Anda di halaman 1dari 14

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam – Halaqah 16 | Penjelasan Pembatal

Keislaman Ke Enam Bagian  2


Halaqah yang ke enam belas dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Dalil bahwasanya orang yang mengejek agama Allah dan apa yang berkaitan dengannya menjadi kafir
adalah firman Allah,
‫ون الَ َتعْ َت ِذرُو ْا َق ْد َك َفرْ ُتم َبعْ دَ إِي َما ِن ُك ْم‬ ِ ‫قُ ْل أَ ِبا‬
َ ُ‫هلل َوآ َيا ِت ِه َو َرسُولِ ِه ُكن ُت ْم َتسْ َته ِْزؤ‬
“Katakanlah wahai Muhammad, apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya, kalian mengejek-
ejek? Janganlah kalian minta udzur. Sungguh kalian telah kufur setelah keimanan kalian.” [At Taubah 65-
66]
Pada tahun ke-9 ketika Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dalam perjalanan dalam
rangka perang Tabuk, ada seseorang berkata di dalam sebuah majelis yang dihadiri oleh yang lain,
‫ َوال أَجْ َب َن عِ ْندَ اللِّ َقا ِء‬، ‫ب أَ ْلسِ َن ًة‬ َ ‫ َوال أَ ْك َذ‬، ‫ُطو ًنا‬ ُ ‫بب‬ َ ‫ْت م ِْث َل قُرَّ ا ِئ َنا َهؤُ ال ِء ال أَرْ َغ‬
ُ ‫َما َرأَي‬
“Aku tidak melihat orang-orang yang lebih besar perutnya (lebih banyak makannya), lebih dusta
ucapannya, dan lebih pengecut ketika berperang, daripada mereka.”
Dan dia memaksudkan mengejek Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan juga para sahabatnya.
Auf bin Malik radhiyallāhu ‘anhu salah seorang sahabat Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika
mendengar ucapan ini, beliau mengingkari, seraya berkata,
ُ َ ‫َك َذ‬
‫هللا صلى هللا عليه وسلم‬ ِ ‫خب َرنَّ َرسُو َل‬ ِ ‫ك ُم َناف ٌِق أَل‬ َ ‫ َولَ ِك َّن‬،‫بت‬
“Engkau telah berdusta. Akan tetapi engkau adalah seorang munafik, sungguh aku akan mengabarkan
kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam.”
Kemudian beliau segera pergi menuju kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan ternyata wahyu
telah mendahului.
Allah telah mengabarkan kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam tentang ucapan laki-laki tersebut.
Maka orang munafik tadi datang dan meminta maaf, meminta udzur kepada Beliau shallallāhu ‘alaihi wa
sallam.
Allah berkata,
ُ‫ٕىن َسأ َ ۡل َتهُمۡ لَ َیقُولُنَّ إِ َّن َما ُك َّنا َن ُخوضُ َو َن ۡل َع ۚب‬Bِِٕ َ‫َول‬
[Surat At-Tawbah 65]
“Dan kalau engkau bertanya kepada mereka, mereka berkata, sesungguhnya kami hanya berbincang dan
bermain-main saja.”
Maka Allah menyuruh Nabi-Nya untuk menjawab,
‫ون الَ َتعْ َت ِذرُو ْا َق ْد َك َفرْ ُتم َبعْ دَ إِي َما ِن ُك ْم‬ ِ ‫قُ ْل أَ ِبا‬
َ ُ‫هلل َوآ َيا ِت ِه َو َرسُولِ ِه ُكن ُت ْم َتسْ َته ِْزؤ‬
“Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan juga Rasul-Nya, kalian mengejek? Janganlah kalian minta udzur.
Sungguh kalian telah kufur setelah keimanan kalian.”
Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam mengulang-ulang ucapan tersebut dan tidak menambahnya.
“Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya, kalian mengejek? Janganlah kalian minta udzur.
Sungguh kalian telah kufur setelah keimanan kalian.”
Ini menunjukkan kepada kita tentang bahayanya mengejek-ejek segala sesuatu yang berkaitan dengan
agama Allah.
Firman Allah, ‫َق ْد َك َفرْ ُتم َبعْ َد إِي َما ِن ُك ْم‬
“Sungguh kalian telah kufur setelah keimanan kalian.” menunjukkan bahwa mengejek Allah, ayat-ayat-
Nya, serta Rasul-Nya, adalah kekufuran.
Allah mengatakan, ‫( َك َفرْ ُتم‬kalian telah kufur).
Padahal saat itu yang mengucapkan ucapan ejekan hanyalah satu orang. Yang demikian karena orang-
orang yang mendengar saat itu ridho terhadap ejekan tersebut, meskipun mereka tidak mengucapkan.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
( َّ‫ث َغ ۡی ِر ِهۦۤ إِ َّن ُكمۡ إِ ࣰذا م ِّۡثلُه ُۡۗم إِن‬
ٍ ‫ُوا فِی َحدِی‬ ۟ ‫ت ٱهَّلل ِ ی ُۡك َف ُر ِب َها َوی ُۡس َت ۡه َزأ ُ ِب َها َفاَل َت ۡق ُع ُد‬
۟ ‫وا َم َعهُمۡ َح َّت ٰى َی ُخوض‬ ِ ‫َو َق ۡد َن َّز َل َعلَ ۡی ُكمۡ فِی ۡٱل ِك َت ٰـ‬
ِ ‫ب أَ ۡن إِ َذا َسم ِۡع ُتمۡ َءا َی ٰـ‬
‫ین فِی َج َه َّن َم َجمِی ًعا‬ َ ‫ِین َو ۡٱل َك ٰـف ِِر‬
َ ‫)ٱهَّلل َ َجا ِم ُع ۡٱل ُم َن ٰـفِق‬
[Surat An-Nisa’ 140]
“Dan sungguh telah Allah turunkan kepada kalian di dalam Al Qur’an, apabila kalian mendengar ayat-ayat
Allah dikufuri dan diejek, maka janganlah kalian duduk bersama mereka sampai mereka berbicara tentang
pembicaraan lain. Sesungguhnya kalau kalian demikian, maka kalian semisal dengan mereka.
Sesungguhnya Allah mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam,
semuanya.”
Apabila mendengar di sana ada ayat Allah dihina atau Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dihina, atau
para sahabat dihina, maka janganlah kalian duduk bersama mereka, sampai mereka merubah tema
pembicaraan mereka.
Apabila kalian duduk bersama mereka, santai bersama mereka, tidak tergerak hati kalian ketika
mendengar Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya dihina, niscaya kalian semisal dengan mereka.
Dan perlu diketahui bahwa mengejek terkadang dengan lisan, terkadang dengan tulisan, bahkan bisa
dengan isyarat, seperti isyarat mata atau tangan.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam – Halaqah 17 | Penjelasan


