net/publication/334160810
CITATION READS
1 2,693
1 author:
Jusak Jusak
James Cook University Singapore
45 PUBLICATIONS 145 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Jusak Jusak on 02 July 2019.
Penulis:
JUSAK
PRAKATA
Teknologi komunikasi secara nyata telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat
Indonesia. Hal ini terutama didorong oleh pertumbuhan teknologi komunikasi yang berbasis
komunikasi selular dan Internet. Namun sayangnya di tengah persaingan bisnis komunikasi
yang demikian keras, jumlah literatur/pustaka tentang teknologi komunikasi masih sangat
terbatas terutama buku teks yang ditulis sesuai dengan kondisi di Indonesia untuk
pembelajaran baik di sekolah-sekolah maupun Universitas. Keterbatasan jumlah
literatur/pustaka ini mungkin menandakan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap teknologi
komunikasi masih rendah. Jika hal ini terus terjadi, tidak heran dikemudian hari masyarakat
Indonesia hanyalah menjadi konsumen para pemain-pemain besar teknologi komunikasi dari
luar Indonesia.
Buku ini terutama ditujukan untuk pembelajaran bagi mahasiswa tingkat II, baik bagi
mahasiswa bidang teknik elektro maupun bidang komputer sistem komputer (teknik
komputer) dan Teknik Informatika. Juga tidak tertutup kemungkinan bagi mahasiswa yang
berasal dari bidang lain membaca buku teks ini. Dalam mempelajari buku ini tidak dibutuhkan
persyaratan penguasaan matakuliah tertentu. Karena itu penurunan matematis dan konsep
komunikasi yang rumit secara sengaja dihindari tanpa mengurangi kualitas dan kedalaman
ii
pembahasan buku ini. Di samping itu pada bagian akhir dari setiap bab diberikan soal-soal
latihan untuk tujuan pengayaan materi. Pada umumnya, setelah mempelajari materi Teknik
Komunikasi Data, mahasiswa dapat melanjutkan untuk belajar tentang Jaringan Komputer dan
Manajemen Jaringan Komputer.
Dengan demikian diharapkan dengan diterbitkannya buku teks ini, penulis dapat melengkapi
literatur/pustaka buku teks tentang teknologi komunikasi yang ada di Indonesia. Akhir kata,
penulis sangat membuka diri untuk segala kritik dengan tujuan membangun ke arah perbaikan
baik buku teks ini maupun arah perkembangan tekologi komunikasi di Indonesia. Kritik dan
saran dapat dikirimkan melalui alamat e-mail penulis: jusak@stikom.edu.
iii
iv
v
vi
vii
viii
Daftar Isi
Prakata ...................................................................................................................................ii
Daftar Isi ............................................................................................................................... iv
ix
3.1. Sinyal Analog .................................................................................................... 36
3.2. Sinyal Analog Komposit ................................................................................... 40
3.3. Sinyal Digital ..................................................................................................... 41
3.4. Dekomposisi Sinyal Digital ............................................................................... 43
3.5. Sinyal dalam Domain Frekuensi........................................................................ 44
3.6. Gangguan-Gangguan Transmisi ........................................................................ 47
3.6.1. Atenuasi ................................................................................................. 49
3.6.2. Distorsi .................................................................................................. 49
3.6.3. Dearu (Noise) ........................................................................................ 50
3.7. Kapasitas Kanal ................................................................................................. 50
3.8. Parameter Ukur Unjuk Kerja ............................................................................. 52
3.9. Soal Pengayaan .................................................................................................. 53
x
Bab 6. Transmisi Sinyal Analog ...................................................................................... 109
6.1. Diagram Konstelasi ......................................................................................... 110
6.2. Modulasi Data Digital Menjadi Sinyal Analog ............................................... 113
6.2.1. Amplitude Shift Keying (ASK) ............................................................ 114
6.2.2. Frequency Shift Keying (FSK) ............................................................ 116
6.2.3. Phase Shift Keying (PSK) .................................................................... 118
6.2.4. Quadrature Amplitude Modulation (QAM) ........................................ 124
6.3. Modulasi Sinyal Analog Menjadi Sinyal Analog ............................................ 126
6.3.1. Modulasi Amplitudo (AM) .................................................................. 127
6.3.2. Modulasi Frekuensi (FM) .................................................................... 128
6.3.3. Modulasi Fasa (PM) ............................................................................ 130
6.4. Soal Pengayaan ............................................................................................... 132
xi
9.3. Pengkodean Blok Linier .................................................................................. 169
9.3.1. Deteksi dengan Bit Paritas................................................................... 169
9.3.2. Deteksi dan Koreksi dengan Kode Hamming ..................................... 172
9.4. Cyclic Redundancy Check (CRC) ................................................................... 176
9.5. Soal Pengayaan ................................................................................................ 180
xii
Pengantar
Dalam 20 tahun mendatang akan terjadi hal seperti ini: Paijo adalah seorang mahasiswa
sebuah perguruan tinggi, disela-sela waktu belajarnya yang padat ia ingin menyegarkan diri
dengan menonton bioskop. Paijo pun mulai beraksi. Dengan handphone di tangan, ia
menggunakan saluran Internet untuk mencari informasi tentang film yang sedang digelar.
