Anda di halaman 1dari 30

Bentuk-bentuk erupsi obat

Aida Umar

030.14.007

Pembimbing : dr. Hj. Nurhasanah, Sp.KK


Pendahuluan

Penyebab terbanyak EOA 


Seluruh obat memiliki risiko Peningkatan angka kejadian
golongan antibiotik
menimbulkan efek samping, erupsi obat pada negara
(sulfonamid), antikonvulsan,
namun hanya beberapa saja berkembang berkisar antara 2-5
allopurinol, dan obat anti
yang menimbulkan reaksi alergi. %.
inflamasi nonsteroid (OAINS).
Definisi Erupsi Obat Alergik

• Erupsi obat alergik (allergic drug eruption) adalah reaksi hipersensitivitas pada kulit
atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat yang biasanya
sistemik.
• Obat adalah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis, profilaksis dan pengobatan.
Faktor Risiko

1. Jenis Kelamin  lebih banyak 4. Dosis :


terjadi pada perempuan o Dosis tinggi  mudah timbul sensitisasi
2. Obesitas  berkaitan dengan o Sering obat digunakan  besar
penurunan fungsi metabolism tubuh kemungkinan reaksi alergi pada
berpengaruh pada EOA penderita yang peka

3. Usia  terutama pada usia lebih dari 5. Disregulasi imun  banyak terjadi
60 tahun, berkaitan akibat pada kondisi menyebabkan diregulasi
penggunaan obat seiring usia lebih imun (spt kehamilan, kegagalan
lanjut hepal, insufiensi renal, SLE)
Patogenesis

• Terdapat dua macam mekanisme  mekanisme imunologis dan mekanisme


non imunologis.
• Obat dan metabolit obat berfungsi sebagai hapten, yang menginduksi antibodi
humoral.
• Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis yang
disebabkan karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan
perubahan dalam metabolisme.
Patogenesis (Mekanisme Imunologis)

o Tipe I o Tipe II
o Peran  IgE yang mempunyai afinitas o Terbentuk ikatan Ig G dan Ig M dengan
tinggi terhadap mastosit dan basophil. antigen melekat pada sel  aktivasi
sistem komplemen antara obat dan
o Pajanan I  tidak timbul reaksi 
antibody sitotoksik  reaksi berupa lisis
pajanan II  obat dianggap antigen
sel – sel seperti trombosit maupun
merangsang pelepasan bermacam-
leukosit.
macam seperti histamin, serotonin,
bradikinin, heparin dan SRSA  akan o Golongan obat yang sering
menimbulkan macam efek di kulit (co/ menyebabkan tipe II  penisilin,
urtikaria). sefalosporin, streptomisin, klorpromazin,
sulfonamide, analgesik dan antipiretik
o Reaksi anafilaksis ditakutkan  syok
anafilaktik.
Patogenesis (Mekanisme Imunologis)

o Tipe III o Tipe IV


o Antibodi berikatan antigen  o Melibatkan limfosit.
membentuk komplek antigen antibodi 
o Limfosit T yang tersensitasi  reaksi
akan terdeposit pada pembuluh-
dengan antigen  mendatangkan
pembuluh kecil  mengaktivasi sistem
sitokin-sitokin  respon inflamasi pada
komlemen  merangsang pelepasan
kulit .
mediator oleh granulosit  kerusakan
jaringan. o Tipe lambat  12-48 jam setelah
terpajan antigen.
Manifestasi Klinis

Pustulosis
Erupsi Urtikaria dan Fixed Drug
Eksantematosa
Eksantemosa angiodema Eruption
Generalisata Akut

Sindrom
Serum sickness-
Eritroderma Hipersensitivitas Purpura
like reactions
Obat

Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrolisis Epidermal Toksik


Erupsi Eksantemosa

95% erupsi yang Awal  terjadi Mula  pada daerah Muncul  satu
Pemulihan
muncul dapat perubahan yang bersifat leher dan menyebar minggu setelah
perubahan warna
berbentuk eksantematosa pada ke bagian perifer pemakaian obat dan
kullit dari merah
morbiliformis kulit tanpa didahului tubuh secara simetris sembuh sendiri
terang ke warna
atau blister, pustul maupun dan hampir selalu dalam jangka waktu
coklat kemerahan,
makulopapuler. tanda sistemik disertai pruritus. 7 sampai 14 hari.
disertai deskuamasi
kulit.

