Anda di halaman 1dari 32

SENIN, 1 AGUSTUS 2022

Ruang Teater Lantai 3 Gedung Menara Pinisi


Kampus UNM Gunungsari Baru Makassar

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 0
Orasi Ilmiah Dalam Rangka Dies Natalis ke-61 UNM

MEMPERKOKOH KARAKTER KEWIRAUSAHAAN


DI ERA DISRUPSI INDUSTRI 4.0, PERUBAHAN IKLIM,
KETEGANGAN GEOPOLITIK, DAN POST TRUTH

Oleh

Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS


Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University;
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI);
Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN);
Ketua Dewan Pakar Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI);
Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pemerintah Daerah Pesisir dan Kepulauan Seluruh Indonesia
(ASPEKSINDO);
Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development,
University of Bremen, Germany;
Honorary Ambassador of Jeju Islands dan Busan Metropolitan City, South Korea;
Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020 – 2024; dan
Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 - 2004

Assalamu’alaikum WrWb.,

Yang terhormat dan sama-sama kita banggakan Bapak Prof. Dr. Ir. Husain Syam,
M.TP., IPU., ASEAN Eng., Rektor UNM;

Yang Sangat Terpelajar Senat Guru Besar UNM;

Yang Terhormat para Wakil Rektor, Dekan, dan Kepala Lembaga UNM;

Yang saya banggakan para mahasiswa dan segenap Sivitas Akademika UNM;

Para tamu undangan, hadirin yang berbahagia;

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 1
I. PENDAHULUAN

Mengawali Orasi Ilmiah ini, marilah kita memanjatkan puji dan syukur ke
hadirat Allah Azza wa Jalla, Tuhan YME atas karunia dan ridha-Nya kita bisa
mengahadiri Upacara Dies Natalis ke-61 Universitas Negeri Makassar (UNM)
yang sangat istimewa dan membahagiakan ini. Pada kesempatan yang sangat
baik ini, saya mengucapkan selamat kepada UNM atas Dies Natalis ke-61.
Semoga UNM yang sudah baik, kedepannya akan lebih berprestasi lagi, hingga
menjadi a world class university (Universitas Berkelas Dunia). Lebih dari itu,
seluruh Civitas Academica (Dosen, Mahasiswa, dan Tenaga Non-Akademik) serta
alumni UNM diharapkan dapat lebih berkontribusi signifikan dalam mewujudkan
cita-cita Kemerdekaan NKRI, yakni Indonesia yang maju, adil-makmur, dan
berdaulat atau INDONESIA EMAS paling lambat pada 2045.

Sejatinya Indonesia merupakan sedikit dari negara-negara di dunia yang


memiliki potensi (modal dasar) pembangunan yang sangat besar dan lengkap
untuk menjadi negara-bangsa yang maju, adil-makmur, dan berdaulat. Modal
dasar pembangunan yang pertama adalah besarnya jumlah penduduk, yang
tahun lalu mencapai 276 juta orang (BPS, 2021). Ini merupakan jumlah
penduduk terbesar keempat di dunia setelah China 1,4 milyar orang, India 1,2
milyar orang, dan Amerika Serikat 370 juta jiwa (PBB, 2021). Besarnya jumlah
penduduk berarti Indonesia memiliki potensi pasar domestik yang luar biasa
besar. Selain itu, selama kurun waktu 2020 sampai 2032 Indonesia mengalami
‘Bonus Demografi’ (Demographic Devident), dimana jumlah penduduk usia
produktif (15 – 64 tahun) melebihi jumlah penduduk berusia tidak produktif
(Lampiran-1). Apabila pemerintah mampu mengelola ‘Bonus Demografi’ itu
secara cerdas dan benar, meningkatkan kualitas (kapasitas inovasi, etos kerja,
dan akhlak) SDM (Sumber Daya Manusia) nya, dan menciptakan lapangan kerja
yang mensejahterakan bagi seluruh penduduk usia kerja yang terus bertambah;
maka ini bakal meningkatkan produktivitas, daya saing, dan pertumbuhan
ekonomi inklusif yang dapat mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia secara
adil dan berkelanjutan. Dan sebaliknya, bila pemerintah gagal memanfaatkan (to
capitalize) ‘Bonus Demografi’ tersebut, maka Indonesia bakal terjebak sebagai
negara berpendapatan menengah (middle-income trap), alias akan gagal
menjadi bangsa yang maju, adil-makmur, dan berdaulat.

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 2
Modal dasar kedua adalah berupa kekayaan SDA (Sumber Daya Alam)
yang sangat besar, baik SDA terbarukan (seperti hutan, lahan pertanian,
peternakan, perikanan, dan keanekaragam hayati atau biodiversity) maupun SDA
tidak terbarukan yang meliputi minyak dan gas, batubara, nikel, tembaga, emas,
bauksit, bijih besi, pasir besi, mangan, mineral tanah jarang (rare earth), jenis
mineral lainnya, dan bahan tambang (Lampiran-2). Beragam jenis SDA itu
tersebar di wilayah laut dan daratan, dari Sabang hingga Merauke, dan dari Pulau
Miangas sampai P. Rote. Kekayaan SDA yang melimpah ini mestinya menjadikan
Indonesia sebagai produsen (supplier) utama berbagai jenis komoditas dan
produk di dunia. Mulai dari produk pangan dan minuman, sandang (tekstil,
garmen/pakaian, sepatu, dan jenis pakaian lainnya), perumahan dan bangunan,
farmasi dan obat-obatan (kesehatan), teknologi dan manajemen pendidikan,
elektronik, otomotif, mesin dan peralatan transportasi, teknologi informasi dan
digital, bioteknologi sampai nanoteknologi.

Modal dasar ketiga adalah berupa posisi geopolitik dan geoekonomi yang
sangat strategis. Indonesia yang terletak diantara Samudera Pasifik dan Hindia,
dan diantara Benua Asia dan Australia, menempatkannya di jantung (hub) Rantai
Pasok Global (Global Supply Chain) atau perdagangan global. Dimana, sekitar
45% dari seluruh komoditas, produk, dan barang yang diperdagangkan di dunia,
dengan nilai rata-rata 15 trilyun dolar AS per tahun diangkut (ditransportasikan)
oleh ribuan kapal melalui ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) dan wilayah laut
Indonesia lainnya (Lampiran-3) (UNCTAD, 2018). Posisi geoekonomi yang sangat
strategis ini harusnya dijadikan peluang bagi Indonesia sebagai negara produsen
dan pengekspor barang dan jasa (goods and services) utama di dunia, sehingga
menghasilkan neraca perdagangan yang positip dan besar secara berkelanjutan.
Sayangnya, justru sebaliknya, sejak 2010 hingga 2019 neraca perdagangan RI
justru negatip terus. Artinya nilai total impor lebih besar ketimbang total nilai
ekspor Indonesia. Dengan perkataan lain, bangsa Indonesia lebih sebagai bangsa
konsumen dan pengimpor dari pada sebagai prodosen, investor, dan
pengekspor. Memang, tahun 2020 dan 2021 neraca perdagangan RI mengalami
surplus. Tetapi, bukan karena meningkatnya aktivitas produksi, manufacturing,
dan ekspor, tetapi lebih karena terpangkasnya kegiatan produksi, manufakturing,
dan impor akibat pendemi covid-19 dan terganggunya rantai pasok global.

