Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PRAKTIKUM

MT2205 LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL 1

Modul D
Uji Lentur dan Kekakuan

Oleh:
Kelompok 05
Irza Sanika Aulia 13717022
Dominico Michael Aditya 13717023
William Justin 13717043
Akmal Zulfan Indi 13717046
Muhammad Siddiq 13717047
Tiya Khairina Izzati 13717061

Tanggal Praktikum 12 Maret 2019


Tanggal Pengumpulan Laporan 17 Maret 2019
Asisten (NIM) Imannur Rais Ilmi A (13715030)

LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengetahuan akan karakteristik dan sifat material menjadi sangat penting. Oleh
sebab itu, sebagai seorang materials engineer merupakan suatu hal yang mutlak
dipahami secara detail. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk
menguji kualitas dan ketahanan suatu material terhadap pembebanan.
Pembebanan yang terjadi terhadap suatu material tidak hanya satu jenis
tegangan saja tetapi merupakan gabungan dari tiga jenis tegangan sekaligus
yaitu tegangan tarik, tekan dan geser.

Pengujian dengan menggunakan pembebanan lentur disebut uji lentur yaitu


pengujian yang menghasilkan kombinasi tegangan tarik-tekan pada material.
Pengujian lentur salah satunya bertujuan untuk mengetahui sifat mekanik
material getas karena sulitnya menguji material getas menggunakan metode uji
tarik (mudah patah). Oleh karena itu dikembangkan metode pengujian lentur
agar dapat diketahui sifat mekanik serta fenomena yang terjadi pada material
khususnya material getas ketika diberi pembebanan lentur yang menghasilkan
kombinasi tegangan tarik-tekan. Metode pengujian lentur mengacu pada ASTM
E855-08.

1.2 Tujuan
1. Menghitung kekuatan lentur (σ felxural) spesimen
2. Menghitung kekuatan luluh (σ yield) spesimen
3. Menghitung modulus elastisitas (E) spesimen

2
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Uji Lentur (bending)


Uji bending atau biasa kita kenal dengan uji lentur. Pengujian ini
menitikberartkan pada kekakuan suatu material ketika diberi sebuah
pembebanan. Dimana pengertiannya sendiri adalah pengujian mekanik
destruktif yang diterapkan pada spesimen berupa beban momen lentur ntuk
mengetahui kekuatan dari material tersebut seperti kekuatan lentur dan modulus
elastisitas material. Pengujian untuk material getas sangat cocok menggunakan
pengujian bending ini. Karena pada pengujian tarik tidak dapat digunakan untuk
material yang sangat getas.
Momen bending sebagai beban internal tersebut akan menjadi nilai
tegangan normal yang nilainya maksimum pada permukaan atau pada
permukaan terjauh dari sumbu netralnya. Sebenarnya pada pembebanan uji ini
spesimen mengalami dua jenis pembebanan internal yaitu pembebanan
tegangan normal dan tegangan geser. Pengaruh dari pembebanan ini pada
tegangan normal adalah adanya perbedaan tegangan pada penampang bawah
dan atas dari sumbu netral.
Dengan demikian pada titik kritisnya dapat diketahui nilai tegangan yang
maksimal sebagai dasar perhitungan berbagai sifat mekanik pada pengujian ini.
Sifat-sifat tersebt adalah modulus elastisitas dan kekuatan lentur atau flexural
strength. Modulus elastisitas adalah kemampuan material untuk mengalami
deformasi elastis. Deformasi elastis adalah suatu keadaan saat material
diberikan pembebanan akan mengalami perubahan dimensi tetapi masih dapat
kembali seperti semula ketika pembebanan dihentikan. Lain halnya dengan
kekuatan lentur, kekuatan lentur atau flexural strength merupakan tegangan
maksimal yang dapat diterima oleh material yang merupakan parameter
penting untuk material keramik
Pada perhitungan modulus elastisitas digunakan perumusan yang
dimodifikasi berdasarkan persamaan defleksi sebagai berikut.

3
σ = E .ε
P (x) dδ
=E.
A (x) dx
P (x)
dδ = dx
A (x) . E
L
P (x)
δ=∫ dx
0 A (x) . E
PL
δ=
AE
sehingga diperoleh sebagai berikut.
PL3
δ=
48EI
Dengan δ = defleksi; P = beban; L = panjang spesimen; E = modulus
elastisitas; dan I = momen inersia spesimen sehingga persamaan untuk mencari
modulus elastisitas adalah sebagai berikut.
PL3
E =
δ48I
Kekuatan lentur atau flexural strength dirumuskan sebagai bentuk dari
perumusan tegangan normal akibat beban lentur sebagai berikut.
M. c
σ=
I
Dengan σ = tegangan normal; M = momen bending internal; c = jarak
dari sumbu netral; dan I = momen inersia penampang. Untuk mencari nilai
kekuatan lentur maka c merupakan jarak terjauh dari sumbu netral dan M
adalah nilai momen bending yang nilainya maksimal di sepanjang spesimen.

2.2 Distribusi Tegangan Pada Penampang Spesimen


Pada penampang specimen ketika mengalami pembebanan lentur (bending)
akan terjadi tegangan aksial (tarik-tekan) sepanjang spesimen. Bagian atas dari
neutral axis akan mengalami tegangan tekan sedangkan bagian bawah dari
neutral axis akan mengalami tegangan tarik jika arah pembebanannya menuju
ke bawah ( pada permukaan atas spesimen) dan sebaliknya. Distribusi tegangan
tarik-tekan akan meningkat dengan makin bertambahnya jarak dari neutral

4
axis. Tegangan tarik-tekan akan bernilai maksimum pada permukaan bidang
dari neutral axis dan bernilai nol pada netral axis nya.

2.3 Fenomena yang Terjadi pada Uji Lentur


Fenomena yang terjadi pada saat pengujian lentur (bending) diantaranya
yaitu deformasi elastis, deformasi plastis, strain hardening, kenaikan
temperatur dan patah.
1. Deformasi Elastis

Deformasi elastis merupakan perubahan bentuk suatu material ketika diberi


beban namun setelah beban dihilangkan material tersebut dapat kembali lagi
ke bentuk semula.

2. Deformasi Plastis

Deformasi plastis merupakan fenomena dimana terjadi perubahan bentuk


suatu material ketika diberi beban namun perubahan bentuk tersebut bersifat
permanen walaupun beban yang diberikan sudah dihilangkan.

3. Strain Hardening
Strain hardening merupakan fenomena yang terjadi pada suatu material
dimana material tersebut berubah sifat menjadi lebih keras dan lebih kuat.
Penguatan ini disebabkan karna adanya penumpukan dislokasi yang sejenis
(dislokasi attraction).
4. Kenaikan Temperatur
Pada saat pengujian, terjadi kenaikan temperatur pada spesimen uji akibat
pergerakan dislokasi pada bidang slipnya yang menghasilkan gesekan antar
atom.
5. Fracture (patah)
Fracture atau patah merupakan peristiwa atau fenomena dimana suatu
material tidak dapat menahan beban yang diberikan lagi hingga akhirnya
patah (tidak terjadi lagi pergerakan dislokasi).

5
2.4 Metode pada Uji Lentur dan Kekakuan
Pada pengujian lentur dan kekakuan terdapat dua metode pengujian yaitu
adalah three-point bending dan four-point bending. Three-point bending
adalah pengujian dengan tiga gaya sedangkan four-point bending
menggunakan empat gaya yang semuanya akan saling meniadakan sehingga
benda statis atau tidak bergerak. Kedua metode ini dapat dijelaskan dengan
skema seperti pada gambar berikut.

Gambar 2.3.1 Skema Metode Uji Lentur dan Kekakuan


Pada uji lentur dan kekakuan ini diperlukan ketelitian yang tinggi pada
peletakan beban. Hal ini perlu diperhatikan karena perlunya kesimetrisan
dalam peletakan beban pada spesimen. Selain itu, spesimen juga harus
memiliki dimensi yang terstandarkan. Kekurangan yang dimiliki metode three-
point bending adalah yang nilai momen maksimalnya hanya pada satu titik
sehingga apabila peletakan beban bergeser sedikit maka akan terjadi masalah.
Berbeda dengan four-point bending momen maksimalnya pada interval
tertentu dari panjang spesimen. Namun, three-point bending memiliki
kelebihan yaitu mudah dioperasikan dan tidak terlalu mahal sedangkan four-
point bending kebalikannya.
Kelebihan uji lentur dan kekakuan dibandingkan uji lainnya adalah dapat
digunakan untuk penentuan sifat-sifat mekanik pada keramik. Keramik dikenal
sebagai material yang getas sehingga apabila diuji tarik pada saat material
dipegang dengan grip dapat timbul retak atau bahkan pecah sehingga uji lentur
sangat cocok untuk material keramik.