Pembatal Keislaman Ke Tujuh Bagian 1
Halaqah yang ke tujuh belas dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Beliau berkata,
‫َّاب ُع‬
ِ ‫الس‬:
‫السِّحْ ُر َو ِم ْن ُه الصَّرْ فُ َوال َع ْطفُ َف َمنْ َف َعلَ ُه أَ ْو َرضِ َي ِب ِه َك َف َر‬
ْ‫ان مِنْ أَ َح ٍد َح َّتى َيقُوالَ إِ َّن َما َنحْ نُ فِ ْت َن ٌة َفالَ َت ْكفُر‬ِ ‫َوال َّدلِي ُل َق ْولُ ُه َت َعالَى َو َما ُي َعلِّ َم‬
“Yang ke tujuh adalah sihir. Dan diantara macamnya, Ash Shorfu dan Al ‘Athfu. Barangsiapa yang
mengerjakannya atau ridho dengan sihir, maka dia telah kufur, keluar dari Islam. Dalilnya adalah firman
Allah yang artinya ‘Dan tidaklah keduanya mengajarkan sihir kepada seseorang sampai keduanya berkata
sesungguhnya kami adalah ujian, maka janganlah engkau kufur.’ [Al Baqarah 102]”
‫ السِّحْ ُر‬di dalam Bahasa Arab adalah segala hal yang samar sebabnya.
‫ الس ََّح ُر‬artinya di akhir malam. Dinamakan demikian karena waktu tersebut adalah waktu yang samar.
Sihir yang dilarang ada dua jenis:
1. Sihir hakiki
Yaitu sihir yang benar-benar, maksudnya sihir yang memudhoroti orang lain, membuat sakit, membunuh,
sihir yang menjadikan kecintaan menjadi sebuah kebencian, dan sebaliknya.
2. Sihir takhyili, yaitu sihir yang hanya sekedar hayalan, menjadikan penglihatan orang lain melihat
sesuatu yang tidak sebenarnya, seperti yang terjadi di zaman Nabi Musa ‘alaihissalam ketika Fir’aun
mengumpulkan tukang sihir-tukang sihir di Mesir untuk melawan Nabi Musa ‘alaihissalam. Mereka
menggunakan sihir takhyili, menyihir mata-mata manusia sehingga melihat tali-tali yang mereka lempar
seakan-akan itu adalah ular.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
(‫ٱس َت ۡر َهبُوهُمۡ َو َج ۤاءُو ِبسِ ۡح ٍر َعظِ ی ࣲم‬ ۡ ‫اس َو‬ ۡ ۖ۟ ُ‫ِین ۝ َقا َل أَ ۡلق‬
ِ ‫وا َفلَم َّۤا أَل َق ۡو ۟ا َس َحر ُۤو ۟ا أَ ۡعی َُن ٱل َّن‬ َ ‫وا َی ٰـمُو َس ٰۤى إِم َّۤا أَن ُت ۡلق َِی َوإِم َّۤا أَن َّن ُك‬
َ ‫ون َن ۡحنُ ۡٱلم ُۡلق‬ ۟ ُ‫) َقال‬
[Surat Al-A’raf 115 – 116]
“Mereka berkata, wahai Musa silakan engkau yang melempar tongkatmu dahulu atau kami yang
melempar? Beliau berkata, silakan kalian melempar tali-tali kalian. Ketika mereka melempar tali-tali
tersebut, mereka menyihir mata-mata manusia dan manusia menjadi takut, yaitu ketika mereka melihat
dengan mata mereka, bahwa tali-tali tersebut seakan-akan berubah menjadi ular. Dan mereka pun datang
dengan sihir yang besar.”
Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Musa ‘alaihissalam dimana Allah benar-benar menjadikan tongkat Nabi
Musa, ular yang hidup yang bergerak yang memakan tali-tali yang dilempar.
Kedua jenis sihir ini diharamkan di dalam agama Islam dan sihir memiliki macam-macam yang banyak,
diantaranya kata beliau adalah As Shorfu dan Al ‘Athfu.
Ash Shorfu artinya adalah memalingkan. Maksudnya memalingkan rasa cinta menjadi rasa benci. Misalnya
seorang suami yang mencintai istrinya berubah menjadi kebencian dengan sebab sihir ini.
Al ‘Athfu artinya adalah cinta. Sihir ini menjadikan seseorang yang awalnya membenci akhirnya menjadi
mencintai.
Beliau mengatakan,
‫َف َمنْ َف َعلَ ُه أَ ْو َرضِ َي ِب ِه َك َف َر‬
“Barangsiapa yang mengamalkan sihir ini atau ridho dengan sihir ini, maka dia telah kufur.”
Jika seseorang bekerjasama dengan syaithan untuk menyihir orang lain atau dia ridho dengan sihir
tersebut meskipun dia tidak melakukannya, maka dia telah kufur. Karena ridho dengan sihir adalah ridho
dengan kekufuran. Dalil yang menunjukkan bahwa sihir adalah kufur dan bisa mengeluarkan seseorang
dari Islam adalah firman Allah,
ْ‫ان مِنْ أَ َح ٍد َح َّتى َيقُوالَ إِ َّن َما َنحْ نُ فِ ْت َن ٌة َفالَ َت ْكفُر‬
ِ ‫َو َما ُي َعلِّ َم‬
“Dan tidaklah keduanya (Harut dan Marut) mengajarkan kepada orang lain sihir, sampai keduanya berkata
sesungguhnya kami adalah fitnah, maka janganlah engkau kufur.” [Al Baqarah 102]
Dan maksud janganlah engkau kufur yaitu janganlah engkau mempelajari sihir.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam – Halaqah 18 | Penjelasan Pembatal