Penyebab  Sel T juga ikut Tempat predileksi 


banyak obat terlibat dalam reaksi sekitar mulut, terutama
termasuk ini karena sel T dapat di daerah bibir dan
penisilin, menangkap jenis obat daerah penis (laki-laki)
NSAID, tanpa perlu  sering disangka
sulfonamide, dan memodifikasi protein penyakit kelamin.
antiepiletikum dari hapten.
Urtikaria dan Angiodema
o Klinis urtikaria  pruritus, ruam kemerahan,
o Varian kedua tersering dari erupsi obat yang panas didaerah lesi. Dapat disertai demam,
ditandai dengan bercak merah gatal dengan malaise, nyeri kepala, mual, muntah, diare,
berbagai ukuran. Lesi biasanya berlangsung < 24 sakit perut, dan vertigo.
jam.
o Urtikaria dan angioedema disebabkan asam
o Angioedema  inflamasi pada kulit yang lebih asetilsalisilat, penisilin, dan NSAID lainnya.
dalam.
o Urtikaria dan angioedema akibat penggunaan
o Angioedema biasanya terjadi unilateral, nonpruritik, obat  reaksi hipersensitivitas tipe I
dan berlangsung 1-2 jam, namun dapat pula dimediasi igE.
bertahan hingga 2-5 hari.
o Urtikaria dan angioedema sangat berhubungan
o Predileksi angioedema  bibir, kelopak mata, dengan Ig-E sebagai suatu respon cepat
genitalia eksterna, tangan dan kaki. Angioedema terhadap penisilin maupun antibiotik lainnya.
berbahaya bila menyerang glotis karena Obat lain misalnya angiotensin-converting
menyebabkan asfiksia. enzyme (ACE) inhibitor dalam jangka waktu
satu jam juga dapat menimbulkan urtikaria.
Urtikaria dan Angiodema

Urtikaria Angiodema
Purpura
o Perdarahan di dalam kulit/mukosa berupa
bercak/pembengkakan berwarna merah
kebiruan yang tidak hilang bila ditekan
disertai rasa gatal.
o Erupsi  simetris serta muncul disekitar
kaki (pergelangan kaki atau tungkai bagian
bawah dengan penyebaran keatas) 
makula atau bercak kecil berbatas tegas
berwarna merah kecoklatan yang tidak
hilang dengan penekanan, dan disertai rasa
gatal.
o Penyebab  propylthiouracil, hydralazine,
granulocyte colony-stimulating factor,
granulocyte-macrophage colony-stimulating
factor, allopurinol, cefaclor, minosiklin,
penicillamine, fenitoin, isotretinoin, dan
agen anti-TNF.
Pustulosis Eksantematosa Generalisata Akut

o Erupsi pustular akut  timbul 24-48 jam


setelah konsumsi obat
o Diawali gejala sistemik demam, mual, malaise,
leukositosis, neutrofilia, peningkatan enzim
hati, insufiensi renal dan efusi pleura
o Gambaran: pustul milier berjumlah banyak
diatas dasar eritematosa difus
o Predileksi di wajah dan lipatan tubuh
o Deskuamasi  menyeluruh kurun waktu 2
minggu
o Penyebab paling sering  beta lactam,
makrolid dan quinolone, antibiotik,
antikonvulsan, dan sulfonamide
Eritroderma
o Lesi eritema difus disertai skuama
lebih dari 90% area tubuh
o Dapat berlanjut beberapa minggu atau
bulan setelah penghentian obat
o Dapat disebabkan perluasan penyakit
lain selain EOA, misalnya seperti
psoriasis, atau berkaitan dengan
penyakit Hodgkin, leukemia dan
keganasan lainnya
o Diduga mekanisme tipe IV.
o Paling sering  asetaminofen dan
minosiklin
Fixed Drug Eruption

