Anda di halaman 1dari 28

BAB III

PENGUJIAN IMPAK

3.1 Tujuan praktikum

1. Untuk membandingkan kekuatan spesimen yang telah diberi takikan (

∐ ,U , V ) dengan cara pembebanan tiba – tiba.

2. Untuk mengetahui apakah material tersebut getas atau ulet yang telah

diberi (takikan).

3.2 Latar Belakang

Perkembangan teknologi dari masa kemasa semakin maju, kemajuan

teknologi sangat membantu manusia dan memberikan kemudahan melakukan

segala sesuatunya. Berbagi bidang kehidupan manusia sangat tergantung

pada teknologi seperti transportasi, komunikasi, bangunan dan peralatan

elektroni rumah tangga. suatu teknologi akan berfungsi dengan baik dan

maksimal apabila terbuat dari bahan atau mineral yang baik pula. Produk

produk elektronik, alat transportasi dan bahan bangunan akan memiliki

fungsi baik apabila bahan penyusunya merupakan bahan dengan sifat

mekanik yang baik.

Salah satu sifat mekanik material adalah keuletannya, tingkat keuletan

material menentukan fungsinya ketika digerakkan. Tingkat kegetasan

material terpengaruh oleh beberapa hal, seperti beban kejut, takikan, suhu dan

lain-lain. Untuk mengetahui keuletan material adalah pengujian yang

dilakukan untuk mengethui keuletan material adalah pengujian impak

pengujian dilakukan pada beberapa sampel atau specimen dari suatu material.
pengujian impak dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan metode

charpy dan metode izod. metode charpy banyak dilakukan di amerika serikat,

sedangkan metode izod banyak dilakukan dieropa. Dengan mengetahui sifat

suatu material melalui pengujian, maka dapat meminimalisir resiko

kegagalan fungsi dari produk yang diciptakan dari material tersebut. keuletan

material dapat diketahui apabila terjadi perpatahan ada dua golongan patahan

yaitu patah getas dan patah ulet.

3.3 Teori dasar

A. Teori Impak

Pengujian Impak merupakan pengujian yang mengukur ketahanan

beban terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak

dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan

secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk

mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam

perlengkapan konstruksi dan treansportasi dimana beban tidak selamanya

terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh

deformasi pada bumper mobil pada saat kecelakaan.

Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari

pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan

menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi

maksimum hingga mengakibatkan perpatahan. Pada pengujian impak ini

banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan

merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut.


Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap

beban kejut yang besar tanpa mengalami retak atau deformasi dengan

mudah. Gambar dibawah ini memberikan ilustrasi suatu pengujian impak

dengan metode charpy

Gambar 3.1 pengujian impak

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya

dinyatakan dalam satuan joule dan dibaca langsung pada skala (dial)

petunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga

impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan

oleh :

E
HI …………………………………………………………..3.1
A

Dimana :

E adalah energi yang diserap dalam satuan joule dan A luas

penampang di bawah takik dalam satuan mm2.

E=P(H o−H 1 )…………..…………………………………..3.2

Dimana :
P = beban yang diberikan (Newton)

H0 = ketinggian awal bandul (mm)

H1 = ketinggian akhir setelah terjadi perpatahan benda uji (mm)

B. Metode Pengujian Impak

Pada dasarnya Benda uji impak dikelompokkan kedalam dua

golongan sampel standar (ASTM E-23) yaitu batang uji Charpy ( metode

Charpy - USA) dan batang uji Izod (metode Izod – Inggris dan Eropa ).

1. Metode uji charpy

Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu (10x10x55) mm

(tinggi x lebar x panjang) mm. Dengan posisi takik yang berada di

tengah, kedalaman takik 3 mm dari permukaan benda uji, dan sudut

takik 45 derajat (450). Bentuk takik berupa huruf U, V dan kotak.