Dengan handphone yang sama ia mencari lokasi gedung bioskop dengan menggunakan GPS
(Global Positioning System) yang terhubung ke satelit. Kemudian, Paijo juga melakukan
panggilan telepon untuk membeli tiket, masih dengan menggunakan handphone yang sama.
Cerita di atas adalah gambaran tentang situasi dimana jaringan komunikasi selular generasi ke-
4 atau seringkali dikenal sebagai 4G (Fourth Generation) telah diterapkan. Pada saat itu tidak
akan ada lagi batasan infrastruktur (infrastructure) dan layanan (service) yang diinginkan oleh
pengguna (users). Jadi pemakaian jaringan komunikasi nirkabel tidak lagi berorientasi pada
layanan apa yang dapat diberikan oleh network provider, melainkan berorientasi kepada
1
kendali para pengguna untuk menggunakan atau memilih layanan yang mereka inginkan (Bria,
2001).
Pertumbuhan komunikasi selular yang demikian cepat juga dibarengi oleh pertumbuhan
komunikasi Internet yang tidak kalah menarik untuk disimak. Bahkan kalau pada beberapa
tahun belakangan terdapat anggapan bahwa komunikasi selular (membawa sinyal suara) dan
komunikasi Internet (membawa data) adalah dua teknologi yang saling bersaing, dalam
konsep 4G kedua bentuk teknologi komunikasi tersebut akan mencapai titik temu. Sebenarnya
pada saat ini kita sudah dapat melihat bahwa kecenderungan perkembangan teknologi
komunikasi akan mengarah pada titik temu antara teknologi komunikasi yang membawa
sinyal suara (baik selular maupun komunikasi kabel) dan teknologi komunikasi yang
membawa data. Sebagai contoh teknologi komunikasi selular generasi ketiga (3G) sudah dapat
membawa data dengan kecepatan 384 Kbps walaupun pada awalnya teknologi ini ditujukan
untuk komunikasi suara. Contoh kedua adalah munculnya teknologi Voice over Internet
Protocol (VoIP) yang bertujuan untuk menumpangkan sinyal suara pada paket data jaringan
komunikasi Internet. Secara lebih detail, penjelasan dan penggunaan teknologi VoIP ini dapat
dilihat dalam sebuah buku yang ditulis oleh seorang pakar Teknologi Informasi di Indonesia
Bapak Onno W. Purbo (Purbo, 2007; Purbo, 2003).
Dengan demikian kita dapat melihat bahwa saat ini dan dikemudian hari teknologi komunikasi
akan menjadi sangat penting untuk industri, bisnis, pendidikan, masyarakat dan pemerintahan
di Indonesia. Yang dimaksud penting di sini berarti bahwa perangkat komunikasi akan
menjadi tulang punggung untuk menjadi pendukung berjalannya proses bisnis dan pertukaran
data serta informasi setiap hari. Aksi yang nyata dari pemerintah terhadap gelombang
perubahan ini adalah pembentukan cetak biru Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Indonesia oleh Dewan TIK Nasional yang diresmikan oleh Presiden melalui Keppres No.
20/2006. Ulasan tentang perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia akan diuraikan
secara terpisah pada bagian akhir dari ini agar pembaca dapat melihat gambaran yang lebih
detail dan menyeluruh terhadap sejarah dan arah perkembangan teknologi komunikasi (dan
informasi) di Indonesia.
2
Saat ini dan dikemudian hari teknologi komunikasi akan menjadi sangat penting untuk
industri, bisnis, pendidikan, masyarakat dan pemerintahan di Indonesia.
Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita tengok sejenak sejarah perkembangan teknologi
komunikasi satu-persatu dan secara spesifik kita akan meninjau keadaan teknologi komunikasi
di Indonesia.
