Susilasari Dan WIdhiarso (2018)
Susilasari Dan WIdhiarso (2018)
Technical Report
Volume 1/I/2019
Abstract. Situational Judgment Test is a selection model that was popular among
industries and organizations but has not developed much in Indonesia. This study
aims to determine the correlation between the score rationality with individual
ability to get a high score on Situation Judgment Test. The study participants were
179 collage students in three cities (Yogyakarta, Surabaya and Makassar). This
study uses a Situation Judgment Test that measures performance in work and
Indonesian Rationality Tests to measure the level of rationality. The main analysis
used for hypothesis testing is Pearson Product Moment correlation. The software
program used to assist the analysis process is SPSS 22. The test results show that
the individual score on the rationality test does not correlate with the score in the
Situation Assessment Test with a value of (r = 0.098). The results of this correlation
indicate that individual performance in a Situation Judgment Test is not influenced
by the level of individual rationality.
Abstrak. Tes Penilaian Situasi (Situational Judgment Test) merupakan model seleksi
yang sedang populer di kalangan industri dan organisasi namun belum banyak
berkembang di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara skor rasionalitas dengan kemampuan individu dalam mendapatkan skor
tinggi Tes Penilaian Situasi (TPS). Partisipan penelitan ialah 179 mahasiswa di tiga
Kota (Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar). Penelitian ini menggunakan Tes
Penilaian Situasi yang mengukur performansi dalam bekerja dan Tes Rasional
Indonesia untuk mengukur tingkat rasionalitas. Analisis utama yang digunakan
untuk uji hipotesis ialah korelasi Product Moment Pearson. Program lunak yang
digunakan untuk membantu proses analisis ialah SPSS 22. Hasil tes menunjukkan
bahwa skor individu pada tes rasionalitas tidak berkorelasi dengan skor dalam
Tes Penilaian Situasi dengan nilai sebesar (r = 0,098). Hasil korelasi ini
menunjukkan bahwa performansi individu dalam Tes Penilaian Situasi tidak
dipengaruhi oleh tingkat rasionalitas individu.
kalangan peneliti dan praktisi adalah skala yang menggunakan format Likert.
Skala ini banyak dipakai dalam bentuk angket untuk keperluan riset maupun
dengan format lain yang dinamakan dengan Tes Penilaian Situasi (TPS). Nama Tes
Penilaian Situasi diambil dari Situational Judgement Test (SJT). Berbeda dengan
skala dengan format Likert, TPS lebih populer dipakai terutama dalam bidang
industri dan organisasi. TPS digunakan sebagai metode seleksi personal pelamar
& Grubb III, 2007; Whetzel & McDaniel, 2009) dan memprediksi performansi kerja
(McDaniel, Morgeson, Finnegan, Campion, & Braverman, 2001; Bledow & Frese,
pengetahuan prosedural yang terlibat dalam butir-butir soal TPS. Dengan kata
dengan perilaku di berbagai situasi kerja. TPS berkaitan dengan perilaku di situasi
kerja secara langsung maka TPS dapat dipakai untuk memprediksi performansi
Penggunaan Tes Penilaian Situasi sudah ada sejak tahun 1920-an yang
pertama kali digunakan untuk penilaian situasi sosial dalam George Washington
Social Intelligence Test. Pada perang dunia dua TPS digunakan untuk seleksi
pegawai militer hingga berkembang menjadi Tes Penilaian Situasi yang lebih
Campion, Michael A; Braverman, 2001). Saat ini TPS digunakan pada berbagai
macam bidang. Pada bidang medis, TPS digunakan untuk menyeleksi dan
keterampilan memahami pasien, dan bekerja dalam tim (Sharma, 2015). Hasil
stresor yang mungkin muncul pada perawat kesehatan. Variabel yang terkait
pengetahuan strategi manajemen kelas pada calon guru sekolah dasar (Gold &
Holodynski, 2015). TPS juga dapat digunakan dalam seleksi perguruan tinggi
(Lievens & Sackett, 2012). Di sisi lain, TPS memiliki potensi untuk digunakan
Pengertian TPS
Test (SJT). TPS adalah metode pengukuran yang mempresentasikan skenario atau
situasi yang dihadapi (Christian, Edwards, & Bradley, 2010; Lievens, Peeters, &
& Lawrence, 2007; Oostrom, Köbis, Ronay, & Cremers, 2017; Whetzel & McDaniel,
2009). Situasi yang dimuat di dalam setiap butir soal biasanya terdiri dari
serangkaian dilema atau masalah pekerjaan (Christian et al., 2010; Oostrom et al.,
4
2017). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dilema adalah suatu kondisi
menyulitkan yang dialami oleh individu. Dilema munculnya oleh karena ada
diterima. Dilema juga dapat dimaknai sebagai situasi sulit yang mengharuskan
2018). Dilema dapat terjadi dalam semua aspek kehidupan manusia termasuk di
dalamnya dilema di dalam situasi pekerjaan. Skenario atau dilema di dalam butir-
beberapa diantaranya adalah tertulis (paper-pencil test) (Chan & Schmitt, 2002;
Christian et al., 2010), verbal (Christian et al., 2010), berbasis komputer (Christian
et al., 2010; Olson-buchanan et al., 1998; Weekley, Jeff A; Jones, 1997), dan berbasis
video (Chan & Schmitt, 1997; Weekley, Jeff A; Jones, 1997). Tes Penilaian Situasi
secara tertulis merupakan tes yang banyak digunakan saat ini meskipun TPS
berbasis video lebih menawarkan banyak keunggulan. TPS berbasis video terbukti
linguistik lebih rendah (Chan & Schmitt, 1997). TPS berbasis video juga dapat
menyajikan informasi dalam jumlah besar dalam rentang waktu yang sama
(Sharma, 2015). Selain itu, penyajian dengan format video membuat responden
menerima informasi visual dan auditori serta lebih mengarah pada ketepatan
simulasi. Hal ini dikarenakan format video memberikan pandangan yang lebih
sebuah situasi tersebut dan menjadi bagian dari situasi (Motowidlo, Dunnette, &
efektivitas antara TPS dengan format video dan tertulis sehingga penggunaan tes
dalam bentuk tertulis masih memiliki efektivitas dan popularitas yang tinggi.
