31. Muntaber
A. Definisi
Gastroenteritis atau muntaber adalah peradangan yang terjadi pada dinding saluran
pencernaan, khususnya lambung dan usus. Muntaber biasanya ditandai dengan gejala berupa
mual, muntah, dan diare yang muncul secara tiba-tiba. Muntaber umumnya disebabkan oleh
infeksi virus atau bakteri di saluran pencernaan, meskipun sebagian kecil dapat terjadi akibat
zat racun, bahan kimia, maupun reaksi terhadap obat-obatan.
Muntaber dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat, termasuk
rajin mencuci tangan, serta tidak mengonsumsi makanan yang tercemar virus atau bakteri
penyebab muntaber. Muntaber dapat sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari. Untuk
mencegah kekurangan cairan atau dehidrasi, penderita muntaber harus banyak minum air
putih. Bila perlu, minum juga larutan oralit untuk menjaga kadar elektrolit dalam tubuh.
B. Tanda/Gejala
Gejala utama muntaber atau gastroenteritis adalah diare, serta mual dan muntah.
Gejala ini muncul antara 1-3 hari setelah terinfeksi. Gejala umumnya akan berlangsung
selama 1-2 hari, tapi bisa juga hingga 10 hari. Selain mual, muntah, dan mencret, penderita
muntaber juga dapat mengalami gejala berupa: Sakit dan kram perut, Tidak nafsu makan,
Penurunan berat badan, Demam, sakit kepala, dan pegal linu.
Muntaber dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari. Namun, segeralah
pergi ke dokter jika gejala muntaber cukup parah. Berikut ini adalah beberapa kondisi pada
muntaber yang harus segera mendapatkan penanganan dari dokter:
Mengalami gejala dehidrasi, seperti jarang buang air kecil dan mulut kering.
Demam di atas 40⁰C.
Selalu muntah setelah minum.
Muntah-muntah yang berlangsung selama lebih dari 2 hari.
Muntah darah.
Buang air besar disertai darah.
Ada beberapa gejala muntaber pada bayi dan anak-anak yang harus diwaspadai dan harus
secepatnya mendapatkan penanganan dokter anak, antara lain:
Mengalami dehidrasi, ditandai dengan frekuensi buang air kecil dan volume urine
yang menurun drastis, menangis tanpa air mata, dan mulut kering.
Terlihat lesu.
Diare disertai darah.
Demam.
Tidak mau makan dan minum.
Penyebab Muntaber umumnya disebabkan oleh virus. Ada dua jenis virus yang
merupakan penyebab muntaber paling umum, yaitu Rotavirus dan Norovirus. Selain
Rotavirus dan Norovirus, muntaber juga dapat disebabkan oleh Astrovirus, Adenovirus, dan
Sapovirus. Virus penyebab muntaber dapat menyebar melalui makanan yang terkontaminasi.
Kontak langsung dari penderitanya ke orang lain, seperti pada saat berjabat tangan, juga
dapat menularkan muntaber. Muntaber juga dapat disebabkan oleh infeksi bakteri pada
saluran pencernaan, misalnya pada penyakit tipes dan infeksi Shigella. Selain virus dan
bakteri, infeksi parasit seperti amebiasis, zat kimia, racun, dan reaksi dari obat-obatan
(misalnya antibiotik) dapat mengakibatkan muntaber.
Faktor risiko muntaber, Ada beberapa kelompok individu yang berisiko tinggi mengalami
muntaber, yaitu:
Anak kecil
Anak-anak lebih sering terserang infeksi virus karena belum memiliki sistem
kekebalan tubuh yang kuat.
Anak sekolah dan yang tinggal di asrama
Infeksi ini bisa menular dengan mudah di tempat-tempat yang terdapat banyak orang
berkumpul dengan jarak dekat.
Orang lanjut usia
Sistem kekebalan tubuh pada orang tua akan menurun. Infeksi ini bisa dengan mudah
menular ke orang lanjut usia jika mereka tinggal berdekatan dengan orang yang
berpotensi menyebarkan kuman.
Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah
Seseorang dengan kondisi medis tertentu, misalnya penderita AIDS atau penderita
kanker yang menjalani kemoterapi, lebih berisiko tertular infeksi karena kekebalan
tubuh mereka lemah.
Jika ada dugaan bahwa muntaber disebabkan oleh bakteri atau parasit, dokter akan
melakukan pemeriksaan tinja. Sampel tinja penderita akan diperiksa di laboratorium untuk
memastikan penyebab muntaber. Di samping pemeriksaan sampel tinja, dokter dapat
melakukan pemeriksaan penunjang lainnya bila diduga adanya penyebab lain selain virus,
atau bila muntaber sudah menyebabkan komplikasi. Pemeriksaan tersebut meliputi:
Nasi
Kentang
Roti
Pisang
Di samping itu, penderita muntaber harus menghindari makanan dan minuman yang dapat
memperparah muntaber, seperti:
Bila diare tidak juga membaik, penderita perlu berkonsultasi dengan dokter. Dokter dapat
memberikan obat-obatan antidiare, seperti loperamide atau bismuth subsalicylate. Pada
penderita muntaber akibat bakteri, dokter dapat memberikan antibiotik. Namun perlu diingat,
obat antibiotik tidak efektif untuk mengatasi muntaber yang disebabkan oleh infeksi virus.
Sedangkan pengobatan muntaber pada anak, muntaber harus ditangani sedini mungkin,
karena anak-anak lebih rentan mengalami dehidrasi akibat muntaber dibandingkan orang
dewasa. Untuk mencegah dehidrasi pada bayi, cukupi kebutuhan cairan dengan
memberikannya minum 15-20 menit setelah muntah atau diare. Jeda waktu ini diperlukan
agar pencernaan bayi bisa beristirahat sejenak. Cairan yang diberikan bisa air putih, kuah sup,
larutan oralit, atau ASI jika bayi masih mengonsumsi ASI eksklusif.
Apabila anak muntah setiap kali diberi cairan, segeralah berkonsultasi dengan dokter.
Bila diperlukan, anak akan dirawat di rumah sakit dan diberikan cairan melalui infus. Kondisi
ini tidak boleh diremehkan, karena merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
anak-anak di Indonesia.
Pencegahan Muntaber, Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa dilakukan untuk
mencegah terjadinya penularan muntaber:
Rajin mencuci tangan.
Selalu memakai peralatan makan dan peralatan mandi
Selain upaya di atas, ada beberapa hal yang bisa Anda perhatikan untuk mencegah
muntaber pada saat bepergian, di antaranya:
Muntaber pada anak-anak paling sering disebabkan oleh rotavirus. Infeksi rotavirus dapat
dicegah melalui pemberian vaksin. Vaksin rotavirus dapat diberikan kepada anak-anak sejak
usia 2 bulan.
Sumber : https://www.alodokter.com/muntaber
b. Septicemic plague
Septicemic plague adalah jenis pes yang menyerang aliran darah. Gejalanya bisa muncul
2–7 hari setelah seseorang terinfeksi. Namun, septicemic plague juga dapat menyebabkan
kematian sebelum gejalanya muncul. Gejala septicemic plague antara lain:
Diare
Mual dan muntah
Demam dan menggigil
Nyeri perut
Tubuh terasa sangat lemas
Perdarahan
Syok
Gangrene (kematian jaringan)
c. Pneumonic plague
Pneumonic plague adalah jenis penyakit pes yang menyerang paru-paru. Jenis pes ini paling
jarang terjadi, tetapi paling berpotensi menyebabkan wabah, karena dapat menyebar antar
manusia lewat percikan ludah (droplet). Gejala yang dapat dialami oleh penderita pneumonic
plague antara lain:
Batuk darah
Sesak napas
Mual dan muntah
Demam tinggi
Sakit kepala
Nyeri dada
Lemas
Gejala pneumonic plague bisa muncul dalam hitungan jam setelah penderita terinfeksi,
kemudian berkembang sangat cepat. Penderita bisa mengalami gagal napas dan syok dalam 2
hari setelah terinfeksi.
Pengobatan penyakit Pes, Pes merupakan penyakit yang dapat membahayakan nyawa,
sehingga harus diatasi sedini mungkin. Pengobatan penyakit pes juga dapat dilanjutkan
sampai beberapa minggu setelah gejala mereda.
