Anda di halaman 1dari 45

PENYAKIT MENULAR

31. Muntaber
A. Definisi
Gastroenteritis atau muntaber adalah peradangan yang terjadi pada dinding saluran
pencernaan, khususnya lambung dan usus. Muntaber biasanya ditandai dengan gejala berupa
mual, muntah, dan diare yang muncul secara tiba-tiba. Muntaber umumnya disebabkan oleh
infeksi virus atau bakteri di saluran pencernaan, meskipun sebagian kecil dapat terjadi akibat
zat racun, bahan kimia, maupun reaksi terhadap obat-obatan.
Muntaber dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat, termasuk
rajin mencuci tangan, serta tidak mengonsumsi makanan yang tercemar virus atau bakteri
penyebab muntaber. Muntaber dapat sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari. Untuk
mencegah kekurangan cairan atau dehidrasi, penderita muntaber harus banyak minum air
putih. Bila perlu, minum juga larutan oralit untuk menjaga kadar elektrolit dalam tubuh.
B. Tanda/Gejala
Gejala utama muntaber atau gastroenteritis adalah diare, serta mual dan muntah.
Gejala ini muncul antara 1-3 hari setelah terinfeksi. Gejala umumnya akan berlangsung
selama 1-2 hari, tapi bisa juga hingga 10 hari. Selain mual, muntah, dan mencret, penderita
muntaber juga dapat mengalami gejala berupa: Sakit dan kram perut, Tidak nafsu makan,
Penurunan berat badan, Demam, sakit kepala, dan pegal linu.
Muntaber dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari. Namun, segeralah
pergi ke dokter jika gejala muntaber cukup parah. Berikut ini adalah beberapa kondisi pada
muntaber yang harus segera mendapatkan penanganan dari dokter:
 Mengalami gejala dehidrasi, seperti jarang buang air kecil dan mulut kering.
 Demam di atas 40⁰C.
 Selalu muntah setelah minum.
 Muntah-muntah yang berlangsung selama lebih dari 2 hari.
 Muntah darah.
 Buang air besar disertai darah.
Ada beberapa gejala muntaber pada bayi dan anak-anak yang harus diwaspadai dan harus
secepatnya mendapatkan penanganan dokter anak, antara lain:

 Mengalami dehidrasi, ditandai dengan frekuensi buang air kecil dan volume urine
yang menurun drastis, menangis tanpa air mata, dan mulut kering.
 Terlihat lesu.
 Diare disertai darah.
 Demam.
 Tidak mau makan dan minum.

Penyebab Muntaber umumnya disebabkan oleh virus. Ada dua jenis virus yang
merupakan penyebab muntaber paling umum, yaitu Rotavirus dan Norovirus. Selain
Rotavirus dan Norovirus, muntaber juga dapat disebabkan oleh Astrovirus, Adenovirus, dan
Sapovirus. Virus penyebab muntaber dapat menyebar melalui makanan yang terkontaminasi.
Kontak langsung dari penderitanya ke orang lain, seperti pada saat berjabat tangan, juga
dapat menularkan muntaber. Muntaber juga dapat disebabkan oleh infeksi bakteri pada
saluran pencernaan, misalnya pada penyakit tipes dan infeksi Shigella. Selain virus dan
bakteri, infeksi parasit seperti amebiasis, zat kimia, racun, dan reaksi dari obat-obatan
(misalnya antibiotik) dapat mengakibatkan muntaber.

Faktor risiko muntaber, Ada beberapa kelompok individu yang berisiko tinggi mengalami
muntaber, yaitu:

 Anak kecil
Anak-anak lebih sering terserang infeksi virus karena belum memiliki sistem
kekebalan tubuh yang kuat.
 Anak sekolah dan yang tinggal di asrama
Infeksi ini bisa menular dengan mudah di tempat-tempat yang terdapat banyak orang
berkumpul dengan jarak dekat.
 Orang lanjut usia
Sistem kekebalan tubuh pada orang tua akan menurun. Infeksi ini bisa dengan mudah
menular ke orang lanjut usia jika mereka tinggal berdekatan dengan orang yang
berpotensi menyebarkan kuman.
 Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah
Seseorang dengan kondisi medis tertentu, misalnya penderita AIDS atau penderita
kanker yang menjalani kemoterapi, lebih berisiko tertular infeksi karena kekebalan
tubuh mereka lemah.

Diagnosis Muntaber, Gastroenteritis dapat sembuh setelah beberapa hari, sehingga


penderitanya tidak perlu untuk berobat ke dokter. Namun pada kasus gastroenteritis atau
muntaber yang parah, penderita perlu memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan
penanganan yang tepat. Dokter terlebih dahulu akan memeriksa kondisi fisik dan gejala-
gejala yang terjadi pada penderita muntaber. Dokter juga akan menanyakan aktivitas terakhir
yang dilakukan penderita, termasuk makanan dan minuman yang dikonsumsi.

Jika ada dugaan bahwa muntaber disebabkan oleh bakteri atau parasit, dokter akan
melakukan pemeriksaan tinja. Sampel tinja penderita akan diperiksa di laboratorium untuk
memastikan penyebab muntaber. Di samping pemeriksaan sampel tinja, dokter dapat
melakukan pemeriksaan penunjang lainnya bila diduga adanya penyebab lain selain virus,
atau bila muntaber sudah menyebabkan komplikasi. Pemeriksaan tersebut meliputi:

 Hitung darah lengkap


 Tes fungsi ginjal
 Tes elektrolit dalam darah

Pengobatan Muntaber, Muntaber merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan


sendirinya setelah beberapa hari. Namun, penderita muntaber diharuskan untuk beristirahat
serta meminum banyak air untuk mencegah dehidrasi, terutama penderita anak-anak. Selain
itu, penderita juga bisa meminum larutan oralit untuk mengganti cairan tubuh dan elektrolit
yang hilang. Meskipun oralit bisa dibeli secara bebas di apotik, pastikan untuk selalu
mengikuti aturan pakai yang tertulis pada kemasan. Penderita muntaber dianjurkan untuk
makan dengan porsi sedikit namun lebih sering, agar asupan nutrisi tubuh tetap terjaga.
Penderita muntaber juga dianjurkan memakan makanan yang mengandung kalium tinggi.
Ada beberapa makanan lain yang dianjurkan untuk dikonsumsi penderita muntaber setelah
kondisinya normal, yaitu:

 Nasi
 Kentang
 Roti
 Pisang

Di samping itu, penderita muntaber harus menghindari makanan dan minuman yang dapat
memperparah muntaber, seperti:

 Makanan berserat tinggi


 Makanan mengandung gula tinggi
 Keju
 Yogurt
 Alkohol
 Kopi
 Susu

Bila diare tidak juga membaik, penderita perlu berkonsultasi dengan dokter. Dokter dapat
memberikan obat-obatan antidiare, seperti loperamide atau bismuth subsalicylate. Pada
penderita muntaber akibat bakteri, dokter dapat memberikan antibiotik. Namun perlu diingat,
obat antibiotik tidak efektif untuk mengatasi muntaber yang disebabkan oleh infeksi virus.
Sedangkan pengobatan muntaber pada anak, muntaber harus ditangani sedini mungkin,
karena anak-anak lebih rentan mengalami dehidrasi akibat muntaber dibandingkan orang
dewasa. Untuk mencegah dehidrasi pada bayi, cukupi kebutuhan cairan dengan
memberikannya minum 15-20 menit setelah muntah atau diare. Jeda waktu ini diperlukan
agar pencernaan bayi bisa beristirahat sejenak. Cairan yang diberikan bisa air putih, kuah sup,
larutan oralit, atau ASI jika bayi masih mengonsumsi ASI eksklusif.
Apabila anak muntah setiap kali diberi cairan, segeralah berkonsultasi dengan dokter.
Bila diperlukan, anak akan dirawat di rumah sakit dan diberikan cairan melalui infus. Kondisi
ini tidak boleh diremehkan, karena merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
anak-anak di Indonesia.

Pencegahan Muntaber, Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa dilakukan untuk
mencegah terjadinya penularan muntaber:

 Rajin mencuci tangan.
 Selalu memakai peralatan makan dan peralatan mandi

Selain upaya di atas, ada beberapa hal yang bisa Anda perhatikan untuk mencegah
muntaber pada saat bepergian, di antaranya:

 Hindari mengonsumsi makanan setengah matang.


 Cuci sayuran maupun buah-buahan hingga benar-benar bersih, sebelum
mengonsumsinya.
 Belilah air minum dalam kemasan.
 Hindari mengonsumsi es batu yang kebersihannya tidak terjamin, karena bisa jadi air
yang digunakan untuk membuat es sudah terkontaminasi oleh virus.

Muntaber pada anak-anak paling sering disebabkan oleh rotavirus. Infeksi rotavirus dapat
dicegah melalui pemberian vaksin. Vaksin rotavirus dapat diberikan kepada anak-anak sejak
usia 2 bulan.

Sumber : https://www.alodokter.com/muntaber

32. Penyakit PES (Pesteurellosis)


Penyakit pes adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.
Seseorang bisa terserang penyakit pes bila digigit kutu yang sebelumnya mengisap darah
hewan dengan infeksi bakteri Yersinia pestis. Penyakit pes tergolong sebagai zoonosis, yaitu
penyakit yang dapat ditularkan hewan ke manusia. Di Indonesia, ada empat wilayah yang
pernah mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) pes, yaitu Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur),
Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah), Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta), dan Kabupaten
Bandung (Jawa Barat).
Meski hingga saat ini belum ada lagi laporan kasus pes, pengamatan intensif tetap
dilakukan di empat wilayah tersebut. Hal ini karena pes merupakan penyakit menular yang
berpotensi menyebabkan wabah. Berdasarkan organ yang terinfeksi, penyakit pes dapat
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pes pada sistem limfatik (bubonic plague), pes pada aliran
darah (septicemic plague), dan pes pada paru-paru (pneumonic plague).
Penyakit pes disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. Bakteri ini juga
menginfeksi banyak jenis hewan, seperti tikus, kelinci, tupai, kucing, dan anjing liar.
Seseorang dapat terinfeksi bakteri Yersinia pestis melalui beberapa cara, yaitu:
 Gigitan atau cakaran dari hewan yang terinfeksi
 Gigitan kutu yang sebelumnya meminum darah hewan terinfeksi
 Kontak langsung dengan darah hewan yang terinfeksi, terutama jika ada luka terbuka
di kulit
Khusus pada pneumonic plague, penyebaran antarmanusia bisa terjadi jika seseorang tidak
sengaja menghirup percikan ludah, yang keluar ketika penderita pes bersin atau batuk.
Faktor risiko penyakit Pes, Ada beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko
seseorang terkena penyakit pes, yaitu:
 Tinggal di daerah padat, memiliki sanitasi yang buruk, atau memiliki populasi hewan
pengerat yang banyak
 Bepergian ke area yang banyak terjadi infeksi pes
 Berkontak dengan hewan yang mati atau hewan yang sakit
 Beraktivitas di alam terbuka, seperti mendaki gunung atau berkemah
 Berprofesi sebagai dokter atau perawat hewan
Gejala penyakit pes, Tanda dan gejala yang dapat muncul tergantung pada jenis pes yang
diderita. Berikut ini adalah jenis-jenis penyakit pes dan gejala yang dapat ditimbulkannya:
a. Bubonic plague
Bubonic plague adalah jenis penyakit pes yang menyerang sistem limfatik atau kelenjar
getah bening. Bubonic plague menyebabkan limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah
bening) di leher, ketiak, atau selangkangan. Kelenjar limfa bisa membengkak sampai sebesar
telur ayam, terasa padat, dan nyeri bila disentuh. Gejala bubonic plague umumnya muncul 1–
7 hari setelah penderita terinfeksi. Keluhan lain yang mungkin muncul pada bubonic plague
antara lain:
 Demam
 Menggigil
 Pusing
 Lemas
 Nyeri otot
 Kejang

b. Septicemic plague
Septicemic plague adalah jenis pes yang menyerang aliran darah. Gejalanya bisa muncul
2–7 hari setelah seseorang terinfeksi. Namun, septicemic plague juga dapat menyebabkan
kematian sebelum gejalanya muncul. Gejala septicemic plague antara lain:
 Diare
 Mual dan muntah
 Demam dan menggigil
 Nyeri perut
 Tubuh terasa sangat lemas
 Perdarahan
 Syok
 Gangrene (kematian jaringan)

c. Pneumonic plague
Pneumonic plague adalah jenis penyakit pes yang menyerang paru-paru. Jenis pes ini paling
jarang terjadi, tetapi paling berpotensi menyebabkan wabah, karena dapat menyebar antar
manusia lewat percikan ludah (droplet). Gejala yang dapat dialami oleh penderita pneumonic
plague antara lain:
 Batuk darah
 Sesak napas
 Mual dan muntah
 Demam tinggi
 Sakit kepala
 Nyeri dada
 Lemas
Gejala pneumonic plague bisa muncul dalam hitungan jam setelah penderita terinfeksi,
kemudian berkembang sangat cepat. Penderita bisa mengalami gagal napas dan syok dalam 2
hari setelah terinfeksi.
Pengobatan penyakit Pes, Pes merupakan penyakit yang dapat membahayakan nyawa,
sehingga harus diatasi sedini mungkin. Pengobatan penyakit pes juga dapat dilanjutkan
sampai beberapa minggu setelah gejala mereda.
Metode pengobatan yang dilakukan oleh dokter adalah pemberian antibiotik dosis kuat,
seperti:
 Ciprofloxacin
 Chloramphenicol
 Gentamicin
 Doxycycline
 Levofloxacin
 Moxifloxacin
Selain obat-obatan di atas, pasien juga akan diberikan cairan melalui infus dan bantuan
oksigen. Khusus pada pasien yang mengidap pneumonic plague, isolasi perlu dilakukan
untuk mencegah penyebaran.
Pencegahan Penyakit Pes, Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyakit pes, yaitu:
 Memastikan hewan peliharaan terbebas dari kutu
 Membersihkan area rumah yang berpotensi menjadi sarang hewan pengerat
 Membersihkan sisa makanan yang dapat dikonsumsi hewan pengerat
 Menggunakan sarung tangan saat sedang kontak dengan hewan yang diduga telah
terinfeksi
 Menggunakan pembasmi serangga jika sedang berada di area yang banyak hewan
pengerat
 Memeriksakan diri ke dokter sesegera mungkin, jika tergigit kutu ketika wabah pes
sedang merebak