peristiwa kritis situasi kerja dikumpulkan oleh para ahli di masing-masing bidang
atau berasal dari beberapa kasus dari arsip. Tujuan pengembangan TPS adalah
dengan kriteria penilaian dan diedit menjadi batang panjang dan dalam format
yang sama
respons. Tahap ini menghasilkan satu atau lebih respons untuk setiap situasi yang
dengan format tes berbentuk pilihan ganda (Bergman et al., 2006) namun tetap
oni skor dari respons dilakukan dengan menyerahkan keefektifan respons pada
6
para pakar untuk kemudian menentukan opsi terbaik dan terburuk. Opsi terbaik
dinilai sebagai jawaban yang benar dan opsi terburuk sebagai jawaban yang salah.
Penilaian empiris diberikan kepada sampel pilot besar untuk memilih alternatif
respons. Respons yang paling sering dipilih oleh individu memiliki kriteria tinggi
dan dinilai benar sedangkan opsi yang jarang dipilih memiliki kriteria rendah dan
Situasi (TPS) adalah metode pengukuran yang menyajikan skenario atau situasi
yang berhubungan dengan dilema atau masalah dalam pekerjaan. Situasi dilema
yang sesuai dengan keadaan dirinya. Respons yang dipilih nantinya akan menjadi
TPS dapat disajikan dalam berbagai bentuk seperti tes tertulis, verbal, berbasis
validitas tambahan (Lievens et al., 2008). TPS memiliki dampak negatif (adverse
Pereira, Wiechmann, Schmitt, & Schmidt Harvey, 2001; Oostrom, de Vries, & de
kecenderungan perilaku mengukur aspek non kognitif dan lebih mengarah pada
pekerjaan yang diterapkan. TPS mengukur konstruk yang telah terbukti, kuat atau
prediksi yang berguna pada kinerja pekerjaan. TPS berbasis video dianggap lebih
menguntungkan dan menghasilkan persepsi yang lebih positif daripada tes yang
tertulis. Hal ini dikarenakan tes berbasis video lebih modern, valid, dan
menguji dalam jumlah besar, terutama tes yang berbasis internet (Lievens et al.,
2008).
berpura-pura, dapat dilatih dan dibina (Lievens et al., 2008). Terkait dengan
hasil penilaian. Hal tersebut membuat hasil penilaian tidak lagi menggambarkan
tinggi daripada kandidat dalam kondisi jujur. Alasan lain yang menggambarkan
untuk mengubah tanggapan terhadap situasi agar terlihat bagus dan memperoleh
penilaian tinggi sehingga dapat lolos dan diterima (Whetzel & McDaniel, 2009).
kerentanan TPS terhadap respons tipuan atau bohong. Dalam penelitian tersebut
terdapat dua tema yang teridentifikasi. Pertama, setiap responden dapat berpura-
dilakukan dan dapat mengubah urutan peringkat kandidat dalam situasi seleksi
dan item pengukurannya lebih maksimal. Responden yang jujur maupun yang
Salah satu kelemahan TPS yang sampai saat ini menjadi perhatian dari
para peneliti adalah potensi keterkaitannya yang besar dengan domain kognitif.
Paparan di atas menunjukkan TPS mirip dengan tes prestasi karena adanya faktor
pengalaman individu, serta konstruk yang sering kali diukur oleh TPS banyak
berkaitan domain kognitif (misalnya kemampuan berpikir kritis dsb.). Masalah ini
menjadi perhatian utama dalam penelitian ini sehingga penulis bertujuan untuk
Schmitt, & Schmidt Harvey, 2001; Chan and Scmitt, 2002; Bobat, Caruth, &
dihadirkan dalam skenario pekerjaan (Koczwara et al., 2012). Sejalan dengan hal
kognitif tidak diukur secara langsung oleh TPS (Lievens & Motowidlo, 2016).
9
Penelitian yang dilakukan oleh Chan dan Schmitt (2002) melibatkan 160
pekerja Singapore Civil Service, hasilnya TPS tidak berkorelasi dengan kemampuan
kognitif (r = –.02) dan pengalaman kerja (r = –.10). TPS secara signifikan tetapi
berkorelasi lemah dengan ciri-ciri kepribadian Big Five (korelasi antara 0,19
hingga 0,29). Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Clevenger (2001) yang
karena TPS dapat digunakan untuk mengukur konstruk yang berbeda dan
bervariasi tergantung jenis situasi yang menuntut penilaian dalam konteks kerja.
