Modul D
Uji Lentur dan Kekakuan
Oleh:
Kelompok 05
Irza Sanika Aulia 13717022
Dominico Michael Aditya 13717023
William Justin 13717043
Akmal Zulfan Indi 13717046
Muhammad Siddiq 13717047
Tiya Khairina Izzati 13717061
1.2 Tujuan
1. Menghitung kekuatan lentur (σ felxural) spesimen
2. Menghitung kekuatan luluh (σ yield) spesimen
3. Menghitung modulus elastisitas (E) spesimen
2
BAB II
TEORI DASAR
3
σ = E .ε
P (x) dδ
=E.
A (x) dx
P (x)
dδ = dx
A (x) . E
L
P (x)
δ=∫ dx
0 A (x) . E
PL
δ=
AE
sehingga diperoleh sebagai berikut.
PL3
δ=
48EI
Dengan δ = defleksi; P = beban; L = panjang spesimen; E = modulus
elastisitas; dan I = momen inersia spesimen sehingga persamaan untuk mencari
modulus elastisitas adalah sebagai berikut.
PL3
E =
δ48I
Kekuatan lentur atau flexural strength dirumuskan sebagai bentuk dari
perumusan tegangan normal akibat beban lentur sebagai berikut.
M. c
σ=
I
Dengan σ = tegangan normal; M = momen bending internal; c = jarak
dari sumbu netral; dan I = momen inersia penampang. Untuk mencari nilai
kekuatan lentur maka c merupakan jarak terjauh dari sumbu netral dan M
adalah nilai momen bending yang nilainya maksimal di sepanjang spesimen.
4
axis. Tegangan tarik-tekan akan bernilai maksimum pada permukaan bidang
dari neutral axis dan bernilai nol pada netral axis nya.
2. Deformasi Plastis
3. Strain Hardening
Strain hardening merupakan fenomena yang terjadi pada suatu material
dimana material tersebut berubah sifat menjadi lebih keras dan lebih kuat.
Penguatan ini disebabkan karna adanya penumpukan dislokasi yang sejenis
(dislokasi attraction).
4. Kenaikan Temperatur
Pada saat pengujian, terjadi kenaikan temperatur pada spesimen uji akibat
pergerakan dislokasi pada bidang slipnya yang menghasilkan gesekan antar
atom.
5. Fracture (patah)
Fracture atau patah merupakan peristiwa atau fenomena dimana suatu
material tidak dapat menahan beban yang diberikan lagi hingga akhirnya
patah (tidak terjadi lagi pergerakan dislokasi).
5
2.4 Metode pada Uji Lentur dan Kekakuan
Pada pengujian lentur dan kekakuan terdapat dua metode pengujian yaitu
adalah three-point bending dan four-point bending. Three-point bending
adalah pengujian dengan tiga gaya sedangkan four-point bending
menggunakan empat gaya yang semuanya akan saling meniadakan sehingga
benda statis atau tidak bergerak. Kedua metode ini dapat dijelaskan dengan
skema seperti pada gambar berikut.
6
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
1 buah spesimen berentuk balok disiapkan
7
Irza Sanika Aulia
13717022
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
Pmax= 22,4 kN
8
Irza Sanika Aulia
13717022
14
12
10
Beban (kN)
0
0 50 100 150 200 250
Defleksi (10-2 mm)
𝑀×𝑦
𝜎𝑚𝑎𝑥 =
𝐼
9
Irza Sanika Aulia
13717022
𝑃𝐿 ℎ
( 4 ) × (2 )
𝜎𝑚𝑎𝑥 =
𝑏ℎ3
12
12
10 y = 0,1367x + 0,0095
R² = 0,998
8
Beban (kN)
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Defleksi (10-2 mm)
𝑃𝐿3
𝐸=
48𝛿𝐼
𝑚𝐿3
𝐸=
48𝐼
10
Irza Sanika Aulia
13717022
13671 × 3013
𝐸= = 763433 𝑀𝑃𝑎
18,73 × 18,683
48 × 12
𝐸 = 763,433 𝐺𝑃𝑎
14000
y = 1232,9x + 10397
y = 13671x + 9,5032
12000
10000
Beban (N)
8000
6000
4000
2000
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Defleksi (mm)
11
Irza Sanika Aulia
13717022
12
Irza Sanika Aulia
13717022
BAB V
ANALISIS DATA
Uji lentur kali ini menggunakan spesimen baja ST-37 penampang persegi, dengan
mesin Tarno Gracki. Pengujian yang digunakan adalah three-point bending dengan
beban di tengah-tengah panjang spesimen, yaitu sekitar 105,5 mm dengan beban
maksimum sebesar 22400 N. Terdapat beberapa fenomena pada pengujian lentur,
di antaranya defleksi dan nilai kekerasan yang bertambah. Defleksi sendiri muncul
akibat pembebanan, dan ketika bebannya ditambah maka defleksi akan semakin
besar. Dari defleksi tersebut dapat diketahui kapan spesimen berdeformasi elastis
dan plastis. Deformasi elastis dapat ditandai ketika penambahan defleksi masih
seragam, sedangkan jika defleksi sudah semakin besar penyimpangannya maka
spesimen tersebut berdeformasi plastis.
