Anda di halaman 1dari 10

MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN DALAM

PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Rifqi Abdul Adzim - MPI-KB


Taufik Hidayatuloh - MPI-KB
Program Pascasarjana
UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Abstrak
Hasil dari sebuah proses pendidikan merupakan salah satu bentuk penjaminan
mutu. Sebuah lembaga pendidikan dikatakan bermutu, salah satu indikatornya
adalah memiliki lulusan yang berkualitas. Yakni memiliki prestasi, mempunyai
kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Selain itu, keterserapan
di dunia kerja juga menjadi tolak ukur mutu pendidikan. Sementara, di antara
para ahli manajemen mutu memandang manajemen mutu ke dalam beberapa
pilar; produk, proses, organisasi, kepemimpinan, dan komitmen. Bagaimanakah
islam memandang manajemen mutu. Mungkinkah nilai-nilai islam yang
terkandung di dalam Al-Qur‟an menyentuh ranah manajemen mutu. Melalui
metode tafsir maudhu‟i, tulisan ini akan mencari irisan-irisan antara teori
manajemen mutu secara umum dengan nilai-nilai keislaman yang relevan.

Keyword
Manajemen, mutu, ilmu, layanan, kualitas.

Pendahuluan
Pendidikan sebagai sebuah proses memiliki berbagai macam elemen yang
saling berkaitan satu sama lain. Selanjutnya secara total bahwa pendidikan
merupakan suatu sistem yang memiliki kegiatan cukup kompleks, meliputi
berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain. Jika menginginkan pendidikan
terlaksana secara teratur, berbagai elemen (komponen) yang terlibat dalam
kegiatan pendidikan perlu dikenali terlebih dahulu. Sedikitnya, proses pendidikan
dapat dilihat dari elemen pendidik, peserta didik dan interaksi antara keduanya. 1

Gambaran umum pendidikan sebagai sebuah proses tertera di dalam


undang-undang no 23 tahun 2003, bahwa pendidadalah usaha sadar dan terencana

1
Ety Rochaety, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, (Jakarta; Bumi Aksara) 2009, hlm. 7

Manajemen Mutu dalam Perspektif Al-Qur’an


1
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Hal ini yang
kemudian disebut dengan tujuan pendidikan nasional. Belajar dalam beberapa
konteks sering dikaitkan dengan istilah menuntut ilmu. Hal ini masih sangat
relevan dengan konteks pendidikan yang dirumuskan dalam undang-undang di
atas. Dalam beberapa ayat al-Qur’an, pendidikan juga dikaitkan dengan term
menuntut ilmu. Kegiatan belajar atau menuntut ilmu itulah yang kemudian
memunculkan tujuan dari pendidikan itu sendiri.

Secara nasional, tujuan pendidikan tertera di dalam undang-undang, bahwa


tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Dari tujuan nasional itu kemudian
diturunkan menjadi tujuan institusional lembaga pendidikan dan diturunkan
kembali menjadi tujuan pendidikan kurikuler pada setiap mata pelajaran.

Dalam beberapa kasus, wajah dunia pendidikan seringkali mencerminkan


kualitas mutu yang rendah. Terutama pada ranah-ranah yang terkait secara
langsung dengan iman, taqwa dan akhlak mulia. Senada dengan pendapat
Subiyantoro, bahwa pendidikan kita hari ini dihadapkan pada persoalan rendahnya
mutu lulusan, rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity), terjadinya
kecenderungan penurunan akhlak dan moral yang menyebabkan lunturnya
tanggung jawab dan kepekaan sosial serta karakter penting lainnya. 2 Indikator
rendahnya mutu pendidikan ini berdasar kepada tujuan pendidikan nasional.
Dengan demikian, agar tercapai tujuan pendidikan, maka dianggap perlu untuk
melakukan penjaminan mutu pendidikan.

2
Subiyantoro, “Strategi Kepemimpinan Pendidikan dalam Pengembangan MAN Propinsi
DIY Perspektif Total Quality Management (TQM)”, Jurnal Manageria, 1, (2), 2016: 169

Manajemen Mutu dalam Perspektif Al-Qur’an


2
Manjemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM) menurut
Edward Sallis adalah sebuah upaya untuk menciptakan sebuah mutu dengan cara
mendorong seluruh sumber daya yang ada dalam rangka menjamin kepuasan
pelanggan.3 Dengan batasan tersebut, manajemen mutu haruslah mengedepankan
kepuasan pelanggan dan berorientasi proses. Hal ini senada dengan Bill Creech
yang menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas
dasar 5 pilar sistem yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan
Komitmen.4 Kepuasan pelanggan dapat ditunjukkan dalam proses atau pelayanan,
sementara produk adalah hasil dari proses pendidikan berupa output dan outcome.