6
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
1 buah spesimen berentuk balok disiapkan

dimensi dari spesimen diukur sebanyak 3 kali

alat pengujian disiapkan (beban dan skala diatur)

spesimen dipasang di alat uji bending. kemudian setelah spesimen


diletakkan dengan benar, pasang alat deflektometer

mesin dihidupkan dan mulai diberikan pembebanan

Selama penambahan beban, skala beban dan defleksi spesimen


dicatat

pembebanan dilakukan sampai jarum utama pada skala berhenti


dan jarum kecil perlahan kembali ke nilai nol.

Beban maksimum dicatat

7
Irza Sanika Aulia
13717022

BAB IV
PENGOLAHAN DATA

4.1 Data Pengamatan


Material : Baja ST-37
Panjang : 30 cm; 30,1 cm; 30,2 cm
Lebar : 18,7 mm; 18,75 mm; 18,75 mm
Tinggi : 18,7 mm; 18,7 mm; 18,65 mm

Pmax= 22,4 kN

Kekerasan Awal : 5,25 HRA


Kekerasan Akhir : 12 HRA
Mesin Uji : Tarno Gracki
Jarak Tumpuan : 15,00 mm
Diameter Tumpuan: 40 mm

Tabel 4.1 Data Uji Bending


Beban (kN) Defleksi (10-2 mm)
1 5
2 15
3 23
4 31
5 37
6 44
7 50
8 58
9 66
10 73
11 80
12 95
13 215

8
Irza Sanika Aulia
13717022

4.2 Pengolahan Data


Menghitung Panjang, Tinggi, Lebar Rata-Rata
300 + 301 + 302
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 = = 301 𝑚𝑚
3
18,7 + 18,75 + 18,75
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 = = 18,73 𝑚𝑚
3
18,7 + 18,7 + 18,65
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 = = 18,68 𝑚𝑚
3

Membuat Kurva Beban terhadap Defleksi


Dari tabel 4.1 didapatkan kurva beban terhadap defleksi yaitu

14

12

10
Beban (kN)

0
0 50 100 150 200 250
Defleksi (10-2 mm)

Gambar 4.1 Kurva Beban terhadap Defleksi

Menghitung Flexural Strength (σmax)


Menghitung kekuatan lentur (flexual strength) menggunakan persamaan

𝑀×𝑦
𝜎𝑚𝑎𝑥 =
𝐼

Karena spesimen berbentuk segi empat maka diturunkan persamaannya


menjadi

9
Irza Sanika Aulia
13717022

𝑃𝐿 ℎ
( 4 ) × (2 )
𝜎𝑚𝑎𝑥 =
𝑏ℎ3
12

Menggunakan persamaan tersebut diperoleh

22400 × 301 18,68


( )×( 2 )
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 4 = 1547 𝑀𝑃𝑎
18,73 × 18,683
12

Menghitung Modulus Elastisitas


Dari gambar 4.1 juga bisa didapat modulus elastisitas, dengan mengambil
daerah elastis, sehingga kurva yang didapat

12

10 y = 0,1367x + 0,0095
R² = 0,998
8
Beban (kN)

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Defleksi (10-2 mm)

Gambar 4.2 Kurva Elastis


Untuk mencari modulus elastisitas dapat menggunakan persamaan

𝑃𝐿3
𝐸=
48𝛿𝐼

Dari gambar 4.2 didapatkan persamaan linear yang membentuk y=mx+c,


𝑃
dengan 𝑚 = 𝛿 sehingga didapatkan

𝑚𝐿3
𝐸=
48𝐼

10
Irza Sanika Aulia
13717022

13671 × 3013
𝐸= = 763433 𝑀𝑃𝑎
18,73 × 18,683
48 × 12
𝐸 = 763,433 𝐺𝑃𝑎

Menghitung Yield dengan Offset


16000

14000
y = 1232,9x + 10397
y = 13671x + 9,5032
12000

10000
Beban (N)

8000

6000

4000

2000

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Defleksi (mm)

Gambar 4.3 Kurva Offset 0,005 Yield

Berdasarkan kurva dengan offset 0,005 didapat P=11284,558


𝑃𝐿 ℎ
( 4 ) × (2 )
𝜎𝑚𝑎𝑥 =
𝑏ℎ3
12
11284,56 × 301 18,68
( )×( 2 )
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 4
18,73 × 18,683
12

𝜎𝑚𝑎𝑥 = 725,36 𝑀𝑃𝑎

4.3 Hasil Akhir


Tabel 4.3.1 Data Akhir Hasil Pengujian

11
Irza Sanika Aulia
13717022

Sifat Mekanik Hasil Pengujian


Flexural Strength (MPa) 𝟏𝟓𝟒𝟕, 𝟒𝟒
Modulus Elastisitas (GPa) 𝟕𝟔𝟑, 𝟒𝟑𝟑
Kekuatan Luluh (MPa) 725,36
Kekerasan Awal (HRA) 5,25
Kekerasan Akhir (HRA) 12

12
Irza Sanika Aulia
13717022

BAB V
ANALISIS DATA

Uji lentur kali ini menggunakan spesimen baja ST-37 penampang persegi, dengan
mesin Tarno Gracki. Pengujian yang digunakan adalah three-point bending dengan
beban di tengah-tengah panjang spesimen, yaitu sekitar 105,5 mm dengan beban
maksimum sebesar 22400 N. Terdapat beberapa fenomena pada pengujian lentur,
di antaranya defleksi dan nilai kekerasan yang bertambah. Defleksi sendiri muncul
akibat pembebanan, dan ketika bebannya ditambah maka defleksi akan semakin
besar. Dari defleksi tersebut dapat diketahui kapan spesimen berdeformasi elastis
dan plastis. Deformasi elastis dapat ditandai ketika penambahan defleksi masih
seragam, sedangkan jika defleksi sudah semakin besar penyimpangannya maka
spesimen tersebut berdeformasi plastis.

Pada uji lentur juga terjadi strain hardening, yang dibuktikan dengan nilai
kekerasan yang bertambah. Strain Hardening terjadi karena saat berdeformasi
dislokasi bergerak, dan akhirnya akan tertahan di ujung, seperti di batas butir atau
karena adanya atom interstisi. Untuk menggerakkan hal tersebut dibutuhkan energi
yang besar sehingga material akan semakin kuat dan keras. [1]

Pada saat pemberian beban, spesimen akan melengkung ke arah beban. Kondisi
tersebut mengakibatkan adanya perubahan penampang spesimen. Pada permukaan
yang langsung mengenai beban, akan mendapat beban normal tekan. Permukaan
tersebut akan semakin menyusut panjangnya namun bertambah lebar. Sebaliknya,
permukaan yang mendapat beban tarik akan bertambah panjang namun lebarnya
semakin kecil. Peristiwa tersebut ditandai dengan permukaan yang mengalami
pengelupasan, karena lapisan luar dan bagian dalam material tidak bisa
berdeformasi secara bersamaan.

Dapat diamati pula kondisi akhir yang terjadi pada permukaan. Setelah diberikan
pembebanan hingga spesimen melengkung, juga terjadi retakan di spesimen pada
lokasi bekas pembebanan. Retakan tersebut perlu diperhatikan agar nantinya

13
Irza Sanika Aulia
13717022

material tidak mengalami kegagalan jika diberikan beban yang melebihi batas
kekuatan material.

Berdasarkan literatur, yang digunakan adalah literatur AISI 1045 dengan


kandungan karbon medium. Pada literatur didapatkan Modulus Elastisitas sebsar
200 GPa, sedangkan angka yang didapat pada percobaan kali ini adalah 763,43
GPa. Sedangkan untuk Kekuatan Lentur dapat dibandingkan dengan ultimate
tensile strength, dan terdapat perbedaan sekitar 500 MPa. Adapun untuk yield
strength pada literatur sekitar 310 MPa, sedangkan hasil percobaan didapatkan yield
strength sebesar 725,36 MPa dan terdapat banyak selisih. Hal tersebut terjadi
dikarenakan banyak faktor, salah satunya penempatan posisi spesimen pada saat
akan diuji tidak tepat di tengah, sehingga bisa saja angka yang muncul di alat bukan
beban maksimum. Kemudian adanya perbedaan data sifat mekanik karena jarang
ditemukan literatur yang mencakup data sifat mekanik dengan uji bending, yang
seharusnya tidak dibandingkan jika menggunakan data uji tarik. Terdapat
perbedaan pada distribusi tegangan antara uji tarik yang seragam arahnya pada
semua permukaan dan tarik-tekan pada permukaan di uji lentur. Besarnya kesalahan
yang terjadi juga diakibatkan oleh ketelitian praktikan dalam membaca defleksi
yang terjadi pada pembebanan tertentu. Sehingga adanya pengaruh pada
perhitungan tegangan normal pada spesimen.

