Anda di halaman 1dari 52

BOOK READING

Presentator:
dr. Dimas Alan Setiawan

Pembimbing:
dr. Dian Paramita W, M.Sc., Sp.T.H.T.K.L.(K)

Departmen Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala-Leher


Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2022
VISI PROGRAM STUDI
KESEHATAN T.H.T.K.L

Menjadi program studi berstandar global yang inovatif dan unggul,


serta mengabdi kepada kepentingan bangsa dan kemanusiaan
dengan dukungan sumberdaya manusia yang professional dan
dijiwai nilai-nilai Pancasila.
MISI PROGRAM STUDI
KESEHATAN T.H.T.K.L

1. Meningkatkan kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian


masyarakat yang berlandaskan kearifan lokal.
2. Mengembangkan sistem tata kelola Program Studi Kesehatan T.H.T.K.L
yang mandiri dan berkualitas (Good Governance).
3. Membangun kemitraan dan kerjasama dengan rumah sakit dan
seluruh pihak yang berkepentingan dalam rangka mendukung
kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
PENDAHULUAN

Tidak
Refluks Gaster Fisiologis:
mengakibatkan
ke Esophagus terutama setelah “cedera” pada
(GER) makan
daerah sekitar

Episode: 50x / hari Mekanisme


pertahanan intrinsik
(pH <4) yang menjaga
(Johnson, 1974) integritas mukosa
PENDAHULUAN

Gastroesophageal
Reflux Disease
(GERD)

Fisiologis Patologis

Laryngopharyngeal
Reflux (LPR)

Terjadi terus-menerus (kronis)


→ mekanisme pertahanan rusak
PENDAHULUAN

Dari semua pasien yang datang


ke klinik THT, 10% mengalami
gangguan reflux.

Laryngopharyngeal Pasien hoarsness : 50%


mengalami mengalami LPR.
Reflux (LPR)

LPR merupakan faktor


tersering yang menyebabkan
inflamasi saluran nafas atas,
danlaringitis kronik.

6
FISIOLOGI

Produksi Asam Lambung

❑ Asam lambung diproduksi oleh sel parietal gaster.


❑ Sel parietal memiliki jaringan sekretori, disebut kanalikuli → asam lambung
disekresi → lumen lambung.

❑ Tingkat keasaman (pH) dari asam lambung adalah 2 pada lumen gaster.
❑ pH dipertahankan oleh pompa proton H+/K+ ATPase.

8
FISIOLOGI

Peran Asam Lambung

❑ Asam lambung mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin → berperan


untuk memecah ikatan asam amino (proses proteolisis).

❑ Asam lambung menghambat pertumbuhan mikroorganisme →


mengontrol jumlah bakteri usus dan mencegah infeksi.

9
Sekresi Asam Lambung:
• HCl (hydrochloric acid) disekresikan sitoplasma sel parietal secara terpisah (dalam
bentuk ion hydrogen dan chloride) → bercampur di jaringan kanalikuli →
disekresikan glandula oxytinic → secara gradual mencapai lumen gaster.
• pH terendah → 0.8, bercampur dengan sekresi lain → pH menjadi 1 – 3.

3 Fase Sekresi Asam Lambung:


• Cephalic phase: 30%
• Gastric phase: 60%
• Intestinal phase: 10%
FISIOLOGI

Regulasi Sekresi Asam Lambung

❑ Saraf autonom
❑ Hormon

❑ Secara umum produksi asam lambung dikontrol oleh regulator positif dan
mekanisme feedback negative.

11
FISIOLOGI

Netralisasi Asam lambung

❑ Di duodenum asam lambung di netralisasi oleh sodium bikarbonat.


❑ Sodium bikarbonat disekresi oleh pankreas yang distimulasi sekretin.

❑ Sekretin di sekresi oleh sel S pada mukosa duodenum dan jejenum saat pH
duodenum dibawah 4.5-5.
❑ Asam karbonat diurai menjadi CO2 dan H2O → eliminasi melalui urin.

13
FISIOLOGI

Pepsin

❑ Pepsin dihasilkan oleh sel chief → pepsinogen.