Keislaman Ke Tujuh Bagian  2

Halaqah yang ke delapan belas dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Allah berfirman,
ْ‫ان مِنْ أَ َح ٍد َح َّتى َيقُوالَ إِ َّن َما َنحْ نُ فِ ْت َن ٌة َفالَ َت ْكفُر‬ ِ ‫َو َما ُي َعلِّ َم‬
“Dan tidaklah keduanya (Harut dan Marut) mengajarkan kepada orang lain sihir, sampai keduanya berkata
sesungguhnya kami adalah ujian, maka janganlah engkau kufur.”
Ayat ke-102 dari surat Al Baqarah ini menceritakan tentang orang-orang Yahudi dan kebiasaan mereka
melakukan sihir.
Allah berfirman,
(‫وا ٱل َّش َی ٰـطِ ینُ َعلَ ٰى م ُۡلكِ ُسلَ ۡی َم ٰـ ۖ َن‬ ۟ ُ‫ُوا َما َت ۡتل‬
۟ ‫)وٱ َّت َبع‬
َ
[Surat Al-Baqarah 102]
“Dan mereka (orang-orang Yahudi mengikuti apa yang dibaca oleh syaithan-syaithan kepada tukang sihir-
tukang sihir di zaman kerajaan Sulaiman.”
Maksudnya orang-orang Yahudi meyakini bahwa Sulaiman bisa menundukkan jin dengan sihir
sebagaimana tukang sihir-tukang sihir. Padahal tidak demikian. Allah telah menjadikan jin dan syaithan
tunduk kepada Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, sehingga mereka pun menurut ketika diperintah oleh Nabi
Sulaiman.
Allah berfirman,
(‫ین ُك َّل َب َّن ۤا ࣲء َو َغ َّوا ࣲص‬ َ ِ‫) َوٱل َّش َی ٰـط‬
َ ۡ
(‫ِین فِی ٱ صفا ِد‬ َ ‫أۡل‬ َ ‫ین ُم َقرَّ ن‬َ ‫اخ ِر‬ َ ‫)و َء‬َ
[Surat Sad 37 – 38]
“Dan syaithan-syaithan, ada diantara mereka yang membangun, dan ada diantara mereka yang
menyelam, dan ada diantara mereka yang dibelenggu.”
Dan Nabi Sulaiman ‘alaihissalam pernah berdo’a kepada Allah,
‫َو َه ۡب لِی مࣰكُۡلا اَّل َی ۢن َبغِی أِل َ َح ࣲد م ِّۢن َب ۡعد ِۤی‬
[Surat Sad 35]
“Ya Allah, berikanlah aku kekuasaan yang tidak Engkau berikan kepada seorang pun setelahku.”
Adapun tukang sihir-tukang sihir, maka mereka menundukkan jin dengan mantra-mantra yang isinya
adalah kekufuran kepada Allah. Apabila diucapkan oleh seorang tukang sihir, maka syaithan akan ridho
karena syaithan sangat senang dengan kekufuran. Apabila dia ridho, maka dengan senang hati dia dan
pasukannya membantu apa yang diinginkan oleh tukang sihir, berupa santet dll.
Kemudian Allah mengatakan,
‫اس ٱلس ِّۡح َر‬ َ ‫ُون ٱل َّن‬ َ ‫ُوا ُی َعلِّم‬۟ ‫ین َك َفر‬ َ ِ‫َو َما َك َف َر ُسلَ ۡی َم ٰـنُ َولَ ٰـكِنَّ ٱل َّش َی ٰـط‬
[Surat Al-Baqarah 102]
“Dan Sulaiman tidaklah kufur. Akan tetapi syaithan-syaithan itulah yang kufur. Dimana mereka
mengajarkan kepada manusia sihir.”
Syaithan-syaithan itu adalah makhluk-makhluk yang kufur. Diantara sebabnya adalah mereka
mengajarkan manusia sihir. Bukan hanya mengamalkan sihir, bahkan mengajarkan sihir tersebut kepada
orang lain. Ini adalah termasuk kekufuran.
Allah berfirman,
َ ۚ ‫ُوت َو َم ٰـر‬
‫ُوت‬ َ ‫نز َل َعلَى ۡٱل َملَ َك ۡی ِن ِب َب ِاب َل َه ٰـر‬ ُ ۤ
ِ ‫َو َما أ‬
[Surat Al-Baqarah 102]
“Dan apa yang Allah turunkan kepada keduanya, yaitu malaikat Harut dan Marut (berupa sihir).”
Allah mengatakan setelahnya,
ْ‫ان مِنْ أَ َح ٍد َح َّتى َيقُوالَ إِ َّن َما َنحْ نُ فِ ْت َن ٌة َفالَ َت ْكفُر‬ ِ ‫َو َما ُي َعلِّ َم‬
“Dan tidaklah keduanya mengajarkan kepada orang lain sihir tersebut, kecuali setelah berkata, kami
hanyalah ujian, janganlah engkau kufur.”
Kemudian Allah berfirman,
ۚ‫ون ِبهِۦ َب ۡی َن ۡٱل َم ۡر ِء َو َز ۡو ِج ِهۦ‬ َ ُ‫ُون م ِۡن ُه َما َما ُی َفرِّ ق‬ َ ‫َف َی َت َعلَّم‬
[Surat Al-Baqarah 102]
“Maka mereka pun belajar dari keduanya (Harut dan Marut), apa yang bisa memisahkan antara seseorang
dengan istrinya.”
Kemudian Allah berfirman,
ِۚ ‫ین ِبهِۦ م ِۡن أَ َح ٍد إِاَّل ِبإِ ۡذ ِن ٱهَّلل‬ َ ِّ‫ض ۤار‬ َ ‫َو َما هُم ِب‬
[Surat Al-Baqarah 102]
“Dan mereka tidak bisa memudhoroti seorang pun dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah.
Dan Allah berfirman,
‫ُون َما َیضُرُّ هُمۡ َواَل َین َف ُعه ُۡۚم‬ َ ‫َو َی َت َعلَّم‬
[Surat Al-Baqarah 102]
“Dan mereka mempelajari apa yang memudhoroti mereka dan apa yang tidak memberikan manfaat
kepada mereka.”
Kemudian selanjutnya Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
‫اخ َِر ِة م ِۡن َخلَ ٰـ ࣲۚق‬Bََٔ‫ٱش َت َر ٰى ُه َما لَهُۥ فِی ۡٱلٔـ‬ ۡ ‫ُوا لَ َم ِن‬۟ ‫َولَ َق ۡد َعلِم‬
[Surat Al-Baqarah 102]
“Padahal mereka sudah tahu bahwa orang yang membeli sihir, maka di akhirat dia tidak memiliki bagian.”
Menunjukkan kepada kita bahwa orang yang melakukan sihir, nanti di akhirat tidak memiliki bagian
sedikitpun. Artinya dia tidak memiliki kenikmatan sedikitpun.
Kemudian juga menunjukkan bahwa orang yang melakukan sihir adalah kufur.
Allah berfirman,
‫وا َی ۡعلَمُون‬ ۟ ‫س َما َش َر ۡو ۟ا ِب ِهۦۤ أَنفُ َسه ُۡۚم َل ۡو َكا ُن‬ َ ‫َولَ ِب ۡئ‬
[Surat Al-Baqarah 102]
“Dan sungguh jelek apa yang mereka beli seandainya mereka mengetahui.”
Ayat ini menunjukkan kepada kita bahwasanya sihir adalah sebuah kekufuran kepada Allah yang bisa
mengeluarkan seseorang dari Islam.
Oleh karena itu seorang muslim menjauhi sihir dan menasihati orang lain yang masih melakukan sihir. Dan
hendaklah berusaha membersihkan masyarakat dari para tukang sihir.
Hukuman berat di dalam Islam bagi orang yang menjadi tukang sihir. Jundub, beliau mengatakan,
ِ‫ضرْ َب ٌة ِبال َّسيْف‬
َ ‫َح ُّد السَّاح ِِر‬
“Hukuman bagi tukang sihir adalah dipenggal kepalanya dengan pedang.” [Atsar riwayat Tirmidzi]
Yang demikian karena mereka telah melakukan kemurtadan dengan sebab sihir yang merupakan syirik
akbar kepada Allah.
Riwayat membunuh tukang sihir dengan pedang telah datang dari beberapa sahabat, diantaranya Umar
bin Khatab radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu.
Di zaman beliau, beliau memerintahkan untuk membunuh setiap tukang sihir, baik laki-laki maupun
wanita, dan ini disetujui oleh para sahabat yang lain radhiyallāhu ‘anhum.
Demikian pula telah shahih dari Hafshoh, putri Umar bin Khatab, bahwasanya pernah ada salah seorang
budak Hafshoh yang menyihir Hafshoh. Kemudian dia mengaku, maka setelah itu tukang sihir tersebut
dibunuh.
Telah datang dari Jundub bin Ka’ab, salah seorang sahabat Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, suatu
saat beliau berada di depan salah seorang khalifah Bani Umayyah yang saat itu ada seorang laki-laki yang
melakukan sihir takhyili (sihir berupa hayalan) seakan-akan dilihat oleh manusia ia sedang membunuh
seseorang, kemudian dia bisa menghidupkan kembali orang tersebut. Ini dilakukan di depan Jundub bin
Ka’ab dan salah seorang khalifah di zaman Bani Umayyah. Maka Jundub bin Ka’ab mendekati orang
tersebut kemudian membunuhnya.
Menunjukkan bahwa hukuman bagi tukang sihir adalah dibunuh, dan yang menegakkan hukuman adalah
hak pemerintah yang sah, bukan dilakukan secara individu.
Misalnya seseorang menemukan tetangganya, ada yang menjadi tukang sihir

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam – Halaqah 19 | Penjelasan