Pada uji lentur juga terjadi strain hardening, yang dibuktikan dengan nilai
kekerasan yang bertambah. Strain Hardening terjadi karena saat berdeformasi
dislokasi bergerak, dan akhirnya akan tertahan di ujung, seperti di batas butir atau
karena adanya atom interstisi. Untuk menggerakkan hal tersebut dibutuhkan energi
yang besar sehingga material akan semakin kuat dan keras. [1]
Pada saat pemberian beban, spesimen akan melengkung ke arah beban. Kondisi
tersebut mengakibatkan adanya perubahan penampang spesimen. Pada permukaan
yang langsung mengenai beban, akan mendapat beban normal tekan. Permukaan
tersebut akan semakin menyusut panjangnya namun bertambah lebar. Sebaliknya,
permukaan yang mendapat beban tarik akan bertambah panjang namun lebarnya
semakin kecil. Peristiwa tersebut ditandai dengan permukaan yang mengalami
pengelupasan, karena lapisan luar dan bagian dalam material tidak bisa
berdeformasi secara bersamaan.
Dapat diamati pula kondisi akhir yang terjadi pada permukaan. Setelah diberikan
pembebanan hingga spesimen melengkung, juga terjadi retakan di spesimen pada
lokasi bekas pembebanan. Retakan tersebut perlu diperhatikan agar nantinya
13
Irza Sanika Aulia
13717022
material tidak mengalami kegagalan jika diberikan beban yang melebihi batas
kekuatan material.
14
Dominico Michael
13717023
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
15
Dominico Michael
13717023
Dari tabel 4.1.1 dapat diplot grafik beban terhadap defelksi sebagai berikut
12
10
8
P (kN)
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
δ (mm)
𝑃. 𝐿 ℎ
( 4 ) (2 )
𝜎=
𝑏. ℎ3
12
16
Dominico Michael
13717023
𝑃𝑚𝑎𝑥 . 𝐿 ℎ
(
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 4 ) ( 2)
𝑏. ℎ3
12
Dari grafik 4.2.1 dapat dipisahkan daerah elastisnya yaitu daerah dengan
pebandingan beban dan defleksi masih linear,
8
P (kN)
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
δ (mm)
Gradien dalam grafik 4.2.2 merupakan perbandingan antara beban dan defleksi
𝑃 𝑘𝑁
sehingga 𝑚 = 𝛿 = 13.671 𝑚𝑚
𝑃. 𝐿3
𝛿=
48𝐸. 𝐼
17
Dominico Michael
13717023
𝑃. 𝐿3
𝐸=
48𝛿. 𝐼
𝑚. 𝐿3
𝐸=
𝑏. ℎ3
48 ( 12 )
𝑘𝑁
13.671× (301𝑚𝑚)3
𝐸= 𝑚𝑚
4 × 18.73𝑚𝑚 × (18.68𝑚𝑚)3
𝐸 = 763.434 𝐺𝑃𝑎
Kekuatan yield dari spesimen dapat ditentukan dari offset grafik 4.2.1,
10
8
P (kN)
4
0,05; 1
2
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
δ (mm)
Besarnya beban dari kekuatan yield adalah perbandingan tinggi segitiga dengan
tinggi persegi sehingga,
39.81 𝑚𝑚
𝑃𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = × 12 𝑘𝑁 = 11.740 𝑘𝑁
40.69 𝑚𝑚
𝑃𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 . 𝐿 ℎ
( )( )
4 2