Al-Qur’an, dalam pembahasan ini menempati posisi tertinggi sebagai


petunjuk bagi manusia. Sebagaimana tertera dalam surat Al-Baqarah: 185.
Sementara, tema besar total quality management (TQM) dibatasi pada pilar proses
dan produk saja. Sebab, menurut asumsi penulis, ke tiga pilar sisanya yaitu
organisasi, kepemimpinan dan komitmen akan tercakup dalam pilar produk dan
proses. Di samping itu, pembahasan berkenaan dengan organisasi, kepemimpinan
dan komitmen akan di ulas pada pembahasan yang terpisah.

Pembahasan terkait kepemimpinan telah dilakukan oleh Subiyantoro, yaitu


gambaran konsep tentang strategi permberdayaan pendidikan Islam berdasarkan
perspektif Manajemen Mutu Terpadu (TQM) pada model kepemimpinan
pendidikan dalam pengembangan Madrasah Aliyah Negeri Provinsi DIY, yang
dipublikasikan dalam Jurnal Manageria volume 1, nomor 2, tahun 2016.
Sementara untuk tujuan pendidikan dalam perspektif al-Qur’an telah
dipublikasikan di Jurnal At-Tahrir, vol. 11, no. 11, tahun 2011 oleh As’aril
Muhajir.

Tujuan dari pembahasan ini adalah upaya menemukan irisan-irisan antara


konsep manajemen mutu terpadu secara umum dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang
relevan. Hal ini dimaksudkan dalam kerangka mewujudkan paradigma keilmuan
3
Edward Sallis, Total Quality Management in Education (Manajemen Mutu Pendidikan),
terj. Ahmad Ali Riyadi, (Yogayakarta: IRCISoD, 2007), hlm. 59.
4
Bill Crash dalam: Bambang H. Hadi Wiardjo dan Sulistijarningsih Wibisono, Memasuki
Pasar Internasional Dengan ISO 9000; Sistem Manajemen Mutu, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1996), hlm.7

Manajemen Mutu dalam Perspektif Al-Qur’an


3
manajemen pendidikan islam yang berangkat atau bersumber dari Al-Qur’an.
Sehingga, konsep-konsep baru tentang manajemen mutu dapat lahir dan
berkembang dengan ciri dan karakteristik yang islami.

Metodologi

Metode yang selama ini digunakan para mufasir sejak masa kodifikasi
Tafsir, yang oleh sementara ahli diduga dimulai oleh Al-Farra' (w. 207 H), sampai
tahun 1960 adalah menafsirkan Al-Quran ayat demi ayat sesuai dengan
susunannya dalam mush-haf. Bentuk demikian menjadikan petunjuk-petunjuk Al-
Quran terpisah-pisah dan tidak disodorkan kepada pembacanya secara
menyeluruh. Fakhruddin Al-Razi (w. 606 H/1210 M) misalnya, walaupun
menyadari betapa pentingnya korelasi antara ayat, dan dia mengajak para mufasir
untuk mencurahkan perhatian kepada hal itu, namun dia sendiri dalam kedua kitab
tafsirnya tidak menyinggung banyak tentangnya. Karena perhatiannya tercurah
kepada pembahasan-pembahasan filsafat (teologi) dan ilmu falak.5

Abdul Hay Al-Farmawi di dalam Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudhu‟i


seperti dikutip oleh Quraish Shihab, menyampaikan langkah-langkah metode
maudhu‟i (tematik) adalah: 1). Menetapkan masalah yang akan dibahas, 2).
Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut, 3). Menyusun
runtutan ayat tersebut sesuai dengan masa turunnya disertai dengan pengetahuan
asbab al-nuzul nya, 4). Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surah
masing-masing, 5). Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna, 6).
Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok bahasan,
7). Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun
ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan
antara yang 'am (umum) dan yang khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat),
atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu
muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.

5
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung; Mizan), 1996, dalam e-Book M. Arifin.