Metode pengobatan yang dilakukan oleh dokter adalah pemberian antibiotik dosis kuat,
seperti:
Ciprofloxacin
Chloramphenicol
Gentamicin
Doxycycline
Levofloxacin
Moxifloxacin
Selain obat-obatan di atas, pasien juga akan diberikan cairan melalui infus dan bantuan
oksigen. Khusus pada pasien yang mengidap pneumonic plague, isolasi perlu dilakukan
untuk mencegah penyebaran.
Pencegahan Penyakit Pes, Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyakit pes, yaitu:
Memastikan hewan peliharaan terbebas dari kutu
Membersihkan area rumah yang berpotensi menjadi sarang hewan pengerat
Membersihkan sisa makanan yang dapat dikonsumsi hewan pengerat
Menggunakan sarung tangan saat sedang kontak dengan hewan yang diduga telah
terinfeksi
Menggunakan pembasmi serangga jika sedang berada di area yang banyak hewan
pengerat
Memeriksakan diri ke dokter sesegera mungkin, jika tergigit kutu ketika wabah pes
sedang merebak
Sumber : https://www.alodokter.com/pes
33. Kolera
Kolera adalah diare akibat infeksi bakteri yang bernama Vibrio cholerae. Penyakit ini
dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak dan diare yang ditimbulkan dapat parah
hingga menimbulkan dehidrasi. Kolera merupakan penyakit yang menular melalui makanan
atau minuman yang terkontaminasi bakteri. Kondisi ini biasanya mewabah di daerah yang
padat penduduk dan memiliki lingkungan yang kotor.
Kolera ditandai dengan diare dengan tinja yang cair dan berwarna pucat seperti air
cucian beras. Diare yang dialami bisa ringan, parah, ataupun malah tidak merasakan gejala
sama sekali. Bila penderita mengalami diare yang parah akibat kolera perlu segera ditangani,
karena menyebabkan dehidrasi yang berakibat fatal.
Penyebab Kolera, Kolera disebabkan oleh infeksi bakteri Vibrio cholerae. Bakteri
kolera hidup di alam bebas, terutama di lingkungan perairan seperti sungai, danau, atau
sumur. Sumber penyebaran utama bakteri kolera adalah air dan makanan yang terkontaminasi
bakteri kolera.
Bakteri kolera dapat masuk bersama makanan jika makanan tersebut tidak dibersihkan
dan dimasak dengan baik sebelum dimakan. Contoh jenis makanan yang dapat menjadi
sarana penyebaran bakteri kolera adalah:
Makanan laut seperti kerang dan ikan.
Sayuran dan buah-buahan.
Biji-bijian seperti beras dan gandum.
Meskipun di dalam makanan atau minuman yang dikonsumsi sehari-hari terdapat
bakteri kolera, orang yang mengonsumsi makanan tersebut tidak langsung terkena penyakit
kolera. Dibutuhkan bakteri kolera dalam jumlah yang banyak di dalam makanan atau
minuman untuk membuat seseorang terkena penyakit kolera.
Ketika infeksi bakteri kolera terjadi, bakteri akan berkembang biak di dalam usus
kecil. Perkembangbiakan bakteri kolera ini akan mengganggu pencernaan manusia dengan
cara mengganggu penyerapan air dan mineral. Gangguan ini menyebabkan seseorang
mengalami diare, yang menjadi gejala utama penyakit kolera.
Selain beberapa sumber infeksi kolera seperti yang disebutkan di atas, ada juga
beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terjangkit bakteri kolera, yaitu:
Hidup di lingkungan yang tidak bersih.
Tinggal serumah dengan penderita kolera.
Bergolongan darah O.
Perlu diingat, meskipun tinggal serumah dengan penderita kolera dapat meningkatkan
risiko seseorang untuk menderita kolera, penyakit kolera tidak menular dari orang ke orang
secara langsung. Hal ini dikarenakan bakteri kolera tidak dapat masuk ke dalam saluran
pencernaan, kecuali bersama makanan atau air.
Gejala utama penyakit kolera adalah diare. Diare yang terjadi akibat kolera dapat
dikenali dari tinja penderita yang cair dan berwarna pucat keputihan seperti susu atau air
cucian beras. Beberapa penderita kolera mengalami diare parah, berkali-kali, hingga
kehilangan cairan tubuh dengan cepat (dehidrasi).
Selain diare, gejala lain yang dapat dirasakan penderita kolera adalah:
Mual
Muntah
Kram perut
Gejala kolera pada anak-anak seringkali lebih berat dibandingkan dengan dewasa.
Anak-anak yang terkena kolera lebih rentan terkena gula darah rendah (hipoglikemia) yang
bisa menyebabkan kejang dan penurunan kesadaran.
Pengobatan Kolera, Penanganan utama untuk penderita kolera adalah mencegah
dehidrasi. Dokter akan memberikan larutan oralit untuk mengganti cairan serta ion mineral di
dalam tubuh. Bila penderita terus muntah-muntah sehingga tidak bisa minum, penderita perlu
dirawat dan diberikan cairan infus.
Selain mempertahankan cairan tubuh, dokter dapat memberikan obat-obatan lain
untuk mengatasi kolera, yaitu:
Obat antibiotik
Untuk mengurangi jumlah bakteri sekaligus mempercepat penyembuhan diare, dokter
akan memberikan antibiotik,
seperti tetracycline, doxycycline, ciprofloxacin, erythromycin, atau azithromycin.
Suplemen zinc
Zinc (seng) juga sering diberikan untuk mempercepat penyembuhan diare pada anak-
anak.
Pencegahan Kolera, Risiko terjangkit kolera dapat diminimalkan dengan menjaga
kebersihan diri, misalnya dengan rajin mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun,
terutama sebelum makan dan setelah dari toilet. Selain kebersihan diri, kebersihan makanan
dan minuman yang dikonsumsi juga perlu diperhatikan. Caranya adalah dengan:
Tidak membeli makanan yang tidak terjamin kebersihannya
Tidak mengonsumsi makanan mentah atau setengah matang
Hanya menggunakan air untuk memasak yang sudah terjamin kualitasnya
Tidak mengonsumsi susu segar yang belum diolah
Minum air mineral botol atau air yang telah dimasak hingga mendidih
Mencuci bersih sayur dan buah sebelum dimakan
Agar lebih terlindungi dari penyakit ini, Anda bisa menjalani vaksinasi kolera,
terutama bila Anda tinggal di daerah yang banyak kasus kolera. Vaksin kolera diminum 2
kali dengan jarak waktu 7 hari sampai dengan 6 minggu, untuk memberikan perlindungan
selama 2 tahun.
Sumber : https://www.alodokter.com/kolera
34. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii.
Parasit ini dapat ditemukan pada kotoran kucing, sayuran dan buah-buahan yang tidak dicuci
bersih, atau daging yang belum matang. Jika masuk ke dalam tubuh manusia, T. gondii dapat
bertahan pada kondisi tidak aktif. Umumnya, infeksi parasit ini dapat dikendalikan oleh
sistem kekebalan tubuh sehingga tidak menimbulkan gejala. Meski begitu, parasit ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan serius jika terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh
rendah atau ibu hamil. Pada dasarnya, toksoplasmosis tidak dapat menyebar antarmanusia.
Namun, ibu hamil dapat menularkan infeksi ini ke janinnya. Kondisi tersebut bisa
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, cacat pada janin, keguguran, hingga kematian
janin.
Penyebab Toksoplasmosis, Toksoplasmosis terjadi ketika parasit Toxoplasma
gondii masuk ke dalam tubuh manusia. Parasit ini biasanya menetap di dalam otot, otak,
mata, atau otot jantung. Selain masuk ke dalam tubuh manusia, parasit T.gondii juga dapat
menginfeksi hewan, terutama kucing. T.gondii dapat berkembang di lapisan usus kucing dan
bisa keluar bersama kotoran.
