Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

PUSTULOSA EKSEMATOSA GENERALISATA AKUT


Nur Royhana Zulfa
Bagian/ KSM Dermatologi dan Venerologi
FK UNDIP/ RSUP Dr. Kariadi Semarang

PENDAHULUAN
Pustulosa Eksematosa Generalisata Akut ( PEGA) atau erupsi obat pustuler,
erupsi pustul, pustuloderma toksik merupakan suatu erupsi obat akut yang ditandai
dengan pustul miliar, non folikuler, steril, multipel yang timbul pada dasar eritem
difus yang luas disertai dengan demam dan leukosistosis dan diikuti dengan
perbaikan yang cepat berupa deskuamasi kulit setelah penghentian obat yang
dicurigai.1-3
Insidensi PEGA menurut EuroSCAR diperkirakan sekitar 1-5 kasus per satu
juta individu per tahun. Penelitian menunjukkan PEGA dapat terjadi pada berbagai
usia. Pada penelitian EuroSCAR rerata usia sekitar 56 tahun. Namun PEGA pada
anak-anak juga pernah dilaporkan. Perempuan lebih dominan menderita PEGA.4
Laporan mengenai insiden PEGA dan obat penyebab di Asia masih sangat terbatas. 5
Etiologi PEGA paling banyak ( 80-90% ) disebabkan oleh konsumsi obat
terutama golongan beta laktam, makrolid, antibiotik, antikonvulsan, antimalarial,
dan calcium channel blocker. Penyebab lainnya adalah infeksi virus, bakteri dan
jamur. Beberapa agen infeksius yang diduga memiliki korelasi etiologi dengan
PEGA antara lain enterovirus, epstein-barr virus 6, hepatitis B virus3, parvovirus
B197, Mycoplasma pneumonia, Chlamydia pneumoniae8, dan Escherichia coli.
Hipersensitivitas terhadap merkuri dilaporkan dapat mencetuskan terjadinya
PEGA.1, 4
Patogenesis PEGA diduga terdapat keterlibatan sel T spesifik obat. Setelah
terpapar agen penyebab, APC akan mengaktivasi antigen menggunakan molekul
MHC sehingga terjadi aktivasi spesifik sel T CD4 dan CD8.9 Setelah teraktivasi sel

1
T ini (sering disebut drug-specific T cells) mengalami proliferasi dan migrasi ke
dermis dan epidermis. Sel CD8 menggunakan perforin atau granzim B dan ligan
Fas menyebabkan apoptosis keratinosit pada epidermis sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan dan pembentukan vesikel epidermal.3
Gambaran klinis PEGA berupa pustul miliar subkorneal dan intra epidermal
nonfolikuler ( <5 mm) yang timbul diatas kulit yang eritem., demam > 38 ° C ,
neutrofil darah > 7000 / μL, onsetnya akut, dengan perbaikan cepat setelah
penghentian obat yang dicurigai. Lesi biasanya muncul dengan cepat ( 50 % ) dalam
24 jam setelah paparan obat dengan predileksi pada wajah atau daerah intertriginosa
utama (aksila dan selangkanga) kemudian dengan cepat menyebar keseluruh
anggota tubuh. Dapat disertai rasa gatal atau sensasi terbakar. Dalam 1-2 minggu
akan terjadi perbaikan berupa deskuamasi kulit.1, 2
Gambaran histopatologik PEGA menunjukkan subcorneal spongiform dan
atau pustul intraepidermal, dengan edema pada papila dermis, disertai infiltrate
perivaskular dengan neutrofil serta eksositosis beberapa eosinofil.1
Penatalaksanaan PEGA terutama terapi simptomatis maupun suportif.
Penyakit PEGA bersifat self limiting disease dengan menghentikan obat penyebab
kemudian akan diikuti dengan fase resolusi. Pada kasus dengan lesi luas atau
mengancam jiwa dapat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid sistemik.
Kortikosteroid dapat diberikan menggunakan prednison 40-60 mg/hari setara
dengan prednison 1-2 mg/kgBB/hari.1, 4, 10, 11
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui mengenai
peyakit pustulosa eksematosa generalisata akut (PEGA) dan penatalaksanaannya.
KASUS

Seorang wanita, 54 tahun, Ny. S, suku Jawa, bangsa Indonesia, beralamat


di Pati dikonsulkan ke bagian Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang pada
tanggal 15 Januari 2022 (No. CM C906995) dengan keluhan utama ruam
kemerahan dan plenting-plenting kecil berisi nanah di wajah, dada, punggung, lipat
ketiak, kedua tungkai atas dan bawah.