❑ Pepsin aktif pada pH 2-6.5, dan menjadi inaktif pada pH diatas 6.5-8.
❑ Refluks pepsin pada esophagus dan laringfaring dapat menyebabkan
kerusakan, bahkan pada pH >4.
❑ Pepsin menjadi biomarker untuk kelainan refluks.

15
FISIOLOGI

Garam Empedu

❑ Garam empedu diproduksi oleh hepatosit di hepar.


❑ Ketika makanan masuk ke duodenum → kolesistokinin dilepaskan →
kantong empedu mengeluarkan garam empedu untuk membantu
pencernaan makanan.

❑ Kerusakan mukosa disebabkan oleh disorganisasi struktur membran dan


gangguan metabolisme seluler.
❑ Mekanisme perusakan → “intramucosal trapping”, empedu terjebak
didalam mukosa melalui proses ionisasi.

16
FISIOLOGI

Tripsin

❑ Tripsin dihasilkan oleh pankreas dalam bentuk zymogen inaktif berupa


tripsinogen.
❑ Produksinya distimulasi oleh kolesistokinin → tripsin disekresi menuju
duodenum → menghidrolisis peptide menjadi asam amino.

❑ Penelitian sebelumnya → tripsin dapat menstimulasi produksi mediator


inflamasi.
➢ chemokine & prostaglandin meningkat pada area yg terpapar oleh
tripsin

17
FISIOLOGI: Mekanisme Pertahanan Esophagus

Peristaltik Bicarbonat Sekresi Upper Esofageal


esophagus padasaliva mukus Sfingter (UES)
Tertutup

Membersihkan refluks Menetralkan refluks Mencegah refluks menuju


area proksimal esophagus
PATOFISIOLOGI

Teori Esophageal Bronchial


Teori Mikroaspirasi Teori Trauma
Reflek
Kontak langsung Cedera pada As. lambung
pada jaringan sekitar mukosa epitel
Distal esophagus

Vocal Stimulasi reflek vagal


Asam & Asam Abuse / →mendehem &batuk kronis
Pepsin Lambung Infeksi
Cidera mukosa dan
gejala pada laring
19
PATOFISIOLOGI
LPR Pada Nonacid Dan Refluks Yang Minimal
❑ Penelitian Oelschlager (2006) → mayoritas episode refluks laringfaring bersifat
non-acidic.
❑ Terdapat hubungan antara refluks non-acidic atau refluks yg tingkat keasaman
lemah dengan gejala yang menetap pada terapi PPI.
❑ Pasien yang tanda gejala LPR positif dengan refluks nonacid tidak akan
berespon dengan terapi PPI.
❑ Sebelumnya, diagnosis dan terapi difokuskan pada tingkat keasaman refluksat,
karena komponen lain tidak akan menimbulkan cidera jika kondisi pH tinggi.
❑ Namun saat ini diketahui bahwa asam empedu dan pepsin dapat menimbukan
cidera dengan kondisi pH yang lebih tinggi.

21
DIAGNOSIS

Kumpulan gejala

Evaluasi klinis dengan visualisasi laring-faring

Prosedur tes invasif spesifik

19
DIAGNOSIS

Quality of Life (QOL) Instrument:

❑ Secara luas instrument yg digunakan adalah Reflux Symptom Index


(RSI) → dikembangkan oleh Belafsky et. al.

❑ Instrumen terdiri dari 9 pertanyaan → terkait gejala akibat iritasi pada


saluran aerodigestif dan telah divalidasi monitoring pH.

❑ Total skor > 13menunjukkan adanya LPR.

20
Reflux Symptom Index (RSI)

21
Reflux Symptom Index (RSI)

21
LARINGOFARINGOSKOPI

❑ Tanda inflamasi pada laringfaring signifikan untuk mendiagnosis LPR.

Tanda inflamasi pada LPR:


❑ Posterior laryngitis
❑ Pachyderma pada komissura posterior dan mukosa postcricoid
DIAGNOSIS
• Refluks Finding Score (RFS)
→ merupakan checklist
tervalidasi yang harus dinilai
untuk mempertimbangkan
apakah pasien mengalami
LPR.