Modal dasar keempat adalah fakta empiris bahwa Indonesia merupakan


pusat (‘pasar swalayan’) berbagai jenis bencana alam. Sekitar 70% total gunung

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 3
berapi yang ada di dunia terdapat di Indonesia. Makanya, Indonesia dikenal
sebagai ‘a ring of fire’ (Lampiran 4). Negara yang sering terkena gempa bumi dan
letusan gunung berapi. Potensi bencana tsunami juga sangat besar, karena
wilayah Nusantara merupakan pertemuan tiga lempeng bumi utama. Belum lagi
bencana hidrometri, seperti banjir, tanah longsor, dan erosi. Fakta empiris dan
sejarah telah membuktikan semua negara-bangsa yang maju dan makmur adalah
mereka yang para pemimpin dan rakyatnya punya persepsi sama, yakni adanya
tantangan bersama (common challenges) yang mereka hadapi. Sehingga,
mereka menjadi bangsa dengan kualitas SDM unggul, etos kerja unggul, dan
berakhlak mulia. Nah, saya menduga karena alam Indonesia subur – makmur,
bak zamrud di khatulistiwa, bak kolam susu, tongkat dan batu jadi tanaman.
Dan, orangnya pun pada umumnya sangat baik, saling bantu-membantu,
bergotong royong. Maka, mayoritas orang Indonesia, baik para pemimpin
maupun rakyatnya masih malas, kurang produktif dan inovatif, berbudaya instan,
‘tangan dibawah’, kurang mampu bekerjasama, saling iri dan dengki, dan
karakter negatif lainnya. Jika, dugaan saya ini benar, maka bencana alam
sungguh merupakan ‘hikmah’ dari Allah swt, agar bangsa (peminpin dan rakyat)
Indonesia terus meningkatkan kualitas, etos kerja, dan akhlaknya bagi kemajuan,
kemakmuran, dan kedaulatan bangsa Indonesia.

Meskipun modal dasar yang dimiliki bangsa Indonesia sedemikian besar,


tetapi sudah 77 tahun merdeka Indonesia masih sebagai negara berpendapatan
menengah bawah (lower-middle income country) dengan Pendapatan Nasional
Kotor (Gross National Income) perkapita hanya sebesar 3.870 dolar AS (World
Bank, 2021). Lebih dari itu, angka pengannguran, kemiskinan, ketimpangan kaya
vs miskin, dan stunting pun masih sangat tinggi.

Banyak faktor yang menyebabkan Indonesia masih sebagai negara


berpendapatan menengah bawah, belum sebagai negara maju, sejahtera, dan
berdaulat. Mulai belum adanya rencana pembangunan (Road Map, Blue Print)
yang komprehensif dan benar serta diimplementasikan secara
berkesinambungan sampai dengan masih rendahnya kualitas SDM, etos kerja,
dan akhlak bangsa. Namun, yang relevan dengan tema Orasi Ilmiah pada Dies
Natalis ke-61 UNM kali ini adalah rendahnya jiwa kewirausahaan
(entrepreneurship) dan jumlah entrepreneur (wirausahawan).

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 4
II. STATUS DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN INDONESIA

Sejak merdeka pada 17 Agustus 1945, alhamdulillah bangsa Indonesia


dari tahun ke tahun terus mengalami perbaikan hampir di semua bidang
kehidupan. Contohnya, kalau pada 1945 – 1955 sekitar 75 persen rakyat
Indonesia masih miskin, pada 1970 jumlah rakyat miskin menurun menjadi 60
persen. Pada 2004 tingkat kemiskinan turun lagi menjadi 16 persen, tahun 2014
mejadi 12 persen, dan tahun 2019 tinggal 9,2 persen. Sayang, karena pandemi
Covid-19, pada 2021 tingkat kemiskinan meningkat lagi menjadi 10,2 persen atau
sekitar 27,6 juta orang (BPS, 2021). Ukuran ekonomi atau PDB (Produk Domestik
Bruto) Indonesia saat ini mencapai 1,1 trilyun dolar AS atau terbesar ke-16 di
dunia (World Bank, 2021).

Namun, bila PDB sebesar itu dibagi dengan jumlah penduduk sebanyak
274 juta orang, maka per Maret 2021 Pendapatan Nasional Kotor Indonesia baru
mencapai 3.870 dolar AS per kapita. Artinya, hingga saat ini (sudah 77 tahun
merdeka), status pembangunan (kemakmuran) Indonesia masih sebagai negara
berpendapatan-menengah bawah (lower-middle income country). Belum
sebagai negara makmur (high-income country) dengan GNI per kapita diatas
12.695 dolar AS. Sementara itu, negara-negara tetangga seperti Thailand,
Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura dengan potensi pembangunan yang
jauh lebih kecil ketimbang Indonesia, tingkat kemakmurannya sudah jauh
melampaui kita bangsa Indonesia. Bahkan Singapura dan Brunei Darussalam
sudah dinobatkan sebagai negara makmur, dengan GNI per kapita 54.920 dolar
AS dan 32.230 dolar AS (Lampiran-5). Tingkat kemajuan bangsa Indonesia, yang
diukur atas dasar kapasitas IPTEK (UNESCO, 2014), pun sampai sekarang masih
berada di kelas-3 (technology-adaptor country), belum sebagai negara maju
(technology-innovator country) atau kelas-1 (Lampiran-6). Technology-adaptor
country adalah negara yang sekitar 70% kebutuhan teknologinya berasal dari
impor, bukan dari hasil karya (inovasi) bangsa sendiri. Sebaliknya, negara maju
(technology-innovator country) adalah negara yang lebih dari 70% kebutuhan
teknologinya dipenuhi oleh hasil karya bangsanya sendiri, bukan dari impor.

Indonesia pun dihadapkan pada sejumlah tantangan dan permasalahan


pembangunan. Mulai dari masih tingginya angka kemiskinan, ketimpangan
kelompok penduduk kaya vs miskin, disparitas pembangunan antar wilayah,
deindustrialisasi, kerusakan SDA (Sumber Daya Alam) dan lingkungan, sampai

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 5
stunting, gizi buruk, dan rendahnya IPM (Indeks Pembangunan Manusia).
Dengan garis kemiskinan sebesar Rp 472.525/orang/bulan, per Maret 2021
jumlah penduduk miskin sebesar 27 juta orang atau 10,2% jumlah penduduk
Indonesia (BPS, 2021). Tetapi, atas dasar garis kemiskinan internasional sebesar
2 dolar AS/orang/hari atau 60 dolar AS (Rp 840.000)/orang/bulan, jumlah orang
miskin Indonesia mencapai 100 juta orang atau 37% jumlah penduduk (Bank
Dunia, 2021). Dalam hal ketimpangan ekonomi (penduduk kaya vs miskin),
Indonesia merupakan negara terburuk ketiga di dunia, dimana 1% (satu persen)
penduduk terkayanya memiliki total kekayaan sama dengan 45% total kekayaan
negara. Yang terburuk adalah Rusia, dimana satu persen orang terkayanya
memiliki total kekayaan sama dengan 58,2% kekayaan negara. Disusul Thailand,
sekitar 54,6% (Oxfam International, 2021). Kekayaan 4 orang terkaya Indonesia
(US$ 25 M = Rp 335 T) sama dengan total kekayaan 100 juta orang termiskin
(40% penduduk) Indonesia (Oxfam International, 2017). Sekitar 0,2% penduduk
terkaya Indonesia menguasai 66% total luas lahan nasional (KPA, 2015). Sekitar
175 juta ha (93% luas daratan Indonesia) dikuasai oleh para konglomerat
(korporasi) nasional dan asing (Institute for Global Justice, 2016).