2
ANAMNESIS

Pada tanggal 15 Januari 2022 pasien dikonsulkan ke Bagian Kulit dan


Kelamin dikarenakan pasien mengeluh ruam kemerahan disertai plenting plenting
gatal di wajah, dada, punggung, kedua tungkai atas dan bawah. Keluhan pada
awalnya dirasakan badan terasa panas, kemudian muncul kemerahan pada badan
dan diikuti muncul plenting-plenting berisi nanah pada wajah, dada, punggung,
lipat ketiak, kedua tungkai atas dan bawah. Keluhan plenting disertai rasa gatal. 2
hari yang lalu pasien dilakukan tindakan debridemen pada kaki kanannya karena
ulkus DM. Pasien mendapatkan terapi injeksi antibotik siprofloxacin sejak 2 hari
yang lalu. Satu hari setelah mendapatkan injeksi antibiotik tersebut pasien
mengeluh badan terasa panas diikuti oleh ruam kemerahan dan muncul plenting-
plenting berisi nanah pada kulit.

Pasien baru pertama kali mengalami keruhan seperti ini. Pasien memiliki
riwayat diabetes melitus sejak 5 tahun yang lalu namun tidak rutin mengkonsumsi
obat anti diabetes. Riwayat hipertensi disangkal. Saat ini pasien dirawat inap oleh
bagian penyakit dalam dan bedah plastik karena diabetes dan ulkus DM.
Penderita merupakan ibu rumah tangga, biaya ditnggung BPJS. Kesan sosial
ekonomi baik.

PEMERIKSAAN FISIK (TANGGAL 15 JANUARI 2022)

Status Generalis

Keadaan umum : Cukup baik, kesadaran kompos mentis, TB: 155 cm,
BB: 65 kg, BMI: 27 (overweight)
Tanda vital : TD: 102/60, Nadi: 80x/menit, RR: 20x/menit,
suhu: 38°C
Kepala : Bentuk mesosefal, lihat status dermatologik
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Mulut : Mallampati kelas II, buka mulut 3 jari, gigi palsu (-)
Leher dan aksila : Benjolan (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)

3
Thorax : Jantung paru dalam batas normal, lihat status
dermatologik
Abdomen : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), bising
usus normal, lihat status dermatologik
Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, edema -/-, lihat status
dermatologik
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, edema -/-, lihat status
dermatologik
Inguinal : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Genitalia : Dalam batas normal

Status Dermatologik
Lokasi : wajah, dada, punggung, lipat ketiak, kedua tungkai atas
dan bawah
UKK : Makula eritema, pustul miliar, multipel, simetris
dengan dasar eritema, generalisata

4
5
Gambar 1. Pengamatan pertama (tanggal 15 Januari 2022, hari ke-1)

DIAGNOSA BANDING

1. Pustulosa eksematosa generamisata akut ( PEGA)


2. Psoriasis pustulosa generalisata
3. Dermatosis pustulosa subkorneal

DIAGNOSA SEMENTARA

Pustulosa eksematosa generalisata akut ( PEGA)

PENATALAKSANAAN

1. Menghentikan obat yang dicurigai sebagai penyebab


2. Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, tes fungsi hati dan fungsi ginjal,
gula darah sewaktu
3. Terapi sistemik
• Injeksi metilprednisolon 62,5mg/24 jam selama 3 hari
• Tablet loratadin 10mg/24 jam

Terapi topikal
• Krim asam fusidat 2% oles/12 jam pada luka lecet

6
• Krim desoksimetason 0,25% oles/12 jam
4. Saran
• Mencatat dan mengingat obat yang dicurigai
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM (TANGGAL 15 JANUARI
2022)

Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 15 Januari 2022


Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Haemoglobin 11.1 11.7-15.5 gr/dl
Leukosit 15.5 3.6-11.0 x103 / μL
Trombosit 248 150-440 x 103 / μL
Hematrokit 35.2 35.0-45.0 %
Eritrosit 4.15 3.8-5.2 x106 / μL
Eosinofil 3 1-3 %
Basofil 0 0-1 %
Neutrofil batang 2 2-5 %
Neutrofil segmen 74 50-70 %
Limfosit 16 20-40 %
Monosit 5 3-14 %
Gula darah sewaktu 116 70-115 mg/dL
SGOT 25 <32 U/L
SGPT 30 <31 U/L
Ureum 41 10-50 mg/ dL
Kreatinin 0.9 0.6- 1.3 mg/ dL