Sumber : https://www.alodokter.com/pes

33. Kolera
Kolera adalah diare akibat infeksi bakteri yang bernama Vibrio cholerae. Penyakit ini
dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak dan diare yang ditimbulkan dapat parah
hingga menimbulkan dehidrasi. Kolera merupakan penyakit yang menular melalui makanan
atau minuman yang terkontaminasi bakteri. Kondisi ini biasanya mewabah di daerah yang
padat penduduk dan memiliki lingkungan yang kotor.
Kolera ditandai dengan diare dengan tinja yang cair dan berwarna pucat seperti air
cucian beras. Diare yang dialami bisa ringan, parah, ataupun malah tidak merasakan gejala
sama sekali. Bila penderita mengalami diare yang parah akibat kolera perlu segera ditangani,
karena menyebabkan dehidrasi yang berakibat fatal.
Penyebab Kolera, Kolera disebabkan oleh infeksi bakteri Vibrio cholerae. Bakteri
kolera hidup di alam bebas, terutama di lingkungan perairan seperti sungai, danau, atau
sumur. Sumber penyebaran utama bakteri kolera adalah air dan makanan yang terkontaminasi
bakteri kolera.
Bakteri kolera dapat masuk bersama makanan jika makanan tersebut tidak dibersihkan
dan dimasak dengan baik sebelum dimakan. Contoh jenis makanan yang dapat menjadi
sarana penyebaran bakteri kolera adalah:
 Makanan laut seperti kerang dan ikan.
 Sayuran dan buah-buahan.
 Biji-bijian seperti beras dan gandum.
Meskipun di dalam makanan atau minuman yang dikonsumsi sehari-hari terdapat
bakteri kolera, orang yang mengonsumsi makanan tersebut tidak langsung terkena penyakit
kolera. Dibutuhkan bakteri kolera dalam jumlah yang banyak di dalam makanan atau
minuman untuk membuat seseorang terkena penyakit kolera.
Ketika infeksi bakteri kolera terjadi, bakteri akan berkembang biak di dalam usus
kecil. Perkembangbiakan bakteri kolera ini akan mengganggu pencernaan manusia dengan
cara mengganggu penyerapan air dan mineral. Gangguan ini menyebabkan seseorang
mengalami diare, yang menjadi gejala utama penyakit kolera.
Selain beberapa sumber infeksi kolera seperti yang disebutkan di atas, ada juga
beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terjangkit bakteri kolera, yaitu:
 Hidup di lingkungan yang tidak bersih.
 Tinggal serumah dengan penderita kolera.
 Bergolongan darah O.
Perlu diingat, meskipun tinggal serumah dengan penderita kolera dapat meningkatkan
risiko seseorang untuk menderita kolera, penyakit kolera tidak menular dari orang ke orang
secara langsung. Hal ini dikarenakan bakteri kolera tidak dapat masuk ke dalam saluran
pencernaan, kecuali bersama makanan atau air.
Gejala utama penyakit kolera adalah diare. Diare yang terjadi akibat kolera dapat
dikenali dari tinja penderita yang cair dan berwarna pucat keputihan seperti susu atau air
cucian beras. Beberapa penderita kolera mengalami diare parah, berkali-kali, hingga
kehilangan cairan tubuh dengan cepat (dehidrasi).
Selain diare, gejala lain yang dapat dirasakan penderita kolera adalah:
 Mual
 Muntah
 Kram perut
Gejala kolera pada anak-anak seringkali lebih berat dibandingkan dengan dewasa.
Anak-anak yang terkena kolera lebih rentan terkena gula darah rendah (hipoglikemia) yang
bisa menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran.
Pengobatan Kolera, Penanganan utama untuk penderita kolera adalah mencegah
dehidrasi. Dokter akan memberikan larutan oralit untuk mengganti cairan serta ion mineral di
dalam tubuh. Bila penderita terus muntah-muntah sehingga tidak bisa minum, penderita perlu
dirawat dan diberikan cairan infus.
Selain mempertahankan cairan tubuh, dokter dapat memberikan obat-obatan lain
untuk mengatasi kolera, yaitu:
 Obat antibiotik
Untuk mengurangi jumlah bakteri sekaligus mempercepat penyembuhan diare, dokter
akan memberikan antibiotik,
seperti tetracycline, doxycycline, ciprofloxacin, erythromycin, atau azithromycin.
 Suplemen zinc
Zinc (seng) juga sering diberikan untuk mempercepat penyembuhan diare pada anak-
anak.
Pencegahan Kolera, Risiko terjangkit kolera dapat diminimalkan dengan menjaga
kebersihan diri, misalnya dengan rajin mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun,
terutama sebelum makan dan setelah dari toilet. Selain kebersihan diri, kebersihan makanan
dan minuman yang dikonsumsi juga perlu diperhatikan. Caranya adalah dengan:
 Tidak membeli makanan yang tidak terjamin kebersihannya
 Tidak mengonsumsi makanan mentah atau setengah matang
 Hanya menggunakan air untuk memasak yang sudah terjamin kualitasnya
 Tidak mengonsumsi susu segar yang belum diolah
 Minum air mineral botol atau air yang telah dimasak hingga mendidih
 Mencuci bersih sayur dan buah sebelum dimakan
Agar lebih terlindungi dari penyakit ini, Anda bisa menjalani vaksinasi kolera,
terutama bila Anda tinggal di daerah yang banyak kasus kolera. Vaksin kolera diminum 2
kali dengan jarak waktu 7 hari sampai dengan 6 minggu, untuk memberikan perlindungan
selama 2 tahun.
Sumber : https://www.alodokter.com/kolera

34. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii.
Parasit ini dapat ditemukan pada kotoran kucing, sayuran dan buah-buahan yang tidak dicuci
bersih, atau daging yang belum matang. Jika masuk ke dalam tubuh manusia, T. gondii dapat
bertahan pada kondisi tidak aktif. Umumnya, infeksi parasit ini dapat dikendalikan oleh
sistem kekebalan tubuh sehingga tidak menimbulkan gejala. Meski begitu, parasit ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan serius jika terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh
rendah atau ibu hamil. Pada dasarnya, toksoplasmosis tidak dapat menyebar antarmanusia.
Namun, ibu hamil dapat menularkan infeksi ini ke janinnya. Kondisi tersebut bisa
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, cacat pada janin, keguguran, hingga kematian
janin.
Penyebab Toksoplasmosis, Toksoplasmosis terjadi ketika parasit Toxoplasma
gondii masuk ke dalam tubuh manusia. Parasit ini biasanya menetap di dalam otot, otak,
mata, atau otot jantung. Selain masuk ke dalam tubuh manusia, parasit T.gondii juga dapat
menginfeksi hewan, terutama kucing. T.gondii dapat berkembang di lapisan usus kucing dan
bisa keluar bersama kotoran.
Seseorang dapat terserang infeksi T. gondii melalui beberapa cara, yaitu:
 Paparan dari kotoran kucing yang mengandung parasit gondii
 Konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi parasit gondii, terutama
daging yang tidak dimasak dengan matang
 Plasenta ibu hamil, yang menyebarkan infeksi pada janin
 Tranfusi darah atau tranplantasi organ dari donor yang terinfeksi
Faktor risiko Toksoplasmosis, Toksoplasmosis dapat terjadi pada siapa saja. Akan tetapi,
ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang tertular infeksi ini, yaitu:
 Sedang hamil
 Menderita HIV/AIDS
 Mengonsumsi obat kortikosteroid atau imunosupresif jangka panjang
 Sedang menjalani kemoterapi
Gejala Toksoplasmosis, umumnya toksoplasmosis tidak menimbulkan gejala. Namun,
pada beberapa kasus, gejala dapat muncul beberapa minggu atau bulan setelah
parasit T.gondii menyerang tubuh.
Beberapa gejala umum yang dialami penderita toksoplasmosis mirip dengan gejala flu,
yaitu:
 Demam
 Nyeri otot
 Kelelahan
 Sakit tenggorokan
 Pembengkakan kelenjar getah bening
Selain gejala di atas, gejala lain juga dapat muncul berdasarkan kondisi penderita, yaitu:
a. Pada ibu hamil dan bayi baru lahir
Pada ibu hamil, toksoplasmosis dapat menyebabkan janin di dalam kandungan mengalami
gangguan pertumbuhan. Selain itu, tidak menutup kemungkinan keguguran atau kematian
janin bisa terjadi.
Sedangkan, pada bayi baru lahir, toksoplasmosis dapat menimbulkan beberapa gejala berikut:

 Kejang
 Pembesaran organ hati atau limpa
 Penyakit kuning pada bayi
 Ruam kulit
 Kepala tampak lebih kecil (mikrosefalus)

Bayi baru lahir yang terinfeksi parasit T.gondii juga mungkin tidak mengalami gejala apa
pun. Akan tetapi, beberapa gejala dapat timbul seiring bayi bertumbuh besar atau saat
remaja.  Gejala yang dimaksud berupa gangguan pendengaran, gangguan intelektual, atau
infeksi berat pada mata. Ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis juga dapat mengalami
gejala umum toksoplasmosis, seperti demam, nyeri otot, atau kelelahan.
b. Pada penderita gangguan sistem kekebalan tubuh

Gejala toksplasmosis pada penderita gangguan sistem kekebalan tubuh dapat dibagi
berdasarkan tempat infeksi terjadi, yaitu:

 Toksoplasmosis yang menyerang otak (ensefalitis), menyebabkan gejala berupa sulit


bicara, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, pusing, bingung, kejang,
hingga koma
 Toksoplasmosis yang menyebar ke seluruh tubuh, menimbulkan gejala berupa ruam
kulit, demam, menggigil, lemas, dan sesak napas.
c. Pada penderita penyakit mata
Infeksi parasit T.gondii yang menyerang mata dapat menyebabkan penyakit mata,
terutama di bagian retina. Kondisi ini dikenal sebagai retinokoroiditis.
Kondisi ini lebih sering terjadi ketika bayi yang terinfeksi toksoplasmosis tumbuh dewasa.
Namun, pada beberapa kasus, kondisi ini juga bisa terjadi beberapa saat setelah bayi lahir.
Penderita toksoplasmosis dengan kondisi tersebut dapat mengalami beberapa gejala, yaitu:

 Sakit mata
 Sensitif terhadap cahaya
 Robekan pada mata
 Penglihatan kabur
 Kebutaan

Pengobatan Toksoplasmosis, Pada orang yang tidak sedang hamil atau mengalami
gangguan kekebalan tubuh, toksoplasmosis umumnya ringan dan tidak memerlukan
perawatan medis. Namun, pada toksoplasmosis yang sampai menimbulkan gejala, dokter
akan memberikan pengobatan sesuai kondisinya. Berikut adalah penjelasannya:
a. Pasien tanpa gangguan kekebalan tubuh dan tidak hamil

Jika pasien mengalami infeksi toksoplasmosis akut dengan gejala, dokter dapat
meresepkan beberapa obat berikut ini:

 Pyrimethamine, untuk menghambat pertumbuhan gondii dengan cara menghambat


penyerapan asam folat di dalam tubuh
 Leucovorin, untuk mengurangi efek samping pyrimethamine
 Sulfadiazine yang dikombinasikan pyrimethamine, untuk mengobati toksoplasmosis
 Azithromycin, untuk mengatasi toksoplasmosis pada pasien yang alergi terhadap
sulfadiazine
b. Pasien ibu hamil dan bayi

Pada pasien yang sedang hamil, pengobatan akan dilakukan berdasarkan waktu
terjadinya infeksi dan pengaruh infeksi terhadap janin. Pengobatan harus disertai anjuran dan
pengawasan ketat oleh dokter, karena beberapa obat toksoplasmosis bisa menyebabkan cacat
janin. Salah satu obat yang dapat diresepkan oleh dokter adalah spiramycin. Obat ini
diberikan bila infeksi terjadi sebelum usia kehamilan 16 minggu. Apabila infeksi terjadi di
atas usia kehamilan 16 minggu dan janin tertular toksoplasmosis, dokter akan
mempertimbangkan kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin.

Pada bayi baru lahir, dokter akan meresepkan pyrimethamine, sulfadiazine,


dan leucovorin, sampai bayi berusia 1 tahun. Selama pengobatan, dokter akan terus
memantau kondisi kesehatan bayi. Pada pasien wanita yang terinfeksi sebelum hamil, dokter
akan menganjurkan untuk menunda kehamilan, sampai 6 bulan setelah infeksi.

c. Pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh

Pada pasien yang menderita AIDS atau gangguan sistem kekebalan tubuh lain, dokter
dapat memberikan kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin. Pengobatan
diberikan selama 6 minggu atau lebih, tergantung pada gejala dan kondisi kekebalan tubuh
pasien.

Dokter juga dapat memberikan obat clindamycin sebagai alternatif pyrimethamine.


d. Pasien toksoplasmosis pada mata

Selain kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin, dokter juga dapat


memberikan obat kortikosteroid. Tujuannya adalah untuk meredakan peradangan yang terjadi
pada mata.

Pencegahan Toksoplasmosis bisa dicegah dengan menerapkan pola hidup bersih dan
sehat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
 Gunakan sarung tangan saat berkebun atau memegang tanah.
 Hindari mengonsumsi daging mentah atau setengah matang.
 Cucilah tangan sebelum dan sesudah memegang makanan.
 Cucilah semua peralatan dapur dengan bersih setelah memasak daging mentah.
 Cucilah buah dan sayuran sebelum dikonsumsi.
 Hindari mengonsumsi susu dan produk olahan susu yang tidak dipasteurisasi.

Bila Anda memelihara kucing, lakukan langkah-langkah di bawah ini untuk mencegah
toksoplasmosis:

 Jaga kesehatan kucing dengan rutin membawanya untuk divaksinasi.


 Gunakan sarung tangan saat membersihkan tempat kotoran kucing.
 Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun setelah membersihkan tempat kotoran
kucing.
 Jaga kucing agar tetap berada di dalam rumah.
 Berikan kucing makanan kering atau kalengan.
 Hindari memberikan daging mentah untuk kucing.
 Tutuplah bak pasir tempat bermain anak-anak agar tidak digunakan kucing untuk
membuang kotoran.
Sumber : https://www.alodokter.com/toksoplasmosis

35. Disentri Hasiler


Disentri adalah infeksi pada usus yang menyebabkan diare berair disertai darah atau
lendir. Berbeda dengan diare biasa, disentri dapat menyebabkan diare parah sehingga perlu
ditangani di rumah sakit. Disentri disebabkan oleh infeksi bakteri atau parasit. Kondisi ini
sangat menular dan dapat menyebabkan penyakit yang berat. Selain itu, komplikasi yang
dapat muncul akibat disentri tidak terbatas di sistem pencernaan saja, tetapi juga bisa
berdampak luas. Oleh karena itu, penderita disentri harus mendapatkan penanganan yang
tepat sejak dini. Namun, akan lebih baik lagi jika penyebab dan faktor risiko terjadinya
disentri bisa diketahui sehingga penyakit ini bisa dicegah.
Berdasarkan penyebab disentri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
 Disentri bakteri, yaitu disentri yang disebabkan oleh infeksi bakteri
 Disentri ameba, yaitu disentri akibat infeksi parasit ameba
Disentri umumnya terjadi di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, misalnya area
yang kekurangan air bersih dan area dengan sistem pembuangan limbah rumah tangga yang
tidak layak. Penyebaran disentri terjadi akibat kurangnya kesadaran masyarakat untuk
menjaga kebersihan diri, misalnya tidak mencuci tangan setelah dari toilet atau sebelum
makan.
Disentri umumnya berlangsung selama 3–7 hari dan ditandai dengan gejala berikut:
 Diare berisi air, yang bisa disertai darah atau lendir
 Kram perut
 Mual dan muntah
 Demam
Pengobatan Disentri, Tidak semua kasus disentri memerlukan penanganan dari
dokter. Disentri bakteri ringan umumnya bisa sembuh tanpa pengobatan dalam 3–7 hari.
Penanganannya cukup dengan istirahat dan menjaga asupan cairan tubuh. Sementara, disentri
yang parah dapat ditangani dengan obat-obatan untuk meredakan gejala dan membunuh
kuman penyebab infeksi. Pasien juga mungkin perlu dirawat di rumah sakit untuk
mendapatkan cairan yang cukup. Beberapa jenis obat yang digunakan untuk meredakan
gejala adalah bismuth subsalisilat dan paracetamol. Sedangkan, obat untuk membunuh
penyebab infeksi adalah antibiotik, seperti ciprofloxacin dan metronidazole.
Sumber : https://www.alodokter.com/disentri