Ketika penilaian yang diperlukan dalam pekerjaan lebih bersifat kognitif (misal:
tinggi dengan tes kemampuan kognitif daripada penilaian yang berkaitan dengan
memungkinkan lebih tinggi dan korelasi dengan kemampuan kognitif akan lebih
dari 79 korelasi antara tes penilaian situasional dan kemampuan kognitif umum
bahwa kemampuan kognitif dan kepribadian tidak diukur secara langsung oleh
sebagai anteseden dari kedua jenis pengetahuan prosedural ini yang diperoleh
selama bertahun-tahun (Lievens & Motowidlo, 2016). Hal ini sejalan dengan
kognitif namun penelitian ini mengharapkan hubungan positif antara TPS dengan
kemampuan kognitif yang baik) dapat belajar lebih cepat tentang sifat-sifat non
kognitif yang lebih efektif dalam situasi yang berhubungan dengan pekerjaan
seperti yang dijelaskan atau diukur oleh TPS (Koczwara et al., 2012).
rasionalitas yang memiliki arti menurut pikiran dan pertimbangan yang logis,
menurut pikiran yang sehat dan cocok dengan akal. (Kamus Besar Bahasa
tindakan maupun pikiran yang didapatkan melalui pertimbangan yang logis dan
sesuai dengan aturan yang ada. Rasionalitas adalah fitur dari proses pengambilan
mencapai tujuan (Baron, 2008; Kohler & Harvey, 2004). Selain mengacu pada
tujuan, rasionalitas juga mengacu pada norma atau nilai-nilai (Marki, 2009).
optimal (Alexander & Alexander, 2000). Hal ini menggambarkan bahwa agar
tindakan seseorang rasional tindakan yang dilakukan harus menjadi cara terbaik
pada keyakinan pada hal yang benar (Manktelow, 2004; Stanovich, 2010).
Keyakinan pada hal yang benar tersebut relevan untuk mengingat preferensi
seseorang dalam menentukan tujuan (Kohler & Harvey, 2004). Pada rasional
disertai dengan bukti-bukti akan menjadi dasar dari pemikiran dan tindakan.
Kemudian aspek rasional instrumental akan diwujudkan menjadi cara dan sarana
mengarah pada rasionalitas substantif atau rasional hasil yang menilai rasionalitas
tindakan dari hasil atau keluaran. Dalam perspektif psikologi lebih mengarah
Tes Penilaian Situasi. Pertama, pribadi rasional dapat merefleksikan nilai-nilai dan
tujuannya sehingga dalam pengerjaan TPS pribadi rasional akan berusaha untuk
memenuhi skor yang tinggi sebagai upaya untuk mencapai tujuannya. Dalam
dan yang baik untuk dirinya. Hal ini sejalan dengan (Hastie & Dawes, 2010) yang
maka pribadi yang memiliki rasionalitas baik akan mengerjakan tes dengan
moralitas. Meskipun gagasan utama rasionalitas adalah tujuan akan tetapi dalam
berpegang teguh pada norma atau menurut norma atau kaidah yang berlaku
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2018). Normatif bisa juga diartikan sesuai dengan
nilai yang ada di masyarakat. Implikasinya orang rasional akan mengerjakan Tes
Penilaian Situasi dengan memilih opsi jawaban yang sesuai dengan aturan dan
nilai yang ada dan menghindari opsi jawaban yang tidak sesuai dengan norma.
Oleh karena itu, pada pengerjaan Tes Penilaian Situasi pribadi rasional akan
soal TPS dapat dilandasi oleh karakteristik orang yang rasional dalam memiliki
sifat untuk bersifat pragmatis (Brewer, 2005). Pragmatis artinya bersifat praktis
dan berguna untuk umum atau bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan
dalam menjawab soal artinya memiliki opsi-opsi yang memiliki keuntungan atau
memiliki nilai yang sesuai dengan prinsip atau kebutuhan mereka. Implikasinya
akan memilih opsi jawaban yang sesuai dengan nilai yang diyakini dan
memberikan keuntungan.
Keterkaitan antara skor individu yang didapatkan dari TPS dan tes
rasionalitas akan semakin terlihat jika situasi penyelenggaraan tes adalah situasi
seleksi kerja. Pada situasi ini individu menghadapi situasi yang kompetitif
yang tinggi. Rasionalitas individu dalam mengerjakan soal akan diuji dalam
bentuk pengerjaan soal TPS yang berisi situasi-situasi yang dilematik. Individu
14
yang memiliki rasionalitas yang tinggi memiliki potensi yang lebih besar untuk
mendapatkan skor yang tinggi pada pada TPS. Penyebabnya adalah opsi-opsi
jawaban yang rasional pada TPS biasanya adalah kunci jawaban. Hal ini
dikarenakan kunci jawaban adalah perilaku yang paling tepat, efektif dan rasional
baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penelitian ini ingin
mendapatkan skor tinggi Tes Penilaian Situasi. Berdasarkan hal di atas, penelitian
ini mengajukan hipotesis bahwa skor rasionalitas dan skor individu pada Tes
Penilaian Situasi memiliki hubungan yang positif. Maka semakin tinggi skor Tes
Rasionalitas maka akan semakin tinggi pula skor Tes Penilaian Situasi.