Benda diletakkan pada tumpuan dengan posisi horizontal dan tidak

dijepit. Hal ini meneybabkan pengujian berlangsung lebih cepat,

sehingga memudahkan untuk melakukan pengujian pada temperatur

transisinya. Sedangkan ayunan bandul dari arah belakang takik dengan

pembebanan dilakukan dari arah punggung takik.


Gambar 3.2 Metode pengujian charpy

2. Uji Izod

Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu (10x10x75) mm

(tinggi x lebar x panjang) mm. Dengan posisi takik berada pada jarak

28 mm dari ujung benda uji, kedalaman takik 2 mm dari permukaan

benda uji, dengan sudut takik 45 derajat (450). Bentuk takik berupa

huruf U, V dan kotak. Benda diletakkan dengan tumpuan posisi

vertikal dan dijepit sehingga menyebabkan pengujian berlangsung

lama, sehingga tidak cocok digunakan pada pengujian dengan

temperatur yang bervariasi. Sedangkan ayunan bandul dari arah

depan takik dengan pembebanan dilakukan dari arah muka takik.

Gambar 3.3 Metode pengujian Izod


Dari pengujian ini banyaknya energi yang diserap oleh benda

uji hingga terjadinya perpatahan atau deformasi merupakan ukuran

kekuatan impak atau ketangguhan material. semakin tangguh

material maka material tersebut memiliki kemampuan menyerap

beban kejut yang besar tanpa terdeformasi atau patah dengan

mudah. Energi yang dierap oleh material dinyatakan dalam satuan

joule (J) dan dapat dibaca langsung pada dial penunjuknya yang

dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Harga impak bahan

yang di uji dengan metode Charpy diperoleh dengan persamaan:

HI= E/A = m . g (h1 - h2) /A .........................................................(3.3)

Dengan :

E = Jumlah energi yang diserap material hingga patah (J)

A = Luas penampang di bawah takik benda uji (mm2)

m = Massa bandul pemukul (kg)

g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

h1 = Beda tinggi pusat bandul & spesimen sebelum pemukulan

(cm)

h2 = Beda tinggi pusat bandul & spesimen setelah pemukulan

(cm)

HI = Harga impak

h1 = EP1 = m.g.h1 .........................................................................(3.4)

h2 = EP2 = m.g.h2 .........................................................................(3.5)

Δ Ep = Ep1 – Ep2
Dengan :

h1 = Tinggi pusat bandul sebelum dilepas (cm)

h2 = Tinggi pusat bandul setelah dilepas (cm)

Ep1= Energi potensial tinggi pusat bandul sebelum dilepas

(kg.m2/s)

Ep2= Energi potensial tinggi pusat bandul setelah dilepas

(kg.m2/s)

M = Massa bandul (kg)

g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

Persamaan di atas diperoleh dari hukum kekekalan mekanik,

di mana energi mekanik pada posisi h1 merupakan murni energi

potensial dari pembeban. Sedangkan pada posisi h2, energi mekaniknya

merupakan penjumlahan antara energi potensial di h2 dan energi yang

diserap oleh spesimen. Semakin banyak energi yang diserap berarti

semakin besar harga impak spesimen. Sebaliknya semakin kecil

energi yang diserap harga impak spesimen menjadi semakin kecil.

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga impak antara lain :

a) Temperatur

b) Jenis material benda uji

c) Laju pembebanan impak 

d) Triaxial stress
Temperatur transisi adalah temperatur dimana terjadi

perubahan sifat keuletan dan ketangguhan pada material. Pada suatu

material terjadi perubahan sifat dari ulet menjadi getas akibat

penurunan temperatur. Terdapat pula material yang tidak memiliki

temperatur transisi, material ini disebut chriogenic.

Gambar 3.4 Gerakan bandul pada alat pendukung impak yang

berayun.