Pembatal Keislaman Ke Delapan Bagian 1
Halaqah yang ke sembilan belas dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Berkata Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah,
َّ
ُ‫الثامِن‬:
َ ‫ُم َظا َه َرةُ ال ُم ْش ِرك‬
َ ‫ِين َو ُم َع َاو َن ُت ُه ْم َعلَى المُسْ لِم‬
‫ِين‬
َّ ‫هللا الَ َي ْهدِي ْال َق ْو َم‬
‫الظالِمِين‬ َ َّ‫َوال َّدلِي ُل َق ْولُ ُه َت َعالَى َو َمن َي َت َولَّهُم مِّن ُك ْم َفإِ َّن ُه ِم ْن ُه ْم إِن‬
“Yang ke delapan: menolong orang-orang musyrikin dan membantu mereka di dalam memerangi kaum
muslimin. Dalilnya adalah firman Allah yang artinya ‘Dan barangsiapa yang menolong mereka maka
sesungguhnya dia termasuk mereka. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-
orang yang dzalim.’ [Al Maidah : 51]”
Yang dimaksud dengan menolong orang-orang musyrikin atau orang-orang kafir dan membantu mereka di
dalam memerangi orang-orang Islam adalah menolong orang-orang kafir ketika terjadi peperangan antara
kaum muslimin dengan orang-orang kafir, dengan maksud supaya mereka menang dan mengalahkan
kaum muslimin sehingga agama orang-orang kafir lebih nampak daripada agama kaum muslimin.
Seorang muslim yang sejati adalah seorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, senang ketika Allah dan
Rasul-Nya ditaati, gembira melihat agama Allah nampak di bumi, melihat tauhid dan sunnah tersebar.
Sebaliknya, dia bersedih ketika melihat kekufuran, kebid’ahan, dan kemaksiatan.
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ ‫ث َمنْ ُكنَّ فِي ِه َو َجدَ َحاَل َو َة اإْل ِ ْي َم‬
‫ان‬ ٌ َ‫ َثال‬:
ِ ‫ف فِي ال َّن‬
‫ار‬ َ ‫ َك َما َي ْك َرهُ أَنْ ُي ْق َذ‬،‫ َوأَنْ َي ْك َر َه أَنْ َيعُو َد فِي ْال ُك ْف ِر‬،ِ ‫ َوأَنْ ُيحِبَّ ْال َمرْ َء الَ ُي ِح ُّب ُه إالَّ هلِل‬،‫أحبَّ إِلَ ْي ِه ِممَّا َس َوا ُه َما‬ َ ‫أَنْ َي ُك‬
َ ‫ون هللاُ َو َرسُولُ ُه‬
“Tiga perkara apabila ada pada diri seseorang, maka dia menemukan kelezatan iman.
1. Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya.
2. Mencintai orang lain, tidak mencintainya kecuali karena Allah. Yaitu mencintainya karena dia taat
kepada Allah.
3. Dia benci untuk kembali kepada kekufuran, sebagaimana dia benci apabila dilempar ke dalam api.”
[Hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim]
Kalau demikian, maka menolong orang-orang kafir dan mencintai kekufuran mereka dan senang apabila
orang-orang musyrikin tersebut agamanya lebih nampak daripada agama kaum muslimin, maka ini adalah
sebuah kekufuran.
Adapun orang yang membantu orang-orang musyrikin dan orang-orang kafir dalam memerangi kaum
muslimin tetapi bukan karena cinta dengan agama orang-orang kafir tersebut dan bukan karena senang
apabila agama orang-orang kafir lebih nampak dari agama kaum muslimin, contohnya dia menolong
karena keinginan duniawi seperti jabatan, harta, wanita, dll, maka orang yang demikian telah melakukan
dosa besar tetapi tidak sampai keluar dari agama Islam. Ini termasuk kefasikan. Kalau dia meninggal
dalam keadaan seperti ini, maka dia telah meninggal dunia dalam keadaan membawa dosa besar.
Keadaannya di akhirat adalah seperti pelaku dosa besar yang lain. Dia di bawah kehendak Allah. Kalau
Allah menghendaki maka Allah mengampuni, dan kalau Allah menghendaki maka Allah akan mengadzab
dia terlebih dahulu di dalam neraka.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam – Halaqah 20 | Penjelasan


Pembatal Keislaman Ke Delapan Bagian 2
Halaqah yang ke dua puluh dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Allah Ta’ala di dalam Al Qur’an mengabarkan bahwa diantara sifat orang-orang Yahudi, mereka dahulu
menolong dan mencintai orang-orang kafir, yaitu orang-orang musyrikin yang menyembah berhala.
Padahal orang-orang Yahudi adalah ahlul kitab yang menisbahkan diri mereka kepada wahyu.
Allah berfirman,
َ ‫ب هُمۡ َخ ٰـلِ ُد‬
(‫ون‬ ِ ‫س َما َق َّد َم ۡت لَهُمۡ أَنفُ ُسهُمۡ أَن َس ِخ َط ٱهَّلل ُ َعلَ ۡی ِهمۡ َوفِی ۡٱل َع َذا‬ ۚ۟ ‫ِین َك َفر‬
َ ‫ُوا لَ ِب ۡئ‬ َ ‫) َت َر ٰى َكثِی ࣰر ا م ِّۡنهُمۡ َی َت َولَّ ۡو َن ٱلَّذ‬
[Surat Al-Ma’idah 80]
“Kamu akan melihat sebagian besar mereka (orang-orang Yahudi) mencintai dan menolong orang-orang
kafir (orang-orang musyrikin). Sungguh jelek perbuatan tangan mereka. Allah marah kepada mereka. Dan
di dalam neraka, mereka akan kekal.”
Kemudian Allah mengatakan,
َ ُ‫نز َل إِلَ ۡی ِه َما ٱ َّت َخ ُذوهُمۡ أَ ۡولِ َی ۤا َء َولَ ٰـكِنَّ َكثِی ࣰر ا م ِّۡنهُمۡ َف ٰـسِ ق‬ُ ۤ ۟ ‫) َولَ ۡو َكا ُن‬
(‫ون‬ ِ ‫ون ِبٱهَّلل ِ َوٱل َّن ِبیِّ َو َما أ‬ َ ‫وا ی ُۡؤ ِم ُن‬
[Surat Al-Ma’idah 81]
“Seandainya mereka benar-benar beriman kepada Allah, Nabi, dan apa yang diturunkan kepada Nabi
berupa wahyu, tentunya mereka tidak akan menjadikan orang-orang kafir tersebut sebagai penolong.
Tetapi banyak diantara mereka yang fasik.”
Mencintai dan menolong orang-orang kafir ternyata juga termasuk sifat orang-orang munafik.
Allah berfirman,
(‫ِین ِبأَنَّ لَهُمۡ َع َذابًا أَلِیمًا‬َ ‫) َب ِّش ِر ۡٱل ُم َن ٰـفِق‬
[Surat An-Nisa’ 138]
“Kabarkanlah (berikan kabar gembira) kepada orang-orang munafik, bahwa mereka mendapatkan adzab
yang pedih.”
Kemudian Allah berfirman,
(‫ون عِ ن َد ُه ُم ۡٱلع َِّز َة َفإِنَّ ۡٱلع َِّز َة هَّلِل ِ َجمِی ࣰعا‬ َ ۚ ‫ون ۡٱلم ُۡؤ ِمن‬
َ ‫ِین أَ َی ۡب َت ُغ‬ َ ‫ون ۡٱل َك ٰـف ِِر‬
ِ ‫ین أَ ۡولِ َی ۤا َء مِن ُد‬ َ ‫ِین َی َّتخ ُِذ‬
َ ‫)ٱلَّذ‬
[Surat An-Nisa’ 139]
“Mereka adalah orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong, bukan orang-orang
yang beriman. Apakah mereka mencari kemuliaan di sisi orang-orang kafir tersebut? Padahal kemuliaan
semuanya hanyalah milik Allah.”
Seorang muslim loyalnya hanyalah kepada Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman.
Allah berfirman,
َ ‫ٱلز َك ٰو َة َوهُم َرا ِكع‬
(‫ُون‬ َّ ‫ون‬ َ ‫صلَ ٰو َة َوی ُۡؤ ُت‬ َّ ‫ُون ٱل‬َ ‫ِین ُیقِیم‬ ۟ ‫ِین َءا َم ُن‬
َ ‫وا ٱلَّذ‬ َ ‫) إِ َّن َما َولِ ُّی ُك ُم ٱهَّلل ُ َو َرسُولُهُۥ َوٱلَّذ‬
[Surat Al-Ma’idah 55]
“Sesungguhnya wali kalian (penolong kalian) adalah Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman
yang mereka mendirikan sholat, membayar zakat, dan mereka dalam keadaan rukuk.”
Dan Allah berfirman,
َ ‫ب ٱهَّلل ِ ُه ُم ۡٱل َغ ٰـلِب‬
(‫ُون‬ َ ‫وا َفإِنَّ ح ِۡز‬ ۟ ‫ِین َءا َم ُن‬َ ‫)و َمن َی َت َو َّل ٱهَّلل َ َو َرسُولَهُۥ َوٱلَّذ‬ َ
[Surat Al-Ma’idah 56]
“Dan barangsiapa yang loyal kepada Allah, dan Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, maka
sesungguhnya golongan Allah, merekalah orang-orang yang menang.”
Dalil bahwasanya menolong kaum musyrikin di dalam memerangi kaum muslimin dengan maksud ingin
menampakkan agama orang-orang musyrikin, ini adalah termasuk kekufuran, adalah firman Allah dalam
surat Al Maidah 51,
َّ ‫َو َمن َي َت َولَّهُم مِّن ُك ْم َفإِ َّن ُه ِم ْن ُه ْم إِنَّ هللاَ الَ َي ْهدِي ْال َق ْو َم‬
‫الظالِمِين‬
“Barangsiapa diantara kalian yang menjadikan mereka sebagai penolong, maka sesungguhnya dia
termasuk golongan mereka. Sungguh Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.”
Firman Allah, ‫ َفإِ َّن ُه ِم ْن ُه ْم‬, maka dia adalah termasuk mereka, yaitu termasuk orang-orang kafir.
Ibnu ‘Athiyah menjelaskan di dalam tafsirnya, bahwa orang yang loyal dengan keyakinan dan agamanya
maka dia termasuk mereka di dalam kekufuran dan sama-sama berhak mendapatkan bencana dan kekal
di neraka.
Adapun orang-orang yang loyal dengan perbuatannya, yaitu menolong mereka dan semisalnya tanpa
keyakinan dan kerusakan iman, maka dia termasuk mereka dalam hal ikut mendapatkan celaan dan
kebencian yang menimpa mereka. [Al Muharrar Al Wajiz jilid 2 halaman 204].

