Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH PLENO 3

OSTEOARTRITIS

Oleh:
Kelompok 1
1. Dea Vilia Siswoyo
2. Mia Wulandari
3. Laura Nurul Alfiola
4. Omegawati
5. Riffinola Mepa Venesia
6. Sri Wahyuni
7. Wafik Anikoh
8. Wirna Ajeng Afrillia

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya serta
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Osteoartritis”. Shalawat beriringkan
salam kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia yang
penuh ilmu pengetahuan.
Terimakasih kami ucapkan kepada fasilitator yang telah membimbing dan
telah mengarahkan tujuan diskusi sehingga kami dapat mencapai tujuan
pembelajaran dan menyelesaikan makalah hasil diskusi ini. Kami menyadari
bahwa dalam pembuatan makalah hasil diskusi ini masih banyak kekurangan.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari tutor ataupun dari rekan
mahasiswa/I untuk kesempurnaan pembuatan makalah hasil diskusi ini.

Pekanbaru, 07 Januari 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
SKENARIO SUB MODUL 3...............................................................................iv
HASIL DK 1..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
2.1 Definisi Osteoartritis.......................................................................................2

2.2 Faktor Risiko Osteoartritis..............................................................................2

2.3 Klasifikasi Osteoartritis..................................................................................4

2.4 Patogenesis Osteoartritis.................................................................................7

2.5 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Osteoartritis..........................................9

2.6 Penegakan Diagnosis Osteoartritis..........................................................10

2.7Derajat Beratnya Osteoartritis.......................................................................13

2.8 Kriteria Diagnosis Osteoartritis....................................................................16

2.10 Penatalaksanaan..........................................................................................23

2.10.1 Penatalaksanaan Osteoartritis...............................................................23

2.10.2 Penatalaksanaan Gout...........................................................................26

2.10.3 Penatalaksanaan Reumatoid Artitis......................................................27

2.10.4 Prinsip Pelayanan Geriatri....................................................................28

2.10.5 Aspek Rehabilitasi Pada Geriatri.........................................................29

BAB III PENUTUP..............................................................................................32


3.1 Simpulan.......................................................................................................32

3.2 Saran 32

i
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................33

i
SKENARIO SUB MODUL 3

Nyeri Sendi Lutut


Ny. Sarah (65 tahun) dating ke dokter dengan keluhan nyeri pada sendi lutut sejak
1 tahun ini. Ia sudah berusaha mengobati diri sendiri dengan membeli obat di
apotek. Dokter menanyakan apakah lututnya juga sering berbunyi. Hasil
pemeriksan menunjukkan BB 85 kg, TB 156 cm. Nyeri tekan pada sendi lutut dan
sekitarnya (+), nyeri semakin bertambah bila dipakai untuk berjalan atau naik
turun tangga. Hasil foto rontgen pada sendi lutut menunjukkan adanya kelainan
pada sendi. Dokter memberikan obat-obat dan nasehat yang diperlukan.

HASIL DK 1
Step 1
1. Nyeri sendi : rasa sakit dan ketidaknyamanan pada bagian yang
menghubungkan tulang-tulang
2. Lansia : lanjut usia (>60 tahun)

Keyword
- Wanita, 65 tahun
- KU : nyeri sendi lutut 1 tahun ini
- Sudah diobati dan membeli obat di apotek
- Lutut sering berbunyi
- BB ; 85 kg, TB: 156 cm
- Nyeri teka pada sendi (+)
- Nyeri bertambah ketika berjalan dna naik turun tangga
- Foto rontgen pada sendi lutut
- Dokter memberi obat-obatan

Step 2
1. Apa diagnosis pada kasus?
2. Mengapa nyeri bertambah ketika berjalan & naik turun tangga?

i
3. Apakah ada hubungan obesitas dan nyeir sendi?
4. Kelaina foto apa yang tampak pada foto rontgen?
5. Apa hubungan dokter menanyakan lutut sering berbunyi dengan kasus?
6. Bagaimana meknaisme terjaidnya nyeri sendi?
7. Apa tatalaksana awal pada kasus?
8. Apa kompliksi dan prognosis pada kasus?
9. Apa faktor risiko penyakit pada kasus?
10. Apa klsifikasi penyakit pada kasus?
11. Apa hubunga usia dengan jenis kelamin?
12. Apa kriteria diagnosis pada kasus?
13. Apakah obat-obatan yang diberikan dokter unutk mengurangi nyeri sendi?

Step 3

Step 4

v
BAB I
PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang


Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kartilago sendi. Prevalensi osteoartritis di Indonesia cukup tinggi mencapai 15,5%
pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien osteoartritis biasanya mengeluhkan nyeri
pada waktu melakukan aktivitas sehingga mengganggu mobilitas pasien. Selain
itu manifestasi klinis pada osteoartritis yaitu krepitasi, adanya pembengkakan
sendi yang asimetris, dan deformitas pada sendi yang permanen. Penegakan
diagnosis osteoartritis yaitu dengan radiologi memberikan gambaran adanya
penyempitan celah sendi, sklerosis, kista, osteofit, dan perubahan struktur anatomi
pada sendi (Setiati et al, 2014).
Penatalaksanaan osteoartritis umumnya simptomatik yaitu dengan
pengendalian faktor resiko, latihan, intervensi fisioterapi, terapi farmakologis dan
pembedahan. Nyeri pada osteoartritis biasanya diberi obat antiinflamasi non
steroid (OAINS). Keluhan nyeri pada osteoartritis biasanya berlangsung lama
sehingga tidak jarang menimbulkan masalah. Penggunaan OAINS di Amerika
menyebabkan terjadinya tukak lambung sekitar 100.000 pasien dengan 10.000-
15.000 kematian setiap tahunnya (Setiati et al, 2014).
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Memberikan informasi tentang definisi osteoartritis
1.2.2 Memberikan informasi tentang faktor resiko osteoartritis
1.2.3 Memberikan informasi tentang klasifikasi osteoartritis
1.2.4 Memberikan informasi tentang etiopatogenesis osteoartritis
1.2.5 Memberikan informasi tentang patofisiologi dan manifestasi klinis
osteoartritis
1.2.6 Memberikan informasi tentang penegakan dan kriteria diagnosis
osteoartritis
1.2.7 Memberikan informasi tentang diagnosis banding osteoartritis
1.2.8 Memberikan informasi penatalaksanaan osteoartritis