14
Dominico Michael
13717023

BAB IV
PENGOLAHAN DATA

4.1 Data Praktikum


Material : Baja ST 37
Panjang (cm) : 30 ; 30.1 ; 30.2
Lebar (mm) : 18.70 ; 18.75 ; 18.75
Tinggi (mm) : 18.70 ; 18.70 ; 18.65
Kekerasan Awal : 5.25 HRA
Kekerasan Akhir : 12 HRA
Mesin Uji : Tarno Grocki
Jarak Tumpuan : 15.00 mm
Diameter Tumpuan : 40.00 mm

Tabel 4.1.1 Data Uji Bending

Beban, P (kN) Defleksi, δ (𝟏𝟎−𝟐 𝒎𝒎)


1 5
2 15
3 23
4 31
5 37
6 44
7 50
8 58
9 66
10 73
11 80
12 95
13 215
Beban maksimum yang diterima oleh spesimen adalah 𝑃𝑚𝑎𝑥 = 22,4 𝑘𝑁.

15
Dominico Michael
13717023

4.2 Pengolahan Data

Dari tabel 4.1.1 dapat diplot grafik beban terhadap defelksi sebagai berikut

Grafik 4.2.1 Beban Vs Defleksi


14

12

10

8
P (kN)

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
δ (mm)

Tegangan maksimum yang dapat diterima spesimen dirumuskan sebagai

𝑃. 𝐿 ℎ
( 4 ) (2 )
𝜎=
𝑏. ℎ3
12

Dengan L = panjang spesimen ,b = lebar spesimen ,dan h= tinggi spesimen

Karena data dimensi spesimen ada 3, maka dimensi tersebut dirata-ratakan

30.0 𝑐𝑚 + 30.1 𝑐𝑚 + 30.2 𝑐𝑚


𝐿= = 30.1 𝑐𝑚
3

18.70 𝑚𝑚 + 18.75 𝑚𝑚 + 18.75 𝑚𝑚


𝑏= = 18.73 𝑚𝑚
3

18.70 𝑚𝑚 + 18.70 𝑚𝑚 + 18.65 𝑚𝑚


ℎ= = 18.68 𝑚𝑚
3

16
Dominico Michael
13717023

Data beban maksimum diketahui sehingga tegangan maksimum dapat dihitung,

𝑃𝑚𝑎𝑥 . 𝐿 ℎ
(
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 4 ) ( 2)
𝑏. ℎ3
12

22.4𝑘𝑁 × 30.1𝑐𝑚 18.68𝑚𝑚


( )( )
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 4 2
18.73𝑚𝑚 × (18.68𝑚𝑚)3
12

𝜎𝑚𝑎𝑥 = 1547.442 𝑀𝑃𝑎

Dari grafik 4.2.1 dapat dipisahkan daerah elastisnya yaitu daerah dengan
pebandingan beban dan defleksi masih linear,

Grafik 4.2.2 Daerah Elastis


12
y = 13,671x + 0,0095
10 R² = 0,998

8
P (kN)

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
δ (mm)

Gradien dalam grafik 4.2.2 merupakan perbandingan antara beban dan defleksi
𝑃 𝑘𝑁
sehingga 𝑚 = 𝛿 = 13.671 𝑚𝑚

Pada 3 point bending, defleksi dirumuskan

𝑃. 𝐿3
𝛿=
48𝐸. 𝐼

Sehingga modulus elastisitas dapat dirumuskan

17
Dominico Michael
13717023

𝑃. 𝐿3
𝐸=
48𝛿. 𝐼

𝑚. 𝐿3
𝐸=
𝑏. ℎ3
48 ( 12 )

𝑘𝑁
13.671× (301𝑚𝑚)3
𝐸= 𝑚𝑚
4 × 18.73𝑚𝑚 × (18.68𝑚𝑚)3

𝐸 = 763.434 𝐺𝑃𝑎

Kekuatan yield dari spesimen dapat ditentukan dari offset grafik 4.2.1,

Grafik 4.2.1 Beban Vs Defleksi


14
0,95; 12
12

10

8
P (kN)

4
0,05; 1
2

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
δ (mm)

Besarnya beban dari kekuatan yield adalah perbandingan tinggi segitiga dengan
tinggi persegi sehingga,

39.81 𝑚𝑚
𝑃𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = × 12 𝑘𝑁 = 11.740 𝑘𝑁
40.69 𝑚𝑚

Besarnya tegangan yield,

𝑃𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 . 𝐿 ℎ
( )( )
4 2
𝜎𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 3
𝑏. ℎ
12

18
Dominico Michael
13717023

11.740𝑘𝑁 × 30.1𝑐𝑚 18.68𝑚𝑚


( )( )
𝜎𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 4 2
18.73𝑚𝑚 × (18.68𝑚𝑚)3
12

𝜎𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 811.058 𝑀𝑃𝑎

4.3 Hasil Akhir

Grafik 4.2.1 Beban Vs Defleksi


14

12

10

8
P (kN)

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
δ (mm)

𝜎𝑚𝑎𝑥 = 1547.442 𝑀𝑃𝑎 = 𝑘𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑓𝑙𝑒𝑘𝑠𝑢𝑟𝑎𝑙

𝐸 = 763.434 𝐺𝑃𝑎 = 𝑚𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 𝑒𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠

𝜎𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 811.058 𝑀𝑃𝑎 = 𝑘𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑙𝑢ℎ

Grafik 4.3.1 Perubahan Kekerasan


14
Kekerasan Rockwell (HRA)

12
10
8
6
4
2
0
Awal Akhir

19
Dominico Michael
13717023

BAB V
ANALISIS DATA

Pada uji lentur, ada 2 fenomena yang dapat terlihat. Pertama, ketika
spesimen diberi pembebanan, spesimen mengalami defleksi atau pelengkungan
seperti kurva parabolik. Semakin besar beban yang diberikan, semakin besar
defleksi yang terjadi. Hal ini dapat terlihat jelas dalam grafik 4.2.1. kemudian
fenomena lainnya adalah kekerasan material meningkat. Fenomena ini disebabkan
oleh adanya strain hardening pada spesimen. Strain hardening disebabkan oleh
adanya deformasi plastis saat spesimen diberikan pembebanan. Deformasi plastis
berarti dislokasi bergerak pada bidang slip ke arah slip. Dislokasi akan terus
bergerak hingga terhambat oleh atom interstisi maupun grain boundaries. Hal ini
menyebabkan perlu energi lebih untuk menggerakannya sehingga kekerasan
meningkat.

Penampang spesimen berubah setelah diberi pembebanan lentur. Pada


penampang atas yang terkena beban langsung, penampangnya terlihat makin lebar.
Hal yang sama terjadi juga pada spesimen yang diberi beban tekan. Panjang
penampangnya makin kecil dan lebar penampangnya semakin besar. Pada
penampang bawah yang berlawanan dengan penampang atas, penampangnya
terlihat semakin kecil. Hal yang serupa terjadi pada penampang spesimen uji tarik.
Panjang penampang makin besar tetapi lebar penampangnya makin kecil. Hal ini
membuktikan penampang atas spesimen terkena tegangan tekan dan penampang
bawah terkena tegangan tarik.

Posisi pembebanan perlu diperhatikan karena dalam 3 point bending karena


harus berada di tengah. Pembebanan ditengah mengakibatkan reaksi tumpuan di
kanan sama dengan tumpuan di kiri. Hal ini menyebabkan diagram momen bernilai
maksimum di tengah. Jika posisi tidak di tengah, ada perbedaan distribusi gaya
dalam dan momen. Akibatnya nilai momen menjadi tidak maksimal sehingga
tegangan normal yang diterima juga tidak maksimal dan hasil sifat mekanik tidak
akurat. Dalam percobaan ini, posisi tengah di spesimen telah ditandai dengan tip-

20
Dominico Michael
13717023

ex sehingga memudahkan penempatan beban pada spesimen dan meminimalisir


kesalahan posisi dalam uji lentur.

Pada kondsi akhir, terlihat sedikit retakan pada penampang atas spesimen.
Hal ini perlu diperhatikan karena menandakan kegagalan pada spesimen. Spesimen
yang diberi pembebanan maksimum seperti pada percobaan dapat retak walaupun
dapat berdefleksi. Hal ini penting untuk diketahui karena retakan pada suatu
material atau komponen dapat mempengaruhi performa material tersebut. Retakan
juga menjadi daerah konsentrasi tegangan sehingga retakan tersebut dapat
merambat ketika tegangannya lebih besar dari kekuatan material tersebut.

