Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

DEMAM TIFOID

Oleh:
dr. Ghina Adila Hafizhah

Dokter Pendamping:
dr. Rastra Defa Sari

PUSKESMAS WONGSOREJO
KABUPATEN BANYUWANGI
23 FEBRUARI – 22 AGUSTUS 2022
BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS

Pada hari ini tanggal 26 Juli 2016 di Wahana Puskesmas Wongsorejo telah dipresentasikan
laporan kasus oleh:
Nama : dr. Ghina Adila Hafizhah
Kasus : Demam Tifoid
Nama Pendamping : dr. Rastra Defa Sari
Nama Wahana : Puskesmas Wongsorejo
No Nama Peserta Tanda tangan

1 1.

2 2.

3 3.

4 4.

5 5.

6 6.

7 7.

8 8.

9 9.

10 10.

11 11.

12 12.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Ghina Adila HafizhahAri ef Purwanto dr. Rastra Defa Sari


ABSTRAK

Pendahuluan : Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman
yang terkontaminasi. Gejala klinis demam tifoid antara lain demam lebih dari seminggu.
Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi; lidah kotor;
mual muntah; diare atau mencret; lemas, pusing, dan sakit perut. Pemeriksaan Serologi-
Imunologi Salmonella dapat membantu menegakkan diagnosis tersebut. Tatalaksana yang
diberikan berupa antibiotik sesuai dengan kondisi pasien serta pengobatan simptomatik.
Laporan Kasus : Seorang perempuan 3.5 tahun datang ke IGD dengan keluhan demam sejak
7 hari yang lalu. Demam naik turun dan dirasakan tinggi pada sore hingga malam hari.
Riwayat buang air kecil normal dan ada riwayat sulit buang air besar pada 3 hari terakhir.
Pasien juga mengeluh nyeri kepala yang terus menerus, mual jika ada makanan yang masuk
namun tidak muntah. Pasien merasakan lidah terasa pahit dan nafsu makan menurun, riwayat
hidung mimisan tidak ada, sesak nafas tidak ada, nyeri perut diulu hati, sebelumnya belum
pernah mengalami hal yang sama. Pasien sebelumnya sudah dibawa berobat 1 kali ke klinik
dokter umum 1 minggu yang lalu karena demam, batuk dan pilek, namun hanya batuk dan
pileknya saja yang berkurang. Pada pemeriksaan didapatkan lidah kotor, dan nyeri tekan
epigastrium (+). Pada pemeriksaan Widal didapatkan Typhi H 1/160 dan Typhi H 1/80.
Pasien diberikan tatalaksana berupa IVFD Asering 16 tetes/menit, Inj. Antrain 3x1/3 ampul,
Inj. Ondansentron 2x1/3ampul, Thiamphenicol syr 4x1,5cth, Paracetamol syr 3x1,5cth.
Kesimpulan : Laporan kasus ini menekankan pada pentingnya deteksi dini dan pengobatan
secara cepat dan tepat sehingga mencegah komplikasi yang berujung pada kematian, seperti
perdarahan usus, kebocoran usus, infeksi selaput usus, renjatan bronkopnemonia (peradangan
paru), dan kelainan pada otak. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya demam tifoid dan
menurunkan angka kejadian, harus memperhatikan sanitasi lingkungan, pola makan yanjg
sehat dan rajin mencuci tangan terutama sebelum dan setelah makan.
BAB I
ANALISIS KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. A M