Gambar diatas merupakan gerakan bandul pada alat trank

pendukung impak yang berayun pada saat sebelum dan sesudah

memukul specimen. Bandul dengan berat (m.g) dalam kedudukan

seperti gambar diatas untuk simpang (α), tinggi (h1) diposkan

sampai memukul sudut (β), tinggi (h2), maka usaha yang dibutuhkan

untuk mematahkan specimen adalah : Usaha untuk mematahkan

specimen persatuan luas disebut kekuatan luas (uji impak).

m.g.h
Us= ..............................................................................(3.6)
A
Dengan :

m = Massa (kg)

g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

h = Tinggi (m)

A = Luas penampang (mm2)

Us = Usaha untuk mematahkan spesimen (kg.m/s)

Rumus-rumus yang digunakan dapat dilihat pada sebuah gambar

yang ada dibawah ini :

Gambar 3.5 Penentuan sudut dari pergerakan bola bandul

a. Tinggi beban sebelum dilepaskan (h1)

h1 = R + R sin (α – 90)

Dengan :

R = Jari-jari bandul = 950 mm

α = Simpangan bandul sebelum dilepaskan

h1 = Tinggi beban sebelum dilepaskan (m)


Catatan : Untuk semua spesimen (h) sama

b. Beban dalam satuan (Kg)

U = m .g . h1

m = U/ (g . h1)

Dengan :

m = Massa bandul (kg)

g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

U = Usaha (J)

h = Ketinggian (m)

c. Tinggi beban kalibrasi Alat (hk)

hk = Uk / (m . g)

Dengan :

Uk = Usaha Kalibrasi (J)

g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

m = Massa bandul (kg)

hk = Tinggi beban kalibrasi Alat (m)

d. Tinggi beban setelah dilepaskan (h2)

h2 = R + R sin (β – 90)

Dengan :

β = Sudut simpangan bandul setelah dilepaskan

R = Jari-jari bandul = 950 mm

h2 = Tinggi beban setelah dilepaskan (m)

e. Tinggi beban perhitungan keseluruhan (hs)


hs = h1 – h2 - hk.

Dengan :

h1 = Tinggi beban sebelum dilepaskan (m)

h2 = Tinggi beban setelah dilepaskan (m)

hk = Tinggi beban kalibrasi Alat (m)

hs = Tinggi beban perhitungan keseluruhan (m)

f. Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen (Us)

Us = m .g .hs

Dengan :

m = Massa benda (kg)

g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

hs = Tinggi beban perhitungan (m)

Us= Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen (J)

g. Kekuatan Impak (U1)

UI = Us / A

Dengan :

A = Luas Penampang (mm2)

Us = Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen

(J)

UI = Kekuatan Impak (J/mm2)

C. Bentuk Patahan

Perpatahan merupakan hasil pergerakan tekanan secara vertikal dan

horizontal atau pergerakan struktur yang ada didalam logam akibat


diberikan pembebanan secara tiba-tiba sehingga mengakibatkan

terjadinya retak atau patah dari logam yang diuji. Secara umum

perpatahan memiliki dua bentuk, yaitu :

1. Patah getas

Patah getas fenomena patah pada material yang di awali

terjadinya retakan secara tepat dibandingkan patah ulet tanpa

deformasi plastis terlebih dahulu dan dalam waktu yang singkat.

Dalam kehidupan nyata periwa patah getas dinilai lebih berbahaya

dari patah ulet, karena sering terjadi bgitu saja.biasanya patah getas

terjadi pada material yang memiliki komposisi karbon yang sangat

tinggi sehingga sangat kuat namun rapuh.

Adapun ciri-cirinya sebagai berikut:

a. Permukaan terlihat bentuk granular, berkilat dan memantulkan

cahaya.

b. Terjadinya secara tiba-tiba defrmasi plastis terlebih dahulu

sehingga tidak tampak gejalah-gejalah material tersebut akan

patah

c. Tempo terjadinya patah sangat cepat.

d. Bidang patahan relatif tegak lurus.

e. Tidak ada reduksi luar penampang pecahan akibat adanya

tegangan multitaksial.
Gambar 3.6 Patah getas

Secara umum sebgaimana analisis perpatahan pada benda hasil

uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis

perpatahan, yaitu :

a. Patah granular

Patahan granular perpatahan yang dihasilkan dari

mekanisme pembelahan butir dari logam yang rapuh yang ditandai

dengan permukaan logam yang datar dan mengkilat.