Permasalahan bangsa lainnya yang tak kalah rumit adalah disparitas


pembangunan antar wilayah. Pulau Jawa yang luasnya hanya 5,5% total luas
lahan Indonesia dihuni oleh sekitar 55% total penduduk Indonesia, dan
menyumbangkan sekitar 59% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto).
Akibatnya, Pulau Jawa mengalami beban ekologis yang sangat berat, dengan luas
tutupan hutan kurang dari 15% total luas lahannya. Padahal, untuk suatu pulau
bisa berkelanjutan (sustainable), luas tutupan hutannya minimal 30% total luas
lahnnya (Odum, 1976; Clark, 1989). Maka, jangan heran, di saat musim
penghujan P. Jawa dilanda banjir dan tanah longsor dimana-mana. Sementara
pada musim kemarau, P. Jawa mengalami kekeringan (deficit) air yang semakin
parah. Dalam pada itu, potensi pembangunan berupa SDA dan jasa-jasa
lingkungan (environmental services) yang begitu melimpah, tidak dimanfaatkan
secara optimal atau dicuri pihak asing. Implikasi lainnya adalah biaya logistik
Indonesia menjadi salah satu yang termahal di dunia, sekitar 24% PDB (UNCTAD,
2021). Ini menjadi salah satu penyebab rendahnya daya saing ekonomi
Indonesia. Sejak krisis multidimensi 1997 – 1998, Indonesia mengalami
deindustrialisasi, yakni suatu kondisi perekonomian negara, dimana kontribusi
sektor manufakturing (pengolahan) nya sudah menurun, tetapi GNI per
kapitanya belum mencapai 12.695 dolar AS (status negara makmur). Pada 1996

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 6
kontirbusi sektor manufacturing terhadap PDB Indonesia sudah mencapai 29%,
tapi tahun 2020 kontribusinya hanya sebesar 19% (Gambar-1).

Gambar 1. Kontribusi Sektor Manufaktur Terhadap PDB (%)

Padahal, seperti sudah saya sebutkan diatas, GNI perkapita Indonesia tahun lalu
hanya 3.870 dolar AS.

Yang sangat mencemaskan adalah bahwa 30% anak-anak kita mengalami


stunting, 17,7% bergizi buruk, dan 10,2% berbadan kurus akibat kurang makanan
bergizi (Kemenkes dan BKKBN, 2022). Apabila masalah krusial ini tidak segera
diatasi, maka generasi penerus kita akan menjadi generasi yang lemah fisiknya
dan rendah kecerdasannya, a lost generation. Resultante dari kemiskinan,
ketimpangan ekonomi, stunting, dan gizi buruk adalah IPM Indonesia yang baru
mencapai 72 tahun lalu. Padahal, sebuah bangsa bisa dinobatkan sebagai bangsa
maju dan makmur, bila IPM nya lebih besar dari 80 (UNDP, 2021).

Ironisnya, dengan status masih sebagai negara berpendapatan menengah


bawah, tingginya angka kemiskinan, besarnya angka stunting, gizi buruk, dan
rendahnya IPM; berbagai jenis SDA seperti minyak dan gas, batubara, tembaga,
dan hutan sudah banyak yang mengalami overeksploitasi atau terkuras habis.
Indonesia pun merupakan salah satu negara yang mengalami kerusakan SDA dan
lingkungan terparah di dunia (UNEP, WWF; 2020).

Banyak faktor yang menyebabkan Indonesia sebagai negara yang kaya


SDA, tetapi belum mampu keluar dari middle-income trap dan menjadi negara
maju, adil-makmur, dan berdaulat. Pada tataran praksis, penyebab itu karena
kita belum punya Rencana Pembangunan Nasional yang holistik, tepat, dan

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 7
benar serta diimplementasikan secara berkesinambungan. Sejak awal era
Reformasi, setiap ganti presiden, Menteri, gubernur, dan bupati/walikota;
kebijakan dan program nya berganti pula. Jadi, kita ibarat membangun ‘istana
pasir’ atau ‘tarian poco-poco’. Tidak ada kemajuan pembangunan yang
akumulatif dan berkelanjutan. Etos kerja, produktivitas, daya inovasi, dan akhlak
kita sebagai bangsa pun tergolong rendah. Dan, kita mengalami defisit
pemimpin bangsa (di Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan swasta) yang
capable (berkemampuan), kompeten, memiliki IMTAQ (Iman dan Taqwa) yang
kokoh, berkahlak mulia, dan negarawan. Dewasa ini, sebagian besar pemimpin
bangsa sangat transaksional, melakukan NKK (Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi),
dan hanya mementingkan diri, keluarga atau kelompok nya. Mayoritas mereka
menjadi pemimpin karena pencitraan diri yang dibiayai oleh oligarki melalui para
‘buzzer’ nya.

Namun, akar masalah (root cause) dari ketertinggalan bangsa kita adalah
karena sejak awal Orde Baru, kita menganut sistem (paradigma) Kapitalisme
(Mubyarto, 2004; Sritua Arief dan Rizal Ramli dalam Ridwan, 2014). Bukan
Pancasila. Parahnya, kita kurang atau tidak mengambil sisi-sisi positip dari
Kapitalisme, seperti kerja keras, disiplin, mencintai dan menguasai IPTEK serta
inovasi. Tetapi, justru kita praktekan nilai-nilai Kapitalisme yang negatip, seperti
rakus, hedonis, hanya mengejar untung sebesar-besarnya (profit maximization),
mengeksploitasi yang lain (terutama yang lemah), dan tidak mempercayai
kehidupan akhirat. Sejak awal Orde Baru sampai sekarang, perekonomian
sebagian besar berbasis pada eksploitasi SDA, ekspor komoditas mentah, buruh
murah, dan investasi asing. Akibatnya, keuntungan ekonomi (economic rent)
dari berbagai kegiatan pembangunan, investasi, dan bisnis kebanyakan lari ke
Jakarta atau negara-negara asal investor asing (regional leakages). Negara dan
rakyat Indonesia hanya menikmati sebagain kecil keuntungan ekonomi itu atau
‘remah-remah’ nya saja.

III. KEY GLOBAL TRENDS YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN


UMAT MANUSIA DI ABAD-21

Pada prinsipnya ada 5 kecenderungan global (key global trends) yang


mempengaruhi kehidupan dan peradaban manusia di abad-21, yakni: (1) jumlah
penduduk dunia yang terus bertambah; (2) Industri 4.0 (Revolusi Industri
Keempat); (3) Perubahan Iklim Global (Global Climate Change); (4) Dinamika
Geopolitik; (5) Era Post-Truth (Gambar-2).

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 8
Gambar 2. Key Global Trends in The 21st Century

Pertama adalah jumlah penduduk dunia yang terus bertambah. Pada


2011 jumlah penduduk dunia sebanyak 7 milyar orang, kini sekitar 7,9 milyar
orang, tahun 2050 diperkirakan akan menjadi 9,7 milyar, dan pada 2100 akan
mencapai 10,9 milyar jiwa (PBB, 2021). Implikasinya tentu akan meningkatkan
kebutuhan (demand) manusia akan bahan pangan, sandang, material untuk
perumahan dan bangunan lainnya, obat-obatan (farmasi), jasa pelayanan
kesehatan, jasa pelayanan pendidikan, prasarana dan sarana transportasi dan
komunikasi, jasa rekreasi dan pariwisata, dan kebutuhan manusia lainnya.
Implikasi selanjutnya adalah bahwa magnitude dan laju eksplorasi serta
eksploitasi SDA dan jasa-jasa lingkungan (envrionmental services) baik di wilayah
(ekosistem) daratan, lautan maupun udara akan semakin meningkat.

Kedua, era Industri 4.0 (Revolusi Industri Keempat) yang melahirkan


inovasi teknologi dan non- teknologi baru yang mengakibatkan disrupsi hampir di
semua sektor pembangunan dan aspek kehidupan manusia. Jenis-jenis teknologi
baru yang lahir dan berubah super cepat di era Industri 4.0 berbasis pada
kombinasi teknologi digital, fisika, material baru, dan biologi. Antara lain adalah
IoT (Internet of Things), AI (Artificial Intelligence), Blockchain, Robotics, Cloud
Computing, Augmented Reality dan Virtual Reality (Metaverse), Big Data,

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 9
Biotechnology, dan Nannotechnology (Schwab, 2015). Namun saat ini
perkembangan industri teknologi digital masih bergerak pada sektor jasa dan
distribusi saja, padahal seharusnya pemanfaatan teknologi dan artificial
intelligence dapat meningkatkan dan mengefektifkan sektor eksplorasi, produksi,
dan pengolahan (manufacturing) SDA untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia yang terus meningkat.