METODE
Prosedur Penelitian
melalui informasi di media sosial. Partisipan mengisi data diri dan kesediaan
hadir pada waktu yang telah ditentukan pada laman web. Pada saat tes
membayangkan situasi tes saat itu adalah proses seleksi untuk mendapatkan
pekerjaan yang diinginkan. Tujuan dari modifikasi instruksi ini agar para
tinggi, penyelenggara tes memberikan hadiah sebesar Rp. 500.000 bagi partisipan
Partisipan
Partisipan dari penelitian ini adalah mahasiswa aktif kuliah berjumlah 179
orang dari tiga kota (Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar) dengan jumlah 135
orang (75%) adalah perempuan dan 44 orang (25%) adalah laki-laki. Pengambilan
sama mengerjakan Tes Rasionalitas Indonesia dan Situational Judgment Test. Data
skor Tes TPS ini merupakan data sekunder yang didapatkan dari Unit
Gadjah Mada.
Instrumen Penelitian
TPS adalah tes yang sedang dikembangkan oleh Unit Pengembangan Alat
kepribadian. TPS terdiri dari 30 butir soal yang mengukur lima dimensi yaitu
dan networking. Butir soal pada tes ini disajikan dalam sebuah pernyataan tentang
situasi tertentu dengan lima kategori respons. Partisipan diminta untuk memilih
positif untuk opsi pilihan “paling mungkin dilakukan” dan respons bertanda negatif
Contoh butir soal pada tes ini adalah “Anda mendapatkan tugas untuk
menemani klien penting yang sedang berkunjung ke perusahaan Anda. Klien tersebut
datang ke perusahaan untuk melihat prospek kerja sama lebih lanjut. Saat menemani klien
memberikan informasi mengenai ruang pertemuan. Apa yang Anda lakukan ketika
Pilihan respons
Paling
Paling
Respons Tidak
Efektif
Efektif
Saya Menegur resepsionis atas kesalahannya di hadapan
klien dengan cara yang halus
Saya menegur resepsionis atas kesalahannya setelah klien
meninggalkan kantor
enam jenis penyekoran yaitu, Raw consensus, summed consensus, most likely and less
Penyekoran hasil administrasi Tes Penilaian Situasi lebih rumit karena TPS tidak
memiliki jawaban yang benar secara objektif (De Leng et al., 2017). Pada penelitian
ini dichotomous consensus yang digunakan untuk penyekoran Tes Penilaian Situasi.
Skor pada butir soal dihitung dengan dichotomous consensus yang memisahkan
total jawaban seluruh peserta. Jika pada sebuah butir soal memiliki mean 3 dalam
skala likert. Maka peserta yang menjawab 1 dan 2 akan diberikan skor 0, dan
peserta yang memilih opsi 3,4,5 akan diberikan skor 1. Skor akhir diperoleh dari
17
penyekoran terbukti menyebabkan skor yang secara signifikan lebih tinggi untuk
etnis mayoritas daripada minoritas dengan ukuran efek mulai dari 0,48 hingga
0,66. Reliabilitas konsistensi internal yang didapatkan bervariasi antara 0,33 dan
0,73.
kemampuan kognitif yang diukur dengan Tes Rasional Indonesia (TRI). Tes
mengukur dua aspek yaitu instrumental dan epistemik, namun di penelitian ini
hanya satu aspek yang diukur yaitu aspek instrumental. Dimensi instrumental
terbagi dalam empat subtes yaitu, B.1, B.2, B.3, dan B.4 dengan 46 item soal.
Tes Rasionalitas Indonesia ini terdiri dari 46 item soal yang disajikan dalam
kondisi mereka. Pada Sub Tes B.1 dan B.2 terdapat enam opsi respons dimana
18
Pilihan B, sub tes ini tidak ada pilihan netral. Sub Tes B.3 terdapat tiga opsi respons
yaitu Opsi A, Opsi B dan Opsi C (untuk pilihan A atau B sama saja). Sub Tes B.4
coba. Hasil analisis menunjukkan korelasi skor total bergerak antara 0,22 hingga
0,51 (32 butir). Properti psikologi menunjukkan bahwa subtes ini memiliki
konsistensi internal yang cukup tinggi. Indeks separasi pengukuran oleh subtes
ini juga cukup tinggi. Indeks separasi butir komponen resistance to framing (2,82),
komponen resistance to sunk cost (3,68), komponen path independence (1,80), dan
komponen cognitive miserly (2,17). Hal ini menujukkan bahwa butir dalam
komponen TRI memiliki tingkat kesulitan yang konsisten pada individu dengan
bahwa tingkat kesulitan butir-butir pada tes ini menjangkau tingkat kemampuan
rendah hingga tinggi dan didominasi oleh butir-butir dengan tingkat kesulitan
berada pada level interval sehingga data dapat dianalisis menggunakan teknik
signifikansi 0,05. Program lunak yang digunakan untuk membantu proses analisis
ialah SPSS 22. Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan antara skor tes individu pada Tes Rasionalitas Indonesia dengan
kemampuan individu dalam mendapatkan skor tinggi Tes Penilaian Situasi skor
HASIL
Pada bagian ini akan dipaparkan hasil statistik deskriptif dan hasil uji
korelasi antara skor Tes Rasionalitas Indonesia dengan skor Tes Penilaian Situasi.
hipotetik dan skor empirik. Bagian uji korelasi menunjukkan hasil korelasi antara
skor sub tes dan skor total Tes Rasionalitas Indonesia dan Tes Penilaian Situasi.
Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan dan pengaruh antar kedua tes.
Statistik Deskriptif
Bagian statistik deskriptif terdiri dari skor hipotetik berdasarkan alat ukur
tes. Tabel 2 menjelaskan tentang perbandingan skor hipotetik dan skor empirik
dari Tes Penilaian Situasi dan sub tes serta total skor Tes Rasionalitas Indonesia.