1.1.Dari 1G ke 3G
Istilah 1G (first generation), 2G (second generation) dan 3G (third generation) diterapkan
untuk menandai perkembangan teknologi selular. Generasi pertama ini ditandai dengan
teknologi selular yang masih menggunakan sinyal analog untuk pengiriman dan
penerimaan suara (voice). Layanan yang dapat diberikan oleh network provider hanyalah
komunikasi suara saja. Tetapi inilah teknologi komunikasi nirkabel yang pertama kali
memberikan kenyamanan kepada pengguna untuk bergerak dari satu tempat ke tempat
lain tanpa perlu memutuskan hubungan komunikasi. Booming pertama adalah tahun 1981
pada saat AMPS (Advanced Mobile Phone Service) diluncurkan di USA. Secara
teknologi, agar sebuah sel dapat digunakan secara bersama-sama, setiap pengguna
dialokasikan pada setiap frekuensi yang berbeda dengan memanfaatkan metoda FDM
(Frequency Division Multiplexing). Sementara itu negara-negara Eropa memiliki standar
teknologi selular 1G yang berbeda-beda di setiap negara. Misalnya, negara-negara
skandinavia menggunakan standar NMT-450, United Kingdom menggunakan standar
TACS, dan Jerman Barat menggunakan standar C-Netz. Di belahan bumi timur yaitu
Jepang menggunakan standar mereka sendiri yang disebut sebagai JTACS.
Generasi pertama berevolusi dengan cepat menuju generasi kedua ditandai dengan
berubahnya teknologi analog menjadi teknologi digital berkembang sekitar awal 1990-an.
Dalam generasi kedua ini setidaknya ada beberapa standar teknologi selular yang
bermunculan dan dipakai secara luas di dunia. Misalnya, negara-negara Eropa bersama-
sama mengembangkan teknologi selular tunggal yang saat ini kita kenal sebagai GSM
(Global System for Mobile communications). Kerja bersama ini dilatarbelakangi oleh
kerumitan-kerumitan (misalnya: dioperasikan pada frekuensi yang berbeda, tidak bisa
3
roaming, tidak ada interkoneksitas antara satu dengan yang lain) akibat adanya keaneka
ragaman standar di seluruh negara Eropa pada generasi sebelumnya. Sebaliknya, di USA
berkembang berbagai macam standar seperti cdmaOne atau IS-95 (Interim Standard - 95)
yang mengadopsi teknologi militer CDMA (Code division multiple access) dan IS-136
yang mengadopsi teknologi digital TDMA (Time division multiple access) seperti halnya
teknologi GSM. Sementara itu Jepang juga membuat standar mereka sendiri yang dikenal
sebagai PDC (Pacific Digital Cellular). Dalam perkembangannya, standar GSM juga
diadopsi oleh negara-negara di luar Eropa, antara lain negara-negara Asia, Australia dan
negara-negara Amerika Selatan. Menurut GSM association, sampai akhir tahun 2004,
sebanyak 730 juta dari 1,9 miliar pelanggan telepon selular adalah pengguna GSM,
termasuk para pengguna di Indonesia. Pada generasi kedua ini, layanan yang dapat
diberikan tidak hanya layanan suara saja, melainkan juga layanan sms (short message
service).
Standarisasi generasi ketiga yang diharapkan selesai pada tahun 2000, ternyata sampai
saatnya belum juga rampung. Karena itu sebagai jembatan menuju generasi ketiga yang
masih dalam proses standarisasi, muncul generasi antara yang sering disebut sebagai 2.5
G. Perbedaan generasi antara ini dengan generasi sebelumnya adalah dari sisi peningkatan
kecepatan pengiriman data dan tambahan layanan. Dengan kecepatan yang cukup tinggi,
4
teknologi 2.5 G mampu memberikan memberikan layanan web-browsing, e-mail dan
mobile commerce melalui media komunikasi handphone. Kategori teknologi selular 2.5 G
meliputi : IS-95B, HSCSD (High Speed Circuit Switched Data), GPRS (General Packet
Radio Service) dan EDGE (Enhanced Data Rate GSM Evolution). Secara keseluruhan,
bagan evolusi teknologi selular ini terlihat dalam Gambar 1.1 di bawah.