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam – Halaqah 21 | Penjelasan


Pembatal Keislaman Ke Sembilan Bagian 1
halaqah yang ke dua puluh satu dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Berkata Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah,
‫ال َّتاسِ ُع‬:
‫اس اَل َي ِجبُ َعلَ ْي ِه ا ِّت َبا ُع ال َّن ِبيِّ ﷺ‬ َ ْ‫ َم ِن اعْ َت َق َد أَنَّ َبع‬،
ِ ‫ض ال َّن‬
‫َوأَ َّن ُه َي َس ُع ُه ال ُخرُو ُج َعنْ َش ِري َع ِة م َُح َّم ٍد ﷺ‬
‫يع ِة مُو َسى َعلَي ِه ال َّساَل ُم‬ َ ‫الخضِ ُر ال ُخر‬
َ ‫ُوج َعنْ َش ِر‬ َ ‫َك َما َوسِ َع‬
‫َفه َُو َكافِ ٌر‬
“Yang ke sembilan, barangsiapa yang meyakini bahwa sebagian manusia tidak wajib mengikuti Nabi
shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan bahwa dia boleh keluar dari syari’at Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam
sebagaimana Nabi Khadhir keluar dari syari’at Nabi Musa ‘alaihissalam, maka dia kafir.”
Wajib bagi seluruh manusia semenjak diutusnya Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk beriman
kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti risalah Beliau, karena Beliau shallallāhu
‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah untuk seluruh manusia, baik orang Arab maupun selain orang Arab,
baik ahlul kitab, orang-orang musyrikin, maupun pengikut Nabi sebelumnya.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
َ ‫ك إِاَّل َر ۡح َم ࣰة لِّ ۡل َع ٰـلَم‬
(‫ِین‬ َ ‫) َو َم ۤا أَ ۡر َس ۡل َن ٰـ‬
[Surat Al-Anbiya’ 107]
“Dan tidaklah kami mengutusmu Wahai Muhammad, kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla mengatakan,
‫قُ ۡل َی ٰۤـأ َ ُّی َها ٱل َّناسُ إِ ِّنی َرسُو ُل ٱهَّلل ِ إِلَ ۡی ُكمۡ َجمِی ًعا‬
[Surat Al-A’raf 158]
“Katakanlah wahai manusia, sesungguhnya aku adalah Rasulullah untuk kalian semuanya.”
Dan ini adalah keistimewaan Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Adapun para Nabi sebelumnya, maka
mereka diutus untuk kaumnya saja.
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫اس َعام ًَّة‬ ِ ‫ت إِلَى ال َّن‬ ُ ‫ث إِلَى َق ْو ِم ِه َخاص ًَّة َو ُبع ِْث‬ ُ ‫ان ال َّن ِبيُّ ُي ْب َع‬
َ ‫َو َك‬
“Dahulu seorang Nabi diutus kepada kaumnya secara khusus dan aku diutus ke seluruh manusia.”
[Muttafaqun ‘Alaihi]
Nabi Musa ‘alaihissalam diutus kepada Bani Israil. Nabi Isa ‘alaihissalam diutus kepada Bani Israil. Nabi
Shalih ‘alaihissalam diutus kepada Tsamud. Nabi Hud kepada ‘Aad. Nabi Syu’aib diutus kepada Madyan.
Nabi Nuh diutus kepada kaumnya.
Apabila ada seorang Yahudi yang mengaku beriman dengan Nabi Musa atau seorang Nasrani yang
mengaku beriman kepada Nabi Isa, mendengar tentang kedatangan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa
sallam, maka dia wajib mengikuti Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Apabila dia meninggal dan tidak
beriman dengan Beliau, maka dia meninggal dalam keadaan kufur.
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ ‫ب ال َّن‬
‫ار‬ ِ ‫ان مِنْ أَصْ َحا‬ َ ‫ت ِب ِه إِاَّل َك‬ ُ ‫ُوت َولَ ْم ي ُْؤمِنْ ِبالَّذِي أُرْ سِ ْل‬ ُ ‫اَل َيسْ َم ُع ِبي أَ َح ٌد مِنْ َه ِذ ِه اأْل ُ َّم ِة َيهُودِيٌّ َواَل َنصْ َرانِيٌّ ُث َّم َيم‬
“Tidaklah mendengar kedatanganku, seseorang diantara umat ini, baik seorang Yahudi maupun Nasrani,
kemudian dia meninggal dunia dan tidak beriman dengan apa yang aku bawa, kecuali dia adalah termasuk
penghuni neraka.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Imam Muslim]
Bahkan bukan hanya itu. Seandainya sekarang ada seorang Nabi yang masih hidup, maka diwajibkan bagi
Nabi tersebut untuk mengikuti Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Tidak boleh Nabi tersebut
melaksanakan syari’atnya sendiri.
Allah Subhānahu wa Ta’āla telah mengambil perjanjian dari para Nabi dan mewajibkan mereka untuk
mengikuti, beriman, dan menolong Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam apabila menemui Beliau.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
( ‫ص ُر َّن ُهۥۚ َقا َل َءأَ ۡق َر ۡر ُتمۡ َوأَ َخ ۡذ ُتمۡ َعلَ ٰى‬ َ ‫َوإِ ۡذ أَ َخ َذ ٱهَّلل ُ مِی َث ٰـ َق ٱل َّن ِب ِّی ۧـ َن لَ َم ۤا َءا َت ۡی ُت ُكم مِّن ِك َت ٰـ ࣲب َوح ِۡك َم ࣲة ُث َّم َج ۤا َء ُكمۡ َرسُو ࣱل ُّم‬
ُ ‫ص ِّد ࣱق لِّ َما َم َع ُكمۡ لَ ُت ۡؤ ِم ُننَّ ِبهِۦ َولَ َتن‬
َ ‫وا َوأَ َن ۠ا َم َع ُكم م َِّن ٱل َّش ٰـ ِهد‬ ۟ ‫ٱش َه ُد‬ۡ ‫صر ۖی َقالُ ۤو ۟ا أَ ۡق َر ۡر َن ۚا َقا َل َف‬
‫ِین‬ ِ ۡ ِ‫) َذالِ ُكم إ‬
[Surat Ali Imran 81]
(‫ون‬ َ ُ‫ك ُه ُم ۡٱل َف ٰـسِ ق‬ َ ‫ٕى‬Bِِٕ ‫ك َفأ ُ۟ولَ ٰۤـ‬ َ ِ‫د َذ ال‬Bَ ‫) َف َمن َت َولَّ ٰى َب ۡع‬
[Surat Ali Imran 82]
“Ketika Allah Subhānahu wa Ta’āla mengambil perjanjian dari para Nabi, ‘Seandainya Aku memberikan
kepada kalian kitab dan hikmah, kemudian datang kepada kalian seorang Rasul yang membenarkan apa
yang kalian bawa, maka kalian harus beriman dengan Rasul tersebut dan kalian harus menolongnya.’
Kemudian Allah berkata, ‘Apakah kalian mengakui perjanjian ini dan mengambil perjanjian ini?’ Mereka
mengatakan, ‘Kami berikrar.’
Allah berkata, ‘Maka saksikanlah, dan Aku bersama kalian, termasuk yang bersaksi.’ Maka barangsiapa
yang berpaling dari perjanjian ini, maka mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Di dalam sebuah hadits, suatu saat Umar bin Khatab radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu membaca sebuah kitab
yang beliau dapatkan dari ahlul kitab. Maka Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam marah dan berkata,
“Apakah engkau bingung wahai anak Al Khatab?”
Kemudian Beliau berkata,
‫ًًّيا َما َوسِ َع ُه إِاَّل أَنْ َي َّت ِب َعنِي‬Bk‫ان َح‬ َ ‫َوالَّذِي َن ْفسِ ي ِب َي ِد ِه لَ ْو أَنَّ م‬
َ ‫ُوسى َك‬
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa ‘alaihissalam sekarang ini hidup, niscaya
dia tidak boleh kecuali harus mengikuti diriku.” [HR Imam Ahmad dan dihasankan oleh Syeikh Al Albani
Rahimahullah]
Oleh karena itu, di akhir zaman ketika Nabi Isa ‘alaihissalam turun ke dunia, maka beliau akan turun
sebagai salah satu diantara umat Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, mengikuti syar’iat Beliau
shallallāhu ‘alaihi wa sallam, dan tidak berhukum dengan Injil.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam – Halaqah 22 | Penjelasan