𝜎𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 3
𝑏. ℎ
12
18
Dominico Michael
13717023
12
10
8
P (kN)
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
δ (mm)
12
10
8
6
4
2
0
Awal Akhir
19
Dominico Michael
13717023
BAB V
ANALISIS DATA
Pada uji lentur, ada 2 fenomena yang dapat terlihat. Pertama, ketika
spesimen diberi pembebanan, spesimen mengalami defleksi atau pelengkungan
seperti kurva parabolik. Semakin besar beban yang diberikan, semakin besar
defleksi yang terjadi. Hal ini dapat terlihat jelas dalam grafik 4.2.1. kemudian
fenomena lainnya adalah kekerasan material meningkat. Fenomena ini disebabkan
oleh adanya strain hardening pada spesimen. Strain hardening disebabkan oleh
adanya deformasi plastis saat spesimen diberikan pembebanan. Deformasi plastis
berarti dislokasi bergerak pada bidang slip ke arah slip. Dislokasi akan terus
bergerak hingga terhambat oleh atom interstisi maupun grain boundaries. Hal ini
menyebabkan perlu energi lebih untuk menggerakannya sehingga kekerasan
meningkat.
20
Dominico Michael
13717023
Pada kondsi akhir, terlihat sedikit retakan pada penampang atas spesimen.
Hal ini perlu diperhatikan karena menandakan kegagalan pada spesimen. Spesimen
yang diberi pembebanan maksimum seperti pada percobaan dapat retak walaupun
dapat berdefleksi. Hal ini penting untuk diketahui karena retakan pada suatu
material atau komponen dapat mempengaruhi performa material tersebut. Retakan
juga menjadi daerah konsentrasi tegangan sehingga retakan tersebut dapat
merambat ketika tegangannya lebih besar dari kekuatan material tersebut.
Kekerasan spesimen setelah diuji lentur, meningkat. Hal ini dapat dililhat
pada grafik 4.3.1 bahwa kekerasan spesimen meningkat. Fenomena ini disebabkan
oleh strain hardening. Strain hardening disebabkan oleh adanya deformasi plastis
saat spesimen diberikan pembebanan. Deformasi plastis berarti dislokasi bergerak
pada bidang slip ke arah slip. Dislokasi akan terus bergerak hingga terhambat oleh
atom interstisi maupun grain boundaries. Hal ini menyebabkan perlu energi lebih
untuk menggerakannya sehingga kekerasan meningkat.
21
William Justin
13717043
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
22
William Justin
13717043
𝑃𝑚𝑎𝑥 × 1000 × 𝐿 × 10 ℎ
( ) × ( 2)
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 4
𝑏 × ℎ3
12
𝑃 × 𝐿3 𝑃 × 𝐿3
𝛿= ;𝐸 =
48 × 𝐸 × 𝐼 48 × 𝛿 × 𝐼
𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐
23
William Justin
13717043
𝑦 = 0.1368𝑥 + 0.0067
𝑃
Dari persamaan tersebut, m = 𝛿 = 0.1368 dengan satuan kN/(10-2 mm).
𝑃 𝑘𝑁 1000 𝑁 𝑁
Konversi ke satuan N/mm2 didapat = 0.1368 10−2 𝑚𝑚 × = 13680 .
