Anda di halaman 1dari 17

PRESENTASI KASUS Kepada Yth :

Dipresentasikan pada :
Hari/Tanggal :
Waktu :

INFEKSI ACITENOBACTER BAUMANNII PADA


SELULITIS

Oleh:

Nyoman Yoga Maya Pramita


Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK. M.kes

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RS SANGLAH
DENPASAR
2017
PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luardan membatasinya dengan lingkungan
hidup manusia.Kulit merupakan organ esensial dan vital cerminan yang baik dari sistem
imun manusia.Kulit berperan penting dalam melindungi tubuh terhadap mikroba
patogen.Pengaturan kandungan air yang rendah, tingkat keasaman tertentu, dan
banyaknya flora normal pada lapisan terluar kulit yaitu epidermis yang memberikan
sawar fisik yang dapat menghambat masuknya patogen.1
Selulitis merupakan infeksi kulit dan jaringan lunak yang mengenai dermis
hingga lemak subkutan.Gejala utamanya ialah eritema yang berbatas tidak tegas disertai
dengan gejala prodromal seperti demam, lemas dan nyeri lokal. Beberapa faktor resiko
yang dapat meningkatkan kejadian penyakit jaringan lunak ini seperti adanya paparan
dari organisme patogen,kerusakan barrier kulit, kondisi immunocompremised (acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS), diabetes, penyakit ginjal, kanker), obesitas dan
gangguan sirkulasi.2Selulitis dapat terjadi pada semua usia, umumnya pada usia dekade
keempat dan kelima. Angka insiden pada laki-laki lebih besar daripada perempuan
dalam beberapa studi epidemiologi. Insiden selulitis pada ekstremitas masih menduduki
peringkat pertama.2
Acinetobacter baumannii merupakan bakteri coccobacil Gram-negatif berukuran
1-1,5 µm x 1,5-2,5 µm pada fase logaritmik pertumbuhannya, tetapi bakteri ini sering
kali menjadi lebih coccoid pada fase pertumbuhan stationer sehingga tampak sebagai
coccus Gram-negatif. Acinetobacter baumannii adalahbakteri penyebab infeksi yang
umumnya didapat di rumah sakit (hospital-acquired infection).Bakteri ini mampu hidup
pada hampir semua permukaan objek dan sangat rentan untuk menjadi multiresisten
terhadap antibiotik.Infeksi yang paling umum terjadi berkaitan dengan Acinetobacter
baumannii antara lain infeksi saluran nafas (berkaitan dengan pemasangan ETT atau
trakeostomi), infeksi saluran kemih, dan infeksi luka, yang semuanya dapat bersifat
progresif dan berujung pada septisemia.3,4Walaupun demikian, terisolasinya
Acinetobacter baumannii dari spesimen klinik lebih sering bersifat kolonisasi daripada
infeksi.3
Berikut dilaporkan satu kasusselulitis pada seorang laki-laki berusia 60 tahun.
Tujuan pelaporan kasus ini untuk meningkatkan pemahaman mengenaitentang bakteri
penyebab infeksi pada luka, signifikansi agen penyebab, serta pemilihan antibiotika
yang tepat sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas.
KASUS
Seorang laki-laki, 60 tahun, suku Bali,dengan nomer rekam medis 16055511, datang ke
poli kulit dan kelamin RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 12 januari 2017 dengan
keluhan utama bengkak dan nyeri pada kaki kanan.
Berdasarkan anamnesis, pasien mengalami kemerahan pada kaki kanan yang
disertai bengkak dan nyeri sejak 2 minggu yang lalu.Sebelum bengkak dan nyeri timbul,
pada punggung kaki kanan pasien terdapat luka kecil yang muncul ketika pasien
diperbolehkan pulang dari rumah sakit.Ketika dirumah secara tidak sengaja punggung
kaki kanan terantuk ujung tempat tidur, sehinngga luka melebar, dan keesokan harinya
didapatkan nyeri, bengkak dan disertaibadan meriang.
Dari riwayat penyakit dahulu, pasien memiliki riwayat diabetes sejak 5 tahun
yang lalu dan jarang kontrol ke dokter.Pasien sempat MRS di RSUP sanglah 3 minggu
yang lalu karena lemas dan sesak, dan didiagnosissepsis, diabetes melitus tipe II, suspek
Chronic arterial diasease (CAD).Pada saat dirawat di RS, muncul gelembung berair
pada punggung kaki kanan pasien yang selanjutnya dilakukan tindakan aspirasi dan
menjadi luka kecil.Pasien diperbolehkan untuk pulang pada tanggal 5 Januari 2017
Riwayat penyakit keluarga dikatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki
keluhan yang sama
Riwayat pengobatan selama perawatan di RS pasien diberikan terapi
cefoperazone, parasetamol, captropil, insulin, donperidone, pantoprazole, dan
bromhexin. Ketika pulang pasien diresepkan beberapa obat yaitu cefixime200mg tiap 12
jam oral,parasetamol, captropil, insulin dan pantoprazole.
Riwayat sosial pasien adalah seorang petani, dan sering tidak memakai alas kaki
ketika sedang berladang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis dan keadaan
umum sedang, tekanan darah 140/100 mmHg, denyut nadi 86 kali per menit, frekuensi
napas 20 kali per menit, suhu tubuh 37⁰C. Pada status generalis didapatkan kepala
normosefali, kedua mata tidak tampak anemia, ikterus maupun hiperemia, pupil isokor,
reflek cahaya positif. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan didapatkan kesan
tenang dan pada leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening. Pada
pemeriksaan toraks didapatkan suara jantung (S1 dan S2) tunggal, regular, tidak
terdapat murmur. Suara nafas paru-paru vesikular, tidak ditemukan adanya rhonki
ataupun wheezing. Pada pemeriksaan abdomen, hepar dan lien tidak teraba, bising usus
dalam batas normal, tidak terdapat distensi abdomen. Ekstremitas atas dan bawahteraba
hangat,didapatkan edema non pitting pada kaki kanan.
Status dermatologi pada kaki kanan, didapatkan makula hiperpigmentasi soliter
batas tidak tegas, bentuk geografika, ukuran 10x15cm-8x10cm, terdapat diatasnya ulkus
soliter, bentuk bulat ukuran 4x2x0,2cm, tepi tidak rata,dinding landai, dasar jaringan
nekrotik, hangat pada perabaan serta kulit yang kering.

