha

Pertambangan (studi putusan nomor 64/Pid.sus/2020/PN Pli)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan pidana dalam putusan (nomor

64/Pid.sus/2020/PN/Pli) terhadap pelaku tindak pidana penambangan

emas tanpa izin?

2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan negeri

pelaihari nomor 64/Pid.sus/2020/PN/Pli tentang tindak pidana

pertambangan emas tanpa izin?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan

bahwa tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan pidana dalam putusan (nomor

64/Pid.sus/2020/PN/Pli) terhadap pelaku penambangan emas tanpa izin

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan negeri

pelaihari nomor 64/Pid.sus/2020/PN/Pli tentang tindak pidana

pertambangan emas tanpa izin

Manfaat yang dapat diperoleh dan diketahui dari penulisan skiripsi ini adalah :

A. Manfaat Teoritis
5

Pembahasan terhadap masalah yang akan dibahas dalam skiripsi ini tentu

akan menambah pemahaman saya sendiri dan masyarakat terhadap

tindak pidana pertambangan emas tanpa izin

B. Manfaat praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk :

a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah, Khususnya upaya

perlindungan lingkungan terhadap tindak pidana penambangan emas

tanpa izin.

b. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam hal menjaga kelestarian

lingkungan dari penambangan emas tanpa izin

D. Metode dan Teknik Penelitian

1. Jenis Penelitian.

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian

mengenai ” Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pertambangan

Emas Tanpa Izin Usaha Pertambangan (studi putusan nomor

64/Pid.sus/2020/PN Pli)” adalah penelitian yuridis normatif yaitu suatu

penelitian untuk mengetahui norma-norma hukum yang terdapat dalam

bahan hukum.

2. Sifat Penelitian

Sedangkan sifat penelitian yang peneliti pergunakan adalah

penelitian yang bersifat deskriktif analitis dalam pengertian semua bahan

hukum tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pertambangan

Emas Tanpa Izin Usaha Pertambangan, yang akan diuraikan kemudian

dianalisa.
6

3. Tipe Penelitian

Inventarisasi Peraturan Perundang-Undangan dan penjelasan-

penjelasan yang berhubungan dengan topik permasalahan yang dibahas

tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pertambangan Emas

Tanpa Izin Usaha Pertambangan (studi putusan nomor

64/Pid.sus/2020/PN Pli)

4. Bahan Hukum.

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini mencakup

bahan hukum primer, sekunder dan tersier, yaitu :

a. Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini

sebagai berikut:

1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

2) Kitab Undang – undang Hukum Pidana

3) Kitab Undang – undang Hukum Acara Pidana

4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara

5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

6) putusan pengadilan negeri pelaihari nomor 64/Pid.sus/2020/PN/Pli

b. Bahan hukum sekunder terdiri atas buku, karya tulis ilmiah, yang

membahas persoalan yang berkenaan tentang penambangan emas

tanpa izin
7

c. Bahan hukum tersier, berupa kamus hukum yang memuat istilah-

istilah hukum, Ensiklopedia.

5. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum.

Bahan hukum primer, sekunder dan tersier tersebut dikumpulkan

sesuai dengan obyek yang ditulis. Kemudian semua bahan hukum yang

sudah terkumpul diinventarisir dan diidentifikasikan sesuai dengan

permasalahan yang telah dirumuskan. Selanjutnya dianalisis secara

kualitatif untuk menjawab segala permasalahan yang telah dirumuskan.

6. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum.

Bahan hukum yang telah diinventarisasi dan diidentifikasi

kemudian dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan tahapan

berfikir sistematis guna menemukan jawaban atas permasalahan yang

diajukan dalam penelitian ini. Analisis dilakukan dengan mendasarkan

pada teori-teori hukum yang pada akhirnya akan memberikan hasil yang

signifikan dan bermakna kedalam bentuk sebuah paparan yang nyata.

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab yang masing-masing bab terdiri dari

sub-sub bab yang diuraikan dan dihubungkan satu sama lain sehingga membentuk

uraian yang sistematis dalam satu kesatuan.

Bab I tentang Pendahuluan, berisikan kajian yang menjelaskan latar

belakang masalah mengapa penelitian ini dilakukan, Agar penelitian yang

dilakukan mencapai sasaran yang diinginkan, maka dalam bab ini juga diuraikan

tentang tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut serta kegunaan yang
8

akan diharapkan setelah penelitian ini selesai dilakukan, kemudian diikuti dengan

perumusan dan pembatasan masalah yang menjadi isu hukum (pertanyaan hukum)

dalam skripsi ini.Metode dan teknik penelitian dan Sistematika penulisan ini.

Bab II tentang Tinjauan Pustaka, Pengertian dan Pengaturan Tindak

Pidana Pertambangan, Pengertian dan Dasar Hukum Pengaturan Izin

Pertambangan, Tentang Putusan Pengadilan Negeri (Nomor 64/Pid.sus/2020/PN

Pli), Penambang emas tanpa izin (PETI)

Bab III tentang Analisis Masalah, mengenai Pengaturan Pidana dalam

putusan (Nomor 64/Pid.sus/2020/PN Pli) terhadap pelaku tindak pidana

penambangan emas tanpa izin serta pertimbangan hakim dalam putusan

pengadilan negeri pelaihari nomor 64/Pid.sus/2020/PN/Pli tentang tindak pidana

pertambangan emas tanpa izin.

Bab IV tentang Penutup, yang berisikan kesimpulan dari hasil pembahasan

serta akan mengungkapkan sejumlah saran sebagai implikasi kesimpulan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Pertambangan

1. Pengertian Tindak Pidana

Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan kata “strafbaar feit”

untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab

Undangundang Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan sesuatu penjelasan

mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan Strafbaar feit tersebut.

Perkataan “feit” itu sendiri di dalam Bahasa Belanda bearti “sebagian dari suatu

kenyataan” atau “een gedeelte van de werkelijheid”, sedang “strafbaar” berarti

dapat dihukum, hingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” itu diterjemahkan

sebagai bagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu

tidak tepat, oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang dapat dihukum itu

sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan

ataupun tindakan.4

Hazenwinkal-Suringa misalnya, mereka telah membuat suatu rumusan

yang bersifat umum dari “strafbaar feit” sebagai suatu perilaku manusia yang

pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam pergaulan hidup tertentu dan

dianggap sebagai perilaku yang harus dibedakan oleh hukum pidana dengan

menggunakan sarana-sarana bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.5.

4
Lamintang, P.A.F.1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia.Bandung. Citra Aditya
Bakti,hlm 181
5
Ibid hal 181

9
10

Van Hamel, telah merumuskan “strafbaar feit” sebagai suatu serangan atau

suatu ancaman terhadap hak-hak orang lain yang menurut Hazewinkel-Suringa

dianggap kurang tepat. Pome, mengatakan “strafbaar feit” itu secara teoritis dapat

dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum)

yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang

pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi

terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum atau sebagai “de

nomovertreding (verstoring der rechtsorde), waaraan de overtrederschuld heft en

waarvan de bestraffing dienstig is voor de handhaving der rechts orde en de

behartiging van het aglemeen welzijn”. Sungguhpun demikian beliau mengakui

bahwa sangatlah berbahaya untuk mencari suatu penjelasan mengenai hukum

positif yakni semata-mata menggunakan pendapat-pendapat secara teoritis. Hal

mana segera disadari apabila melihat kedalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana, oleh karena didalamnya dapat dijumpai sejumlah besar “strafbaar feiten”

yang dari rumusan-rumusannya kita dapat mengetahui bahwa tidak satupun dari

“strafbaar feiten“ tersebut yang memiliki sifat-sifat umum sebagai suatu

“strafbaar feit“, yakni bersifat “wederrechttelijk”, “aan schuld te witjen” dan

“strafbaar” atau yang bersifat “melanggar hukum”, “telah dilakukan dengan

sengaja ataupun tidak sengaja” dan “dapat dihukum”.6

Sifat-sifat seperti dimaksud diatas perlu dimiliki oleh setiap “strafbaar

feit”, oleh karena secara teoritis setiap pelanggaran norma atau setiap

normovetreding itu merupakan suatu perilaku atau gedraging yang telah sengaja

6
Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,Jakarta
Raja Grafindo Persada,hlm 34
11

dilakukan ataupun telah dengan tidak sengaja dilakukan oleh seorang pelaku, yang

didalam penampilannya merupakan suatu perilaku yang bersifat bertentangan

dengan hukum atau “in strijd met het recht” atau bersifat “wederrechttelijk”.

2. Pengaturan Tindak Pidana

Tindak Pidana Mengikuti asas yang berlaku dalam hukum pidana, maka

seseorang tidak dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana apabila tindak

pidana tersebut belum dirumuskan di dalam Undang-undang. Sekalipun

perkembangan muktahir dalam hukum pidana menunjukkan bahwa asas tersebut

tidak lagi diterapkan secara rigid atau kaku, tetapi asas hukum tersebut sampai

sekarang masih dipertahankan sebagai asas yang sangat fundamental dalam

hukum pidana sekalipun dengan berbagai modifikasi dan perkembangan. Dengan

demikian seseorang hanya dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana apabila

orang tersebut melakukan perbuatan yang telah dirumuskan dalam ketentuan

Undang-undang sebagai tindak pidana, menurut kektentuan normatif yang lazim

diberikan oleh hukum pidana berdasarkan asas legalitas seperti tersebut di atas

adalah bahwa seseorang hanya dapat dipersalahkan sebagai telah melakukan

tindak pidana apabila orang tersebut oleh hakim telah dinyatakan terbukti bersalah

memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana yang bersangkutan, seperti yang

dirumuskan dalam Undang-undang.7

Dapat dikemukakan, bahwa seseorang tidak dapat dipersalahkan melakukan

tindak pidana apabila salah satu unsur tindak pidana yang didakwakan kepada

orang tersebut tidak dapat dibuktikan. Sebab tidak terpenuhinya salah satu unsur
7
Tongat.2006. HukumPidanaMateriil.Malang. UMM Press,hlm 32
12

tindak pidana tersebut, membawa konsekuensi dakwaan atas tindak pidana

tersebuttidak dapat terbukti. Sekalipun demikian, batasan normatif dalam

perkembangannya mengalami pergeseran, dimana sangat dimungkinkan orang

tetap dapat dipersalahkan melakukan suatu tindak pidana berdasarkan nilai-nilai

yang hidup didalam masyarakat sekalipun perbuatan tersebut tidak secara tegas

diatur di dalam perangkat normatif atau Undang-undang

B. Pengertian dan Dasar Hukum Pengaturan Izin Pertambangan

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka

penelitian, pengelolaan dan pengusahaan Mineral atau Batubara yang meliputi

penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan

pascatambang.