No. RM : 0104824

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 3.5 tahun

Pekerjaan :-

Agama : Islam

Alamat : Dusun Kebonrejo RT. 3 RW. 3 Kec. Wongsorejo

II. Anamnesis
Heteroanamnesis tanggal 10 Juni 2022
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Puskesmas Wongsorejo dengan keluhan demam sejak ±7 hari yang
lalu. Demam naik turun dan dirasakan tinggi pada sore hingga malam hari. Riwayat
buang air kecil normal dan ada riwayat sulit buang air besar pada 3 hari terakhir. Pasien
juga mengeluh nyeri kepala yang terus menerus, mual jika ada makanan yang masuk
namun tidak muntah. Pasien merasakan lidah terasa pahit dan nafsu makan menurun,
riwayat hidung mimisan tidak ada, sesak nafas tidak ada, nyeri perut diulu hati,
sebelumnya belum pernah mengalami hal yang sama. Pasien sebelumnya sudah dibawa
berobat 1 kali ke klinik dokter umum 1 minggu yang lalu karena demam, batuk dan pilek,
namun hanya batuk dan pileknya saja yang berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien memiliki riwayat kejang demam 1 tahun yang lalu. Riwayat penyakit jantung,
hipertensi, diabetes mellitus disangkal. Keluhan seperti saat ini sebelumnya disangkal.
Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Disekitar rumah banyak anak yang flu. Keluarga pasien tidak ada yang sakit seperti ini.
Riwayat Penggunaan Obat

Orang tua pasien memberi paracetamol sebagai obat demam dan bodrex untuk obat
batuknya yang sebelumnya diresepkan oleh dokter umum.

Riwayat Psikososial

Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Pasien tinggal di rumah permanen. Pasien
tidur bersama kedua orang tua dan kakaknya. Terdapat ventilasi udara dan jendela.
Kesehariannya pasien lebih suka bermain dan jajan di luar rumah.

III. Pemeriksaan Fisik (10 Juni 2022)


KU : Tampak lemah
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
Nadi : 105x/menit
Suhu : 38.7oC
RR : 22x/menit
BB/TB : 15kg / 98cm
Kepala : Normocephal, rambut hitam, tidak mudah rontok
Mata : Edema palpebra -/-, conjungtiva anemis-/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil
+/+, isokor.
Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-
Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-
Mulut : Mukosa bibir basah, faring tidak hiperemis, atrofi papil lidah, lidah terlihat
kotor, tonsil T1-T1
Leher : Simetris, deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks : Bentuk dan gerak simetris. Pernapasan Vesikuler antara kanan dan kiri.
Ronkhi -/-, Wheezing -/-. Bunyi Jantung I dan II murni regular. Retraksi ICS (-)
Abdomen : Perut supel, distensi abdomen (-), Bising usus (+) normal, hepar-lien tidak
teraba. Nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), capilary refill <2detik
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap (10/06/2022)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN

Hb 11,4 g/dl
PEMERIKSAAN HASIL NILAI
Leukosit 12.4 Ribu
RUJUKAN
Eritrosit 3.85 Juta
V. Tes Widal Diagnosis
Ht 31.5 % Kerja
- Typhi O Pos (+) 1/160 Negatif
Trombosit 201 Ribu Diagnosis
- Typhi H Pos (+) 1/80 Negatif
kerja :
- Paratyphi A Negatif Negatif
Observasi
- Paratyphi B Negatif Negatif Febris Hari
ke-7 Covid-19

- Rapid Antigen Negatif Negatif Diagnosis


SARS Cov-2 diferential :
 Typhoid Fever
 Dengue Fever

VI. Tatalaksana
- Non Farmakologi
a. Istirahat total dan perawatan
b. Diet makanan lunak, rendah serat
- Farmakologi
o IVFD Asering 16 tetes/menit
o Inj. Antrain 3 x 1/3 ampul
o Inj. Ondansentron 2 x 1/3 ampul
o Paracetamol syr 3 x 1,5 cth
o Thiamphenicol syr 4 x 1,5 cth

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang mengenai
sistem retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu.
Disebabkan terutama oleh Salmonella enterica serovar typhi (S.typhi) dan menular
melalui jalur fekal-oral. Penyakit demam tifoid ini masih banyak dijumpai di negara
berkembang seperti di beberapa negara Asia Tenggara dan Afrika, terutama di daerah
yang kebersihan dan kesehatan lingkungannya kurang memadai.1
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan
mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum.

Sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. Tifoid adalah
penyakit infeksi pada usus halus, tifoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus
dan para typhus abdominalis.

Di Indonesia, demam tifoid bersifat endemis serta banyak ditemukan di kota besar.
Insiden demam tifoid di Indonesia berkisar 350-810 per 100.000 penduduk. Prevalensi
penyakit ini di Indonesia sebesar 1,6% dan menduduki urutan ke-5 penyakit menular yang
terjadi pada semua umur di Indonesia, yaitu sebesar 6,0% serta menduduki urutan ke-15
dalam penyebab kematian semua umur di Indonesia, yaitu sebesar 1,6%. Sebagian kasus
demam tifoid terjadi pada rentang usia 3 – 19 tahun.2

Etiologi

Penyebab dari demam thypoid yaitu :

1. 96 % disebabkan oleh Salmonella Typhi, Bakteri ini berbentuk batang gram negatif tidak
membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut
getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam
air, es, sampah dan debu.1 Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu:
a. Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)
b. Antigen H (flagella)
c. Antigen VI dan protein membran hialin
2. Salmonella paratyphi A
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C
5. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Wong, 2003).

Kuman Salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan suhu 37 oC dan
mati pada suhu 54,40C (Simanjuntak, C. H, 2009). Demam typhoid timbul akibat dari
infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran
pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa
penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella
spp didalam kandung empedu atau didalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid
kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2% yang lain akan menjadi karier yang
menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type)
sedang yang lain termasuk urinarytype. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam
tifoid, terutama pada karier jenis intestinal sukar diketahui karena gejala dan keluhannya
tidak jelas.

Patofisiologi
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh
asam HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral
mukosa (IgA) usus kurang baik, maka basil Salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel
M) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak
peyeri di ileum distal dan kelejar getah bening mesenterika. 1 Kuman Salmonella typhi
masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella typhi
kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe
mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini
Salmonella typhi masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman Salmonella typhi
lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.

Salmonella typhi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain
sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam
tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian ekperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-
gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin Salmonella typhi berperan pada patogenesis
demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat
Salmonella typi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena Salmonella typhi
dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada
jaringan yang meradang.

Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus thoracicus dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan
limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ
ini, kuman S. Thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga
mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam,
malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental
koagulasi).

Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeri
yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat berlangsung
hinga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil
menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti
gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada
minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hyperplasia (pembesaran sel-sel) plak peyeri.
Disusul kemudian, terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada
minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan
ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60
hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita
tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002).

Gejala dan Tanda


Penyakit ini bisa menyerang saat bakteri tersebut masuk melalui makanan atau
minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Kemudian
mengikuti peredaran darah, bakteri ini mencapai hati dan limpa sehingga berkembang biak
disana yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba. Gejala klinis demam tifoid pada anak
dapat bervariasi dari yang ringan hingga yang berat. Biasanya gejala pada orang dewasa
akan lebih ringan dibanding pada anak-anak. Kuman yang masuk ke dalam tubuh anak,
tidak segera menimbulkan gejala. Biasanya memerlukan masa tunas sekitar 7-14 hari. Masa
tunas ini lebih cepat bila kuman tersebut masuk melalui makanan, dibanding melalui
minuman.

Gejala klinik demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang
ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang
ditimbulkan antara lain :

1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun
menjelang malamnya demam tinggi.
2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya
anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-
asam atau pedas.
3. Mual berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati
dan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung
sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya
makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat
mulut.
4. Diare atau mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna
menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare,
namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas,
pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di
perut.
6. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman
dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang
parah seringkali terjadi gangguan kesadaran.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi
yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan
sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare yang mudah
disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas
tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa
perforasi usus atau perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan
gambaran klinisnya saja.

Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua
penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah
dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus
daripada S. typhi. Sifat demam juga muncul saat sore menjelang malam hari. Menggigil tidak
biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis
malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Namun demikian demam tifoid
dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai
demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat menembus
sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental kadang
mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang
tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis
akibat perforasi usus.