Gambar 1. Pemeriksaan fisik pada pasien hari-1

Dilakukan pemeriksaan penunjang darah lengkap dan kimia klinik yang diambil
dari arteri vena kubiti diambil sebanyak 6cc dan dikirim ke bagian Patologi Klinik dan
didapatkan hasil:

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI
 WBC 25.0 K/μL 4,1-11
 Ne% 88.13 % 47-80
 Ly% 1.45 % 13-40

 Mo% 6,24 % 2-11

 Eo% 00,0 % 0-5

 Ba% 0,46 % 0-2

 RBC 0.44 % 0-2


4.25 K/μL 12-16
 HGB
11.71 g/Dl 13.5-17.5
 HCT
35.97 % 41.0-53.0
 MCV
84.68 Fl 80-100
 MCH 27.56 Pg 26-43
 MCHC 32.54 g/dL 31-36
 RDW 12.46 % 11.6-14.8

 PLT 267.10 103/ μL 150-440

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


KIMIA KLINIK
AST/SGOT 26.6 U/L 11.00-33.00
ALT/SGPT 33.40 U/L 11.00-50.00
Albumin 3.5 g/d 3.40-4.80
Bun 22.0 mg/dl 8.00-23.00
Kreatinin 1.87 mg/dl 0.70-1.20
Glukosa Darah 75 mg/dl 2.00-7.00
(sewaktu)