Hipotetik Empirik
Min Maks M SD Min Maks M SD
Subtes B1 0,00 50,00 25,00 8,33 0,00 32,00 8,24 6.53
Subtes B2 1,00 6,00 3,50 5,83 1,71 5,29 3,54 0.62
Subtes B3 0,00 12,00 6,00 2,00 1,00 12,00 6,04 2.28
Subtes B4 0,00 7,00 3,50 1,17 0,00 7,00 1,80 1.76
Total 1,00 75,00 38,00 12,33 6,14 43,14 19,63 6.38
Rasionalitas
Tes 0,00 30,00 15,00 5,00 6,00 23,00 14,58 3,11
Penilaian
Situasi
Keterangan: Min = nilai terendah; Maks = nilai maksimal; M=Rerata, SD= deviasi
standar
Hasil statistik deskriptif penelitian ditunjukkan pada Tabel 2. Pada sub tes
B.1 (resistance to framing) skor terendah yang diperoleh adalah 0 dan skor tertinggi
20
adalah 32. Berdasarkan skor terendah dan tertinggi diperoleh rerata empirik sub
tes B.1 adalah 8,24, sedangkan nilai rerata hipotetiknya adalah 25. Berdasarkan
perbandingan tersebut menggambarkan bahwa skor rerata pada sub tes B.1 masih
lebih rendah dari nilai rerata hipotetik yang seharusnya dihasilkan. Resistance to
Pada sub tes B.2 (resistance to sunk cost) skor terendah yang diperoleh
adalah 1,71 dan skor tertinggi adalah 5,29. Skor rerata empirik sub tes B.2 adalah
3,54, sedangkan skor rerata hipotetiknya adalah 3,5. Skor rerata yang dihasilkan
menggambarkan bahwa nilai rerata empirik pada sub tes B.2 lebih tinggi dari yang
keputusan (Salsabila, 2018). Rerata empirik skor sub tes B.2 yang lebih tinggi dari
terendah yang diperoleh adalah 1 dan skor tertinggi adalah 12. Skor rerata empirik
sub tes B.3 adalah 6,04, sedangkan nilai hipotetiknya adalah 6. Berdasarkan
perbandingan skor rerata tersebut menggambarkan bahwa skor rerata pada sub
tes B.3 lebih tinggi dari skor rerata hipotetik yang seharusnya diperoleh. Sub tes
(Afwan, 2017). Skor rerata empirik yang lebih tinggi dari hipotetik menujukkan
pengambilan keputusan.
diperoleh adalah 0 dan skor tertinggi adalah 7. Nilai rerata empirik sub tes B.4
21
adalah 1,80 sedangkan nilai hipotetiknya adalah 3,5. Skor rerata yang dihasilkan
menggambarkan bahwa skor empirik yang dihasilkan lebih rendah dari skor
keputusan (Afwan, 2017). Skor rerata empirik yang masih lebih rendah dari skor
pada intuisi.
Pada skor total TRI skor empirik terendah yang diperoleh adalah 6,14 dan
skor empirik tertinggi adalah 43,14. Skor yang dihasilkan masih jauh dari skor
hipotetik yang seharusnya dihasilkan dengan skor terendah 0 dan skor tertinggi
75. Berdasarkan skor terendah dan tertinggi diperoleh nilai rerata empirik total
dari Tes Rasionalitas Indonesia adalah 19,63 lebih rendah dari rerata nilai hipotetik
menunjukkan bahwa rerata skor total TRI masih lebih rendah dari nilai yang
Pada skor TPS skor empirik terendah yang diperoleh adalah 6 dan skor
tertinggi adalah 23. Skor hipotetik yang seharusnya diperoleh adalah skor
terendah adalah 0 dan skor tertinggi adalah 30. Skor rerata empirik skor tes TPS
adalah 14,58 lebih rendah dari rerata nilai hipotetik sebesar 15. Masih rendahnya
skor rerata TPS menunjukkan bahwa penilaian situasi responden terhadap situasi
Pada Tes Penilaian Situasi skor terendah yang didapatkan skor terendah
sebesar 6, skor tertinggi sebesar 23, dan skor rerata TPS sebesar 14,58. Skor rerata
TPS tersebut berada pada rentang nilai 10 sampai 20 yang berarti skor rerata
berada pada kategori sedang. Di sisi lain, Pada Tes Rasionalitas Indonesia skor
terendah sebesar 6,14, skor tertinggi sebesar 43,14, dan skor rerata TPS sebesar
19,63. Skor rerata TRI tersebut berada kurang dari 25,67 yang berarti skor rerata
Bagian uji korelasi ini berisi nilai korelasi antara skor subtes dan total Tes
Rasionalitas Indonesia dengan skor Tes Penilaian Situasi. Hasil dari bagian ini
No Skor Tes 1 2 3 4 5 6
1 TPS 1,00
2 Subtes B.1 TRI 0,93 1,00
3 Subtes B.2 TRI -0,55 0,097 1,00
4 Subtes B.3 TRI 0,002 -0,126 0,121 1,00
5 Subtes B.4 TRI -0,010 -0,368** -0,018 -0,155* 1,00
6 Total TRI 0,098 0,879** 0,187* 0,270** -0,038 1,00
Keterangan : ** = (p<0,01); *= (p<0,05)
sub tes maupun skor total pada Tes Rasionalitas Indonesia tidak berkorelasi
dengan Tes Penilaian Situasi. Hasil sub tes B.1 dengan Tes Penilaian situasi tidak
berkorelasi sebesar (r = 0,93; p > 0,05). Sub tes B.2 dengan Tes Penilaian Situasi
tidak berkorelasi sebesar (r = -0,55; p > 0,05). Sub tes B.3 dengan Tes Penilaian
Situasi tidak berkorelasi sebesar (r = 0,002; p > 0,05). Sub tes B.4 dengan Tes
Penilaian Situasi tidak berkorelasi sebesar (r = -0,010; p > 0,05). Skor total Tes
Rasionalitas Indonesia dengan Tes Penilaian Situasi sebesar (r = 0,098; p > 0,05).