Seseorang dapat terserang infeksi T. gondii melalui beberapa cara, yaitu:
Paparan dari kotoran kucing yang mengandung parasit gondii
Konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi parasit gondii, terutama
daging yang tidak dimasak dengan matang
Plasenta ibu hamil, yang menyebarkan infeksi pada janin
Tranfusi darah atau tranplantasi organ dari donor yang terinfeksi
Faktor risiko Toksoplasmosis, Toksoplasmosis dapat terjadi pada siapa saja. Akan tetapi,
ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang tertular infeksi ini, yaitu:
Sedang hamil
Menderita HIV/AIDS
Mengonsumsi obat kortikosteroid atau imunosupresif jangka panjang
Sedang menjalani kemoterapi
Gejala Toksoplasmosis, umumnya toksoplasmosis tidak menimbulkan gejala. Namun,
pada beberapa kasus, gejala dapat muncul beberapa minggu atau bulan setelah
parasit T.gondii menyerang tubuh.
Beberapa gejala umum yang dialami penderita toksoplasmosis mirip dengan gejala flu,
yaitu:
Demam
Nyeri otot
Kelelahan
Sakit tenggorokan
Pembengkakan kelenjar getah bening
Selain gejala di atas, gejala lain juga dapat muncul berdasarkan kondisi penderita, yaitu:
a. Pada ibu hamil dan bayi baru lahir
Pada ibu hamil, toksoplasmosis dapat menyebabkan janin di dalam kandungan mengalami
gangguan pertumbuhan. Selain itu, tidak menutup kemungkinan keguguran atau kematian
janin bisa terjadi.
Sedangkan, pada bayi baru lahir, toksoplasmosis dapat menimbulkan beberapa gejala berikut:
Kejang
Pembesaran organ hati atau limpa
Penyakit kuning pada bayi
Ruam kulit
Kepala tampak lebih kecil (mikrosefalus)
Bayi baru lahir yang terinfeksi parasit T.gondii juga mungkin tidak mengalami gejala apa
pun. Akan tetapi, beberapa gejala dapat timbul seiring bayi bertumbuh besar atau saat
remaja. Gejala yang dimaksud berupa gangguan pendengaran, gangguan intelektual, atau
infeksi berat pada mata. Ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis juga dapat mengalami
gejala umum toksoplasmosis, seperti demam, nyeri otot, atau kelelahan.
b. Pada penderita gangguan sistem kekebalan tubuh
Gejala toksplasmosis pada penderita gangguan sistem kekebalan tubuh dapat dibagi
berdasarkan tempat infeksi terjadi, yaitu:
Sakit mata
Sensitif terhadap cahaya
Robekan pada mata
Penglihatan kabur
Kebutaan
Pengobatan Toksoplasmosis, Pada orang yang tidak sedang hamil atau mengalami
gangguan kekebalan tubuh, toksoplasmosis umumnya ringan dan tidak memerlukan
perawatan medis. Namun, pada toksoplasmosis yang sampai menimbulkan gejala, dokter
akan memberikan pengobatan sesuai kondisinya. Berikut adalah penjelasannya:
a. Pasien tanpa gangguan kekebalan tubuh dan tidak hamil
Jika pasien mengalami infeksi toksoplasmosis akut dengan gejala, dokter dapat
meresepkan beberapa obat berikut ini:
Pada pasien yang sedang hamil, pengobatan akan dilakukan berdasarkan waktu
terjadinya infeksi dan pengaruh infeksi terhadap janin. Pengobatan harus disertai anjuran dan
pengawasan ketat oleh dokter, karena beberapa obat toksoplasmosis bisa menyebabkan cacat
janin. Salah satu obat yang dapat diresepkan oleh dokter adalah spiramycin. Obat ini
diberikan bila infeksi terjadi sebelum usia kehamilan 16 minggu. Apabila infeksi terjadi di
atas usia kehamilan 16 minggu dan janin tertular toksoplasmosis, dokter akan
mempertimbangkan kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin.
Pada pasien yang menderita AIDS atau gangguan sistem kekebalan tubuh lain, dokter
dapat memberikan kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine, dan leucovorin. Pengobatan
diberikan selama 6 minggu atau lebih, tergantung pada gejala dan kondisi kekebalan tubuh
pasien.
Pencegahan Toksoplasmosis bisa dicegah dengan menerapkan pola hidup bersih dan
sehat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
Gunakan sarung tangan saat berkebun atau memegang tanah.
Hindari mengonsumsi daging mentah atau setengah matang.
Cucilah tangan sebelum dan sesudah memegang makanan.
Cucilah semua peralatan dapur dengan bersih setelah memasak daging mentah.
Cucilah buah dan sayuran sebelum dikonsumsi.
Hindari mengonsumsi susu dan produk olahan susu yang tidak dipasteurisasi.
Bila Anda memelihara kucing, lakukan langkah-langkah di bawah ini untuk mencegah
toksoplasmosis:
Tidak sengaja menghirup percikan ludah penderita SARS yang batuk atau bersin
Menyentuh mulut, mata, atau hidung dengan tangan yang sudah terpapar percikan
ludah penderita SARS
Berbagi penggunaan alat makan dan minum dengan penderita SARS
Seseorang juga dapat tertular SARS ketika menyentuh barang yang terkontaminasi
oleh tinja penderita SARS. Penularan ini terjadi bila penderita tidak mencuci tangan dengan
bersih setelah buang air besar. SARS lebih berisiko terjadi pada seseorang yang kontak jarak
dekat dengan penderita, misalnya berada di wilayah yang mengalami wabah SARS, tinggal
satu rumah dengan penderita SARS, atau petugas kesehatan yang merawat penderita SARS.
Gejala SARS biasanya muncul 2–10 hari setelah seseorang terinfeksi virus SARS-
CoV, tapi bisa juga baru muncul 14 hari setelahnya. Gejala infeksi virus ini bisa bervariasi
pada tiap orang, namun secara umum akan muncul gejala berupa:
Demam
Batuk
Sesak napas
Nafsu makan menurun
Tubuh mudah lelah
Menggigil
Sakit kepala
Nyeri otot
Diare
Mual
Muntah
Gejala SARS mirip dengan gejala flu, tapi dapat memburuk dengan cepat. Pada
sebagian besar kasus, SARS akan berkembang menjadi pneumonia, yaitu peradangan pada
kantong udara di dalam paru-paru. Kondisi ini juga rentan menyebabkan hipoksia
(kekurangan oksigen di sel dan jaringan tubuh).
Pengobatan SARS bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah penularan SARS
ke orang lain. Sampai saat ini, penelitian untuk menemukan vaksin SARS masih terus
dilakukan. Penderita SARS harus dirawat di rumah sakit dan diisolasi dari pasien lain.
Selama dirawat di rumah sakit, pasien akan diberikan obat-obatan berupa:
Obat untuk meredakan gejala, seperti obat analgetik-antipiretik, obat batuk, dan obat
untuk meredakan sesak napas
Obat antivirus untuk menghambat perkembangan virus, seperti lopinavir, ritonavir,
atau remdesivir
Obat antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri yang terjadi saat penderita SARS
mengalami pneumonia
Obat kortikosteroid dosis tinggi untuk mengurangi pembengkakan di paru-paru
Selain diberikan obat-obatan, pasien juga akan diberikan oksigen tambahan melalui kanula
(selang) hidung, masker oksigen, atau tabung endotrakeal (ETT).
Pencegahan SARS, Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah SARS,
yaitu:
Jangan bepergian ke daerah endemik SARS. Jika terpaksa bepergian ke daerah
tersebut, jaga kesehatan, hindari pusat keramaian, gunakan masker, dan ikuti protokol
atau aturan yang diberlakukan di negara tersebut.
Terapkan hand hygiene. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun. Jika tidak ada,
gunakan hand sanitizer yang mengandung alkohol sebanyak 60–95%.
Jangan menyentuh mata, hidung, atau mulut sebelum mencuci tangan.
Bila Anda mengalami gejala mirip SARS, lakukan beberapa langkah berikut untuk mencegah
penyebaran SARS ke orang lain:
Segera ke IGD rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan.
Hindari kontak jarak dekat dengan orang lain. Beri tahu keluarga atau teman untuk
tidak menjenguk dulu sampai 10 hari setelah gejala hilang.
Kenakan masker dan sarung tangan, terutama bila ada orang lain di sekitar, untuk
menurunkan risiko penularan ke orang lain.
Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, lalu segera buang tisu ke
tempat sampah. Bila tidak ada tisu, tutup mulut dan hidung dengan lipat siku, lalu
segera cuci lipat siku dan lengan dengan air dan sabun.
