almanhaj.or.id/3897-perang-uhud-2.html
15 April 2014
PERANG UHUD
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan Madinah pada hari Jum’at disertai
dengan seribu pasukan. Diantara mereka ada 100 orang yang mengenakan baju besi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pada saat itu mengenakan dua lapis baju
besi.[1] Sebelum meninggalkan Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan amanah kepada Abdullah bin Ummi Maktûm untuk mengimami shalat kaum
muslimin di Madinah.
Ketika sudah melewati bukit Wadâ’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat
sekelompok orang yang bersenjata lengkap. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya: “Siapa mereka ?” Para shahabat menjawab : “Itu adalah Abdullah bin Ubay
ibnu Salul beserta teman-temannya orang-orang Yahudi Bani Qainuqâ’, kelompoknya
Abdullah bin Salam yang berjumlah enam ratus. Mereka” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bertanya lagi : “Apakah mereka sudah memeluk agama Islam ?” Para
shahabat menjawab : “Tidak, wahai Rasulullah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
1/4
bersabda : “Suruhlah mereka pulang ! kita tidak akan minta bantuan kepada orang-orang
musyrik dalam rangka menghadapi orang-orang musyrik juga.”[2] Jika riwayat ini benar,
berarti pengusiran terhadap Bani Qainuqâ’ itu terjadi setelah perang Uhud.
Maka mengapa kalian (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-
orang munafik, padahal Allah Telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan
usaha mereka sendiri ? [an-Nisa’/4:88][4]
Menyaksikan pembelotan Abdullah bin Ubay ibnu Salul ini, Abdullah bin ‘Amr bin Harâm
Radhiyallahu anhu menyusul mereka hendak mengingatkan agar kembali dan bergabung
dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam namun uapaya ini gagal dan mereka
tetap menolak. Akhirnya, Abdullah bin ‘Amr bin Harâm Radhiyallahu anhu geram dan
mengatakan : “Semoga Allah Azza wa Jalla menjauhkan kalian dari rahmat-Nya, wahai
musuh-musuh Allah ! Allah Azza wa Jalla pasti akan menjadikan nabi-Nya tidak butuh
pada kalian.” Isyarat tentang dialog ini terdapat dalam firman Allah Azza wa Jalla :
ۖ اﷲِ أَ ِو ا ْد َﻓﻌُﻮا
ﯿﻞ ﱠ ُ َ َ َ ُ َ ﴾ َوﻟِﯿَ ْﻌﻠَ َﻢ اﻟﱠ ِﺬ١٦٦﴿ﯿﻦ
ِ ِﯾﻦ ﻧَﺎ َﻓﻘﻮا ۚ َو ِﻗﯿﻞ ﻟ ُﻬ ْﻢ ﺗَ َﻌﺎﻟ ْﻮا َﻗﺎﺗِﻠﻮا ِﻓﻲ َﺳﺒ ْ اﷲِ َوﻟِﯿَ ْﻌﻠَ َﻢ ْاﻟﻤ
َ ُِﺆ ِﻣﻨ ﺻﺎﺑَ ُﻜ ْﻢ ﯾَ ْﻮ َم ْاﻟﺘَ َﻘﻰ ْاﻟ َﺠ ْﻤ َﻌﺎن َﻓﺒﺈ ْذن ﱠ
ِ ِِ ِ َ ََو َﻣﺎ أ
َ اﷲُ أَ ْﻋﻠَ ُﻢ ﺑِ َﻤﺎ ﯾَ ْﻜﺘُﻤ
ُﻮن ﺲ ِﻓﻲ ُﻗﻠُﻮﺑِ ِﻬ ْﻢ ۗ َو ﱠ ِ ﻮن ﺑِﺄَ ْﻓ َﻮ
َ اﻫ ِﻬ ْﻢ َﻣﺎ ﻟَْﯿ َ ُﺎن ۚ ﯾَ ُﻘﻮﻟ
ِ ﻺﯾ َﻤ
َ ُْ ُ ً َ َ ُ
ِ ْ َِﻗﺎﻟﻮا ﻟ ْﻮ ﻧَ ْﻌﻠ ُﻢ ِﻗﺘَﺎﻻ َﻻﺗﱠﺒَ ْﻌﻨَﺎﻛ ْﻢ ۗ ُﻫ ْﻢ ﻟِﻠﻜ ْﻔ ِﺮ ﯾَ ْﻮ َﻣﺌِ ٍﺬ أ ْﻗ َﺮ ُب ِﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ ﻟ
Dan apa yang menimpa kalian pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu
adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang
beriman. Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada
mereka dikatakan: “Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)”.
mereka berkata: “Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami
mengikuti kamu” Pada hari itu, mereka lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan.
Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan
Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka
sembunyikan. [Ali Imrân/3:166-167][5]
Ketika itu, Bani salamah dari suku Khazraj dan Bani Hâritsah dari suku Aus hampir saja
ikut mundur dan bergabung bersama orang-orang munafik, namun Allah Azza wa Jalla
memberikan mereka keteguhan hati untuk tetap bertahan dengan kaum Muslimin.
2/4
Tentang mereka ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah
penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah orang-orang mukmin
bertawakkal hanya kepada Allah [Ali Imrân/3:122][6]
Rasulullah beserta kaum Muslimin terus melanjutkan perjalanan. Ketika tiba di daerah
Syaikhân[7] , mereka beristirahat dan bermalam disana. Disinilah, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada beberapa pemuda untuk kembali dan tidak
memperkenankan mereka ikut terjun ke medan tempur. Hal ini disebabkan karena usia
mereka yang masih terlalu muda, yaitu masih berusia empat belas tahun kebawah.
Diantara mereka yang disuruh pulang adalah Abdullah bin Umar, Zaid bin Tsâbit, Usâmah
bin Zaid, Nu’mân bin Basyîr, Zaid bin Arqam, Barrâ’ bin ‘âzib dan lain-lain[8] , termasuk
diantara yang ditolak oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Ibnu Umar
Radhiyallahu anhuma[9] . Jumlah anak-anak muda yang diperintahkan oleh Rasulullah
untuk kembali ini sekitar 14 orang. Pada saat yang sama, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam memberikan ijin kepada Raafi’ bin Khadiij Radhiyallahu anhu karena dia ahli
memanah juga memberikan ijin kepada Samurah bin Jundub karena dia lebih kuat
dibandingkan Raafi’. Saat itu, usia keduanya juga sudah lima belas tahun. Oleh karena
itu, ada yang berpendapat bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan
ijin kepada mereka karena usia mereka yang sudah lima belas tahun, bukan karena
kemampuan mereka.[10]
Pada malam ini, Dzakwân bin Abdil Qais senantiasa berjaga-jaga, bahkan ada yang
mengatakan, beliau Radhiyallahu anhu tidak pernah meninggalkan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam .
Maraji :
– as-Siratun Nabawiyah fi mashaadiril Ashliyyah
– Fiqhus siyar min Zâdil Ma’âd
3/4
hokum beliau t ini. (al Maghaziy, karya al-Waaqidi, 1/219) – lihat as-Siratun Nabawiyyah fi
Dhau’il Mashadiril Ashliyyah, hlm. 382.
[2]. Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d pada dua tempat. yang pertama (2/39) tanpa sanad dan
yang kedua (2/48) dengan sanadnya dan riwayat kedua inilah yang kita bawakan ini.
Namun dalam sanadnya ada beberapa catatan, karena perawinya yang bernama Ibnu
Khadasy, orangnya jujur tapi terkadang salah; perawi yang bernama Muhammad bin Amr,
orangnya jujur tapi memiliki catatan; serta Ibnul Mundzir orangnya maqbul. Sanad yang
memiliki catatatan ini diperkuat oleh riwayat-riwayat lain (syawâhid dan mutaba’at). – lihat
as-siratun nabawiyyah fi dhau’il mashadiril ashliyyah, hlm. 382.
[3]. Kisah tentang orang-orang munafik yang membelot ini bisa didapatkan dalam shahih
Bukhari, al-Fath, 15/232, hadits no. 4050.
[4]. HR Imam Bukhari, al-Fath, 15/232, no. 4050, lihat riwayat-riwayat tentang masalah ini
dalam tafsir at-Thabari. beliau rahimahullah juga membawakan riwayat lain tentang
sebab turun ini.
[5]. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishâq secara mursal (Ibnu Hisyâm, 3/93).
[6]. Diriwayatkan oleh Imam Bukhâri, al-Fath,5/233, no. 4051 dan Imam Muslim, 4/1984,
no. 2505
[7]. Dua bangunan yang pada zaman jahiliyah ditempati oleh dua orang tua buta.
Sehingga kedua bangunan ini dikenal dengan nama syaikhaan (dua orang tua).
[8]. Nama-nama mereka disebutkan oleh Ibnu Sayidin Nâs, ‘Uyûnul Atsar 2/7.
[9]. HR Imam Bukhâri, al-Fath, 15/276, no. 4097 dan Imam Muslim, 3/1490, no. 1868
[10]. Fiqhus siyar min Zaadil Ma’ad, hlm. 179
[11]. Fiqhus siyar min Zaadil Ma’ad, hlm. 190
4/4