Gambar 3.7 patahan granular

b. Patah berserat

Patahan berserat ditandai dengan permukaan perpatahan yang

berserat dan banyak terdapat dimple yang menyerap cahaya sehingga

patahan akan berwarna gelap. Perpatahan ini ditandai dengan adanya

cekungan yang berbentuk searah sumbu, parabola, atau elips.


Gambar 3.8 Patahan berserat

Gambar 3.8 patahan berserat

c. Patahan campuran

Patahan campuran merupakan kombinasi dari kedua jenis

perpatahan yaitu Patahan berserat dan patahan granular.

Gambar 3.9 Patahan campuran

2. Patah ulet atau patah liat

Patah ulet merupakan patahan yang ditandai dengan deformasi

plastis yang cukup besar sebelum dan selama proses penjalaran retak.

Patah ulet disebabkan oleh tegangan geser dengan ciri-ciri diantaranya

pada permukaan patahnya terdapat garis-garis benang serabut (fibrosa),

berserat, menyerap cahaya, penampilan buruk, dan terjadi deformasi


plastis. Patah ulet juga dipengaruhi oleh temperatur yang rentang dan

menjadi batas sifat ulet. Apabila laju aliran semakin rendah maka energi

yang diserap oleh logam semakin besar sehingga mengakibatkan

terjadinya patah ulet begitupun sebaliknya pada patah getas.

Adapun ciri-ciri dari patah ulet adalah sebagai berikut :

a. Penyempitan awal

b. Pembentukan rongga-rongga kecil ( canty )

c. Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu retakan

d. Perambatan retak

e. Perpatahan geser di ukir pada sudut 45̊

Gambar 3.10 Patah ulet

D. Efek Takikan

Takikan pada benda uji mempunyai dua efek, keduanya dapat

menurunkan energi impak.

1. Konsentrasi tegangan dari takikan menyebabkan peluluhan atau

deformasi plastis terjadi pada takikan. Suatu daerah plastis dapat

berkembang pada takikan, dimana akan menurunkan jumlah total


deformasi plastik pada benda uji. Hal ini menurunkan usaha yang

dilakukan oleh deformasi plastik sebelum perpatahan.

2. Pembatasan deformasi pada takikan meningkatkan tegangan tarik di

zona plastis. Tingkat pembatasan tergantung pada kerumitan takikan

(kedalaman dan keruncingan). Peningkatan tegangan tarik

mendorong perpatahan dan menurunkan usaha yang dilakukan oleh

deformasi plastis sebelum perpatahan terjadi. Beberapa bahan lebih

sensitif terhadap takikan dibanding yang lain, dan sebuah standar

jari-jari ujung takikan dan kedalaman takikan kemudian

memungkinkan digunakan untuk membandingkan antara bahan-

bahan yang berbeda. Pengujian impak Charpy kemudian

mengindikasikan sensitifitas takikan dari suatu bahan.

E. Teori Umum Baja Ringan ST 37

1. Deskripsi Struktur

Baja merupakan salah satu bahan bangunan yang unsur

utamanya terdiri dari unsur karbon (C). Baja ditemukan ketika

dilakukan penempaan dan pemanasan yang menyebabkan

tercampurnya besi dengan bahan karbon pada proses pembakaran,

sehingga membentuk baja yang mempunyai kekuatan yang lebih

besar dari pada besi.