Jangan berbagi penggunaan alat makan dan minum dengan orang lain, serta cuci
pakaian terpisah dari pakaian orang lain.
Rutin cuci tangan, terutama setelah menutup mulut dengan tangan saat bersin atau
batuk dan setelah dari toilet.
Sumber : https://www.alodokter.com/sars
38. Leishmaniasis
Leishmaniasis merupakan sebuah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh
parasit Leishmania, Infeksi dapat menyerang seseorang ketika parasit yang sudah lebih dulu
terinfeksi lalat pasir menggigitnya. Ini karena parasit Leishmania bersarang di dalam badan
lalat pasir yang sudah terinfeksi. Orang-orang yang tinggal di negara tropis dan subtropis
umumnya memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit leishmaniasis. Terdapat tiga jenis
leishmaniasis, yaitu cutaneous leishmaniasis, mucocutaneous leishmaniasis, dan visceral
leishmaniasis.
Parasit spesies Leishmania adalah penyebab utama dari penyakit Leishmaniasis yang
umumnya berada di dalam tubuh lalat pasir betina. Jika seseorang tergigit oleh lalat pasir
yang sudah terinfeksi, leishmaniasis pun dapat terjadi. Di lingkungan lembab dan hangat lalat
pasir lebih mudah dijumpai sehingga disebutkan bahwa orang-orang yang tinggal di negara
tropis lebih rentan. Pada waktu-waktu dengan cuaca dan suhu yang hangat, terutama di fajar
dan senja, lalat pasir justru lebih aktif.
Oleh sebab itu, penularan lebih banyak dijumpai pada waktu-waktu tersebut, dari lalat
pasir (terutama lalat pasir betina sebagai tempat berkembang biaknya parasit) ke manusia.
Dan manusia yang sudah terinfeksi sekalipun dapat menularkan ke manusia lainnya.
Penularan dari satu orang yang terinfeksi parasit Leishmania ke orang lain terjadi melalui
transfusi darah, transplantasi organ atau pemakaian jarum Bersama. Pada beberapa kasus,
diketahui bahwa penularan pun dapat terjadi dari manusia ke lalat pasir, lalu kemudian lalat
pasir ke manusia lagi.
Beberapa faktor yang mampu meningkatkan risiko leishmaniasis di antaranya adalah :
a. Faktor Geografis
Walau penyakit leishmaniasis ada di belahan dunia mana pun, tetap sebagian besar
kasus terjadi di Timur Tengah, Mediterania, Asia (terutama Asia Tengah), dan Amerika.
Sementara untuk sebagian kecil kasus leishmaniasis dijumpai di Antartika dan Australia.
Bahkan kasus visceral leishmaniasis sempat merebak tahun 2015 di negara-negara seperti
Sudan, Somalia, Kenya, India, Etiopia, dan Brasil. Maka orang-orang yang tinggal di
wilayah-wilayah tersebut perlu ekstra hati-hati dan melindungi diri karena risiko
leishmaniasis yang lebih tinggi. Sama halnya dengan para wisatawan yang hendak
berkunjung ke wilayah-wilayah tersebut, waspadai risiko leishmaniasis.
b. Faktor Sosial Ekonomi
Kemiskinan adalah salah satu faktor risiko penyakit leishmaniasis menurut WHO
(World Health Organization / Badan Kesehatan Dunia). Hal ini dikarenakan penderita
leishmaniasis mengalami kondisi-kondisi yang berkaitan dengan kemiskinan berikut ini ;
Kelaparan
Malnutrisi
Migrasi besar baik itu karena perubahan iklim dan lingkungan, situasi darurat, perang,
maupun urbanisasi.
Finansial yang kurang.
c. HIV
Penderita HIV memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah sehingga sangat mudah
terkena leishmaniasis, terutama visceral leishmaniasis. Kasus penderita HIV yang terkena
leishmaniasis jumlahnya cukup banyak di Etiopia.
Pada beberapa orang dengan leishmaniasis berpotensi tidak menunjukkan gejala
apapun. Namun umumnya, gejala leishmaniasis dibagi menurut jenis leishmaniasis yang
dialami oleh penderitanya ;
1) Gejala Cutaneous Leishmaniasis
Gejala utama cutaneous leishmaniasis adalah ulkus atau luka di permukaan kulit
namun tak menimbulkan rasa sakit. Gejala seperti ini tidak selalu timbul pada seseorang yang
terkena gigitan lalat pasir yang sudah terinfeksi, bahkan setelah berbulan-bulan maupun
bertahun-tahun setelah tergigit. Namun umumnya, kemunculan gejala hanya beberapa
minggu saja sejak gigitan lalat pasir.
2) Gejala Mucocutaneous Leishmaniasis
Gejala utama dari mucocutaneous leishmaniasis tidak dapat diduga kapan terjadinya.
Timbulnya gejala bisa saja setahun atau bahkan lima tahun dari sejak kemunculan ulkus.
Tanda bahwa seseorang sedang mengalami mucocutaneous leishmaniasis adalah ulkus yang
dapat muncul pada bibir, hidung atau mulut. Kondisi tersebut berpotensi disertai dengan
keluhan lain seperti sulit bernapas, mimisan, atau hidung berair/tersumbat.
3) Gejala Visceral Leishmaniasis
Gejala umumnya timbul berbulan-bulan setelah seseorang terinfeksi dan berikut ini adalah
gejala visceral leishmaniasis yang perlu diwaspadai :
Pembesaran liver/hati.
Pembesaran limpa
Kelemahan tubuh
Berat badan turun
Demam yang bisa sampai berminggu-minggu
Pembengkakan kelenjar getah bening
Perdarahan
Produksi sel-sel darah yang berkurang
Timbul infeksi lainnya
Gejala leishmaniasis tergantung dari jenis kondisinya, namun kemunculan ulkus pada kulit
adalah tanda utamanya. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan dan riwayat
bepergian, tes darah dan biopsi merupakan metode-metode diagnosa untuk leishmaniasis.
Penanganan utama untuk penderita leishmaniasis adalah pemberian obat antiparasit
untuk membasmi parasit penyebab penyakit ini. Amphotericin B merupakan golongan
antiparasit yang biasanya diresepkan oleh dokter bagi pasien leishmaniasis. Namun
seringkali, dokter harus mengetahui lebih dulu jenis leishmaniasis pasien agar pengobatan
yang diberikan sesuai dengan jenis kondisi.
1) Pengobatan Cutaneous Leishmaniasis
Ulkus pada kulit yang terjadi pada cutaneous leishmaniasis dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa perlu diobati secara medis. Namun bila pun pasien ingin mendapatkan
penanganan medis, maka pemulihan pun akan jauh lebih cepat. Penanganan medis juga
biasanya mengurangi risiko ulkus membekas sekaligus mencegah memburuknya gejala. Jika
kerusakan kulit terjadi pada jenis kondisi leishmaniasis satu ini, maka dokter kemungkinan
akan merekomendasikan operasi plastik untuk membenahi kulit pasien.
2) Pengobatan Mucocutaneous Leishmaniasis
Lesi yang timbul pada jenis kondisi leishmaniasis ini berbeda dari ulkus pada
cutaneous leishmaniasis yang dapat sembuh sendiri. Penanganan sangat diperlukan pada
kondisi ini dan liposomal amphotericin B akan mengatasi gejala mucocutaneous
leishmaniasis. Selain itu, paromomycin juga memiliki efektivitas tinggi untuk kondisi
leishmaniasis jenis ini.
3) Pengobatan Visceral Leishmaniasis
Penyakit leishmaniasis jenis ini membutuhkan penanganan berupa obat-obatan seperti
paromomycin, amphotericin B, miltefosine, atau sodium stibogluconate. Namun tidak semua
obat ini efektif digunakan oleh seluruh pasien visceral leishmaniasis. Hal ini dikarenakan
sodium stibogluconate yang digunakan untuk mengobati pasien di Afrika Timur justru tidak
menunjukkan efektivitas yang sama pada pasien leishmaniasis di India. Pasien di India justru
menggunakan liposomal amphotericin B, termasuk juga paromomycin. Hanya saja di Afrika,
paromomycin harus dikombinasi bersama sodium stibogluconate untuk mengatasi gejala
pasien. Untuk penanganan leishmaniasis di Amerika Selatan, biasanya pentamidine adalah
yang paling sering diresepkan.