1
BAB II
PEMBAHASA

2.1 Definisi Osteoartritis


Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi (Setiati et al, 2014).

2.2 Faktor Risiko Osteoartritis


Masing-masing sendi mempunyai biomekanik, cedera, dan presentase
gangguan yang berbeda sehingga peran faktor-faktor risiko tersebut untuk masing-
masing osteoartritis tentu berbeda. Berikut ini faktor risiko timbulnya osteoartritis:
a. Usia
Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak, jarang
pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan
tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang
rawan sendi pada ketuaan berbeda dengan perubahan pada OA (Setiati et al,
2014).
b. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi dan laki-
laki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama antara laki-
laki dan wanita. Pada usia di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi
OA lebih banyak pada wanita dari pada pria. Hal ini menunjukkan adanya
peran hormonal pada pathogenesis OA (Setiati et al, 2014).
c. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA, misalnya pada ibu
dari seorang wanita dengan OA pada sendi interfalang distal (nodus
Heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan
anak perempuannya cenderung mempunyai 3 kali lebih sering dari pada ibu

2
3

dan anak perempuan dan wanita tanpa OA tersebut. Adanya mutasi dalam
gen kolagen II atau gen-gen structural lain untuk unsur-unsur tulang rawan
sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan
dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA
tertentu, terutama OA banyak sendi (Setiati et al, 2014).
d. Suku Bangsa
Frekuensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa. Timbulnya OA paha lebih
jarang di antara orang-orang kulit hitan dan Asia daripada Kaukasia OA
lebih sering dijumpai orang Amerika asli (Indian) daripada orang-orang
kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun
perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan (Setiati et
al, 2014).
e. Kegemukan dan Penyakit Metabolik
Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya
risiko unutk timbulnya risiko untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun
pada pria. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan OA pada sendi
yang menaggung beban, tapi juga dengan OA sendi lain (tangan atau
sternoklavikula). Oleh karena itu disamping faktor mekanis yang berperan
(karena meningkatnya beban mekanis) diduga terdapat faktor lain
(metabolik) yang berperan pada timbulnya OA. Peran faktor metabolik dan
hormonal pada kaitan dengna OA dan kegemukan juga disokong oleh
adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus
dan hipertensi. Pasien-pasien OA ternyata mempunyai risiko penyakit
jantung coroner dan hipertensi yang lebih tinggi daripada orang-orang tanpa
OA (Setiati et al, 2014).
f. Cedera Sendi, Pekerjaan dan Olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus
menerus (misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan
peningkatan risiko OA tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olahraga
yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan denga risiko OA yang

3
4

lebih tinggi. Peran beban benturan yang beurlang pada timbulnya OA masih
menjadi pertentangan. Aktifitas tertentu dapat menjadi predisposisi OA,
cedera traumatik (misalnya robeknya meniscus, ketidakstabilan ligamen)
yang dapat mengenai sendi. Akan tetapi selain cedera yang nyata hasil-hasil
penelitian tidak menyokong pemakaian yang berlebihan sebagai suatu faktor
untuk timbulnya OA. Meskipun demikian, beban benturan yang berulang
dapat menjadi suatu fsktor penentu lokasi pada orang-orang yang
mempunyai predisposisi OA dan dapat berkiatan dengan perkembangan dan
beratnya OA (Setiati et al, 2014).
g. Kelainan Pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan pada (misalnya penyakit
Perthes dan dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA
paha pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada lebih
banyaknya OA paha pada laki-laki dan ras tertentu (Setiati et al, 2014).
h. Faktor Lain
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan risiko
timbulnya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat
(keras) tidak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh
tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah
robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang
gemuk dan pelari (yang umumnya mempunyai tulang yang lebih padat) dan
kaitan negative antara osteoporosis dan OA. Merokok dilaporkan menjadi
faktor yang melindungi untuk timbulnya OA, meskipun mekanismenya
belum jelas (Setiati et al, 2014).