Berdasarkan referensi https://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=6130


, kekuatan ultimate adalah 565 MPa, kekuatan luluh adalah 310 MPa, dan modulus
elastisitas adalah 200 GPa. Pada uji lentur, kekuatan mekanik yang didapatkan lebih
besar daripada referensi. Hal ini dikarenakan metode pengujian berbeda. Referensi
memakai uji tarik untuk menentukan sifat mekanik tersebut, sedangkan percobaan
ini menggunakan uji lentur untuk menentukan sifat mekanik. Distribusi tegangan
normal pada uji tarik adalah seragam, sedangkan distribusi tegangan normal pada
uji lentur bernilai maksimum pada permukaan dan berkurang secara linear hingga
nol pada sumbu netral. Hal itu menyebabkan perbedaan nilai sifat mekanik pada
spesimen. Faktor lainnya adalah dimensi spesimen yang berbeda menyebabkan
perbedaan nilai sifat mekanik.

Kekerasan spesimen setelah diuji lentur, meningkat. Hal ini dapat dililhat
pada grafik 4.3.1 bahwa kekerasan spesimen meningkat. Fenomena ini disebabkan
oleh strain hardening. Strain hardening disebabkan oleh adanya deformasi plastis
saat spesimen diberikan pembebanan. Deformasi plastis berarti dislokasi bergerak
pada bidang slip ke arah slip. Dislokasi akan terus bergerak hingga terhambat oleh
atom interstisi maupun grain boundaries. Hal ini menyebabkan perlu energi lebih
untuk menggerakannya sehingga kekerasan meningkat.

21
William Justin
13717043

BAB IV
PENGOLAHAN DATA

4.4 Data Praktikum


Material : ST-37 (Baja)
Panjang (L) : 30 mm; 30.1 mm; 30.2 mm; avg = 30.1 mm
Lebar (b) : 18,7 mm; 18.75 mm; 18.75 mm; avg = 18.73 mm
Tinggi (h) : 18.7 mm; 18.7 mm; 18.65 mm; avg = 18.68 mm
Kekerasan Awal : 5.25 HRA
Kekerasan Akhir : 12 HRA
Mesin Uji : Tarno Grocki
Jarak Tumpuan : 15 mm
Diameter Tumpuan : 40 mm
Beban Maksimum (Pmax) : 22.4 kN
Tabel 4.1. Data Beban dan Defleksi dari Uji Lentur

Beban (P) [kN] Defleksi (δ) [10-2 mm]


1 5
2 15
3 23
4 31
5 37
6 44
7 50
8 58
9 66
10 73
11 80
12 95
13 215

22
William Justin
13717043

4.5 Pengolahan Data


4.2.1 Pembuatan Kurva Beban-Defleksi Baja ST37
Beban (kN) dan Defleksi (10-2 mm) yang didapat dari mesin uji lentur dan
deflektometer diplot ke dalam kurva dengan beban sebagai sumbu y dan defleksi
sebagai sumbu y.

4.2.2 Penentuan Flexural Strength Baja ST37


Beban maksimum (Pmax) diolah menjadi Flexural Strength (σmax). Formula
yang digunakan adalah sebagai berikut.

𝑃𝑚𝑎𝑥 × 1000 × 𝐿 × 10 ℎ
( ) × ( 2)
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 4
𝑏 × ℎ3
12

𝜎𝑚𝑎𝑥 = 𝑓𝑙𝑒𝑥𝑢𝑟𝑎𝑙 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ (MPa)


𝑃𝑚𝑎𝑥 = beban maksimum (22.4 kN)
𝐿 = panjang spesimen (30.1 cm)
𝑏 = lebar spesimen (18.73 mm)

h = tinggi spesimen (18.68 mm)


Karena semua data diketahui, persamaan bisa langsung diselesaikan.
22.4 × 1000 × 30.1 × 10 18.68
( ) × (
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 4 2 ) = 1547.442 𝑀𝑃𝑎
18.73 × 18.683
12

4.2.3 Penentuan Modulus Elastisitas Baja ST37


Hubungan beban, defleksi, dan modulus elastisitas ada dalam formula
sebagai berikut.

𝑃 × 𝐿3 𝑃 × 𝐿3
𝛿= ;𝐸 =
48 × 𝐸 × 𝐼 48 × 𝛿 × 𝐼

Daerah elastis dari kurva beban-defleksi diregresi. Hasil regresi tersebut


adalah persamaan sebagai berikut.

𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐

23
William Justin
13717043

𝑦 = 0.1368𝑥 + 0.0067

𝑃
Dari persamaan tersebut, m = 𝛿 = 0.1368 dengan satuan kN/(10-2 mm).
𝑃 𝑘𝑁 1000 𝑁 𝑁
Konversi ke satuan N/mm2 didapat = 0.1368 10−2 𝑚𝑚 × = 13680 .
𝛿 1 𝑘𝑁 𝑚𝑚2

Persamaan E akan diselesaikan.

𝑃 𝐿3
𝐸= ×
𝛿 48 × 𝐼

(30.1 × 10)3
𝐸 = 13680 × = 763936.393 𝑀𝑃𝑎
18.73 × 18.683
48 × 12

𝐸 = 736.936 𝐺𝑃𝑎

4.2.4 Penentuan Tegangan Luluh Baja ST37


Tegangan luluh ditentukan dengan metode offset defleksi sebesar 0.05 mm.
Sebuah segitiga dibuat dengan sisi miring yangg sejajar dengan gradien daerah
elastis dari kurva beban-defleksi. Kemudian segitiga digeser hingga ujung kiri
segitiga menyentuh angka defleksi sebesar 0.05 mm. Titik singgung segitiga
dengan kurva dilihat dan diamati tingginya. Titik terdekat yang diketahui adalah 12
kN dengan tinggi tertentu juga. Metode offset dapat dilihat pada Hasil Akhir.
Didapatkan beban ketika spesimen mengalami yielding adalah sebagai berikut.

4 𝑐𝑚
𝑃𝑦 = × 12 𝑘𝑁 = 11.765 𝑘𝑁 = 11765 𝑁
4.08 𝑐𝑚

𝑃𝑦 × 𝐿 11765 × 30.1 × 10
𝑀𝑦 = = = 885316.25 𝑁. 𝑚𝑚
4 1

𝐴 = 𝑏 × ℎ = 18.73 × 18.68 = 349.876 𝑚𝑚2

Didapatkan tegangan luluh sebagai berikut.

𝑀𝑦 × 𝑐 885316.25 × (18.68⁄2)
𝜎𝑦 = = = 812.752 𝑀𝑃𝑎
𝐼 18.73 × 18.683
12

24
William Justin
13717043

4.3 Hasil Akhir

Kurva Beban-Defleksi
14

12

10

8
P (kN)

0
0 50 100 150 200 250
δ (10^-2 mm)

Gambar 4.1. Kurva Beban-Defleksi Baja ST37

Daerah Elastis Kurva Beban-Defleksi


12
y = 0,1368x + 0,0067
10

8
P (kN)

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
δ (10^-2 mm)

Gambar 4.2. Kurva Daerah Elastis Baja ST37

25
William Justin
13717043

Kurva Beban-Defleksi
14 95; 12

12

10

8
P (kN)

6
5; 1
4

0
0 50 100 150 200 250
δ (10^-2 mm)

Gambar 4.3. Metode Offset

Tabel 4.2 Sifat Mekanik Baja ST37 Hasil Uji Lentur dengan Perbandingan
Literatur

Data Literatur
Sifat Mekanik Hasil Perhitungan
[2]
Flexural Strength (σmax) [MPa] 1547.442 565
Modulus Elastisitas Lentur (E) [GPa] 736.936 200
Kekuatan Luluh (σy) [MPa] 812.752 310

26
William Justin
13717043

BAB V
ANALISIS DATA

Dalam uji lentur, ada beberapa fenomena yang terjadi. Pertama, fenomena
defleksi yang terjadi akibat beban geser yang tegak lurus dengan arah longitudinal
spesimen. Defleksi adalah penyimpangan bentuk spesimen yang dinyatakan dalam
jarak menyimpang dari posisi awal. Defleksi ini terjadi secara permanen. Ini berarti
dislokasi dalam spesimen bergeser sehingga deformasi plastis terjadi. Kedua,
fenomena peningkatan angka kekerasan material. Angka kekerasan ini meningkat
karena peristiwa strain hardening. Dalam strain hardening, dislokasi-dislokasi
bergeser hingga semakin menumpuk dan pergeseran semakin sulit terjadi. Ini
menyebabkan deformasi plastis semakin sulit terjadi tanpa tegangan lebih besar,
yang berarti kekuatan dan kekerasan material (ketahanan material terhadap
deformasi plastis lokal) meningkat. [1]