𝛿 1 𝑘𝑁 𝑚𝑚2
𝑃 𝐿3
𝐸= ×
𝛿 48 × 𝐼
(30.1 × 10)3
𝐸 = 13680 × = 763936.393 𝑀𝑃𝑎
18.73 × 18.683
48 × 12
𝐸 = 736.936 𝐺𝑃𝑎
4 𝑐𝑚
𝑃𝑦 = × 12 𝑘𝑁 = 11.765 𝑘𝑁 = 11765 𝑁
4.08 𝑐𝑚
𝑃𝑦 × 𝐿 11765 × 30.1 × 10
𝑀𝑦 = = = 885316.25 𝑁. 𝑚𝑚
4 1
𝑀𝑦 × 𝑐 885316.25 × (18.68⁄2)
𝜎𝑦 = = = 812.752 𝑀𝑃𝑎
𝐼 18.73 × 18.683
12
24
William Justin
13717043
Kurva Beban-Defleksi
14
12
10
8
P (kN)
0
0 50 100 150 200 250
δ (10^-2 mm)
8
P (kN)
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
δ (10^-2 mm)
25
William Justin
13717043
Kurva Beban-Defleksi
14 95; 12
12
10
8
P (kN)
6
5; 1
4
0
0 50 100 150 200 250
δ (10^-2 mm)
Tabel 4.2 Sifat Mekanik Baja ST37 Hasil Uji Lentur dengan Perbandingan
Literatur
Data Literatur
Sifat Mekanik Hasil Perhitungan
[2]
Flexural Strength (σmax) [MPa] 1547.442 565
Modulus Elastisitas Lentur (E) [GPa] 736.936 200
Kekuatan Luluh (σy) [MPa] 812.752 310
26
William Justin
13717043
BAB V
ANALISIS DATA
Dalam uji lentur, ada beberapa fenomena yang terjadi. Pertama, fenomena
defleksi yang terjadi akibat beban geser yang tegak lurus dengan arah longitudinal
spesimen. Defleksi adalah penyimpangan bentuk spesimen yang dinyatakan dalam
jarak menyimpang dari posisi awal. Defleksi ini terjadi secara permanen. Ini berarti
dislokasi dalam spesimen bergeser sehingga deformasi plastis terjadi. Kedua,
fenomena peningkatan angka kekerasan material. Angka kekerasan ini meningkat
karena peristiwa strain hardening. Dalam strain hardening, dislokasi-dislokasi
bergeser hingga semakin menumpuk dan pergeseran semakin sulit terjadi. Ini
menyebabkan deformasi plastis semakin sulit terjadi tanpa tegangan lebih besar,
yang berarti kekuatan dan kekerasan material (ketahanan material terhadap
deformasi plastis lokal) meningkat. [1]
Posisi dari pengujian three point bending cenderung tidak pas di tengah.
Dalam percobaan uji lentur ini, titik tengah absolut sangat tidak mungkin
ditentukan, Bahkan ketika beban sudah terlihat tepat di tengah spesimen, titik
27
William Justin
13717043
tengah absolut sangat sulit didapatkan. Akibat dari tidak ditengahnya beban, data
yang didapatkan tidak merepresentasikan beban maksimal yang sebenarnya
diterima spesimen saat three point bending.
Perbandingan hasil percobaan dan data literatur dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Semua hasil percobaan memiliki angka yang jauh lebih besar dari data literatur.
Kemungkinan besar ini disebabkan oleh posisi spesimen yang tidak tepat di tengah
spesimen. Metode three point bending tidak bisa memberikan hasil yang tepat
karena konsentrasi gaya dan momen yang hanya ada pada satu titik. Ini membuat
data hasil percobaan tidak sesuai dengan standar yang seharusnya. Berbeda dengan
28
William Justin
13717043
four point bending yang dapat mendistribusikan gaya dan momen sehingga masalah
posisi tidak begitu dipermasalahkan.