23
Tes Penilaian Situasi. Individu yang memiliki rasionalitas yang rendah atau tinggi
DISKUSI
Situasi (TPS). Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa skor tes individu
pada Tes Rasionalitas Indonesia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
skor yang pada Tes Penilaian Situasi. Dapat disimpulkan bahwa rasionalitas
skor tinggi Tes Penilaian Situasi. Alasan tersebut antara lain perbedaan jenis
instruksi tes, kerincian dan keterkaitan butir soal dengan pekerjaan, bentuk tes dan
Penjelasan mengenai detail alasan tersebut akan dipaparkan pada bagian berikut
ini.
diakibatkan oleh perbedaan jenis instruksi setiap butir soal dalam tes. Secara
umum, McDaniel dan Nguyen (2001) mengidentifikasi jenis instruksi pada TPS
menjadi dua yaitu instruksi tes yang berbasis kecenderungan perilaku dan
namun cenderung dipengaruhi oleh ciri sifat kepribadian individu. Instruksi yang
atau perilaku yang sesuai dengan keadaan diri peserta tes (Michael A. McDaniel
& Nguyen, 2001). Salah satu contoh instruksi berbasis kecenderungan perilaku
berbunyi “Apa yang Anda lakukan dalam situasi tersebut?”. Di sisi lain, Tes
kognitifnya untuk menjawab atau merespons instruksi yang diberikan. Selain itu,
untuk menunjukkan jawaban yang benar atau sebaik mungkin (Lievens et al.,
2008).
Kedua, kerincian dan keterkaitan butir soal dengan pekerjaan. Butir soal
TPS memiliki karakteristik yang lebih rinci dan lebih spesifik dibanding dengan
butir soal Tes Rasionalitas. Kerincian butir soal TPS diwujudkan dalam situasi
dilema yang berbeda-beda. Pada soal Tes Penilaian Situasi terdapat berbagai
diri dengan masalah keluarga, teman, aturan maupun atasan. Oleh karena itu,
butir-butir soal TPS yang lebih rinci cenderung memiliki keterkaitan dengan
pekerjaan karena beberapa butir soal memiliki kasus yang terkait langsung
performasi kerja (Lievens & Motowidlo, 2016). Sebaliknya, butir-butir soal Tes
yang umum. Sub tes rasionalitas berisi tugas-tugas yang berkaitan dengan
Ketiga, bentuk tes dan opsi jawaban dengan favorabilitas yang baik. TPS
diukur dengan tes berbentuk multiple choice sehingga setiap butir soal memiliki
beberapa opsi jawaban. Opsi jawaban dengan favorabilitas baik dapat diartikan
peserta tes. Opsi jawaban menawarkan tanggapan yang sama-sama baik sehingga
tidak terdapat opsi jawaban yang sepenuhnya salah maupun pilihan yang selalu
benar (Peter L. Legree & Joseph Psotka, 2006). Inilah yang menjadi karakteristik
unik TPS yaitu tidak ada jawaban yang benar secara objektif (De Leng et al., 2017).
memperoleh skor yang tinggi. Berbeda dengan TPS yang disajikan dalam bentuk
multiple choice, TRI diukur dengan menggunakan tes berbentuk skala psikologi.
Bentuk tes dengan skala psikologi ini memiliki opsi jawaban yang cenderung
mengarah pada salah satu jawaban sehingga peserta tes tidak mengalami kesulitas
adalah keterbatasan waktu. Keterbatasan waktu dapat menjadi salah satu pemicu
Penyebabnya adalah karakteristik soal TPS dari sisi panjang butir soal,
kompleksitas kasus serta opsi-opsi jawaban yang antara satu dengan lainnya
setara sehingga membingungkan bagi peserta tes untuk menebak jawaban soal
TPS. TPS dikerjakan dalam waktu 30 menit dengan soal sebanyak 30 butir.
Masing-masing butir soal pada Tes Penilaian Situasi maksimal dikerjakan dalam
waktu satu menit sedangkan butir soal yang disajikan berisi situasi dilema yang
mendapatkan nilai yang tinggi. Implikasinya tuntutan waktu yang terbatas dan
26
Penilaian Situasi.
dengan soal sebanyak 46 butir. Secara kuantitas, TRI memuat lebih banyak butir
soal namun TRI yang disajikan dalam bentuk skala psikologi sehingga lebih
memudahkan peserta tes untuk memberikan jawaban. Selain itu, TRI terbagi
menjadi empat subtes yang berbeda yang memungkingkan peserta lebih antusias
sedangkan TPS lebih mengarah kepada kemampuan. Pada TRI konstruk yang
diukur satu dimensi yang berarti hanya mengukur karakteristik individu dalam
atau disebut dengan konstruk heterogen. TPS dapat digunakan untuk mengukur
konstruk yang berbeda dan bervariasi tergantung jenis situasi yang menuntut
penilaian dalam konteks kerja. Akibatnya TPS tidak mampu untuk menargetkan
perbedaan individu secara spesifik (Michael A. McDaniel & Nguyen, 2001) dan
sulit mengidentifikasi konstuk yang sedang diukur (Whetzel & McDaniel, 2009).