Pengobatan leishmaniasis ditentukan dari jenis kondisi pasien, namun umumnya
leishmaniasis diatasi dengan obat antiparasit.
Hingga kini belum tersedia vaksin yang dapat digunakan sebagai langkah pencegahan
penyakit leishmaniasis. Upaya pencegahan paling dianjurkan adalah melindungi diri dari
gigitan lalat pasir. Bila hendak mengunjungi wilayah endemis leishmaniasis atau memang
tinggal di wilayah tersebut, beberapa upaya pencegahan ini patut diperhatikan [13] :
Mengenakan pakaian lengan panjang dan celana panjang. Jika perl, selipkan pakaian
ke dalam celana. Pakaian tertutup akan menghindarkan dari serangan serta gigitan
lalat pasir.
Pada bagian kulit yang terekspos seperti ujung kaki dan tangan yang tak tertutupi
pakaian, pastikan untuk mengolesinya dengan obat nyamuk.
Menyemprotkan insektisida secara rutin di ruangan-ruangan yang lebih sering
digunakan untuk beraktivitas, termasuk juga ruangan untuk tidur.
Memasang dan menyalakan kipas angin atau AC di dalam ruangan supaya dapat
mengganggu lalat pasir yang terbang.
Jika tempat tinggal memiliki beberapa lantai, tidur di lantai atas akan menghindarkan
dari serangga karena mereka tak dapat terbang terlalu tinggi.
Memasang kelambu dan menyelipkannya di kasur agar serangga terbang tak dapat
mengganggu tidur; pastikan juga kelambu sudah disemprot dengan insektisida.
Menghindari pergi ke luar rumah atau beraktivitas di luar ruangan saat fajar dan senja
tanpa perlindungan tubuh yang lengkap karena lalat pasir umumnya lebih banyak di
waktu-waktu tersebut.
Memilih kelambu yang lebih rapat untuk dipasang di ruang tidur karena ukuran lalat
pasir lebih kecil bila dibandingkan dengan nyamuk.
Melindungi diri dengan berpakaian tertutup dan memasang kelambu saat tidur terutama jika
tinggal di wilayah endemik atau berkunjung ke wilayah tersebut adalah bentuk pencegahan
leishmaniasis yang dapat dilakukan.
Sumber : https://idnmedis.com/leishmaniasis
B) Fase Akut
Pada fase ini, muncul beberapa gejala berikut ; Demam, Sakit kepala, Nyeri otot, terutama di
punggung dan lutut, Silau terhadap cahaya, Mual dan muntah Kehilangan nafsu makan,
Pusing Mata, wajah, atau lidah tampak merah. Dalam beberapa hari, gejala-gejala tersebut
akan menghilang.
C) Fase Beracun
Meskipun tanda dan gejala dapat hilang setelah fase akut, tetapi beberapa penderita
memasuki fase toksik dengan beberapa gejala berikut ; Kulit dan bagian putih mata (sklera)
menguning atau jaundice, Sakit atau nyeri perut, Muntah yang terkadang disertai darah, Urine
yang keluar lebih sedikit dari biasanya, Perdarahan dari hidung, mulut, dan mata, Detak
jantung melambat, Gagal hati dan ginjal, Penurunan fungsi otak, seperti delirium, kejang,
bahkan koma.
Penyebab demam kuning, disebabkan oleh virus jenis Flavivirus yang disebarkan oleh
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti membawa virus setelah menggigit manusia
atau monyet yang terinfeksi virus jenis Flavivirus. Virus kemudian memasuki aliran darah
nyamuk dan menetap di kelenjar air liur nyamuk. Ketika nyamuk kembali menggigit monyet
atau manusia lain maka virus akan memasuki aliran darah dan menyebabkan penyakit di
dalam tubuh manusia atau monyet tersebut. Meskipun ditularkan melalui gigitan nyamuk,
tetapi penyakit ini tidak dapat menular dari satu orang ke orang lain.
Faktor risiko, seseorang lebih berisiko mengalami penyakit ini jika bepergian ke
daerah endemik virus penyebab demam kuning, yaitu sub-Sahara Afrika dan Amerika
Selatan. Meskipun tidak ada laporan terbaru mengenai manusia yang terinfeksi pada area
tersebut, bukan berarti seseorang yang mengunjungi atau berada di tempat tersebut bebas dari
risiko. Hal ini mungkin terjadi ketika penduduk setempat telah melakukan vaksinasi agar
terlindung dari penyakit ini. Kondisi ini juga dapat terjadi karena kasus demam kuning yang
mungkin belum terdeteksi dan dilaporkan secara resmi. Seseorang yang berencana
mengunjungi daerah tersebut disarankan untuk melakukan vaksinasi untuk mengurangi risiko
terkena penyakit ini. Siapa pun dapat terinfeksi virus penyebab demam kuning, tetapi orang
dewasa memiliki risiko yang lebih besar terkena penyakit ini dengan kasus yang parah.
tidak ada obat untuk menyembuhkan demam kuning selain sistem imun tubuh
penderita sendiri. Namun, terdapat beberapa penanganan yang dilakukan untuk meredakan
dan mengatasi gejala yang timbul, seperti : Menjaga tekanan darah tetap stabil dengan
memberikan infus cairan, Memberikan tambahan oksigen, Melakukan prosedur transfusi
darah jika mengalami anemia akibat perdarahan, Melakukan prosedur cuci darah jika
mengalami gagal ginjal, dan Memberikan pengobatan lain, seperti antibiotik untuk mengobati
infeksi bakteri.
beberapa tindakan untuk mencegah demam kuning. Pertama, kita bisa lakukan
vaksinasi untuk mencegah demam kuning. Seseorang yang berencana melakukan perjalanan
ke luar negeri atau menetap di negara-negara yang berisiko terkena demam kuning dapat
melakukan vaksinasi untuk mencegah penyakit ini. Satu dosis vaksin demam kuning dapat
memberikan perlindungan setidaknya selama 10 tahun. Terdapat beberapa kategori individu
yang perlu mendapat perhatian khusus sebelum melakukan vaksin demam kuning, meliputi ;
Memiliki sistem kekebalan yang lemah, seperti penderita HIV/AIDS, Mengidap kanker,
Memiliki riwayat melakukan kemoterapi atau penggunaan steroid jangka Panjang, Memiliki
alergi berat terhadap protein telur, Wanita hamil atau menyusui, Berusia di atas 65 tahun, dan
Bayi berusia kurang dari 9 bulan.
Kedua, hindari gigitan nyamuk. Selain melakukan vaksinasi, terdapat beberapa
tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terkena gigitan nyamuk, yaitu ;
Gunakan losion antinyamuk atau obat nyamuk yang mengandung bahan, seperti DEET,
picaridin, IR3535, atau minyak kayu putih, Gunakan pakaian berlengan panjang dan celana
panjang untuk melindungi diri dari gigitan, Gunakan tirai atau kawat nyamuk pada jendela
dan pintu, serta kelambu saat tertidur, Hindari berada di luar ruangan pada pagi dan sore hari.
sumber : https://health.kompas.com/penyakit/read/2021/11/11/180000468/demam-kuning
13. Reumatik
Reumatik adalah penyakit yang dapat menyebabkan nyeri, kekakuan, dan
pembengkakan pada persendian. Rematik juga dapat menyebabkan rasa sakit pada struktur
tubuh lain seperti otot, tendon, ligamen, dan tulang. Namun penyakit rematik juga bisa
menyerang area tubuh lainnya seperti organ dalam. Beberapa penyakit rematik dapat
memengaruhi jaringan ikat. Penyebab reumatik, secara umum rematik terjadi ketika sistem
kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh sendiri. Dokter masih belum mengetahui pasti
penyebab fenomena ini. Terkadang hal itu terbentuk dalam gen. Faktir lain seperti asap
rokok, polusi, atau sesuatu yang menyebabkan infeksi juga bisa berperan. Penyakit rematik
sendiri lebih banyak menyerang wanita daripada pria.