29
Akmal Zulfan Indi
13717046
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
30
Akmal Zulfan Indi
13717046
Dari data tabel 4.1 didapat grafik hubungan antara beban dan defleksi
yang terjadi pada spesimen :
Beban vs Defleksi
14000
12000
10000
Beban (N)
8000
6000
4000
2000
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Defleksi (mm)
Gambar 4.1 Kurva hubungan beban dan difleksi yang terjadi pada spesimen
𝑃𝑚𝑎𝑥 𝐿 ℎ
(
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 4 )(2)
𝑏ℎ3
12
31
22,400𝑁. 301 𝑚𝑚 18.6833 𝑚𝑚
( )( )
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 4 2
(18.7333𝑚𝑚)(18.6833𝑚𝑚)3
12
1,685,600𝑁𝑚𝑚 . 9.3416 𝑚𝑚
𝜎𝑚𝑎𝑥 =
7,249.0137 𝑚𝑚4
𝑃𝐿3
𝐸=
48𝛿𝐼
Dimana :
𝑃
𝑚=
𝛿
32
Akmal Zulfan Indi
13717046
8000
Beban vs Defleksi
6000
Linear
4000
Linear (Linear)
2000
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Defleksi (mm)
Gambar 4.2 Kurva hasil data uji bending dengan regresi linear
Dari kurva pada gambar 4.2 didapat gradien sebesar 13106, sehingga
dapat dimasukkan ke dalam rumus tadi,
𝑚𝐿3
𝐸=
48𝐼
𝑁
13,106 𝑚𝑚 . (301 𝑚𝑚)3
𝐸=
(18.7333𝑚𝑚)(18.6833𝑚𝑚)3
48 12
𝐸 = 818,774.5759 𝑀𝑃𝑎
𝐸 = 818.7746 𝐺𝑃𝑎
33
Akmal Zulfan Indi
13717046
4.5 Yield Offset
Dari kurva sebelumnya pada gambar 4.2 dapat ditentukan titik yield-nya
dengan metode offset yield dengan penambahan 0,005 pada sumbu-x atau pada
defleksi sehingga didapat kurva linear baru sebagai berikut :
12000
10000
Beban (N)
8000
Beban vs
6000
Defleksi
4000
2000
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Defleksi (mm)
Pada gambar 4.3 titik offset yield tidak terlihat karena begitu kecil
sehingga dapat diperbesar menjadi berikut :
12500
12000
Beban (N)
10500
10000
0,7 0,75 0,8 0,85 0,9 0,95 1 1,05 1,1
Defleksi (mm)
34
Akmal Zulfan Indi
13717046
Dari gambar 4.3 dapat diperkirakan offset yield yaitu pada sekitar
beban antara 11.500 N dan 12.000 N. Ditentukan besar offset yield sebesar
:
𝑜𝑓𝑓𝑠𝑒𝑡 = ±11.800𝑁
35
Akmal Zulfan Indi
13717046
BAB V
ANALISIS DATA
Pada pengujian bending ini ada beberapa fenomena yang terjadi yaitu
defleksi dan strain hardening. Defleksi terjadi karena adanya beban yang
dikenakan pada suatu titik pada spesimen sehingga titik tersebut mengalami
perpindahan dari titik awal dia berada hingga titik akhir spesimen membentuk U.
Strain hardening pula terjadi pada pengujian bending karena sebenarnya
pembebanan yang terjadi pada pengujian bending sama dengan uji tarik namun
bedanya uji bending spesimen mengalami pembebanan tekan bersamaan dengan
pembebanan tarik. Strain hardening ini terjadi pada daerah spesimen yang
mengalami pembebanan tarik. Jika dilihat dari gambar 5.1 pembebanan tarik pada
spesimen ada pada bagian bawah neutral axis. Karena pada spesimen yang
36
Akmal Zulfan Indi
13717046
mengalami tarikan, terdapat fenomena yang disebut strain hardening akibat
mengecilnya area penampang oleh necking.
Dari literatur pada gambar 5.2, nilai modulus elastisitas material yang
didapat yaitu 200 GPa sedangkan pada percobaan ini nilai modulus elastisitas
mencapai 811 GPa. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan komposisi dan
perbedaan perlakuan kepada spesimen. Selain itu, jenis uji bending yang
digunakan pun memengaruhi dimana yang digunakan pada percobaan adalah
three-poing bending. Three-point bending merupakan uji bending yang
memerlukan ketepatan dalam memasang spesimen pada alat uji. Jika tidak
terpasang tepat di tengah maka pembebanan yang diberikan kepada spesimen
tidak akan maksimum.