o Manifestasi klinis  makula atau o Patogenesis FDE diperantarai


plak eritema-keunguan dan kadang Immunoglobulin E (IgE) mediated drug
disertai vesikel/bula pada bagian eruption, immunocomplex dependet drug
tengah lesi sehingga sering menyerupai reaction, cytotoxic drug induced reaction
eritema multiforme. dan cell mediated reaction, dengan sel
limfosit T (T4 dan T8) yang berperan
o Tempat predileksi  bibir, tangan, dan dalam reaktivasi lesi dengan paparan obat.
daerah genitalia sehingga sering
disangka penyakit kelamin karena o Fixed drug eruption timbul  30 menit -
berupa erosi yang kadang-kadang cukup 8 jam setelah minum obat. Lesi baru akan
luas disertai eritema dan rasa panas timbul 1-2 pekan setelah paparan pertama
kali diikuti lesi berikutnya dalam jangka
setempat. waktu 24 jam.
o Lesi  meninggalkan bercak o Penyebab obat paling sering 
hiperpigmentasi yang lama hilang dan ibuprofen, naproksen, fenolftalein,
bahkan sering menetap metronidazol, tetrasiklin dan sulfonamid.
Fixed Drug Eruption
Sindrom Hipersensitivitas Obat
o EOA tipe berat dan dapat o Lesi kulit  timbul 1-6 minggu setelah
mengancam jiwa, karena keterlibatan pertama konsumsi obat, diawali demam,
multiorgan. malaise dan lesi makulopapular paling
sering ditemukan. Dapat juga
o Seringkali diawali oleh infeksi ditemukan lesi pustular atau
saluran pernapasan atas dan epidermolisis.
dihubungkan dengan infeksi Epstain
Barr virus, dan Cytomegalovirus. o Wajah  edema dan distribusi lesi
makulopapular tersebar simetris hampir
o Tanda  demam diatas 38o C, lesi di seluruh tubuh  jarang pada telapak
pada kulit, limfadenopati, gangguan tangan dan kaki.
fungsi hati dan/atau fungsi ginjal, o Penyebab  antikonvulsan, lamotrigin,
leukositosis dan eosinophilia. sulfonamid, antibiotik, metronidazol,
dan allopurinol.
Sindrom Hipersensitivitas Obat

SHO akibat fenitoin, berbentuk erupsi eksantematosa


simetris, berwarna merah terang, dan biasanya disertai
limfadenopati.
Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrosis
Epidermal Toksik
o Reaksi mukokutaneus akut yang • Gejala SSJ-NET  timbul 8 minggu
mengancam jiwa, yang ditandai dengan setelah awal pajanan obat.
nekrosis luas dan pengelupasan epidermis
 mengenai kulit dan membran mukosa. • Gejala prodromal  demam tinggi,
malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan
o Kesamaan  gejala klinis dan
histopatologis, faktor risiko, etiologi, dan
nyeri tenggorokan.
patogenesisnya. Perbedaan  berdasarkan
perluasan area kulit yang mengalami • Lesi kulit  simetris pada area wajah,
pengelupasan. bagian atas badan, dan bagian
proksimal ekstremitas. Pada bagian
o Penyebab  allopurinol, lamotrigin, distal ekstremitas  muncul lesi
kotrimoksazol, karbamazepin, OAINS apabila telah terjadi perluasan erupsi.
seperti meloxicam, dan obat antikonvulsan.

o Penyakit ini disebabkan oleh reaksi


hipersensitivits tipe II (sitolitik).
Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrosis
Epidermal Toksik
• Awalnya  lesi akan terbentuk berupa • Diagnosis
eritema, makula merah kebiruan progresif.
Lesi target atipikal dengan bagian tengah a. SSJ ditegakkan bila
yang gelap dapat ditemukan. Vesikel dan epidermolisis hanya ditemukan
bula juga dapat ditemukan  pecah  pada <10% LPB
erosi yang luas serta terjadi ekskoriasi dan
krusta kehitaman. b. NET bila epidermolisis >30%
LPB
• Lesi kulit meluas dan menjadi nekrotik c. Overlap SSJ-TEN apabila
terjadi bula kendur dengan tanda Nikolsky
epidermolisis pada 10-30% LPB
(+)