Pembatal Keislaman Ke Sembilan Bagian 2
Halaqah yang ke dua puluh dua dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Risalah Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah umum untuk seluruh manusia dan jin. Apabila ada jin
yang mendengar kedatangan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, maka mereka wajib untuk mengikuti
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak mengikuti Rasulullah
shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Allah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwa ada sebagian jin yang datang kepada Rasulullah shallallāhu
‘alaihi wa sallam dan mendengar Al Qur’an dari Beliau.
Allah berfirman,
(‫ین‬ ۖ۟ ‫ضرُوهُ َقالُ ۤو ۟ا أَنصِ ُت‬
Bَ ‫وا َفلَمَّا قُضِ َی َولَّ ۡو ۟ا إِلَ ٰى َق ۡوم ِِهم مُّنذ ِِر‬ َ ‫ان َفلَمَّا َح‬ َ ‫ُون ۡٱلقُ ۡر َء‬
َ ‫ك َن َف ࣰر ا م َِّن ۡٱل ِجنِّ َی ۡس َت ِمع‬ َ ‫) َوإِ ۡذ‬
َ ‫ص َر ۡف َن ۤا إِلَ ۡی‬
[Surat Al-Ahqaf 29]
“Dan ketika kami palingkan kepadamu serombongan dari jin yang mereka mendengar Al Qur’an yang
engkau baca. Ketika mereka menghadirinya, mereka mengatakan ‘Hendaklah kalian diam.’ Ketika
Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam selesai membaca Al Qur’an tersebut, maka jin-jin tersebut pergi
kepada kaum mereka dalam keadaan memberikan peringatan.”
(‫ه َی ۡهد ِۤی إِلَى ۡٱل َح ِّق َوإِلَ ٰى َط ِری ࣲق م ُّۡس َتقِی ࣲم‬Bِ ‫ص ِّد ࣰقا لِّ َما َب ۡی َن َید َۡی‬
َ ‫نز َل م ِۢن َب ۡع ِد مُو َس ٰى ُم‬ ُ ۤ ۟
ِ ‫) َقالُوا َی ٰـ َق ۡو َم َنا إِ َّنا َسم ِۡع َنا ِك َت ٰـبًا أ‬
[Surat Al-Ahqaf 30]
“Mereka berkata, ‘Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengar sebuah kitab yang diturunkan
setelah Musa yang membenarkan apa yang sebelumnya, yang memberikan petunjuk kepada kebenaran,
dan memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus.”
Para jin tersebut, mereka mengetahui bahwa Al Qur’an apabila dipelajari dan diamalkan, akan
membimbing seseorang kepada jalan yang lurus.
Kemudian mereka mengatakan,
(‫ب أَلِی ࣲم‬ٍ ‫وب ُكمۡ َو ُی ِج ۡر ُكم م ِّۡن َع َذا‬ ِ ‫وا ِبهِۦ َی ۡغف ِۡر لَ ُكم مِّن ُذ ُن‬ ۟ ‫) َی ٰـ َق ۡو َم َن ۤا أَ ِجیب‬
۟ ‫ُوا دَاعِ َی ٱهَّلل ِ َو َءا ِم ُن‬
[Surat Al-Ahqaf 31]
“Wahai kaum kami, hendaklah kalian menjawab penyeru dari Allah (Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa
sallam) dan hendaklah kalian beriman dengan Beliau, niscaya Allah mengampuni dosa kalian dan akan
menyelamatkan kalian dari adzab yang pedih.”
Ini menunjukkan kepada kita tentang kewajiban jin untuk beriman dengan Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa
sallam dan beribadah kepada Allah dengan syari’at Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Setelah ini semua, apabila ada seseorang di zaman sekarang meyakini bahwa sebagian manusia boleh
untuk tidak mengikuti Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam, boleh untuk tidak beriman dengan Beliau
shallallāhu ‘alaihi wa sallam, boleh untuk keluar dari syari’at Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam, maka dia
telah keluar dari agama Islam.
Kenapa demikian?
Karena dia telah mendustakan kabar Allah dan karena dia telah mendustakan kabar Rasulullah shallallāhu
‘alaihi wa sallam.
Masuk di dalam golongan ini sebagian manusia yang mengaku telah mencapai derajat tertentu di dalam
agama, maka dia sudah tidak terikat dengan perintah dan larangan, boleh baginya tidak sholat lima
waktu, tidak puasa Ramadhan, meminum minuman keras, berzina, dll. Dan mereka mengatakan
bahwasanya syari’at hanyalah untuk orang-orang yang memiliki derajat yang rendah di dalam agama.
Barangsiapa yang meyakini keyakinan ini, maka dia telah keluar dari agama Islam.
Seharusnya seorang muslim semakin mengenal Allah, nama-nama-Nya, dan sifat-sifat-Nya, maka semakin
rajin beribadah kepada Allah.
Orang yang paling mengenal Allah adalah orang yang paling takut kepada Allah.
Allah Subhānahu wa Ta’āla memuji para ulama karena mereka mengenal Allah dan mengenal agamanya.
‫إِ َّن َما َی ۡخ َشى ٱهَّلل َ م ِۡن عِ َبا ِد ِه ۡٱل ُعلَ َم ٰۤـؤُ ۟ۗا‬
[Surat Fatir 28]
“Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya adalah para ulama.”
Di dalam hadits, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa Beliau adalah orang yang
paling mengenal Allah. [HR Al Bukhari]
Dan Beliau juga mengabarkan bahwa Beliau adalah orang yang paling bertakwa dan paling takut kepada
Allah. [HR Muslim]
Disebutkan di dalam hadits bahwa Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam sholat malam sampai kaki Beliau
pecah-pecah. Kemudian Beliau ditanya tentang perkara ini, maka Beliau mengatakan,
‫ون عبْداً ش ُكوراً؟‬ َ ‫أَ َفالَ أ ُك‬
“Bukankah aku ingin menjadi hamba yang bersyukur?” [HR Bukhari dan Muslim]
Seseorang semakin mengenal Allah, semakin mengenal agamanya, harusnya semakin takut kepada Allah
dan semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan beribadah kepada-Nya, bukan semakin jauh dari
Allah.
Kemudian Syeikh mengatakan,
‫يع ِة مُو َسى َعلَي ِه ال َّساَل ُم‬ َ ‫ُوج َعنْ َش ِر‬ َ ‫الخضِ ُر ال ُخر‬
َ ‫َك َما َوسِ َع‬
‫َفه َُو َكافِ ٌر‬
“Sebagaimana Nabi Khadhir boleh keluar dari syari’at Nabi Musa, maka dia telah kafir.”
Maksudnya adalah kisah yang Allah sebutkan di dalam surat Al Kahfi, yang ringkasnya bahwa Nabi Khadhir
tidak mengikuti syar’iat Nabi Musa ‘alaihissalam. Nabi Khadhir merusak sebagian kapal orang-orang
miskin, membunuh seorang anak kecil yang tidak berdosa, kemudian ketika keduanya (Nabi Musa dan
Nabi Khadhir) mampir ke sebuah desa dan penduduknya tidak menghormati beliau berdua, tidak
menjamu beliau berdua, maka Nabi Khadhir ‘alaihissalam justru memperbaiki sebuah dinding yang sudah
hampir roboh.
Maka kita katakan ini adalah sebuah alasan yang tidak benar dan alasan yang bathil, karena Nabi Khadhir
‘alaihissalam bukan termasuk Bani Israil. Sedangkan Nabi Musa ‘alaihissalam hanya diutus kepada Bani
Israil.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam – Halaqah 23 | Penjelasan