Penampang pada pemberian beban berubah. Bagian yang dekat pemberi


beban langsung mengalami pelebaran sedangkan bagian yang lain mengalami
penyempitan. Hal ini terjadi karena persebaran tegangan akibat three point bending.
Pada bagian yang dekat pemberi beban, tegangan yang dialami adalah tegangan
tekan. Tegangan tekan akan menciptakan fenomena barreling jika tegangan yang
terjadi hanya tegangan tekan. Dislokasi ditekan dan dibuat semakin dekat sehingga
materi pada bagian ini bertambah. Fenomena ini kemungkinan terjadi pada bagian
dekat pemberi beban sehingga terjadi pelebaran pada penampang atas. Pada bagian
yang lainnya, tegangan yang dialami adalah tegangan tarik. Tegangan tarik akan
menciptakan fenomena pengurangan luas penampang. Dislokasi ditarik dan saling
menjauh sehingga materi pada bagian ini berkurang yang menyebabkan
penyempitan luas penampang bawah. [1]

Posisi dari pengujian three point bending cenderung tidak pas di tengah.
Dalam percobaan uji lentur ini, titik tengah absolut sangat tidak mungkin
ditentukan, Bahkan ketika beban sudah terlihat tepat di tengah spesimen, titik
27
William Justin
13717043

tengah absolut sangat sulit didapatkan. Akibat dari tidak ditengahnya beban, data
yang didapatkan tidak merepresentasikan beban maksimal yang sebenarnya
diterima spesimen saat three point bending.

Gambar 4.4. Kenampakan Atas Spesimen yang Terdefleksi

Kondisi akhir spesimen adalah terdefleksi sehingga membentuk huruf U.


Secara keseluruhan permukaan spesimen tidak berubah. Tapi terlihat pada Gambar
4.4, pada permukaan atas spesimen yang menyentuh beban, terdapat retakan dengan
arah sejajar dengan arah longitudinal spesimen. Kemungkinan retakan ini terjadi
akibat tegangan tekan pada daerah penampang atas ini. Tegangan tekan pada arah
longitudinal spesimen menimbulkan pelebaran penampang. Pelebaran ini pun akan
menarik dislokasi-dislokasi dari dalam ke luar. Karena pelebaran ini terjadi setelah
material mengalami deformasi plastis dalam jangka waktu yang lama, deformasi
plastis semakin sulit terjadi, sehingga material akhirnya menimbulkan retakan.

Perbandingan hasil percobaan dan data literatur dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Semua hasil percobaan memiliki angka yang jauh lebih besar dari data literatur.
Kemungkinan besar ini disebabkan oleh posisi spesimen yang tidak tepat di tengah
spesimen. Metode three point bending tidak bisa memberikan hasil yang tepat
karena konsentrasi gaya dan momen yang hanya ada pada satu titik. Ini membuat
data hasil percobaan tidak sesuai dengan standar yang seharusnya. Berbeda dengan

28
William Justin
13717043

four point bending yang dapat mendistribusikan gaya dan momen sehingga masalah
posisi tidak begitu dipermasalahkan.

Kekerasan dari spesimen mengalami peningkatan. Seperti yang telah saya


sebutkan sebelumnya, ini terjadi karena peristiwa strain hardening. Ketika material
mengalami deformasi plastis, dislokasi-dislokasinya bergeser dan semakin
menumpuk. Ini membuat dislokasi akan semakin sulit bergeser dan menyebabkan
deformasi plastis sulit terjadi. Dibutuhkan tegangan yang lebih besar untuk
menggeser dislokasi-dislokasi tersebut. Ini berarti material semakin kuat dan keras.
[1]

29
Akmal Zulfan Indi
13717046
BAB IV

PENGOLAHAN DATA

4.1 Data Spesimen


1. Material : ST-37
2. Panjang (cm) : 30 cm ; 30,1 cm ; 30,2 cm
3. Lebar (mm) : 18,7 mm ; 18,75 mm ; 18,75 mm
4. Tinggi (mm) : 18,7 mm ; 18,7 mm ; 18,65 mm
5. Kekerasan Awal : 5,25 HRA
6. Kekerasan Akhir : 12 HRA
7. Mesin Uji : Tarno Grocki
8. Jarak Tumpuan : 150 mm
9. Diameter Tumpuan : 40 mm
10. Tegangan Maksimum : 22,4 kN

4.2 Data Pengujian


Beban (kN) Defleksi (𝑚𝑚−2 )
1 5
2 15
3 23
4 31
5 37
6 44
7 50
8 58
9 66
10 73
11 80
12 95
13 215
Tabel 4.1 Data pengujian bending ST-37

30
Akmal Zulfan Indi
13717046
Dari data tabel 4.1 didapat grafik hubungan antara beban dan defleksi
yang terjadi pada spesimen :

Beban vs Defleksi
14000

12000

10000
Beban (N)

8000

6000

4000

2000

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Defleksi (mm)

Gambar 4.1 Kurva hubungan beban dan difleksi yang terjadi pada spesimen

4.3 Tegangan Maksimum


Tegangan maksimum pada pengujian bending terjadi di permukaan atas
dan bawah spesimen . Untuk tegangan tarik (+) maksimum terjadi di daerah
permukaan bawah spesimen sedangkan untuk tegangan tekan (-) maksimum ada
di permukaan atas spesimen. Untuk menghitung tegangan maksimum pada uji
bending digunakan rumus untuk three-point bending, yaitu :

𝑃𝑚𝑎𝑥 𝐿 ℎ
(
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 4 )(2)
𝑏ℎ3
12

𝜎𝑚𝑎𝑥 = Tegangan maksimum (MPa)

𝐿 = Panjang spesimen (mm)


Akmal Zulfan Indi
ℎ = Tinggi spesimen (mm)
13717046
𝑏 = Lebar spesimen (mm)

31
22,400𝑁. 301 𝑚𝑚 18.6833 𝑚𝑚
( )( )
𝜎𝑚𝑎𝑥 = 4 2
(18.7333𝑚𝑚)(18.6833𝑚𝑚)3
12

1,685,600𝑁𝑚𝑚 . 9.3416 𝑚𝑚
𝜎𝑚𝑎𝑥 =
7,249.0137 𝑚𝑚4

𝜎𝑚𝑎𝑥 = 2,172.1853 𝑀𝑃𝑎

4.4 Modulus Elastisitas


Dalam menghitung modulus elastisitas, dapat digunakan kurva namun
gradien linier tidak dapat dikatakan sebagai modulus elastisitas karena kurva yang
ada adalah kurva hubungan antara beban dan defleksi. Karena itu dibutuhkan
konversi menggunakan rumus, yaitu :

𝑃𝐿3
𝐸=
48𝛿𝐼

Dimana :

𝑃
𝑚=
𝛿

merupakan gradien dari kurva daerah linear.Dengan regresi didapat


persamaan linear pada kurva sebagai berikut :

32
Akmal Zulfan Indi
13717046

Kurva Uji Bending


14000
y = 13106x + 198,26
12000
R² = 0,9939
10000
Beban (N)

8000
Beban vs Defleksi
6000
Linear
4000
Linear (Linear)
2000

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Defleksi (mm)

Gambar 4.2 Kurva hasil data uji bending dengan regresi linear

Dari kurva pada gambar 4.2 didapat gradien sebesar 13106, sehingga
dapat dimasukkan ke dalam rumus tadi,

𝑚𝐿3
𝐸=
48𝐼

𝑁
13,106 𝑚𝑚 . (301 𝑚𝑚)3
𝐸=
(18.7333𝑚𝑚)(18.6833𝑚𝑚)3
48 12

3.5741 𝑥 1011 𝑁𝑚𝑚2


𝐸=
436,518 𝑚𝑚4

𝐸 = 818,774.5759 𝑀𝑃𝑎

𝐸 = 818.7746 𝐺𝑃𝑎

33
Akmal Zulfan Indi
13717046
4.5 Yield Offset
Dari kurva sebelumnya pada gambar 4.2 dapat ditentukan titik yield-nya
dengan metode offset yield dengan penambahan 0,005 pada sumbu-x atau pada
defleksi sehingga didapat kurva linear baru sebagai berikut :

Kurva Uji Bending


14000

12000

10000
Beban (N)

8000
Beban vs
6000
Defleksi
4000

2000

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Defleksi (mm)

Gambar 4.3 Offset yield pada kurva uji bending

Pada gambar 4.3 titik offset yield tidak terlihat karena begitu kecil
sehingga dapat diperbesar menjadi berikut :