36. Konjungtivitis (Penyakit Mata Merah)


Salah satu penyakit paling sering menyerang mata adalah penyakit mata merah atau
biasa dikenal dengan istilah konjungtivitis. Penyakit mata merah (konjungtivitis) ini bisa
menyerang siapa saja serta sangat mudah menular. Penyakit mata merah (konjungtivitis)
biasa menyerang pada musim – musim tertentu, khususnya menyerang anak – anak dan
remaja.
Penyakit mata merah atau dalam istilah kedokteran disebut Konjungtivitis adalah
penyakit mata yang disebabkan oleh infeksi menular pada konjungtiva. Konjungtiva adalah
selaput bening pada mata yang menutupi bagian mata berwarna putih serta permukaan mata
dalam pada kelopak mata. Penyakit mata merah (konjungtivitis) disebabkan oleh bakteri atau
virus, sehingga termasuk penyakit menular. Penularan penyakit ini bisa melalui kontak
langsung dengan penderita, misalnya tempat tidur bekas istirahat penderita mata merah
kemudian kita tempati untuk tidur, sehingga secara tidak sengaja akan menularkan virus
penyakit tersebut kepada orang kedua yang menempati kamar tidur tersebut. Atau bisa juga
penularan terjadi melalui barang – barang bekas dipakai penderita penyakit mata merah
(konjungtivitis) seperti handuk, kaca mata atau lainnya. Meski demikian, kontak mata atau
mengobrol tidak akan menyebabkan terjadinya penularan seperti yang disangka sebagian
orang.
Pada beberapa kasus, penyakit mata merah (konjungtivitis) bisa juga disebabkan
karena alergi terhadap sesuatu atau bisa juga disebabkan karena kemasukan suatu benda ke
dalam mata yang mengakibatkan iritasi. Jika terjadinya karena alergi atau disebabkan suatu
benda masuk ke dalam mata, maka penyakit mata merah (konjungtivitis) ini bukan termasuk
penyakit menular. Disebut penyakit mata merah karena bagian mata berwarna putih akan
berubah menjadi merah dikerenakan virus, bakteri, alergi maupun kemasukan suatu benda ke
dalam mata. Beberapa kasus penyakit mata merah (konjungtivitis) memang akan sembuh
meski tidak diobati, tetapi beberapa kasus mata merah (konjungtivitis) lainnya membutuhkan
perawatan dan pengobatan.
Penyakit mata merah (konjungtivitis) pada umumnya dimulai dengan gejala awal
mata memerah serta terasa gatal dan bengkak. Meski tidak sakit, namun sangat mengganggu
seperti terganjal oleh bulu mata atau oleh benda kecil atau partikel kecil dan rasanya sangat
gatal. Selain itu, mata juga mengeluarkan cairan dari mata berwarna putih, kuning ataupun
hijau serta bening. Penyakit mata merah (konjungtivitis) bisa saja hanya menyerang sebagian
mata kanan saja atau bagian kiri saja. Tetapi biasanya konjungtivitis ini menyerang dua –
duanya baik mata sebelah kanan maupun mata sebelah kiri dikarenakan infeksi
menular.Penyakit mata merah, pada umumnya tidak akan berdampak pada penurunan
ketajaman pada penglihatan seseorang.
Cara penanganan bagi penderita mata merah (Konjungtivitis), Meskipun penyakit
mata merah (konjungtivitis) bukan termasuk berbahaya, namun menyepelekan penyakit mata
merah (konjungtivitis) adalah sikap yang sangat gegabah. Karena jika dibiarkan dan tidak
ditangani secara proporsional maka akan menyebabkan peradangan pada kornea mata
sehingga penyembuhannya akan memakan waktu lama. Untuk itu, bila gejala mata merah
(konjungtivitis) mulai timbul, segeralah ke dokter agar mendapat penanganan yang tepat.
Apabila penyebab dari penyakit mata merah (konjungtivitis) adalah bakteri, biasanya sang
dokter akan memberikan obat antibiotik seperti obat tetes mata untuk penderita anak – anak
maupun dewasa. Tetapi jika penderitanya masih bayi, maka biasanya dokter akan
memberikan salep untuk mengatasi penyakit mata merah (konjungtivitis) tersebut. Sedangkan
jika virus sebagai penyebab timbulnya mata merah (konjungtivitis), maka penyakit ini tidak
bisa disembuhkan dengan antibiotik, bahkan belum ada obat penyembuhnya. Biasanya
penderita akan mengalami infeksi sekitar kurang lebih satu hingga dua minggu, kemudian
berangsur – angsur sembuh dengan sendirinya.
Seseorang yang menderita mata merah (konjungtivitis) perlu memperhatikan serta
menjaga kondisinya agar tidak memperparah penyakitnya sehingga mengakibatkan lamanya
proses penyembuhan. Berikut langkah – langkah yang harus diperhatikan agar mata merah
(konjungtivitis) yang dideritanya tidak meluas serta agar lebih efektif dalam masa
pemulihannya :
- Apa bila seseorang mengalami sakit mata merah, usahakanlah tetap birdiam diri di rumah,
banyak istirahat serta jangan dulu beraktifitas agar tidak menularkan penyakitnya kepada
orang lain.
- Lakukanlah pengompresan pada mata yang terkena mata merah tersebut dengan
menggunakan air dingin atau bongkahan es batu agar dapat meredakan pembengkakan mata
- Sedangkan untuk mengurangi rasa gatal pada mata, bisa dengan memercikkan air hangat
pada mata merah tersebut, serta jangan digaruk atau dikucek.
- Cairan yang biasanya keluar dari mata bisa dilap atau dibersihkan dengan lap hangat atau
orang tua bisa saja membersihkannya dengan menggunakan kapas serta air hangat, jika
penderitanya masih anak – anak.
- Segera gunakan salep antibiotik apabila penyakit mata merah (konjungtivitis) tersebut
penyebabnya adalah bakteri.
- Untuk mencegah iritasi lebih parah, bersihkan terlebih dahulu tangan yang akan digunakan
untuk meneteskan obat tetes mata maupun salep antibiotik.
- Hindari penggunaan obat tetes mata atau salep secara bersamaan.
- Bagi orang lain, usahakanlah jangan dulu melakukan kontak langsung dengan penderita
mata merah baik menyentuhnya secara langsung maupun meminjam barang – barang bekas
dipakai penderita, agar tidak tertular penyakitnya.
Sumber : https://kampasiana.blogspot.com/2013/10/matamerah.html

37. SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)


Severe acute respiratory syndrome atau SARS adalah infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh SARS-associated coronavirus (SARS-CoV). Gejala awalnya mirip dengan
influenza, namun dapat memburuk dengan cepat. SARS pertama kali ditemukan di
Guangdong, China, pada tahun 2002 dan baru teridentifikasi di awal tahun 2003. Penyakit ini
kemudian menyebar dengan cepat ke berbagai negara. SARS merupakan penyakit menular.
Penularan SARS terjadi saat seseorang tidak sengaja menghirup percikan air liur yang
dikeluarkan oleh penderita SARS saat bersin atau batuk. Menurut laporan yang dirilis
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003, ada sebanyak 8.098 orang di seluruh
dunia yang terkena SARS dan 774 orang di antaranya meninggal dunia.
Meski disebabkan oleh kelompok virus yang sama dan juga menimbulkan gejala yang mirip,
SARS dan COVID-19 merupakan dua kondisi yang berbeda. Oleh karena itu, jika Anda
mengalami gejala SARS, segera periksakan ke dokter guna memastikan kondisi. Klik tautan
di bawah ini agar Anda dapat diarahkan ke fasilitas kesehatan terdekat:
 Rapid Test Antibodi
 Swab Antigen (Rapid Test Antigen)
 PCR
SARS disebabkan oleh salah satu jenis coronavirus yang dikenal dengan SARS-
associated coronavirus (SARS-CoV). Coronavirus merupakan kelompok virus yang bisa
menginfeksi saluran pernapasan. Saat terinfeksi virus ini, biasanya akan terjadi gangguan
pernapasan mulai dari ringan sampai berat. Para ahli menduga bahwa virus penyebab SARS
berasal dari kelelawar dan luwak. Virus ini kemudian bermutasi menjadi virus baru yang bisa
menular dari hewan ke manusia dan dari manusia ke manusia.
Virus SARS dapat menginfeksi manusia melalui berbagai cara, antara lain:

 Tidak sengaja menghirup percikan ludah penderita SARS yang batuk atau bersin
 Menyentuh mulut, mata, atau hidung dengan tangan yang sudah terpapar percikan
ludah penderita SARS
 Berbagi penggunaan alat makan dan minum dengan penderita SARS
Seseorang juga dapat tertular SARS ketika menyentuh barang yang terkontaminasi
oleh tinja penderita SARS. Penularan ini terjadi bila penderita tidak mencuci tangan dengan
bersih setelah buang air besar. SARS lebih berisiko terjadi pada seseorang yang kontak jarak
dekat dengan penderita, misalnya berada di wilayah yang mengalami wabah SARS, tinggal
satu rumah dengan penderita SARS, atau petugas kesehatan yang merawat penderita SARS.
Gejala SARS biasanya muncul 2–10 hari setelah seseorang terinfeksi virus SARS-
CoV, tapi bisa juga baru muncul 14 hari setelahnya. Gejala infeksi virus ini bisa bervariasi
pada tiap orang, namun secara umum akan muncul gejala berupa:
 Demam
 Batuk
 Sesak napas
 Nafsu makan menurun
 Tubuh mudah lelah
 Menggigil
 Sakit kepala
 Nyeri otot
 Diare
 Mual
 Muntah
Gejala SARS mirip dengan gejala flu, tapi dapat memburuk dengan cepat. Pada
sebagian besar kasus, SARS akan berkembang menjadi pneumonia, yaitu peradangan pada
kantong udara di dalam paru-paru. Kondisi ini juga rentan menyebabkan hipoksia
(kekurangan oksigen di sel dan jaringan tubuh).
Pengobatan SARS bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah penularan SARS
ke orang lain. Sampai saat ini, penelitian untuk menemukan vaksin SARS masih terus
dilakukan. Penderita SARS harus dirawat di rumah sakit dan diisolasi dari pasien lain.
Selama dirawat di rumah sakit, pasien akan diberikan obat-obatan berupa:
 Obat untuk meredakan gejala, seperti obat analgetik-antipiretik, obat batuk, dan obat
untuk meredakan sesak napas
 Obat antivirus untuk menghambat perkembangan virus, seperti lopinavir, ritonavir,
atau remdesivir
 Obat antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri yang terjadi saat penderita SARS
mengalami pneumonia
 Obat kortikosteroid dosis tinggi untuk mengurangi pembengkakan di paru-paru
Selain diberikan obat-obatan, pasien juga akan diberikan oksigen tambahan melalui kanula
(selang) hidung, masker oksigen, atau tabung endotrakeal (ETT).
Pencegahan SARS, Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah SARS,
yaitu:
 Jangan bepergian ke daerah endemik SARS. Jika terpaksa bepergian ke daerah
tersebut, jaga kesehatan, hindari pusat keramaian, gunakan masker, dan ikuti protokol
atau aturan yang diberlakukan di negara tersebut.
 Terapkan hand hygiene. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun. Jika tidak ada,
gunakan hand sanitizer yang mengandung alkohol sebanyak 60–95%.
 Jangan menyentuh mata, hidung, atau mulut sebelum mencuci tangan.
Bila Anda mengalami gejala mirip SARS, lakukan beberapa langkah berikut untuk mencegah
penyebaran SARS ke orang lain:
 Segera ke IGD rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan.
 Hindari kontak jarak dekat dengan orang lain. Beri tahu keluarga atau teman untuk
tidak menjenguk dulu sampai 10 hari setelah gejala hilang.
 Kenakan masker dan sarung tangan, terutama bila ada orang lain di sekitar, untuk
menurunkan risiko penularan ke orang lain.
 Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, lalu segera buang tisu ke
tempat sampah. Bila tidak ada tisu, tutup mulut dan hidung dengan lipat siku, lalu
segera cuci lipat siku dan lengan dengan air dan sabun.
 Jangan berbagi penggunaan alat makan dan minum dengan orang lain, serta cuci
pakaian terpisah dari pakaian orang lain.
 Rutin cuci tangan, terutama setelah menutup mulut dengan tangan saat bersin atau
batuk dan setelah dari toilet.