Setiap orang atau perusahaan yang melakukan usaha di bidang apa saja

wajib mempunyai izin dari pihak yang berwenang yaitu Pemerintah di daerah

tersebut karena sejalan dengan perkembangan, hampir semua usaha berhubungan

dengan lingkungan hidup, maka sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32

tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)

perusahaan wajib memiliki izin lingkungan dan adanya izin lingkungan yang di

gunakan sebagai dasar bagi perusahaan untuk mengurus/penerbitan izin usaha

perusahaan agar dapat menjalankan usahanya

Dalam melaksanakan kegiatan penambangan harus memiliki izin usaha

pertambangan (IUP). IUP adalah izin usaha pertambangan untuk melaksanakan

usaha pertambangan. Pemberian izin isaha pertambangan diatur di dalam


13

Peraturan Daerah Sumatra Barat Nomor 3 tahun 2012 adalah satu IUP hanya

diperbolehkan untuk satu jenis tambang, IUP diberikan untuk jenis mineral dan

batu bara.12Adapun izin usaha pertambangan harus memenuhi persyaratan IUP

eksplorasi dan IUP produksi meliputi: administratif, teknis, lingkungan, dan

finansial.8

Pengertian usaha pertambangan pada dasarnya kegiatan pertambangan

yang di lakukan oleh orang atau masyarakat atau badan hukum, badan usaha,

dapat diklarifikasi menjadi dua macam ilegal mining, dan legal mining. Ilegal

mining adalah kegiatan yang di lakukan oleh orang atau masyarakat tanpa adanya

izin dari pejabat yang berwenang, sedangkan legal mining adalah kegiatan

pertambangan yang dilakukan oleh badan hukum dan badan usaha di dasarkan

pada izin yang di keluarkan oleh pejabat yang berwenang.

Kegiatan penambangan ilegal juga termasuk sebagai suatu tindak pidana

yang disertai sanksi bagi pelakunya, penjatuhan sanksi sebagai bentuk pembalasan

bagi pelaku tindak pidana. pertambangan ilegal yang dilakukan masyarakat

menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan terutama sungai, karena masyarakat

melakukan penambangan secara ilegal dan tidak menggunakan prinsip-prinsip dan

ilmu penambangan, Penegakan hukum pertambangan adalah usaha untuk

mewujudkan ide abstrak menjadi kenyataan. Proses untuk mewujudkan ide

abstrak itulah merupakan inti dari penegakan hukum. Sedangkan inti dari

prosesnya sendiri adalah menerapkan diskresi yang menyangkut prilaku

pembuatan keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan

8
Gatot Supramono, 2012.Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di
Indonesia.Jakarta. PT Rineka Cipta,hlm 45
14

tetapi bertumpu pada unsur penilaian pribadi, untuk mewujudkan harmonisasi

kehidupan secara proposional.17 Penegakan hukum dalam penyelenggaraan

pertambangan mineral dan batubara telah dituangkan di dalam butir-butir sanksi

baik administrasi maupun sanksi pidana sesuai dengan ketentuan Undang-undang

Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara9

Ketentuan terhadap pertambang emas yang tidak mempunyai izin juga

diatur didalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara. Pasal 158 berbunyi :

Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 18, Pasal 67 ayat

(I), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar

rupiah).

Selain dengan sanksi pidana dalam penegakan hukumnya, dapat juga

dengan cara penegakan hukum sanksi administrasi. Namun, dalam

pelaksanaannya lebih bersifat preventif, yaitu dalam bentuk pengawasan dan

pengendalian suatu kegiatan atau tindakan. Dalam rangka mendorong pelaku

menaati dan memenuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam izin yang

dalam hal ini disebut dengan IUP dan IUPK, apabila melakukan pelanggaran

maka pejabat yang mengeluarkan izin tersebut berhak mengeluarkan sanksi

Izin usaha pertambangan (IUP) diatur di dalam Undang-Undang Nomor 4

tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara. Usaha pertambangan

9
Nandang Sudrajat,2010. Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut
Hukum.Jakarta. PT Buku Seru,hlm 78
15

dilaksanakan dalam bentuk izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan

Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). IUP terdiri atas

dua tahap yakni IUP Eksplorasi dan IUP Operasi produksi. Pemegang IUP baik

Eksplorasi maupun operasi produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh

kegiatan sebagaimana yang dicantumkan dalam IUP.10

Undang-undang ini di uraikan lebih lanjut dalam:

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 2010 tentang

wilayah pertambangan.

b. Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan Kegiatan

Usaha pertambangan Mineral dan Batubara

c. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 tentang pembinaan dan

pengawasan penyelenggaraan pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan

Batubara.

d. Peraturan Pemerintah No. 75 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan

pascatambang

Izin usaha lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang

melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam

rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat

memperoleh izin usaha atau kegiatan. Izin sejatinya merupakan suatu instrumen

hukum administrasi yang dapat digunakan oleh pejabat yang berwenang untuk

mengatur cara-cara menjalankan kegiatan usaha. Izin lingkungan diatur dalam

Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan


10
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011.hal
89
16

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa izin usaha

dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki

izin Lingkungan.11 Pemrakarsa wajib menyusun dokumen Amdal atau UKL-

UPL dan mempresentasikan dihadapan Komisi Penilai Amdal serta perwakilan

masyarakat yang terkena IUP Operasi Produksi dampak Komisi Penilai Amdal

melakukan penilaian dan hasilnya berupa rekomendasi hasil penilaian akhir yang

nantinya disampaikan kepada Menteri Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai

kewenangannya. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk memberikan izin

penambangan sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat terkait otonomi daerah.

Secara tidak langsung pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur

dan mengakomodir hasil dari daerah masing-masing. Karena satu aspek

konstitusional penyelenggaraan Negara dan Pemerintah sejak Indonesia merdeka

adalah persoalan terkait dengan penyelenggaraan otonomi sebagai subsistem

Negara kesatuan. Untuk itu pemegang IUP wajib mengajukan permohonan IUP

baru kepada pejabat yang berwenang (Menteri, Gubenur, Bupati dan/atau

Walikota sesuai dengan kewenangannya) dengan syarat dan ketentuan yang

telah ditentukan. Pemrakarsa yang tidak mampu menyusun dokumen

Amdal/UKL-UPL dapat meminta bantuan jasa konsultan Amdal atau perorangan

yang telah memiliki sertifikat kompetensi dalam penyusunan Amdal.12

Permohonan izin lingkungan diajukan secara tertulis oleh penanggungjawab

usaha atau kegiatan selaku Pemrakarsa kepada Menteri, Gubernur, atau

11
Juniarso R dan Achmad S,2008. Hukum Tata Ruang dalam Konsep Otonomi Daerah,
Bandung.Nuansa,hlm 76
12
N.H.T. Siahaan,2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan,
Jakarta.Erlangga, .hlm 76
17

Bupati/Walikota sesuai kewenangannya bersamaan dengan pengajuan dokumen

Amdal (Andal/RKL/RPL) atau pemeriksaan UKL-UPL. Permohonan izin

lingkungan ini ketika disampaikan harus dilengkapi dengan dokumen Amdal atau

dokumen UKL-UPL, dokumen pendirian usaha atau kegiatan serta profil usaha.

Rekomendasi hasil penilaian akhir Amdal/UKL-UPL yang disampaikan komisi

penilai Amdal kepada pejabat yang berwenang (Menteri,

Gubernur/Bupati/Walikota) menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan izin.

Izin usaha pertambangan merupakan kewenangan Pemerintah dalam

pengelolaan pertambangan Mineral dan Batubara, untuk memberikan Izin Usaha

Pertambangan kepada perseorangan atau kelompok. Menurut Asep Warlan, Izin

adalah instrumen Pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan

sebagai sarana hukum administrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat.

Sjahran Basah, izin adalah perbuatan hukum adminstrasi Negara bersegi satu yang

menghasilkan peraturan dalam hal kontreo berdasarkan persyaratan dan prosedur

sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku.13

Istilah Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut IUP berasal dari

terjemahan bahasa Inggris, yaitu mining permit.44 Definisi IUP menurut Pasal 1

angka (7) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 adalah izin untuk melaksanakan

usaha pertambangan. Pasal 37 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa IUP diberikan oleh:

1) Bupati/Walikota apabila WIUP berada di dalam satu wilayah Kabupaten/ kota;

13
N.M.Spelt dan J.B.J.M. ten Berge,1993. Pengantar Hukum Perizinan, dikutip oleh
Philipus Mandiri Hadjon, Yuridika, Surabaya,hlm 45
18

2) Gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah Kabupaten/kota dalam 1

(satu) Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Bupati/Walikota

setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

3) Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah

mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun kriteria untuk menetapkan wilayah pertambangan rakyat sebagai

berikut:

a) Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat disungai dan/atau

diatara tepi dan tepi sungai.

b) Mempunyai cadangan primer logam atau Batubara dengan kedalaman

maksimal 25(dua puluh lima) meter.Endapan teras, dataran banjir, dan

endapan sungai purba

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah, maka yang berwenang memberikan Izin Usaha

Pertambangan adalah Pemerintah Provinsi sesuai dengan kewenangan yang

dimilikinya. Hal ini sesuai dengan kompetensi pemerintah daerah selaku

penyelenggara pemerintah di tingkat daerah memiliki kewenangan untuk

menyelenggarakan segala bidang pemerintahan terkecuali dalam bidang politik

luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama dan yang

diatur dalam Peraturan Pemerintah. Maka dalam urusan di bidang pertambangan

Pemerintah Daerah berhak memberikan izin dan tindakan hukum dalam kaitan

aspek pertambangan meliputi penyelenggaraan mulai dari perencanaan,


19

pelaksanaan, pengawasaan, pengendalian dan evaluasi.14

Ketentuan peralihan Pasal 402 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah, mengatur bahwa Izin yang telah dikeluarkan

sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tetap berlaku

sampai dengan habis berlakunya izin. Dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan IUP

diberikan kepada:

a. badan hukum

b. koperasi

c. perseorangan

Prinsip pemberian IUP yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009 adalah satu IUP hanya diperbolehkan untuk satu jenis tambang.