Manajemen Mutu dalam Perspektif Al-Qur’an


4
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembahasan tafsir
maudhu‟i (tematik) ini agar terhindar dari pemahaman yang keliru. 1). Metode
maudhu‟i pada hakikatnya tidak atau belum mengemukakan seluruh kandungn
Al-Qur’an yang ditafsirkannya itu. 2) Mufasir yang menggunakan metode ini
hendaknya memperhatikan dengan seksama urutan ayat-ayat dari segi masa
turunnya, atau perincian khususnya. Karena kalau tidak, ia dapat terjerumus ke
dalam kesalahan-kesalahan baik di bidang hukum maupun dalam perincian kasus
atau peristiwa. 3). Mufasir juga hendaknya memperhatikan benar seluruh ayat
yang berkaitan dengan pokok bahasan yang telah ditetapkannya itu. Sebab kalau
tidak, pembahasan yang dikemukakannya tidak akan tuntas, atau paling tidak,
jawaban Al-Quran yang dikemukakan menjadi terbatas.

Al-Qur’an Tentang Mutu Pendidikan

Al-Mujadalah : 11

‫يل‬ِ ِ َّ ِ ِ‫س ُحوا فِي ال َْم َجال‬


َ ‫س فَافْ َس ُحوا يَ ْف َس ِح اللهُ لَ ُك ْم َوإذَا ق‬ َّ ‫يل لَ ُك ْم تَ َف‬ِ ِ
َ ‫آمنُوا إذَا ق‬
َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
ٍ ‫شزوا ي رفَ ِع اللَّهُ الَّ ِذين آمنُوا ِم ْن ُكم والَّ ِذين أُوتُوا ال ِْعلْم َدرج‬
‫ات َواللَّهُ بِ َما تَ ْع َملُو ََ ََِير‬ ََ َ َ َْ َ َ ْ َ ُ ُ ْ‫ش ُزوا فَان‬
ُ ْ‫ان‬

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, "Berlapang-


lapanglah dalam majelis, " maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu, " maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Munasabah Ayat

Kalimat yang digarisbawahi adalah ‫درجات‬ / darajȃt. Yang berarti

beberapa derajat, atau derajat yang tinggi. Kata tersebut diulang sebanyak 12 kali
di dalam Al-Qur’an. Yaitu dalam surat Al-Baqarah : 253, Ali Imran :163, Annisa :

Manajemen Mutu dalam Perspektif Al-Qur’an


5
96, Al-An’am : 83, 132, 165, Al-Anfal : 4, Yusuf : 74, Al-Isra : 21, Az-Zukhruf :
32, Al-Ahqaf : 19, dan Al-Mujadalah : 11.6

Firman Allah surat Al-Anfal : 4, ‫ات ِعنْ َد َرهِّبِ ْم‬


ٌ ‫ ََلُ ْم َد َر َج‬... yang berarti Mereka

akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya. Adalah ayat yang
memiliki kesamaan dengan surat Al-Mujadalah : 11. Dan apabila dilihat konteks
ayat sebelumnya, ayat-ayat tersebut membahas tentang keimanan

Surat al-Mujadalah : 11 tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan


meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki
derajat-derajat yakni lebih tinggi sekedar beriman. Tidak disebutnya kata
meninggikan itu, sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang didmilikinya itulah
yang berperanan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat
dari faktor di luar ilmu itu. Tentu saja yang di maksud dengan alladzȋnaûtû al-
„ilmu / yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri
mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat di atas membagi kaum beriman
kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal shaleh,
dan yang kedua beriman dan beramal shaleh serta memiliki pengetahuan. Derajat
kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang
disandangnya, tetapi juga amal pengajarannya kepada pihak lain secara lisan, atau
tulisan maupun dengan keteladanan.7

Asbabun Nuzul

Qatadah mengatakan bahwa ayat ini8 diturunkan berkenaan dengan majelis


zikir. Demikian itu karena apabila mereka melihat ada seseorang dari mereka
yang baru datang, mereka tidak memberikan kelapangan untuk tempat duduknya
di hadapan Rasulullah Saw. Maka Allah memerintahkan kepada mereka agar
sebagian dari mereka memberikan kelapangan tempat duduk untuk sebagian yang
lainnya. Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan pada hari

6
Aplikasi Al-Qur’an Android
7
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Volume
XIV, (Jakarta: Lentera Hati) 2006 . hlm., 77
8
Al-Mujadalah : 11