Sumber : https://www.alodokter.com/sars

38. Leishmaniasis
Leishmaniasis merupakan sebuah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh
parasit Leishmania, Infeksi dapat menyerang seseorang ketika parasit yang sudah lebih dulu
terinfeksi lalat pasir menggigitnya. Ini karena parasit Leishmania bersarang di dalam badan
lalat pasir yang sudah terinfeksi. Orang-orang yang tinggal di negara tropis dan subtropis
umumnya memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit leishmaniasis. Terdapat tiga jenis
leishmaniasis, yaitu cutaneous leishmaniasis, mucocutaneous leishmaniasis, dan visceral
leishmaniasis.
Parasit spesies Leishmania adalah penyebab utama dari penyakit Leishmaniasis yang
umumnya berada di dalam tubuh lalat pasir betina. Jika seseorang tergigit oleh lalat pasir
yang sudah terinfeksi, leishmaniasis pun dapat terjadi. Di lingkungan lembab dan hangat lalat
pasir lebih mudah dijumpai sehingga disebutkan bahwa orang-orang yang tinggal di negara
tropis lebih rentan. Pada waktu-waktu dengan cuaca dan suhu yang hangat, terutama di fajar
dan senja, lalat pasir justru lebih aktif.
Oleh sebab itu, penularan lebih banyak dijumpai pada waktu-waktu tersebut, dari lalat
pasir (terutama lalat pasir betina sebagai tempat berkembang biaknya parasit) ke manusia.
Dan manusia yang sudah terinfeksi sekalipun dapat menularkan ke manusia lainnya.
Penularan dari satu orang yang terinfeksi parasit Leishmania ke orang lain terjadi melalui
transfusi darah, transplantasi organ atau pemakaian jarum Bersama. Pada beberapa kasus,
diketahui bahwa penularan pun dapat terjadi dari manusia ke lalat pasir, lalu kemudian lalat
pasir ke manusia lagi.
Beberapa faktor yang mampu meningkatkan risiko leishmaniasis di antaranya adalah :
a. Faktor Geografis
Walau penyakit leishmaniasis ada di belahan dunia mana pun, tetap sebagian besar
kasus terjadi di Timur Tengah, Mediterania, Asia (terutama Asia Tengah), dan Amerika.
Sementara untuk sebagian kecil kasus leishmaniasis dijumpai di Antartika dan Australia.
Bahkan kasus visceral leishmaniasis sempat merebak tahun 2015 di negara-negara seperti
Sudan, Somalia, Kenya, India, Etiopia, dan Brasil. Maka orang-orang yang tinggal di
wilayah-wilayah tersebut perlu ekstra hati-hati dan melindungi diri karena risiko
leishmaniasis yang lebih tinggi. Sama halnya dengan para wisatawan yang hendak
berkunjung ke wilayah-wilayah tersebut, waspadai risiko leishmaniasis.
b. Faktor Sosial Ekonomi
Kemiskinan adalah salah satu faktor risiko penyakit leishmaniasis menurut WHO
(World Health Organization / Badan Kesehatan Dunia). Hal ini dikarenakan penderita
leishmaniasis mengalami kondisi-kondisi yang berkaitan dengan kemiskinan berikut ini ;
 Kelaparan
 Malnutrisi
 Migrasi besar baik itu karena perubahan iklim dan lingkungan, situasi darurat, perang,
maupun urbanisasi.
 Finansial yang kurang.
c. HIV
Penderita HIV memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah sehingga sangat mudah
terkena leishmaniasis, terutama visceral leishmaniasis. Kasus penderita HIV yang terkena
leishmaniasis jumlahnya cukup banyak di Etiopia.
Pada beberapa orang dengan leishmaniasis berpotensi tidak menunjukkan gejala
apapun. Namun umumnya, gejala leishmaniasis dibagi menurut jenis leishmaniasis yang
dialami oleh penderitanya ;
1) Gejala Cutaneous Leishmaniasis
Gejala utama cutaneous leishmaniasis adalah ulkus atau luka di permukaan kulit
namun tak menimbulkan rasa sakit. Gejala seperti ini tidak selalu timbul pada seseorang yang
terkena gigitan lalat pasir yang sudah terinfeksi, bahkan setelah berbulan-bulan maupun
bertahun-tahun setelah tergigit. Namun umumnya, kemunculan gejala hanya beberapa
minggu saja sejak gigitan lalat pasir.
2) Gejala Mucocutaneous Leishmaniasis
Gejala utama dari mucocutaneous leishmaniasis tidak dapat diduga kapan terjadinya.
Timbulnya gejala bisa saja setahun atau bahkan lima tahun dari sejak kemunculan ulkus.
Tanda bahwa seseorang sedang mengalami mucocutaneous leishmaniasis adalah ulkus yang
dapat muncul pada bibir, hidung atau mulut. Kondisi tersebut berpotensi disertai dengan
keluhan lain seperti sulit bernapas, mimisan, atau hidung berair/tersumbat.
3) Gejala Visceral Leishmaniasis
Gejala umumnya timbul berbulan-bulan setelah seseorang terinfeksi dan berikut ini adalah
gejala visceral leishmaniasis yang perlu diwaspadai :
 Pembesaran liver/hati.
 Pembesaran limpa
 Kelemahan tubuh
 Berat badan turun
 Demam yang bisa sampai berminggu-minggu
 Pembengkakan kelenjar getah bening
 Perdarahan
 Produksi sel-sel darah yang berkurang
 Timbul infeksi lainnya
Gejala leishmaniasis tergantung dari jenis kondisinya, namun kemunculan ulkus pada kulit
adalah tanda utamanya. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan dan riwayat
bepergian, tes darah dan biopsi merupakan metode-metode diagnosa untuk leishmaniasis.
Penanganan utama untuk penderita leishmaniasis adalah pemberian obat antiparasit
untuk membasmi parasit penyebab penyakit ini. Amphotericin B merupakan golongan
antiparasit yang biasanya diresepkan oleh dokter bagi pasien leishmaniasis. Namun
seringkali, dokter harus mengetahui lebih dulu jenis leishmaniasis pasien agar pengobatan
yang diberikan sesuai dengan jenis kondisi.
1) Pengobatan Cutaneous Leishmaniasis
Ulkus pada kulit yang terjadi pada cutaneous leishmaniasis dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa perlu diobati secara medis. Namun bila pun pasien ingin mendapatkan
penanganan medis, maka pemulihan pun akan jauh lebih cepat. Penanganan medis juga
biasanya mengurangi risiko ulkus membekas sekaligus mencegah memburuknya gejala. Jika
kerusakan kulit terjadi pada jenis kondisi leishmaniasis satu ini, maka dokter kemungkinan
akan merekomendasikan operasi plastik untuk membenahi kulit pasien.
2) Pengobatan Mucocutaneous Leishmaniasis
Lesi yang timbul pada jenis kondisi leishmaniasis ini berbeda dari ulkus pada
cutaneous leishmaniasis yang dapat sembuh sendiri. Penanganan sangat diperlukan pada
kondisi ini dan liposomal amphotericin B akan mengatasi gejala mucocutaneous
leishmaniasis. Selain itu, paromomycin juga memiliki efektivitas tinggi untuk kondisi
leishmaniasis jenis ini.
3) Pengobatan Visceral Leishmaniasis
Penyakit leishmaniasis jenis ini membutuhkan penanganan berupa obat-obatan seperti
paromomycin, amphotericin B, miltefosine, atau sodium stibogluconate. Namun tidak semua
obat ini efektif digunakan oleh seluruh pasien visceral leishmaniasis. Hal ini dikarenakan
sodium stibogluconate yang digunakan untuk mengobati pasien di Afrika Timur justru tidak
menunjukkan efektivitas yang sama pada pasien leishmaniasis di India. Pasien di India justru
menggunakan liposomal amphotericin B, termasuk juga paromomycin. Hanya saja di Afrika,
paromomycin harus dikombinasi bersama sodium stibogluconate untuk mengatasi gejala
pasien. Untuk penanganan leishmaniasis di Amerika Selatan, biasanya pentamidine adalah
yang paling sering diresepkan.
Pengobatan leishmaniasis ditentukan dari jenis kondisi pasien, namun umumnya
leishmaniasis diatasi dengan obat antiparasit.
Hingga kini belum tersedia vaksin yang dapat digunakan sebagai langkah pencegahan
penyakit leishmaniasis. Upaya pencegahan paling dianjurkan adalah melindungi diri dari
gigitan lalat pasir. Bila hendak mengunjungi wilayah endemis leishmaniasis atau memang
tinggal di wilayah tersebut, beberapa upaya pencegahan ini patut diperhatikan [13] :
 Mengenakan pakaian lengan panjang dan celana panjang. Jika perl, selipkan pakaian
ke dalam celana. Pakaian tertutup akan menghindarkan dari serangan serta gigitan
lalat pasir.
 Pada bagian kulit yang terekspos seperti ujung kaki dan tangan yang tak tertutupi
pakaian, pastikan untuk mengolesinya dengan obat nyamuk.
 Menyemprotkan insektisida secara rutin di ruangan-ruangan yang lebih sering
digunakan untuk beraktivitas, termasuk juga ruangan untuk tidur.
 Memasang dan menyalakan kipas angin atau AC di dalam ruangan supaya dapat
mengganggu lalat pasir yang terbang.
 Jika tempat tinggal memiliki beberapa lantai, tidur di lantai atas akan menghindarkan
dari serangga karena mereka tak dapat terbang terlalu tinggi.
 Memasang kelambu dan menyelipkannya di kasur agar serangga terbang tak dapat
mengganggu tidur; pastikan juga kelambu sudah disemprot dengan insektisida.
 Menghindari pergi ke luar rumah atau beraktivitas di luar ruangan saat fajar dan senja
tanpa perlindungan tubuh yang lengkap karena lalat pasir umumnya lebih banyak di
waktu-waktu tersebut.
 Memilih kelambu yang lebih rapat untuk dipasang di ruang tidur karena ukuran lalat
pasir lebih kecil bila dibandingkan dengan nyamuk.
Melindungi diri dengan berpakaian tertutup dan memasang kelambu saat tidur terutama jika
tinggal di wilayah endemik atau berkunjung ke wilayah tersebut adalah bentuk pencegahan
leishmaniasis yang dapat dilakukan.
Sumber : https://idnmedis.com/leishmaniasis

39. Demam Kuning


Selain menyebabkan demam berdarah, nyamuk Aedes aegypti juga dapat
menyebabkan penyakit yang disebut demam kuning. Demam kuning atau yellow fever
merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk.
Penyakit ini disebut dengan demam kuning karena menyebabkan kulit dan mata menjadi
berwarna kuning (jaundice).

Demam kuning biasanya ditemukan di wilayah Afrika, Amerika Selatan, Amerika


Tengah, dan Karibia. Penduduk yang tinggal di daerah tersebut dan turis yang mengunjungi
daerah tersebut dapat terserang penyakit ini. Virus penyebab demam kuning dapat
menyebabkan masalah jantung, kerusakan hati dan ginjal. Gejala demam kuning terbagi ke
dalam tiga fase yaitu ;
A) Fase inkubasi
Fase inkubasi berlangsung selama tiga hingga enam hari pertama setelah terinfeksi. Pada
tahap ini, penderita tidak merasakan gejala.

B) Fase Akut
Pada fase ini, muncul beberapa gejala berikut ; Demam, Sakit kepala, Nyeri otot, terutama di
punggung dan lutut, Silau terhadap cahaya, Mual dan muntah Kehilangan nafsu makan,
Pusing Mata, wajah, atau lidah tampak merah. Dalam beberapa hari, gejala-gejala tersebut
akan menghilang.

C) Fase Beracun
Meskipun tanda dan gejala dapat hilang setelah fase akut, tetapi beberapa penderita
memasuki fase toksik dengan beberapa gejala berikut ; Kulit dan bagian putih mata (sklera)
menguning atau jaundice, Sakit atau nyeri perut, Muntah yang terkadang disertai darah, Urine
yang keluar lebih sedikit dari biasanya, Perdarahan dari hidung, mulut, dan mata, Detak
jantung melambat, Gagal hati dan ginjal, Penurunan fungsi otak, seperti delirium, kejang,
bahkan koma.

Penyebab demam kuning, disebabkan oleh virus jenis Flavivirus yang disebarkan oleh
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti membawa virus setelah menggigit manusia
atau monyet yang terinfeksi virus jenis Flavivirus. Virus kemudian memasuki aliran darah
nyamuk dan menetap di kelenjar air liur nyamuk. Ketika nyamuk kembali menggigit monyet
atau manusia lain maka virus akan memasuki aliran darah dan menyebabkan penyakit di
dalam tubuh manusia atau monyet tersebut. Meskipun ditularkan melalui gigitan nyamuk,
tetapi penyakit ini tidak dapat menular dari satu orang ke orang lain.

Faktor risiko, seseorang lebih berisiko mengalami penyakit ini jika bepergian ke
daerah endemik virus penyebab demam kuning, yaitu sub-Sahara Afrika dan Amerika
Selatan. Meskipun tidak ada laporan terbaru mengenai manusia yang terinfeksi pada area
tersebut, bukan berarti seseorang yang mengunjungi atau berada di tempat tersebut bebas dari
risiko. Hal ini mungkin terjadi ketika penduduk setempat telah melakukan vaksinasi agar
terlindung dari penyakit ini. Kondisi ini juga dapat terjadi karena kasus demam kuning yang
mungkin belum terdeteksi dan dilaporkan secara resmi. Seseorang yang berencana
mengunjungi daerah tersebut disarankan untuk melakukan vaksinasi untuk mengurangi risiko
terkena penyakit ini. Siapa pun dapat terinfeksi virus penyebab demam kuning, tetapi orang
dewasa memiliki risiko yang lebih besar terkena penyakit ini dengan kasus yang parah.
tidak ada obat untuk menyembuhkan demam kuning selain sistem imun tubuh
penderita sendiri. Namun, terdapat beberapa penanganan yang dilakukan untuk meredakan
dan mengatasi gejala yang timbul, seperti : Menjaga tekanan darah tetap stabil dengan
memberikan infus cairan, Memberikan tambahan oksigen, Melakukan prosedur transfusi
darah jika mengalami anemia akibat perdarahan, Melakukan prosedur cuci darah jika
mengalami gagal ginjal, dan Memberikan pengobatan lain, seperti antibiotik untuk mengobati
infeksi bakteri.

beberapa tindakan untuk mencegah demam kuning. Pertama, kita bisa lakukan
vaksinasi untuk mencegah demam kuning. Seseorang yang berencana melakukan perjalanan
ke luar negeri atau menetap di negara-negara yang berisiko terkena demam kuning dapat
melakukan vaksinasi untuk mencegah penyakit ini. Satu dosis vaksin demam kuning dapat
memberikan perlindungan setidaknya selama 10 tahun. Terdapat beberapa kategori individu
yang perlu mendapat perhatian khusus sebelum melakukan vaksin demam kuning, meliputi ;
Memiliki sistem kekebalan yang lemah, seperti penderita HIV/AIDS, Mengidap kanker,
Memiliki riwayat melakukan kemoterapi atau penggunaan steroid jangka Panjang, Memiliki
alergi berat terhadap protein telur, Wanita hamil atau menyusui, Berusia di atas 65 tahun, dan
Bayi berusia kurang dari 9 bulan.
Kedua, hindari gigitan nyamuk. Selain melakukan vaksinasi, terdapat beberapa
tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terkena gigitan nyamuk, yaitu ;
Gunakan losion antinyamuk atau obat nyamuk yang mengandung bahan, seperti DEET,
picaridin, IR3535, atau minyak kayu putih, Gunakan pakaian berlengan panjang dan celana
panjang untuk melindungi diri dari gigitan, Gunakan tirai atau kawat nyamuk pada jendela
dan pintu, serta kelambu saat tertidur, Hindari berada di luar ruangan pada pagi dan sore hari.

sumber : https://health.kompas.com/penyakit/read/2021/11/11/180000468/demam-kuning