Dilakukan pemeriksaan luka. Sebelum spesimen diambil sudah dilakukan


pembersihan pada dasar luka selama 10 menit menggunakan larutan normal salin 0,9%
Pada dasar luka dilakukan:
 Pengecatan Gram langsung dari dasar lukayang dikerjakan di laboratorium Poli
Kulit& Kelamin didapatkan hasil : leukosit 8-10/lapang pandang, coccus Gram
positif +1, diplococcus Gram negatif +1
 Kultur dan resistensi bakteri serta uji sensitivitas antibiotik dengan
menggunakan tabung amies yang merupakan media transport yang dikirim ke
Laboratorium Mikrobiologi Klinik.
Diagnosis kerja pada penderita adalahseluitis kruris et pedis dextra. Terapi yang
diberikan adalah melanjutkan cefixime 2x200mg sebagai terapi empiris sampai hari ke
10, Parasetamol 500mg tiap 6 jam intraoral, Natrium Fusidat 2% krim pada ulkus tiap
12 jam topikal, dan kompres normal salin 0,9% , 3-4 kali/hari selama 15 menit, elevasi
tungkai 30⁰serta memberikan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) mengenai
perawatan lukadan kontrol satu minggu lagi.
Bagian Mikrobiologi Klinik menerima spesimen dasar luka dari Poli Kulit dan
Kelamin dan dilakukan pemeriksaan Gram dan Kultur, resistensi bakteri serta uji
sensitivitas antibiotik pada media agar darah dan Mac Conkeyagar yang selanjutnya
diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam. Dilakukakn pemeriksaan Gram dari tabung
amies didapatkan hasil, leukosit :scanty, epitel: tidak ada, coccus Gram positif: +1,
batang Gramnegatif : +1.
Pada tanggal 13 Januari 2017, dilakukan identifikasi dan hasil kultur pada agar
darah dan Mac Conkey agar.Pada media agar darah ditemukan dua macam koloni
kuman, koloni pertama berwarna putih susu berukuran lebih besar dan tumbuh pada
kuadran ke IV (105), sedangkan koloni kedua ditemukan pertumbuhan yang tidak
dominan, ukuran koloni kedua lebih kecil dan berwarna putih susu. Selanjutnya pada
media agar darah, dilakukan tes katalase pada koloni yang berukuran lebih besar
didapatkan hasil yang positif, selanjutnya dilanjutkan dengan tes koagulase pada koloni
yang sama didapatkan hasil yang negatif, dapat disimpulkan bakteri Staphylococcus
koagulase negatif.
Pada media Mac Conkeyagar terdapat pertumbuhan koloni kuman pada
kuadaran I (102).Selanjutnya dilakukan identifikasi pada media Mac Conkey agar
dilakukan proses identifikasi dan uji sensitivitas antibiotik dengan menggunakan alat
Vitek 2 dengan cara mensuspensikan sebagian koloni dengan konsentrasi 0,5 Mc
Farland dengan larutan normal salin3ml dan dimasukkan dalam tabung I, kemudian
diambil sedikit suspensi tersebut dengan mikropipet ke dalam tabung ke II.Pada tabung
I diberikan kaset yang bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri Gram negatif dan
tabung ke II diberikan kaset untuk tes sensitivitas antibiotik.
Uji sensitivitas antibiotik dilakukan pula pada media Mueler Hinton (MH).Pada
media diletakkan antibiotik yang sensitif terhadap bakteri Gram negatif seperti
Cefoperazone Sulbactam, Cefoperazone, Cefuroxime, Colistin, Levofloxacindidapatkan
hasil sensitif terhadap Cefoperazone Sulbactam.
Gambar 2 . Pertumbuhan koloni kuman pada media agardarah (kiri) dan Mac Conkey
agar (kanan)

Gambar 3.Katalase positifGambar 4. Koagulase negatif

Pada tanggal 14 januari 2017, didapatkan hasil pada Vitex 2 teridentifikasi


organisme dengan kemungkinan 99% Acinetobater baumannii, dengan lama analis 5.00
jam. Antibiotik yang disarankan ampicillin/sulbactam.
Resisten Sensitif
 Ampicilin  Aztreonam  Ampicilin/Sulbactam
 Cefazolin  Gentamicin  Piperacillin/tazobactam
 Cefuroxime  Ciprofloxacin  Meropenem
 Cefixime  Nitrofurantoin  Amikacin
 Cefoperazone  Trimethoprim/  Tigecycline
 Ceftazidime Sulfamethoxazole  Cefoperazone Sulbactam
 Ceftriaxone  Cefepime

PENGAMATAN LANJUTAN PERTAMA ( 17 Januari 2017)


Pada tanggal 17 Januari 2017 (Hari ke 6).Pasien datang untuk kontrol ke Poliklinik
Kulit dan Kelamin.Dari anamnesis didapatkan nyeri masih dirasakan, bengkak
berkurang, luka pada punggung kaki melebar, meriang sejak 2 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
kompos mentis.Tekanan darah 130/100 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi
nafas 20x/menit, suhu axila 37oC.Status generalis dalam batas normal. Status
dermatologi pada kaki kanan didapatkan effloresensi : makula hiperpigmentasi batas
tegas bentuk geografika ukuran 10x14cm-7x10cm, terdapat ulkus soliter bentuk
geografika dengan dinding landai, tepi tidak rata, dasar jaringan nekrotik ukuran
4x3x0,3cm.terdapat skuama putih kekuningan.Hangat pada perabaan.