Bila dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya, baja lebih

banyak memiliki keunggulan-keunggulan yang tidak terdapat pada

bahan-bahan konstruksi lain. Disamping kekuatannya yang besar


untuk menahan kekuatan tarik dan kekuatan tekan tanpa

membutuhkan banyak volume. baja juga mempunyai sifat-sifat lain

yang menguntungkan sehingga menjadikannya sebagai salah satu

material yang umum dipakai,

sifat-sifat baja antara lain :

a. Kekuatan tinggi

Kekuatan baja bisa di nyatakan dengan kekuatan tegangan

leleh (fy) atau kekuatan tarik (fu). Mengingat baja mempunyai

kekuatan volume lebih tinggi dibanding dengan bahan lain, hal

ini memungkinkan perencanaan sebuah konstruksi baja bisa

mempunyai beban mati yang lebih kecil untuk bentang yang

lebih panjang, sehingga struktur lebih ringan dan efektif.

b. Kemudahan pemasangan

Komponen-komponen baja biasanya mempunyai bentuk

standar serta mudah diperoleh dimana saja, sehingga satu-

satunya kegiatan yang dilakukan dilapangan adalah

pemasangan bagian-bagian yang telah disiapkan

c. Keseragaman

Baja dibuat dalam kondisi yang sudah diatur (fabrikasi)

sehingga mutunya seragam.

d. Daktilitas (keliatan)

Daktilitas adalah sifat dari baja yang dapat mengalami

deformasi yang besar dibawah pengaruh tegangan tarik tanpa


hancur atau putus. Daktilitas mampu mencegah robohnya

bangunan secara tiba-tiba.

e. Modulus elastisitas besar

Dengan modulus yang besar, struktur akan cukup kaku

sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pemakai. Jika

dibandingkan dengan bahan yang lain, untuk regangan yang

sama baja akan mengalami tegangan yang lebih besar sehingga

kekuatannya lebih optimal.

2. Sifat mekanis baja

Sifat mekanis baja struktur yang digunakan dalam

perencanaan harus memenuhi persyaratan minimum dan sifat

mekanis ini pula yang digunakan dalam perancangan serta

menjadi tolak ukur pengskalaan dalam sebuah perancanaan seperti

pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Sifat mekanis baja

Tegangan putus Tegangan Leleh


Jenis Peregangan
Minimum fu Minimum fy
Baja Minimum (%)
(Mpa) (Mpa)

BJ 34 340 210 22

BJ 37 370 240 20

BJ 41 410 250 18

BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13

a. Tegangan Leleh

Tegangan leleh untuk perencanaan tidak boleh diambil melebihi

nilai yang diberikan pada tabel sifat mekanisme baja struktural.

b. Tegangan Putus

Tegangan putus untuk perencanaan ( fu ) tidak boleh diambil

melebihi nilai yang diberikan pada tabel sifat mekanisme baja

struktural.

c. Sifat-sifat mekanis lainnya

Sifat-sifat mekanisme lainnya baja struktural untuk

perencanaan adalah sebagai berikut :

Modulus elastis : E = 200.000 Mpa

Modulus geser : G = 80.000 Mpa

Nisbah poisson :  = 0,3

Koefisien pemuaian :  = 12 . 10-6 / oC

G. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengujian impak

1. penggunaan temperatur

Penggunaan temperatur yang rendah mengakibatkan material

yang akan di uji sifatnya menjadi getas. Begitupun sebaliknya

penggunaan temperatur tinggi mengakibatkan material yang akan di

uji sifatnya ulet.


2. Pembebanan

Pembebanan yang berlebihan pada material yang akan di uji akan

diketahui sifatnya dari material tersebut. Apabila matrial tersebut

getas atau ulet.

3. Laju regangan terhadap angin benturan

4. Efek konsentrasi tegangan (takikan dan retakan)

3.4 Data dan Pengolahan Data

A. Data

1. Spesimen

 Panjang (x) = 55 mm

 Lebar (l) = 10 mm

 Tinggi (t) = 10 mm

 Kedalaman takikan (z) = 3 mm

2. Alat

 Beban bandul (U) = 300 Joule

 Panjang lengan bandul (R) = 820 mm = 0,82 m

 Usaha Kalibrasi (Uk) = 6 Joule

 Tinggi beban sebelum dilepaskan (h1)

h1 = R + R sin (α – 90)

h1 = 0,82 m + 0,82 m [sin (140o -90o )]

h1 = 1,448 m

 Massa bandul (m)

m = U / (m.g)
= 300 J / (1,448 m . 9,81 m/s2 )