(Nguyen, Biderman, & McDaniel, 2005; Whetzel & McDaniel, 2009). Respons
melakukan faking good untuk untuk mendapatkan nilai tinggi pada Tes Penilaian
Situasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TPS yang diuji memiliki
resistensi terhadap respons tipuan karena pribadi yang memiliki rasionalitas yang
27
tinggi cenderung sama dengan pribadi yang memiliki rasionalitas yang rendah.
seolah-olah berada pada situasi tes pada proses seleksi untuk mendapatkan
pekerjaan yang diinginkan dengan nilai tertinggi. Skor TPS dengan instruksi
pengerjaan sesuai kondisi dan skor TPS dengan intruksi yang dimodifikasi
tinggi Tes Penilaian Situasi (TPS). Hasil menunjukkan skor rasionalitas dan
kemampuan individu dalam mendapatkan skor tinggi Tes Penilaian Situasi (TPS)
memiliki nilai hubungan yang kecil dan tidak signifikansi sebesar (r=0,098;
berhubungan, pertama jenis instruksi pada masing-masing tes. Kedua, butir soal
disajikan secara rinci dan berkaitan dengan pekerjaan. Ketiga, alasan lain adalah
Indonesia. Keempat, Bentuk penyajian butir soal dan opsi jawaban yang
dalam proses pemilihan opsi jawaban. Terakhir Tes Penilaian Situasi dan Tes
dan jenis kelamin saja. Selain itu, pengkajian tentang tes rasionalitas tidak terlalu
rasionalitas.
selanjutnya untuk Tes Penilaian Situasi dapat dilakukan pada karyawan yang
pengerjaan tes, perlu dikaji kembali waktu yang ideal untuk masing-masing tes.
29
REFERENSI
Clevenger, J., Pereira, G. M., Wiechmann, D., Schmitt, N., & Schmidt Harvey, V.
(2001). Incremental validity of situational judgment tests. Journal of Applied
Psychology, 86(3), 410–417. https://doi.org/10.1037/0021-9010.86.3.410
De Leng, W. E., Stegers-Jager, K. M., Husbands, A., Dowell, J. S., Born, M. P., &
Themmen, A. P. N. (2017). Scoring method of a Situational Judgment Test:
influence on internal consistency reliability, adverse impact and correlation
with personality? Advances in Health Sciences Education, 22(2), 243–265.
https://doi.org/10.1007/s10459-016-9720-7
Edwards, W. (1954). The Theory of Decision Making. Pychological Bulletin, 51(4),
380–417. https://doi.org/10.1037/h0053870
Gigerenzer, G. (2007). Gut Feelings : The Intelligence Of The Unconscious. New
York: Penguin Book.
Gold, B., & Holodynski, M. (2015). Development and Construct Validation of a
Situational Judgment Test of Strategic Knowledge of Classroom Management
in Elementary Schools. Educational Assessment, 20(3), 226–248.
https://doi.org/10.1080/10627197.2015.1062087
Hastie, R., & Dawes, R. M. (2010). Rational Choice in An Uncertain World : The
Psychology of Judgment and Decision Making. Los Angeles: Sage
Publication.
Hidayat, R. (2016). Rasionalitas : Overview terhadap Pemikiran dalam 50 Tahun
Terakhir. Buletin Psikologi, 24(2), 101–122.
https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.26772
Hidayat, R., & Widhiarso, W. (2017). Manual Tes Rasionalitas Indonesia. Naskah
Tidak Terpublikasi: Laporan Hibah Multiyear Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada
Hunter, D. R. (2003). Measuring General Aviation Pilot Judgment Using a
Situational Judgment Technique. The International Journal of Aviation
Psychology, 373-386.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2018, Oktober). Retrieved Februari 22, 2019, from
KBBI Daring: https://kbbi.kemdikbud.go.id/
Koczwara, A., Patterson, F., Zibarras, L., Kerrin, M., Irish, B., & Wilkinson, M.
(2012). Evaluating cognitive ability, knowledge tests and situational
judgement tests for postgraduate selection. Medical Education, 46(4), 399–408.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2923.2011.04195.x
Kohler, D. J., & Harvey, N. (2004). Blackwell Hanbook of Judgment & Decision
Making. Oxford: Blackwell Publishing.
Lagueux, M. (2003). Explanation In Social Science: Hempel, Dray, Salmon, And
Van Fraassen Revisited. Cahiers D'epistemologee, 48.
Lievens, F., & Motowidlo, S. J. (2016). Situational judgment tests: From measures
of situational judgment to measures of general domain knowledge. Industrial
and Organizational Psychology, 9(1), 3–22. https://doi.org/10.1017/iop.2015.71
Lievens, F., Peeters, H., & Schollaert, E. (2008). Situational judgment tests: A review
of recent research. Personnel Review, 37(4), 426–441.
31
https://doi.org/10.1108/00483480810877598
Lievens, F., & Sackett, P. R. (2012). The validity of interpersonal skills assessment
via situational judgment tests for predicting academic success and job
performance. Journal of Applied Psychology, 97(2), 460–468.
https://doi.org/10.1037/a0025741
Manktelow, K. I. (2004). Reasoning ang Rationality: The Pure and The Practical. In
K. I. Manktelow & M. C. Chung (Eds.), Psychology of Reasoning Theoretical and
Historical Perpectives (pp. 157–177). Hove, England: Psychology Press.