Gambar 5. Pemeriksaan fisik pada pasien hari ke-6

Diagnosis kerja pada pasien adalah follow up selulitis kruris et pedis dextra.
Pasien disarankan untuk opname, akan tetapi pasien menolak maka diberikan terapi
adalah amoksilin-asamklavulanat 625 mg tiap 8 jam intraoral, pemberian paracetamol
500mg tiap 6 jam sebagai antipiretik dan analgetik, gentamicin 1% krim pada ulkus tiap
12 jam topikal, dan kompres normal salin 0,9%, 3-4 kali perhari selama 15 menit
diberikan KIE cara perawatan luka yang baik.

PEMBAHASAN
Selulitis merupakan penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak yang mengenai dermis
hingga jaringan subkutan.Selulitis memiliki gejala klinis berupa kemerahan dengan
batas yang tidak tegas disertai dengan adanya nyeri, hangat pada perabaan serta dapat
terjadi edema pada kulit, dan pada beberapa kasus dapat disertai bula atau
nekrosis.Limfadenopati regional dapat terjadi.Selulitis juga dapat terjadi melalui
mikrolesi yang memungkinkan penetrasi bakteri.Dalam hal ini, imunitas tubuh
merupakan faktor yang berperan penting dalam terjadinya infeksi, dimana penurunan
status imun dapat meningkatkan kerentanan terjadinya infeksi.Beberapa hal yang
menjadi faktor meningkatnya kemungkinan terjadinya infeksi yaitu paparan terhadap
organisme patogen, rusaknya fungsi barrier kulit, umur yang ekstrim, lamanya tinggal di
Rumah Sakit, adanya pemakaian infus, diabetes, obesitas, kondisi
immunocompremisedserta penggunaan kortikosteroid.5
Selulitis dapat terjadi pada semua usia, pada umumnya pada usia dekade
keempat dan kelima. Pada studi epidemiologi angka insiden pada laki-laki lebih besar
daripada perempuan. Insiden selulitis pada ekstremitas masih menduduki peringkat
pertama.5
Gejala sistemik seperti demam, lemas dapat muncul mengkutigejala bengkak
pada area yang terkena.Infeksi pada selulitis diakibatkan oleh invasi bakteri melalui
kulit yang rusak, seperti fisura, abrasi, gigitan serangga, tusukan, trauma, maupun
ulserasi.Adanya port the entry diidentifikasikan pada 66% pasien.5
Pada kasus sesuai dengan pustaka, pasien laki-laki usia60 tahundengan
keluhankemerahan disertai bengkak dan nyeri pada kaki kanan yang diawali dengan
adanya trauma. Dari riwayat penyakit penyerta, pasien mempunyai riwayat diabetes
melitus sejak 5 tahun yang lalu, yang merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
status imunitas pasien.Pada pemeriksaan fisik didapatkan kemerahan dengan batas yang
tidak tegas, disertai riwayat demam yang menunjukkan adanya reaksi inflamasi sistemik.
Pada pasien telah dilakukan kultur dasar luka di kaki kanan pada tanggal 12
Januari 2017 di bagian Mikrobiologi Klinik dan ditemukan bakteri Acinetobater
baumannii.
Acinetobacter merupakan salah satu genus dalam family Moraxellaceae, Order
Pseudomonadales, Kelas Gammaproteobacteria, dan Phylum Proteobacteria. Di dalam
genus Acinetobacter terdapat 16 spesies yang berbeda, yaitu A.calcoaceticus,