Kurva Uji Bending


13000

12500

12000
Beban (N)

11500 Beban vs Defleksi


Offset
11000

10500

10000
0,7 0,75 0,8 0,85 0,9 0,95 1 1,05 1,1
Defleksi (mm)

Gambar 4.3 Kurva offset dengan perbesaran

34
Akmal Zulfan Indi
13717046
Dari gambar 4.3 dapat diperkirakan offset yield yaitu pada sekitar
beban antara 11.500 N dan 12.000 N. Ditentukan besar offset yield sebesar
:

𝑜𝑓𝑓𝑠𝑒𝑡 = ±11.800𝑁

35
Akmal Zulfan Indi
13717046
BAB V

ANALISIS DATA

Gambar 5.1 Spesimen ST-37 setelah diuji bending

Pada pengujian bending ini ada beberapa fenomena yang terjadi yaitu
defleksi dan strain hardening. Defleksi terjadi karena adanya beban yang
dikenakan pada suatu titik pada spesimen sehingga titik tersebut mengalami
perpindahan dari titik awal dia berada hingga titik akhir spesimen membentuk U.
Strain hardening pula terjadi pada pengujian bending karena sebenarnya
pembebanan yang terjadi pada pengujian bending sama dengan uji tarik namun
bedanya uji bending spesimen mengalami pembebanan tekan bersamaan dengan
pembebanan tarik. Strain hardening ini terjadi pada daerah spesimen yang
mengalami pembebanan tarik. Jika dilihat dari gambar 5.1 pembebanan tarik pada
spesimen ada pada bagian bawah neutral axis. Karena pada spesimen yang

36
Akmal Zulfan Indi
13717046
mengalami tarikan, terdapat fenomena yang disebut strain hardening akibat
mengecilnya area penampang oleh necking.

Penampang spesimen di titik dimana spesimen mengalami pembebanan


terbesar yaitu pada L/2 mengalami perubahan posisi dari titik awal. Yang kedua
penampang lapisan coating mulai mengelupas karena tidak mampu
mempertahankan kondisi elongasi yang terjadi sehingga warna asli ST-37 terlihat.
Pada titik itu juga terdapat retakan yang muncul. Ini membuktikan bahwa terjadi
dislokasi akibat pembebanan yang diberikan selama uji bending.

Gambar 5.2 Literatur AISI 1045 (sumber :


https://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=6130, diakses pada 17 Maret
2019)

Dari literatur pada gambar 5.2, nilai modulus elastisitas material yang
didapat yaitu 200 GPa sedangkan pada percobaan ini nilai modulus elastisitas
mencapai 811 GPa. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan komposisi dan
perbedaan perlakuan kepada spesimen. Selain itu, jenis uji bending yang
digunakan pun memengaruhi dimana yang digunakan pada percobaan adalah
three-poing bending. Three-point bending merupakan uji bending yang
memerlukan ketepatan dalam memasang spesimen pada alat uji. Jika tidak
terpasang tepat di tengah maka pembebanan yang diberikan kepada spesimen
tidak akan maksimum.

37
Muhammad Siddiq
13717047

BAB IV

PENGOLAHAN DATA

4.1 Data Praktikum

Pada percobaan pengujian lentur didapatkan data-data hasil percobaan


sebagai berikut.

Jenis uji bending : Three-Point Bending

Jenis material : ST-37 (Baja)

Panjang rata-rata : 301 mm

Lebar rata-rata : 18,733 mm

Tinggi rata-rata : 18,683 mm

Kekerasan awal : 5,25 HRA

Kekerasan akhir : 12 HRA

Mesin uji : Tarno Gracki

Jarak tumpuan : 15 cm

Diameter tumpuan : 40 mm

Tabel 4.1 Data Uji Bending

Beban (kN) Defleksi (10-2 mm)


1 5
2 15
3 23
4 31
5 37
6 44
7 50

38
Muhammad Siddiq
13717047

8 58
9 66
10 73
11 80
12 95
13 215
Beban maksimum : 22,4 kN

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Kurva Beban Terhadap Defleksi

Apabila data pada Tabel 4.1 diplot menjadi kurva, didapatkan bentuk kurva
beban terhadap defleksi seperti gambar di bawah ini

Grafik beban terhadap defleksi


18
16 y = 6,1366x + 3,2614
14
12
Beban (kN)

10
8
6
4
2
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Defleksi (mm)

Gambar 4.1 Grafik Beban terhadap Defleksi

4.2.1 Menentukan Modulus Elastisitas

Berdasarkan data Tabel 4.1 diperoleh data besar defleksi (mm) yang
terjadi terhadap pembebanan k(N). Maka dapat ditentukan nilai modulus
elastisitas spesimen menggunakan persamaan berikut :
𝑃𝐿3
𝛿=
48𝐸𝐼
39
Muhammad Siddiq
13717047

𝑃𝐿3
𝐸=
48𝛿𝐼
Dimana :
𝛿 = defleksi (mm)
P = beban yang bekerja (kN)
L = jarak tumpuan specimen (mm)
E = modulus elastisitas bahan specimen (𝑘𝑁⁄𝑚𝑚)
I = momen inersia penampang (mm4)
Apabila data pada Tabel 4.1 diplot menjadi kurva pada daerah elastisnya,
didapatkan kurva sebagai berikut

Grafik Beban terhadap Defleksi


12

10 y = 13,671x + 0,0095

8
Beban (kN)

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

Defleksi (mm)

Gambar 4.2 Grafik Beban terhadap Defleksi Pada Daerah Elastisitas

Berdasarkan Gambar 4.2 didapat persamaan regresi linear y = mx + c yaitu


y = 13,671x + 0,0095 dimana nilai gradiennya merupakan nilai P/ 𝛿 .
𝑃
= 𝑚 = 13,671 𝑘𝑁/𝑚𝑚
𝛿
Spesimen uji memiliki penampang yang berbentuk persegi, momen inersia dari
penampang tersebut dapat ditentukan dengan
1
𝐼= 𝑏ℎ3
12

40
Muhammad Siddiq
13717047

1
𝐼= 𝑥 18,733 𝑥 18,683 3 = 10180,42546 𝑚𝑚4
12
Maka nilai modulus elastisitasnya dapat ditentukan menggunakan persamaan
𝑃𝐿3
𝐸=
48𝛿𝐼
13,671 𝑘𝑁/𝑚𝑚 𝑥 (310 mm)3
𝐸= = 762,943 𝐺𝑃𝑎
48 𝑥 10180,42546 𝑚𝑚4

Besar modulus elastisitas dari spesimen ST-37 (Baja) sebesar 762,943 𝐺𝑃𝑎
4.2.2 Menentukan flexural strength
Nilai flexural strength dari spesimen dapat didapatkan melalui persamaan
berikut
𝑃𝐿 ℎ
𝑀. 𝑐 ( 4 ) ( 2)
𝜎= =
𝐼 𝐼

P maksimum adalah 22400 N, maka diperoleh

22400 𝑁 𝑥 310 𝑚𝑚 18,683 𝑚𝑚


𝑥
𝜎= 4 2
10180,42546 𝑚𝑚4
𝜎 = 1592,9436 𝑀𝑃𝑎

Besar flexural strength spesimen baja ST-37 yang didapat melalui perhitungan
di atas adalah 1592,94361 𝑀𝑃𝑎

4.2.3 Menentukan Tegangan Luluh Lentur


Menggunakan metode offset 0,005 dapat ditentukan tegangan luluh
lentur specimen melalui kurva di bawah ini

41
Muhammad Siddiq
13717047

Grafik beban terhadap defleksi


20
18
16 y = 6,1366x + 3,2614
14
12
Beban (kN)

10
8
6
4
2
0
-2 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5 0,55 0,6 0,65 0,7 0,75 0,8 0,85 0,9 0,95 1
Defleksi (mm)

Gambar 4.3 Grafik Beban terhadap Defleksi


Dari kurva di atas terlihat bahwa garis offset 0,005 akan memotong kurva
ketika besar defleksi 0,85 mm. Untuk menentukan tegangan luluh digunakan
interpolasi linear
0,85 − 0,8 𝑥 − 11
=
0,95 − 0,8 12 − 11
𝒙 = 𝟏𝟏, 𝟑𝟑𝟑

Jadi didapatkan nilai Pyield = 11,333 kN

11,333 𝑁 𝑥 310 𝑚𝑚 18,683 𝑚𝑚


𝑥
𝜎𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 = 4 2
10180,42546 𝑚𝑚 4

𝜎𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 = 805,9299 𝑀𝑃𝑎

42
Muhammad Siddiq
13717047

BAB V

ANALISIS DATA

Pada pengujian bending menggunakan metode Three point bending terjadi


fenomena deformasi plastis dan strain hardening. Deformasi plastis merupakan
fenomena yang terjadi pada spesimen karena terjadinya perubahan bentuk yang
bersifat permanen walaupun spesimen sudah tidak menerima beban.