2.3 Klasifikasi Osteoartritis


Menurut Indonesia Rheumatology Association (IRA), klasifikasi OA dapat
dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan etiologi dan lokasi sendi yang terkena.
A. Berdasarkan etiologi, yaitu:
1. Idiopatik (Primer)
2. Sekunder

4
5

a. Metabolik
 Artritis Kristal (Gout, calcium pyrophosphate dihydrate
arthropaty/ pseudogout)
 Akromegali
 Okronosis (alkaptonuria)
 Hemokromatosis
 Penyakit Wilson
b. Anatomi/struktur sendi
 Slipped femoral epiphysis
 Epiphyseal dysplasias
 Penyakit Blount’s
 Penyakit Legg-Perthe
 Dislokasi koksa kongenital
 Panjang tungkai tidak sama
 Deformitas valgus/varus
 Sindroma hipermobiliti
c. Trauma
 Trauma sendi mayor
 Fraktur pada sendi atau osteonekrosis
 Bedah tulang (contoh: menisektomi)
 Jejas kronik (artropati okupasional/terkait pekerjaan), beban
mekanik kronik (obesitas)
d. Inflamasi
 Semua artropati inflamasi
 Artritis septik

B. Berdasarkan lokasi sendi yang terkena, yaitu:


1. Osteoartritis Tangan
Dimulai saat usia 45 tahun. Postmonopause wanita > pria (10:1)
keterlibatan faktor genetik: riwayat penyakit dalam keluarga. Osteartritis

5
6

tangan lebih sering mengenai sendi-sendi distal interfalang, proksimal


interfalang dan sendi karpometakarpal I dan jarang mengenai sendi
metakarpofangaeal.
2. Osteoartritis Sendi Lutut
Mengenai kompartemen: medial tibiofemoral, lateral tibiofemoral
dan bagian femoropatellar.
3. Osteoartritis Panggul atau Koksa
Osteoartritis panggul slebih sering ditemukan pada pria
dibandingkan wanita, dan dapat terjadi unilateral dan bilateral. Gejala
klinis: nyeri panggul secara klasik timbul saat berdiri (weight bearing)
dan terkait dengan antalgic gait; nyeri terlokalisir pada buttock, region
groin dan menjalar kebawah menuju bagian anterior. Kadang-kadang
keluhan nyeri dirasakan pada lutut. OA panggul sering bersifat destruktif,
ditandai dengan penilaian lequesne: adanya penyempitan celah sendi >
2mm/tahun. Jarang ditemukan sklerosis tulang dan osteofit.
4. Osteoartritis Vertebra
Umumnya mengenai vertebra servikal dan lumbal. Osteofit pada
vertebra dapat menyebabkan penyempitan foramen vertebra dan
menekan serabut saraf, dapat menyebabkan nyeri punggung-pinggang
(back pain) disertai gejala radikular.
5. Osteoartritis Kaki dan Pergelangan Kaki
OA umumnya mengenai sendi I metatarsofalang. Gejala klinis;
sulit berjalan dan kulit diatasnya dapat meradang, terutama bila
menggunakan sepatu ketat. Gambaran radiologi pada kaki dan
pergelangan kaki: dapat ditemukan osteofit, meskipun pada pasien usia<
40 tahun.
6. Osteoartritis Bahu
OA bahu lebih jarang ditemukan. Nyeri sulit dilokalisasi dan
terjadi saat pergerakan, keluhan nyeri pada malam hari saat pergerakan
sering ditemukan. Pada pemeriksaan fisik: terdapat keterbatasan gerak
pada pergerakan pasif.

6
7

7. Osteoartritis Siku
OA siku jarang ditemukan, umumnya terjadi sebagai akibat dari
paparan getaran berulang (repeated vibration exposure), trauma atau
metabolik artropati.
8. Osteoartritis Temporomandibular
Ditandai dengan krepitus, kekakuan dan nyeri saat chewing, gejala
serupa diatas ditemukan pada sindroma disfungsi temporomandibular.
Radiografi: gambaran OA sering ditemukan.

2.4 Patogenesis Osteoartritis


Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovial sendi yang terjadi multifaktorial
antara lain karena faktor umur, stres mekanis atau penggunaan sendi yang
berlebihan, defek anatomik, obesitas, genetik, humoral dan faktor kebudayaan.
Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang
terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago didalam cairan
sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit
dan nyeri (Setiati et al, 2014).
Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan
dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh
kondrosit sebagai kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil
kombinasi antara degradasi kartilago sendi, remodelling tulang dan inflamasi
cairan sendi (Setiati et al, 2014).
Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme
rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung
berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu
respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Rerata perbandingan antara
sintesis dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataannya lebih
rendah dibanding normal yaitu 0,29 dibanding 1 (Setiati et al, 2014).
Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas
fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
terjadinya penumpukan trombus dan kompleks lipid pada pembuluh darah sub-

7
8

kondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkhondral


tersebut. lni mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin
dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkhondral
yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa
sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator
kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,
peregangan tendo atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra artikular akibat
kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit
yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intramedular karena proses
remodeling pada trabekula dan subkondrial (Setiati et al, 2014).
lnterleukin-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi, yaitu
meningkatkan sistesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin
dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit.
Kondrosit pasien OA mempunyai reseptor IL-1 2 kali lipat lebih banyak
dibanding individu normal dan khondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara
lokal. Katilago normal umumnya tidak memproduksi nitric oxide (NO) kecuali
dirangsang oleh IL-1. Efek NO pada kondrosit meliputi inhibisi produksi kolagen
dan proteoglikan, aktivasi metalloproteinase, meningkatkan kepekaan trauma
oksidan lain, dan apoptosis (Setiati et al, 2014).