Dalam perjalanan waktu nampaknya pengguna tidak pernah puas dengan layanan non-
multimedia saja, karena itu pada generasi ketiga (3G) nanti layanan multimedia akan
dimasukkan dalam standar yang sampai saat ini belum rampung. Tentu saja ini berarti
bahwa lebar jalur (dan kecepatan) pengiriman data juga harus ditingkatkan sampai 2-
10Mbps. Namun seperti terjadi pada generasi-generasi sebelumnya, setidaknya akan ada
dua macam standar teknologi yang secara luas digunakan. Para pengguna teknologi
CDMA di generasi kedua secara natural akan beralih ke generasi ketiga dengan teknologi
yang sama yang dikenal luas sebagai CDMA 2000. Sedangkan para pengguna teknologi
selular GSM, IS-136 dan PDC secara natural akan beralih ke generasi ketiga W-CDMA
(Wideband CDMA). Generasi ketiga teknologi komunikasi nirkabel W-CDMA tersebut
juga dikenal luas sebagai UMTS (Universal Mobile Telephone Service). Perlu dicermati,
walaupun evolusi GSM menuju generasi ketiga pada akhirnya juga menggunakan
teknologi CDMA untuk mengakomodasi kebutuhan akses bersama dalam satu sel, namun
peralihan ini dijamin tidak akan mempengaruhi kompabilitas dengan generasi-generasi
sebelumnya. Bahkan rencana implementasi 3G adalah menyamakan standar komunikasi
selular di seluruh dunia yang beroperasi pada frekuensi 2000 MHz. Rencana ini dikenal
sebagai IMT-2000 (International Mobile Telephone - 2000). Akan tetapi, seperti terlihat
dalam Gambar 1.1, keinginan ini mungkin masih jauh dari harapan mengingat komunitas
teknologi selular saat ini masih terpisah dalam 2 kelompok, yaitu GSM/IS-136/PDC dan
CDMA.
1.2.Internet
Sebelum tahun 1960 komputer-komputer mainframe yang dimiliki oleh organisasi-
organisasi penelitian di seluruh dunia masih belum terhubung satu dengan yang lain.
Komputer yang dibuat oleh perusahaan komputer yang berbeda-beda menghasilkan
5
spesifikasi yang berbeda-beda. Sehingga antara komputer satu dengan yang lain tidak
dapat saling berkomunikasi. Hal inilah yang mendorong Departemen Pertahanan Amerika
melalui Advanced Research Projects Agency (ARPA) untuk membentuk sebuah jaringan
kecil yang menghubungkan beberapa komputer. Jaringan ini disebut dengan ARPANET.
ARPANET secara resmi berjalan dan menghubungkan 4 buah Perguruan Tinggi pada
tahun 1969. Keempat Perguruan Tinggi yang terhubung ke ARPANET adalah University
of California Los Angeles (UCLA), University of California Santa Barbara (UCSB),
Standford Research Institute (SRI) dan University of Utah. Setiap Perguruan Tinggi
disebut sebagai titik (node). Jaringan ARPANET dilengkapi dengan 4 buah Interface
Message Processor (IMP) yang berada pada masing-masing titik. Dengan demikian
pertukaran data yang terjadi antar titik dilakukan melalui IMP tersebut. Gambar 1.2
menunjukkan seorang peneliti dari UCLA bernama Leonard Kleinrock yang sedang
berdiri di depan sebuah IMP.
Jaringan ARPANET yang menjadi cikal bakal Internet terus berkembang. Pada tahun
1973 ARPANET telah berhasil menghubungkan 40 titik di seluruh Amerika dan pada
tahun 1983 telah terdapat 113 titik di Amerika dan Eropa. Pada saat ini jaringan Internet
telah berkembang secara luar biasa di seluruh dunia. Pada tahun 2008 diperkirakan telah
ada lebih dari 350 juta pengguna Internet di seluruh dunia.
6
mencapai 5Mbps. Akhirnya deregulasi yang dilakukan oleh pihak Parpostel telah
membuahkan lebih dari 22 ISP memungkinkan untuk beroperasi di Indonesia (Purbo,
2000).
Gambar 1.2. Leonard Kleinrock berdiri di depan sebuah IMP (Kleinrock, 2005)
Secara garis besar terdapat dua macam standarisasi W-LAN, yaitu standar IEEE 802.11
(khususnya standar IEEE 802.11b lebih umum disebut sebagai Wi-Fi dengan kecepatan
data 11 Mbps) dan standar yang dibangun oleh negara-negara Eropa dikenal sebagai
HIPERLAN (High Performance Radio Local Area Network). Hiperlan Type 1 memiliki
7
kecepatan 20Mbps, sedangkan Hiperlan Type 2 akan memiliki kecepatan sampai 54 Mbps
jika standarnya disetujui.