Gambar 5.1 Spesimen Uji Bending

terlihat pada Gambar 5.1 bahwa setelah pengujian bending, bentuk spesimen yang
awalnya lurus berubah menjadi seperti huruf V dan tidak lagi kembali ke bentuk

43
Muhammad Siddiq
13717047

semula setelah pembebanan dilepaskan. Fenomena ini terjadi karena ikatan antara
atom dan tetangga atomnya tidak mampu menerima pembebanan sehingga
ikatannya terputus, setelah pembebanan berakhir atom akan kembali berikatan
dengan tetangga atom yang baru. Selain fenomena deformasi plastis, juga terjadi
fenomena strain hardening. Strain hardening adalah fenomena peningkatan nilai
kekerasan pada spesimen yang terjadi setelah pengujian. Pada data praktikum
terlihat adanya kenaikan harga kekerasan pada sepesimen sebelum dan sesudah
pengujian. Hal ini terjadi karena ketika spesimen diberi pembebanan, dislokasi akan
bergerak dan akhirnya menumpuk pada batas butirnya sehingga menghasilkan
harga kekerasan yang lebih tinggi dari kondisi awal.

Di akhir pengujian didapatkan perubahan bentuk pada spesimen. Hal ini


disebabkan karena bagian atas spesimen mengalami tekan sedangkan bagian bawah
spesimen mengalami tarik. Hal ini mengakibatkan luas penampang spesimen
menjadi berubah. Selain itu, panjang keseluruhan dari spesimen juga mengalami
perubahan. Bagian permukaan atas spesimen menjadi semakin pendek sedangkan
bagian permukaan bawah spesimen semakin panjang. Tidak hanya itu, coating pada
daerah yang terkena momen maksimum dari spesimen menjadi terkelupas. Tidak
terdapat reatakan pada spesimen apabila dilihat dengan mata telanjang.

Dari literatur, didapatkan nilai modulus young (E), tegangan ultimate (σu)
dan tegangan luluh (σy) dari ST-37 adalah 200 GPa, 565 MPa, dan 310 MPa secara
berurutan. Nilai hasil percobaan adalah 762,943 𝐺𝑃𝑎 (E), 1592,94361 𝑀𝑃𝑎 (σf),
dan 805,9299 MPa (σy). Ada perbedaan nilai yang didapatkan dari hasil percobaan
dengan data literatur. Kesalahan bisa terjadi karena mengambil data kurang teliti.
Mulai dari pengukuran sampel sampai pembacaan data pada saat sampel di
bending. Selain itu, kesalahan utama pada uji bending menggunakan three point
bending adalah peletakan titik tumpuan yang tidak pas di tengah-tengah spesimen,
sehingga apabila bergeser sedikit maka strength maksimal nya menjadi tidak
maksimal.

44
Tiya Khairina Izzati
13717061

BAB IV
PENGOLAHAN DATA

4.1 Data Pengamatan

Pada percobaan pengujian bending didapatkan data-data hasil


percobaan sebagai berikut.

Jenis material : ST-37

Panjang rata-rata : 301 mm

Lebar rata-rata : 18,73 mm

Tinggi rata-rata : 18,68 mm

Kekerasan awal : 5,25 HRA

Kekerasan akhir : 12 HRA

Mesin uji : Tarno Gracki

Jarak tumpuan : 150 mm

Diameter tumpuan : 40 mm

45
Tiya Khairina Izzati
13717061

Tabel 4.1.1 Data Uji Bending

Beban (kN) Defleksi (10-2 mm)


1 5
2 15
3 23
4 31
5 37
6 44
7 50
8 58
9 66
10 73
11 80
12 95
13 215
Beban Maksimal : 22,4 kN

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari percobaan yang dapat dilihat


pada tabel 4.1.1 diperoleh grafik beban terhadap defleksi yang terjadi.
14

12

10
Beban (kN)

0
0 50 100 150 200 250
Defleksi (10-2 mm)

Gambar 4.1.1 Grafik Beban terhadap Defleksi

46
Tiya Khairina Izzati
13717061

4.2. Pengolahan Data


Berdasarkan data-data yang diperoleh dari percobaan yang dapat dilihat
pada tabel 4.1.1 diperoleh grafik beban terhadap defleksi yang terjadi pada
daerah elastisnya yaitu hingga pada beban 12 kN karena defleksi yang terjadi
pada pembebanan 13 kN sudah tidak linear sehingga didapat grafik beban
terhadap defleksi pada daerah elastis adalah sebagai berikut.
14000

12000
y = 13106x + 198,26
10000
Beban (N)

8000

6000

4000

2000

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
Defleksi ( mm)

Gambar 4.2.1 Grafik Beban terhadap Defleksi pada Daerah Elastis


Berdasarkan pada gambar 4.2.1 diatas didapatkan regresi linear dari
dilakukannya plotting data pada pembebanan 1 kN sampai 12 kN sebagai
berikut.
y = mx + c
y = 13106x + 198,26
𝑃
Dengan nilai m yang merupakan gradien adalah nilai dari 𝛿 . Persamaan

yang digunakan untuk menghitung defleksi pada uji bending adalah sebagai
berikut.
PL3
δ=
48EI

47
Tiya Khairina Izzati
13717061

Dengan
δ = defleksi;
P = beban;
L = panjang spesimen;
E = modulus elastisitas;
I = momen inersia spesimen.

Untuk mendapatkan nilai dari modulus elastisitas maka dapat dihitung


dengan persamaan sebagai berikut.
PL3
E =
δ48I
Panjang spesimen sebesar 301 mm dengan lebar 18,73 mm dan tinggi
18,68, nilai I dapat dihitung sebagaimana persamaan berikut.
bh3
I=
12
18,73 × 18,683
I=
12
I = 10173,89256 mm4
Dengan demikian nilai modulus elastisitas dapat dihitung dengan
𝑃
mengetahui data dari grafik yang menunjukkan nilai = 13106 N/mm. Selain
𝛿

itu, pembebanan yang dilakukan di tengah maka nilai L yang dipakai adalah
setengah dari panjang spesimen. Dengan persamaan modulus elastisitas
diperoleh sebagai berikut.
N 3003 mm3
E = 13106 ×
mm 48 × 10173,89256 mm4
N
E = 724612,036 = 724,612036 GPa
mm2
Sementara, dari data yang didapat, beban maksimum yang dapat diterima
oleh material adalah 22,4 kN. Untuk mengetahui nilai kekuatan lentur atau
flexural strength dari spesimen diperlukan persamaan sebagai berikut.
M. c
σ=
I

48
Tiya Khairina Izzati
13717061

Dengan nilai momen inersia yang sama dengan perhitungan sebelumnya


dan c merupakan jarak terjauh dari sumbu netralnya dan M adalah nilai momen
bending maksimal yang terjadi pada material maka didapatkan nilai kekuatan
lentur atau flexural strength sebagai berikut.
PL h
.
𝜎= 4 2
I
22400 N × 301 mm 18,68 mm
.
σ= 4 2
10173,89256 mm4
N
σmax = 1547,44 = 1547,44 MPa
mm2
Yield strength dapat diperoleh dengan meng-offset seber 0,5% dari kurva
pembebanan – defleksi, maka harus menentukan nilai setiap tegangan dari
pembebanan yang diberikan terlebih dahulu dengan persamaan :

𝑃𝐿 ℎ
( 4 ) ( 2)
𝜎=
𝑏ℎ3
( 12 )

Tabel 4.2.1 Tabel tegangan pada spesimen

Beban (N) Defleksi Tegangan (MPa)


1000 0,05 34,4264
2000 0,15 68,8527
3000 0,23 103,2791
4000 0,31 137,7054
5000 0,37 172,1318
6000 0,44 206,5581
7000 0,5 240,9845
8000 0,58 275,4108
9000 0,66 309,8372
10000 0,73 344,2635

49
Tiya Khairina Izzati
13717061

11000 0,8 378,6899


12000 0,95 413,1162
13000 2,15 447,5426

Kurva Tegangan - Defleksi


1000
y = 57,569x + 774,3
900 y = 900,88x + 13,696
800
Tegangan (MPa)

700
600
Tegangan -
500 Defleksi
400 Offset 0,5%
300
200
100
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Defleksi

4.2.2 Grafik Tegangan-Defleksi untuk menentukan yield strenght


Berdasarkan regresi yang dilakukan pada kurva 0,5% dan pada dua data terakhir
pada kurva tegangan – defleksi didapatkan dua persamaan garis

y = 900,88x + 13,696

y = 57,569x + 774,3

Berdasarkan persamaan di atas, diperoleh nilai y = 826,222 MPa yang merupakan


yield strength spesimen.