Pembatal Keislaman Ke Sepuluh
Halaqah yang ke dua puluh tiga dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Berkata Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah,
‫العاشِ ُر‬:
َ
‫هللا تعالى اَل َي َت َعلَّ ُم ُه َواَل َيعْ َم ُل ِب ِه‬
ِ ‫ِين‬ِ ‫اإلعْ َراضُ َعنْ د‬
ِ
‫َوال َّدلِي ُل َق ْولُ ُه َت َعا َلى‬
(‫ُون‬ َ ‫ِین مُن َت ِقم‬ َ ‫ض َع ۡن َه ۤۚا إِ َّنا م َِن ۡٱلم ُۡج ِرم‬َ ‫ت َر ِّبهِۦ ُث َّم أَ ۡع َر‬ِ ‫ا َی ٰـ‬Bََٔ‫)و َم ۡن أَ ۡظلَ ُم ِممَّن ُذ ِّك َر ِبٔـ‬
َ
“Yang ke sepuluh adalah berpaling dari agama Allah. Tidak mempelajarinya dan tidak mengamalkannya.
Dalilnya adalah firman Allah yang artinya “Dan siapa yang lebih dzalim daripada orang-orang yang
diingatkan dengan ayat-ayat Rabb-nya kemudian dia berpaling dari ayat-ayat Allah. Sesungguhnya kami
akan mengadzab orang-orang yang mujrimin.” [As Sajdah 22]”
Seseorang apabila dia sungguh-sungguh dalam bersyahadat, sungguh-sungguh secara dhohir dan batin
dan mengatakan,
‫أَ ْش َه ُد أَنّ اَّل إِ ٰلَ َه إِإَّل هللا وأَ ْش َه ُد ان محمداً رسول هللا‬
“Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah Rasulullah” maka persaksian tersebut akan menggerakkan dia untuk mempelajari
makna dua kalimat syahadat tersebut.
Syahadat yang pertama:
Persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dan diibadahi kecuali Allah.
Maka dia harus mengetahui makna ibadah, macam-macamnya, supaya dia menyerahkan seluruh ibadah
tadi hanya kepada Allah.
Dan juga harus mempelajari macam-macam kesyirikan, supaya tidak terjerumus ke dalam kesyirikan yang
merupakan perkara yang bertentangan dengan ‫ال إله إال هللا‬
Orang yang mengatakan,
‫أَ ْش َه ُد ان محمداً رسول هللا‬
Apabila dia yakin dan percaya bahwasanya Muhammad adalah seorang utusan Allah, maka yang namanya
utusan pasti membawa sesuatu dari yang mengutus, sehingga dia harus mempelajari apa yang Beliau
bawa dari Allah.
Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ْض ٌة َعلَى ُك ِّل مُسْ ل ٍِم‬ َ ‫َطلَبُ ْالع ِْل ِم َف ِري‬
“Menuntut ilmu itu adalah wajib atas setiap muslim.” [Hadits shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah]
Dan ilmu yang dimaksud di dalam Al Qur’an dan juga Sunnah adalah ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu
yang diamalkan oleh orang yang memilikinya. Bukan hanya sekedar pengetahuan.
Orang yang berilmu dan dia tidak mengamalkan ilmunya, maka dia seperti orang-orang Yahudi.
Dan orang yang beramal tanpa berdasarkan ilmu, maka ini seperti orang-orang Nasrani.
Ucapan Syeikh,
‫اَل َي َت َعلَّ ُم ُه َواَل َيعْ َم ُل ِب ِه‬
“Tidak mau mempelajari agama Allah dan tidak mau mengamalkan agama Allah.”
Berpaling, maksudnya adalah tidak mau mempelajari Islam, tidak peduli dengan agamanya, tidak mau
mempelajari akidah, mempelajari tauhid, hal-hal yang diwajibkan di dalam agama Islam.
‫َواَل َيعْ َم ُل ِب ِه‬
“Dan dia tidak mengamalkannya.”
Tidak mau mengamalkan apa yang ada di dalam agama Islam sama sekali. Maka orang yang perbuatannya
demikian, dia telah keluar dari agama Islam.
Seandainya persaksian dia jujur secara dhohir dan batin, tentunya dia akan mempelajari agama Allah
sesuai dengan kemampuan dia dan akan mengamalkan agama Allah sesuai dengan kemampuan dia.
Beliau mendatangkan firman Allah,
(‫ُون‬ َ ‫ِین مُن َتقِم‬ َ ‫ض َع ۡن َه ۤۚا إِ َّنا م َِن ۡٱلم ُۡج ِرم‬َ ‫ت َر ِّبهِۦ ُث َّم أَ ۡع َر‬ِ ‫ا َی ٰـ‬Bََٔ‫)و َم ۡن أَ ۡظلَ ُم ِممَّن ُذ ِّك َر ِبٔـ‬َ
[Surat As-Sajdah 22]
“Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang-orang yang diingatkan dengan ayat-ayat Allah (diingatkan
dengan Al Qur’an, diingatkan dengan hadits) kemudian dia berpaling dari ayat-ayat Allah. Sesungguhnya
kami akan mengadzab orang-orang yang mujrimin. [As Sajdah 22]”
Al Mujrimun di dalam ayat ini adalah orang-orang kafir.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman di dalam ayat yang lain,
َ ‫ُوا م ُۡع ِرض‬
‫ُون‬ ۟ ‫ُوا َعم َّۤا أُن ِذر‬۟ ‫ِین َك َفر‬ َ ‫َوٱلَّذ‬
[Surat Al-Ahqaf 3]
“Dan orang-orang yang kafir, mereka berpaling dari apa yang diingatkan kepada mereka.”
Di dalam ayat yang lain, Allah Subhānahu wa Ta’āla juga berfirman,
َ ‫ُوا ٱهَّلل َ َوٱلرَّ سُو ۖ َل َفإِن َت َولَّ ۡو ۟ا َفإِنَّ ٱهَّلل َ اَل ُیحِبُّ ۡٱل َك ٰـف ِِر‬
(‫ین‬ ۟ ‫)قُ ۡل أَطِ یع‬
[Surat Ali Imran 32]
“Katakanlah, hendaklah kalian taat kepada Allah dan juga Rasul. Apabila kalian berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang kafir.