Ketiga, Perubahan Iklim Global (Global Climate Change) beserta


segenap dampak negatipnya seperti gelombang panas, cuaca ekstrem, naiknya
permukaan laut, pemasaman laut (ocean acidification), banjir, kebakaran lahan
dan hutan, dan peledakan wabah penyakit; bukan hanya mengurangi
kemampuan ekosistem bumi untuk menghasilkan bahan pangan, farmasi,
energi, dan SDA lainnya. Tetapi, juga akan membuat kondisi lingkungan hidup
yang tidak nyaman bahkan dapat mematikan kehidupan manusia (Sach, 2015; Al
Gore, 2017).

Keempat, ketegangan geopolitik yang menjurus ke perang fisik (militer)


seperti yang terjadi antara Rusia vs Ukraina. Ketegangan geopolitik yang lebih
besar sebenarnya adalah antara AS serta para sekutunya (seperti Jepang,
Australia, Inggris, dan Uni Eropa) vs China serta sekutunya (seperti Rusia, Korea
Utara, dan Iran). Selain karena faktor ideologi, penyebab ketegangan geopolitik
dan perang adalah perebutan wilayah dan SDA (resource war). Sejumlah
kawasan sangat rawan terjadinya perang, sperti Timur Tengah, Afrika, Laut China
Selatan, Semenanjung Korea, dan Asia Timur. Invasi Rusia terhadap Ukraina
telah memicu kenaikan harga pangan dan energi, inflasi yang tinggi, dan resesi
ekonomi global. Akibat dari terganggunya produksi pupuk, pangan, dan energi
serta rantai pasok global.

Kelima, Post-truth atau Paska Kebenaran adalah kondisi di mana fakta


(kebenaran) tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding
emosi dan keyakinan personal (Hartono, 2018). Post-truth dianggap sebagai
fenomena disrupsi dalam dunia politik yang secara besar-besaran diintensifkan
oleh teknologi digital secara masif menjadi suatu prahara (Wera, 2020). Pada era
post-truth sekarang ini bangsa Indonesia perlu bersikap waspada karena hoaks
politik dapat melemahkan ketahanan nasional, bahkan memecah belah NKRI,
sehingga mengganggu proses pembangunan nasional yang sedang berjalan
(Amilin, 2019).

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 10
Kelima kecenderungan global diatas mengakibatkan kehidupan dunia
bersifat VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, and Ambiguous), bergejolak, tidak
menentu, rumit, dan membingungkan (Radjou and Prabhu, 2015). Oleh sebab
itu, sistem dan lembaga Pendidikan Tinggi harus mampu mendesain dan
memberikan kapasitas kepada para mahasiswa nya dan bangsa Indonesia yang
dapat mengelola atau mengatasi fenomena VUCA tersebut. Melalui kegiatan Tri
Darma Perguruan Tinggi nya: Pengajaran/Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian
Kepada Masyarakat. Kapasitas (knowledge, skills, expertise, dan attitude) yang
dibutuhkan untuk mengarungi kehidupan di era VUCA dengan sukses dan
bahagia adalah: kreativitas, inovatif, kemampuan beradaptasi, daya lenting
(resillience), agility (kegesitan), kolaborasi (teamwork), positive thinking,
entrepreneurship, dan iman dan taqwa menurut agama kita masing-masing.

IV. PETA JALAN PEMBANGUNAN BANGSA MENUJU


INDONESIA EMAS 2045

Untuk mewujudkan Indonesia Emas pada 2045 dengan GNI per kapita
sekitar 23.000 dolar AS dan PDB sebesar 7 trilyun dolar AS (ekonomi terbesar
kelima di dunia) (Bappenas, 2019), Indonesia seyogyanya mengimplementasikan
Peta Jalan Pembangunan Bangsa sebagaimana saya sajikan secara ringkas pada
Gambar-3 di bawah ini.

Gambar 3. Pendekatan Sistem untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 11
Ada 10 IKU (Indikator Kinerja Utama, Key Performance Indicators) yang
menggambarkan Indonesia Emas pada 2045. Pertama adalah bahwa pada 2045
GNI perkapita mencapai 23.000 dolar AS. Target ini dapat tercapai, bila laju
pertumbuhan ekonomi dari 2022 – 2045 rata-rata sebesar 6,5% per tahun
(Bappenas, 2019). Kedua, kapasitas teknologi mencapai kelas-1 (technology-
innovator country). Ketiga, seluruh rakyat Indonesia hidup sejahtera alias tidak
ada yang miskin (zero poverty), dengan garis kemiskinan menurut standar
internasional sebesar 2 dolar AS/orang/hari (Bank Dunia, 2021). Keempat,
seluruh penduduk usia kerja (15 – 64 tahun) harus dapat bekerja (punya
matapencaharian) dengan pendapatan yang mensejahterakan diri dan keluarga
nya (zero poverty). Kelima, pemerataan kesejahteraan harus adil, dengan
koefisien GINI lebih kecil dari 0,3. Keenam, kedaulatan (ketahanan) pangan,
energi, farmasi, dan air harus kuat. Ketujuh, IPM mesti diatas 80. Kedelapan,
kualitas lingkungan hidup tergolong baik sampai sangat baik. Kesembilan,
Indonesia harus berdaulat secara politik. Kesepuluh, pembangunan sosial-
ekonomi harus berkelanjutan (sustainable).

Untuk mewujudkan Indonesia Emas pada 2045 dengan 10 IKU nya, di


bidang ekonomi, kita harus mengimplementasikan tujuh kebijakan
pembangunan ekonomi: (1) pemulihan ekonomi dari pandemi covid-19; (2)
transformasi struktural ekonomi; (3) mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia
secara berkeadilan; (4) peningkatan kedaulatan/ketahanan pangan, energi, dan
farmasi; (5) penguatan dan pengembangan infrastruktur dan konektivitas digital;
(6) penciptaan iklim investasi dan kemudahan berbisnis (ease of doing business)
yang kondusif, dan atraktif; dan (7) kebijakan politik-ekonomi yang kondusif bagi
pembangunan ekonomi yang produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, ramah
lingkungan, dan berkelanjutan.

Karena transformasi struktural ekonomi merupakan prasyarat utama bagi


sebuah negara-bangsa untuk dapat lulus dari jebakan negara berpendapatan
menengah (middle-income trap), dan kemudian menjadi negara maju, sejahtera,
dan berdaulat. Maka, saya ingin sedikit mengelaborasi tentang proses
transformasi struktural ekonomi. Menurut United Nations (2008), “structural
economic transformation involves the reallocation of productive factors from
traditional agriculture to modern agriculture, manufacturing industry, and
services; and the reallocation of those productive factors among manufacturing
and service sector activities. It also means shifting resources (productive

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 12
factors) from low- to high-productivity sectors. It is also associated with the
nation’s capacity to diversify national production structure that is: to generate
new economic activities, to strengthen economic linkages within the country,
and to build domestic technological and innovation capabilities”.

Mengacu pada definisi dan pengertian tentang transformasi struktural


ekonomi itu, maka untuk konteks Indonesia, transformasi struktural ekonomi
mencakup enam elemen (proses) berikut. Pertama, dari dominasi kegiatan
eksploitasi SDA dan ekspor komoditas (sektor primer) dan buruh murah, ke
dominasi sektor manufaktur (sektor sekunder) dan sektor jasa (sektor tersier)
yang produktif, berdaya saing, inklusif, mensejahterakan, dan berkelanjutan
(sustainable). Kedua, dari dominasi sektor impor dan konsumsi ke dominasi
sektor investasi, produksi, dan ekspor. Ketiga, modernisasi sektor primer
(kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, dan ESDM) secara produktif,
efisien, berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Keempat,
revitalisasi industri manufakturing yang unggul sejak masa Orde Baru: (1)
Makanan Minuman, (2) TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), (3) kayu dan produk
kayu, (4) pulp and paper, (5) Elektronik, (6) Otomotif, dan lainnya. Kelima,
pengembangan industri manufakturing baru, seperti mobil listrik, EBT (Energi
Baru Terbarukan), Semikonduktor, Baterai, Bioteknologi, Nanoteknologi,
Kemaritiman, Ekonomi Kreatif, dan Industri 4.0. Keenam, kelima proses
pembangunan ekonomi tersebut mesti berbasis pada Ekonomi Digital (Industry
4.0, Ekonomi Hijau (Green Economy), dan Pancasila.