23
DIAGNOSIS

23
NORMAL LARING
Obliterasi Ventrikular

24
Pseudosulcus dan true sulcus vocalis

25
Edema Plica
vocalis

26
Posterior
Commissure
Hypertrophy

27
DIAGNOSIS

Deteksi Refluks
❑ Gold standar untuk tes refluks → mendeteksi cairan dan gas dari
lambung yang mengalir retrogard ke arah proksimal.
❑ Metode yang secara luas digunakan → monitoring pH.
❑ Secara komersial tersedia dalam 2bentuk :
➢ deteksi tunggal (esophagus), dan
➢ deteksi dual (esophagus dan faring).

28
DIAGNOSIS
❑ Kateter kecil ditempatkan melalui hidung
menuju faring dan esofagus untuk selama 24
jam.
❑ Probe kateter faring 2cmdiatas UES, probe
kateter esophagus 2 cm dibawah UES dan
5cm diatas LES
❑ Kateter untuk mendeteksi tingkatkeasaman
(pH<4)
❑ Terdapat alat record berupa komputer kecil.
❑ Selama 24 jam pasien melakukanaktivitas
normal.

29
DIAGNOSIS

DeteksiRefluks

❑ Sistem 2000 bilitec → mendeteksi empedu dengan menggunakan


spectophotografi.

❑ MII pH → mendeteksi asam, asam yg lemah, atau non-acidic.

❑ Sehingga tetap dapat mendeteksi refluks walaupun pH-nya normal atau


tingkat keasamannyarendah.
DIAGNOSIS

Imaging Radiologi:
❑ Memberi gambaran permukaan esophagus dengan barium
swallow, atau teknik lain berupavideofluoroskopi.
➢ Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 25-33% untuk medeteksi
refluks.
❑ Patologi mukosa superfisial (esophagitis, dysplasia, metaplasia)
sulit ditampilkan → sehingga perlu dilakukanbiopsi.
❑ Pemeriksaan radiologi baik untuk mendeteksi → tumor,
penyempitan, dan striktur.
TATALAKSANA

Kontroversi
❑ Terapi dimulai berdasarkan diagnosis klinis?
❑ Terapi ditunda hingga didapatkan konfirmasi dengan pemeriksaan objektif?

➢ Modifikasi kebiasaan dan pengobatan supresi asam terbukti aman dan


efektif → direkomendasikan untuk terapi empiris selama 3 bulan lalu evaluasi
respon terapi sebelum dilakukan tes objektif.
TATALAKSANA

Kontroversi
❑ Pendapat lain → keterbatasan dan risiko potensial dari terapiempirik
❑ Menyarankan untuk menunda terapi medis hingga dilakukan tes objektif
❑ Guideline untuk LPR belum ada, terapi didasarkan pada penelitian observasional dan
data fisiologi pH.
TATALAKSANA
TATALAKSANA

Terapi Medikamentosa
❑ Terapi LPR secara umum difokuskan pada peningkatan pH refluksat dan
supresi produksi asamlambung.
❑ Macam terapimedis:
Bicarbonate gum
Agen Prokinetik H2 reseptor antagonis
Sucralfat Agen Prokinetik

Alginat Proton pump inhibitor


TATALAKSANA

Agen Prokinetik :
❑ Contoh obat : metoklorpramid,cisapride
❑ Digunakan jika terdapat gejala dispepsia(mual, muntah, kembung)
❑ Kerja : meningkatkan tekanan LES,mempercepat clearance asam di esophagus dan
pengosongan lambung
❑ Efektifitas :
➢ Single terapi :kurang memuaskan
TATALAKSANA

Sucralfate :
❑ Tidak ada data yang yang mendukung penggunaannya untuk LPR
❑ Substansi yg bekerja lokal, bereaksi dengan HCl untuk membentuk material yang
bekerja sebagai buffer asam selama sekitar 8 jam
❑ Melekat pada protein permukaan ulkus (albumin, fibrinogen) membentuk barrier
terhadapasam
❑ Mencegah difusiH+
❑ Absorbsi pepsin dan empedu untuk mengurangi kerusakan akibat refluks
TATALAKSANA

Alginate:

❑ Digunakan secara luas untuk GERD


❑ Bereaksi dengan asam lambung membentuk gel yang melayang di atas
lambung, mempertahankan content(isi lambung) tetap dalamlambung
❑ Di UK sudah digunakan untuk terapi LPR
❑ Terapi tunggal ataupun kombinasi PPI terbukti signifikan
memperbaiki symptom, laryngeal finding, QOL pasien dibandingkancontrol
❑ Contoh obat: Gaviscon Advance
TATALAKSANA
H2 Receptor Antagonist :

❑ Contoh obat : cimetidine, famotidine, ranitidine,nizatideine.


❑ Menghambat sekresi asam lambung, dengan memblok stimulasi pada sel
parietal.
❑ Menghambat ikatan histamine pada membrane basolateral sel parietal
untuk menekan produksi asam.
❑ Efektif untuk “situational” reflux symptom.
❑ Efektifitas : 80% untuk gerd, 50% untuk LPR.
❑ Karena laring lebih sensitive dibandingkan esophagus, sehingga dibutuhkan
supresi asam yang lebih baik / complete.
TATALAKSANA

PPI:

❑ Secara irreversible menghambat enzyme H+/K+ ATPase yg mengkatalisis sekresi asam


pada selparietal.
❑ Menghambat tahap akhir sekresi asam, sehingga sangat efektif untuk GERD.
❑ Berdasarkan penelitian sebelumnya, efektivitas terhadap LPR bervariasi.
❑ Namun demikian terapi empirik PPI tetap menjadi “backbone” management LPR.
❑ Banyak dari dokter merekomendasikan penggunaan PPI selama 3 hingga 6 bulan.
TATALAKSANA
PENGGUNAAN JANGKA PANJANG → EFEK SAMPING ?

❑ Efek samping ringan:


➢ kembung,
➢ konstipasi,
➢ diare.
❑ Efek jangka panjang:
➢ malabsorbsi Vit B dan Ca,
➢ meningkatkanrisiko fraktur panggul,
➢ mengganggu keseimbangan flora normal,
➢ pneumonia,
➢ menurunkan aktivitas antikoagulan.
TATALAKSANA

TerapiPembedahan
Pembedahan merupakan metode yangefektif
untuk menurunkan volume reflux, serta
mengeliminiasi kejadian refluks acidic dan non
acidic.
TATALAKSANA

Keuntungan dari terapi bedah didapatkan terutama pada:


(a) Gejala ekstra esophageal nocturnal
(b) Paparan asam pada laring diidentifikasi monitoring pH.
(c) Terdapat asosiasi antara symptom dan refluks (acidic atau nonacidic)
(d) Respon positif terhadap terapimedikamentosa

✓ Namun poin diatas bukan merupakan syarat absolut untuk


dilakukannya pembedahan.
✓ Karena seperti diketahui banyak pasien yang mengalami refluks
non acidic tidak berespon terhadap pengobatan
TATALAKSANA

Terapi pembedahan
diindikasikan bagi pasien
dengan:
• LPR yang refraktor dengan
pengobatan
medikamentosa ✓ Stenosis jalannafas
• Mengalami kondisi yang ✓ Refluks yang terkait
berat Asma, Displasia, Kanker
TATALAKSANA

Prosedur Fundoplikasi

Bagian gaster melingkupi disekitar


distal esophagus

Meningkatkan tekanan padaLES


Mengurangi refluks melalui GE
junction
TATALAKSANA

Klasifikasi:
(1) Komplit : ikatan berputar 360 derajat

Prosedur Nissen Operasi tersering


yang dilakukan
Prosedur Rossetti

(2) Inkomplit : ikatan berputar 270derajat


Prosedur Toupet
Prosedur Bore
TATALAKSANA
LNF (Laparoscopic Nissen Fundoplication)
❑ LNF merupakan metode yang aman dan efektif
❑ Permasalahan yang muncul setelahprosedur:
1. Muntah danbersendawa
2. Disfagia
3. Perut kembung
❑ Analisis jangka panjang, secara umummenunjukkan hasil
positif, namun demikian operasi revisi biasanya masih
diperlukan. Sekitar 20% pasien dalam 10 tahun kembali
memerlukan PPI.
Terima Kasih
Mohon Asupan

Anda mungkin juga menyukai