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam – Halaqah 24 | Penjelasan


Penutup Kitab Pembatal Keislaman Bagian 1
Halaqah yang ke dua puluh empat dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis
oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Berkata Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah,
‫الخائِفِ إِاَّل الم ُْك َره‬
َ ‫الجا ِّد َو‬
َ ‫از ِل َو‬ ِ ‫ِض َبي َْن ال َه‬ ِ ‫ِيع َه ِذ ِه ال َّن َواق‬ِ ‫واَل َفرْ َق فِي َجم‬.َ
“Tidak ada bedanya di dalam pembatal-pembatal keislaman yang sepuluh ini antara orang yang bercanda,
orang yang bersungguh-sungguh, dan orang yang takut, kecuali orang yang dipaksa.”
Telah berlalu penyebutan kisah orang munafik yang mengejek Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabatnya. Dan dia menyebutkan bahwa ejekan dia dilakukan karena permainan saja. Namun
ternyata yang demikian tidak bermanfaat dan dia tidak diberikan udzur.
Kalau yang bercanda saja dan main-main saja, dia keluar dari agama Islam, lalu bagaimana dengan orang
yang sungguh-sungguh dan serius.
Orang yang ditimpa rasa takut dan kekhawatiran tapi tidak sampai keadaan dipaksa, tidak sampai
diancam akan dibunuh atau disiksa, kemudian dia melakukan salah satu diantara pembatal keislaman,
maka dia telah keluar dari agama Islam.
Seperti misalnya, seseorang yang mengaku sebagai seorang muslim, dia ikut mengejek Allah karena takut
atasannya yang kafir padahal tidak ada paksaan.
Kemudian beliau mengatakan (rahimahullah),
‫إِاَّل الم ُْك َره‬
“Kecuali orang yang terpaksa.”
Apabila dalam keadaan terpaksa, seseorang jika tidak mengucapkan ucapan yang kufur atau melakukan
amalan yang kufur, maka dia akan dibunuh, akan disiksa dengan siksaan yang berat, kemudian dia
mengucapkan ucapan yang kufur atau perbuatan yang kufur, maka dia tidak kafir. Tetapi disyaratkan
hatinya harus dalam keadaan tenang dengan keimanan. Beriman kepada Allah, beriman kepada Rasul,
dengan ayat-ayat-Nya.
Orang kafir bisa memaksa lisan dan juga amalan seseorang. Tetapi orang kafir tidak bisa memaksa hati.
Allah Subhānahu wa Ta’āla mengatakan,
‫ض ࣱب م َِّن ٱهَّلل ِ َولَهُمۡ َع َذابٌ َعظِ ࣱم‬
(‫ی‬ َ ‫ٕى ۢنُّ ِبٱإۡل ِی َم ٰـ ِن َولَ ٰـكِن مَّن َش َر َح ِب ۡٱل ُك ۡف ِر‬Bِِٕ ‫د إِی َم ٰـ ِن ِهۦۤ إِاَّل َم ۡن أ ُ ۡك ِر َه َو َق ۡل ُبهُۥ م ُۡط َم‬Bِ ‫) َمن َك َف َر ِبٱهَّلل ِ م ِۢن َب ۡع‬
َ ‫ص ۡدࣰر ا َف َعلَ ۡی ِهمۡ َغ‬
[Surat An-Nahl 106]
“Barangsiapa yang kufur setelah keimanannya, kecuali orang yang dipaksa sedangkan hatinya dalam
keadaan tenang dengan keimanan. Akan tetapi orang yang lapang dadanya dengan kekufuran, maka
mereka mendapatkan kemarahan dari Allah dan mereka mendapatkan adzab yang besar.”
Ayat ini turun ketika Ammar bin Yasir dipaksa oleh orang-orang musyrikin untuk mencela Nabi shallallāhu
‘alaihi wa sallam. Dan kita tahu bagaimana ujian besar yang menimpa keluarga Yasir.
Yasir (bapak beliau) dan Sumayyah (ibu beliau) telah mati syahid terlebih dahulu di tangan orang-orang
musyrikin. Ammar bin Yasir pun mengucapkan ucapan yang kufur. Kemudian dalam keadaan menangis
dan menyesal, beliau mendatangi Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi shallallāhu ‘alaihi wa
sallam bertanya, “Bagaimana engkau mendapatkan hatimu?”
Beliau berkata, “Hatiku tenang dengan keimanan.”
Maka Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam berkata, “Kalau mereka kembali (untuk memaksamu), maka
kembalilah (lakukan seperti yang kamu lakukan sebelumnya).”

HSI Silsilah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam – Halaqah 25 | Penjelasan


Penutup Kitab Pembatal Keislaman Bagian 2
Halaqah yang ke dua puluh lima dari Silsilah Ilmiyyah Pembahasan Kitab Nawaqidul Islam yang ditulis oleh
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah.
Beliau berkata,
‫ َوأَ ْك َث ِر َما َي ُكونُ وُ قُوعًا‬،‫و ُكلُّ َها مِنْ أَعْ َظ ِم َما َي ُكونُ َخ َطرً ا‬، َ
‫اف ِم ْن َها َعلَى َن ْفسِ ِه‬ َ ‫َف َي ْن َبغِي ل ِْلمُسْ ل ِِم أَنْ َيحْ َذ َر َها َو َي َخ‬
‫ َوأَل ِِيم عِ َق ِاب ِه‬،ِ‫ض ِبه‬
َ ‫ت َغ‬ ِ ‫هلل مِنْ مُو ِج َبا‬ ُ ‫َنع‬
ِ ‫ُوذ ِبا‬
“Dan semuanya ini termasuk yang paling berbahaya dan paling banyak terjadi. Maka sepantasnya seorang
muslim waspada dan takut terjadi atas dirinya sendiri. Kita berlindung kepada Allah dari perkara-perkara
yang menyebabkan kemarahan-Nya dan kita berlindung kepada Allah dari pedihnya siksaan-Nya.”
Ini menunjukkan bahwa di sana masih ada perkara-perkara yang lain yang tidak beliau sebutkan di sini.
Ucapan beliau,
‫اف ِم ْن َها َعلَى َن ْفسِ ِه‬ َ ‫َف َي ْن َبغِي ل ِْلمُسْ ل ِِم أَنْ َيحْ َذ َر َها َو َي َخ‬
“Maka wajib bagi seorang muslim untuk waspada dan takut dia terjatuh di dalam perkara-perkara
tersebut.
Diantara bentuk kewaspadaan kita dan ketakutan kita adalah:
1. Berdo’a dan berlindung kepada Allah dari seluruh pembatal keislaman.
2. Mempelajari agama Allah, dimulai dari masalah akidah.
3. Mengamalkan apa yang sudah dipelajari.
Beliau rahimahullah mengatakan,
‫ َوأَل ِِيم عِ َق ِاب ِه‬،ِ‫ض ِبه‬َ ‫ت َغ‬ ِ ‫هلل مِنْ مُو ِج َبا‬ ُ ‫َنع‬
ِ ‫ُوذ ِبا‬
“Kami berlindung kepada Allah dari segala hal yang menjadikan kemarahan Allah dan kami berlindung dari
pedihnya siksaan Allah.”
Ini adalah do’a terbaik dari pengarang rahimahullah. Beliau mendo’akan untuk beliau sendiri dan
mendo’akan setiap orang yang membaca buku beliau ini. Berlindung kepada Allah dari segala hal yang
menjadikan amarah Allah.
Kemudian beliau mengatakan,
‫صحْ ِب ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَى َن ِب ِّي َنا م َُح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬ َ ‫َو‬
“Dan shalawat Allah serta salam-Nya atas Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya.”
Menggabungkan di dalam kalimat terakhir ini, antara shalawat dan salam, karena Allah Subhānahu wa
Ta’āla memerintahkan kita untuk melakukan shalawat dan salam seperti dalam firman Allah,
(‫ُوا َت ۡسلِیمًا‬ ۟ ‫وا َعلَ ۡی ِه َو َسلِّم‬ ۟ ُّ‫صل‬َ ‫وا‬۟ ‫ِین َءا َم ُن‬َ ‫ون َعلَى ٱل َّن ِب ۚیِّ َی ٰۤـأ َ ُّی َها ٱلَّذ‬ َ ‫ٕى َك َتهُۥ ُی‬Bِِٕ ‫)إِنَّ ٱهَّلل َ َو َملَ ٰۤـ‬
َ ُّ‫صل‬
[Surat Al-Ahzab 56]
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman,
hendaklah kalian bersholawat atas Beliau dan ucapkanlah salam dengan sebenarnya.”
Dengan demikian kita sudah menyelesaikan kitab yang mulia ini, kitab yang sangat bermanfaat, yaitu
Nawaqidul Islam, yang berisi tentang 10 perkara yang paling besar yang bisa membatalkan keislaman
seseorang.
Semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla memberikan kita ilmu yang bermanfaat dan menjadikan ilmu yang
kita dapatkan adalah ilmu yang diamalkan.

Anda mungkin juga menyukai