Di bidang lingkungan hidup, pertama adalah bahwa RTRW harus


diimplementasikan secara serius dan konsisten di tingkat nasional, provinsi
hingga ke Kabupaten/Kota. Kedua, pemanfaatan SDA terbarukan (seperti hutan,
perikanan, dan lahan pertanian) harus dikerjakan secara optimal, tidak
melampaui potensi produksi lestarinya, dan ramah lingkungan. Ketiga,
eksploitasi SDA tidak terbarukan (seperi minyak, gas, batubara, mineral, dan
bahan tambang) mesti dilakukan secara ramah lingkungan, didahului dengan
studi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), pemantauan lingkungan,
dan pengelolaan lingkungan. Pastikan bahwa masyarakat setempat (lokal)
dilibatkan sejak awal perencanaan proyek pembangunan, dapat bekerja di
proyek pembangunan, dan mendapatkan keuntungan (berkah) langsung.
Sebagian keuntungan harus dialokasikan untuk rehabilitasi lingkungan yang
rusak, dan pengembangan berbagai kegiatan usaha ekonomi yang produktif,

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 13
efisien, berdaya saing, dan berkelanjutan, sebelum masa tambang berakhir.
Keempat, pengendalian pencemaran dengan tidak membuang limbah B3 (Bahan
Berbahaya Beracun) ke lingkungan (seperti lahan darat, danau, sungai, dan laut).
Limbah B3 harus diolah (treated) dahulu di instalasi pengolahan limbah B3,
sampai netral (tidak berbahaya). Untuk limbah non-B3 boleh dibuang ke
lingkungan, tetapi jumlah (laju) pembuangannya tidak melebihi kapasitas
asimilasi lingkungan alam untuk menetralisirnya. Kelima, konservasi
keanekaragaman hayati (biodiversity) baik pada tingkat gen, spesies maupun
ekosistem. Keenam, dalam mengubah (memodifikasi) bentang alam (landscape
atau seascape), infrastruktur, gedung, kawasan pemukiman, kawasan industri.
kawasan pertanian, dan ekosistem buatan manusia (man-made ecosystems)
lainnya; kita mesti mengerjakannya berdasarkan prinsip dan prosedur ‘design
and construction with nature’ atau sesuai dengan kondisi, struktur, karakteristik,
dan dinamika lingkungan alam setempat. Ketujuh, mitigasi dan adaptasi
terhadap Perubahan Iklim Global, tsunami, gempa bumi, banjir, dan bencana
alam lainnya.

Di bidang sosial-budaya, kita mesti meningkatkan kinerja sektor


Pendidikan supaya semua anak, remaja, dan orang dewasa mampu
menyelesaikan pendidikannya, dari jenjang PAUD, SD, SLTP, SLTA, Perguruan
Tinggi dengan kualitas Pendidikan yang terbaik, a world-class education.
Struktur tenagan kerja Indonesia yang saat ini terdiri dari 55% lulusan SLTP (18%)
dan lulusan SD atau tidak tamat SD (37%), ke depan melalui perbaikan sektor
Pendidikan, semua angkatan kerja minimal lulusan SLTP, seperti halnya di
negara-negara maju dan makmur. Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi
yang saat ini baru mencapai 36,3% pun bisa meningkat seperti di negara-negara
maju dan makmur diatas 60%. Kinerja sektor Kesehatan mulai sekarang juga
harus disempurnakan untuk menurunkan angka stunting anak-anak kita dari
sekarang 30% menjadi 14% pada 2024, gizi buruk dari 17,7% menjadi 10%, dan
berbadan kurus dari 10,2% menjadi 5%. Kapasitas riset dan inovasi mulai
sekarang juga harus ditingkatkan hingga seperti di negara-negara maju dan
makmur. Pasalnya, kapasitas riset dan inovasi sangat menentukan produktivitas
dan daya saing suatu bangsa. Terakhir adalah perbaikan etos kerja dan akhlak
bangsa melalui Pendidikan agama, budipekerti, contoh teladan dari orang tua
dan tokoh masyarakat, dan penciptaan sistem sosial yang kondusif bagi tumbuh
kembangnya insan-insan Indonesia yang beretos kerja unggul, berkahlak mulia,
dan beriman dan taqwa kepada Tuhan YME menurut agama masing-masing.

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 14
Di bidang politik-hukum-keamanan, pertama yang mesti dibenahi adalah
tata kelola pemerintahan yang hingga kini belum mencapai kinerja sebagaimana
di negara-negara maju dan makmur. Praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN)
bukannya membaik, malah kian merajalela. Maka, prinsip-prinsip good
governance (tata kelola pemerintahan yang baik) termasuk transparansi,
akuntabilitas, profesionalisme, dan melayani publik (rakyat) mesti dilaksanakan
di setiap unit kerja pemerintah, dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota
sampai desa. Hukum sungguh-sungguh harus ditegakkan secara tegas, keras,
adil, tanpa pandang bulu, dan berwibawa. Jaminan rasa aman dan keadilan harus
benar-benar hadir di tengah kehidupan masyarakat kita. Sistem sosial budaya
dan polhukam harus menciptakan masyarakat meritokrasi, yakni sistem
kehidupan sosial yang memberikan penghargaan dan kepercayaan kepada setiap
warga negara yang kompeten, beretos kerja unggul, berakhlak mulia, dan
berprestasi untuk menduduki jabatan tinggi dan terhormat di pemerintahan,
perusahaan swasta, dan Lembaga-lembaga lainnya. Sebaliknya, bagi warga
negara yang pemalas, etos kerjanya rendah, akhlaknya buruk, dan bikin masalah
melulu mesti diberi hukuman (punishment), disinsentif, dan efek jera.
Selanjutnya, pemerintah berkewajiban untuk memperbaiki kompetensi, etos
kerja, dan akhlak dari semua warga negara yang terkena masalah ini. Dengan
demikian, generasi mendatang akan berusaha untuk menjadi warga negara yang
baik dan berprestasi agar bisa hidup sukses, terhormat, dan bahagia.

Stop praktik PILKADA, PILEG, PILPRES, dan PEMILU yang selama ini sangat
dipenuhi oleh politik uang (money politics), yang mengakibatkan biaya sangat
tinggi. Sehingga, ujungnya lebih dari 70 persen Kepala Daerah terjerat kasus
korupsi. Yang lebih mencemaskan, di tingkat nasional, kini negara dikuasai oleh
oligarki (kerjasama elit politik dan konglomerat jahat) untuk merampok kekayaan
negara dan ‘menjual negara’ ke pihak asing. Kini saatnya kita menyudahi
demokrasi liberal dengan ‘one man, one vote’ nya. Dan, kemudian menerapkan
demokrasi yang berlandaskan pada hikmah dan kebijksanaan melalui
permusywaratan/perwakilan (Sila-4 Pancasila).