Manajemen Mutu dalam Perspektif Al-Qur’an


6
Jumat, sedangkan Rasulullah Saw. pada hari itu berada di suffah (serambi
masjid); dan di tempat itu penuh sesak dengan manusia. Tersebutlah pula bahwa
kebiasaan Rasulullah Saw. ialah memuliakan orang-orang yang ikut dalam Perang
Badar, baik dari kalangan Muhajirin maupun dari kalangan Ansar. Kemudian saat
itu datanglah sejumlah orang dari kalangan ahli Perang Badar, sedangkan orang-
orang selain mereka telah menempati tempat duduk mereka di dekat Rasulullah
Saw. Maka mereka yang baru datang berdiri menghadap kepada Rasulullah dan
berkata, "Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada engkau, hai Nabi Allah, dan
juga keberkahan-Nya." Lalu Nabi Saw. menjawab salam mereka. Setelah itu
mereka mengucapkan salam pula kepada kaum yang telah hadir, dan kaum yang
hadir pun menjawab salam mereka. Maka mereka hanya dapat berdiri saja
menunggu diberikan keluasan bagi mereka untuk duduk di majelis itu. Nabi Saw.
mengetahui penyebab yang membuat mereka tetap berdiri, karena tidak diberikan
keluasan bagi mereka di majelis itu.9

Korelasi Hadis

ِِ ِ ٍِ ِ ِ
ُ ‫ َحدَّثَنَا َح ْف‬،‫ام بْ ُن َع َّما ٍر‬
ِ
َ ‫ َع ْن َُحَ َّمد بْ ِن سي‬،‫ َحدَّثَنَا َكثيُ بْ ُن نْنيي‬،‫ص بْ ُن ُسلَْي َما َن‬
،‫َن‬ ُ ‫َحدَّثَنَا ه َش‬
ِ ‫ وو‬،‫ضة عَلَى ُك ِّل مسلِ ٍم‬
‫اض ُع الْعِلْ ِم ِعْن َد‬ َ ‫ب ال ِْعل ِْم فَ ِري‬ ٍ ِ‫س ب ِن مال‬
ِ ُ ‫ قَ َال رس‬:‫ قَ َال‬،‫ك‬
ََ ْ ُ ُ َ‫ول اللَّه طَل‬ َُ َ ْ ِ َ‫َع ْن أَن‬
َّ ُّ ِ ْ ‫َغ ِْي أ َْهلِ ِه َكم َقله ِد‬
َ ‫ َوالذ َه‬،‫ َوالل ْؤلَُؤ‬،‫اْلَنَازَ ِر ا ْْلَ ْوَهَر‬
‫ب‬ ُ
Menyampaikan Hisyam bin Amar, menyampaikan Hafas bin Sulaiman,
menyampaikan Katsir bin Syindzir, dari Muhammad bin Sirin, dari Anas bin
Malik. Rasulullah Bersabda : “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslim...”10

Hadis ini menempati posisi penguat dari ranah proses utul „ilma. Konsekuensi dari
kalimat utul „ilma adalah proses untuk mendapatkan ilmu itu. Atau proses
bagaimana Allah memberikan ilmu kepada manusia. Sehingga, produk hukum

9
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur‟anil Azhim, dalam http://www.ibnukatsironline.com diakses
pada Kamis 2 November 2017. Jam 18.00
10
Sunan Ibnu Majah, dalam Aplikasi Jawami’ Al-Kalim Vol. 4.5

Manajemen Mutu dalam Perspektif Al-Qur’an


7
yang ditegaskan dalam kalimat faridhatun itu menjadi semacam jaminan dari
Rasulullah bahwa untuk mencapai kepada kondisi dan situasi dimana Allah
memberikan ilmunya adalah dengan jalan thalabul ilmi.

Pembahasan

Berdasarkan temuan makna yang terkandung di dalam Al-Qur’an surat Al-


Mujadalah : 11, diperoleh sebuah landasan yang harus diperhatikan dalam proses
manajemen mutu pendidikan. Pertama adalah dimensi produk atau hasil dan
dimensi proses atau layanan. Kedua pilar manajemen mutu inilah yang menjadi
kerangka berfikir dalam memahami kontek surat Al-Mujadalah ayat 11.

Dari gambaran peristiwa yang mengiringi turunnya ayat tersebut dapat


diperoleh informasi bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan pelayanan
pendidikan pada ranah proses. Perintah memberikan/menyediakan ruang yang
cukup bagi seluruh jama’ah yang hadir dalam majlis itu merupakan sebuah isyarat
universalitas ilmu. Seluruh jama’ah yang hadir berhak untuk mendapatkan
informasi dari Nabi SAW. Pada kalimat utul „ilma, terdapat gambaran isyarat
sebuah proses yang dilakukan secara simultan. Artinya, untuk dapat mencapai
kondisi diberikan ilmu oleh Allah, proses disini bukan hanya permasalahan teknis,
lebih dari itu melibatkan nilai-nilai spiritual yang mendalam. Bagaimana mungkin
seseorang dengan segala keterbatasannya bisa sampai kepada derajat keimanan
yang tinggi hanya dengan informasi-informasi saja. Tentunya ada dimensi lain
yang terlibat, yaitu dimensi permohonan kepada Allah yang tertuang dalam
kalimat-kalimat do’a.