Saat ini terdapat kecenderungan untuk menggunakan Internet dengan Internet Protocol
(IP) nya sebagai tulang punggung komunikasi. Bahkan teknologi komunikasi selular
sekalipun menunjukkan kecenderungan akan mengadopsi teknologi Internet ke dalam
standar mereka, misalnya GPRS dan UMTS. Trend ini menunjukkan bahwa Internet
protocol akan menjadi bahasa standar bagi komunikasi bergerak menggantikan teknologi
komunikasi selular sebelumnya. Dengan demikian dapat diprediksikan bahwa generasi ke
empat teknologi komunikasi akan sepenuhnya mengadopsi teknologi Internet ini.
1.4.Konsep tentang 4G
Seperti dijelaskan di atas, peningkatan generasi teknologi komunikasi selular dari 1G ke
3G dimotivasi oleh kebutuhan akan pengiriman data dengan kecepatan tinggi, karena itu
peralihan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara garis besar ditandai oleh
peningkatan kecepatan data. Sementara itu, konsep tentang 4G nantinya diharapkan tidak
hanya berurusan dengan masalah bagaimana meningkatkan kecepatan transfer data saja,
melainkan juga hal-hal sebagai berikut:
i. Mengintegrasikan semua sistem komunikasi nirkabel di seluruh dunia (komunikasi
satelit, komunikasi selular, dan komunikasi LAN) menjadi satu sistem saja. Selain itu,
sistem komunikasi bergerak ini juga diharapkan mampu berkomunikasi dengan sistem
komunikasi tetap, misalnya: dengan telepon kabel.
ii. Layanan (services) yang berorientasi pada pengguna, bukan pada provider. Dengan
demikian, provider sistem komunikasi 4G nantinya harus mampu menyediakan semua
layanan yang ada, misalnya: audio, video, text (sms) dan data spatial. Terserah kepada
pengguna untuk memilih layanan mana yang sedang diperlukan pada saat itu.
iii. Memiliki kemampuan inteligen untuk memilih jaringan yang paling efektif dengan
cara memilah tipe data dan lalulintas jaringan yang tersedia.
iv. Sepenuhnya berbasis IP, dengan demikian 4G adalah representasi dari wireless
Internet.
8
Sampai saat ini, peralihan dari 3G menuju ke 4G memang masih dalam bentuk visi dan
wacana. Jangankan aplikasi, standarisasi 4G saja masih belum dimulai. Beberapa kendala
yang nantinya akan berpengaruh terhadap perjalanan menuju ke 4G dapat disarikan
sebagai berikut:
i. Keamanan jaringan akan menjadi isue yang sangat penting dalam sistem komunikasi
4G. Karena sistem ini merupakan gabungan dari beberapa sistem yang sangat
heterogen secara standar, penjaminan keamanan pengiriman data dari satu devise ke
devise lain sangatlah penting.
ii. Tidaklah mudah menggabungkan berbagai macam standar ke dalam satu macam
standar yang disetujui dan dapat dipakai bersama, karena seringkali penentuan standar
sangat berkaitan dengan kepentingan politik dan bisnis (aspek non teknis).
iii. Perlu diingat bahwa sistem komunikasi 4G akan dibangun di atas jaringan komunikasi
yang sudah ada. Karena itu sistem yang baru harus mampu mengakomodasi perbedaan
standar infrastruktur, perbedaan frekuensi radio dan juga perbedaan layanan
komunikasi.
9
‘software house’ dalam skala kecil dan menengah yang bermunculan. Masyarakat ternyata
juga semakin akrab dengan istilah warnet. Menurut data yang dikeluarkan Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), sampai tahun 2005 diperkirakan telah ada
sebanyak 16 juta pelanggan Internet di Indonesia (Jusak, 2007). Lihat Gambar 1.3.
16
Pelanggan Internet
14 Pemakai Internet
12
Jumlah (dalam juta)
10
0
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
10
120
Pelanggan Seluler
Pelanggan Tel. Tetap
100
60
40
20
0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
Tahun
Dalam rangka melakukan antisipasi terhadap gelombang perubahan yang dibawa oleh
teknologi informasi dan komunikasi tersebut, pemerintah telah membentuk sebuah Dewan
Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional disingkat dengan nama DeTIKNas sesuai
dengan Kepres no 20 Tahun 2006. DeTIKNas mendapat mandat untuk melakukan tugas-
tugas sebagai berikut:
• Merumuskan kebijakan umum dan arahan strategis pembangunan nasional, melalui
pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK);
• Melakukan pengkajian dalam menetapkan langkah-langkah penyelesaian permasalahan
strategis yang timbul dalam rangka pengembangan TIK;
• Melakukan koordinasi nasional dengan instansi pemerintah pusat/daerah, BUMN/D,
dunia usaha, lembaga profesional dan komunitas TIK, serta masyarakat pada umumnya
dalam rangka pengembangan TIK;
• Memberikan persetujuan atas pelaksanaan program TIK yang bersifat lintas
departemen agar efektif dan efisien.
11
Education, E-Budgeting, National Single Window, National Identity Number, Palapa
Ring, Legal Software (Detiknas, 2006).
12
• Legal Software merupakan program yang mengupayakan terciptanya penggunaan
perangkat lunak legal di instansi pemerintah dan non pemerintah dengan pilihan utama
Open Source Software (OSS). Adanya legalisasi software merupakan komitmen
pemerintah untuk menegakkan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Dengan
demikian, citra bangsa Indonesia di mata dunia Internasional akan meningkat.
Melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada tahun 2006 telah membangun suatu
jaringan komputer antar perguruan tinggi dengan nama INHERENT. Tujuan dan fungsi
utama jaringan ini adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia
melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menunjang
kegiatan tridarma serta pengelolaan perguruan tinggi.
Sementara itu Jardiknas adalah program pengembangan infrastruktur jaringan online skala
nasional (National Wide Area Network) yang dibangun oleh Departemen Pendidikan
Nasional (DEPDIKNAS) Pemerintah Republik Indonesia untuk menghubungkan antar
institusi dan komunitas pendidikan se-Indonesia. Jardiknas merupakan salah satu program
strategis pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk dunia Pendidikan di
Indonesia. Melalui infrastruktur jaringan online (Jardiknas) diharapkan dapat
mempercepat pengembangan integrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi pada
program pemerintah sektor pendidikan untuk kemajuan Pendidikan Indonesia saat ini dan
di masa depan. Walaupun nampaknya INHERENT dan Jardiknas adalah dua program
yang terpisah, namun kedepan diharapkan bahwa INHERENT dapat tergabung ke
Jardiknas sehingga seluruh institusi pendidikan (pendidikan tinggi, pendidikan menengah
dan dasar) dapat tergabung dalam sebuah jaringan nasional.
13
1.6.Struktur Buku
Buku Teknik Komunikasi Data Modern ini terbagi atas 10 buah bab. Pembahasan dimulai
dari dasar-dasar komunikasi data, sampai kepada teknik-teknik komunikasi yang
digunakan pada perangkat-perangkat komunikasi saat ini. Pembaca dapat mengikuti
rentetan setiap bab dengan menggunakan diagram alir yang diilustrasikan dalam Gambar
1.5. Namun disarankan untuk mengikuti alur seperti yang ditunjukkan dalam gambar. Bab
1,2 dan 3 harus dipelajari dan dipahami terlebih dahulu sebelum melangkah ke bab-bab
berikutnya. Setelah menyelesaikan Bab 4, pembaca dapat memilih untuk mempelajari Bab
5 atau Bab 6. Selanjutnya, setelah selesai dengan bab 4, pembaca dapat memilih
mempelajari Bab 7 atau Bab 9. Bab 7 harus diselesaikan sebelum memperlajari Bab 8,
dan Bab 10 harus diselesaikan sebelum memperlajari Bab 10.
14
Protokol Dan Standar
Tujuan utama dari komunikasi data adalah mengirimkan data dan informasi dari suatu
sumber ke tujuan tanpa mengalami kesalahan. Definisi tentang tujuan komunikasi data
tersebut walaupun sederhana namun mengandung implikasi yang sangat luas.
Kata “mengirimkan” dalam komunikasi data seringkali disebut dengan istilah standar
“transmisi”. Karena itu dalam proses komunikasi pasti akan terjadi proses transmisi data.
Proses transmisi data itu sendiri melibatkan banyak aspek, antara lain:
• Bagaimana cara mentransmisikan data agar di dalam data itu sendiri terdapat
kemampuan untuk mempertahankan diri dari faktor pelemahan sinyal, faktor
gangguan-gangguan ekternal (noise), terjadinya tumpukan data satu dengan yang lain,
faktor kontinuitas pengiriman data?
• Bagaimana kontribusi dari pengirim (transmitter) agar kesalahan penerjemahan data di
sisi penerima (receiver) dapat dikurangi?