Gejala umum dari rematik meliputi ; Nyeri sendi, Pembengkakan sendi, Kekakuan
sendi, Kemerahan dan rasa panas di area sendi, Kelelahan, Demam, dan Penurunan berat
badan. Berdasarkan jenisnya, gejala rematik terbagi menjadi ;
a. Gejala rheumatoid arthritis :
- Sendi kaku
- Demam
- Hilangnya nafsu makan.
b. Gejala sindrom Sjogren :
- Mulut kering
- Mata kering, perih, dan teriritasi
- Pembengkakan kelenjar parotid.
Belum ada kiat untuk mencegah penyakit rematik tertentu, termasuk ankylosing
spondylitis, fibromyalgia, asam urat, radang sendi menular, penyakit Lyme, lupus, radang
sendi psoriatik, dan radang sendi rematik. Namun, dalam beberapa kasus, menghindari atau
mengurangi pemicu tertentu dapat membantu mencegah flare. Untuk lupus, tindakan
antisipasi untuk menghindari pemicu umum, seperti stres, infeksi, obat-obatan tertentu, atau
sinar matahari bisa dilakukan. Melansir CDC, untuk mencegah asam urat, hindari diuretik,
minum alkohol, mengonsumsi makanan dan minuman tinggi fruktosa, atau terlalu banyak
makanan kaya purin (seperti daging merah, otot, kerang atau tuna).
sumber : https://health.kompas.com/penyakit/read/2022/03/07/090300268/rematik
Mengetahui cara mengatur tingkat stres dapat mengurangi gejala dari sindrom iritasi
usus. Beberapa hal di bawah ini dapat dilakukan untuk mengurangi gejala sindrom iritasi
usus:
Hampir seluruh pengidap sindrom iritasi usus dapat disembuhkan, namun tidak setiap
terapi dapat bekerja dengan baik bagi seluruh pengidap. Dokter perlu menemukan rencana
terapi yang baik untuk mengurangi gejala. Banyak hal yang dapat memicu sindrom iritasi
usus seperti makanan tertentu, obat-obatan, makanan yang mengandung gas, dan stres.
Pengidap dapat melakukan perubahan gaya hidup dan minum obat untuk mengurangi gejala.
Pada umumnya sedikit perubahan pada pola makan dan gaya hidup dapat mengurangi gejala
yang timbul. Berikut ini saran untuk dapat mengurangi sindrom iritasi usus, yaitu:
Beberapa terapi medis yang dapat diberikan untuk pengidap sindrom iritasi usus:
15. Narkolepsi
Narkolepsi adalah gangguan sistem saraf yang menyebabkan rasa kantuk berlebih
pada siang hari serta tertidur secara tiba-tiba tanpa mengenal waktu dan tempat. Tidak hanya
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, kondisi ini juga bisa membahayakan penderitanya.
Narkolepsi dapat disertai dengan gejala lainnya, yang meliputi sleep paralysis, halusinasi, dan
katapleksi, yaitu kelemahan atau kehilangan kendali pada otot wajah, leher, dan lutut.
Narkolepsi yang disertai dengan katapleksi disebut dengan narkolepsi tipe 1, sedangkan yang
tidak disertai dengan katapleksi, disebut dengan narkolepsi tipe 2.
Penyebab narkolepsi belum diketahui secara pasti. Namun, sebagian besar penderita
narkolepsi memiliki kadar hipokretin rendah. Hipokretin adalah zat kimia dalam otak yang
mengendalikan waktu tidur. Penyebab rendahnya hipokretin diduga akibat penyakit
autoimun. Narkolepsi juga diduga dapat disebabkan oleh penyakit yang merusak bagian otak
penghasil hipokretin, seperti :
Tumor otak
Cedera kepala
Ensefalitis
Multiple sclerosis
Selain penyakit di atas, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
narkolepsi atau memicu timbulnya penyakit autoimun hingga menyebabkan narkolepsi, yaitu:
Berusia 10–30 tahun
Perubahan hormon, terutama pada masa pubertas atau menopause
Stres
Perubahan pola tidur secara tiba-tiba
Infeksi, seperti infeksi bakteri streptokokus atau infeksi flu babi
Kelainan genetik keturunan.
Gejala narkolepsi dapat muncul dalam beberapa minggu atau berkembang secara
perlahan selama bertahun-tahun. Berikut ini adalah gejala narkolepsi yang umumnya terjadi:
Rasa kantuk yang berlebihan pada siang hari
Penderita narkolepsi selalu mengantuk pada siang hari, sulit untuk tetap terjaga,
dan sulit berkonsentrasi.
Serangan tidur
Serangan tidur yang menyebabkan penderita narkolepsi tertidur di mana saja dan
kapan saja secara tiba-tiba. Jika narkolepsi tidak terkendali, serangan tidur bisa
berlangsung selama beberapa kali dalam sehari.
Katapleksi
Katapleksi atau melemahnya otot secara tiba-tiba ditandai dengan tungkai terasa
lemas, penglihatan ganda, kepala lunglai dan rahang turun, serta bicara cadel. Kondisi
ini dapat terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit dan biasanya dipicu
oleh emosi tertentu, seperti terkejut, marah, senang, atau tertawa. Penderita biasanya
mengalami serangan katapleksi 1–2 kali dalam setahun.
Ketindihan atau sleep paralysis
Kondisi ini terjadi ketika penderita tidak mampu bergerak atau berbicara saat hendak
terbangun atau mulai tertidur.
Halusinasi
Penderita narkolepsi kadang dapat melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata,
terutama saat akan tidur atau bangun tidur.
Selain gejala umum tersebut, narkolepsi juga dapat disertai gejala lainnya, seperti:
Gangguan ingatan
Sakit kepala
Depresi
Keinginan untuk makan secara berlebihan
Kelelahan ekstrem dan kekurangan energi yang terjadi secara terus-menerus
Proses tidur penderita narkolepsi berbeda dengan orang normal. Terdapat dua fase
dalam proses tidur normal, yaitu fase REM (rapid eye movement) dan fase non-REM. Berikut
penjelasannya:
a. Fase non-REM
Fase non-REM terdiri dari tiga tahap yang masing-masing dapat berlangsung selama
5–15 menit. Berikut adalah tahapannya:
Tahap 1, di mana mata telah tertutup dan tidak mudah untuk dibangunkan.
Tahap 2, detak jantung melambat dan suhu tubuh menurun. Hal ini menandakan tubuh
bersiap untuk tahap tidur yang lebih nyenyak.
Tahap 3, tahap di mana seseorang yang tertidur akan lebih sulit untuk dibangunkan.
Jika bangun, ia akan merasa linglung selama beberapa menit.
b. Fase REM
Fase REM terjadi setelah seseorang tertidur selama 90 menit. Pada fase ini, detak
jatung dan napas akan bertambah cepat. Fase REM akan terjadi secara bergantian dengan fase
non-REM. Fase REM tahap pertama biasanya akan terjadi selama 10 menit, dan durasinya
akan terus bertambah pada tahap berikutnya hingga tahap terakhir yang bisa berlangsung
selama 1 jam. Pada penderita narkolepsi, proses tidur akan langsung memasuki fase REM,
baik saat penderita sedang bersiap untuk tidur atau ketika sedang terbangun dan beraktivitas.
Kondisi ini yang kemudian menyebabkan timbulnya gejala narkolepsi.
Pengobatan Narkolepsi, Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan
narkolepsi sepenuhnya. Tujuan pengobatan hanya untuk mengendalikan gejala, sehingga
aktivitas penderita tidak terganggu. Untuk narkolepsi ringan, pengobatan dapat dilakukan
dengan mengubah pola kebiasaan tidur. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mengurangi rasa kantuk di siang hari dan meningkatkan kualitas tidur di
malam hari :
Olahraga secara rutin minimal 30 menit setiap hari, dan jangan melakukannya terlalu
dekat dengan waktu tidur. Disarankan untuk berolahraga paling lambat 2 jam sebelum
tidur.
Hindari konsumsi makanan dengan porsi berat sebelum tidur.
Usahakan bangun pagi dan tidur malam pada jam yang sama setiap hari.
Biasakan tidur siang selama 10–15 menit setelah makan siang.
Jangan konsumsi kafein dan alkohol, serta hindari merokok sebelum tidur.
Lakukan hal-hal yang dapat merelaksasi pikiran sebelum tidur, seperti membaca atau
mandi air hangat.
Buat suasana dan suhu kamar senyaman mungkin.