A.baumannii, A.baylyi, A.baouvetii, A.gerneri, A.grimontii, A.haemolyticus, A.johnsonii,
A.junii, A.lwoffii, A.radioresistens, A.schindleri, A.tandoii, A.tjernbergiae, A.towneri,
dan A.ursingii.3
Acinetobacter merupakan bakteri yang banyak ditemukan di alam dan di lingkungan
rumah sakit.3Bakteri ini mampu hidup di lingkungan yang kering maupun lembab.Secara
umum bakteri ini tidak bersifat patogen terhadap manusia, tetapi dapat menyebabkan infeksi
pada penderita dengan penurunan fungsi imun. Sekitar 25 % orang dewasa mengalami
kolonisasi Acinetobacter pada kulit, dan 7% dewasa menunjukkan kolonisasi pada daerah
faring.4Spesies Acinetobacter yang paling sering terisolasi dari manusia
adalahAcionetobacter lwoffiidan Acinetobacter baumannii.3,4
Acinetobacter merupakan bakteri dengan morfologi coccobacil Gram negatif
berukuran 1-1,5 µm x 1,5-2,5 µm pada fase logaritmik
pertumbuhannya.3,4Acinetobacter cenderung tersusun berpasangan atau berkelompok,
dan relatif sulit mengalami dekolorisasi pada pewarnaan Gram. Dinding sel
Acinetobacter menunjukkan tipikal dinding sel bakteri Gram negatif, tetapi destaining
relatif sulit karena bakteri ini cenderung menahan crystalviolet sehingga identifikasi
bakteri ini pada pewarnaan Gram sering kali tampak sebagai Gram-
positif.6Acinetobacter spp. menyebabkan infeksi nosokomial yang sering kali berupa
pneumonia, bakteremia, meningitis, endokarditis, infeksi saluran kemih, infeksi luka
dan beberapa bentuk infeksi lainnya.7Karakteristik biokimia yang mengindikasikan
Acinetobacter di antaranya adalah bakteri ini bersifat obligat aerob, tidak
memfermentasi laktosa, uji oksidase negatif, katalase positif, nitrat negatif, dan bersifat
non motil. Beberapa karakteristik biokimia yang dapat diuji untuk membantu
membedakan Acinetobacter dari bakteri Gram negatif oksidase negatif lainnya
Acinetobacter baumanniipertama kali dijelaskan sebagai spesies dalam genus
Acinetobacter pada tahun 1986.9Acinetobacter baumanniimerupakan bakteri yang
paling umum menjadi penyebab infeksi yang didapat di rumah sakit (hospital-acquired
infection). Bakteri ini mampu hidup pada hampir semua permukaan objek dan sangat
rentan untuk menjadi multiresisten terhadap antibiotik.Kemampuan genetik
Acinetobacter baumannii bertanggung jawab menyebabkan strain multi drug resistence
(MDR). Betalaktamase, perubahan pada kanal purin, efflux pump, mutasi dari
deoxyribonycleic acid topoisomerase dan genetik yang mengkode aminoglikosid
merupakan mekanisme dari resistensi.10Infeksi yang paling umum terjadi berkaitan
dengan Acinetobacter baumannii adalah infeksi saluran nafas (berkaitan dengan
pemasangan ETT atau trakeostomi), infeksi saluran kemih, dan infeksi luka.3,4
Pada kasus didapatkan riwayat rawat inap 3 minggu yang lalu oleh karena lemas
dan sesak di RSUP Sanglah.Pada masa perawatan pasien sempat dilakukan tindakan
aspirasi bula.Pada pemeriksaan pengecatan Gram dasar luka didapatkan diplococcus
Gram negatif +1.
Gambar 6.Pewarnaan Gram Acinetobacter baumannii