Marki, O. (2009). Rationality And Emotions In Decision Making. Interdisciplinary
Description of Complex SystemsRationality And Emotion In Decision Making, 7(2),
54–64.
McDaniel, Michael A; Morgeson, Frederick P; Finnegan, Elizabeth B; Campion,
Michael A; Braverman, E. P. (2001). Use of Situational Judgment Test to
Predict Job Performance: AClarification of the Literature. Journal of Applied
Psychology, 86(June), 730–740. https://doi.org/10.1037//0021
McDaniel, M. A., Hartman, N. S., Whetzel, D. L., & Grubb III, W. L. (2007).
Situational Judgment Tests , Response Instructions , and Validity : a Meta-
Analysis. Personnel Psychology, 60, 63–91. https://doi.org/10.1111/j.1744-
6570.2007.00065.x
McDaniel, M. A., & Nguyen, N. T. (2001). Situational Judgment Tests: A Review of
Practice and Constructs Assessed. International Journal of Selection and
Assessment, 9(1&2), 103–113. https://doi.org/10.1111/1468-2389.00167
Mihaela, R. (2012). Influence Of Gender Differences On Leadership Style. Ovidius
University Annals, Economic Science Series, Vol XII, 937-942.
Morgeson, F. P., Reider, M. H., & Campion, M. A. (2005). Selecting Individual in
Team Setting : The Importance of Social Skills, Personality, Characteristics,
and Teamwork Knowledge. Personnel Psychology, 583-611.
Motowidlo, S. J., Dunnette, M. D., & Carter, G. W. (1990). An Alternative Selection
Procedure : The Low-Fidelity Simulation. Journal of Applied Psychology, 75(6),
640–647.
Nguyen, N. T., Biderman, M. D., & McDaniel, M. A. (2005). Effect of Response
Instruction on Faking a Situational Judgment Test. International Journal of
Selection and Assesment.
O’Connell, M. S., Hartman, N. S., McDaniel, M. A., Grubb, W. L., & Lawrence, A.
(2007). Incremental validity of situational judgment tests for task and
contextual job performance. International Journal of Selection and Assessment,
15(1), 19–29. https://doi.org/10.1111/j.1468-2389.2007.00364.x
Olson-buchanan, J. B., Drasgrow, F., Moberg, P. J., Mead, A. D., Keenan, P. A., &
Donovan, M. A. (1998). Interactive Video Assessment of Conflict Resolution
Skills, 51, 1–23.
Oostrom, J. K., de Vries, R. E., & de Wit, M. (2018). Development and validation of
a HEXACO situational judgment test. Human Performance, 13(3), 1–29.
https://doi.org/10.1080/08959285.2018.1539856
32
Oostrom, J. K., Köbis, N. C., Ronay, R., & Cremers, M. (2017). False consensus in
situational judgment tests: What would others do? Journal of Research in
Personality, 71, 33–45. https://doi.org/10.1016/j.jrp.2017.09.001
Pangallo, A., Zibarras, L., & Patterson, F. (2016). Measuring resilience in palliative
care workers using the situational judgement test methodology. Medical
Education, 50(11), 1131–1142. https://doi.org/10.1111/medu.13072
Paris, C. (2013). Critical Reading In Planning Theory : Urban And Regional
Planning Series Vol 27. Great Britani: Pergamon Press.
Peeters, H., & Lievens, F. (2005). Situational judgment tests and their
predictiveness of college students’ success: The influence of faking.
Educational and Psychological Measurement, 65(1), 70–89.
https://doi.org/10.1177/0013164404268672
Peter L. Legree & Joseph Psotka. (2006). Refining Situational Judgment Test
Methods. Conference Paper, (c), 8. Retrieved from http://www.dtic.mil/cgi-
bin/GetTRDoc?Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf&AD=ADA481655
Salsabila, M. (2018). Rasionalitas dan Materialisme Sebagai Prediktor
Kesejahteraan Finansial Konsumen. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada
Sharma, N. (2015). Medical students’ perceptions of the situational judgement test:
A mixed methods study. British Journal of Hospital Medicine, 76(4), 234–238.
https://doi.org/10.12968/hmed.2015.76.4.234
Stanovich, K. E. (2010). Decision Making and Rationality in the Modern World. Oxford:
Oxford University Press.
Stanovich, K. E. (2016). The Comprehensive Assessment of Rational Thinking.
Educational Psychologist, 51(1), 23–34.
https://doi.org/10.1080/00461520.2015.1125787
Tomer, J. (2008). Beyond the rationality of economic man, toward the true
rationality of human man. Journal of Socio-Economics, 37(5), 1703–1712.
https://doi.org/10.1016/j.socec.2008.05.001
Weekley, Jeff A; Jones, C. (1997). Video-Based Situational Testing. Personnel
Psychology, 25–49.
Weng, Q. D., Lievens, F., & McDaniel, M. A. (2018). Optimizing the validity of
situational judgment tests: The importance of scoring methods. Journal of
Vocational Behavior, 104(January 2018), 199–209.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2017.11.005
Whetzel, D. L., & McDaniel, M. A. (2009). Situational judgment tests: An overview
of current research. Human Resource Management Review, 19(3), 188–202.
https://doi.org/10.1016/j.hrmr.2009.03.007