Jika gejala yang muncul cukup parah, penderita perlu diberikan obat-obatan. Obat
yang diberikan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan, usia, riwayat penyakit, kondisi
kesehatan secara menyeluruh, dan efek samping yang mungkin ditimbulkan. Beberapa jenis
obat yang digunakan untuk meredakan gejala narkolepsi meliputi:
Stimulan, seperti methylphenidate, untuk merangsang sistem saraf pusat sehingga
membantu penderita tetap terjaga pada siang hari
Obat antidepresan trisiklik, seperti amitriptyline, untuk membantu meredakan gejala
katapleksi
Antidepresan jenis selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) atau serotonin and
norepinephrine reuptake inhibitor (SNRIs), untuk menekan waktu tidur, meringankan
gejala katapleksi, halusinasi, dan sleep paralysis
Sodium oxybate, untuk mencegah katapleksi dan meredakan rasa kantuk berlebih di
siang hari
Pitolisant, untuk membantu melepaskan zat histamin di otak guna meredakan rasa
kantuk di siang hari
Narkolepsi tidak dapat dicegah, tetapi pengobatan secara rutin dapat membantu
mengurangi jumlah serangan tidur yang mungkin terjadi. Selain itu, dengan melakukan cara-
cara yang telah disebutkan di atas untuk meningkatan kualitas tidur, timbulnya gejala
narkolepsi juga bisa dicegah.
Sumber : https://www.alodokter.com/narkolepsi
16. Diabetes Melitus type II
Diabetes adalah penyakit seumur hidup dimana badan seseorang tidak memproduksi
cukup insulin atau tidak dapat menngunakan insuin yang diproduksi dengan baik. Insuin
adalah hormon atau cairan kimia yang menolong mengatur dan mengendalikan fungsi tubuh
tertentu. Insulin dihasilkan oeh pancreas, sebuah kelenjar buntu yang kecil yang tepat berada
di bawah lambung. Di dalam pankreas ini, terdapat sel – sel beta yang khas yang disebut
pulau – pulau Langerhans yang mengeluarkan insulin langsung ke aliran darah. Di sana
insulin mengendalikan jumlah glukosa di dalam darah. Glukosa sebenarnya adalah gula. Bila
tubuh mencerna makanan yang dimakan, hidrat arang ( karbohidrat ), demikian juga dengan
protein dan lemak akan di ubah menjadi glukosa. Glukosa adalah sumber energi ( tenaga ),
bahan baker tubuh. Dan glukosa adalah makanan bagi berbagai sel di dalam tubuh.
Jika tubuh tidak memiliki insulin, maka tidak ada cara untuk mengendalikan glukosa
di dalam darah, maka seseorang berada pada kesusahan besar. Semua glukosa dari makanan
akan di tinggal di dalam darah, dan kadar gula darah akan sangat tinggi sehabis makan, dan
seseorang itu akan merasa sangat sakit. Bahkan seseorang itu bisa tidak sadarkan diri. Tubuh
tak mampu mengatasi gula yang berlebihan di dalam darah seperti itu dalam suatu ketika
terjadilah apa yang disebut “ hiperglekimia ” ( kadar gula darah yang tinngi ). Tubuh manusia
telah diciptakan dengan kesanggupan menghasilkan insulin untuk mengendalikan jumlah
glukosa dalam darah. Ada paling sedikit tiga fungsi peting insulin. Pertama, pada waku
pencernaan menolong mengubah kelebihan glukosa menjadi glukogen yang akan disimpan di
hati ( lever ) dan otot. Barang kali 50 – 60 % glukosa dari makanan langsung disimpan.
Tanggung jawab penting lainnya ialah memberi pada sel tubuh untuk mengambil glukosa
menjadi makanan dan energi mereka. Insulin juga membantu metabolisme ( penngunaan )
lemak tubuh. Tanpa insulin, atau oleh karena suatu alasan, insulin tak bekerja secara
sempurna, sel – sel tak dapat menggunakan glukosa yang mereka perlukan.
Tipe II Diabetes yang Tidak Bergantung Pada Insulin. ( NIDDM ).
Sangat sering terjadi diabetes tipe II ini menyerang orang dewasa yang mengalami
kelebihan berat badan yang telah berumur 40 tahun lebih. Di dalam diabetes tipe II ini
kelenjar pancreas masih memproduksi insulin, NIDDM relative lebih sering pada populasi
yang berkecukupan secara ekonomi, penyakit dapat berlangsung dalam bentuk subklinis
dalam waktu yang lama sebelum terdiagnosa, onset dapat dipicu oleh kehamilan, obat –
obatan dan penyakit tertentu. Faktor Penyebab tipe II Diabetes yaitu factor keturunan,
Dengan diabetes tipe II ini mempunyai kecendrungan keturunan yang sangat kuat
untuk mendapatkan penyakit ini. Jika anda mempunyai seseorang angota keluarga yang
menderita penyakit diabetes, kemungkinan anda mendapat diabetes adalah mencapai dua kali
lebih tinggi dari orang – orang biasa yang tidak memiliki keluarga yang menderita diabetes.
Jika anda memiliki dua orang anggota keluarga yang menderita penyakit diabetes, anda akan
mempunyai kemungkinan empat kali lebih tinggi mendapa diabetes. Para ilmu pengetahuan
telah menemukan gen yang cacat atau rusak yang mungkin menjadi penyebab dari 10 – 20 %
dari kasus diabetes. Penelitian menyatakan bahwa dengan kecacatan genetika ini, tubuh bisa
memproduksi insulin pada mulannya untuk menjaga fungsi – fungsi tubuh berjalan dengan
baik. Namun demikian, faktor – faktor lingkungan atau tekanan berat pada badan seperti
kehamilan atau penyakit bisa membuat tubuh menjadi tidak sanngup untuk menanggulangi
glukosa yang diterimannya, dan mengakibatkan diabetes.
Adapun tanda – tanda dan gejala tipe II ialah ;
• Biasanya terjadi diam – diam dan pelan – pelan
• Gatal – gatal pada daerah kemaluan.
• Luka atau goresan lama sembuh
• Sering lambat sembuh infeksi tak jelas penyebabnya pada kulit, gusi dan lainnya.
• Rasa nyeri, pegal dan rasa ditusuk – tusuk pada tungkai dan kaki
• Pengihatan kabur
• Mual dan muntah
Terdapat cara mengobati untuk diabetes, dengan Diet untuk penderita diabetes tipe II
a. Mengendalikan berat badan
b. Makanlah lebih sedikit kalori
c. Jangan makan diantara makan yang ditetapkan
d. Hindari makan yang berlebihan.
Beberapa dari obat diabetes sesungguhnya dapat menimbulkan reksi hiplogikemia,
jika obat itu di pakai dengan alcohol, obat yang mengandung anabalic esteroid atau bereaksi
kepada obat diabetes termasuk ke beberapa golongan steroid. Sebagian dari obat untuk
diabetes mengakibatkan sakit kepala dan muka merah jika penderita minum – minuman
berakohol., mual – mual dan bagi wanita hamil tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi
obat diabetes karena dapat menyebabkan terhadap bayi.
Terdapat cara pencegahan, Secara umum tidak ada upaya perventif primer yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit Diabetes Mellitus.
Preventif sekunder dilakukan dengan :
1. Skrining
- Skrining dengan menggunakan : tes urine, kadar gula darah puasa dan GTT
- Skrining di rekomendasikan untuk orang – orang yang memiliki keluarga diabetes, kadar
glucose abnormal pada saat hamil, mempunyai gangguan vaskuler, dan orang – orang yang
mempunyai berat badan lebih atau gemuk.
2. Pengbatan untuk penderita – penderita yang asimptomatik dengan kadar gula yang
abnormal.
- Penyakit DM tidak dapat di cegah
- Tapi kompikasi sekunder seperti nefropathy dan neuropathy dapat dicegah.
3. Modifikasi dari faktor – faktor resiko penyakit kardiovaskuler
- Menjaga berat badan, tekanan darah, kadar kolesterol
- Berhenti merokok
4. Bantuan penyuluhan kesehatan dengan :
- Buku – buku pedoman untuk diet, pengobatan, tes urine, monitoring dan tanda – tanda vital.
- Petugas kesehatan atau relawan yang melakukan kunjungan kepada penderita.