• Lesi pada mukosa (minimal 2 lokasi) 


eritema dan erosi pada mulut dan
konjungtiva, serta mukosa genital.
Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrosis
Epidermal Toksik
• Prognosis  berdasarkan SCORTEN
dengan cara memberikan nilai 1 untuk hal
berikut :
• Usia > 40 tahun
• Denyut jantung >120x/menit
• Kanker/keganasan hematologic
• Epidermolisis >10%/LPB
• Kadar urea serum >28 mg/d • Bila mengalami penyembuhan 
reepitelisasi dalam 3 minggu
• Kadar bikarbonat serum <mEq/L
• Kadar GDS >250 mg/dL • Gejala sisa  jaringan parut pada mata
dan gangguan penglihatan, kadang
• Evaluasi hari ke 1 dan ke 3 terbentuk jaringan parut pada kulit,
gangguan pertumbuhan kuku dan gangguan
pigmentasi.
Penegakan Diagnosis

ANAMNESIS • Obat-obatan yang dipakai, jangan lupa menanyakan tentang jamu


• Kelainan kulit yang timbul akut atau dapat juga beberapa hari sesudah
masuknya obat
• Rasa gatal yang dapat pula disertai demam yang biasanya subfebris.

KELAINAN • Distribusi : menyebar dan simetris


KULIT • Bentuk kelainan yang timbul : eritema, urtikaria, purpura, eksantema, papul,
eritroderma, eritema nodusum.
PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan in vivo : Uji tempel (patch test) , Uji tusuk
PENUNJANG (prick/scratch test), Uji provokasi (exposure test)
2. Pemeriksaan in vitro :
• Yang diperantarai antibodi : Hemaglutinasi pasif,
Radio immunoassay, Degranulasi basofil, Tes fiksasi
komplemen
• Yang diperantarai sel : Tes transformasi limfosit,
Leucocyte migration inhibition test
3. SSJ-NET  darah tepi lengkap, analisis gas darah, kadar
elektrolit, albumin dan protein darah, fungsi ginjal,
fungsi hepar, gula darah sewaktu, dan foto rontgen paru.
Tatalaksana

Kausal Umum

• Deteksi dini dan segera • Menjaga keadaan umum pasien 


menghentikan penggunaan obat pengawasan berkala, deteksi
penyebab kemungkinan erupsi yang lebih parah
• Menghindari penggunaan obat yang atau relaps setelah berada di fase
mempunyai struktur kimia yang serupa pemulihan
dengan obat tersangka (golongan yang
sama). • Menjaga kondisi fisik pasien
termasuk asupan nutrisi dan cairan.
• Perawatan luka secara hati-hati
Tatalaksana Khusus

Sistemik Topikal
1. Kortikosteroid
• Lesi kering, seperti pada eritema atau
o Pemberian kortikosteroid masih urtikaria diberikan bedak (bedak
kontroversial salisilat 2%), dapat ditambah dengan
o EOA ringan  0,5 mg/kgBB/ hari. antipruritus, misalnya menthol ½-1%
o Prednison dengan dosis 1-2mg/Kg/hari
saat gejala berat. • Pada beberapa kasus lesi kering dapat
diberi krim kortikosteroid, (mis.
o Efek samping: perdarahan intestinal, hidrokortison 1% atau 2,5%).
risiko sepsis, dan peningkatan gula darah.
• Bila keadaan lesi kulit basah kompres,
2. Antihistamin
dapat diberikan kompres larutan asam
o Diberikan terutama pada EOA tipe urtikaria salisilat 1%.
dan angioedema. Sebagai pengobatan
simtomatis untuk rasa gatal yang berat 
eritoderma atau eksantematosa
Prognosis

o EOA tipe ringan  baik, bila penyebab dapat diidentifikasi dan


segera dihentikan  erupsi kulit karena obat akan sembuh.
o EOA tipeberat (eritroderma dan SJS-TEN) buruk, disebabkan
komplikasi  sepsis
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai