Anda di halaman 1dari 14

1

KESEHATAN DAERAH MILITER JAYA/JAYAKARTA


RUMAH SAKIT TK. II MOH. RIDWAN MEURAKSA
Jln. Raya Taman Mini 1 Pinang Ranti Jakarta Timur
Tlp. 021-22819613 Fax. 021-22819935
Email: rumahsakit.ridwan@gmail.com

KEBIJAKAN PROGRAM NASIONAL

RUMAH SAKIT TK. II MOH. RIDWAN MEURAKSA

Jakarta, Juni 2022


2

KESEHATAN DAERAH MILITER JAYA/JAYAKARTA


RUMAH SAKIT TK. II MOH RIDWAN MEURAKSA

KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TK. II MOH RIDWAN MEURAKSA


NOMOR : Kep / / VI / 2022

TENTANG

KEBIJAKAN PROGRAM NASIONAL


RUMAH SAKIT TK. II MOH RIDWAN MEURAKSA

KEPALA RUMAH SAKIT TK. II MOH RIDWAN MEURAKSA

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia,


Pemerintah menetapkan beberapa program nasional yang menjadi
prioritas.

b. bahwa Program prioritas tersebut meliputi: menurunkan angka


kematian ibu dan bayi serta meningkatkan angka kesehatan ibu dan
bayi; menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS; menurunkan angka
3

kesakitan tuberkulosis ; pengendalian resistensi antimikroba dan


pelayanan geriatri

c. bahwa Implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik


apabila mendapat dukungan penuh dari pimpinan/direktur rumah
sakit berupa penetapan regulasi, pembentukan organisasi pengelola,
penyediaan fasilitas, sarana dan dukungan finansial untuk
mendukung pelaksanaan program.

d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu ditetapkan


Kebijakan Program Nasional RS Tk. II Moh Ridwan Meuraksa
dengan Surat Keputusan Kepala RS Tk. II Moh Ridwan Meuraksa

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang


Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2008 tentang
Informasi Publik.
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438 / MENKES / PER / IX /
2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun
2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 / MENKES / PER / VIII /
2011 tentang Keselamatan Pasien.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 / Menkes / SK / II / 2006
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
11. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1051/Menkes?SK/IX/2008
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Komprehensif 24 Jam di Rumah Sakit
4

12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2021


tentang percepatan penurunan Stunting.
13. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1, Komisi Akreditasi
Rumah Sakit tahun 2017

MEMUTUSKAN

Menetapkan : 1. Surat Keputusan Kepala RS Tk. II Moh Ridwan Meuraksa tentang


Kebijakan Program Nasional RS Tk. II Moh Ridwan Meuraksa.
2. Kebijakan Program Nasional RS Tk. II Moh Ridwan Meuraksa
sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu sebagaimana
tercantum dalam lampiran Keputusan ini.
3. Kebijakan Program Nasional RS Tk. II Moh Ridwan Meuraksa
sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua harus dijadikan acuan
dalam menyelenggarakan Program Nasional di RS Tk. II Moh
Ridwan Meuraksa .
4. Ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudian hari terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan : di Jakarta
Pada tanggal : Juni 2022
Kepala Rumkit Tk. II Moh Ridwan Meuraksa

dr. Hadi Juanda, Sp.PD


Kolonel Ckm NRP 11970021141271

KESEHATAN DAERAH MILITER JAYA/JAYAKARTA Lampiran Keputusan


5

RUMAH SAKIT TK. II MOH RIDWAN MEURAKSA Kepala RS MRM


No: Kep / 75 / XII / 2017
Tanggal 31 Desember 2017

KEBIJAKAN PROGRAM NASIONAL


DI RUMAH SAKIT TK. II MOH RIDWAN MEURAKSA

A. KEBIJAKAN UMUM
1. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, Pemerintah
menetapkan beberapa program nasional yang menjadi prioritas. Program prioritas
tersebut meliputi:

a. menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta meningkatkan angka


kesehatan ibu dan bayi

b. menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS

c. menurunkan angka kesakitan tuberkulosis

d. pengendalian resistensi antimikroba

e. pelayanan geriatri

2. Implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik apabila mendapat
dukungan penuh dari pimpinan/direktur rumah sakit berupa penetapan regulasi,
pembentukan organisasi pengelola, penyediaan fasilitas, sarana dan dukungan
finansial untuk mendukung pelaksanaan program.

B. KEBIJAKAN KHUSUS
1. Penurunan angka kematian ibu dan bayi serta peningkatan Kesehatan ibu dan bayi

a. Rumah sakit melaksanakan program PONEK 24 jam di rumah sakit beserta


monitoring dan evaluasinya.

b. Rumah sakit menyiapkan sumber daya untuk penyelenggaraan pelayanan


PONEK
6

c. Rumah sakit melaksanakan pelayanan rawat gabung, mendorong pemberian


ASI ekslusif, melaksanakan edukasi dan perawatan metode kangguru pada
bayi berat badan lahir rendah (BBLR).

d. Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan erat dengan mutu penanganan


ibu hamil dan melahirkan, maka proses antenatal care, persalinan dan
perawatan bayi harus dilakukan dalam sistem terpadu di tingkat nasional dan
regional.

e. Pelayanan obstetri dan neonatal regional merupakan upaya penyediaan


pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit dan
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di tingkat
Puskesmas.

f. Rumah Sakit PONEK 24 Jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam
pelayanan kedaruratan dalam maternal dan neonatal, yang sangat berperan
dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.

g. Kunci keberhasilan PONEK adalah ketersediaan tenaga-tenaga kesehatan


yang sesuai kompetensi, prasarana, sarana dan manajemen yang handal.

h. Rumah sakit dalam melaksanakan program PONEK sesuai dengan pedoman


PONEK yang berlaku, dengan langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut:

1) melaksanakan dan menerapkan standar pelayanan perlindungan ibu dan


bayi secara terpadu dan paripurna.

2) mengembangkan kebijakan dan SPO pelayanan sesuai dengan standar

3) meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi termasuk


kepedulian terhadap ibu dan bayi.

4) meningkatkan kesiapan rumah sakit dalam melaksanakan fungsi


pelayanan obstetrik dan neonatus termasuk pelayanan kegawat daruratan
(PONEK 24 jam)

5) meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai model dan pembina teknis


dalam pelaksanaan IMD dan pemberian ASI Eksklusif

6) meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai pusat rujukan pelayanan


kesehatan ibu dan bayi bagi sarana pelayanan kesehatan lainnya.
7

7) meningkatkan fungsi rumah sakit dalam Perawatan Metode Kangguru


(PMK) pada BBLR.

8) melaksanakan sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan program


RSSIB 10 langkah menyusui dan peningkatan kesehatan ibu

9) ada regulasi rumah sakit yang menjamin pelaksanaan PONEK 24 jam,


meliputi pula pelaksanaan rumah sakit sayang ibu dan bayi, pelayanan
ASI eksklusif (termasuk IMD), pelayanan metode kangguru, dan SPO
Pelayanan Kedokteran untuk pelayanan PONEK

10) dalam rencana strategis (Renstra), rencana kerja anggaran (RKA) rumah
sakit, termasuk upaya peningkatan pelayanan PONEK 24 jam

11) tersedia ruang pelayanan yang memenuhi persyaratan untuk PONEK


antara lain rawat gabung

12) pembentukan tim PONEK

13) tim PONEK mempunyai program kerja dan bukti pelaksanaannya

14) terselenggara pelatihan untuk meningkatan kemampuan pelayanan


PONEK 24 jam, termasuk stabilisasi sebelum dipindahkan

15) pelaksanaan rujukan sesuai peraturan perundangan

16) pelaporan dan analisis meliputi :


 angka keterlambatan operasi operasi section caesaria (SC) ( >
30 menit)
 angka keterlambatan penyediaan darah ( > 60 menit)

 angka kematian ibu dan bayi

 kejadian tidak dilakukannya inisiasi menyusui dini (IMD) pada


bayi baru lahir

2. Rumah sakit melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan


peraturan perundang-undangan.

a. Saat ini HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan terbesar yang dihadapi


oleh komunitas global

b. Saat ini, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dengan melakukan


peningkatan fungsi pelayanan kesehatan bagi orang hidup dengan
8

HIV/AIDS (ODHA). Kebijakan ini menekankan kemudahan akses bagi orang


hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) untuk mendapatkan layanan pencegahan,
pengobatan, dukungan dan perawatan, sehingga diharapkan lebih banyak
orang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) yang memperoleh pelayanan yang
berkualitas.

c. Rumah sakit dalam melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS sesuai


dengan standar pelayanan bagi rujukan orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
dan satelitnya dengan langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut:

1) meningkatkan fungsi pelayanan Voluntary Counseling and Testing


(VCT);

2) meningkatkan fungsi pelayanan Prevention Mother to Child


Transmision (PMTCT);

3) meningkatkan fungsi pelayanan Antiretroviral Therapy (ART) atau


bekerjasama dengan RS yang ditunjuk;

4) meningkatkan fungsi pelayanan Infeksi Oportunistik (IO);

5) meningkatkan fungsi pelayanan pada ODHA dengan faktor risiko


Injection Drug Use (IDU); dan

6) meningkatkan fungsi pelayanan penunjang, yang meliputi: pelayanan


gizi, laboratorium, dan radiologi, pencatatan dan pelaporan.

d. Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam menyusun rencana pelayanan


penanggulangan HIV/AIDS.

e. Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam menetapkan keseluruhan


proses/mekanisme dalam pelayanan penanggulangan HIV/AIDS termasuk
pelaporannya.

f. Terbentuk dan berfungsinya Tim HIV/AIDS rumah sakit

g. Terlaksananya pelatihan untuk meningkatkan kemampuan teknis Tim


HIV/AIDS sesuai standar.

h. Terlaksananya fungsi rujukan HIV/AIDS pada rumah sakit sesuai dengan


kebijakan yang berlaku.

i. Terlaksananya pelayanan VCT, ART, PMTCT, IO, ODHA dengan faktor


risiko IDU, penunjang sesuai dengan kebijakan
9

3. Penurunan angka kesakitan tuberkulosis

a. Rumah sakit melaksanakan program penanggulangan tuberkulosis di rumah


sakit beserta monitoring dan evaluasinya melalui kegiatan:

1) promosi kesehatan;

2) surveilans tuberkulosis;

3) pengendalian faktor risiko;

4) penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis;

5) pemberian kekebalan; dan

6) pemberian obat pencegahan.

b. Rumah sakit menyiapkan sumber daya untuk penyelenggaraan pelayanan dan


penanggulangan tuberkulosis.

c. Rumah sakit menyediakan sarana dan prasarana pelayanan tuberkulosis


sesuai peraturan perundang-undangan.

d. Rumah sakit telah melaksanakan pelayanan tuberkulosis dan upaya


pengendalian faktor risiko tuberkulosis sesuai peraturan perundang-undangan.

e. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penanggulangan tuberkolosis


berupa upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif, preventif, tanpa
mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecatatan atau
kematian, memutuskan penularan mencegah resistensi obat dan mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkan akibat tubekulosis.

f. Rumah sakit dalam melaksanakan penanggulangan tubekulosis melalui


kegiatan yang meliputi:

1) Promosi kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan


yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan penularan,
penobatan, pola hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga terjadi
perubahan sikap dan perilaku sasaran yaitu pasien dan keluarga,
pengunjung serta staf rumah sakit

2) Surveilans tuberkulosis, merupakan kegiatan memperoleh data


epidemiologi yang diperlukan dalam sistem informasi program
penanggulangan tuberkulosis, seperti pencatatan dan pelaporan
10

tuberkulosis sensitif obat, pencatatan dan pelaporan tuberkulosis


resistensi obat.

3) Pengendalian faktor risiko tuberkulosis, ditujukan untuk mencegah,


mengurangi penularan dan kejadian penyakit tuberkulosis, yang
pelaksanaannya sesuai dengan pedoman pengendalian pencegahan
infeksi tuberkulosis di rumah sakit pengendalian faktor risiko tuberkulosis,
ditujukan untuk mencegah, mengurangi penularan dan kejadian penyakit
tuberkulosis, yang pelaksanaannya sesuai dengan pedoman
pengendalian pencegahan infeksi tuberkulosis di rumah sakit

4) Penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis. Penemuan kasus


tuberkulosis dilakukan melalui pasienyang datang kerumah sakit, setelah
pemeriksaan, penegakan diagnosis, penetapan klarifikasi dan tipe pasien
tuberkulosis. Sedangkan untuk penanganan kasus dilaksanakan sesuai
tata laksana pada pedoman nasional pelayanan kedokteran tuberkulosis
dan standar lainnya sesuai dengan peraturanperundangundangan.

5) Pemberian kekebalan Pemberian kekebalan dilakukan melalui pemberian


imunisasi BCG terhadap bayi dalam upaya penurunan risiko tingkat
pemahaman tuberkulosis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6) Pemberian obat pencegahan. Pemberian obat pencegahan selama 6


(enam) bulan yang ditujukan pada anak usia dibawah 5 (lima) tahun yang
kontak erat dengan pasien tuberkulosisi aktif; orang dengan HIV dan
AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosa tuberkulosis; pupulasi tertentu
lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.

g. Kunci keberhasilan penanggulangan tuberkulosis di rumah sakit adalah


ketersediaan tenaga-tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana,
sarana dan manajemen yang handal.

h. Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam menetapkan keseluruhan


proses/mekanisme dalam program pelayanan tuberkulosis termasuk
pelaporannya.

i. Tersedia ruang pelayanan rawat jalan yang memenuhi pedoman pencegahan


dan pengendalian infeksi tuberkulosis.
11

j. Bila rumah sakit memberikan pelayanan rawat inap bagi pasien tuberkulosis
paru dewasa maka rumah sakit harus memiliki ruang rawat inap yang
memenuhi pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis.

k. Tersedia ruang pengambilan specimen sputum yang memenuhi pedoman


pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis.

l. Tersedia ruang laboratorarium tuberkulosis yang memenuhi pedoman


pencegahan dan pengendalian infeksi tuberkulosis.

4. Pengendalian resistensi antimikroba

a. Resistensi terhadap antimikroba (disingkat: resistensi antimikroba, dalam


bahasa Inggris antimicrobial resistance, AMR) telah menjadi masalah
kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak merugikan yang dapat
menurunkan mutu dan meningkatkan risiko pelayanan kesehatan khususnya
biaya dan keselamatan pasien. Yang dimaksud dengan resistensi antimikroba
adalah ketidak mampuan antimikroba membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroba sehingga penggunaannya sebagai terapi penyakit
infeksi menjadi tidak efektif lagi.

b. Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi akibat penggunaan


antimikroba yang tidak bijak dan bertanggung jawab dan penyebaran mikroba
resisten dari pasien ke lingkungannya karena tidak dilaksanakannya praktik
pengendalian dan pencegahan infeksi dengan baik.

c. Dalam rangka mengendalikan mikroba resisten di rumah sakit, perlu


dikembangkan program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit.
Pengendalian resistensi antimikroba adalah aktivitas yang ditujukan untuk
mencegah dan/atau menurunkan adanya kejadian mikroba resisten.

d. Dalam rangka pengendalian resistensi antimikroba secara luas baik di fasilitas


pelayanan kesehatan maupun di komunitas di tingkat nasional telah dibentuk
Komite Pengendalian Antimikroba yang selanjutnya disingkat KPRA oleh
Kementerian Kesehatan. Disamping itu telah ditetapkan program aksi
nasional / national action plans on antimicrobial resistance (NAP AMR) yang
didukung oleh WHO. Program pengendalian resistensi antimikroba (PPRA)
merupakan upaya pengendalian resistensi antimikroba secara terpadu dan
paripurna di fasilitas pelayanan kesehatan.
12

e. Implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik apabila mendapat
dukungan penuh dari pimpinan/direktur rumah sakit berupa penetapan regulasi
pengendalian resistensi antimikroba, pembentukan organisasi pengelola,
penyediaan fasilitas, sarana dan dukungan finansial untuk mendukung
pelaksanaan PPRA.

f. Penggunaan antimikroba secara bijak ialah penggunaan antimikroba yang


sesuai dengan penyakit infeksi dan penyebabnya dengan rejimen dosis
optimal, durasi pemberian optimal, efek samping dan dampak munculnya
mikroba resisten yang minimal pada pasien. Oleh sebab itu diagnosis dan
pemberian antimikroba harus disertai dengan upaya menemukan penyebab
infeksi dan kepekaan mikroba patogen terhadap antimikroba.

g. Penggunaan antimikroba secara bijak memerlukan regulasi dalam penerapan


dan pengendaliannya. Pimpinan rumah sakit harus membentuk komite atau tim
PPRA sesuai peraturan perundang-undangan sehingga PPRA dapat dilakukan
dengan baik.

h. Rumah sakit menyelenggarakan pengendalian resistensi antimikroba sesuai


peraturan perundang-undangan.

i. Tersedia regulasi pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit yang


meliputi:

1) Pengendalian resistensi antimikroba.

2) Panduan penggunaan antibiotik untuk terapi dan profilaksis pembedahan.

3) Organisasi pelaksana, Tim/ Komite PPRA terdiri dari tenaga kesehatan


yang kompeten dari unsur:

 Staf Medis

 Staf Keperawatan

 Staf Instalasi Farmasi

 Staf Laboratorium yang melaksanakan pelayanan mikrobiologi klinik

 Komite Farmasi dan Terapi

 Komite PPIT

 Komite Farmasi dan Terapi


13

 Komite PPI

j. Organisasi PRA dipimpin oleh staf medis yang sudah mendapat sertifikat
pelatihan PPRA. Rumah sakit menyusun program pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit terdiri dari:

1) peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf,pasien dan keluarga


tentang masalah resistensi anti mikroba;

2) pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit;

3) surveilans pola penggunaan antibiotik di rumah sakit;

4) surveilans pola resistensi antimikroba di rumah sakit

5) forum kajian penyakit infeksi terintegrasi

k. Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) melaksanakan kegiatan pengendalian


resistensi antimikroba.

l. Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) membuat laporan pelaksanaan program/


kegiatan PRA meliputi:

1) kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan tentang


pengendalian resistensi antimikroba

2) surveilans pola penggunaan antibiotik di RS (termasuklaporan


pelaksanaan pengendalian antibiotik)

3) surveilans pola resistensi antimikroba

4) forum kajian penyakit infeksi terintegrasi

m. Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) menetapkan dan melaksanakan evaluasi dan


analisis indikator mutu PPRA sesuai peraturan perundang-undangan meliputi:

1) perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik

2) perbaikan kualitas penggunaan antibiotik

3) peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan


terintegrasi

4) penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba


resisten

5) indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP


14

n. Rumah sakit melaporkan perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan penurunan


mikroba resisten sesuai indikator bakteri multi-drug resistant organism
(MDRO), antara lain: bakteri penghasil extended spectrum beta-lactamase
(ESBL), Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA), Carbapenemase
resistant enterobacteriaceae (CRE) dan bakteri pan-resisten lainnya.

5. Pelayanan Geriatri

a. Rumah sakit menyediakan pelayanan geriatri rawat jalan, rawat inap akut dan
rawat inap kronis sesuai dengan tingkat jenis pelayanan.

b. Rumah Sakit melakukan promosi dan edukasi sebagai bagian dari Pelayanan
Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital
Based Community Geriatric Service).

c. Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia dengan multi penyakit/gangguan akibat
penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan lingkungan yang
membutuhkan pelayanan kesehatan secara tepadu dengan pendekatan multi
disiplin yang bekerja sama secara interdisiplin.

d. Dengan meningkatnya sosial ekonomi dan pelayanan kesehatan maka usia


harapan hidup semakin meningkat, sehingga secara demografi terjadi
peningkatan populasi lanjut usia. Sehubungan dengan itu rumah sakit perlu
menyelenggarakan pelayanan geriatri sesuai dengan tingkat jenis pelayanan
geriatri:

1) tingkat sederhana

2) tingkat lengkap

3) tingkat sempurna

4) tingkat paripurna

Kepala Rumkit Tk. II Moh Ridwan Meuraksa

dr. Dian Andriani, SpKK, M.Biomed, MARS, FINSDV


Kolonel Ckm (K) NRP 32550

Anda mungkin juga menyukai