Satu IUP diberikan untuk satu jenis mineral atau Batubara. Pemberian IUP tidak

boleh lebih dari satu jenis tambang.15Apabila dalam hal pemegang IUP pada

waktu melakukan penambangan menemukan Mineral lain selain yang telah

didaftarkannya di dalam wilayah pertambangannya maka pemegang IUP

tersebut dapat diberikan prioritas oleh pemerintah untuk dapat mengusahakan

Mineral lain yang ditemukannya tersebut dengan cara mengajukan permohonan

IUP baru kepada pejabat yang berwenang. Tetapi apabila pemegang IUP

tersebut tidak ingin mengusahakan Mineral lain yang ditemukannya tersebut

14
Juniarso R dan Achmad S,2008. Hukum Tata Ruang dalam Konsep Otonomi Daerah,
Nuansa, Bandung, hlm 45

15
Nandang Sudrajat,2010 Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, PT
Buku Seru, Jakarta,hlm 65
20

maka ia berkewajiban untuk menjaga mineral lain tersebut agar tidak

dimanfaatkan pihak lain. IUP dikenal ada dua macam yaitu IUP Eksplorasi dan

IUP Operasi Produksi, yang penerbitan izinnya dilakukan secara bertahap

1. IUP Eksplorasi

IUP Eksplorasi merupakan pemberian izin tahap pertama, dan

kegiatannya meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi

kelayakan. Kegunaan IUP Eksplorasi dibedakan untuk kepentingan jenis

pertambangan mineral logam dan mineral bukan logam. Untuk jenis

pertambangan mineral logam IUP Eksplorasinya dapat diberikan dalam jangka

waktu paling lama 8 (delapan) tahun. Sedangkan untuk IUP Eksplorasi untuk

pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan paling lama dalam jangka

waktu 3 (tiga) tahun

2. .IUP Produksi

IUP Operasi Produksi sebagai pemberian izin sesuai IUP Eksplorasi

diterbitkan dan kegiatannya meliputi kegiatan konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. Setiap pemegang

IUP Eksplorasi dijamin undang-undang untuk memperoleh IUP Operasi

Produksi karena sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya. IUP

Operasi Produksi dapat diberikan kepada perusahaan yang berbentuk perseroan

terbatas, koperasi, atau perseorangan atas hasil pelelangan WIUP Mineral logam

atau Batubara yang telah mempunyai data hasil kajian studi kelayakan. IUP

Operasi Produksi untuk pertambangan Mineral logam dapat diberikan dalam

jangka waktu paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang dua kali masing-
21

masing 10 tahun. Sedangkan untuk pertambangan Mineral bukan logam IUP

Operasi Produksinya dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 tahun

dan dapat diperpanjang dua kali masing-masing 5 tahun.16

C. Putusan Pengadilan Negeri (Nomor 64/Pid.sus/2020/PN Pli)

1. Dakwaan

Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum didakwa


berdasarkan surat dakwaan sebagai berikut:
Bahwa terdakwa RACHMADI Alias MADI Bin MUCHRAN (Alm)
pada hari Selasa tanggal 19 November 2019 sekitar pukul 13.15 wita atau
setidak- tidaknya pada waktu tertentu pada bulan November tahun 2019
atau setidak- tidaknya masih dalam tahun 2019 bertempat Di lokasi
Tambang Emas Danau Laper pada titik koordinat S 03° 42’ 53.16” – E
114° 50’ 28.29” di Desa Tanjung RT. 04 Kecamatan Bajuin Kabupaten
Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan atau setidak-tidaknya pada suatu
tempat tertentu yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan
Negeri Pelaihari yang berwenang memeriksa dan mengadilinya, Setiap
orang Yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK.
Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara-cara sebagai
berikut : Bahwa berawal pada saat anggota Kepolisian Resort Tanah Laut
yakni saksi VERY SANDRIA dan saksi ANDRI WINANDA beserta
anggota kepolisian Resort Tanah Laut yang lainnya dengan dipimpin Kanit
II Tipidter Satreskrim Polres Tanah Laut yakni IPDA RIO ADI
PRATAMA, S.Tr.K, MH. sedang melakukan kegiatan operasi
penambangan tanpa izin. Kemudian pada saat saksi VERY SANDRIA dan
saksi ANDRI WINANDA beserta anggota kepolisian Resort Tanah Laut
yang lainnya berada di lokasi Tambang Emas Danau Laper di Desa
Tanjung RT. 04 Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut Provinsi
Kalimantan Selatan , saksi VERY SANDRIA dan saksi ANDRI
WINANDA beserta anggota kepolisian Resort Tanah Laut yang lainnya
yang lainnya menemukan Luas Bukaan Tambang dengan panjang 20 (dua
puluh) meter lebar 10 (sepuluh) meter dengan kedalaman 7 (tujuh) meter,
dimana dalam bukaan tambang tersebut juga terdapat aktivitas
penambangan emas yang sedang dilakukan pada saat itu. Melihat hal itu
selanjutnya saksi VERY SANDRIA dan saksi ANDRI WINANDA beserta
anggota kepolisian Resort Tanah Laut yang lainnya langsung
mengamankan aktivitas penambangan tersebut serta mengamankan orang-
orang yang sedang melakukan aktivitas penambangan ditempat tersebut
termasuk terdakwa RACHMADI Alias MADI Bin MUCHRAN (Alm)

16
Salim HS, 2004.Hukum Pertambangan di Indonesia, RajaGrafindo Persada,Jakarta,hlm
32
22

selaku pemilik serta penanggung jawab pelaksanaan penambangan yang


pada saat itu sedang berada ditempat tersebut. Bahwa adapun dalam proses
penambangan Emas itu terdakwa RACMADI Alias MADI Bin
MUCHRAN (Alm) mempekerjakan 5 (lima) orang pegawai sebagai buruh,
dimana proses penambangan emas itu dilakukan dengan menggunakan
mesin diesel yang sebelumnya telah dirakit sedemikian rupa yang
difungsikan sebagai penembak dan ada juga yang difungsikan sebagai
penyedot yang dirakit dengan 1 (satu) unit katu (alkon) dan ada juga
yang dibuat kasbuk (bak kayu tempat menaruh karpet untuk
mendapatkan emas), yang mana setelah peralatan dan lahan yang dipilih
sudah siap kemudian dimulailah pengerjaan terhadap lahan itu dengan cara
para pegawai dari terdakwa ada yang bertugas mencangkul tanah,
melinggis tanah, ada yang menyedot tanah, dan ada yang menembak tanah
(menyemprot tanah dengan air). Dimana setelah tanah berhasil disedot dan
dialirkan kedalam peralon yang akhirnya sampai pada kasbuk (bak kayu
tempat ditaruhnya karpet untuk menahan emas), selanjutn ya setelah proses
penyedotan tanah yang diduga emas telah selesai kemudian karpet yang
ada di kasbuk (bak kayu tempat ditaruhnya karpet penahan emas) dilepas
dan dicuci kedalam wadah (baik yan g terbuat dari baskom ataupun drum)
dengan tujuan untuk memisahkan pasir yang terkandung emas terpisah dari
karpet, dimana setelah pasir yang terkandung emas terpisah dari karpet
kemudian dilakukan proses pendu langan untuk mendapatkan emas.
Bahwa adapun dalam proses penambangan Emas yang dilakukan
oleh terdakwa RACMADI Alias MADI Bin MUCHRAN (Alm) setelah
dilakukan pengambilan titik koordinat dengan menggunakan GPS (Global
Positioning System) berada pada titik koordinat S 03° 42’ 53.16” – E 114°
50’ 28.29”, dimana dari hasil overlay pada peta SIG diperoleh hasil bahwa
pada titik tersebut berada pada areal bebas (un known) yakni berada pada
areal tidak ada IUP OP Pertambangan Mineral (emas). Bahwa dalam hal
terdakwa melakukan penambangan di lokasi Tambang Emas Danau Laper
pada titik koordinat S 03° 42’ 53.16” – E 114° 50’ 28.29” di Desa Tanjung
RT. 04 Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan
Selatan tanpa dilengkapi ijin usaha penambangan IUP, IPR atau IUPK.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam pasal
158 UU RI No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan
Batubara

2. Fakta Hukum
Fakta hukum yang terjadi antara lain :
Bahwa benar bahwa terdakwa RACHMADI Alias MADI Bin MUCHRAN
(Alm)pada hariSelasa tanggal 19 November 2019 sekitar pukul 13.15
witabertempatDi lokasi Tambang Emas Danau Laper pada titik koordinat S
03° 42’ 53.16” – E 114° 50’ 28.29” di Desa Tanjung RT. 04 Kecamatan
Bajuin Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan , melakukan
usaha penambangan tanpa adanya ijin usaha penambangan baik IUP, IPR
atau IUPK.
23