Proses pendidikan di sebuah lembaga dikatakan bermutu pada saat


lembaga tersebut melakukan proses-proses itu sesuai dengan standar bahkan
melebihi standar yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, lembaga pendidikan di
Indonesia dikatakan bermutu prosesnya apabila sudah memenuhi standar nasional
pendidikan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintag no 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Proses ini terkait dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran, pengawasan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Termasuk di

Manajemen Mutu dalam Perspektif Al-Qur’an


8
dalamnya mengatur tentang rasio peserta didik di dalam satu rombongan belajar /
kelas.

Hasil dapat dikatakan bermutu adalah jika output mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Output dari hasil pendidikan Nabi saw adalah manusia yang
beriman sebagaimana tertera dalam surat Al-Mujadalah : 11. Bahwa Nabi saw,
dalam tujuan pendidikannya yaitu derajat keimanan yang tinggi, diisyaratkan
dengan diberikannya ilmu oleh Allah. Artinya derajat keimanan akan semakin
tinggi jika ilmu yang ia dapatkan mencukupi. Oleh karena itu, keimanan lah yang
menjadi jaminan mutu dari pendidikan Nabi saw.

Lebih jauh lagi, indikator mutu output dari pendidikan Nabi tertera dalam
banyak ayat Al-Qur’an. Bagaiman surat al-Anfal : 2-4 menggambarkan dengan
jelas bahwa orang beriman adalah orang yang apabila disebut nama Allah ia
bergetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayatnya bertambahlah keimanannya.
Mereka mendirikan shalat dan menginfakkan rezeki yang Allah berikan. Sehingga
mereka memperoleh derajar yang tinggi di sisi Allah, diberikan ampunan dan
rezeki (nikmat) yang mulia.

Kesimpulan

Pilar penjaminan mutu terletak pada ranah proses dan produk. Al-Qur’an
menyampaikan bahwa kualitas proses terletak pada nilai-nilai akses pendidikan
universal, saling menghormati, saling menghargai, dan kolaborasi antar sesama
untuk mencapai tujuan yang sama. Rasulullah menjamin mutu proses pendidikan
dengan perintah / mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu. Sementara
produk / hasil yang diharapkan dari sebuah proses pendidikan adalah manusia
yang berilmu, sehingga dengan ilmu yang diberikan oleh Allah ia mampu
mencapai derajat keimanan yang tinggi. Ukuran ilmu yang diberikan oleh Allah
bukan hanya sebatas pada masalah-masalah teknis, lebih dari itu menjangkau
sejauh mana manusia meminta dan berdoa kepada-Nya.

Manajemen Mutu dalam Perspektif Al-Qur’an


9
Referensi

Akhyar, Yundri. “Total Quality Management (Manajemen Mutu Terpadu)”.


Jurnal Potensia. 13, (1). 2014.
Muhadjir, As’aril. “Tujuan Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an”. Jurnal Al-
Tahrir. 11, (2). 2011.
Rochaety, Ety. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. (Jakarta; Bumi Aksara).
2009
Sallis, Edward. Total Quality Management in Education (Manajemen Mutu
Pendidikan). terj. Ahmad Ali Riyadi, (Yogayakarta: IRCISoD, 2007).
Salma, Fitria Salahika. “Pengaruh Kualitas Jasa Perspektif Islam Terhadap
Kepuasan Dan Loyalitas Pelanggan Hotel Grand Kalimas Di Surabaya”
Jurnal JESTT. 2, (4). 2015
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah, Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur‟an.
Volume XIV. (Jakarta: Lentera Hati). 2006.
_____, Membumikan Al-Qur‟an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. (Bandung; Mizan). 1996.
_____, Wawasan Al-Qur‟an; Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat.
(Bandung: Mizan). 2013
Subiyantoro. “Strategi Kepemimpinan Pendidikan dalam Pengembangan MAN
Propinsi DIY Perspektif Total Quality Management (TQM)”. Jurnal
Manageria. 1, (2), 2016
Wiardjo, Bambang H. Hadi dan Sulistijarningsih Wibisono. Memasuki Pasar
Internasional Dengan ISO 9000; Sistem Manajemen Mutu. (Jakarta:
Ghalia Indonesia). 1996
http://www.ibnukatsironline.com

Manajemen Mutu dalam Perspektif Al-Qur’an


10

Anda mungkin juga menyukai