Gambar 1. Patogenesis Osteoartitis


Sumber : Setiati et al, 2014

8
9

2.5 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Osteoartritis


Pada osteoartritis dini, pembengkakan tulang rawan biasanya terjadi, karena
peningkatan sintesis proteoglikan Ketika osteoartritis berkembang, tingkat
proteoglikan akhirnya turun sangat rendah, menyebabkan tulang rawan melunak
dan kehilangan elastisitas dan dengan demikian semakin merusak integritas
permukaan sendi. Secara mikroskopis, pengelupasan dan fibrilasi (celah vertikal)
berkembang di sepanjang tulang rawan artikular yang biasanya mulus pada
permukaan sendi osteoartritik. Seiring waktu, hilangnya tulang rawan
menyebabkan hilangnya ruang sendi. Hilangnya ruang sendi apabila ada gesekan
antar tulang dapat menimbulkan nyeri. Perubahan pada tingkat awal OA terjadi
pada tulang rawan artikular yang akan terjadinya perkembangan fibrilasi dan
erosi. Erosi akan meluas hingga ke tulang dan akan terus berkembang hingga
melibatkan lebih banyak kerusakan permukaan sendi.
Pada tingkat mikroskopis, setelah terjadinya cedera pada tulang rawan,
matriks kolagen rusak menyebabkan kondrosit berkembang biak dan membentuk
kelompok. Terjadi perubahan fenotipik pada kondrosit menjadi kondrosit
hipertrofik sehingga tulang rawan akan mengeras dan akan membentuk osteofit.
Semakin banyak matrik kolagen yang rusak sehingga kondrosit akan mengalami
apoptosis, dan kolagen yang tidak termineralisasi secara tidak tepat menyebabkan
penebalan tulang subkondral (suatu proses yang dikenal sebagai eburnasi). Tulang
subchondral yang mengalami trauma juga dapat mengalami degenerasi kistik,
yang disebabkan oleh nekrosis osseus sekunder akibat impaksi kronis atau karena
intrusi cairan sinovial. Kista osteoartritik juga disebut sebagai kista subkondral,
pseudokista, atau geodes. Seiring dengan kerusakan sendi, osteoartritis juga dapat
menyebabkan perubahan patofisiologis pada ligamen terkait dan peralatan
neuromuskuler. Sebagai contoh, kelainan kompleks ligamen kolateral lateral
sering terjadi pada osteoartritis lutut.
Gambaran klinis dan perkembangan OA sangat bervariasi dari orang ke
orang. Gejala OA yang terjadi yaitu nyeri persendian, kekakuan, dan pembatasan
alat gerak. Pasien juga dapat mengalami kelemahan otot dan masalah
keseimbangan. Nyeri biasanya terkait dengan aktivitas dan sembuh dengan

9
1

istirahat. Nyeri, gejala utama osteoarthritis, diduga muncul dari nyeri karena
adanya kombinasi antara Kemacetan pembuluh darah tulang subkondral,
menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus, Efusi sendi dan peregangan kapsul
sendi. Pada pasien-pasien dimana penyakitnya berkembang, rasa sakit lebih terus
menerus dan mulai mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari, yang pada akhirnya
menyebabkan keterbatasan fungsi yang parah. Pasien juga mungkin mengalami
pembengkakan tulang, deformitas sendi. OA biasanya mempengaruhi sendi
interphalangeal proksimal dan distal, sendi carpometacarpal (CMC) pertama,
pinggul, lutut, sendi metatarsophalangeal pertama, dan sendi tulang belakang
leher dan lumbar servikal bawah. OA dapat bersifat monoarticular atau
polyarticular. Kerusakan pada kartilago menyebabkan kontak lansung antar tulang
sehingga menimbulkan krepitasi (gemertak sendi). Akibat nyeri maka
menyebabkan hambatan pergerakan pada sendi, nyeri bertambah dengan gerakan
dan berkurang saat istirahat.

2.6 Penegakan Diagnosis Osteoartritis


A. Anamnesis
Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah
berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan :
a. Nyeri Sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa
pasien ke dokter (meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan
berubah bentuknya). Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan
sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-
kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibanding gerakan yang lain.
Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati,
misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan
stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang biasa
disebut dengan claudicatio intermitten (Setiati et al, 2014).
b. Hambatan Gerakan Sendi

1
1

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan


sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri (Setiati et al, 2014).
c. Kaku Pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah
imobilitas, seperti duduk dikursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama
atau bahkan setelah bangun tidur (Setiati et al, 2014).
d. Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang
sakit (Setiati et al, 2014).
e. Pembesaran Sendi
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali
terlihat dilutut atau tangan) secara pelan-pelan membesar (Setiati et al,
2014).
f. Perubahan Gaya Berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir
semua pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang
menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA yang
umumnya tua (Setiati et al, 2014).

B. Pemeriksaan Fisik
a. Hambatan Gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih
dini (secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin
beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi
kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan)
maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja) (Setiati et al, 2014).
b. Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada
awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau
remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah

1
1

beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala


ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada
saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi (Setiati et al, 2014).
c. Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris
Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi
yang biasanya tak banyak (< 100 cc). Sebab lain ialah karena adanya
osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi (Setiati et al, 2014).
d. Tanda-tanda Peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai
pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol
dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan
sendi-sendi kecil tangan dan kaki (Setiati et al, 2014).
e. Perubahan Bentuk Sendi yang Permanen
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama,
perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan
perubahan pada tulang dan permukaan sendi (Setiati et al, 2014).
f. Perubahan Gaya Berjalan
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena
menjadi tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi
paha dan OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi
lain, seperti tangan, bahu, siku dan pergelangan tangan, OA juga
menimbulkan gangguan fungsi (Setiati et al, 2014).

C. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografis Sendi yang Terkena
Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena OA
sudah cukup memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah:
 Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
bagian yang menanggung beban)

1
1

 Peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkondral


 Kista tulang
 Osteofit pada pinggir sendi
 Perubahan struktur anatomi sendi

Gambar 2. Radiografi Osteoartritis

b. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tak banyak
berguna. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas
normal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan artritis
peradangan (Setiati et al, 2014).