Bahwa berawal pada saat anggota Kepolisian Resort Tanah Laut


mendaparkan laporan dari masyarakat terkait penambangan illegal yang
terjadi di daerah Bajuin sehingga mengakibatkan air di daerah Bajuin menjadi
keruh. Berdasarkan informasi tersebut selanjutnya saksi VERY SANDRIA
dan saksi ANDRI WINANDA beserta anggota kepolisian Resort Tanah Laut
yang lainnya dengan dipimpin Kanit II Tipidter Satreskrim Polres Tanah Laut
yakni IPDA RIO ADI PRATAMA, S.Tr.K, MH. langsung melakukan
kegiatan operasi penambangan tanpa izin tersebut. Kemudian pada saat saksi
VERY SANDRIA dan saksi ANDRI WINANDA beserta anggota kepolisian
Resort Tanah Laut yang lainnya berada di lokasi Tambang Emas Danau
Laper di Desa Tanjung RT. 04 Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut
Provinsi Kalimantan Selatan, saksi VERY SANDRIA dan saksi ANDRI
WINANDA beserta anggota kepolisian Resort Tanah Laut yang lainnya yang
lainnya menemukan Luas Bukaan Tambang dengan panjang 20 (dua puluh)
meter lebar 10 (sepuluh) meter dengan kedalaman 7 (tujuh) meter, dimana
dalam bukaan tambang tersebut juga terdapat aktivitas penambangan emas
yang sedang dilakukan pada saat itu. Melihat hal itu selanjutnya saksi VERY
SANDRIA dan saksi ANDRI WINANDA beserta anggota kepolisian Resort
Tanah Laut yang lainnya langsung mengamankan aktivitas penambangan
tersebut serta mengamankan orang-orang yang sedang melakukan aktivitas
penambangan ditempat tersebut termasuk terdakwa RACHMADI Alias
MADI Bin MUCHRAN (Alm) selaku pemilik serta penanggung jawab
pelaksanaan penambangan yang pada saat itu sedang berada ditempat
tersebut.
Bahwa adapun dalam proses penambangan Emas itu terdakwa
RACMADI Alias MADI Bin MUCHRAN (Alm) mempekerjakan 5 (lima)
orang pegawai sebagai buruh, dimana proses penambangan emas itu dilakukan
dengan menggunakan mesin diesel yang sebelumnya telah dirakit sedemikian
rupa yang difungsikan sebagai penembak dan ada juga yang difungsikan
sebagai penyedot yang dirakit dengan 1 (satu) unit katu (alkon) dan ada juga
yang dibuat kasbuk (bak kayu tempat menaruh karpet untuk mendapatkan
emas), yang mana setelah peralatan dan lahan yang dipilih sudah siap
kemudian dimulailah pengerjaan terh adap lahan itu dengan cara para pegawai
dari terdakwa ada yang bertugas mencangkul tanah, melinggis tanah, ada yang
menyedot tanah, dan ad a yang menembak tanah (menyemprot tanah dengan
air). Dimana setelah tanah berhasil disedot dan dialirkan kedalam peralon yang
akhirnya sampai pada kasbuk (bak kayu tempat ditaruhnya karpet untuk
menahan emas), selanjutnya setelah proses penyedotan tanah yang diduga
emas telah selesai kemudian karpet yang ada di kasbuk (bak kayu tempat
ditaruhnya karpet penahan emas) dilepas dan dicuci kedalam wadah (baik
yang terbuat dari baskom ataupun drum) dengan tujuan untuk memisahkan
pasir yang terkandung emas terpisah dari karpet, dimana setelah pasir yang
terkandung emas terpisah dari karpet kemudian dilakukan proses pendulangan
untuk mendapatkan emas.
24

Bahwa adapun dalam proses penambangan Emas yang dilakukan oleh


terdakwa RACMADI Alias MADI Bin MUCHRAN (Alm) setelah dilakukan
pengambilan titik koordinat dengan menggunakan GPS (Global Positioning
System) berada pada titik koordinat S 03° 42’ 53.16” – E 114° 50’ 28.29”,
dimana dari hasil overlay pada peta SIG diperoleh hasil bahwa pada titik
tersebut berada pada areal bebas (un known) yakni berada pada areal tidak ada
IUP OP Pertambangan Mineral (emas). Bahwadalam hal terdakwa melakukan
penambangan di lokasi Tambang Emas Danau Laper pada titik koordinat S
03° 42’ 53.16” – E 114° 50’ 28.29” di Desa Tanjung RT. 04 Kecamatan
Bajuin Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan tanpa dilengkapi
ijin usaha penambangan IUP, IPR atau IUPK. Dengan demikian unsur ini
terpenuhi.
Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 158 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan
Batubara telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana
didakwakan dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum;
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa telah dinyatakan terbukti
melakukan tindak pidana dan pada terdakwa tidak ditemukan alasan -alasan
yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana baik sebagai alasan
pembenar maupun alasan pemaaf, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah
sehingga terdakwa harus dihukum untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya;
Menimbang, bahwa didalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara, selain terdakwa diken
akan hukuman penjara, terdakwa juga dikenakan pidana denda yang
besarannya akan ditentukan didalam amar putusan ;
Menimbang, bahwa penjatuhan pidana terhadap terdakwa bukanlah
semata-mata dimaksudkan sebagai balas dendam namun lebih kepada upaya
negara untuk menyadarkan terdakwa agar setelah menjalani pemidanaan di
lembaga pemasyarakatan terdakwa berubah untuk kembali ke masyarakat dan
menjadi warga yang baik yang tidak melakukan kejahatan atau pelanggaran,
dan tentunya pemasyarakatan terhadap terdakwa menjadi cambuk yang
mendidik agar perbuatan yang terdakwa lakukan tidak dicontoh atau ditiru
oleh anggota masyarakat yang lain;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah
dikenakan penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan
dan penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan
terhadap Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar
Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
25

Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan


untuk selanjutnya akan dinyatakan dalam amar putusan;
Menimbang, bahwa barang bukti berupa :
- 1 ( satu) unit katu donfeng;
- 1 (satu) buah pipa paralon;
- 1 (satu) buah selang spiral;
- 1 ( satu ) lembar karpet penangkap butiran emas
yang telah dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan dikhawatirkan
akan dipergunakan untuk mengulangi kejahatan, maka perlu ditetapkan agar
barang bukti tersebut dirampas untuk dimusnahkan;
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa,
maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan
yang meringankan Terdakwa;
Keadaan yang memberatkan:
- Perbuatan terdakwa merusak keseimbangan lingkungan; Keadaan yang
meringankan:
- Terdakwa bersikap sopan di persidangan;
- Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka
haruslah dibebani pula untuk membayar biaya perkara;
Memperhatikan, Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara dan Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-
undangan lain yang bersangkutan;
3. Amar Putusan
MENGADILI:
1. Menyatakan terdakwa Rachmadi alias Madi bin Muchran (alm)
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “Melakukan Usaha Penambangan tanpa IUP, IPR atau
IUPK”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 6 (enam) Bulan dan denda sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka
diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) Bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani
oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
26

4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;


5. Menetapkan barang bukti berupa:
-1 ( satu) unit katu donfeng.
-1 (satu) buah pipa paralon.
-1 (satu) buah selang spiral
-1 ( satu ) lembar karpet penangkap butiran emas.
Dirampas untuk dimusnahkan;
Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sejumlah Rp5.000,- (lima
ribu rupiah)
Demikianlah diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Pelaihari, pada hari Senin, tanggal 27 April 2020, oleh

kami, Yanti Suryani, S.H.., M.H.., sebagai Hakim Ketua , Poltak, S.H. ,

Ameilia Sukmasari, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota,

yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu, tanggal

29 April 2020 oleh Hakim Ketua dengan didampingi para Hakim Anggota

tersebut, dibantu oleh Noripansyah, SH, Panitera Pengganti pada Pengadilan

Negeri Pelaihari, serta dihadiri oleh Muhammad Yofhan Wibianto, S.H.,

Penuntut Umum dan Terdakwa didampingi Penasihat Hukum

D. Penambang emas tanpa izin (PETI)

Penambang emas tanpa izin (PETI) merupakan usaha pertambangan yang

di lakukan oleh perseorangan, sekelompok orang, atau Perusahaan/yayasan

berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi

Pemerintah sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. 49 Munculnya

kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) sulit dihindari, karena PETI

merupakan salah akses masyarakat kepada sumberdaya alam dan lingkungan.

Masyarakat dengan keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi mengelola


27

sendiri sumber-sumber Mineral (emas) yang ada di daerahnya untuk

meningkatkan taraf hidup dan ekonomi kelompoknya saja, sehingga negatif

dampaknya kepada daerah.

PETI sendiri merupakan “stampel” yang diberikan Negara pada pelaku

pertambangan yang tidak mendapatkan izin resmi dari Negara. Penambang emas

tanpa izin (PETI) umumnya didomiasi penambang kecil tradisional yang

menganggap lahan pertambangan merupakan warisan dari generasi sebelumnya,

sehingga tidak memerlukan izin usaha. Tak peduli apakah rakyat yang

melakukan kegiatan pertambangan berdasarkan adat istiadat, ataupun mereka

mereka yang hanya “berjudi” nasib dari bahan tambang, tetap akan menyandang

label penambang emas tanpa izin (PETI) jika tidak mendapat izin resmi dari

Pemerintah. Dengan demikian, izin, rekomendasi, atau bentuk apapun yang

diberikan Pemerintah di luar ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang

berlaku, dapat dikategorikan sebagai penambang emas tanpa izin (PETI).17

Menurut Mark L. Wilson, lebih dari seratus juta orang kehidupannya

bergantung secara langsung maupun tidak langsung pada kegiatan pertambangan

sekala kecil. Kegitan usaha pertambangan tanpa izin (PETI) secara substansial

menunjang pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat di wilayah-wilayah

tersebut, tetapi penambangan menimbulkan kerusakan lingkungan atau tata

ruang penggunaan lahan serta mengabaikan perlindungan terhadap kesehatan

dan keselamatan kerja. Hingga saat ini pertumbuhan penambang emas tanpa izin

(PETI) semakin berkembang tidak saja terhadap bahan galian emas tetapi juga

17
,2014 Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, Sinar Grafika,
Jakarta,hlm 90
28

batubara,bahkan dilakukan di sekitar/sekeliling wilayah-wilayah pertambangan

resmi berskala besar sehingga mengakibatkan terjadinya konflik dengan para

pemegang izin usaha pertambangan tersebut. Kegiatan penambang emas tanpa

izin (PETI) tidak mengikuti kaidah-kaidah pertambangan yang benar, telah

mengakibatkan kerusakan lingkungan, pemborosan sumber daya Mineral, dan

kecelakaan tambang. Selain itu, penambang emas tanpa izin (PETI) bukan saja

menyebabkan potensi penerimaan negara berkurang, tetapi juga

Negara/Pemerintah harus mengeluarkan dana yang sangat besar untuk

memperbaiki kerusakan lingkungan.18

Perkembangan penambang emas tanpa izin (PETI) sudah mencapai tahap

yang cukup menghawatirkan karena juga menimbulkan tumbuhnya perdagangan

produk pertambangan di pasar-pasar gelap, yang dapat dikategorikan sebagai

bentuk pelanggaran terhadap penghindaran pajak resmi penjualan produk

pertambangan. Mengantisipasi kemungkinan peningkatan dampak negatif di

masa mendatang dari keberadaan penambang emas tanpa izin (PETI),

seyogyanya Pemerintah melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

melakukan upaya penerapan kebijakan yang tepat untuk mengubah status

pertambangan tersebut menjadi pertambangan resmi berskala kecil. Diperlukan

pembuatan kebijakan yang baru atau memodifikasi produk hukum lama, melalui

upaya analisis atau sintesis terhadap peraturan tentang pertambangan skala kecil.