• Bagaimana karakteristik dari media yang akan digunakan untuk mengirimkan data?
15
• Apabila terdapat beberapa terminal sebagai kandidat penerima data, bagaimana agar
data dapat benar-benar sampai di alamat tujuan seperti yang diinginkan oleh pengirim
(tidak salah alamat)?
Dari uraian di atas, kita dapat melihat bahwa untuk proses “transmisi” saja menuntut
adanya cara-cara atau teknologi yang cukup kompleks. Bertahun-tahun lamanya manusia
telah mempelajari dan melakukan riset terhadap proses transmisi ini dengan satu tujuan
untuk menghasilkan kualitas data dan informasi yang baik di sisi penerima.
Tujuan utama dari komunikasi data adalah mengirimkan data dan informasi dari
suatu sumber ke tujuan tanpa mengalami kesalahan.
Dari kedua kata kunci yang telah diurai dalam penjelasan terdahulu, kita dapat melihat
bahwa secara implisit sumber dan tujuan harus mengandung teknologi yang berkualitas
agar proses komunikasi data dapat berlangsung dengan baik.
Terakhir adalah uraian tentang kata “tanpa mengalami kesalahan” pada definisi tentang
komunikasi data. Kata ini berarti bahwa data dan informasi yang diterima harus dapat
diestimasi, diterjemahkan dengan baik oleh penerima sehingga data tersebut dengan
keyakinan yang cukup dapat dianggap sebagai representasi dari data yang dikirimkan
dengan tingkat kesalahan sekecil mungkin atau tidak ada kesalahan sama sekali. Karena
itu dalam teknik komunikasi data harus mencakup juga kemampuan untuk mendeteksi
16
jika terjadi kesalahan. Setelah itu tindakan apa yang harus dilakukan apabila kesalahan
telah terdeteksi?
Hal-hal di atas secara ringkas berarti bahwa teknik komunikasi data adalah rangkaian
perangkat keras dan perangkat lunak yang di dalamnya mengandung aturan dan standar
yang disetujui oleh semua pihak agar data dan informasi dapat dikirimkan dan diterima
dengan benar.
Dalam paragraf di atas, terdapat kebutuhan bahwa aturan dan standar harus disetujui oleh
pihak. Hal ini terjadi karena mungkin saja sisi pengirim dan penerima merupakan sistem
dan teknologi yang berbeda-beda. Teknik komunikasi data harus dapat menjamin agar
sistem yang berbeda-beda tersebut tetap dapat melakukan komunikasi. Karena itu aturan
dan standar harus disepakati bersama. Sebagai contoh, orang Indonesia berbahasa
Indonesia, orang India berbahasa Hindi. Apabila keduanya dipertemukan tanpa
persetujuan penggunaan bahasa maka tidak akan terjadi proses komunikasi. Akan tetapi
apabila kedua pihak telah setuju menggunakan bahasa yang sama yang diketahui oleh
kedua belah pihak, misalnya bahasa Inggris, maka barulah komunikasi terjadi.
2.1.Protokol
Dalam teknik komunikasi data, aturan atau rule disebut dengan istilah protokol. Protokol
adalah seperangkat aturan yang mengendalikan proses komunikasi data. Protokol ini
menentukan apa yang akan dikirimkan, bagaimana cara mengirimkan data dan kapan
mengirimkan data. Terdapat tiga elemen utama di dalam protokol agar tugas yang
dibebankan dapat terlaksana dengan baik, yaitu (Forouzan, 2007):
• Sintaks, berkaitan dengan format dan struktur dari data. Seperti akan terlihat dalam
seluruh bab dalam buku ini, format dan struktur dari data akan berbeda-beda untuk
setiap protokol yang digunakan. Misalnya, pada komunikasi serial asinkronos data
yang dikirimkan akan memiliki struktur 1 bit awal, 1 bit paritas, 7 bit data itu sendiri
dan 2 bit bit berhenti. Struktur tersebut di atas tidak akan berlaku untuk protokol yang
berbeda.
17
• Semantik, berkaitan dengan interpretasi arti dan makna dari setiap seksi dari deretan
bit. Misalnya, deretan bit yang mengandung informasi alamat harus dapat ditentukan
dengan sendirinya apakah alamat yang dimaksud adalah alamat routing atau alamat
dari sebuah terminal akhir.