37
Muhammad Siddiq
13717047
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
Jarak tumpuan : 15 cm
Diameter tumpuan : 40 mm
38
Muhammad Siddiq
13717047
8 58
9 66
10 73
11 80
12 95
13 215
Beban maksimum : 22,4 kN
Apabila data pada Tabel 4.1 diplot menjadi kurva, didapatkan bentuk kurva
beban terhadap defleksi seperti gambar di bawah ini
10
8
6
4
2
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Defleksi (mm)
Berdasarkan data Tabel 4.1 diperoleh data besar defleksi (mm) yang
terjadi terhadap pembebanan k(N). Maka dapat ditentukan nilai modulus
elastisitas spesimen menggunakan persamaan berikut :
𝑃𝐿3
𝛿=
48𝐸𝐼
39
Muhammad Siddiq
13717047
𝑃𝐿3
𝐸=
48𝛿𝐼
Dimana :
𝛿 = defleksi (mm)
P = beban yang bekerja (kN)
L = jarak tumpuan specimen (mm)
E = modulus elastisitas bahan specimen (𝑘𝑁⁄𝑚𝑚)
I = momen inersia penampang (mm4)
Apabila data pada Tabel 4.1 diplot menjadi kurva pada daerah elastisnya,
didapatkan kurva sebagai berikut
10 y = 13,671x + 0,0095
8
Beban (kN)
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
Defleksi (mm)
40
Muhammad Siddiq
13717047
1
𝐼= 𝑥 18,733 𝑥 18,683 3 = 10180,42546 𝑚𝑚4
12
Maka nilai modulus elastisitasnya dapat ditentukan menggunakan persamaan
𝑃𝐿3
𝐸=
48𝛿𝐼
13,671 𝑘𝑁/𝑚𝑚 𝑥 (310 mm)3
𝐸= = 762,943 𝐺𝑃𝑎
48 𝑥 10180,42546 𝑚𝑚4
Besar modulus elastisitas dari spesimen ST-37 (Baja) sebesar 762,943 𝐺𝑃𝑎
4.2.2 Menentukan flexural strength
Nilai flexural strength dari spesimen dapat didapatkan melalui persamaan
berikut
𝑃𝐿 ℎ
𝑀. 𝑐 ( 4 ) ( 2)
𝜎= =
𝐼 𝐼
Besar flexural strength spesimen baja ST-37 yang didapat melalui perhitungan
di atas adalah 1592,94361 𝑀𝑃𝑎
41
Muhammad Siddiq
13717047
10
8
6
4
2
0
-2 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5 0,55 0,6 0,65 0,7 0,75 0,8 0,85 0,9 0,95 1
Defleksi (mm)
42
Muhammad Siddiq
13717047
BAB V
ANALISIS DATA
terlihat pada Gambar 5.1 bahwa setelah pengujian bending, bentuk spesimen yang
awalnya lurus berubah menjadi seperti huruf V dan tidak lagi kembali ke bentuk
43
Muhammad Siddiq
13717047
semula setelah pembebanan dilepaskan. Fenomena ini terjadi karena ikatan antara
atom dan tetangga atomnya tidak mampu menerima pembebanan sehingga
ikatannya terputus, setelah pembebanan berakhir atom akan kembali berikatan
dengan tetangga atom yang baru. Selain fenomena deformasi plastis, juga terjadi
fenomena strain hardening. Strain hardening adalah fenomena peningkatan nilai
kekerasan pada spesimen yang terjadi setelah pengujian. Pada data praktikum
terlihat adanya kenaikan harga kekerasan pada sepesimen sebelum dan sesudah
pengujian. Hal ini terjadi karena ketika spesimen diberi pembebanan, dislokasi akan
bergerak dan akhirnya menumpuk pada batas butirnya sehingga menghasilkan
harga kekerasan yang lebih tinggi dari kondisi awal.
Dari literatur, didapatkan nilai modulus young (E), tegangan ultimate (σu)
dan tegangan luluh (σy) dari ST-37 adalah 200 GPa, 565 MPa, dan 310 MPa secara
berurutan. Nilai hasil percobaan adalah 762,943 𝐺𝑃𝑎 (E), 1592,94361 𝑀𝑃𝑎 (σf),
dan 805,9299 MPa (σy). Ada perbedaan nilai yang didapatkan dari hasil percobaan
dengan data literatur. Kesalahan bisa terjadi karena mengambil data kurang teliti.
Mulai dari pengukuran sampel sampai pembacaan data pada saat sampel di
bending. Selain itu, kesalahan utama pada uji bending menggunakan three point
bending adalah peletakan titik tumpuan yang tidak pas di tengah-tengah spesimen,
sehingga apabila bergeser sedikit maka strength maksimal nya menjadi tidak
maksimal.
44
Tiya Khairina Izzati
13717061
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
Diameter tumpuan : 40 mm
45
Tiya Khairina Izzati
13717061
12
10
Beban (kN)
0
0 50 100 150 200 250
Defleksi (10-2 mm)
46
Tiya Khairina Izzati
13717061
12000
y = 13106x + 198,26
10000
Beban (N)
8000
6000
4000
2000
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
Defleksi ( mm)
yang digunakan untuk menghitung defleksi pada uji bending adalah sebagai
berikut.