Virulensi dari Acinetobacter baumanniidikaitkan pada beberapa faktor seperti


Toxic Slime Polysaccharides, Verotoxin,Siderophore,OuterMembrane Protein (OMP),
Outer Membrane Vesicles (OMV), hydrolytic enzymesseperti phospholipase C dan
D,Phospholipase D pada Acinetobacter baumannii berperan dalam invasi sel epitel dan
proliferasi bakteri pada serum pejamu. Phospholipase C berperan dalam meningkatkan
toksisitas sel epitel oleh Acinetobacter baumannii, danquorum sensing yang berperan
dalam pembentukan biofilm yang merupakan faktor virulensi yang penting untuk
survival dan resistensi antibiotik pada Acinetobacter baumannii.11
Acinetobacter baumannii dapat ditegakkan berdasarkan hasil kultur dari sampel
klinik dapat berupa darah, cairan serebrospinal, aspirat endotrakeal, pus, sputum, urin,
sekret pernafasan, ujung kateter, luka, feses, cairan tubuh steril, korda umbilicus bayi,
swab hidung, swab tangan dari pekerja medis, dan swab lingkungan medis (swab
permukaan alat-alat medis, wastafel, lantai, meja, lampu UV).6Untuk investigasi klinis
rutin, terdapat beberapa tipe media yang dapat digunakan, di antaranya adalah BHI agar,
nutrient agar, tryptic soy agar, Simon‟s citrate agar, Violet red bile agar, Luria Bertani
agar, EMB agar, Mac Conkey agar, dan media Holton.6Pada media agar darah akan
tampak koloni konveks ukuran 0,5-2mm, berwarna translusen sampai opak dengan
permukaan yang halus dan berbatas tegas.12Pada media Mac Conkey agar akan tampak
koloni bakteri lactose fermenter dikarenakan sifat dari Acinetobacter baumannii
memiliki sifat sakarolitik.4
Uji biokimia terhadap koloni yang dicurigai umumnya dilakukan dengan
menggunakan metode identifikasi semiotomatis atau otomatis seperti GN card ID 32
GN, API 20NE, RapID NF Plus, Vitek 2 system, BD Phoenix, dan sebagainya. Semua
metode ini didasarkan pada prinsip antibody-based agglutination.6
Pada kasus, pemeriksaan bakteriologi dengan pengecatan Gram terdapat
perbedaan hasil. Pada pengecatan Gramlangsung dari dasar lukadidapatkan leukosit 8-
10/lapang pandang, coccus Gram positif +1, diplococus Gram negatif +1 sedangkan
pada pengecatan Gram dari tabung amies didapatkan leukosit: scanty; epitel: tidak
ada;diplococcus Gram negatif +1, coccus Gram positif +1.Hal ini dapat terjadi akibat
adanya dilusi, sehingga terkadang pada pengecatan Gram dari tabung amies tampak
jumlah leukosit yang sedikit.