Terapi Bagian Penyakit Dalam (Tanggal 15 Januari 2022)


Diagnosis:
- Abses Cruris Dextra
- DM tipe 2
Penatalaksanaan:
- Infus NaCl 0,9% 20 tetes per menit
- Injeksi siprofloksasin 400mg/12 jam
- Tablet galvus 50mg/12 jam
- Tablet paracetamol jika demam

7
Terapi Bagian Bedah Plastik (Tanggal 15 Januari 2022)
Diagnosis:
- Pasca Debridement ec ulkus granulosum regio cruris dextra
Penatalaksanaan:
- Elevasi 1 bantal
- Ganti balut tiap hari

PENGAMATAN KEDUA TANGGAL 19 JANUARI 2022 ( HARI KE -4 )


Keluhan : tidak timbul plenting baru, rasa gatal berkurang, tidak demam, plenting
mengering
Status dermatologik :
Lokasi : wajah, dada, punggung, lipat ketiak, kedua tungkai atas dan bawah
UKK : Makula eritem, makula hiperpigmentasi, skuama

8
9
Gambar2.2.Pengamatan
Gambar Pengamatankedua
kedua(tanggal
(tanggal1919Januari
Januari2022,
2022, harike-4)
hari ke-4)

DIAGNOSIS : Pustulosa Eksematosa Generalisata Akut (PEGA)


PENATALAKSANAAN (Hari ke-4, tanggal 19 Januari 2022)
1. Menghentikan obat yang dicurigai sebagai penyebab
2. Terapi sistemik
a. Tablet metilprednisolon 16mg/24 jam selama 3 hari
b. Tablet loratadin 10mg/24 jam
2. Terapi topikal
a. Krim asam fusidat 2% oles/12 jam pada luka lecet
b. Krim urea 10% oles/12 jam pada kulit kering
3. Saran
c. Mencatat dan mengingat obat yang dicurigai

PENGAMATAN KETIGA TANGGAL 22 JANUARI 2022 ( HARI KE -7)


Keluhan : kemerahan sudah tidak ada, tidak ada lesi baru

10
Status dermatologik:

Lokasi : wajah, dada, punggung, kedua tungkai atas dan bawah

UKK : makula hiperpigmentasi, skuama halus

11
Gambar 3. Pengamatan ketiga (tanggal 22 Januari 2022, hari ke-7)

12
Diagnosa : Hiperpigmentasi paska inflamasi ec. Pustulosa eksematosa generalisata
akut ( PEGA)
Penatalaksanaan
Terapi topikal : krim urea 10% oles/12 jam

PEMBAHASAN
Diagnosis pustulosa eksematosa generalisata akut (PEGA) pada pasien ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan anamnesis didapatkan seorang wanita berusia 54 tahun, suku
Jawa, bangsa Indonesia, tinggal di Pati, dikonsulkan ke bagian Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tanggal 15 Januari 2022 dengan keluhan utama
ruam kemerahan dan plenting-plenting kecil berisi nanah di wajah, dada, punggung,
lipat ketiak, kedua tungkai atas dan bawah. Keluhan pada awalnya dirasakan badan
terasa panas, kemudian muncul ruam kemerahan dan diikuti plenting-plenting
berisi nanah. Keluhan plenting disertai rasa gatal. Dua hari sebelumnya pasien
mendapatkan terapi injeksi siprofloksasin. Satu hari setelah mendapatkan injeksi
antibiotik tersebut pasien mengeluh badan terasa panas diikuti oleh ruam
kemerahan dan muncul plenting berisi nanah pada kulit. Menurut kepustakaan
disebutkan bahwa PEGA merupakan suatu erupsi obat akut yang ditandai dengan
demam, erupsi pustul miliar, non folikuler, steril, multipel yang timbul pada dasar
eritem difus yang luas. Lesi dapat muncul dalam 24-48 jam setelah inisiasi
pemberian obat penyebab.1, 2
Obat yang diduga sebagai penyebab pada pasien ini adalah siprofloksasin.
Dalam kepustakaan disebutkan penyebab dari PEGA sebagian besar disebabkan
oleh konsumsi obat terutama golongan beta laktam, makrolid, kuinolon, antibiotik,
antikonvulsan, sulfonamid dan calcium chanel blocker dan terbinafin. 1, 2, 11, 12

Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam dengan suhu 38° C, pada status
dermatologik didapatkan lesi berupa pustul miliar multipel diatas dasar yang
eritema pada wajah, dada, punggung, kedua tungkai atas dan bawah. Setelah hari
ke 4 pustul tidak muncul lagi dan terjadi deskuamasi kulit. Sesuai dengan

13
kepustakaan gejala klinis PEGA adalah demam disertai dengan munculnya pustul
miliar multipel di atas dasar yang eritem dan edema. Predileksi lesi biasanya di
wajah, badan dan daerah lipatan atau intertriginosa. Pustul menyebar dalam
beberapa jam disertai sensasi gatal dan terbakar. Pustul akan menghilang 1-2
minggu setelah penghentian obat yang dicurigai. 1, 2, 13
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dan
peningkatan kadar neutrofil. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana pada PEGA
dari pemeriksaan darah didapatkan peningkatan leukositosis, neutrofil dan eosinofil
ringan.1, 2
Gambaran khas histopatologik PEGA adalah adanya pustul spongioformis
subkorneal atau intraepidermal, edema pada papila dermis dan infiltrat perivaskular
dengan neutrofil dan eksositosis eosinofil. (Gambar 1)1, 13, 14 Pada kasus, pasien ini
menolak untuk dilakukan tindakan biopsi sehingga tidak dilakukan pemeriksaan
histopatologi.

Gambar 1. Gambaran histopatologi PEGA. Pustul subkorneal dan


edema papilla dermis. (Pengecatan Hematoxylin-eosin, perbesaran
40x)14
Dalam beberapa kepustakaan terdapat kriteria diagnostik untuk
menegakkan PEGA. EuroSCAR study group membuat sistem penilaian PEGA
melalui suatu penelitian epidemiologi, seperti pada tabel 1 berikut ini.

14
Tabel 1. Skor PEGA dari EuroSCAR study group3, 15
Morfologi Skor
Pustul
• Khas ( pustul non folikular pada daerah eritema edematosa yang luas, dengan
predileksi utama pada daerah intertriginosa, yang dapat hilang spontan dalam 1-2
minggu) +2
• Kompatibel +1
• Insufisien 0
Eritema
• Khas (Makula eritem dengan edematosa, yang merupakan tempat pustul non
folikuler berada, dengan predileksi terutama pada daerah intertriginosa, yang hilang
spontan dalam 1-2 minggu) +2
• Kompatibel +1
• Insufisien 0
Distribusi
• Khas (Distribusi pola ujud kelainan kulitnya terdapat pada daerah intertriginosa,
simetris bilateral dan generalisata) +2
• Kompatibel +1
• Insufisien 0
Deskuamasi sesudah pustul
• Khas (Deskuamasi generalisata terjadi sesudah pustul dalam 1-2 minggu) +2
• Kompatibel +1
• Insufisien 0
Keterlibatan mukosa
• Ya -2
• Tidak 0
Akut (≤ 10 hari)
• Ya 0
• Tidak -2
Penyembuhan (≤ 15 hari)
• Ya 0
• Tidak -4
Demam (≥ 38°C)
• Ya +1
• Tidak 0
PNN Neutrifil (≥ 7000/mm3)
• Ya +1
• Tidak 0
Histologi
- Penyakit lainnya -1
- Gambaran histologi tidak khas 0
- Eksositosi PNN +1
- Tanpa pustul spongiformis subkorneal dan/intraepidermal atau pustule tidak khas +2
dengan edema papila dermis atau pustule spongiformis subkorneal
dan/intraepidermal atau pustule yang tidak khas tanpa edema papila dermis
- Pustul spongiformis subkorneal dan/intraepidermal atau pustule tidak khas dengan +3
edema papilla dermis
Interpretasi : ≤0 : bukan PEGA, 1-4 : Possible, 5-7 : Propable , 8-12 : pasti PEGA
Kompatibel : tidak khas tapi tidak mendukung secara kuat pada diagnosis yang lain
Insufisien : lesi tidak dapat dinilai