PL3
δ=
48EI
47
Tiya Khairina Izzati
13717061
Dengan
δ = defleksi;
P = beban;
L = panjang spesimen;
E = modulus elastisitas;
I = momen inersia spesimen.
itu, pembebanan yang dilakukan di tengah maka nilai L yang dipakai adalah
setengah dari panjang spesimen. Dengan persamaan modulus elastisitas
diperoleh sebagai berikut.
N 3003 mm3
E = 13106 ×
mm 48 × 10173,89256 mm4
N
E = 724612,036 = 724,612036 GPa
mm2
Sementara, dari data yang didapat, beban maksimum yang dapat diterima
oleh material adalah 22,4 kN. Untuk mengetahui nilai kekuatan lentur atau
flexural strength dari spesimen diperlukan persamaan sebagai berikut.
M. c
σ=
I
48
Tiya Khairina Izzati
13717061
𝑃𝐿 ℎ
( 4 ) ( 2)
𝜎=
𝑏ℎ3
( 12 )
49
Tiya Khairina Izzati
13717061
700
600
Tegangan -
500 Defleksi
400 Offset 0,5%
300
200
100
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Defleksi
y = 900,88x + 13,696
y = 57,569x + 774,3
50
Tiya Khairina Izzati
13717061
BAB V
ANALISIS DATA
Spesimen yang diuji pada pengujian lentur (bending) ini adalah Baja ST-37
dengan penampang persegi yang memiliki dimensi panjang rata 301 mm, lebar rata-
rata 18,73 mm, dan tinggi rata-rata 18,68 mm. Pengujian lentur ini menggunakan
metode three point bending dengan posisi pembebanan tepat ditengah batang
spesimen dengan jarak tumpuan sebesar 150 mm. Beban maksimum yang diterima
sebesar 22,4 kN. Defleksi akibat pengujian ini diukur dengan defleksiometer setiap
kenaikan beban 1 kN dan pembebanan diukur dari 1 sampai 13 kN.
Pada pengujian lentur dan kekakuan dengan material baja ST-37 digunakan
referensi [1] yaitu baja yang memiliki kadar karbon maksimal 0,2%, yang mana
ekuivalen dengan AISI 1015. Keduanya merupakan baja berkarbon rendah.
Didapatkan pada referensi [2] nilai modulus elastisitas sebesar 190-210 GPa.
Apabila dibandingkan dengan hasil percobaan yaitu 724,612 GPa, hasilnya terlalu
jauh sehingga perlu dianalisis kemungkinan yang menyebabkan jauhnya nilai
tersebut. Penentuan nilai modulus elastisitas tersebut didasarkan pada plotting data
dengan beban 1 hingga 12 kN. Hal ini disebabkan oleh jauhnya perbedaan defleksi
antara pembebanan 14 dan 15 kN karen didaerah tersebut telah terjadi deformasi
plastis sehingga tidak dimasukkan ke dalam plotting tersebut. Perbedaan hasil yang
diperoleh dengan data pada literatur disebakan oleh beberapa faktor. Pertama,
jarum pengukur defleksi memiliki laju yang sangat cepat sehingga kesalahan dalam
membaca besar defleksi yang terjadi tidak dapat ditentukan dengan tepat.
Perbedaan kondisi spesimen serta kondisi pengujian juga menjadi salah satu faktor
penyebab perbedaan nilai yang dihasilkan antara literatur dan percobaan. Seperti
terdapat bagian yang telah teroksidasi serta adanya cacat pada spesimen. Kondisi
lingkungan seperti temperatur dan tekanan udara juga dapat mempengaruhi hasil
percobaan yang diperoleh. Perbedaan yang cukup signifikan ini juga mungkin
disebabkan oleh perbedaan komposisi yang terdapat pada ST-37 dan AISI 1015.