2.7Derajat Beratnya Osteoartritis


Derajat beratnya osteoarthritis lutut dan panggul berdasarkan Indeks Lequesne
(IRA, 2014). Indeks Lequesne digunakan untuk pertimbangan pemilihan jenis
terapi yang efektif yang terdiri dari 3 kategori, yaitu:
1. Keluhan nyeri atau ketidaknyamanan (pain or discomfort)
2. Jarak tempuh maksimal dalam berjalan (maximum distanced walked)
3. Kemampuan beraktivitas fisik sehari-hari (activities of daily living)

1
1

Gambar 3. Indeks Laquesne berdasarkan keluhan nyeri atau ketidaknyamanan


Sumber: IRA, 2014

Gambar 4. Indeks Laquesne berdasarkan jarak tempuh maksimal dalam berjalan


Sumber : IRA, 2014

1
1

Gambar 5. Indeks Lequesne berdasarkan kemampuan beraktivitas fisik sehari-hari


Sumber : IRA, 2014

Tabel 1. Interprestasi Indeks Lequesne


Berdasarkan nilai dari Indeks Lequesne Derajat Beratnya Osteoartritis
0 Normal
1-4 Ringan
5-7 Sedang
8-10 Berat
11-13 Sangat berat
>14 Berat sekali

1
1

2.8 Kriteria Diagnosis Osteoartritis


Klasifikasi diagnosis Osteoartritis berdasarkan kriteria American College of
Rheumatology (ACR)
A. Klasifikasi diagnosis OA lutut ICD-10
 Berdasarkan kriteria klinis:
- Nyeri sendi lutut
dan
- Paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah ini:
1. Krepitus saat gerakan aktif
2. Kaku sendi < 30 menit
3. Umur > 50 tahun
4. Pembesaran tulang sendi lutut
5. Nyeri tekan tepi tulang
6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut
Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%
 Berdasarkan kriteria klinis dan radiologis:
- Nyeri sendi lutut
dan
- Adanya osteofit
dan
- Paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. Kaku sendi < 30 menit
2. Umur > 50 tahun
3. Krepitus pada gerakan sendi aktif
Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
 Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris:
- Nyeri sendi lutut
dan
- Paling sedikit 5 dari 9 kriteria berikut ini:
1. Usia > 50 tahun
2. Kaku sendi < 30 menit

1
1

3. Krepitus pada gerakan aktif


4. Nyeri tekan tepi tulang
5. Pembesaran tulang
6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi terkena
7. LED < 40 mm/jam
8. RF < 1:40
9. Analisis cairan sinovium sesuai OA
Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

B. Kriteria diagnosis OA tangan ICD-10


 Berdasarkan klinis:
- Nyeri, ngilu atau kaku pada tangan
Dan
- Paling sedikit 3 dari 4 kriteria klinis di bawah ini:
1. Pembengkakan jaringan keras dari 2 atau lebih sendi-sendi tangan di
bawah ini:
o Sendi distal interfalang ke-2 dan ke-3
o Sendi proksimal interfalang ke-2 dan ke-3
o Dan sendi pertama karpometakarpofalang kedua tangan
2. Pembengkakan jaringan keras dari 2 atau lebih sendi distal interfalang
3. Kurang dari 3 pembengkakan sendi metakarpofalang
4. Deformitas sedikitnya pada 1 dari 10 sendi-sendi tangan pada kriteria
2 di atas.
Sensitivitas 92% dan spesifisitas 98%.

C. Kriteria diagnosis OA panggul ICD-10


 Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris:
- Nyeri pada sendi panggul/koksa
dan
- Paling sedikit salah 1 dari 2 kelompok kriteria di bawah ini:

1
1

1. Rotasi internal sendi panggul < 15° disertai LED ≤ 45 mm/jam atau
fleksi sendi panggul ≤ 115° (jika LED sulit dilakukan)
2. Rotasi internal sendi panggul ≥ 15° disertai nyeri yang terkait
pergerakan rotasi internal sendi panggul, kekakuan sendi panggul pagi
hari ≤ 60 menit, dan usia > 50 tahun
Sensitivitas 89% dan spesifisitas 91%.
 Berdasarkan kriteria klinis, laboratoris dan radiologis:
- Nyeri pada sendi panggul/koksa
dan
- Paling sedikit 2 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. LED < 20 mm pada jam pertama
2. Osteofit pada femoral dan atau asetabular pada gambaran radiologis
3. Penyempitan celah sendi secara radiologis (superior, axial dan atau
medial)
Sensitivitas 89% dan spesifisitas 91%.

2.9 Diagnosis Banding Osteoartritis

Tabel 2. Diagnosis banding osteoartritis


Osteoartritis Reumatoid Artritis Artritis Gout
Definisi Penyakit sendi Penyakit autoimun yang Penyakit heterogen
degeneratif yang ditandai oleh inflamasi sebagai akibat deposisi
berkaitan dengan sistemik kronik dan kristal monosodium
kerusakan kartilago progresif, dimana sendi urat pada jaringan atau
sendi dan bersifat merupakan target utama akibat supersaturasi
kronik-progresif. asam urat di dalam
cairan ekstraseluler
Etiologi >OA Primer: Faktor genetik, Penyimpanan asam urat
OA yang kausanya lingkungan, hormonal, yang berlebihan dalam
tidak diketahui dan imunologis, dan infeksi bentuk monosodium