4.3 Hasil Akhir


Tabel 4.3.1 Data Akhir Hasil Pengujian
Sifat Mekanik Hasil Pengujian
Flexural Strength (MPa) 𝟏𝟓𝟒𝟕, 𝟒𝟒
Modulus Elastisitas (GPa) 𝟕𝟐𝟒, 𝟔𝟏𝟐𝟎𝟑𝟔
Kekuatan Luluh (MPa) 826,222
Kekerasan Awal (HRA) 5,25
Kekerasan Akhir (HRA) 12

50
Tiya Khairina Izzati
13717061

BAB V
ANALISIS DATA

Spesimen yang diuji pada pengujian lentur (bending) ini adalah Baja ST-37
dengan penampang persegi yang memiliki dimensi panjang rata 301 mm, lebar rata-
rata 18,73 mm, dan tinggi rata-rata 18,68 mm. Pengujian lentur ini menggunakan
metode three point bending dengan posisi pembebanan tepat ditengah batang
spesimen dengan jarak tumpuan sebesar 150 mm. Beban maksimum yang diterima
sebesar 22,4 kN. Defleksi akibat pengujian ini diukur dengan defleksiometer setiap
kenaikan beban 1 kN dan pembebanan diukur dari 1 sampai 13 kN.
Pada pengujian lentur dan kekakuan dengan material baja ST-37 digunakan
referensi [1] yaitu baja yang memiliki kadar karbon maksimal 0,2%, yang mana
ekuivalen dengan AISI 1015. Keduanya merupakan baja berkarbon rendah.
Didapatkan pada referensi [2] nilai modulus elastisitas sebesar 190-210 GPa.
Apabila dibandingkan dengan hasil percobaan yaitu 724,612 GPa, hasilnya terlalu
jauh sehingga perlu dianalisis kemungkinan yang menyebabkan jauhnya nilai
tersebut. Penentuan nilai modulus elastisitas tersebut didasarkan pada plotting data
dengan beban 1 hingga 12 kN. Hal ini disebabkan oleh jauhnya perbedaan defleksi
antara pembebanan 14 dan 15 kN karen didaerah tersebut telah terjadi deformasi
plastis sehingga tidak dimasukkan ke dalam plotting tersebut. Perbedaan hasil yang
diperoleh dengan data pada literatur disebakan oleh beberapa faktor. Pertama,
jarum pengukur defleksi memiliki laju yang sangat cepat sehingga kesalahan dalam
membaca besar defleksi yang terjadi tidak dapat ditentukan dengan tepat.
Perbedaan kondisi spesimen serta kondisi pengujian juga menjadi salah satu faktor
penyebab perbedaan nilai yang dihasilkan antara literatur dan percobaan. Seperti
terdapat bagian yang telah teroksidasi serta adanya cacat pada spesimen. Kondisi
lingkungan seperti temperatur dan tekanan udara juga dapat mempengaruhi hasil
percobaan yang diperoleh. Perbedaan yang cukup signifikan ini juga mungkin
disebabkan oleh perbedaan komposisi yang terdapat pada ST-37 dan AISI 1015.
Saat pengujian terlihat bahwa lapisan terluar dari material di bagian yang
diberikan beban bending terkelupas sedikit demi sedikit hal ini terjadi karena

51
adanya pertambahan panjang dari material yang mengalami pembebanan tarik dan
adanya pengerutan pada sisi yang berlawanan, hal ini dikarenakan adanya gaya
tekan pada daerah tersebut. Selain terjadi perubahan bentuk dari spesimen pada
material juga terdapat peningkatan kekerasan yaitu dari 5,25 HRA menjadi 12
HRA hal ini terjadi karena material mengalami fenomena strain hardening yaitu
pertambahan kekuatan logam untuk deformasi plastik. Penambahan kekuatan ini
terjadi karena dislokasi gerakan dalam struktur kristal dari material. Deformasi
plastis bahan disebabkan oleh slip pada bidang kristal tertentu. Dalam kristal
terdapat cacat kisi yang dinamakan dislokasi. Dengan pergerakan dislokasi pada
bidang slip yang menyebabkan deformasi dengan memerlukan tegangan yang
sangat kecil. Baja karbon rendah seperti ST-37 adalah baja yang tergolong ulet yang
tidak cocok untuk diuji bending. Hal ini disebabkan pada material ulet distribusi
tegangan normal akibat momen bending tidaklah linear sehingga sulit untuk
menentukan saat terjadi yielding. Maka dari itu, sebenarnya uji bending lebih cocok
digunakan untuk menentukan sifat-sifat mekanik dari benda getas yang tidak dapat
diuji menggunakan uji tarik karena dimungkinkan terjadi gagal terlebih dahulu
sebelum diuji
Nilai kekuatan flexural yang didapat yaitu 1547,44 MPa sedangkan pada AISI
1015 nilai kekuatan ultimate tensile-nya sebesar 385 MPa. Keduanya merupakan
tegangan normal sehingga dapat dibandingkan. Pada uji tarik akan didapatkan nilai
kekuatan ultimate tensile yang didasarkan pada tegangan normal yang terjadi.
Namun, pada uji tarik beban yang diberikan bersifat uniaxial sehingga merata pada
seluruh penampang sedangkan pada uji lentur nilai tegangan pada penampang
adalah berupa distribusi yang berupa tegangan tarik dan tekan. Pada uji lentur nilai
kekuatannya memiliki nilai yang lebih tinggi karena memang pembebanannya yang
berbeda.

52
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari pengujian di atas didapat
1. Kekuatan lentur (σ felxural)= 1547 MPa
2. Kekuatan luluh (σ yield)= 700-800 MPa (dikarenakan masing-masing
praktikan mendapat hasil yang berbeda, yang bisa dilihat di tabel hasil
akhir)
3. Menghitung modulus elastisitas (E)= 763,433 GPa

6.2 Saran
Pada saat pengujian posisi peletakan spesimen lebih diperhatikan agar tepat di
tengah, karena perbedaan penempatan akan berpengaruh pada beban yang
bekerja pada spesimen dan perhitungan (pada pengujian metode three-point
bending). Kemudian spesimen yang disamakan dimensinya dengan standar
sehingga dapat dibandingkan hasilnya.

53
DAFTAR PUSTAKA

[1] W. D. Callister, Materials Science And Engineering An Introduction, Edisi ke-


9, John wiley & Son inc..

[2] “https://www.steel-sections.com,” [Online]. Available: https://www.steel-


sections.com/steelsections/st37-2-angle-steel.html. [Diakses 16 03 2019].

[3] “https://www.azom.com,” [Online]. Available:


https://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=6579. [Diakses 16 03 2019].

[4] ASTM International, Standard Test Methods for Bend Testing of Metallic Flat
Materials, United States: ASTM International, 2013.

[5] R. Hibbeler, Mechanics of Materials, United States of America: Pearson


Prentice Hall, 8th Edition..

54
LAMPIRAN

Lampiran A Dokumentasi Gambar Spesimen

Gambar A.1 Spesimen Sebelum di Gambar A.2 Spesimen Setelah Di Uji


Uji Lentur Lentur

Gambar A.3 Spesimen Mengalami Pembebanan Saat di Uji Lentur

55
Lampiran B Data Literatur

Gambar B.2 Data Baja AISI 1045

56
Gambar B.2 Data Baja AISI 1018

Lampiran C Tugas Setelah Praktikum


Cari dan jelaskan jenis-jenis pengujian bending selain 3-point bending dan 4-point
bending.

Jawab :

Selain 3-point bending dan 4-point bending, terdapat metode lain yang dapat
digunakan untuk pengujian lentur. Metode cantilever beam dapat digunakan untuk
menguji material logam tipis yang digunakan untuk pembuatan pegas. Metode uji
lentur tidak cocok untuk material elastis nonlinear (ASTM E855-90)

Seperti pada gambar di bawah, pengujian lentur pada metode ini menggunakan
penopang sebagai tempat pemasangan spesimen. Penompang tersebut diatur pada
kemiringan tertentu sehingga spesimen mengalami defleksi sudut. Besar momen
lentur awal diukur pada defleksi sudut tersebut. Kemudian spesimen diberikan
beban tertentu sampai mengalami defleksi sudut maksimum yang diinginkan.
Setelah itu momen lentur dihilangkan sehingga didapatkan defleksi sudut
permanen. Data yang didapatkan kemudian diolah menjadi kurva tegangan dan
regangan . Tujuannya untuk menentukan besar modulus elastisitas bending dan
offset yield strength dari spesimen

57
Gambar C.1 Skema Pengujian Cantilever Beam [3]

58

Anda mungkin juga menyukai