Sumber : https://riskaputrifitriani.blogspot.com/
Sembelit
Ada darah dalam urine
Terjadi pembengkakan pada salah satu kaki
Nyeri pada tulang
Hilang nafsu makan
Rasa nyeri pada perut bagian bawah dan panggul
Kelelahan
Rasa nyeri pada punggung atau pinggang yang disebabkan oleh pembengkakan ginjal.
Kondisi ini disebut sebagai hidronefrosis.
Virus HPV sangat umum ditularkan melalui hubungan seksual dengan adanya kontak
langsung antara kelamin yang disertai pertukaran cairan tubuh. Beberapa jenis HPV tidak
menimbulkan gejala yang jelas, dan infeksi bisa hilang tanpa penanganan medis. Infeksi HPV
belum ada obatnya.Virus HPV sendiri bisa menetap di dalam tubuh dengan atau tanpa
penanganan. Untuk wanita pada umumnya dianjurkan untuk mendapat vaksinasi HPV
sebagai langkah pencegahan tertularnya jenis virus yang menyebabkan kanker.
Terdapat stadium kanker dapat ditentukan sebagai penanda seberapa jauh kanker telah
menyebar. Semakin tinggi stadium, semakin luas penyebaran kankernya. Berikut adalah
stadium kanker serviks:
Stadium 0: stadium prakanker. Tidak ada sel kanker dalam serviks, tapi ada
perubahan biologis yang berpotensi memicu kanker di kemudian hari. Tahap ini
disebut sebagai cervical intraepithelial neoplasia (CIN) atau carcinoma in situ (CIS).
Stadium 1: kanker masih berada di dalam serviks dan belum ada penyebaran.
Stadium 2: kanker sudah menyebar ke luar serviks dan di jaringan sekitarnya. Tapi
belum mencapai dinding panggul atau bagian bawah vagina.
Stadium 3: kanker sudah menyebar ke ke bagian bawah vaginadan/ataudinding
panggul.
Stadium 4: kanker sudah menyebar ke usus, kandung kemih, atau organ lain, seperti
paru-paru.
Pemilihan metode pengobatan kanker serviks bergantung pada beberapa faktor, misalnya:
Stadium kanker
Jenis kanker
Usia pasien
Kondisi medis lain yang mungkin sedang dihadapi
Pengobatan kanker serviks berdasarkan stadium dibagi menjadi dua. Pertama, operasi
pengangkatan sebagian atau seluruh organ rahim, radioterapi, atau kombinasi keduanya.
Kedua, penanganan kanker serviks stadium akhir, yaitu radioterapi dan/atau kemoterapi.
Kadang operasi juga perlu dilakukan.
Pengangkatan Sel-Sel Prakanker
Penanganan sel prakanker dibutuhkan apabila hasil pap smear memerlihatkan adanya
perubahan biologis yang berpotensi menjadi kanker di kemudian hari.
Radical tracheletomy
Prosedur ini bertujuan mengangkat serviks, jaringan sekitarnya, dan bagian atas dari
vagina, tanpa mengangkat rahim.
Histerektomi
Prosedur ini adalah operasi pengangkatan rahim.Biasanya dilakukan untuk kanker
serviks stadium awal.Ada dua jenis operasi histerektomi:
Histerektomi sederhana.Prosedur di mana yang akan diangkat adalah leher rahim dan
rahim. Pada beberapa kasus, ovarium dan tuba falopi bisa juga turut diangkat.
Prosedur ini bisa dilakukan untuk kanker serviks stadium awal.
Histerektomi radikal.Proses pengangkatan leher rahim, rahim, jaringan di sekitarnya,
nodus limfa, ovarium, dan tuba falopi.
Efek samping jangka pendek dari operasi histerektomi misalnya perdarahan, infeksi,
risiko cedera pada kandung kemih, ureter, dan rektum serta penggumpalan darah.
Pelvic exenteration
Prosedur operasi besar yang dilakukan untuk mengangkat leher rahim, jaringan
sekitarnya serta bagian atas vagina. Namun, rahim tidak ikut diangkat.
Pasien yang menjalani pengobatan dengan kemoterapi harus melakukan tes darah
rutin. Ini dilakukan untuk memeriksa kesehatan ginjal, karena beberapa obat-obatan
kemoterapi bisa merusak ginjal. Efek samping yang paling sering terjadi setelah kemoterapi,
antara lain:
Mengalami sariawan
Hilang nafsu makan
Merasakan kelelahan
Mual dan muntah.
Rambut rontok
Penggunaan kondom dapat melindungi Anda dari HPV saat berhubungan seks. Meski
demikian, hal ini tidak selalu efektif mencegah terjadinya infeksi. Saat terinfeksi HPV, sistem
kekebalan tubuh mencegah virus untuk melukai rahim. Namun pada sebagian wanita, virus
bisa menetap selama bertahun-tahun. Hal ini mengakibatkan sel-sel yang berada di
permukaan leher rahim berubah menjadi sel kanker. Vaksin untuk mencegah infeksi HPV
yang berisiko kanker sudah tersedia. Vaksinasi HPV yang saat ini tersedia adalah vaksin
bivalen untuk HPV 16 dan 18; vaksin kuadrivalen untuk HPV 6, 11, 16 dan 18; atau vaksin
nonavalen untuk 9 jenis HPV yaitu 4 jenis ditambah 31,33, 45, 52, dan 58.
Pencegahan kanker serviks, dapat melakukan Screening serviks atau pap smear
dianjurkan untuk dilakukan karena dapat mendeteksi dini kelainan pada perubahan sel di
dalam serviks, yang bisa berpotensi menyebabkan kanker serviks. Saat melakukan pap smear,
sampel sel diambil dari leher rahim dan diperiksa di bawah mikroskop. Risiko terkena kanker
serviks dapat ditekan dengan menjalani pengobatan ketika sel-sel masih dalam tahap pra-
kanker. Namun perlu dimengerti bahwa screening serviks bukanlah tes untuk mendiagnosis
kanker serviks melainkan untuk mendeteksi sel yang abnormal.
Perubahan sel tidak selalu berujung pada kanker. Sel yang abnormal masih bisa
kembali normal dengan sendirinya. Pada kasus tertentu, sel yang bersifat abnormal perlu
diangkat karena berpotensi menjadi kanker. Untuk wanita usia 21-29 tahun dianjurkan
menjalani pap smear tiap 3 tahun. Sedangkan pada wanita usia 30-64 tahun, kombinasi pap
smear dan tes HPV DNA dapat dilakukan tiap 5 tahun, atau bisa juga dengan menjalani
masing-masing tes secara terpisah tiap 3 tahun. Pada wanita usia 65 tahun ke atas, mintalah
saran dokter mengenai perlunya menjalani pemeriksaan pap smear. Bila Anda adalah wanita
yang aktif secara seksual dan berusia diatas 21 tahun serta memiliki risiko besar penyakit
menular seksual, Anda disarankan untuk melakukan tes untuk penyakit-penyakit seperti
klamidia, gonorhea, dan sifilis setiap tahunnya. Bila perlu lakukan tes HIV setiap tahunnya.
Tanyakan pada dokter yang menangani Anda mengenai vaksin HPV (human
papilloma virus). Mendapatkan vaksin HPV dapat membantu Anda mencegah infeksi HPV
yang juga dapat mengurangi risiko Anda terkena kanker serviks dan penyakit kanker lain
yang berhubungan dengan HPV. Cegah kanker serviks dengan melakukan berhubungan seks
dengan aman. Kurangi risiko kanker serviks dengan mengambil langkah pencegahan infeksi
menular seksual, seperti menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks dan membatasi
jumlah pasangan seksual yang Anda miliki. Jangan merokok, baik rokok konvesional ataupun
rokok elektrik, dan minum alkohol. Merokok dan minum alkohol dapat meningkatkan risiko
Anda terkena kanker serviks berkali-kali lipat. Merokok juga dapat menyebabkan Anda
terkena kanker lain seperti kanker sel skuamosa. Tingkatkan daya tubuh Anda dengan
mengonsumsi makanan yang penuh nutrisi, istirahat yang cukup, dan berolahraga dengan
intensitas sedang agar tubuh Anda juga menjadi lebih bugar.
Sumber : https://www.klikdokter.com/penyakit/kanker-serviks