40. Roseola Infatum


Roseola infantum merupakan kondisi yang bisa dialami oleh bayi berusia 6-12 bulan.
Penyakit menular ini umumnya tidak berbahaya dan dapat disembuhkan sendiri tanpa
pengobatan khusus. Namun, pengobatan tetap diperlukan untuk mencegah komplikasi yang
bisa terjadi. Ruam merah dan demam tinggi pada bayi tidak selalu disebabkan oleh campak
atau rubella . Gejala ini juga dapat ditemukan pada bayi yang terinfeksi roseola infantum ,
penyakit menular yang disebabkan oleh virus herpes. Meski ringan, ibu harus tetap waspada
saat si kecil terkena roseola infantum karena penyakit ini mudah menular ke bayi dan anak.
Roseola infantum disebabkan oleh human herpesvirus (HHV) tipe 6 dan 7 yang
ditularkan melalui percikan lendir atau air liur saat bayi atau anak yang terinfeksi virus ini
batuk dan bersin. Selain itu, roseola infantum juga dapat menular ketika bayi menyentuh
barang-barang yang terkontaminasi.
Saat terkena roseola infantum, bayi akan menunjukkan beberapa gejala berikut:
 Demam
 Ruam muncul di kulit
 Batuk, pilek, dan sakit tenggorokan
 Diare
 Kehilangan selera makan
 Mual atau muntah
 Pembengkakan kelenjar getah bening, biasanya di leher
Demam pada bayi karena roseola infantum biasanya mereda setelah 3-5 hari. Setelah
itu, pada tubuh bayi yang sakit akan muncul ruam merah . Ruam yang disebabkan oleh
roseola infantum biasanya muncul di punggung, perut, atau dada. Terkadang, demam tinggi
akibat roseola infantum dapat menyebabkan bayi mengalami kejang demam . Selain itu, bayi
dengan penyakit ini juga rentan mengalami dehidrasi akibat diare, nafsu makan menurun,
atau tidak mau menyusu.
Bayi yang terinfeksi infantum roseola umumnya dapat sembuh dengan
sendirinya. Namun, gejala yang muncul tak jarang membuat orang tua panik. Meski belum
ada pengobatan khusus untuk penyakit ini, ibu tetap bisa mengatasi gejalanya dan
mempercepat kesembuhan si Kecil dengan cara-cara berikut ini:
1. Pastikan kebutuhan cairan terpenuhi
Mual, muntah, dan diare yang disebabkan oleh roseola infantum, dapat membuat si kecil
kekurangan cairan, sehingga meningkatkan risiko si kecil mengalami dehidrasi . Oleh karena
itu, ibu dianjurkan untuk memberikan si kecil cairan secara teratur, baik berupa ASI , air
mineral, maupun buah-buahan yang banyak mengandung air.
2. Pastikan anak banyak istirahat
Tubuh Si Kecil membutuhkan istirahat yang cukup agar bisa cepat pulih saat sakit. Dengan
istirahat yang cukup, kekebalan tubuh dapat bekerja dengan baik melawan virus herpes
penyebab roseola infantum.
3. Gunakan obat penurun panas jika perlu
Jika suhu tubuh si kecil terlalu tinggi karena demam, ibu juga bisa memberikan obat demam,
seperti parasetamol atau ibuprofen. Gunakan obat sesuai dosis atau anjuran dokter. Agar lebih
aman, Bunda sebaiknya tidak memberikan obat demam aspirin pada Si Kecil, kecuali atas
petunjuk dokter, ya .
4. Mandi dengan air hangat
Agar Si Kecil merasa lebih nyaman saat menurunkan suhu tubuhnya, sebaiknya Bunda tidak
memandikan Si Kecil dengan air dingin. Sebaiknya, mandikan atau usap tubuh si kecil
dengan air hangat.
Umumnya, roseola infantum dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu sekitar 1-2
minggu. Namun, Bunda perlu segera memeriksakan Si Kecil ke dokter, jika mengalami
beberapa gejala berikut ini:
 Demam tinggi hingga suhu tubuh di atas 39 derajat Celcius
 Demam tidak turun setelah 5 hari atau lebih
 Ruam tidak hilang setelah 3 hari
 Sesak napas
 Terlihat sangat lemah dan tidak mau menyusui, makan, atau minum
 Kejang berulang
Roseola infantum jarang menyebabkan komplikasi pada bayi yang sebelumnya
sehat. Namun, penyakit ini bisa berbahaya pada bayi atau anak yang memiliki gangguan
kekebalan tubuh, seperti HIV , penyakit autoimun , dan kanker.
Sampai saat ini, belum ada vaksin yang dapat mencegah infantum roseola sehingga penting
untuk mencegah si kecil dari kontak dengan anak-anak atau orang yang terinfeksi. Jika si
Kecil menunjukkan gejala-gejala infantum roseola yang telah disebutkan di atas, sebaiknya
segera periksakan ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Sumber : https://www.alodokter.com/lindungi-balita-dari-penularan-roseola-infantum

PENYAKIT TIDAK MENULAR


11.
12.Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya kepadatan
tulang secara keseluruhan. Hal ini terjadi akibat ketidakmampuan tubuh mengatur kandungan
mineral dalam tulang dan disertai rusaknya bagian dalam tulang. Tulang pun menjadi keropos
dan rentan mengalami patah tulang. Dibutuhkan waktu yang cukup lama sampai tulang
menjadi keropos. Umumnya, osteoporosis baru diketahui setelah pasien mengalami jatuh atau
berada dalam situasi yang membuat tulangnya retak.
Cedera yang umum terjadi pada penderita osteoporosis adalah:
 Retak tulang pergelangan tangan
 Retak tulang pinggul
 Retak tulang belakang
Namun, keretakan dapat terjadi pada tulang lainnya seperti lengan dan panggul.
Terkadang batuk atau bersin ringan pun bisa menyebabkan retak tulang rusuk atau retak pada
bagian tulang belakang. Osteoporosis sendiri tidak menimbulkan rasa nyeri kecuali jika
kondisi tersebut telah mengakibatkan tulang menjadi retak.
Faktor risiko berkembangnya Osteoporosis, Kebanyakan penderita osteoporosis
adalah wanita. Hasil penelitian pada tahun 2006 lalu menunjukkan sebanyak 23 persen
responden wanita berusia 50-80 tahun dan 54 persen responden wanita berusia 70-80 tahun
mengidap osteoporosis. Penelitian ini dilakukan di Indonesia. Proses pembentukan tulang
bermula sejak embrio berusia 6-7 minggu dan berlangsung sampai usia dewasa. Pada rentang
usia awal 20 tahunan, tulang perlahan-lahan berhenti tumbuh. Namun, massa tulang akan
terus bertambah sampai periode puncak di usia awal 30 tahunan. Selanjutnya massa tulang
akan semakin berkurang yang dimulai sekitar umur 35 tahun. Wanita lebih berisiko terkena
osteoporosis ketimbang pria, terutama jika mengalami menopause dini (sebelum usia 45
tahun). Wanita rentan mengalami penurunan massa tulang pada tahun-tahun pertama setelah
menopause (saat menstruasi berhenti dan ovarium berhenti memproduksi sel telur).
Gejala Osteoporosis, Penyakit Osteoporosis terjadi secara perlahan selama bertahun-
tahun. Kondisi ini umumnya baru bisa diketahui setelah seseorang mengalami keretakan
tulang. Jika Anda memiliki kondisi osteoporosis, kepadatan tulang akan berkurang dan Anda
akan rentan mengalami keretakan tulang. Cedera yang umum dialami oleh penderita penyakit
osteoporosis adalah keretakan tulang pada pergelangan tangan, pinggul, dan tulang belakang.
Dalam kasus osteoporosis yang parah, batuk atau bersin ringan bisa menyebabkan keretakan
tulang rusuk atau tulang belakang.
Osteoporosis umumnya tidak terasa sakit kecuali terjadi keretakan tulang. Jika Anda
mengalami sakit punggung yang berkepanjangan, ini bisa termasuk gejala osteoporosis.
Gejala osteoporosis yang lain bisa dilihat dari postur tubuh bungkuk pada manula. Kondisi
tersebut adalah akibat dari pengeroposan tulang belakang yang membuat tulang punggung
tidak mampu menahan bobot tubuh.
Adapun, penyebab osteoporosis terjadi akibat menurunnya kepadatan tulang. Kondisi
ini dapat terjadi pada siapa pun. Tetapi, ada yang lebih berisiko dan lebih cepat mengalami
kondisi ini dibandingkan yang lain. Masa prima tulang adalah pada saat manusia memasuki
usia dewasa. Dalam periode ini massa tulang sangat padat dan kuat. Kepadatan tulang terus
berlanjut hingga usia akhir 20-an tahun dan mengalami penurunan secara bertahap saat usia
35 tahun. Secara perlahan, tulang menjadi lebih rapuh dari sebelumnya. Semakin bertambah
usia, kepadatan tulang semakin berkurang juga. Hal ini menyebabkan tulang jadi lemah,
keropos, dan rentan retak.
Penyebab Osteoporosis Berdasarkan Jenis Kelamin
 Pada Wanita
Wanita lebih berisiko terkena osteoporosis dibandingkan pria. Penyebab osteoporosis
adalah perubahan hormon yang muncul saat menopause yang berpengaruh langsung terhadap
kepadatan tulang. Hormon esterogen wanita memiliki peran penting dalam kesehatan tulang.
Setelah menopause, kadar esterogen menurun. Hal ini dapat menyebabkan penurunan
kepadatan tulang secara drastis.
Kelompok wanira yang memiliki risiko lebih tinggi terkena osteoporosis, antara lain:
1. Menopause dini (sebelum usia 45 tahun)
2. Melalui proses histerektomi (operasi pengangkatan rahim) sebelum usia 45 tahun,
terutama jika kedua ovarium diangkat
3. Tidak mengalami siklus menstruasi lebih dari enam bulan sebagai akibat dari terlalu
banyak beraktivitas berat atau diet berlebihan
 Pada Pria
Dalam banyak kasus, penyebab osteoporosis pada pria belum diketahui pasti. Namun
ini ada hubungannya dengan hormon testosteron, yang turut andil dalam menjaga kesehatan
tulang. Tubuh pria tetap memproduksi testosteron sampai usia lanjut, namun risiko
osteoporosis tetap ada jika kadar testosteronnya rendah.
Umumnya, kadar testosteron rendah disebabkan karena beberapa hal, antara lain:
 Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti kortikosteroi
 Mengonsumsi minuman keras secara berlebihan
 Kondisi yang menyebabkan kadar testosteron lebih rendah dari kadar normal
(hipogonadisme)
Lalu terdapat Faktor Penyebab Meningkatnya Risiko Osteoporosis, Proses regenerasi
tulang sangat dipengaruhi oleh banyak hormon. Jika memiliki gangguan pada kelenjar
penghasil hormon, maka Anda lebih berisiko terkena osteoporosis.
Beberapa penyakit kelenjar yang bisa memicu osteoporosis:
 Hipertiroidisme (kelenjar tiroid terlalu aktif)
 Kadar hormon esterogen dan testosteron rendah
 Gangguan kelenjar adrenal
 Gangguan kelenjar pituitari
Selain penyakit kelenjar, faktor lain yang dapat meningkatkan risiko terkena osteoporosis
adalah:
 Riwayat orangtua memiliki kondisi osteoporosis serta mengalami keretakan tulang
pinggul
 Indeks Massa Tubuh di bawah atau sama dengan 19
 Menggunakan obat-obatan kortikosteroid (biasa diberikan untuk penderita artritis dan
asma)
 Penderita gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia
 Perokok berat dan sering mengonsumsi minuman keras
 Rheumatoid arthritis
 Malabsorbsi, di mana usus tidak mampu menyerap nutrisi dengan maksimal
 Tidak aktif bergerak dalam jangka waktu lama
 Mengonsumsi obat-obatan untuk menangani kanker payudara atau kanker
prostat yang dapat memengaruhi kadar hormon
Pengobatan Osteoporosis, difokuskan pada peningkatan kepadatan tulang. Selain itu
Anda juga harus berusaha agar tidak jatuh utntuk menekan risiko terjadinya retak tulang.
Beberapa langkah penting yang disarankan untuk penderita osteoporosis, manula, mereka
yang berisiko terhadap osteoporosis:
 Jatuh adalah risiko yang tak terhindarkan saat kita menua. Meski demikian ada
langkah pencegahan agar keretakan tulang bisa dihindari.
 Menerapkan pola hidup sehat dengan rutin berolahraga dan mengonsumsi makanan
bernutrisi seimbang.
 Jika Anda kesulitan berjalan atau menjaga keseimbangan, segera temui dokter. Hal ini
perlu dilakukan agar faktor penyebab jatuh seperti kualitas penglihatan dan kekuatan
otot menurun dapat segera diidentifikasi.
Sumber : https://www.klikdokter.com/penyakit/osteoporosis

13. Reumatik
Reumatik adalah penyakit yang dapat menyebabkan nyeri, kekakuan, dan
pembengkakan pada persendian. Rematik juga dapat menyebabkan rasa sakit pada struktur
tubuh lain seperti otot, tendon, ligamen, dan tulang. Namun penyakit rematik juga bisa
menyerang area tubuh lainnya seperti organ dalam. Beberapa penyakit rematik dapat
memengaruhi jaringan ikat. Penyebab reumatik, secara umum rematik terjadi ketika sistem
kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh sendiri. Dokter masih belum mengetahui pasti
penyebab fenomena ini. Terkadang hal itu terbentuk dalam gen. Faktir lain seperti asap
rokok, polusi, atau sesuatu yang menyebabkan infeksi juga bisa berperan. Penyakit rematik
sendiri lebih banyak menyerang wanita daripada pria.
Gejala umum dari rematik meliputi ; Nyeri sendi, Pembengkakan sendi, Kekakuan
sendi, Kemerahan dan rasa panas di area sendi, Kelelahan, Demam, dan Penurunan berat
badan. Berdasarkan jenisnya, gejala rematik terbagi menjadi ;
a. Gejala rheumatoid arthritis :
- Sendi kaku
- Demam
- Hilangnya nafsu makan.
b. Gejala sindrom Sjogren :
- Mulut kering
- Mata kering, perih, dan teriritasi
- Pembengkakan kelenjar parotid.

c. Gejala ankylosing spondylitis :


- Rasa kaku dan sakit di punggung
- Rasa sakit di sekujur tulang belakang
- Nyeri di bokong dan punggung bagian bawah secara perlahan
- Nyeri di bagian tubuh antara leher dan tulang belikat.
d. Gejala lupus :
- Sensitif terhadap cahaya matahari
- Nyeri dada
- Rambut rontok
- Ruam di sekitar pipi
- Fenomena Raynaud, yakni perubahan pada warna jari-jari tangan atau kaki ketika terpapar
dingin.
e. Gejala artritis psoriasis :
- Pembengkakan dan nyeri jari tangan atau kaki
- Nyeri di tumit atau telapak kaki
- Sakit pinggang
- Peradangan pada mata
- Ruam kemerahan yang tebal dan bersisik pada kulit.