Kekuatan pertahanan nasional yang meliputi SDM, alusista, infrastruktur,


dan anggaran harus ditingkatkan supaya berwibawa dan disegani oleh bangsa-
bangsa lain di dunia. Dengan kekuatan ekonomi, IPTEK, dan Hankam yang
tangguh, berkelaas dunia; kita akan mampu melaksanakan politik luar negeri
yang bebas dan aktif, sekaligus turut menjaga perdamaian dunia sebagaimana

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 15
diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Semua kebijakan dan program
pembangunan di bidang ekonomi, lingkungan hidup, sosial-budaya, dan
polhukam diatas haruslah berdasarkan pada Pancasila, sebagai pengganti sistem
Kapitalisme.

V. MEMPERKOKOH KARAKTER KEWIRAUSAHAAN

5.1. Urgensi Entrepreneurship Bagi Kesuksesan Individu dan Pembangunan


Bangsa

Entrepreneurship menjadi jalan yang paling efektif di tengah himpitan


ekonomi yang semakin besar dan lapangan pekerjaan yang semakin sempit
untuk membangkitkan kembali kehidupan perekonomian masyarakat. Bagi
Individu, berwirausaha (menjadi entrepeneur) berarti menciptakan lapangan
keja, menolong orang lain, dan menjadi “tangan di atas” menciptakan
kebahagiaan. “Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah” (HR. Bukhari).

Seorang entrepreneur yang sukses bisa menjadi pejabat publik (negara):


Bupati, Walikota, Gubernur, Menteri, DPR, bahkan Presiden. Presiden Joko
Widodo pernah menjadi pedagang mebel sukses. Beliau pernah berhasil
memasarkan hasil kerajinan kayu hingga ke berbagai negara dan sukses. Artinya,
Pak Jokowi memiliki pengalaman kerja sebagai wirausaha. Demikian pula jajaran
menterinya yang merupakan pengusaha kemudian ditunjuk menjadi menteri,
seperti Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Erick
Thohir sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Nadiem
Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Oleh
karena itu, sebenarnya bangsa ini sedang dipimpin oleh orang yang berjiwa
kewirausahaan. Kemudian, di Amerika Donald Trump menjadi pengusaha
pertama di AS yang berhasil menjadi presiden AS, ini menjadi catatan sejarah
tersendiri dalam politik AS sejak negara itu berdiri lebih dari 200 tahun lalu.

Salah satu syarat sebuah negara-bangsa bisa maju, sejahtera (adil-


makmur), dan berdaulat adalah bila jumlah entrepreneur (wirausahawan)nya
lebih dari 7% total penduduk negara tersebut (McCLelland, 2010). Namun jumlah
entrepreneur di Indonesia masih di bawah 7%, hal ini sesuai yang disampaikan
oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah bahwa rasio
kewirausahaan Indonesia dari 2016-2021 (Gambar-4) yaitu 3,49% (2016); 3,09

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 16
(2017); 3,27% (2018); 3,27 (2019); 2,93 (2020); 2,89 (2021); rata-rata rasio
kewirausahaan nasional sebesar 3,16%. Rasio kewirausahaan nasional cenderung
menurun di tahun 2020 dan 2021 yang dipengaruhi adanya pandemi Covid-19.
Angka tersebut masih di bawah negara ASEAN lainnya. Thailand jumlah
wirausahanya sudah 4,2%, Malaysia 4,7%, dan Singapura 8,7% (Kemenkop UKM,
2021).

Gambar 4. Rasio Kewirausahaan Nasional Tahun 2016-2021

Rasulullah SAW adalah pengusaha sukses dan tersohor (8-40 tahun), dan
beliau menjadi Rasulullah dari umur 40-63 tahun. Rasulullah SAW pernah ditanya
oleh para sahabat, “Pekerjaan apakah yang paling baik, ya Rasulullah?”
Rasulullah menjawab, “Seseorang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap
jual beli yang bersih” (HR Al-Bazzar). Jual beli yang bersih merupakan sebagian
dari kegiatan profesi bisnis. Selain itu, para ulama telah sepakat mengenai
kebaikan pekerjaan dagang (jual beli), sebagai perkara yang telah dipraktikan
sejak zaman Nabi hingga masa kini. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda,
“Pedagang yang jujur dan terpercaya bersama-sama para Nabi, orang shadiqin,
dan para syuhada” (H.R. Tirmidzi dan Hakim). Berdagang atau berbisnis harus
dilandasi oleh kejujuran, apabila orang berbisnis tidak jujur, tunggulah
kehancurannya. Apabila jujur, ia mendapat keuntungan dari segala penjuru yang
tidak ia duga sebelumnya.

Menurut Rusdiana (2018) manfaat wirausaha secara lebih terperinci,


antara lain: (1) menambah daya tampung tenaga kerja, sehingga dapat
mengurangi pengangguran; (2) sebagai generator pembangunan lingkungan,
bidang produksi, distribusi, pemeliharaan lingkungan, kesejahteraan, dan
sebagainya; (3) menjadi contoh bagi anggota masyarakat lain, sebagai pribadi

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 17
unggul yang patut dicontoh dan diteladani karena seorang wirausaha adalah
orang terpuji, jujur, berani, hidup tidak merugikan orang lain; (4) menghormati
hukum dan peraturan yang berlaku, berusaha selalu memperjuangkan
lingkungan; (5) memberi bantuan kepada orang lain dan pembangunan sosial,
sesuai dengan kemampuannya; (6) mendidik karyawannya menjadi orang
mandiri, disiplin, jujur, tekun dalam menghadapi pekerjaan; (7) memberi contoh
tentang cara bekerja keras, tanpa melupakan perintah-perintah agama, dekat
kepada Allah SWT; (8) hidup secara efisien, tidak berfoya-foya, dan tidak boros;
(9) memelihara keserasian lingkungan, baik dalam pergaulan maupun kebersihan
lingkungan.

Dari banyaknya manfaat wirausaha, menurut Rusdiana (2018) ada dua


darma bakti wirausaha terhadap pembangunan bangsa, yaitu: (1) sebagai
pengusaha, memberikan darma baktinya dalam melancarkan proses produksi,
distribusi, dan konsumsi. Wirausaha mengatasi kesulitan lapangan kerja,
meningkatkan pendapatan masyarakat; (2) sebagai pejuang bangsa dalam bidang
ekonomi, meningkatkan ketahanan nasional, mengurangi ketergantungan pada
bangsa asing. Sehubungan dengan hal tersebut, pengembangan kewirausahaan
(entrepreneurship) sangat penting bagi mahasiswa. Disamping untuk kesuksesan
individu, menjadi entrepreneur akan turut serta berkontribusi membantu dalam
pembangunan bangsa.

5.2. Definisi, Pengertian, dan Tipe Wirausahawan (Entrepreneur)

Definisi dan pengertian dari entrepreneurship diungkapkan oleh beberapa


tokoh, pertama menurut Daniel Priestley (2013): “An entrepreneur is someone
who spots an opportunity and acts to make it into a commercial succes”
(seorang yang mampu menangkap suatu peluang dan kemudian mengubahnya
menjadi bisnis yang sukses. Kedua menurut Ir. Ciputra (2007): entrepreneur
adalah seseorang yang mampu mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas.
Ketiga menurut Rusdiana (2018): entrepreneur adalah (1) orang yang
menanggung resiko; (2) orang yang mengurus perusahaan; (3) orang yang
memobilisasi dan mengalokasikan modal; (4) orang yang mencipta barang baru,
dan sebagainya.