Pencegahan
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit,
yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat
agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat
dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi
yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :

1. Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang
sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindiksi pada
wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik. Lama
proteksi 5 tahun.
2. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K
vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol
preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5
tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping
adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan.
Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
3. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan
secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada
hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang
terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/ mikrobiologi
kesehatan.

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara
dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam
tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis
penyakit demam tifoid, yaitu :

a. Diagnosis klinik.
b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
c. Diagnosis serologik.
Pencegahan sekunder dapat berupa:

 Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans
demam tifoid.
 Perawatan umum dan nutrisi yang cukup.
 Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila
diagnosa telah dibuat. pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat
menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu
obat yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.

c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan
akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya
tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat
terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu
dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih
ada atau tidak.
BAB III
PENUTUP

a) Kesimpulan
1. Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella
tipe A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
2. Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella
yangmemasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan.
3. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari)
bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap
dalam keadaan asimtomatis.
4. Secara garis besar, gejala Tifoid adalah Demam lebih dari seminggu, Lidah kotor, Mual
Berat sampai muntah, Diare atau Mencret, Lemas, pusing, dan sakit perut, Pingsan, Tak
sadarkan diri.
5. Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi
yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid.
6. Pencegahan dilakukan secara primer, sekunder dan tersier.

b) Saran
1. Sebaiknya selalu menjaga kebersihan lingkungan, makanan yang dikonsumsi harus
higiene dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.
2. Sebaiknya kita harus membiasakan diri untuk hidup sehat, biasakan untuk mencuci
tangan sebelum makan. Agar kuman Salmonella tidak ikut tertelan masuk ke dalam
sistem pencernaan kita bersama makanan yang telah terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahmat, W., Akune, K., & Sabir, M. (2019). Demam Tifoid dengan Komplikasi Sepsis:
Pengertian, Epidemiologi, Patogenesis, dan Sebuah Laporan Kasus. Jurnal Medical Profession
(Medpro), 1(3), 220-225.
2. Khairunnisa, S., Hidayat, E. M., & Herardi, R. (2020, September). Hubungan Jumlah Leukosit
dan Persentase Limfosit terhadap Tingkat Demam pada Pasien Anak dengan Demam Tifoid di
RSUD Budhi Asih Tahun 2018–Oktober 2019. In Seminar Nasional Riset Kedokteran (Vol. 1,
No. 1).
3. Afifah, N. R., & Pawenang, E. T. (2019). Kejadian Demam Tifoid pada Usia 15-44
Tahun. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 3(2), 263-273.
4. Ardiaria, M. (2019). Epidemiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan demam
tifoid. Journal of Nutrition and Health, 7(2), 32-38
5. Hartanto, D. (2021). Diagnosis dan Tatalaksana Demam Tifoid pada Dewasa. Cermin Dunia
Kedokteran, 48(1), 5-7.
6. Rahmasari, V., & Lestari, K. (2018). REVIEW ARTIKEL: Manajemen Terapi Demam Tifoid:
Kajian Terapi Farmakologis dan Non Farmakologis. Farmaka, 16(1), 184-195.

DAFTAR PUSTAKA

Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan
pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan Dokter Anak Indonesia: 37-46

Carolus, P.K Sint. 1994. Demam Tifoid. Jakarta: Salemba.

http://ejjariza.wordpress.com/2013/02/15/makalah-demam-tipoid/ di akses pada tanggal 30 April


2015

http://modulkesehatan.blogspot.com/2012/12/makalah-demam-typhoid.html di akses pada tanggal 30


April 2015

http://nurserifa.blogspot.com/2012/12/makalah-demam-thypoid.html di akses pada tanggal 30 April


2015

Widodo Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan
Penyakit Tropis. Edisi pertama. 2002. Jakarta ;Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: 367-375

Anda mungkin juga menyukai