= 21,119 kg

 Tinggi kalibrasi alat

Hk = 6 J / ( 21,1195 kg . 9,81 m/s2 )

= 0,028 m

Tabel 3.2 Data pengamatan pengujian impak

No Takikan  Β

1 ∐ 140o 88o
2 V 140o 90o
3 U 140o 84o

B. Pengolahan Data

1. Specimen dengan bentuk takikan (V) dengan kedalaman takikan 3


mm dan β = 880

a. Luas Penampang (A)

A = 10 mm (10 mm – 3 mm )

= 70 mm2

= 7.10-5 m2

b. Tinggi beban setelah dilepaskan (h2)

h2 = R + R sin (β – 90o)
= 0,82 m + 0,82 m [sin ( 88o – 90o )]

= 0,791 m

c. Tinggi beban setelah dilepaskan (hs)

hs = h1 – h2 – hk

=1,448 m – 0,791 m – 0,028 m

= 0,627 m

d. Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen(US)

Us = m .g .hs

= 21,1195 kg .9,81 m/s2 . 0,62774

= 130,056 j

e. Kekuatan impak (U1)

U1 = Us/A

= 130,056 / 7.10-5 m2

= 187951,622 J/m2

2. Spesimen dengan bentuk takikan (∐) dengan kedalaman


takikan3 mm dan β = 90o

a. Luas Penampang (A)

A = 10 mm (10 mm – 3 mm )

= 70 mm2

= 7.10-5 m2

b. Tinggi beban setelah dilepaskan (h2)


h2 = R + R sin (β – 90o)

= 0,82 m + 0,82 m [sin ( 88o – 90o )]

= 0,82 m

c. Tinggi beban setelah dilepaskan (hs)

hs = h1 – h2 – hk

=1,448 m – 0,82 m – 0,028 m

= 0,599 m

d. Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen(US)

Us = m .g .hs

= 21,119 kg .9,81 m/s2 . 0,599 m

= 124,114 J

e. Kekuatan impak (U1)

U1 = Us/A

= 124,114 J / 7.10-5 m2

= 1773006,885 J/m2

3. Spesimen dengan bentuk takikan (U) dengan kedalaman


takikan3 mm dan β = 84o

a. Luas Penampang (A)

A = 10 mm (10 mm – 3 mm )

= 70 mm2
= 7.10-5 m2

b. Tinggi beban setelah dilepaskan (h2)

h2 = R + R sin (β – 90o)

= 0,82 m + 0,82 m [sin ( 84o – 90o )]

= 0,734 m

c. Tinggi beban setelah dilepaskan (hs)

hs = h1 – h2 – hk

=1,448 m – 0,734 m – 0,028 m

= 0,684m

d. Usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen(US)

Us = m .g .hs

= 21,119 kg .9,81 m/s2 . 0,684 m

= 141,886 J

e. Kekuatan impak (U1)

U1 = Us/A

= 141,886 J / 7.10-5 m2

= 2026953,184J/m2

Tabel 3.3 hasil perhitungan pengujian Impak

No Takik α β
h1 Mb hk A h2 hs Us U1

(m) (kg) (m) (m )


2
(m) (m) (J) (J/m2)

1 0,791 0,627 130,056 1,857,951,62


V 140o 88o 1,448 21.119 0.028 7.10-5

2
∐ 140o 90o 1,448 21.119 0.028 7.10-5 0,82 0,599 124,110 1,773,006,885
3 -0,734 0,684 141,886 2,026,953,184
U 140o 84o 1,448 21.119 0.028 7.10-5