Istilah entrepreneur tidak hanya berkaitan dengan dunia usaha, atau


pengusaha, tetapi juga berkaitan dengan bidang lain. Menurut Ir. Ciputra (2007)

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 18
Tipe entrepreneur terbagi menjadi empat, yaitu pertama Business Entrepreneur,
kelompok ini terbagi menjadi dua yaitu Owner Entrepreneur and professional
Entrepreneur. Owner Entrepreneur adalah para pemilik bisnis, sedangkan
Professional Entrepreneur adalah orang-orang yang memiliki daya wirausaha
yang mempraktekkannya pada perusahaan orang lain. Kedua, Government
Entrepreneur yaitu pemimpin pemerintahan dan ASN (Aparatur Sipil Negara)
yang mampu mengelola dan menumbuhkan jiwa dan kecakapan wirausaha
penduduknya. Contoh dari Government Entrepreneur adalah pemimpin negara
Singapura Lee Kuan Yew, PM. Malaysia Mahatir Muhammad, Presiden China Xi
Jin Ping. Ketiga, Social Entrepreneur yaitu pendiri organisasi social kelas dunia
yang berhasil menghimpun dana masyarakat untuk melaksanakan tugas social
yang mereka yakini. Contohnya adalah Mohammad Yunus, peraih nobel
perdamaian tahun 2006 serta pendiri Grameen Bank. Keempat, Academic
Entrepreneur yaitu akademisi yang mengajar atau mengelola lembaga
pendidikan dengan pola dan gaya entrepreneur sambil tetap menjaga tujuan
mulia pendidikan. Universitas Harvard, MIT (Massasuchet Institute of
Technology), Stanford University, Oxford University, Cambridge University,
Nanyang Technology University, National University of Singapore, University of
Tokyo, dan Seoul National University merupakan beberapa uiversitas terkemuka
di dunia yang mengelola Lembaga Pendidikan tinggi dengan gaya entrepreneur.

5.3. Perkembangan Entrepreneurship di Indonesia

Menurut Regional Innovation and Entrepreneurship Research Center


(2019), Indonesia menduduki peringkat ke- 75 Global Entrepreneurship Index
(GEI) dari 137 negara di dunia dengan skor 26. Sementara, peringkat 5 tertinggi
diduduki oleh negara Amerika (86,8), Swiss (82,2), Kanada (80,4), Denmark
(79,3), dan Inggris (77,5) (Gambar-5).

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 19
Gambar-5. Global Entrepreneurship Index 2019

Badan Pusat Statistik (2021) mencatat, ada 129.137 unit usaha


perdagangan menengah dan besar di Indonesia pada 2020. Gambar-6
menunjukkan dari jumlah tersebut, mayoritasnya atau sekitar 39% pemilik usaha
merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sementara itu, pemilik usaha
perdagangan yang memiliki tingkat pendidikan terakhir Diploma IV/S1 sebanyak
28%. Lalu sebanyak 10,8% merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Ada pula 6,9% pemilik usaha perdagangan yang merupakan lulusan
Sekolah Dasar (SD), 3,6% tidak tamat SD, dan 5,5% merupakan lulusan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK). Kemudian persentase pemilik usaha perdagangan
yang memiliki tingkat pendidikan Diploma I/II/III sebanyak 4,7%. Sementara,
hanya 2,4% yang merupakan lulusan S2/S3.

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 20
Gambar 6. Presentase Pengusaha Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir (2020)

Perkembangan kewirausahaan di Indonesia pada tahun 2019


menunjukkan tren yang positif, hal ini bisa dilihat dari adanya peningkatan dari
61,65 juta unit pada Tahun 2016, menjadi 65,46 juta pada Tahun 2019
(mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2% per tahun). Namun Rasio
kewirausahaan nasional mengalami penurunan dari yang sebelumnya senilai
3,27% pada tahun 2019 menjadi 2,93% pada tahun 2020 dan turun kembali
menjadi 2,89% pada tahun 2021 (belum mencapai target: 3,55%). persentase
pertumbuhan wirausaha di Indonesia hanya sebesar 0,07% (Kemenkop UKM,
2021)

Kontribusi kewirausahaan terhadap perekonomian Indonesia tahun 2019


dapat dikatakan dominan, karena kontribusi PDB UMKM terhadap PDB Nasional
sebesar 60,5%, total tenaga kerja yang terserap sebesar 96,9%, membuka
lapangan kerja sebanyak 99,9%, berkontribusi terhadap ekspor sebesar 15,6%,
serta penciptaan investasi sebesar 60% (Kemenkop UKM, 2021).

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 21
Gambar 7. Presentase Startup di Indonesia Berdasarkan Bidang Usaha 2021

Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi


Indonesia (MIKTI) dalam buku Mapping & Database Startup Indonesia 2021
melaporkan ada 1.190 perusahaan rintisan (startup) di Indonesia. Gambar-7
menunjukkan dari jumlah tersebut, sebanyak 32,7% startup termasuk ke dalam
bidang usaha general. Kemudian, sebanyak 16,48% startup bergerak dalam
bidang content creator atau pembuatan konten. Lalu, ada 14,59% startup yang
bergerak di bidang e-commerce, sedangkan yang bergerak di bidang fintech atau
teknologi finansial sebanyak 8,52%. Selain itu, data dari MIKTI menunjukkan
mayoritas startup tersebut berbadan usaha dalam bentuk perseroan terbatas
(PT) dengan persentase 51,39%. Sebanyak 7,13% startup berbadan usaha
commanditaire vennootschap (CV). Sementara, 29,1% startup belum berbadan
usaha 12,38% lainnya tidak diketahui. Dari data MIKTI tersebut dapat
disimpulkan bahwa perkembangan startup di Indonesia masih bergerak pada
sektor jasa saja yang hanya bisa menyelesaikan dan mempercepat sektor
distribusi, padahal sektor produksi pun sangat membutuhkan inovasi dan peran
serta para startup untuk memenuhi berbagai kebutuhan dengan skala yang
besar.

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 22
Perkembangan startup digital di Indonesia pada tahun 2019 dan 2020
menjadi tahun-tahun yang penting sekaligus menantang. Pada tahun 2019,
Indonesia yang diwakili oleh Jakarta berhasil masuk dalam jajaran kota dengan
ekosistem startup terbaik di dunia. Bahkan di tahun 2020, rilis Global Startup
Ecosystem Report 2020, yang dikeluarkan oleh Genome yang juga bekerjasama
dengan MIKTI di Indonesia, menyatakan Jakarta sebagai peringkat kedua dalam
Top 100 Emerging Ecosystem Ranking (MIKTI, 2021).

5.4. Hambatan Entrepreneurship di Indonesia

Pertama, perguruan tinggi dinilai memiliki peran dalam mencetak lulusan


yang berpotensi menciptakan lapangan kerja sendiri. Namun, kenyataannya
sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi cenderung memilih menjadi pencari
kerja (job seeker) dibanding menciptakan lapangan kerja (job creator). Apabila
dievaluasi dari sistem pendidikan di Indonesia, hambatan yang mungkin ditemui,
yaitu: (1) Sistem pendidikan di Perguruan Tinggi Indonesia masih terfokus pada
bagaimana menyiapkan para mahasiswa yang cepat lulus dan mendapatkan
pekerjaan, bukan lulusan yang siap menciptakan pekerjaan; (2) Penyediaan
sarana dan prasarana untuk kewirausahaan masih terbatas; (3) Kesiapan
perguruan tinggi dalam mengelola program kewirausahaan seperti Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM), Pelaksanaan Kuliah Kerja Usaha (PKU), dan
Program Magang Kewirausahaan (PMK) masih belum sesuai dengan tujuan yang
diharapkan (Wiratno, 2012).

Kedua, minat berwirausaha di kalangan generasi muda sebenarnya sudah


mulai berkembang, tetapi banyak hal yang terkadang menjadi penghambat.
Beberapa tantangan yang dihadapi generasi muda, yaitu masih berkembangnya
persepsi masyarakat yang menganggap bahwa bekerja sebagai pegawai
pemerintah lebih terjamin dibandingkan menjadi wirausahawan. Belum lagi
masih kentalnya anggapan bahwa menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah
suatu prestasi yang sangat membanggakan.