1
1

tidak ada hubungannya urat


dengan penyakit
sistemik maupun proses
perubahan lokal pada
sendi

>OA Sekunder:
OA yang didasari oleh
adanya kelainan
endokrin, inflamasi,
metabolik,
pertumbuhan, herediter,
jejas mikro dan makro
serta imobilisasi yang
terlalu lama
Gambaran - Nyeri sendi cenderung -Pembengkakan sendi, -Gout klasik
Klinis memiliki onset yang nyeri tekan, kaku, menimbulkan
perlahan. biasanya sangat monoartritis, sering
mengganggu di pagi bermula pada sendi
-Nyeri bertambah hari dan membaik metatarsal falang
dengan aktifitas, seiring dengan (MTP). Pada saat
membaik dengan berjalannya hari dan serangan timbul nyeri
istirahat, terasa paling muncul kembali pada yang sangat hebat dan
nyeri pada akhir hari malam hari. berlangsung selama 7-
dan seiring dengan 10 hari.
memburuknya penyakit, -Persendian kecil pada
menjadi semakin parah, tangan dan kaki -Nefropati gout dan
sampai pada tahap di cenderung terkena batu ginjal.
mana pergerakan secara asimetris pada
minimal saja sudah awalnya, akhirnya -Gout akut dapat
menimbulkan rasa menjadi simetris diikuti berlanjut menjadi gout

1
2

nyeri. oleh sendi-sendi yang kronis, yang berkaitan


lebih besar seperti lutut dengan penumpukan
-Kekakuan paling dan siku di mana efusi asam urat dalam
ringan pada pagi hari yang jelas dapat jaringan subkutan yang
namun terjadi berulang- terlihat. khas (tofi).
ulang sepanjang hari
dengan periode istirahat -Onsetnya seringkali
dan dinamakan sebagai bertahap dan asimetris
“Gelling” setelah masa disertai nyeri sendi
inaktivasi. yang hilang timbul,
pembengkakan dan
-Pembengkakan tulang kekakuan, sering
dapat ditemukan disertai oleh lesu dan
terutama pada tangan, fatigue.
sebagai nodus
Heberden (keterlibatan
sendi DIP) atau nodus
Bouchard (keterlibatan
sendi PIP).
Anamnesis Sendi mana yang Sendi mana yang Pasien datang dengan
terkena? Apa gejalanya: terkena? Umumnya, keluhan sendi
nyeri, sakit, kaku, pergelangan tangan, jari kemerahan disertai
mobilitas berkurang? tangan, siku bahu, dan nyeri akut-seringkali
lutut. pada ibu jari kaki.
Nyeri seringkali
berdenyut dan dalam, Adakah nyeri? Jika ya Berjalan mungkin sulit
dan bisa berkurang kapan dan di mana? karena nyeri
dengan istirahat. Nyeri
bisa menjalar jauh dari Adakah kaku, bengkak, Episode biasanya
sendi yang terkena. dan deformitas? berlangsung mulai dari
Umumnya ada kaku di beberapa hari sampai

2
2

Apa yang meringankan pagi hari selama lebih beberapa minggu.


dan memperberat dari 1 jam.
gejala?
Adakah tanda sistemik:
Tanyakan cedera sendi malaise, penurunan
sebelumnya, kelainan berat badan, atau gejala
sendi kongenital, anemia?
radang atau artritis
septik sebelumnya.

Adakah tanda-tanda
artritis radang
(misalnya kaku di pagi
hari, demam, dan
sebagainya)?
Pemeriksaan Adakah tanda-tanda Adakah bengkak, nyeri Sendi yang nyeri,
Fisik penyakit sistemik tekan pada palpasi, meradang kemerahan
(demam, penurunan eritema, penebalan
berat badan)? sinovial, kisaran gerak Jarang ada tofi gout,
berkurang, deformitas, khususnya pada telinga
Periksa sendi yang dll? pasien.
terkena untuk
deformitas, nyeri tekan, Pola deformitas klasik
krepitasi, kisaran gerak pada tangan adalah:
berkurang, dan deviasi ulnaris pada
gangguan fungsional. jari, leher-‘angsa’,
Keterlibatan sendi deformitas
biasanya simetris. ‘Boutonniere’.

Periksa secara khusus


tangan, lutut, panggul,

2
2

dan tulang belakang.

Periksa nodus Heberden


(osteofit pada bagian
samping sendi
interfalang distal) dan,
yang lebih jarang
ditemukan nodus
Bouchard (hipertrofi
sendi PIP) dan ibu jari
berbentuk kotak.

Pemeriksaan Cairan sinovial dari Peningkatan LED, dan Ditemukannya kristal


Penunjang aspirasi sendi berwarna peningkatan CRP intrasel pada neutrofil
jernih dengan viskositas cairan sinovial yang
normal serta bersifat Foto rontgen diaspirasi dari sendi
non inflamasi (jumlah memperlihatkan yang mengalami
sel darah putih rendah) pembengkakan jaringan inflamasi.
pada pemeriksaan lunak.
mikroskopis. Radiografi polos pada
Perubahan erosif. gout yang sudah terjadi
Foto rontgen polos akan memberikan
menunjukkan adanya gambaran erosi korteks
gambaran yang khas. (seringkali lokasinya
jauh dari batas sendi),
yang memiliki
gambaran “punched out
appearance”, berbatas
sklerotik dengan tepi
yang menyerupai kait,
tidak seperti erosi yang

2
2

ditemukan pada artritis


reumatoiid.