Saat pengujian terlihat bahwa lapisan terluar dari material di bagian yang
diberikan beban bending terkelupas sedikit demi sedikit hal ini terjadi karena
51
adanya pertambahan panjang dari material yang mengalami pembebanan tarik dan
adanya pengerutan pada sisi yang berlawanan, hal ini dikarenakan adanya gaya
tekan pada daerah tersebut. Selain terjadi perubahan bentuk dari spesimen pada
material juga terdapat peningkatan kekerasan yaitu dari 5,25 HRA menjadi 12
HRA hal ini terjadi karena material mengalami fenomena strain hardening yaitu
pertambahan kekuatan logam untuk deformasi plastik. Penambahan kekuatan ini
terjadi karena dislokasi gerakan dalam struktur kristal dari material. Deformasi
plastis bahan disebabkan oleh slip pada bidang kristal tertentu. Dalam kristal
terdapat cacat kisi yang dinamakan dislokasi. Dengan pergerakan dislokasi pada
bidang slip yang menyebabkan deformasi dengan memerlukan tegangan yang
sangat kecil. Baja karbon rendah seperti ST-37 adalah baja yang tergolong ulet yang
tidak cocok untuk diuji bending. Hal ini disebabkan pada material ulet distribusi
tegangan normal akibat momen bending tidaklah linear sehingga sulit untuk
menentukan saat terjadi yielding. Maka dari itu, sebenarnya uji bending lebih cocok
digunakan untuk menentukan sifat-sifat mekanik dari benda getas yang tidak dapat
diuji menggunakan uji tarik karena dimungkinkan terjadi gagal terlebih dahulu
sebelum diuji
Nilai kekuatan flexural yang didapat yaitu 1547,44 MPa sedangkan pada AISI
1015 nilai kekuatan ultimate tensile-nya sebesar 385 MPa. Keduanya merupakan
tegangan normal sehingga dapat dibandingkan. Pada uji tarik akan didapatkan nilai
kekuatan ultimate tensile yang didasarkan pada tegangan normal yang terjadi.
Namun, pada uji tarik beban yang diberikan bersifat uniaxial sehingga merata pada
seluruh penampang sedangkan pada uji lentur nilai tegangan pada penampang
adalah berupa distribusi yang berupa tegangan tarik dan tekan. Pada uji lentur nilai
kekuatannya memiliki nilai yang lebih tinggi karena memang pembebanannya yang
berbeda.
52
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari pengujian di atas didapat
1. Kekuatan lentur (σ felxural)= 1547 MPa
2. Kekuatan luluh (σ yield)= 700-800 MPa (dikarenakan masing-masing
praktikan mendapat hasil yang berbeda, yang bisa dilihat di tabel hasil
akhir)
3. Menghitung modulus elastisitas (E)= 763,433 GPa
6.2 Saran
Pada saat pengujian posisi peletakan spesimen lebih diperhatikan agar tepat di
tengah, karena perbedaan penempatan akan berpengaruh pada beban yang
bekerja pada spesimen dan perhitungan (pada pengujian metode three-point
bending). Kemudian spesimen yang disamakan dimensinya dengan standar
sehingga dapat dibandingkan hasilnya.
53
DAFTAR PUSTAKA
[4] ASTM International, Standard Test Methods for Bend Testing of Metallic Flat
Materials, United States: ASTM International, 2013.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran B Data Literatur
56
Gambar B.2 Data Baja AISI 1018
Jawab :
Selain 3-point bending dan 4-point bending, terdapat metode lain yang dapat
digunakan untuk pengujian lentur. Metode cantilever beam dapat digunakan untuk
menguji material logam tipis yang digunakan untuk pembuatan pegas. Metode uji
lentur tidak cocok untuk material elastis nonlinear (ASTM E855-90)
Seperti pada gambar di bawah, pengujian lentur pada metode ini menggunakan
penopang sebagai tempat pemasangan spesimen. Penompang tersebut diatur pada
kemiringan tertentu sehingga spesimen mengalami defleksi sudut. Besar momen
lentur awal diukur pada defleksi sudut tersebut. Kemudian spesimen diberikan
beban tertentu sampai mengalami defleksi sudut maksimum yang diinginkan.
Setelah itu momen lentur dihilangkan sehingga didapatkan defleksi sudut
permanen. Data yang didapatkan kemudian diolah menjadi kurva tegangan dan
regangan . Tujuannya untuk menentukan besar modulus elastisitas bending dan
offset yield strength dari spesimen
57
Gambar C.1 Skema Pengujian Cantilever Beam [3]
58