3.5 Analisa pembahasan

1. Kekuatan Impak

Berdasarkan hasil pengujian dan pengolahan data pada uji impak dengan

material st 37 bahwa takikan berbentuk V (Segitiga) mempunyai sudut

beta (β) 880, tinggi beban setelah dilepaskan (h2) 0,791 m, tinggi beban

perhitungan (hs) 0,627 m, usaha yang dilakukan untuk mematahkan

specimen (Us) 130,056 j, Kekuatan Impak (Ui) 1857951,626 j/m2,takikan

yang berbentuk ∐ (Segiempat) mempunyai sudut beta (β) 900,,tinggi

beban setelah dilepaskan (h2) 0,82 m,tinggi beban perhitungan (hs) 0,599

m, usaha yang dilakukan untuk mematahkan specimen (Us) 1124,110 j,

Kekuatan Impak (Ui) 11773006,885 j/m2, dan takikan berbentuk U

(Setengah lingkaran) mempunyai sudut beta (β) 840, tinggi beban setelah

dilepaskan (h2) 0,732 m,tinggi beban perhitungan (hs) 0,684 m, usaha

yang dilakukan untuk mematahkan spesimen (Us) 1341,886 j, Kekuatan

Impak (Ui) 2026953,184j/m2.

Dari table hasil pengujian impak dapat dilihat bahwa kekuatan

impak yang lebih kuat dari ketiga jenis takikan adalah takikan ( U )

setengah lingkaran dengan kekuatan impak sebesar (Ui) 2026953,184

j/m2. dibandingkan dengan takikan (V) segitiga sebesar 1857951,626


J/m2 dan takikan ( ∐ ) segiempat dengan kukuatan impak sebesar

1773006,885 J/m2. Semakin kecil sudut beta maka kekuatan impaknya

semakin besar, begitupun sebaliknya semakin besar sudut beta maka

semakin kecil kekuatan impaknya

3.6 kesimpulan dan saran

A. Kesimpulan

Kekuatan Impak
2050000
2000000
1950000
1900000
1850000
1800000
1750000
1700000
1650000
1600000
V Џ U

Jenis Takikan

Gambar 3.12 Grafik hasil pengujian kekuatan impak

1. Dari pengujian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa

jenis takikan sangat berpengaruh pada spesimen, karena memiliki titik

konsentrasi tegangan yang berbeda sehingga menghasilkan kekuatan

impak yang berbeda. Diantara ketiga spesimen, takikan yang

memiliki patah yang sulit adalah takikan U dimana kekuatan impak

( Ui = 2026953,184 J/m2 ) hal ini dikarenakan takikan U tidak

memiliki titik konsentrasi tegangan dan takikan yang mudah patah

adalah takikan V dimana kekuatan impak ( Ui =

1773006,885J/m2.J/m2 hal ini dikarenakan takikan V memiliki 1 titik


konsentrasi tegangan, Begitupun pada nilai sudutnya sangat

berpengaruh dalam pengujian impak karena semakin kecil nilai sudut

beta maka kekuatan impak yang diperlukan semakin besar.

Sebaliknya apabila nilai sudut beta semakin besar maka kekuatan

impak yang dihasilkan semakin kecil.

2. Dari hasil pengujian impak spesimen yang digunakan adalah material

baja ST 37 yang memiliki sifat ulet sehingga saat menerima

pembebanan tiba-tiba spesimen mengalami patah ulet yang dapat

dilihat pada area perpatahan spesimen.

Gambar 3.11 spesimen dengan berbagai patahan

B. Saran

1. Sebaiknya peralatan yang ada di dalam laboratorium yang sudah tidak

layak untuk digunakan perlu diganti.

2. Sebaiknya semua pengujian yang ada didalam laboratorium dapat

berjalan agar praktikan tidak mengalami kesulitan.

3.7 Ayat yang Berhubungan dengan Percobaan


Artinya:

"Berilah aku potongan-potongan besi” Hingga apabila besi itu telah sama

rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Zulkarnain: Tiuplah (api

itu)”. Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun

berkata: “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi

panas itu”. (Al-Kahfi:96)

Anda mungkin juga menyukai