Pertambangan skala kecil hendaknya berorientasi kepada keekonomian

masyarakat setempat, penjagaan keseimbangan lingkungan dan tata ruang

18
Gatot Supramono,2012. Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Indonesia, PT
Rineka Cipta, jakarta,hlm 64
29

wilayah pertambangan, serta yang terpenting memberikan kontribusi kepada

kepentingan pembangunan social ekonomi khususnya daerah otonom dan pada

gilirannya berpengaruh secara Nasional

Sumantri dan Herman menyatakan bahwa faktor pendorong kehadiran

penambang emas tanpa izin dapat dikelompokkan menjadi:19

a. Faktor Sosial, yaitu merupakan faktor yang berasal dari keadaan sosial

masyarakat setempat meliputi :

1) Keberadaan penambang tradisional oleh masyarakat setempat yang

telah berlangsung secara turun - temurun.

2) Hubungan yang kurang harmonis antara pertambangan resmi/berizin

dengan masyarakat setempat.

3) Penafsiran keliru tentang reformasi yang diartikan sebagai kebebasan

tanpa batas.

b. Faktor Hukum, yaitu merupakan faktor yang berasal dari dasar hukum

peraturan perundang-undangan yang berlaku, meliputi:

1) Ketidaktahuan masyarakat terhadap Peraturan Perundang-Undangan

yang berlaku dibidang pertambangan.

2) Kelemahan Peraturan Perundang-Undangan di bidang pertambangan,

yang antara lain tercermin dalam kekurang berpihakan kepada

kepentingan masyarakat luas dan tidak adanya teguran terhadap

pertambangan resmi/berizin yang tidak memanfaatkan wilayah

usahanya (lahan tidur).

3) Kelemahan dalam penegakan hukum dan pengawasan


19
Ibid .hlm 67
30

c. Faktor Ekonomi, yaitu: lemahnya kondisi perekonomian masyarakat yang

menyebabkan mereka melakukan penambangan emas tanpa izin, meliputi:

1) Keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang sesuai

dengan tingkat keahlian/ ketrampilan masyarakat bawah.

2) Kemiskinan dalam berbagai hal, miskin secara ekonomi, pengetahuan,

dan ketrampilan.

Keberadaan pihak ketiga yang memanfaatkan kemiskinan untuk tujuan

tertentu, yaitu penyandang dana (cukong), backing (oknum aparat) dKrisis

ekonomi berkepanjangan yang melahirkan pengangguran terutama dari kalangan

masyarakat bawah. Penemuan cadangan baru oleh perusahaan tambang resmi

atau berizin

Penegakan hukum pada hakikatnya adalah mempertahankan berbagai

Peraturan Perundang-Undangan beserta peraturan pelaksanaannya yang telah

diterbitkan untuk maksud dan tujuan serta untuk menjaring para pelanggar

hukumnya yang tidak bertanggung jawab. Menurut Andi Hamzah, penegak

hukum sering di salah artikan, seakan-akan hanya bergerak dibidang hukum

pidana, atau hanya dibidang represif. Istilah penegakan hukum di sini meliputi

tindakan represif maupun preventif. Dalam penegakan hukum erat kaitannya

dengan politik hukum yang menjadi bagian dari kebijakan penyelenggara negara

tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukum sesuatu yang didalamnya

mencakup pembentukan, penerapan dan penegakan hukum.20Upaya penegakan

20
Ni’matul Huda, 2005.Otonomi Daerah, Ctk.Pertama,Pustaka Pelajar, Yogyakarta,.hlm 23
31

hukum dapat dilakukan dari berbagai instrumen hukum, yaitu pidana,

administrasi ataupun perdata21

Penggunaan upaya penegakan hukum pidana, sebagai salah satu upaya

mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum.

Disamping itu karena tujuannya adalah untuk mencapai kesejahteraan

masyarakat pada umumnya maka kebijakan penegakan hukum itupun termasuk

dalam bidang kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat sebagai suatu masalah yang termasuk kebijakan, maka

penggunaan hukum pidana sebenarnya tidak merupakan suatu keharusan.

Hukum pidana juga dapat dipakai sebagai sarana untuk merubah atau

membentuk masyarakat sesuai dengan bentuk masyarakat yang dicita-citakan.

Penegakan Hukum merupakan proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan

hukum menjadi nyata. Dalam upaya penegakan hukum diperlukan adanya

diskresi. Sebagai pelengkap asas legalitas, yaitu asas hukum yang menyatakan

bahwa setiap tindakan atau perbuatan administrasi negara harus berdasarkan

ketentuan Undang-undang

Masalah kesadaran hukum masyarakat erat kaitrannya dengan ketentuan,

apakah hukum diketahui, dipahami, ditaati, dan dihargai. Apabila masyarakat

hanya mengetahui adanya suatu ketentuan hukum, maka taraf kesadaran

hukumnya lebih rendah dari mereka yang memahami hukum. Menurut Gustav

Radbruch sebagaimana dikutip Satjipto Rahardjo,mengkalsifikasikan nilai-nilai

dasar hukum menjadi tiga, yaitu keadilan, kegunaan, dan kepastian. Namun
21
Nyoman Serikat Putra Jaya,2008. Beberapa Kepemikiran Kearah Pengembangan Hukum
Pidana, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung,hlm 44
32

keadilan bukan persoalan semata hukum, banyak hal lain yang mempengaruhi

hukum. Menurut R. Soesilo, hukuman adalah suatu perasaan tidak enak

(sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah

melanggar Undang-Undang hukum pidana.22

Tindak pidana yang melakukan eksplorasi tanpa hak, pada dasarnya wajib

memiliki izin dan setiap izin yang dikeluarkan ada dua kegiatan yang harus

dilakukan yaitu untuk eksplorasi dan eksploitasi. Kegiatan eksplorasi meliputi

penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Eksplorasi merupakan

tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara

terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran kualitas, dan sumber

daya terukur dari bahan galian serta informasi mengenai lingkungan sosial dan

lingkungan hidup (Pasal 1 angka 15). Oleh karena melakukan kegiatan

eksplorasi pertambangan didasarkan atas izin yang dikeluarkan pemerintah yaitu

IUP atau IUPK, maka eksplorasi yang dilakukan tanpa izin tersebut merupakan

perbuatan pidana yang diancam hukuman berdasarkan Pasal 160 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dipidana dengan pidana kurungan paling

lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00”.

Kegiatan keuangan dan perbankan dikenal adanya pencucian uang atau

money loundering, dimana uang yang berasal dari kejahatan “dicuci” melalui

perusahaan jasa keuangan agar menjadi uang yang dianggap “bersih”. Dalam

bidang pertambangan juga dapat terjadi pencucian hasil tambang, penambang-

penambang gelap dapat berhubungan langsung dengan para penambang yang

22
Nyoman Serikat Putra Jaya,2008. Beberapa Kepemikiran Kearah Pengembangan Hukum
Pidana, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung,hlm 12
33

memiliki izin untuk mengadakan transaksi hasil tambangnya sehingga ketika

sampai kemasyarakat menjadi barang tambang yang sah. Tindak pidana

pencucian barang tambang (mining loundering) dalam Undang-Undang Nomor

4 Tahun 2009 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda

paling banyak Rp 10.000.000.000,00”. Untuk dapat membongkar kejahatan

tersebut tentu tidak mudah karena pada umumnya penambangan dilakukan di

daerah pedalaman yang biasanya jauh dari keramaian dan sepi petugas, sehingga

dibutuhkan adanya pengawasan intensif dengan kerja sama antara aparat

kementrian pertambangan, pemerintah daerah setempat dan kepolisian.


BAB III

ANALISIS MASALAH

A. Pengaturan Pidana dalam putusan (Nomor 64/Pid.sus/2020/PN Pli)

Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penambangan Emas Tanpa Izin

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,

penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian.

Pertambangan mempunyai beberapa karakteristik yaitu tidak dapat diperbaharui,

mempunyai risiko relatif lebih tinggi, dan pengusahaanya mempunyai dampak

lingkungan baik fisik mapun sosail relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan

komoditi lain pada umumnya. 23

Usaha pertambangan memiliki beberapa tahap-tahap kegiatan usaha

pertambangan yaitu:

1. Penyelidikan umum
2. Eksplorasi
3. Studi kelayakan
4. Persiapan penambangan
5. Penambangan
6. Pengolahan bahan galian
7. Pengakutan
8. Reklamasi

Fakta empiris persoalan terkait pertambangan banyak usaha pertambangan

yang dilakukan secara ilegal (tanpa izin). Pertambangan yang dilakukan secara

ilegal, berpotensi besar terjadinya berbagai masalah seperti terjadinya tindakan

kriminal, konflik penggunaan lahan, bahkan berpotensi terjadinya pencemaran

23
Adrian Sutedi,2011 Hukum Pertambangan, Cet. 2. Sinar Grafika, Jakarta.hlm 12

34
35

dan kerusakan lingkungan yang berakibat kehancuran masa depan lingkungan.

Kondisi inilah yang menjadi dasar pertimbangan, perlunya instrumen hukum yang

dapat memberikan penegasan terhdap jenis kegiatan ini, sehingga diharapkan

dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan. Aturan hukum merupakan

hal yang penting mendasari seluruh aktivitas pertambangan rakyat. Secara

normatif Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral

dan Batubara telah mengatur permasalahan terkait dengan pertambangan rakyat.

