Anda di halaman 1dari 3

Sindrom Nefrotik Pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik

Rumah Sakit Mitra Husada Kabupaten Tangerang

Anandita Putri*, Vika Wirdhani**, Jasirwan**

*Dokter Umum Rumah Sakit Mitra Husada Kabupaten Tangerang


**Spesialis Penyakit Dalam, Rumah Sakit Mitra Husada Kabupaten Tangerang

Pendahuluan

Lupus eritematosus sistemik ( systemic lupus eryhematosus) atau (SLE) merupakan


penyakit inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi
klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam. 1 Penyakit ini terutama
menyerang wanita usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi.

Insiden tahunan SLE di Amerika serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk, sementara
prevalensi SLE di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk, dengan rasio jenis
kelamin perempuan dan laki-laki antara 9-14:1.2 Data tahun 2002 di RSUP Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1,4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di
poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam.3 Pada kabupaten Tangerang tahun 2016 didapatkan
kematian ibu akibat lupus adalah 1%.4

Dilaporkan bahwa 1000 pasien di Eropa yang diikuti selama 10 tahun, manifestasi klinis
terbanyak berturu-turut adalah arthritis sebesar 48,1%, ruam malar 31,1%, nefropati 27,9%,
fotosensitiviti 22,9%, keterlibatan neurologic 19,4% dan demam 16,6% sedangkan manifestasi
klinis yang jarang dijumpai adalah myositis 4,3%, ruam discoid 7,8%, anemia hemolitik 4,8%
dan lesi subkutaneus akut 6,7%.5

Ilustrasi Kasus

Dilaporkan seorang perempuan, 28 tahun yang dirawat dibagian penyakit dalam dengan
kudua kaki bengkak, ruam malar rush, oral ulkus, laringitis TB, arthritis, fotosensitif, ruam
diskoid. Dari riwayat penyakit dahulu, pasien terkena TB paru serta sudah mendapat terapi OAT
selama 9 bulan dan dinyatakan sembuh. Dari riwayat keluarga pasien tidak ada yang menderita
penyakit jantung, hipertensi, alergi obat, penyakit hati atau penyakit persendian. Pasien
merupakan seorang ibu rumah tangga. Dari pemeriksaan fisik umum, didapatkan kesan sakit
sedang, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 98 kali /
menit, respirasi 20 kali/menit, reguler temperatur aksila 36,4°C, tinggi badan 156 cm, berat
badan 40 kg, BMI 16 kg/m2, status gizi underweight.
Gambar 1.Klinis Pasien

Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang ditemukan anemia, leukositosis,


trombositopenia, Pada pemeriksaan urin lengkap ditemukan proteinuria yakni +4. Pemeriksaan
ANA test positif. Pada pemeriksaan sputum BTA tidak ditemukan. Pada pemeriksaan radiologi
dilakukan rontgen thorax AP kesan bekas TB.

Gambar 2.Thorax AP

Pada pasien ini diberikan terapi kortikosteroid dosis tinggi, diuretik dan antibiotik serta
transfuse PRC. Pasien kontrol poli 9 hari setelah rawat inap, didapatkan kaki masih bengkak,
kemudian diberiakan terapi peroral yakni kortikosteroid, obat antihipertensi diuretik dan
penghambat reseptor angiotensin II . Keluhan kaki membengkak menghilang setelah 19 hari
pulang dari rumah sakit dan mendapat terapi obat oral.
Diskusi

Pasien di diagnosa dengan sindroma nefrotik pada sistemik lupus eritematosus


berdasarkan kriterian American College of Rheumatology dengan gangguan pada ginjal.

Tujuan penatalaksaan LES adalah untuk mengurangi gejala dan melindungi organ.
Pasien LES dengan keterlibatan organ biasanya diberikan kortikosteroid untuk menekan
inflamasi sehingga tidak terdapat kerusakan organ lebih lanjut. Kortikosteroid lebih baik dari
NSAID dalam mengurangkan peradangan terutama jika melibatkan organ dalam. Kortikosteroid
dapat diberikan peroral, injeksi langsung ke persendian atau intravena.6.7

Kesemipulan

Telah dilaporkan kasus sindroma nefrotik pada pasien sistemik lupus eritematosus
berdasarkan kriteria ARA. Pasien medapatkan terapi kortikosteroid obat antihipertensi diuretik
dan penghambat reseptor angiotensin II. Pasien mengalami perbaikan secara klinis.

Anda mungkin juga menyukai