Ketiga, Regulasi pemerintah tidak memudahkan wirausahawan untuk


mendapatkan akses pembiayaan, karena diwajibkan untuk memiliki legalitas
usaha dan memenuhi berbagai persyaratan yang cukup sulit bagi pelaku usaha.
Pinjaman usaha yang digunakan sebagai modal terbanyak berasal dari: (1)
pinjaman bank sebesar 49,36%; (2) pinjaman perorangan sebesar 33,47%; (3)

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 23
pinjaman koperasi (6,85%), program pemerintah (4,97%); (4) lembaga keuangan
non-bank (2,90%); dan (5) swasta (2,44%). Besarnya persentase pinjaman usaha
Industri Mikro dan Kecil (IMK) yang berasal dari perorangan menunjukkan bahwa
usaha ini masih bersifat sangat tradisional (BPS, 2020).

5.5. Penguatan dan Pembangunan Entrepreneurship

Pertama, strategi pengembangan kewirausahaan oleh perguruan tinggi:


(1) memberikan materi Kewirausahaan yang lebih banyak praktik lapangan
(learning by doing) dibandingkan pemberian materi yang sifatnya simulasi dalam
kondisi yang tidak riil; (2) perguruan tinggi seharusnya melakukan update
kurikulum yang berorientasi pada kebutuhan dunia kerja (demand driven) seperti
academic knowledge, analitical skill, managerial skill, teamwork, communication
skill, dan leasdership; (3) mengusahakan standar pelayanan minimal dalam
menyelenggarakan program pendidikan kewirausahaan sehingga pola
penyelenggaraan kewirausahaan dapat mencapai sasaran secara optimal. Kedua,
melakukan edukasi kepada masyarakat berkaitan dengan kewirausahaan.
Khususnya kepada para orang tua agar memotivasi dan mendidik anaknya untuk
bisa menjadi entrepreneur sukses yang menciptakan lapangan pekerjaan dan
bermanfaat untuk masyarakat sekitar.

Ketiga, pemerintah harus melakukan beberapa upaya: (1) Pemberdayaan


UKM guna mendorong kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala
mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin melalui peningkatan
kapasitas usaha, keterampilan, perlindungan, dan pembinaan usaha; (2)
Pemerintah harus berperan memudahkan wirausahawan dalam akses pinjaman
modal, pemerintah juga harus terus mengalokasikan sebagian APBN/APBD untuk
perkuat UKM, selain itu meningkatkan peranan Lembaga Pengelola Dana Bergulir
(LPDB) dalam menggulirkan berbagai bantuan perkuatan kepada para wirausaha;
(3) meningkatkan akses pasar melalui peningkatan kualitas, desain, dan harga
yang bersaing di pasar domestik maupun internasional, selain itu untuk
meningkatkan akses pemasaran juga diperlukan adanya penyederhanaan
regulasi.

Semoga Orasi Ilmiah ini diberkahi Allah SWT dan mampu membangkitkan
jiwa kewirausahaan dan jumlah wirausahawan bangsa Indonesia pada umumnya,

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 24
dan Civitas Academica serta alumni UNM pada khususnya untuk mewjudkan
Indonesia Emas, paling lambat pada 2045.

BAHAN RUJUKAN

Adiningsih, Sri. 2019. Transformasi Ekonomi Berbasis Digital di Indonesia:


Lahirnuya Tren Baru Teknologi, Bisnis, Ekonomi, dan Kebijakan di
Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Altbach, P.G. and J. Salmi. 2011. The Road to Academic Excellence. The World
Bank, Washington, D.C.

Al Gore. 2017. The Assault On Reason. The Pinguin Press. New York, USA.

Amilin. 2019. Pengaruh Hoaks Politik dalam Era Post-Truth terhadap Ketahanan
Nasional dan Dampaknya pada Kelangsungan Pembangunan Nasional.
Jurnal Kajian Lemhanas RI. Edisi 39.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2022. Rencana Strategis


BKKBN 2020-2024. BKKBN, Jakarta.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2019. Visi Indonesia 2045.


Bappenas, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2021. Indonesia Dalam Angka 2021. Badan Pusat Statistik.
Jakarta.

Ciputra. 2007. Pendidikan Entrepreneurship di UGM. Prosiding Kuliah Perdana


Mahasiswa Baru Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Daniel Priestley, 2013. Entrepreneur Revolution: How to Develop Your


Entrepreneurial Mindset and Start A Business That Work. Capstone a
Wiley Brand. Amerika.

Hartono, Dudi. 2018. Era Post-Truth: Melawan Hoax dengan Fact Checking.
Prosiding Seminar Nasional Ilmu Pemerintahan Universitas Mercu
Buana.

Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil dan Menengah. 2021. Laporan Kinerja
Kementerian Koperasi Dan Usaha Kecil dan Menengah tahun 2021.
Jakarta: Kemenkop UKM.

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 25
Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia
(MIKTI). 2021. Mapping dan Database Startup Indonesia 2021. ISBN:
978-623-95156-1-4.

McClelland, David C. 2010. Entrepreneur Behavior and Characteristics of


Entrepreneurs.The Achieving Society. New York.

Mubyarto. 2004. Menuju Sistem Ekonomi Pancasila: Reformasi atau Revolusi.


Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 19: 16-26.

Muzaffar, Chandra. 2005. Global Ethic or Global Hegemony?: Reflections on


Religion, Human Dignity and Civilisational Interation. London: Asean
Academic Press.

Oxfam International. 2021. Oxfam International Annual Report 2020-21: The


Future is Equal, The Future is Now. Oxfam Publication UK.

O’Connor, D. and M. Kjollerstrom. 2008. Industrial Develompment for the 21st


Century. United Nations, New York.

Perserikatan Bangsa-Bangsa. 2021. World Population Prospect 2021. Diakses dari


https://population.un.org/wpp/ (Juli 2022).

Porter, Michael E. 2004. Competitive Strategy: Techniques for Analyzing


Industries and Competitors. New York: Free Press.

Radjou, N. and J. Prabhu. 2015. Frugal Innovation How to Do More with Less.
Clays, Bungay, Suffolk.

Rusdiana. 2018. Kewirausahaan Teori dan Praktik. Jakarta: Pustaka Setia.

Regional Innovation and Entrepreneurship Research Center. 2019. The Global


Entrepreneurship Index 2019. The Global Entrepreneurship and
Development Institute, Washington D.C., USA.

Sachs, Jeffrey D. 2015. The Age of Sustainable Development. Colombia University


Press, New York.

Schwab, Klaus. 2016. The Fourth Industrial Revolution. Crown Business. New
York.

United Nations Conference on Trade and Development. 2018. World Investment


Report 2018. United Nation. New York.

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 26
Unite Nation Development Programme. 2021. Annual Report 2021. UNDP, New
York.

United Nations Educational Scientific and Cultural Organization. 2014. Teaching


and Learning: Achieving Quality for All. UNESCO, Paris.

United Nations Environment Programme. 2020. Emissions Gap Report 2020.


UNEP DTU Partnership, Kenya.

Von Wizsacker, E.U. and A. Wijkman. 2018. Come On!: Capitalism, Short-termism,
Population and the Destruction of the Planet – A Report to the Club of
Rome. New York: Springer.

Wallace-Murphy, T, 2006. What Islam Did For Us: Understanding Islam’s


Contribution to Western Civilizaation. Watkins Publishing, London.

Wera, Marz. 2020. Meretas Makna Post-Truth: Analisis Kontekstual Hoaks, Emosi
Sosial, dan Populisme Agama. Jurnal Agama dan Masyarakat. Vol. 07,
No. 1.

Wiratno, S. 2012. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di pendidikan tinggi.


Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 18(4): 453 – 466.

World Bank. 2021. Global Economic Prospect 2021. International Bank for
Reconstruction and Development. Washington DC.

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 27
LAMPIRAN

Lampiran 1.

Lampiran 2.

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 28
Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 29
Lampiran 3. Global Supply Chain

Lampiran 4.

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 30
Lampiran 5.

Lampiran 6.

Orasi Ilmiah Dies Natalis ke-61 UNM | Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S. 31

Anda mungkin juga menyukai