Perawatan rematik ditujukan untuk meredakan gejalanya. Biasanya, dokter akan


meresepkan obat antiinflamasi non steroid (OAINS) untuk meredakan nyeri. Akan tetapi,
dokter akan meresepkan obat yang steroid jika gejalanya berat dan akan dirujuk ke dokter
spesialis reumatologi. Langkah lain untuk membantu perawatan meliputi : Mengelola stress,
Berolahraga secara rutin, Beristirahat yang cukup, dan Menjalani pola makan sehat. Segera
hubungi dokter jika mengalami tanda dan gejala reumatik. Apabila telah didiagnosis
reumatik, terus berkontak dengan dokter secara berkala untuk perawatan

Belum ada kiat untuk mencegah penyakit rematik tertentu, termasuk ankylosing
spondylitis, fibromyalgia, asam urat, radang sendi menular, penyakit Lyme, lupus, radang
sendi psoriatik, dan radang sendi rematik. Namun, dalam beberapa kasus, menghindari atau
mengurangi pemicu tertentu dapat membantu mencegah flare. Untuk lupus, tindakan
antisipasi untuk menghindari pemicu umum, seperti stres, infeksi, obat-obatan tertentu, atau
sinar matahari bisa dilakukan. Melansir CDC, untuk mencegah asam urat, hindari diuretik,
minum alkohol, mengonsumsi makanan dan minuman tinggi fruktosa, atau terlalu banyak
makanan kaya purin (seperti daging merah, otot, kerang atau tuna).
sumber : https://health.kompas.com/penyakit/read/2022/03/07/090300268/rematik

14. Sindrom Iritasi Usus Besar


Sindrom iritasi usus atau Irritable bowel syndrom (IBS) merupakan kelainan iritasi
yang umum terjadi yang mengenai usus besar. Tanda dan gejala yang timbul biasanya
meliputi kram perut, nyeri perut, kembung, dan perubahan pola buang air besar (diare atau
konstipasi). Sindrom iritasi usus adalah keadaan yang kronik yang membutuhkan
penatalaksanaan jangka panjang. Namun, sindrom ini tidak menyebabkan perubahan struktur
jaringan usus ataupun berisiko terjadinya kanker usus besar.
Sindrom iritasi usus memiliki tanda dan gejala yang beragam. Gejala yang sering
muncul adalah:
o Nyeri perut, kram perut, atau kembung yang biasanya akan mereda setelah
buang air besar
o Pengeluaran gas yang berlebih
o Diare atau konstipasi, bahkan keduanya.
o Lendir dalam tinja
Sebagian besar pengidap sindrom iritasi usus mengalami gejala yang hilang timbul dengan
tingkat keparahan beragam dari yang sangat berat hingga hilang sama sekali.
Belum diketahui penyebab pasti dari sindrom iritasi usus. Namun, ada beberapa faktor
yang berperan penting terhadap terjadinya sindrom iritasi usus, yaitu :
o Kontraksi otot usus, kontraksi pada otot dinding usus yang lebih kuat dari
biasanya dapat menyebabkan penumpukan gas, kembung, dan diare.
Sedangkan kontraksi yang lebih lemah dapat menyebabkan makanan menjadi
sulit lewat di usus dan terjadi konstipasi.
o Sistem saraf, abnormalitas saraf pada sistem pencernaan dapat menyebabkan
rasa tidak nyaman pada perut sehingga timbul pembentukan gas berlebih.
o Peradangan pada usus, beberapa orang dengan sindrom iritasi usus
menunjukkan peningkatan sel radang pada usus yang berhubungan dengan
kejadian diare dan nyeri pada perut
o Infeksi berat, sindrom iritasi usus dapat terjadi setelah infeksi berat bakteri
atau virus dari diare yang sebelumnya terjadi.
o Perubahan flora normal di usus, flora normal merupakan bakteri baik yang ada
di usus, ketidakseimbangan jumlah bakteri baik dalam usus dapat
menyebabkan terjadinya sindrom iritasi usus.
Banyak orang kadang merasa memiliki gejala dan tanda dari sindrom iritasi usus.
Beberapa faktor berikut dapat meningkatkan risiko dari sindrom iritasi usus, yaitu:
o Usia muda, sindrom iritasi usus lebih banyak mengenai pada usia di bawah 50
tahun.
o Perempuan lebih banyak mengalami sindrom iritasi usus. Terapi estrogen
sebelum dan setelah menopause dapat meningkatkan risiko sindrom iritasi
usus.
o Riwayat keluarga dengan sindrom iritasi usus, keluarga dengan riwayat
sindrom iritasi usus dapat menurunkan gen yang memiliki sifat yang sama
untuk meningkatkan risiko pada generasi berikutnya.
o Riwayat gangguan jiwa, kecemasan, depresi, stres dan gangguan jiwa lainnya
dapat berhubungan dengan kejadian sindrom iritasi usus.

Mengetahui cara mengatur tingkat stres dapat mengurangi gejala dari sindrom iritasi
usus. Beberapa hal di bawah ini dapat dilakukan untuk mengurangi gejala sindrom iritasi
usus:

o Konseling. Seorang konselor dapat berperan untuk meredakan stres sebagai


salah satu faktor risiko sindrom iritasi usus. Dengan hilangnya stres kesehatan
saluran cerna juga akan ikut terjaga.
o Membatasi konsumsi kopi, teh dan soda.
o Membatasi produk olahan susu atau keju.
o Makan dalam porsi yang kecil tetapi sering.
o Membuat catatan makanan yang dapat memicu sindrom iritasi usus, kemudian
menghindari makanan tersebut.

Hampir seluruh pengidap sindrom iritasi usus dapat disembuhkan, namun tidak setiap
terapi dapat bekerja dengan baik bagi seluruh pengidap. Dokter perlu menemukan rencana
terapi yang baik untuk mengurangi gejala. Banyak hal yang dapat memicu sindrom iritasi
usus seperti makanan tertentu, obat-obatan, makanan yang mengandung gas, dan stres.
Pengidap dapat melakukan perubahan gaya hidup dan minum obat untuk mengurangi gejala.
Pada umumnya sedikit perubahan pada pola makan dan gaya hidup dapat mengurangi gejala
yang timbul. Berikut ini saran untuk dapat mengurangi sindrom iritasi usus, yaitu:

o Menghindari kafein pada kopi dan teh.


o Tambah lebih banyak serat seperti buah-buahan, sayur, dan kacang.
o Minum air putih setidaknya 3-4 gelas sehari.
o Tidak merokok.

Beberapa terapi medis yang dapat diberikan untuk pengidap sindrom iritasi usus:

 Antibiotik, apabila disebabkan oleh ketidakseimbangan jumlah bakteri dalam usus.


 Antispasmodik, dapat menurunkan ketegangan otot usus, sehingga pada usus dengan
kontraksi berlebihan dapat diredakan dengan obat ini.
 Antidepresan, dapat meredakan gejala pada beberapa orang, terutama yang dipicu
oleh stres atau depresi.
 Probiotik, yang merupakan bakteri hidup yang dapat membantu dalam proses
pencernaan di usus.
Sumber : https://www.halodoc.com/kesehatan/sindrom-iritasi-usus

15. Narkolepsi
Narkolepsi adalah gangguan sistem saraf yang menyebabkan rasa kantuk berlebih
pada siang hari serta tertidur secara tiba-tiba tanpa mengenal waktu dan tempat. Tidak hanya
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, kondisi ini juga bisa membahayakan penderitanya.
Narkolepsi dapat disertai dengan gejala lainnya, yang meliputi sleep paralysis, halusinasi, dan
katapleksi, yaitu kelemahan atau kehilangan kendali pada otot wajah, leher, dan lutut.
Narkolepsi yang disertai dengan katapleksi disebut dengan narkolepsi tipe 1, sedangkan yang
tidak disertai dengan katapleksi, disebut dengan narkolepsi tipe 2.
Penyebab narkolepsi belum diketahui secara pasti. Namun, sebagian besar penderita
narkolepsi memiliki kadar hipokretin rendah. Hipokretin adalah zat kimia dalam otak yang
mengendalikan waktu tidur. Penyebab rendahnya hipokretin diduga akibat penyakit
autoimun. Narkolepsi juga diduga dapat disebabkan oleh penyakit yang merusak bagian otak
penghasil hipokretin, seperti :
 Tumor otak
 Cedera kepala
 Ensefalitis
 Multiple sclerosis
Selain penyakit di atas, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
narkolepsi atau memicu timbulnya penyakit autoimun hingga menyebabkan narkolepsi, yaitu:
 Berusia 10–30 tahun
 Perubahan hormon, terutama pada masa pubertas atau menopause
 Stres
 Perubahan pola tidur secara tiba-tiba
 Infeksi, seperti infeksi bakteri streptokokus atau infeksi flu babi
 Kelainan genetik keturunan.
Gejala narkolepsi dapat muncul dalam beberapa minggu atau berkembang secara
perlahan selama bertahun-tahun. Berikut ini adalah gejala narkolepsi yang umumnya terjadi:
 Rasa kantuk yang berlebihan pada siang hari
Penderita narkolepsi selalu mengantuk pada siang hari, sulit untuk tetap terjaga,
dan sulit berkonsentrasi.
 Serangan tidur
Serangan tidur yang menyebabkan penderita narkolepsi tertidur di mana saja dan
kapan saja secara tiba-tiba. Jika narkolepsi tidak terkendali, serangan tidur bisa
berlangsung selama beberapa kali dalam sehari.
 Katapleksi
Katapleksi atau melemahnya otot secara tiba-tiba ditandai dengan tungkai terasa
lemas, penglihatan ganda, kepala lunglai dan rahang turun, serta bicara cadel. Kondisi
ini dapat terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit dan biasanya dipicu
oleh emosi tertentu, seperti terkejut, marah, senang, atau tertawa. Penderita biasanya
mengalami serangan katapleksi 1–2 kali dalam setahun.
 Ketindihan atau sleep paralysis
Kondisi ini terjadi ketika penderita tidak mampu bergerak atau berbicara saat hendak
terbangun atau mulai tertidur.
 Halusinasi
Penderita narkolepsi kadang dapat melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata,
terutama saat akan tidur atau bangun tidur.
Selain gejala umum tersebut, narkolepsi juga dapat disertai gejala lainnya, seperti:
 Gangguan ingatan
 Sakit kepala
 Depresi
 Keinginan untuk makan secara berlebihan
 Kelelahan ekstrem dan kekurangan energi yang terjadi secara terus-menerus
Proses tidur penderita narkolepsi berbeda dengan orang normal. Terdapat dua fase
dalam proses tidur normal, yaitu fase REM (rapid eye movement) dan fase non-REM. Berikut
penjelasannya:
a. Fase non-REM
Fase non-REM terdiri dari tiga tahap yang masing-masing dapat berlangsung selama
5–15 menit. Berikut adalah tahapannya:
 Tahap 1, di mana mata telah tertutup dan tidak mudah untuk dibangunkan.
 Tahap 2, detak jantung melambat dan suhu tubuh menurun. Hal ini menandakan tubuh
bersiap untuk tahap tidur yang lebih nyenyak.
 Tahap 3, tahap di mana seseorang yang tertidur akan lebih sulit untuk dibangunkan.
Jika bangun, ia akan merasa linglung selama beberapa menit.
b. Fase REM
Fase REM terjadi setelah seseorang tertidur selama 90 menit. Pada fase ini, detak
jatung dan napas akan bertambah cepat. Fase REM akan terjadi secara bergantian dengan fase
non-REM. Fase REM tahap pertama biasanya akan terjadi selama 10 menit, dan durasinya
akan terus bertambah pada tahap berikutnya hingga tahap terakhir yang bisa berlangsung
selama 1 jam.  Pada penderita narkolepsi, proses tidur akan langsung memasuki fase REM,
baik saat penderita sedang bersiap untuk tidur atau ketika sedang terbangun dan beraktivitas.
Kondisi ini yang kemudian menyebabkan timbulnya gejala narkolepsi.
Pengobatan Narkolepsi, Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan
narkolepsi sepenuhnya. Tujuan pengobatan hanya untuk mengendalikan gejala, sehingga
aktivitas penderita tidak terganggu. Untuk narkolepsi ringan, pengobatan dapat dilakukan
dengan mengubah pola kebiasaan tidur. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mengurangi rasa kantuk di siang hari dan meningkatkan kualitas tidur di
malam hari :
 Olahraga secara rutin minimal 30 menit setiap hari, dan jangan melakukannya terlalu
dekat dengan waktu tidur. Disarankan untuk berolahraga paling lambat 2 jam sebelum
tidur.
 Hindari konsumsi makanan dengan porsi berat sebelum tidur.
 Usahakan bangun pagi dan tidur malam pada jam yang sama setiap hari.
 Biasakan tidur siang selama 10–15 menit setelah makan siang.
 Jangan konsumsi kafein dan alkohol, serta hindari merokok sebelum tidur.
 Lakukan hal-hal yang dapat merelaksasi pikiran sebelum tidur, seperti membaca atau
mandi air hangat.
 Buat suasana dan suhu kamar senyaman mungkin.
Jika gejala yang muncul cukup parah, penderita perlu diberikan obat-obatan. Obat
yang diberikan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan, usia, riwayat penyakit, kondisi
kesehatan secara menyeluruh, dan efek samping yang mungkin ditimbulkan. Beberapa jenis
obat yang digunakan untuk meredakan gejala narkolepsi meliputi:
 Stimulan, seperti methylphenidate, untuk merangsang sistem saraf pusat sehingga
membantu penderita tetap terjaga pada siang hari
 Obat antidepresan trisiklik, seperti amitriptyline, untuk membantu meredakan gejala
katapleksi
 Antidepresan jenis selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) atau serotonin and
norepinephrine reuptake inhibitor (SNRIs), untuk menekan waktu tidur, meringankan
gejala katapleksi, halusinasi, dan sleep paralysis
 Sodium oxybate, untuk mencegah katapleksi dan meredakan rasa kantuk berlebih di
siang hari
 Pitolisant, untuk membantu melepaskan zat histamin di otak guna meredakan rasa
kantuk di siang hari
Narkolepsi tidak dapat dicegah, tetapi pengobatan secara rutin dapat membantu
mengurangi jumlah serangan tidur yang mungkin terjadi. Selain itu, dengan melakukan cara-
cara yang telah disebutkan di atas untuk meningkatan kualitas tidur, timbulnya gejala
narkolepsi juga bisa dicegah.
Sumber : https://www.alodokter.com/narkolepsi
16. Diabetes Melitus type II
Diabetes adalah penyakit seumur hidup dimana badan seseorang tidak memproduksi
cukup insulin atau tidak dapat menngunakan insuin yang diproduksi dengan baik. Insuin
adalah hormon atau cairan kimia yang menolong mengatur dan mengendalikan fungsi tubuh
tertentu. Insulin dihasilkan oeh pancreas, sebuah kelenjar buntu yang kecil yang tepat berada
di bawah lambung. Di dalam pankreas ini, terdapat sel – sel beta yang khas yang disebut
pulau – pulau Langerhans yang mengeluarkan insulin langsung ke aliran darah. Di sana
insulin mengendalikan jumlah glukosa di dalam darah. Glukosa sebenarnya adalah gula. Bila
tubuh mencerna makanan yang dimakan, hidrat arang ( karbohidrat ), demikian juga dengan
protein dan lemak akan di ubah menjadi glukosa. Glukosa adalah sumber energi ( tenaga ),
bahan baker tubuh. Dan glukosa adalah makanan bagi berbagai sel di dalam tubuh.
Jika tubuh tidak memiliki insulin, maka tidak ada cara untuk mengendalikan glukosa
di dalam darah, maka seseorang berada pada kesusahan besar. Semua glukosa dari makanan
akan di tinggal di dalam darah, dan kadar gula darah akan sangat tinggi sehabis makan, dan
seseorang itu akan merasa sangat sakit. Bahkan seseorang itu bisa tidak sadarkan diri. Tubuh
tak mampu mengatasi gula yang berlebihan di dalam darah seperti itu dalam suatu ketika
terjadilah apa yang disebut “ hiperglekimia ” ( kadar gula darah yang tinngi ). Tubuh manusia
telah diciptakan dengan kesanggupan menghasilkan insulin untuk mengendalikan jumlah
glukosa dalam darah. Ada paling sedikit tiga fungsi peting insulin. Pertama, pada waku
pencernaan menolong mengubah kelebihan glukosa menjadi glukogen yang akan disimpan di
hati ( lever ) dan otot. Barang kali 50 – 60 % glukosa dari makanan langsung disimpan.
Tanggung jawab penting lainnya ialah memberi pada sel tubuh untuk mengambil glukosa
menjadi makanan dan energi mereka. Insulin juga membantu metabolisme ( penngunaan )
lemak tubuh. Tanpa insulin, atau oleh karena suatu alasan, insulin tak bekerja secara
sempurna, sel – sel tak dapat menggunakan glukosa yang mereka perlukan.
Tipe II Diabetes yang Tidak Bergantung Pada Insulin. ( NIDDM ).
Sangat sering terjadi diabetes tipe II ini menyerang orang dewasa yang mengalami
kelebihan berat badan yang telah berumur 40 tahun lebih. Di dalam diabetes tipe II ini
kelenjar pancreas masih memproduksi insulin, NIDDM relative lebih sering pada populasi
yang berkecukupan secara ekonomi, penyakit dapat berlangsung dalam bentuk subklinis
dalam waktu yang lama sebelum terdiagnosa, onset dapat dipicu oleh kehamilan, obat –
obatan dan penyakit tertentu. Faktor Penyebab tipe II Diabetes yaitu factor keturunan,
Dengan diabetes tipe II ini mempunyai kecendrungan keturunan yang sangat kuat
untuk mendapatkan penyakit ini. Jika anda mempunyai seseorang angota keluarga yang
menderita penyakit diabetes, kemungkinan anda mendapat diabetes adalah mencapai dua kali
lebih tinggi dari orang – orang biasa yang tidak memiliki keluarga yang menderita diabetes.
Jika anda memiliki dua orang anggota keluarga yang menderita penyakit diabetes, anda akan
mempunyai kemungkinan empat kali lebih tinggi mendapa diabetes. Para ilmu pengetahuan
telah menemukan gen yang cacat atau rusak yang mungkin menjadi penyebab dari 10 – 20 %
dari kasus diabetes. Penelitian menyatakan bahwa dengan kecacatan genetika ini, tubuh bisa
memproduksi insulin pada mulannya untuk menjaga fungsi – fungsi tubuh berjalan dengan
baik. Namun demikian, faktor – faktor lingkungan atau tekanan berat pada badan seperti
kehamilan atau penyakit bisa membuat tubuh menjadi tidak sanngup untuk menanggulangi
glukosa yang diterimannya, dan mengakibatkan diabetes.
Adapun tanda – tanda dan gejala tipe II ialah ;
• Biasanya terjadi diam – diam dan pelan – pelan
• Gatal – gatal pada daerah kemaluan.
• Luka atau goresan lama sembuh
• Sering lambat sembuh infeksi tak jelas penyebabnya pada kulit, gusi dan lainnya.
• Rasa nyeri, pegal dan rasa ditusuk – tusuk pada tungkai dan kaki
• Pengihatan kabur
• Mual dan muntah
Terdapat cara mengobati untuk diabetes, dengan Diet untuk penderita diabetes tipe II
a. Mengendalikan berat badan
b. Makanlah lebih sedikit kalori
c. Jangan makan diantara makan yang ditetapkan
d. Hindari makan yang berlebihan.
Beberapa dari obat diabetes sesungguhnya dapat menimbulkan reksi hiplogikemia,
jika obat itu di pakai dengan alcohol, obat yang mengandung anabalic esteroid atau bereaksi
kepada obat diabetes termasuk ke beberapa golongan steroid. Sebagian dari obat untuk
diabetes mengakibatkan sakit kepala dan muka merah jika penderita minum – minuman
berakohol., mual – mual dan bagi wanita hamil tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi
obat diabetes karena dapat menyebabkan terhadap bayi.
Terdapat cara pencegahan, Secara umum tidak ada upaya perventif primer yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit Diabetes Mellitus.
Preventif sekunder dilakukan dengan :
1. Skrining
- Skrining dengan menggunakan : tes urine, kadar gula darah puasa dan GTT
- Skrining di rekomendasikan untuk orang – orang yang memiliki keluarga diabetes, kadar
glucose abnormal pada saat hamil, mempunyai gangguan vaskuler, dan orang – orang yang
mempunyai berat badan lebih atau gemuk.
2. Pengbatan untuk penderita – penderita yang asimptomatik dengan kadar gula yang
abnormal.
- Penyakit DM tidak dapat di cegah
- Tapi kompikasi sekunder seperti nefropathy dan neuropathy dapat dicegah.
3. Modifikasi dari faktor – faktor resiko penyakit kardiovaskuler
- Menjaga berat badan, tekanan darah, kadar kolesterol
- Berhenti merokok
4. Bantuan penyuluhan kesehatan dengan :
- Buku – buku pedoman untuk diet, pengobatan, tes urine, monitoring dan tanda – tanda vital.
- Petugas kesehatan atau relawan yang melakukan kunjungan kepada penderita.
Sumber : https://riskaputrifitriani.blogspot.com/