Pada kasus sudah dilakukan kultur dasar luka, spesimen diambil dari luka pada
kaki kanan pasien, selanjutnya spesimen ditanam dan pada media agar darah dan Mac
Conkey agar dan didapatkan pertumbuhan pada kedua media tersebut.Pada media agar
darah dilakukakan uji katalase dan koagulase didapatkan, uji katalase positif dan uji
koagulase negatif sehingga kemungkinan bakteritersebut adalah Staphylococcus
koagulase negatif yang merupakan flora normal.Selanjutnya dilakukan identifikasi pada
media Mac Conkey agar dengan menggunakan Vitek 2 didapatkan organisme
Acinetobacter baumanni.
Selulitis dapat disebabkan oleh grup B dan grup G streptococcus13,Enteric gram
negative rod14, coagulase negative Staphylococcus15, dan Streptococcus
pneumoniae16.Bakteri penyebab tersering pada selulitis adalah Streptococcus beta
hemoliticus dan Staphylococcusaureus, dan pada anak usia dibawah 2 tahun dapat
disebabkan oleh Haemophilus influenzae akan tetapi terdapat beberapa penelitian
mengidentifikasikan Acinetobacter baumannii sering terlibat dalam infeksi kulit dan
jaringan lunak.17 Walaupun beberapa studi belum dapat menetapkan Acinetobacter
baumannii secara jelas berperan dalam kondisi tersebut, dikarenakan kesulitan
membedakan infeksi tersebut berasal dari kulit atau kolonisasi luka.18,19Pada beberapa
laporan kasus dilaporkan hubungan antara Acinetobacter baumannii dan infeksi kulit
dan jaringan lunak merupakan infeksi yang muncul akibat adanya riwayat trauma.20
Pada kasus selama perawatan di RSUP Sanglah, dilakukan tindakan aspirasi
bula pada punggung kaki kanan yang dapat menjadi port the enrty bakteri. Pada
pengamatan pertama didapatkan keadaan klinis yang belum membaik, tampak dari
anamnesis masih ada keluhan nyeri, bengkak, dan demam. Demam merupakan sebuah
proses inflamasi dengan pemicu yang sangat beragam, infeksi maupun non infeksi. Pada
selulitis demam merupakan salah satu gejala sistemik yang dapat terjadi.Sebagai
penunjang perlu dilakukan perbandingan hasil bakteriologi dengan hasil pemeriksaan
darah lengkap (DL) untuk melihat leukosit dan neutrofil.
Pada pemeriksaan DL didapatkan leukositosis (25.0 K/μL) dengan neutrofil
(88%.) Adanya leukositosis dan neutrofilia dapat menunjukkan sebuah proses infeksi.
Hasil korelasi klinis dan penunjang, dalam hal ini pemeriksaan Gram, kultur dan DL
menunjukkan bahwa Acinetobacter baumannii lebih bersifat sebagai agen dibandingkan
bersifat kolonisasi atau kontaminan, sehingga pemberian antibiotika pada pasien
disarankan.
Acinetobacter baumanniisering resisten terhadap banyak antibiotik termasuk
penicillin, cephalosporin generasi pertama dan kedua, dan fluoroquinolone.4Mekanisme
dan genetik dari resistensi pada Acinetobacter baumannii sangat kompleks, berupa
produksi ᵝ-laktamase, perubahan dalam outer membran protein, efllux pump, adanya
enzim yang memodifikasi aminoglikosid dan terjadi mutasi pada DNA gyrase.
Pendekatan terapi terbaik untuk mengatasi infeksi Acinetobacter multiresisten adalah
kombinasi antibiotik yang memberikan hasil sinergis yaitu kombinasi antara
carbapenem, colistin, rifampin, atau ampicillin/sulbactam.6 Disinfektan terhadap
peralatan medis atau permukaan objek yang disentuh oleh pasien sangat penting
dilakukan untuk mencegah terjadinya transmisi serta perawatan luka yang baik dapat
membantu proses penyembuhan luka.
Pada kasus terjadi resistensi terhadap Ampicilin, Cefazolin, Cefuroxime,
Cefixime, Cefoperazone, Ceftazidime, Ceftriaxone, Aztreonam, Gentamicin,
Ciprofloxacin, Nitrofurantoin, Trimethoprim/Sulfamethoxazole, Cefepime disarankan
pemberian antibiotik Ampicillin/Sulbactam.
Ampicillin/sulbactam adalah kombinasi umum dari penisilin yang diturunkan;
antibiotik ampicillin dan sulbactam.Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam
penghancuran dinding peptidoglikan, ampicillin mampu berpenetrasi kepada bakteri
Gram positif dan Gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino pada
ampicillin, sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membrane)
pada bakteri Gram negatif.Sulbactam merupakan penghambat enzim beta laktamase
yang paling aktif.Penelitan yang telah dilakukan oleh Urban et.al, melaporkan dosis
ampicillin/sulbactam dengan dosis 3 gram ampicillin dan 1,5 gram sulbactam intravena
setiap 6 atau 8 jam menunjukkan perbaikan klinis.21-23 Dosis optimal sulbactam untuk
menginfeksi Acinetobacter baumannii tidak diketahui secara pasti, akan tetapi banyak
penulis merekomendasikan pemberian dosis 6 gram per dosis tiap 24 jam pada pasien
dengan fungsi ginjal yang normal.21
Pada kasus pasien disarankan untuk rawat inap dan akan diberikan antibiotik
ampicillin/sulbactam secara intravena, akan tetapi pasien menolak oleh sebab itu
dipilihkan terapi alternatif lain berupa amoksilin-asamklavulanat.
Amoksilin adalah salah satu antibiotik golongan betalaktam, asam klavulanat
adalah golongan antibiotik penghambat betalaktamase.Ada beberapa jenis bakteri yang
resisten terhadap antibiotik golongan penisilin (betalaktam) contohnya seperti
Staphylococcusaureus, H. influenza, Gonococcus dan bakteri batang Gram
negatif.Penghambat betalaktam saja belum dapat membunuh bakteri, dengan
dikombinasikan maka asamklavulanat dapat mengikat betalaktamase yang dihasilkan
oleh bakteri dan amoksilin dapat menghancurkan dinding sel bakteri.Menurut penelitian
Paul G et al terapi Acinetobacter baumannii tidak sensitif pada pemberian asam
klavulanat untuk bakteri Gram negatif.Aktivitas intrinsik klavulanatterhadap
Acinetobacter baumannii rendah, sehingga pemberianamoksisilin-asam klavulanat
memberikan tingkat sensitivitas yang rendah.24Pemberian agen ini dapat
dipertimbangkan apabila terjadi resistensi terhadap antibiotik.24

SIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus selulitis regio kruris et pedis dextra pada seorang laki-
laki berusia 60 tahun. Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa
sebelumnya.Diagnosis pasien berdasarkan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium
yang telah dilakukan.Pemeriksaan penunjang DL pasien menunjukkan leukositosis dan
neutrofilia.Hasil pemeriksaan Gram menunjukkan adanya coccus Gram positif,
diplococcus Gram negatif disertai leukosit dan epitel dalam jumlah yang sedikit. Saat
dilakukan kultur dari dasar luka, didapatkan kuman Acinetobacter
baumannii.Berdasarkan korelasi klinis, pemeriksaan DL, Gram, dan kultur, disimpulkan
bahwa kuman yang ditemukan bersifat agen sehingga pemberian antibiotika disarankan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008
2. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New
York: McGrawHill. 2008
3. Versalovic, J., Carrol, K.C., Funke, G., Jorgensen, J.H., Landry, M.L., Warnock,
D.W. 2011. Manual of Clinical Microbiology, 10th Edition. Washington DC :
ASM Press.
4. Mahon, C.R., Lehman, D.C., Manuselis, G. 2015. Textbook of Diagnostic
Microbiology. 5th Edition. China : Elsevier, Saunders
5. Lopez FA,Larctchenko S: Skin and soft tissue infections.Infec Dis Clin North
Am 20:759-772,v-vi,2006
6. Doughari, H.J., Ndakidemi,P.A., Human, I.S., Benade, S. 2011. The Ecology,
Biology and Pathogenesis of Acinetobacter spp.: An Overview, Minireview,
Microbes and Environment, Vol. 26, No. 2, 101-112. Available online at :
https://www.jstage.jst.go.jp/article/jsme2/26/2/26_ME10179/_pdf
7. Bèrèzin, E.B., Towner,K.J. 1996. Acinetobacter spp. as Nosocomial Pathogens:
Microbiological, Clinical, and Epidemiological Features. Clinical Microbiology
Review, Vol. 9, No.2, pp.148-165. Available online at :
8. Winn, W., Allen, S., Janda, W., Koneman, E., Procop, G., Schreckenberger, P.,
Woods, G. 2006. Koneman‟s Color Atlas and Textbook of Diagnostic
Microbiology. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
9. Bauvet PJM,Grimont PAD. Taxonomy of the genus Acinetobacter with the
recognition of Acinetobacter baumannii sp,nov.Acinetobacter haemolyticus
sp.nov.,Acinetobacter johnsonii sp.nov. and acinetobacter junii sp.nov. and
emended descriptions or Acinetobacter calcoaceticus and acinetobacter
lwoffii.Int J Syst bacterial 1986;36:228-40.
10. Munoz-Price LS, Weinstein RA. Acinetobacter infection.N Engl J Med
2008;46:1254-1263.
11. Julia Stahl, Holger B, Stephan G, Ingo E, Baete A.Acinetobacter baumannii
Virulence is Mediated by the Concerted Action of Three Phospholipases D.2015.
Journal.pone 0138-360.
12. http://www.medical-labs.net/acinetobacter-1839/
13. Vinh DC,EmbilJM: rapidly progressive soft tisuue infections.lancet Infect
Dis5:501-513,2005
14. Stephens DS, Greenwood.B, Brandtzaeg. P: Epidemic
menginits,menginococcaecemia, and Neisseria meningitis, Lancet
396:2196,2007
15. Mccormick JK, Yarwood JM, Schlievert PM: Toxic shock syndrome and
bacterial superantigens: An update. Annu Rev Microbiol 55:77,2001
16. Leung dy et all: The role of superantigen in human disease: Therapeutic
implications for the treatment of skin disease, Br J Dermatol53(Supply):17,1998
17. Guerrero DM, Perez F, Conger NG, Solomkin Js, Adam MD, Rather PN,
Bonomo RA. Case report: Acinetobacter baumannii-Associated Skin and Soft
Tissue Infections: Recognizing a Broadening Spectrum of Disease. Surgical
infection.2010
18. Maragakis LL, Perl TM.Acinetobacter baumannii: epidemiology, antimicrobial
reistence, and treatment options. Clin Infect Dis 2008;461254-1263
19. Peleg AY,Seifert H, Paterson DL. Acinetobacter baumannii: emergence of a
successful pathogen. Clin microbial rev 2008;21:538-582
20. Sebeny PJ, Riddle MS, Peterson K. Acinetobacter baumannii skin and soft-
tissue infection associated with war trauma. Clinical Infectious
Disease.2008;47:47:444-9.
21. Wood GC, Hanes SD, Croce MA, Fabian TC, Boucher BA. Comparison of
ampicillin-sulbactam and imipenem-cilastatin for the treatment of by guest on
January 17, 2017 http://cid.oxfordjournals.org/ Downloaded from 84
22. Oliveira MS, Prado GV, Costa SF, Grinbaum RS, Levin AS. Ampicillin/
sulbactam compared with polymyxins for the treatment of infections caused by
carbapenem-resistant Acinetobacter spp. J Antimicrob Chemother 2008;
61(6):1369–1375. 10.
23. Jellison TK, Mckinnon PS, Rybak MJ. Epidemiology, resistance, and outcomes
of Acinetobacter baumannii bacteremia treated with imipenem-cilastatin or
ampicillin-sulbactam. Pharmacotherapy 2001; 21(2): 142–48
24. Paul G. Higgins, Hilmar Wisplinghoff, Danuta Stefanik, and Harald Seifert. In
Vitro Activities of the -Lactamase Inhibitors Clavulanic Acid, Sulbactam, and
Tazobactam Alone or in Combination with -Lactams against Epidemiologically
Characterized Multidrug-Resistant Acinetobacter baumannii Strains.
antimicrobial agents and chemotherapy, May 2004, p. 1586–1592

Anda mungkin juga menyukai