Dalam mewujudkan hal di atas, maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menetapkan tentang asas dan tujuan

pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yaitu:

1. Manfaat, keadilan dan keseimbangan

2. Keberpihakan kepada kepentingan bangsaa

3. Partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas

4. Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

Selain itu penerapan Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral

dan Batubara sebagai dasar hukum dalam melakukan kegiatan usaha

pertambangan yaitu agar tercapainya Good Minning Practice. Good Minning

Practice adalah suatu kegiatan pertambangan yang mentaati aturan, terencana

dengan baik, melakukan konservasi bahan galian dan menjamin keselamatan

kerja. Good Minning Practice terdapat beberapa aspek yaitu:24

1. Perizinan dan aspek legalitas pertambangan

2. Keselamatan dan kesehatan kerja

24
Bagir Manan,2005.Menyongsong Fajar Otonomi Daerah,Yogyakarta. PSH FH UII,hlm
98
36

3. Aktivitas pertambangan yang selalu menunjukan kepedulian terhadap dampak

lingkungan

Terdapat beberapa hal yang mendasari mengapa perlu dilakukannya

penambangan yang baik dan benar, diantaranya:

1. Permasalahan umum usaha pertambangan di Indonesia adalah kerusakan

lingkungan yang di sebabkan oleh pengelola tambang meninggalkan lahan

tambang begitu saja setelah tidak produktif lagi

2. Para penambang yang tidak mempunyai izin usaha pertambangan

3. Kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan di lahan yang bukan

merupakan area lahan pertambangan

4. Terjadinya kecelakaan tambang yang tinggi

Para penambang yang akan melakukan usaha pertambangan dalam rangka

pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan

umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan

pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang. Penambang wajib

mempunyai Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, yaitu izin

untuk melaksanakan usaha pertambangan. Setiap usaha pertambangan rakyat

pada WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) dapat dilaksanakan apabila telah

mendapatkan IPR (Izin Pertambangan Rakyat). Pada hakekatnya izin merupakan

tindakan hukum pemerintah yang bersifat sepihak berdasarkan kewenangan yang

sah. Jika standar tersebut belum terpenuhi maka akan ada larangan terhadap

segala bentuk kegiatan sampai mendapatkan izin tersebut. Izin merupakan

keputusan dari pejabat yang mempunyai sifat individual, konkrit, kasual dan
37

sekali diberikan selesai25

Sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang

pertambangan mineral dan batubara, pemerintah telah mengakomodir kegiatan

pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat dengan mengeluarkan Izin

Pertambangan Rakyat (IPR) yang dilakukan di sebuah wilayah pertambangan.

Menurut Undnag-undnag Nomor 4 Tahun 2009 pasal 1 ayat (10), Izin

Pertambangan Rakyat (IPR) adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan

dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dengan luas wilayah dan investasi

terbatas. Tata cara penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 pasal 67 yaitu:

1. Bupati/Walikota memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, baik

perseorangan maupun kelompok masyarakat dan Koperasi.

2. Bupati/Walikota dapat melimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian

IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Camat sesuai dengan

ketentaun peraturan perundangundangan.

3. Untuk memperoleh IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemohon wajib

menyampaikan surat permohonan kepada Bupati/Walikota. Izin diterbitkan

untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.

Setelah izin diterapkan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, terdapat pasal yang mengatur

mengenai tindak pidana yang ditujukan kepada pelaku usaha pertambangan tanpa

izin usaha pertambangan yaitu: 1. Tindak pidana melakukan penambangan tanpa

25
S.F. Marbun,2018 Hukum Administrasi Negara I (Administrative Law I), Ctk. Kedua, FH
UII Press, Yogyakarta, hlm 76
38

izin (Pasal 158 Undang-undang nomor 4 tahun 2009) 2. Tindak pidana

melakukan eksplorasi tanpa hak (Pasal 160 ayat (1) Undang-undang nomor 4

tahun 2009) Pada dasarnya dalam ketentuan pasal yang mengatur tindak pidana

tanpa izin usaha pertambangan hukuman pidana yang dapat dijatuhkan kepada

pelaku tindak pidana sifatnya hanya 2 (dua) macam yaitu:

1. Kumulatif (dihukum dengan 2 (dua) hukuman pokok sekaligus yaitu pidana

penjara dan pidana denda)

2. Alternatif (memilih salah satu hukuman yaitu pidana badan atau pidana

kurungan) Tindak pidana di bidang pertambangan tidak membedakan mana

yang delik kejahatan dengan pelanggaran dan hukuman yang dijatuhkan

terhadap pelakunya, sehingga terdapat hukuman yang bersifat kumulatif dan

alternatif, pada Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara terdapat Hukuman yang bersifat

kumulatif. Sedangkan hukuman yang bersifat alternatif terdapat pada delik

pelanggaran yaitu Pasal 160 ayat (1) UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Mineral dan Batubara.

Aturan perundang-undangan yang mengatur dan menjadi dasar penegkan

hukum di bidang pertambangan, maka penegakan hukum mempunyai makna

bagaimana hukum harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum

tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum, kemanfaatan dan

keadilan. Menurut S. Raharjo, dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan

suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide yang notabene dan abstrak menjadi
39

kenyataan.26

Proses perwujudan inilah yang merupakan hakekat dari penegakan hukum.

Penegakan hukum yang di maksud adalah melalui sanksi pidana, yang hakikatnya

tujuan hukum pidana atau pemidanaan adalah untuk memberikan alasan

pembenaran atas pidana itu. Sanksi pidana yang dijatuhkan kepada para

masyarakat pelaku pertambangan tanpa izin tersebut sekiranya dapat menjadi

pencegah keberlangsungan kegiatan pertambangan rakyat tanpa izin. Perlu

adanya penanganan hukum yang serius terhadap Kasus pertambangan emas ilegal

yang terjadi Danau Laper pada titik koordinat S 03° 42’ 53.16” – E 114° 50’

28.29” di Desa Tanjung RT. 04 Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut

Provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan data dari anggota Kepolisian Resort

Tanah Laut,aktivitas pertambangan yang dilakukan para penembang dilakukan

mempekerjakan 5 (lima) orang pegawai sebagai buruh, dimana proses

penambangan emas itu dilakukan dengan menggunakan mesin diesel yang

sebelumnya telah dirakit sedemikian rupa yang difungsikan sebagai

penembak dan ada juga yang difungsikan sebagai penyedot yang dirakit

dengan 1 (satu) unit katu (alkon) dan ada juga yang dibuat kasbuk (bak kayu

tempat menaruh karpet untuk mendapatkanemas), yang mana setelah peralatan

dan lahan yang dipilih sudah siap kemudian dimulailah pengerjaan terhadap lahan

itu dengan cara para pegawai dari terdakwa ada yang bertugas mencangkul tanah,

melinggis tanah, ada yang menyedot tanah, dan ada yang menembak tanah

(menyemprot tanah dengan air). Dimana setelah tanah berhasil disedot dan

26
Barda Nawawi Arief,2001,Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.hlm 23
40

dialirkan kedalam peralon yang akhirnya sampai pada kasbuk (bak kayu tempat

ditaruhnya karpet untuk menahan emas), selanjutn ya setelah proses penyedotan

tanah yang diduga emas telah selesai kemudian karpet yang ada di kasbuk (bak

kayu tempat ditaruhnya karpet penahan emas) dilepas dan dicuci kedalam wadah

(baik yang terbuat dari baskom ataupun drum) dengan tujuan untuk memisahkan

pasir yang terkandung emas terpisah dari karpet, dimana setelah pasir yang

terkandung emas terpisah dari karpet kemudian dilakukan proses pendu langan

untuk mendapatkan emas.27

Penambangan illegal dilakukan tanpa ijin, prosedur operasional, dan tanpa

mentaati aturan yang berlaku sehingga para penambang sembunyi-sembunyi

dalam melakukan kegiatan pertambangan ilegal tersebut. Kegiatan pertambangan

ilegal ini patut di cegah dan di tangani secara hukum, karena mengeksploitasi

sumber daya alam secara illegal, medistribusikan, dan menjual hasil tambangnya

secara ilegal selain itu para penambang melakukan kegiatan pertambangan yang

di lakukan tanpa memperhatikan reklamasi dan secara sporadis atau berpindah

pindah lokasi sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang sangat

berpotensi menimbulkan longsor di daerah perbukitan karena dalam melakukan

penambangan emas pihak kepolisian menemukan Luas Bukaan Tambang dengan

panjang 20 (dua puluh) meter lebar 10 (sepuluh) meter dengan kedalaman 7

(tujuh) meter, dimana dalam bukaan tambang tersebut juga terdapat aktivitas

penambangan emas.

Penanggulangan terhadap peristiwa atau kasus-kasus yang berkaitan dengan

27
Gatot Supramono,2012. Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Indonesia, PT
Rineka Cipta, jakarta,.hlm 55
41

illegal mining menunjukan upaya penindakan terhadap kejahatan di bidang

illegal mining dengan menggunakan suatu kebijakan pidana (penal policy),

Sudarto memberikan suatu definsi tentang “penal policy” dari sudut tujuannya,

yakni untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai

dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan

datang. Dalam hal kebijakan pidana dalam arti penal law enforcement policy

meliputi beberapa tahap, diantaranya tahap formulasi, tahap aplikasi dan tahap

eksekusi.

Masyarakat yang melakukan pertambangan tanpa izin dengan mobilitas

tinggi dan tidak berkelompok. Mereka cenderung individual. Ketika mereka

sampai pada suatu wilayah maka dengan cepat mereka dapat menyesuaikan diri

untuk mencari teman dan membentuk kelompok. Pada umumnya identitas

asalnya akan tetap dibawa, tetapi tidak mengganggu satu dengan yang lain,

karena interaksi yang dibangun biasanya hanya dalam kelompoknya. Demikian

hasil tidak lagi menarik, maka mereka dengan mudah pula pergi berpindah

mencari tempat lain. Dengan sebagian dari karakteristik yang ada pada

masyarakat penambang tersebut, akan sulit bila aktivitas penambangan rakyat

diperlakukan sama dengan penambangan yang dijalankan dalam bentuk

perusahaan.28

Setelah diketahui seseorang telah melakukan tindak pidana selanjutnya

seseorang akan dimintai pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban

pidana memiliki dua syarat yaitu syarat eksternal dan syarat internal. Syarat

28
N.H.T. Siahaan,2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Erlangga,
Jakarta,hlm 66
42

eksternal dari pertanggungjawaban pidana adalah melakukan tindak pidana,

sedangkan syarat internal dari pertanggungjawaban pidana adalah memiliki

kesalahan. Jadi seseorang akan dimintai pertanggungjawaban pidana tidak hanya

karena dia telah melakukan tindak pidana tetapi juga seseorang tersebut

melakukan kesalahan. Kesalahan adalah keadaan dimana seseorang dapat dicela

karena seharusnya seseorang tersebut dapat berbuat lain, dilihat dari segi

masyarakat. Kesalahan ditandai dengan kesadaran dan jiwa seseorang, orang gila

tidak akan dimintai pertanggungjawaban pidana karena orang yang keadaan

jiwanya terganggu bisa dikatakan dia tidak sadar atas apa yang diperbuatnya.

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada

pemidanaandengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau

tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau

tidak.

Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang

melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

undang-undang, maka orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan

sesuai dengan kesalahannya. Dengan kata lain orang yang melakukan perbuatan

pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila

ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu

melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan

normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut. Menurut Van

Hammel: “kemampuan bertanggung jawab adalah suatu keadaan normalitas psikis


43

dan kematangan(kecerdasan)yang membawa 3 (tiga) kemampuan:

1. Mampu mengerti nilai dari akibat perbuatanya sendiri

2. Mampu untuk menyadari bahwa perbuatanya itu menurut pandangan

masyarakat tidak di perbolehkan

3. Mampu menentukan kehendak atas perbuatanya tersebut

Pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang

dinyatakan sebagai pelaku untuk suatu tindak pidana. Masalah ini menyangkut

tentang “Subjek tindak pidana” yang sudah dirumuskan oleh pembuat undang-

undang tindak pidana yang bersangkutan. Subjek hukum pidana dalam Undang-

Undang mineral dan batubara yaitu manusia dan badan hukum. Di dalam

UndangUndang tersebut selalu menyebut “setiap orang” sebagai subjek

hukumnya yakni di Pasal 158, Pasal 160, Pasal 161, Pasal 162, dan Pasal 165

sedangkan pada Pasal 163 ayat (1) bisa ditelaah atau dapat dikatakan badan

hukum merupakan subjek hukum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang dapat dipertanggungjawabkan

Kasus tindak pidana pertambangan emas tanpa izin pertambangan di

Kabupaten tanah laut, yang dilakukan secara tradisional dan melanggar hukum

sehingga tindak pidana di atas dapat di jatuhi sanksi pidana sebagai bentuk

pertanggung jawaban pidana apabila telah memenuhi unsur perbuatan pidana

yaitu:

1. Perbuatan

2. Unsur melawan hukum obyektif, dan

3. Unsur melawan hukum subyektif


44

Selain itu menurut Roeslan Saleh orang yang melakukan perbuatan pidana

akan di pidana apabila dia mempunyai kesalahan, untuk adanya

kesalahanyangmengakibatkan dipidanya nya terdakwa maka terdakwa haruslah

1. Melakukan perbuatan pidana

2. Mampu bertangungjawab

3. Dengan sengaja atau alpa

4. Tidak adanya alasan pemaaf atau pembenar

Menurut semua unsur dari Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara telah terpenuhi, maka Terdakwa

haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak

pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum oleh

karena terdakwa telah dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana dan pada

terdakwa tidak ditemukan alasan -alasan yang dapat menghapuskan

pertanggungjawaban pidana baik sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf,

maka terdakwa harus dinyatakan bersalah sehingga terdakwa harus dihukum

untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya didalam Pasal 158 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara,

selain terdakwa diken akan hukuman penjara, terdakwa juga dikenakan pidana

denda yang besarannya akan ditentukan didalam amar putusan penjatuhan pidana

terhadap terdakwa bukanlah semata-mata dimaksudkan sebagai balas dendam

namun lebih kepada upaya negara untuk menyadarkan terdakwa agar setelah

menjalani pemidanaan di lembaga pemasyarakatan terdakwa berubah untuk

kembali ke masyarakat dan menjadi warga yang baik yang tidak melakukan
45

kejahatan atau pelanggaran, dan tentunya pemasyarakatan terhadap terdakwa

menjadi cambuk yang mendidik agar perbuatan yang terdakwa lakukan tidak

dicontoh atau ditiru oleh anggota masyarakat yang lainya.29

Dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah dikenakan penangkapan dan

penahanan yang sah, maka masa penangkapan dan penahanan tersebut harus

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan Terdakwa ditahan dan

penahanan terhadap Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu

ditetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan klasifikasi perkara

Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan(Mineral,Batu Bara),

Minyak dan Gas Bumi, ancaman pidana pasal 158 Undang-Undang RI Nomor 4

Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Mengenai kasus tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penerapan pasal

pada tersangka telah memenuhi tiga unsur perbuatan pidana dan dengan hal ini

dapat dijatuhi sanksi pidana sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana. Unsur-

unsur tersebut dapat dijabarkan dalam penjelasan berikut:

1. Unsur Perbuatan terpenuhi dengan adanya tindakan dari pelaku yang

melakukan aktivitas pertambangan secara ilegal tanpa adanya izin usaha

pertambangan (IUP).

2. Unsur Melawan Hukum Obyektif juga telah terpenuhi karena tindakan pelaku

telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang tercantum dalam Pasal 158

UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara, yaitu “melakukan eksplorasi tanpa memiliki”, dan “melakukan


29
Syahrul Machmud,2012. Penegakan Hukum Lingkungan indonesia, Graha Ilmu,
Bandung.hlm 31
46

usaha penambangan tanpa”:

a. “Melakukan eksplorasi tanpa memiliki” di buktikan dalam perbuatan

para penambang dengan melakukan kegiatan penambangan tanpa

penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan lingkungan sosial

maupun lingkungan hidup.

b. “Melakukan usaha penambangan tanpa” di buktikan dengan perbuatan

pera penambang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dari

pejabat yang berwenang.

3. Unsur melakukan hukum subyektif, yaitu pertanggungjawaban dan kesalahan.

Pertanggungjawaban maksudnya adalah kemampuan para pelaku untuk

bertanggungjawab, dan tidak memenuhi pasal 44 KUHP.

Dalam kasus pertambangan emas ilegal di Kabupaten tanah laut, para

pelaku memenuhi unsur pertanggungjawaban tersebut. Kesalahan dalam hal ini

adalah kesengajaan dan kelalaian, dan dalam kasus ini para pelaku dinilai

melakukan kesengajaan Pertanggungjawaban pidana dapat dihubungkan dengan

fungsi preventif hukum pidana. Pada konsep tersebut harus terbuka kemungkinan

untuk sedini mungkin pembuat menyadari sepenuhnya konsekuensi hukum

perbuatannya. Konsekuensi atas tindak pidana merupakan risiko yang sejak awal

dipahami oleh pembuat. Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban

orang terhadap tindak pidana yang dilakukanya, yang dipertanggungjawabkan

orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya yaitu melakukan tindak pidana

pertambangan.

Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang


47

dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya

merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk berekasi

terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan tertentu.

Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang bertujuan untuk

mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi

pengayoman masyarakat, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak pidana

memulihkan keseimbangan, mendatangkan rasa damai dalam masyarakat,

memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi

orang baik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Pertanggungjawaban

pidana harus memperhatikan bahwa hukum pidana harus digunakan untuk

mewujudkan masyarakat adil dan makmur merata materiil dan spirituil. Hukum

pidana tersebut digunakan untuk mencegah atau menanggulangi perbuatan yang

tidak dikehendaki.

B. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor

64/Pid.Sus/2020/Pn/Pli Tentang Tindak Pidana Pertambangan Emas Tanpa

Izin

Menurut penulis hakim dalam memutus menggunakan Penafsiran Sosiologis

(Teleologis Interpetatie)Aturan hukum ditafsirkan dengan hal-hal yang konkret

yang ditemui dalam masyarakat. Pada dasarnya penafsiran teleologis/sosiologis

ini adalah penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan undang-undang itu.

HaI ini penting karena kebutuhan-kebutuhan masyarakat berubah menurut masa

dan tempat, sedangkan bunyi undang-undang kaku dan tidak berubah menurut
48

masa sedangkan bunyi undang-undang sama saja ‘tetap tidak berubah’ Peraturan

perundang-undangan itu disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang

baru.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan saksi-

saksi, Surat, dan keteranganterdakwa yang saling bersesuaian serta dihubungkan

dengan barang bukti kemudian diperoleh fakta hukum antara lain Bahwa benar

bahwa terdakwa rachmadi alias madi bin muchran (alm)pada hariSelasa tanggal

19 November 2019 sekitar pukul 13.15 witabertempatDi lokasi Tambang Emas

Danau Laper pada titik koordinat S 03° 42’ 53.16” – E 114° 50’ 28.29” di Desa

Tanjung RT. 04 Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan

Selatan , melakukanusahapenambangantanpa adanya ijin usaha penambangan baik

IUP, IPR atau IUPK.

Berawal pada saat anggota Kepolisian Resort Tanah Laut mendaparkan

laporan dari masyarakat terkait penambangan illegal yang terjadi di daerah Bajuin

sehingga mengakibatkan air di daerah Bajuin menjadi keruh. Berdasarkan

informasi tersebut selanjutnya saksi very sandria dan saksi andri winanda beserta

anggota kepolisian Resort Tanah Laut yang lainnya dengan dipimpin Kanit II

Tipidter Satreskrim Polres Tanah Laut yakni ipda rio adi pratama, S.Tr.K, MH.

langsung melakukan kegiatan operasi penambangan tanpa izin tersebut. Kemudian

pada saat saksi very sandria dan saksi andri winanda beserta anggota kepolisian

Resort Tanah Laut yang lainnya berada di lokasi Tambang Emas Danau Laper di

Desa Tanjung RT. 04 Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut Provinsi

Kalimantan Selatan, saksi very sandria dan saksi andri winanda beserta anggota
49

kepolisian Resort Tanah Laut yang lainnya yang lainnya menemukan Luas

Bukaan Tambang dengan panjang 20 (dua puluh) meter lebar 10 (sepuluh) meter

dengan kedalaman 7 (tujuh) meter, dimana dalam bukaan tambang tersebut juga

terdapat aktivitas penambangan emas yang sedang dilakukan pada saat itu.

Melihat hal itu selanjutnya saksi very sandria dan saksi andri winanda beserta

anggota kepolisian Resort Tanah Laut yang lainnya langsung mengamankan

aktivitas penambangan tersebut serta mengamankan orang-orang yang sedang

melakukan aktivitas penambangan ditempat tersebut termasuk terdakwa.rachmadi

alias madi bin muchran (alm) selaku pemilik serta penanggung jawab

pelaksanaan penambangan yang pada saat itu sedang berada ditempat tersebut.