17. Penyakit Celiac


Penyakit celiac adalah penyakit autoimun yang gejalanya muncul akibat
mengonsumsi makanan yang mengandung gluten. Penyakit celiac bisa menyebabkan keluhan
pada sistem pencernaan dan dapat menimbulkan komplikasi serius jika tidak diobati. Gluten
adalah jenis protein yang dapat ditemukan di makanan tertentu, seperti roti, pasta, sereal, dan
biskuit. Protein ini berfungsi membuat adonan roti atau makanan menjadi elastis dan kenyal.
Gluten umumnya aman untuk dikonsumsi. Namun, pada penderita penyakit celiac,
sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap gluten. Reaksi tersebut akan
menyebabkan peradangan yang lama-kelamaan dapat merusak lapisan usus halus dan
menganggu proses penyerapan nutrisi.
Penyakit celiac terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi tidak normal terhadap
gliadin, yaitu komponen protein yang terkandung di dalam gluten. Sistem imun tubuh
penderita menganggap gliadin sebagai ancaman dan memproduksi antibodi untuk
melawannya. Antibodi itulah yang menyebabkan peradangan pada usus dan mengganggu
proses pencernaan. Belum diketahui apa yang menyebabkan kondisi ini terjadi. Akan tetapi,
ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit celiac,
yaitu :
 Memiliki keluarga dengan riwayat penyakit celiac atau dermatitis herpetiformis
 Menderita diabetes tipe 1, penyakit Addison, sindrom Turner, sindrom
Down, sindrom Sjogren, penyakit kelenjar tiroid, epilepsi, atau kolitis ulseratif
 Pernah mengalami infeksi sistem pencernaan (seperti infeksi rotavirus) saat masa
kanak-kanak
Pada beberapa kasus, penyakit celiac dapat menjadi aktif pada pasien yang hamil, baru saja
melahirkan, menjalani bedah, menderita infeksi virus, atau mengalami masalah emosional
yang berat.
Adapun gejala penyakit celiac, dapat berbeda pada anak-anak dan orang dewasa. Pada
anak-anak, gejalanya antara lain:
 Diare kronis
 Sembelit
 Perut kembung
 Mual dan muntah
 Sakit perut
 Tinja berbau tidak sedap, berminyak, dan terlihat pucat
 Penurunan berat badan atau berat badan sulit naik
Gejala penyakit celiac pada orang dewasa juga dapat berupa gangguan pencernaan,
seperti diare, mual dan muntah, nyeri perut, dan perut kembung. Namun, kebanyakan orang
dewasa dengan penyakit celiac juga mengalami gejala di luar sistem pencernaan, seperti :
 Nyeri sendi
 Sariawan
 Anemia defisiensi besi
 Sakit kepala
 Pengeroposan tulang (osteoporosis)
 Tubuh mudah lelah
 Kerusakan pada enamel gigi
 Menstruasi tidak teratur
 Kesemutan dan mati rasa di jari tangan dan kaki (neuropati perifer)
 Keguguran atau sulit mendapatkan keturunan
 Kejang
Penyakit celiac juga dapat menyebabkan dermatitis herpetiformis, yang ditandai
dengan keluhan ruam kulit yang disertai lepuh dan gatal. Ruam umumnya muncul di area
siku, lutut, bokong dan kulit kepala, tetapi juga dapat menyerang bagian tubuh lain. Meski
kondisi ini juga terjadi akibat reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap gluten, penderita
penyakit celiac yang terserang dermatitis herpetiformis umumnya tidak mengalami keluhan
pada sistem pencernaan. Diperkirakan, ada 15–25% penderita penyakit celiac yang
mengalami dermatitis herpetiformis.
Pengobatan penyakit celiac, Cara utama dalam mengatasi penyakit celiac adalah
dengan menghindari makanan atau bahan apa pun yang mengandung gluten. Selain pada
makanan, gluten juga terdapat pada obat-obatan, vitamin, bahkan lipstik. Cara ini harus
dilakukan seumur hidup guna mencegah terjadinya komplikasi. Dengan diet bebas gluten,
pasien akan terhindar dari kerusakan dinding usus dan gejala terkait pencernaan, seperti diare
dan nyeri perut. Beberapa makanan alami bebas gluten yang dapat dikonsumsi adalah :
 Nasi
 Daging
 Ikan
 Kentang
 Buah-buahan
 Sayuran
 Susu dan produk turunannya
Selain jenis makanan di atas, ada juga jenis tepung yang bebas gluten, seperti tepung
beras, tepung kedelai, tepung jagung, dan tepung kentang. Pada pasien anak-anak, diet bebas
gluten selama 3–6 bulan dapat menyembuhkan usus yang rusak. Namun, pada pasien dewasa,
penyembuhan mungkin membutuhkan waktu sampai beberapa tahun. Selain diet bebas
gluten, terapi tambahan juga dapat diperlukan untuk mengatasi gejala dan mencegah
komplikasi. Terapi tersebut antara lain :
Vaksinasi
Pada beberapa kasus, penyakit celiac dapat menganggu kerja limpa, sehingga pasien
rentan terserang infeksi. Oleh sebab itu, pasien membutuhkan vaksinasi tambahan untuk
mencegah infeksi, seperti:
 Vaksin influenza
 Vaksin Haemophillus influenza type B
 Vaksin meningitis C
 Vaksin Pneumokokus
Suplemen vitamin dan mineral
Jika pasien dinilai mengalami anemia dan malnutrisi yang cukup berat, atau jika pola
makan pasien belum bisa menjamin kecukupan gizinya, dokter akan memberikan suplemen
agar pasien mendapatkan semua nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Suplemen yang dapat
diberikan oleh dokter antara lain:
 Asam folat
 Tembaga
 Vitamin B12
 Vitamin D
 Vitamin K
 Zat besi
 Zinc
Kortikosteroid
Dokter akan meresepkan kortikosteroid pada pasien yang ususnya sudah rusak parah.
Selain untuk mengontrol peradangan, kortikosteroid juga berguna untuk meredakan gejala
selama proses penyembuhan usus.
Dapsone
Dapsone diberikan pada pasien penyakit celiac yang mengalami gejala dermatitis
herpetiformis. Obat ini berfungsi untuk mempercepat proses penyembuhan, tetapi mungkin
butuh waktu sampai 2 tahun agar gejala dermatitis herpetiformis dapat terkontrol. Dokter
umumnya memberikan dapsone dalam dosis kecil, untuk mencegah efek samping seperti
sakit kepala dan depresi. Dokter juga akan menyarankan pasien menjalani tes darah secara
berkala untuk memeriksa kemungkinan efek samping.
Penyakit celiac tidak dapat dicegah. Namun, kemunculan gejalanya dapat dicegah
dengan menghindari makanan yang mengandung gluten, seperti:
 Roti
 Biskuit
 Gandum
 Kue
 Pai
 Pasta
 Sereal.
Sumber : https://www.alodokter.com/penyakit-celiac

18. Kanker Serviks


Kanker serviks adalah pertumbuhan sel tak terkendali (kanker) yang terjadi pada leher
rahim. Leher rahim atau serviks merupakan bagian dari saluran reproduksi wanita yang
menghubungkan vagina dengan rahim atau uterus. Semua wanita berisiko menderita kanker
ini. Namun, wanita yang aktif secara seksual cenderung lebih terpengaruh. Pada tahap awal,
kanker serviks biasanya tidak menimbulkan gejala yang mudah dikenali. Gejala paling umum
kanker serviks adalah perdarahan yang tidak normal. Misalnya perdarahan setelah
berhubungan seks, di luar siklus menstruasi, atau setelah menopause. Meski demikian, Anda
belum tentu menderita kanker serviks apabila terjadi perdarahan. Untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat, sebaiknya Anda berkonsultasi pada dokter. Jika dicurigai terdapat
kanker serviks, Anda akan dirujuk ke dokter spesialis.
Penyebab kanker serviks, Awalnya, sel sehat mengalami mutasi genetik yang
mengubah sel normal menjadi abnormal. Sel kanker tumbuh dan berkembang tanpa
terkendali. Kanker serviks adalah penyakit di mana pertumbuhan sel tak terkendali terjadi
pada leher rahim. Sel kanker yang muncul kemudian menyerang jaringan di sekitarnya. Sel
kanker dapat melepaskan diri dari lokasi awal dan menyebar ke bagian tubuh lainnya. Proses
ini disebut sebagai metastasis.
Gejala kanker serviks tidak selalu terlihat jelas, bahkan mungkin gejala-gejala tidak
muncul sama sekali sampai kanker memasuki stadium akhir. Ini sebabnya pap smear perlu
dilakukan untuk mendeteksi sel abnormal dan mencegah perkembangannya menjadi kanker
serviks. Flek atau perdarahan tidak normal dari vagina adalah gejala yang paling mudah
dikenali sebagai gejala kanker serviks. Biasanya perdarahan terjadi setelah berhubungan seks,
di luar masa menstruasi, atau setelah menopause. Segera periksakan diri ke dokter jika
pendarahan yang tidak normal terjadi lebih dari satu kali. Selain pendarahan yang abnormal,
gejala lain yang mungkin muncul adalah:
 Rasa sakit dan tidak nyaman saat berhubungan seksual
 Cairan yang keluar dari vagina beraroma aneh, berwarna tidak wajar atau
mengandung darah
Gejala kanker serviks stadium lanjut, dimana kanker serviks stadium 4 akan menyebar ke luar
dari leher rahim menuju jaringan dan organ sekitarnya. Pada tahap ini, gejala yang dialami
akan berbeda, contohnya:

 Sembelit
 Ada darah dalam urine
 Terjadi pembengkakan pada salah satu kaki
 Nyeri pada tulang
 Hilang nafsu makan
 Rasa nyeri pada perut bagian bawah dan panggul
 Kelelahan
 Rasa nyeri pada punggung atau pinggang yang disebabkan oleh pembengkakan ginjal.
Kondisi ini disebut sebagai hidronefrosis.

a. HPV atau Human papillomavirus


Hampir semua kasus kanker serviks disebabkan oleh human papillomavirus atau
HPV. HPV adalah sekumpulan grup virus yang menginfeksi manusia pada sel epitel kulit dan
membran mukosa (salah satunya adalah daerah kelamin). Hingga saat ini hampir seratus tipe
HPV berhasil diidentifikasi.Sebagian besar jenis HPV tidak berbahaya. Namun, ada beberapa
jenis HPV yang diketahui dapat mengganggu sel-sel leher rahim untuk bisa berfungsi secara
normal dan akhirnya bisa memicu kanker, yaitu HPV 16 dan 18.

Virus HPV sangat umum ditularkan melalui hubungan seksual dengan adanya kontak
langsung antara kelamin yang disertai pertukaran cairan tubuh. Beberapa jenis HPV tidak
menimbulkan gejala yang jelas, dan infeksi bisa hilang tanpa penanganan medis. Infeksi HPV
belum ada obatnya.Virus HPV sendiri bisa menetap di dalam tubuh dengan atau tanpa
penanganan. Untuk wanita pada umumnya dianjurkan untuk mendapat vaksinasi HPV
sebagai langkah pencegahan tertularnya jenis virus yang menyebabkan kanker.