15
Pada pasien ini didapatkan pustul yang khas (+2), eritema yang khas (+2), distribusi
khas (+2), deskuamasi sesudah pustul (+2), tidak ada keterlibatan mukosa (0), akut
(0), penyembuhan ≤15 hari (0), demam (+1), neutrofil darah (0), pemeriksaan
histologi (0). Skor 9 sehingga diagnosis PEGA dapat ditegakkan.
Diagnosa banding PEGA dengan pustular psoriasis generalisata atau disebut
juga tipe Von Zumbusch dapat disingkirkan walaupun secara klinis dan
histopatologik sulit membedakan keduanya. Psoriasis pustulosa generalisata adalah
salah satu varian akut dari psoriasis, sehingga pada pasien biasanya terdapat riwayat
psoriasis sebelumnya. Biasanya diawali demam beberapa hari kemudian
mengalami erupsi generalisata dan timbul pustul dengan diameter 2-3 mm. Pustul
muncul di atas kulit yang eritem berbentuk gambaran “lake of pus”. Lesi psoriasis
khas terdapat pada bagian lutut ekstensor ekstremitas, siku, bokong, badan dan
tengkuk, termasuk kuku, telapak tangan dan telapak kaki.1, 12 Biasanya terdapat
leukositosis dan hiperkalemia. Pada pemeriksaan histopatologik ditemukan pustul
subkorneal, akantosis, parakeratosis, dan limfosit perivaskular.16 Pada pasien tidak
didapatkan riwayat psoriasis, riwayat keluarga psoriasis atau riwayat pengobatan
psoriasis.
Diagnosa banding dengan dermatosis pustulosa subkorneal (penyakit
Sneddon-Wilkinson) dapat disingkirkan karena dermatosis pustulosa subkorneal
merupakan penyakit yang ditandai dengan erupsi pustular yang jarang, kronik, dan
rekuren. Lesi awalnya berukuran kecil, diskret, pustul atau vesikel kendur,
kemudian dengan cepat menjadi pustulosa, plakat anular atau polisiklik. Gambaran
histopatologik didapatkan pustul subkorneal yang diisi oleh sel leukosit PMN ,
kadang terdapat eosinofil. Pada dermis terdapat infiltrat perivaskular yang
mengandung neutrofil , juga terdapat sel mononuklear dan eosinofil namun
jarang.17 Pada pasien ini lesi bersifat akut, disertai febris dan pertama kali
dikeluhkan oleh pasien.
Penatalaksanaan pada pasien dengan ini adalah menghentikan obat yang
dicurigai sebagai penyebab yaitu siprofloksasin. Terapi sistemik diberikan injeksi
metilprednisolon 62,5mg/24 jam, selama 3 hari kemudian dilanjutkan tablet
metilprednisolon 16mg/24 jam selama 3 hari, dan tablet loratadine 10mg/24 jam.

16
Menurut kepustakaan penatalaksanaan PEGA yaitu menghentikan obat yang
diduga sebagai penyebab. Pada kasus dengan lesi luas atau mengancam jiwa dapat
dipertimbangkan pemberian kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid sistemik dapat
diberikan menggunakan prednison 40-60mg/hari setara dengan prednison 1-
2mg/kgBB/hari. Pengobatan dengan kortikosteroid sistemik telah diteliti
memperpendek durasi rawat inap. 1, 4, 11 10
Terapi topikal pada pasien diberikan krim desoksimetason 0,25% dioleskan
per 12 jam, krim asam fusidat 2% pada luka lecet, krim urea 10% untuk
melembabkan kulit dan menghilangkan skuama. Menurut kepustakaan sebagian
besar pasien dengan PEGA diterapi dengan antihistamin dan kortikosteroid topikal.
Antipiretik dan antihistamin diberikan untuk mengurangi demam dan pruritus
selama bukan sebagai obat penyebab.1
Pada pengamatan ketiga hari ke-7 didapatkan lesi hiperpigmentasi, tidak
didapatkan lesi baru dan terdapat deskuamasi. Menurut kepustakaan menyebutkan
bahwa penyakit ini memiliki prognosis yang baik dan resolusi dengan sendirinya
dalam waktu kurang dari 15 hari. Pasien diharapkan menjaga dan mengingat obat
penyebab alergi.1
Prognosis penderita ini quo ad vitam ad bonam, ad sanam ad bonam, dan
ad kosmetikam ad bonam.
RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus pustulosa eksematosa generalisata akut
(PEGA) pada seorang wanita usia 54 tahun. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik.
Pada anamnesis didapatkan keluhan timbul ruam kemerahan dengan
plenting-plenting berisi nanah hampir di seluruh tubuh 1 hari setelah mendapatkan
injeksi antibiotik. Keluhan disertai dengan demam dan rasa gatal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pustul miliar, multipel, dengan dasar
eritem pada wajah, dada, punggung, lipat ketiak, kedua tungkai atas dan bawah.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosistosis dan peningkatan kadar
neutrofil.

17
Penatalaksanaan pasien ini adalah dengan menghentikan obat yang diduga
sebagai penyebab (siprofloksasin). Terapi sistemik diberikan injeksi
metilprednisolon 62,5mg/24 jam selama 3 hari dilanjutkan dengan tablet
metilprednisolon 16mg/24 jam selama 3 hari, tablet loratadin 10mg, krim
desoksimetason 0,25% dioleskan per 12 jam, krim asam fusidat 2% dioleskan per
12 jam pada luka lecet dan krim urea 10% digunakan sebagai pelembab.
Prognosis penderita ini quo ad vitam ad bonam, ad sanam ad bonam, dan
ad kosmetikam ad bonam.

Rencana dibacakan pada tanggal 17 November 2022


Moderator

DR. Dr. Radityastuti, Sp.KK, FINSDV

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Heelan K, Sibbald C, NH S. Cutaneous Reaction to Drugs. In: Kang S, Amagai M,


Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, et al., editors. Fitzpatrick’s
Dermatology. 9th ed. New York: Mc Graw Hill Education; 2019.
2. Javed A, I C. Acute Generalized Exanthematous Pustulosis. In: Lebwohl MG,
Heymann WR, I C, editors. Treatment of Skin Disease. 4 ed. Philadelphia:
Elsevier; 2014.
3. Szatkowski J, Schwartz RA. Acute generalized exanthematous pustulosis (AGEP):
A review and update. J Am Acad Dermatol. 2015;73(5):843-8.
4. James WD, Berger TG. Contact Dermatitis and Drug Eruption. Andrew’s Diseases
of The Skin. Ke-11 ed: WB Saunders Co; 2011.
5. Konyoung P, W T. Incidence of drug induced-acute generalized exanthematous
pustulosis (AGEP) reported in Udonthani Hospital. Sri Nag Med J.
2014;29(3):283-7.
6. Speeckaert MM, Speeckaert R, Lambert J, Brochez L. Acute generalized
exanthematous pustulosis: an overview of the clinical, immunological and
diagnostic concepts. Eur J Dermatol. 2010;20(4):425-33.
7. Calistru AM, Lisboa C, Cunha AP, Bettencourt H, Azevedo F. Acute generalized
exanthematous pustulosis to amoxicillin associated with parvovirus B19
reactivation. Cutan Ocul Toxicol. 2012;31(3):258-61.
8. Manzano S, Guggisberg D, Hammann C, Laubscher B. [Acute generalized
exanthematous pustulosis: first case associated with a Chlamydia pneumoniae
infection]. Arch Pediatr. 2006;13(9):1230-2.
9. Lazarov A, Livni E, Halevy S. Generalized pustular drug eruptions: confirmation
by in vitro tests. J Eur Acad Dermatol Venereol. 1998;10(1):36-41.
10. Widaty S, Soebono H, Nilasari H, Listiawan MY, Siswati AS, C R. Erupsi Obat
Alergik. Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Perdoski; 2017. p. 217-20.
11. Breathnack SM. Drug Reaction. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, C G, editors.
Rook’s Textbook of Dermatology. Ke-8 ed. Oxford: Wiley-Blackwell; 2010. p.
75.34-5.
12. Sidoroff A, Dunant A, Viboud C, Halevy S, Bavinck JN, Naldi L, et al. Risk factors
for acute generalized exanthematous pustulosis (AGEP)-results of a multinational
case-control study (EuroSCAR). Br J Dermatol. 2007;157(5):989-96.
13. Revuz J, Valeyrie-Allanore L. Drug Reaction. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini
RP, editors. Dermatology. 1. 2 ed: Elsevier; 2008. p. 301-20.
14. Feldmeyer L, Heidemeyer K, Yawalkar N. Acute Generalized Exanthematous
Pustulosis: Pathogenesis, Genetic Background, Clinical Variants and Therapy. Int
J Mol Sci. 2016;17(8).

19
15. Botelho LF, Picosse FR, Padilha MH, Michalany N, Gois A, Porro AM. Acute
Generalized Exanthematous Pustulosis Induced by Cefepime: A Case Report. Case
Rep Dermatol. 2010;2(2):82-7.
16. Rapini RP. Reactive Erythemas. Practical Dermatopathology. 2 ed: Elsevier;
2012. p. 64-8.
17. Trautinger F, H H. Subcorneal Pustu;ar Dermatosis (Sneddon-Wilkinson Disease).
In: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology. 9 ed. New York: Mc-Graw Hill Education;
2019. p. 617-9.

20

Anda mungkin juga menyukai