Dalam proses penambangan Emas itu terdakwa racmadi alias madi bin

muchran (alm) mempekerjakan 5 (lima) orang pegawai sebagai buruh, dimana

proses penambangan emas itu dilakukan dengan menggunakan mesin diesel yang

sebelumnya telah dirakit sedemikian rupa yang difungsikan sebagai penembak

dan ada juga yang difungsikan sebagai penyedot yang dirakit dengan 1 (satu) unit

katu (alkon) dan ada juga yang dibuat kasbuk (bak kayu tempat menaru h karpet

untuk mendapatkan emas), yang mana setelah peralatan dan lahan yang dipilih

sudah siap kemudian dimulailah pengerjaan terh adap lahan itu dengan cara para

pegawai dari terdakwa ada yang bertugas mencangkul tanah, melinggis tanah, ada

yang menyedot tanah, dan ada yang menembak tanah (menyemprot tanah dengan

air). Dimana setelah tanah berhasil disedot dan dialirkan kedalam peralon yang

akhirnya sampai pada kasbuk (bak kayu tempat ditaruhnya karpet untuk menahan

emas), selanjutnya setelah proses penyedotan tanah yang diduga emas telah
50

selesai kemudian karpet yang ada di kasbuk (bak kayu tempat ditaruhnya karpet

penahan emas) dilepas dan dicuci kedalam wadah (baik yang terbuat dari baskom

ataupun drum) dengan tujuan untuk memisahkan pasir yang terkandung emas

terpisah dari karpet, dimana setelah pasir yang terkandung emas terpisah dari

karpet kemudian dilakukan proses pendulangan untuk mendapatkan emas.

Dalam proses penambangan Emas yang dilakukan oleh terdakwa racmadi

alias madi bin muchran (Alm) setelah dilakukan pengambilan titik koordinat

dengan menggunakanGPS (Global Positioning System) berada pada titik

koordinat S 03° 42’ 53.16” – E 114° 50’ 28.29”, dimana dari hasil overlay pada

peta SIG diperoleh hasil bahwa pada titik tersebut berada pada areal bebas (un

known) yakni berada pada areal tidak ada IUP OP Pertambangan Mineral (emas).

Bahwadalam hal terdakwa melakukan penambangan di lokasi Tambang Emas

Danau Laper pada titik koordinat S 03° 42’ 53.16” – E 114° 50’ 28.29” di Desa

Tanjung RT. 04 Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan

Selatan tanpa dilengkapiijin usahapenambangan IUP, IPR atau IUPK. Dengan

demikian unsur ini terpenuhi Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari

Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan,

Mineral dan Batubara telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah

terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana

didakwakan dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum

Karena terdakwa telah dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana dan

pada terdakwa tidak ditemukan alasan -alasan yang dapat menghapuskan

pertanggungjawaban pidana baik sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf,


51

maka terdakwa harus dinyatakan bersalah sehingga terdakwa harus dihukum

untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya didalam Pasal 158 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara,

selain terdakwa diken akan hukuman penjara, terdakwa juga dikenakan pidana

denda yang besarannya akan ditentukan didalam amar putusan

Penjatuhan pidana terhadap terdakwa bukanlah semata-mata dimaksudkan

sebagai balas dendam namun lebih kepada upaya negara untuk menyadarkan

terdakwa agar setelah menjalani pemidanaan di lembaga pemasyarakatan

terdakwa berubah untuk kembali ke masyarakat dan menjadi warga yang baik

yang tidak melakukan kejahatan atau pelanggaran, dan tentunya pemasyarakatan

terhadap terdakwa menjadi cambuk yang mendidik agar perbuatan yang terdakwa

lakukan tidak dicontoh atau ditiru oleh anggota masyarakat yang lain dalam

perkara ini terhadap Terdakwa telah dikenakan penangkapan dan penahanan yang

sah, maka masa penangkapan dan penahanan tersebut harus dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan Terdakwa ditahan dan penahanan

terhadap Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar

Terdakwa tetap berada dalam tahananterhadap barang bukti yang diajukan di

persidangan untuk selanjutnya akan dinyatakan dalam amar putusan;

Menimbang, bahwa barang bukti berupa :

- 1 ( satu) unit katu donfeng;

- 1 (satu) buah pipa paralon;

- 1 (satu) buah selang spiral;


52

- yang telah dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan dikhawatirkan akan

dipergunakan untuk mengulangi kejahatan, maka perlu ditetapkan agar

barang bukti tersebut dirampas untuk dimusnahkan;

Keadaan yang memberatkan terdakwa yaitu Perbuatan terdakwa merusak

keseimbangan lingkungan dan Keadaan yang meringankan Terdakwa bersikap

sopan di persidangan danTerdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak

akan mengulangi oleh karena itu Terdakwa dijatuhi pidana maka haruslah

dibebani pula untuk membayar biaya perkara Memperhatikan, Pasal 158 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara dan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta

peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan

Maka pengadilan negeri tanah laut Menyatakan terdakwa Rachmadi alias

Madi bin Muchran (alm) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana “Melakukan Usaha Penambangan tanpa IUP, IPR atau

IUPK”Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 6 (enam) Bulan dan denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta

rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana

kurungan selama 1 (satu) Bulan Menetapkan masa penangkapan dan penahanan

yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang

dijatuhkan

Kasus pertambangan emas tanpa izin pertambangan yang terjadi di di Desa

Tanjung RT. 04 Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan

Selatan tidak ada alasan pembenar dan pemaaf serta dengan sengaja melakukan
53

pertambangan secara ilegal, mampu bertanggung jawab, sehingga unsur kesalahan

dari pelaku penambang ilegal sudah terpenuhi dan di sertai dengan alat bukti yang

berupa alat yang digunakan untuk menambang dan hasil tambang yang telah disita

oleh Polrestanah laut Kegiatan pertambangan emas di di Desa Tanjung RT. 04

Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan tanpa

adanya izin pertambangan dapat di kategorikan tindak pidana pertambangan yang

melanggar pasal 158 dan pasal 160 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penerapan sanksi pidana sebagai

bentuk pertanggungjawaban pidaan sudah tepat karena dalam menindak kasus

pertambangan ilegal sanksi pidana harus di utamakan (premium remedium), agar

kegiatan pertambangan ilegal di kemudian hari tidak terjadi lagi.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaturan pidana pertambangan emas tanpa izin pertambangan di

Kabupaten tanah laut, yang mana tindakannya dilakukan secara tradisional

dan melanggar hukum sehingga perbuatannya dapat di jatuhi sanksi pidana

sebagai bentuk pertanggung jawaban pidana apabila telah memenuhi unsur

perbuatan pidana yaitu,Perbuatan,Unsur melawan hukum obyektif,

danUnsur melawan hukum subyektif dengan ancaman pidana pasal 158

Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral

dan Batu Bara

2. hakim dalam memutus menggunakan Penafsiran Sosiologis (Teleologis

Interpetatie) yaitu penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan undang-

undang itu. Keadaan yang memberatkan terdakwa yaitu Perbuatan terdakwa

merusak keseimbangan lingkungan dan Keadaan yang meringankan

Terdakwa bersikap sopan di persidangan dan Terdakwa menyesali

perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya maka hakim

menjatuhkan Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan

pidana penjara selama 6 (enam) Bulan dan denda sebesar Rp1.000.000,00

(satu juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka

diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) Bulan.

54
55

B. Saran

1. Apabila seseorang yang melakukan tindak pidana tidak di

pertanggungjawabkan perbuatanya maka kedepanya para pelaku

tindak pidana, khususnya tindak pidana pertambangan tanpa izin

pertambangan rakyat (IPR) di di Desa Tanjung RT. 04 Kecamatan

Bajuin Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan tidak

akan jera dan tetap mengabaikan norma hukum yang berlaku

sehingga tidak efektif lagi di lakukan upaya preventif atau

pencegahan penambang ilegal di kemudian hari kalau dilakukan

pembiaran dari aparat penegak hukum.

2. Pemerintah Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan selatan

harus turun tangan memberikan himbauan atau sosialisasi khususnya

mengenai mekanisme izin usaha pertambangan dan akibat hukum

yang terjadi jika melakukan pertambangan tanpa izin khusunya izin

pertambangan rakyat (IPR) sehingga masyarakat juga sadar dan

bertambah wawasan dalam kegiatan penambangan emas.


56
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945


Kitab Undang – undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

putusan pengadilan negeri pelaihari nomor 64/Pid.sus/2020/PN/Pli

Literatur

Adrian Sutedi,2011. Hukum Pertambangan, Cet. 2. Sinar Grafika, Jakarta,

Ali Yafie,2006. Merintis Fiqh Lingkungan Hidup.Jakarta. Ufuk Press

Andi Hamzah,2006.Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Bagir Manan,2005 Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH FH


UII,Yogyakarta.

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan


Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Indonesia, PT


Rineka Cipta, jakarta, 2012.

Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1992 Ibnu


Qudamah, Al-Mugni, cet. ke-2, Pustaka Azzam, Kairo, 1992.

Juniarso R dan Achmad S, Hukum Tata Ruang dalam Konsep Otonomi Daerah,
Nuansa, Bandung, 2008.

Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta
Timur, 2006.
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2011.

Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, PT


Buku Seru, Jakarta, 2010.

N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Erlangga, Jakarta,


2004.

N.M.Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, dikutip oleh
Philipus Mandiri Hadjon, Yuridika, Surabaya, 1993.

Ni’matul Huda, Otonomi Daerah, Ctk. Pertama, Pustaka


Pelajar, Yogyakarta, 2005

Nyoman Serikat Putra Jaya, Beberapa Kepemikiran Kearah Pengembangan Hukum


Pidana, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2008.

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 1994. Salim HS,


Hukum Pertambangan di Indonesia, RajaGrafindo Persada,Jakarta, 2004.

, Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, Sinar Grafika, Jakarta, 2014.

S.F. Marbun, Hukum Administrasi Negara I (Administrative Law I), Ctk. Kedua, FH
UII Press, Yogyakarta, 2018.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Adhitya Bhakti, Bandung, 2006. Siti
Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan Dan Kebijakan Lingkungan

Dalam Proses Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, Disertasi,17 November


1986.

Sjahran Basah, Pencabutan Izin sebagai Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi
Negara, FH Unair, Surabaya, 1995.

Soerjono Soekanto dkk, Suatu Pengantar Kriminologi, Ghalia Indonesia, jakarta,


1986.
\ , Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Gafindo
Persada, Jakarta, 2007.

Sujamto, Otonomi Daerah yang Nyata dan Bertanggungjawab, Ghalia


Indonesia,Jakarta, 1993.

Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan indonesia, Graha Ilmu, Bandung,


2012.

Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Ed. Kedua, Ctk. Kelima,


Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2015

Anda mungkin juga menyukai