2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Penatalaksanaan Osteoartritis
A. Terapi Non Farmakologi
1 Edukasi pasien.
2 Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs) yaitu
modifikasi gaya hidup.
3 Bila berat badan berlebih (BMI > 25), dilakukan untuk program
penurunan berat badan, minimal penurunan 5% dari berat badan, dengan
target BMI 18,5-25.
4 Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises).
5 Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan
otot- otot (quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive
devices for ambulation) yaitu memakai tongkat pada sisi yang sehat.

B. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan


splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari.

2
2

C. Terapi Farmakologi
Pendekatan terapi awal
1 Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah
satu obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat
tersebut:
• Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS).
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki
risiko pada sistem pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit
komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat
perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau
antikoagulan), dapat diberikan salah satu obat berikut ini:
• Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan
pemberian obat pelindung gaster (gastro- protective agent).

Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai dengan dosis


analgesik rendah dan dapat dinaikkan hingga dosis maksimal hanya bila dengan
dosis rendah respon kurang efektif. Pemberian OAINS lepas bertahap (misalnya
Na-Diklofenak SR75 atau SR100) agar dipertimbangkan untuk meningkatkan
kenyamanan dan kepatuhan pasien. Penggunaan misoprostol atau proton pump
inhibitor dianjurkan pada penderita yang memiliki faktor risiko kejadian
perdarahan sistem gastrointestinal bagian atas atau dengan adanya ulkus saluran
pencernaan.
 Cyclooxygenase-2 inhibitorsplint dan alat bantu gerak sendi untuk
aktivitas fisik sehari-hari.

Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi
dan tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya triamsinolone
hexatonide 40 mg) untuk penanganan nyeri jangka pendek (satu sampai tiga

2
2

minggu) dapat diberikan, selain pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid per oral
(OAINS).

D. Algoritma Penatalaksanaan Osteoatritis

Gambar 6. Algoritma Penatalaksanaan osteoarthritis


Sumber : IRA, 2014

2
2

2.10.2 Penatalaksanaan Gout

Gambar 7. Rekomendasi Pengelolaan Gout Akut


Sumber : IRA, 2018

Gambar 8. Rekomendasi Pengelolaan Gout Fase Interkritikal dan Gout Kronis


Sumber : IRA, 2018

2
2

2.10.3 Penatalaksanaan Reumatoid Artitis

Gambar 9. Algoritma Penatalaksanaan Reumatoid Artitis

2
2

2.10.4 Prinsip Pelayanan Geriatri


Menurut Kemenkes (2014), mengingat berbagai kekhususan perjalanan dan
penampilan penyakit pada warga lanjut usia, maka terdapat dua prinsip utama,
yaitu:
A. Prinsip Holistik
Prinsip holistik pada pelayanan kesehatan lanjut usia menyangkut berbagai aspek,
yaitu:
1. Seorang warga lanjut usia harus dipandang sebagai manusia seutuhnya,
meliputi juga lingkungan kejiwaan (psikologis) dan sosial ekonomi. Aspek
diagnosis penyakit pada pasien lanjut usia menggunakan asesmen geriatri,
meliputi seluruh organ, sistem, kejiwaan dan lingkungan sosial ekonomi
(Kemenkes, 2014).

2. Sifat holistik mengandung arti secara vertikal mau pun horizontal. Secara
vertikal berarti pemberian pelayanan harus dimulai dari masyarakat sampai
ke pelayanan rujukan tertinggi (rumah sakit yang mempunyai pelayanan
subspesialis geriatri). Secara horisontal berarti pelayanan kesehatan harus
merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan warga lanjut usia secara
menyeluruh (Kemenkes, 2014).
Untuk mengupayakan prinsip pelayanan holistik yang berkesinambungan
dan secara berjenjang (vertikal) mulai dari masyarakat, puskesmas dan
rumah sakit, kontinuitas pelayanan kesehatan geriatri secara garis besar
dapat dibagi menjadi:
a. Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat (Community
Based Geriatric Service)
b. Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat Berbasis Rumah
Sakit (Hospital Based Community Geriatric Service)
c. Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia Berbasis Rumah Sakit (Hospital
Based Geriatric Service)
3. Pelayanan holistik harus mencakup aspek promotif, pencegahan (preventif),
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) (Kemenkes, 2014).

2
2

B. Prinsip Tatakerja Dan Tatalaksana Tim


Tim Terpadu Geriatri merupakan bentuk kerjasama multidisiplin yang
bekerja secara interdisiplin dalam mencapai tujuan pelayanan geriatri. Pada tim
multidisiplin kerjasama terutama bersifat pada pembuatan dan penyerasian
konsep, sedangkan pada tim interdisiplin kerjasama meliputi pembuatan dan
penyerasian konsep serta penyerasian tindakan (Kemenkes, 2014).

2.10.5 Aspek Rehabilitasi Pada Geriatri


Sebelum melakukan program rehabilitasi pada para lanjut usia, harus
dilakukan penilaian kemampuan fungsional. Penilaian medis dilakukan seperti
layaknya pemeriksaan pasien, yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya, sehingga dapat ditegakkan
diagnosis anatomi dan diagnosis etiologi (Kemenkes, 2015).
Potensi aktifitas fungsional pasien dinilai dari kemampuan pada 5 (lima)
komponen dasar gerak, yaitu fleksibilitas otot sendi, kekuatan otot dan tulang,
keseimbangan, koordinasi gerak dan endurans (daya tahan). Pada awalnya,
kondisi ke lima komponen tersebut dinilai terlebih dahulu. Tahap berikutnya
adalah menilai kemampuan fungsional dengan indeks barthel. Tahap terakhir
adalah menilai dan menentukan kemampuan pasien apakah mampu melakukan
peran seperti sediakala (Kemenkes, 2015).
Dari haril penilaian seluruh potensi tersebut, dapat dilakukan:
a) Rencana terapi latihan
b) Menentukan pilihan terapi tepat guna
c) Pemeliharaan kesinambungan terapi (dirumah, dikomunitas)
d) Mencari alat bantu yang sesuai
e) Meningkatkan tahap terapi, sampai mencapai target