Terdapat stadium kanker dapat ditentukan sebagai penanda seberapa jauh kanker telah
menyebar. Semakin tinggi stadium, semakin luas penyebaran kankernya. Berikut adalah
stadium kanker serviks:

 Stadium 0: stadium prakanker. Tidak ada sel kanker dalam serviks, tapi ada
perubahan biologis yang berpotensi memicu kanker di kemudian hari. Tahap ini
disebut sebagai cervical intraepithelial neoplasia (CIN) atau carcinoma in situ (CIS).
 Stadium 1: kanker masih berada di dalam serviks dan belum ada penyebaran.
 Stadium 2: kanker sudah menyebar ke luar serviks dan di jaringan sekitarnya. Tapi
belum mencapai dinding panggul atau bagian bawah vagina.
 Stadium 3: kanker sudah menyebar ke ke bagian bawah vaginadan/ataudinding
panggul.
 Stadium 4: kanker sudah menyebar ke usus, kandung kemih, atau organ lain, seperti
paru-paru.

Pemilihan metode pengobatan kanker serviks bergantung pada beberapa faktor, misalnya:

 Stadium kanker
 Jenis kanker
 Usia pasien
 Kondisi medis lain yang mungkin sedang dihadapi

Pengobatan kanker serviks berdasarkan stadium dibagi menjadi dua. Pertama, operasi
pengangkatan sebagian atau seluruh organ rahim, radioterapi, atau kombinasi keduanya.
Kedua, penanganan kanker serviks stadium akhir, yaitu radioterapi dan/atau kemoterapi.
Kadang operasi juga perlu dilakukan.
Pengangkatan Sel-Sel Prakanker

Penanganan sel prakanker dibutuhkan apabila hasil pap smear memerlihatkan adanya
perubahan biologis yang berpotensi menjadi kanker di kemudian hari.

 Terapi laser: pemakaian laser untuk membakar sel-sel abnormal.


 Biopsi kerucut: yaitu pengangkatan wilayah tempat jaringan yang abnormal melalui
prosedur operasi.
 Large loop excision of transformation zone(LLETZ): sel-sel abnormal dipotong
memakai kawat tipis dan arus listrik.

Operasi Pengangkatan Kanker Serviks

Ada tiga prosedur operasi pengangkatan kanker serviks:

 Radical tracheletomy
Prosedur ini bertujuan mengangkat serviks, jaringan sekitarnya, dan bagian atas dari
vagina, tanpa mengangkat rahim.
 Histerektomi
Prosedur ini adalah operasi pengangkatan rahim.Biasanya dilakukan untuk kanker
serviks stadium awal.Ada dua jenis operasi histerektomi:
 Histerektomi sederhana.Prosedur di mana yang akan diangkat adalah leher rahim dan
rahim. Pada beberapa kasus, ovarium dan tuba falopi bisa juga turut diangkat.
Prosedur ini bisa dilakukan untuk kanker serviks stadium awal.
 Histerektomi radikal.Proses pengangkatan leher rahim, rahim, jaringan di sekitarnya,
nodus limfa, ovarium, dan tuba falopi.
Efek samping jangka pendek dari operasi histerektomi misalnya perdarahan, infeksi,
risiko cedera pada kandung kemih, ureter, dan rektum serta penggumpalan darah.

Sedangkan komplikasi jangka panjangnya, meliputi pembengkakan pada lengan dan


kaki karena penumpukan cairan. Komplikasi lainnya adalah roduksi cairan vagina akan
berkurang dan menyebabkan hubungan seksual bisa terasa tidak nyaman

 Pelvic exenteration
Prosedur operasi besar yang dilakukan untuk mengangkat leher rahim, jaringan
sekitarnya serta bagian atas vagina. Namun, rahim tidak ikut diangkat.

Penanganan dengan Radioterapi

Pada kanker serviks stadium akhir, radioterapi akan dikombinasikan dengan


kemoterapi untuk mengendalikan pendarahan dan rasa nyeri.
Prosedur radioterapi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

 Eksternal. Mesin radioterapi akan menembakkan gelombang energi tinggi ke bagian


panggul pasien untuk menghancurkan sel kanker.
 Internal. Implan radioaktif akan dimasukkan di dalam vagina dan leher rahim pasien.
Radioterapi tidak hanya menghancurkan sel-sel kanker tetapi seringkali juga
menghancurkan jaringan yang sehat. Efek samping prosedur ini antara lain:
 Perdarahan dari vagina dan rektum
 Diare
 Mual
 Merusak kandung kemih sehingga pasien kehilangan kontrol buang air besar dan kecil
 Merusak ovarium, berakibat pada menopause
 Perih pada kulit panggul

Pengobatan dengan Kemoterapi

Kemoterapi dilakukan untuk memperlambat penyebaran dan mengurangi gejala yang


muncul. Kemoterapi memakai obat-obatan yang berfungsi untuk menghancurkan sel kanker.
Pengobatan ini memberi dampak pada seluruh tubuh. Obat kanker serviks yang digunakan
dalam kemoterapi akan menghancurkan sel yang tumbuh dengan cepat, terutama sel kanker.
Sayangnya, sel sehat yang tumbuh dengan cepat juga terpengaruh. Kemoterapi bisa dilakukan
dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi obat-obatan. Pengobatan kemoterapi
diberikan melalui infus pada pasien rawat jalan. Pasien diperbolehkan pulang setelah
menerima pengobatan sesuai dosis.

Pasien yang menjalani pengobatan dengan kemoterapi harus melakukan tes darah
rutin. Ini dilakukan untuk memeriksa kesehatan ginjal, karena beberapa obat-obatan
kemoterapi bisa merusak ginjal. Efek samping yang paling sering terjadi setelah kemoterapi,
antara lain:

 Mengalami sariawan
 Hilang nafsu makan
 Merasakan kelelahan
 Mual dan muntah.
 Rambut rontok

Penggunaan kondom dapat melindungi Anda dari HPV saat berhubungan seks. Meski
demikian, hal ini tidak selalu efektif mencegah terjadinya infeksi. Saat terinfeksi HPV, sistem
kekebalan tubuh mencegah virus untuk melukai rahim. Namun pada sebagian wanita, virus
bisa menetap selama bertahun-tahun. Hal ini mengakibatkan sel-sel yang berada di
permukaan leher rahim berubah menjadi sel kanker. Vaksin untuk mencegah infeksi HPV
yang berisiko kanker sudah tersedia. Vaksinasi HPV yang saat ini tersedia adalah vaksin
bivalen untuk HPV 16 dan 18; vaksin kuadrivalen untuk HPV 6, 11, 16 dan 18; atau vaksin
nonavalen untuk 9 jenis HPV yaitu 4 jenis ditambah 31,33, 45, 52, dan 58.

Pencegahan kanker serviks, dapat melakukan Screening serviks atau pap smear
dianjurkan untuk dilakukan karena dapat mendeteksi dini kelainan pada perubahan sel di
dalam serviks, yang bisa berpotensi menyebabkan kanker serviks. Saat melakukan pap smear,
sampel sel diambil dari leher rahim dan diperiksa di bawah mikroskop. Risiko terkena kanker
serviks dapat ditekan dengan menjalani pengobatan ketika sel-sel masih dalam tahap pra-
kanker. Namun perlu dimengerti bahwa screening serviks bukanlah tes untuk mendiagnosis
kanker serviks melainkan untuk mendeteksi sel yang abnormal.

Perubahan sel tidak selalu berujung pada kanker. Sel yang abnormal masih bisa
kembali normal dengan sendirinya. Pada kasus tertentu, sel yang bersifat abnormal perlu
diangkat karena berpotensi menjadi kanker. Untuk wanita usia 21-29 tahun dianjurkan
menjalani pap smear tiap 3 tahun. Sedangkan pada wanita usia 30-64 tahun, kombinasi pap
smear dan tes HPV DNA dapat dilakukan tiap 5 tahun, atau bisa juga dengan menjalani
masing-masing tes secara terpisah tiap 3 tahun. Pada wanita usia 65 tahun ke atas, mintalah
saran dokter mengenai perlunya menjalani pemeriksaan pap smear. Bila Anda adalah wanita
yang aktif secara seksual dan berusia diatas 21 tahun serta memiliki risiko besar penyakit
menular seksual, Anda disarankan untuk melakukan tes untuk penyakit-penyakit seperti
klamidia, gonorhea, dan sifilis setiap tahunnya. Bila perlu lakukan tes HIV setiap tahunnya.

Tanyakan pada dokter yang menangani Anda mengenai vaksin HPV (human
papilloma virus). Mendapatkan vaksin HPV dapat membantu Anda mencegah infeksi HPV
yang juga dapat mengurangi risiko Anda terkena kanker serviks dan penyakit kanker lain
yang berhubungan dengan HPV. Cegah kanker serviks dengan melakukan berhubungan seks
dengan aman. Kurangi risiko kanker serviks dengan mengambil langkah pencegahan infeksi
menular seksual, seperti menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks dan membatasi
jumlah pasangan seksual yang Anda miliki. Jangan merokok, baik rokok konvesional ataupun
rokok elektrik, dan minum alkohol. Merokok dan minum alkohol dapat meningkatkan risiko
Anda terkena kanker serviks berkali-kali lipat. Merokok juga dapat menyebabkan Anda
terkena kanker lain seperti kanker sel skuamosa. Tingkatkan daya tubuh Anda dengan
mengonsumsi makanan yang penuh nutrisi, istirahat yang cukup, dan berolahraga dengan
intensitas sedang agar tubuh Anda juga menjadi lebih bugar.

Sumber : https://www.klikdokter.com/penyakit/kanker-serviks

19. Gagal Ginjal Kronis


Gagal ginjal kronis adalah kondisi ketika fungsi ginjal menurun secara bertahap
akibat kerusakan jaringan ginjal. Secara medis, gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai
penurunan laju penyaringan ginjal selama 3 bulan atau lebih. Fungsi utama ginjal adalah
menyaring limbah (zat sisa metabolisme tubuh) dan kelebihan cairan dari darah untuk
dibuang melalui urine. Setiap hari, kedua ginjal menyaring sekitar 120–150 liter darah dan
menghasilkan sekitar 1–2 liter urine.
Di dalam ginjal, terdapat unit penyaring bernama nefron yang terdiri dari glomerulus
dan tubulus. Glomerulus menyaring cairan dan limbah untuk dikeluarkan, tetapi mencegah
sel darah dan protein darah keluar dari tubuh. Selanjutnya, mineral yang dibutuhkan tubuh
akan diserap di tubulus agar tidak terbuang bersama urine. Selain menyaring limbah dan
kelebihan cairan, ginjal juga berfungsi untuk:
 Menghasilkan enzim renin yang menjaga tekanan darah dan kadar garam dalam tubuh
tetap normal
 Membuat hormon eritropoietin yang merangsang sumsum tulang untuk memproduksi
sel darah merah
 Memproduksi vitamin D dalam bentuk aktif yang bermanfaat untuk menjaga
kesehatan tulang
Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal kronis (PGK) menyebabkan cairan,
elektrolit, dan limbah menumpuk di dalam tubuh dan menimbulkan banyak gangguan. Gejala
dapat lebih terasa ketika fungsi ginjal sudah semakin menurun. Pada tahap lanjut, GGK dapat
membahayakan jika tidak ditangani, salah satunya dengan cuci darah. Gagal ginjal kronis
merupakan masalah kesehatan global yang jumlahnya terus meningkat. Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 oleh Kementerian Kesehatan RI, sebanyak 0,2% dari
seluruh penduduk Indonesia menderita gagal ginjal kronis. Survei yang dilakukan oleh
perkumpulan dokter ginjal se-Indonesia menunjukkan, kebanyakan gagal ginjal kronis di
Indonesia terjadi akibat hipertensi dan diabetes (nefropati diabetik) yang tidak terkontrol.
Gejala pada penderita gagal ginjal kronis stadium 1–3 biasanya tidak begitu terlihat.
Biasanya, gejala gagal ginjal kronis baru terasa ketika sudah mencapai stadium 4 dan 5 akibat
beratnya gangguan metabolisme tubuh.
Gejala yang ditemukan pada penderita GGK antara lain:
 Tekanan darah tinggi yang tidak terkendali
 Bengkak di kaki dan pergelangan kaki
 Buang air kecil menjadi sedikit
 Ditemukan urine dalam darah
Gagal ginjal kronis disebabkan oleh kerusakan jaringan ginjal yang dipicu oleh penyakit
jangka panjang. Beberapa penyakit yang bisa menjadi penyebab gagal ginjal adalah diabetes,
tekanan darah tinggi, dan penyakit asam urat.
Penanganan GGK bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah penyakit ini
bertambah buruk akibat limbah yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh. Untuk itu, deteksi
dini dan penanganan secepatnya sangat diperlukan.
Secara umum, pengobatan gagal ginjal kronis meliputi:
 Pemberian obat-obatan
 Cuci darah
 Transplantasi ginjal
GGK dapat dicegah dengan menjalani pola hidup sehat dan mengontrol penyakit yang
dapat meningkatkan risiko terjadinya gagal ginjal kronis.
Gagal ginjal kronis dapat memicu sejumlah komplikasi, yaitu:
 Gangguan elektrolit, seperti penumpukan fosfor dan hiperkalemia atau kenaikan kadar
kalium yang tinggi dalam darah
 Penyakit jantung dan pembuluh darah
 Penumpukan kelebihan cairan di rongga tubuh, misalnya edema paru atau asites
 Anemia atau kekurangan sel darah merah
 Kerusakan sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kejang.
Sumber : https://www.alodokter.com/gagal-ginjal-kronis

20. Gagal Jantung


Gagal jantung adalah kondisi ketika jantung melemah sehingga tidak mampu
memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh. Kondisi ini dapat terjadi pada siapa saja,
tetapi lebih sering terjadi pada orang berusia di atas 65 tahun. Gagal jantung atau heart failure
juga dikenal dengan gagal jantung kongestif. Terlepas dari namanya, kondisi ini bukan berarti
jantung benar-benar berhenti berfungsi, melainkan jantung tidak bisa berfungsi dengan baik.
Penyebab gagal jantung adalah kondisi atau penyakit yang membuat jantung melemah
atau mengalami kerusakan. Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan gagal
jantung antara lain penyakit jantung koroner, hipertensi, dan anemia. Gejala utama gagal
jantung adalah sesak napas, mudah lelah, serta pembengkakan pada kaki dan pergelangan
kaki. Gejala ini dapat berkembang secara bertahap atau muncul secara tiba-tiba.
Pengobatan gagal jantung bertujuan untuk meredakan gejala dan meningkatkan
kekuatan jantung. Metode pengobatannya dapat dilakukan dalam berbagai cara, yaitu dengan
obat-obatan, operasi, hingga pemasangan alat pada jantung. Pencegahan utama gagal jantung
adalah dengan menjalani gaya hidup sehat, yaitu dengan mengonsumsi makanan bergizi
seimbang, membatasi asupan garam, gula, dan lemak jenuh, serta berolahraga secara rutin.
Selain itu, pemeriksaan kesehatan secara rutin, terutama tekanan darah, gula darah, dan
kolesterol, juga perlu dilakukan untuk mendeteksi gangguan kesehatan yang dapat
menyebabkan gagal jantung.
Sumber : https://www.alodokter.com/gagal-jantung

Anda mungkin juga menyukai