2
3

Fisioterapi merupakan manajemen rehabilitasi fisik dengan menggunakan


berbagai modalitas fisik (Arovah, 2007). Secara garis besar, modalitas fisioterapi
yang sering dipergunakan antara lain berupa:
1. Thermal dan hydrotherapy
Beberapa jenis terapi thermal yang sering dipergunakan antara lain:
cryotherapy, wax bath, contrast bath dan hot packs. Selain itu terdapat juga
hydrotherapy yang dikombinasikan dengan terapi latihan. Kombinasi tersebut
dilakukan mengingat adanya gaya buoyancy pada air yang dapat mengurangi
pengaruh gravitasi sehingga mempermudah gerakan sehingga dapat
meminimalkan rasa nyeri akibat pergerakan (Arovah, 2007).

2. Electromagnetic therapy

3. Manual therapy
Terapi massage menggunakan rabaan untuk memberikan tekanan pada kulit,
otot, tendo. dan ligamen. Pada dasamya massage dipergunakan untuk mengurangi
ketegangan otot, meningkatkan aliran darah, dan mengurangi kepekaan saraf
terhadap nyeri. Jenis aplikasi massage yang biasa dilakukan antara lain: stroking,
effleurage. kneading, picking up. dan wringing. Stroking dilakukan dengan
keseluruhan tangan atau jari. Tangan tersebut dalam kondisi rileks dan memberi
tekanan yang berirama sehingga dapat merileksasikan otot penderita. Eufleurage
dilakukan dengan memberikan tekanan sekaligus menggerakkan tangan dengan
kecepatan tertentu untuk mengurangi ketegangan otot sekaligus meningkatkan
aliran darah limfe. Kneading merupakan aplikasi tekanan yang dilakukan dengan
diikuti periode pelepasan secara bergantian. Picking up merupakan teknik
massage dengan mengangkat massa otot dan segera melepaskannya kembali.
Wringing merupakan teknik mengangkat masa otot kemudian memutarnya
sebelum dilepaskan kembali (Arovah, 2007).
Relaxed passive movement merupakan terapi yang dilakukan oleh
fisioterapis dengan jalan menggerakkan otot dan persendian pasien secara pasif.
Terapi ini dilakukan untuk mendapatkan jangkauan gcrak secara maksimal pada

3
3

sendi, menimbulkan efek relaksasi secara umum, mengaktifkan kembali otot yang
selama ini pasif, dan meningkatkan drainase limfe. Terapi ini terutama bermanfaat
pada gangguan persendian (osteoartritis), stroke, kelumpuhan. dan orang yang
harus melakukan istirahat total. Apabila diperlukan terapi ini dapat
dikombinasikan dengan manual training (Arovah, 2007).

Gambar 10. Contoh latihan osteoterapi lutut


Sumber : Arovah, 2007

3
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
- Osteoartritis merupakan penyakit sendi degenerative yang ditandai oleh
kerusakan kartilago sendi. Faktor resiko penyakit ini yaitu usia tua, wanita,
kegemukan, pemakaian sendi secara terus menerus, dll.
- Manifestasi klinis osteoartitis yaitu nyeri sendi yang betambah berat ketika
digerakkan, hambatan gerak sendi, kaku di pagi hari, krepitasi, deformitas
sendi.
- Penegakan diagnosis terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan radiologi
yaitu ditemukan penyempitan celah sendi, kista, osteofit, dan perubahan
struktur anatomi sendi. Diagnosis banding dari nyeri sendi yaitu
osteoarthritis, gout, dan rumatoid arthritis.
- Penatalaksanaan pada osteoarthritis yaitu terapi nonfarmakologi dan terapi
farmakologi. Terapi farrmakologi yaitu obat anti inflamasi non steroid.

3.2 Saran
Disini penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari sempura, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun dan
menyempurnakan penulisan makalah osteoartritis ini sangat di harapkan.

3
DAFTAR PUSTAKA

Arovah, N I. 2007. Fisioterapi dan Terapi Latihan pada Osteoartitis. Medikora,


Vol III No. 1

Davey. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta: EMS, P: 374-377, 384-387.

Gleadle. 2006. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: EMS,


P:190-194.

Kemenkes. 2012. Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 79 Tahun 2012 Tentang


Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit.

Kemenkes. 2015. Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 67 Tahun 2015 Tentang


Penyelenggaraan Kesehatan Lanjut Usia di Pusat Kesehatan Masyarakat.

Setiati et al. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing.

Indonesia Rheumatology Association (IRA). 2014. Diagnosis dan


Penatalaksanaan Osteoartritis. Jakarta

Indonesia Rheumatology Association (IRA). 2014. Diagnosis dan Pengelolaan


Artritis Reumatoid. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia,
Hal: 22.

Indonesia Rheumatology Association (IRA). 2018. Pedoman Diagnosis dan


Pengelolaan Gout. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia, Hal:
9, 11, 14.

3
34

Smith. 2019. Rheumatoid Arthritis, Cleveland. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/331715-overview#a4 (Diakses 8
Januari 2020)

Rothschild. 2020. Gout and Pseudogout, Illinois. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/329958-overview#a4 (Diakses 8
Januari 2020)

Anda mungkin juga menyukai