• Pewaktuan, berkaitan dengan dua hal yaitu: kapan data siap untuk dikirimkan dan
berapa cepat data tersebut ditransmisikan. Pewaktuan di sisi pengirim harus sinkron
dengan pewaktuan di sisi penerima agar tidak terjadi kesalahan pembacaan data. Proses
ini dalam komunikasi data dikenal dengan istilah sinkronisasi.
Untuk memperjelas pengertian protokol dalam komunikasi data marilah kita perhatikan
ilustrasi dalam Gambar 2.1.
Dalam Gambar 2.1, seorang di sebelah kanan ingin bertanya tentang waktu saat ini kepada
seseorang di sebelah kiri. Perhatikan bahwa untuk bertanya tentang jam saat ini terdapat
18
aturan tidak tertulis bahwa seseorang harus menyapa terlebih dahulu. Setelah itu barulah
si penanya menyatakan maksud yang sesungguhnya bahwa ia ingin mengetahui jam saat
ini. Orang di sisi sebelah kiri hanya akan memberikan jawaban apabila ia dapat
menginterpretasikan pertanyaan orang di sebelah kanan dengan benar. Dalam
pembicaraan di atas juga terlihat bahwa penanya dan penjawab harus bergantian di dalam
melakukan komunikasi, jika tidak demikian maka tidak akan terjadi komunikasi yang
baik.
Contoh dalam Gambar 2.1 tersebut menggambarkan dengan baik konsep protokol yang
ada di dalam komunikasi data. Jadi pada dasarnya, konsep komunikasi data mirip dengan
konsep komunikasi yang telah dikenal lama oleh manusia.
2.2.Protokol Berlapis
Seperti kita lihat dalam penjelasan sub-bab 2.1. bahwa proses mengirimkan data
merupakan rangkaian proses yang panjang dan kompleks. Kita telah melihat bahwa
banyak hal terkait dalam komunikasi data, antara lain aplikasi dan protokol, berbagai
macam tipe peralatan komunikasi, media komunikasi, pengalamatan, dsb. Karena itu akan
sangat memudahkan apabila kita dapat membagi atau memilah-milah keseluruhan tugas
mengirimkan data ini ke dalam lapisan-lapisan tugas. Setiap lapis memiliki tugas dan
fungsi yang khusus. Akan tetapi lapis satu dan lapis yang lain harus dapat bekerja saling
mendukung satu dengan yang lain.
19
Konsep tentang protokol berlapis semacam ini sebenarnya telah ada dalam kehidupan
sekitar kita sehari-hari. Mari kita mengambil contoh proses pengiriman surat sebagai
analogi. Perhatikan Gambar 2.2.
Proses pengiriman surat dimulai dari proses menuliskan ide atau informasi ke dalam surat.
Jadi surat mengandung informasi yang akan dikirimkan. Lalu kertas surat tersebut
dibungkus oleh sebuah amplop agar isi surat aman dan terlindungi pada saat dikirimkan.
Tidak lupa, alamat juga harus ditambahkan pada amplop surat. Tanpa adanya alamat
tujuan, surat tidak akan sampai di tempat tujuan. Walaupun tidak ada keharusan namun
sebaiknya alamat pengirim juga ditambahkan, supaya apabila terjadi bahwa surat tersebut
tidak sampai ke alamat tujuan, maka surat tersebut dapat dikirimkan kembali kepada si
pengirim. Selanjutnya surat kita masukkan ke kantor pos (melalui bis surat). Kantor pos
membubuhi stempel dan melakukan validasi. Kantor pos juga melakukan pengepakan
sesuai dengan kota tujuan surat. Surat siap untuk dikirimkan.
Kita misalkan alamat tujuan berada pada kota yang berbeda dari alamat pengirim. Tentu
saja kantor pos asal tidak akan langsung mengirimkan surat tersebut kepada seorang
penerima di kota yang berlainan. Kantor pos asal akan mengirimkan surat tersebut kepada
kantor pos lain yang berada pada kota yang sama dengan alamat tujuan. Maka sekarang
tugas untuk mengirimkan surat ke alamat tujuan menjadi tanggung jawab kantor pos di
kota di mana alamat tujuan dalam surat berada.
Setelah surat sampai kepada penerima, maka penerima akan membuka surat dan
selanjutnya mengambil (membaca) informasi yang ada di dalamnya. Dengan demikian
informasi yang dikirimkan oleh pengirim sampai ke penerima dengan baik melalui proses
komunikasi yang panjang dan kompleks.
20
Berdasarkan analogi di atas kita dapat menarik beberapa pelajaran tentang protokol
berlapis:
• Proses pengiriman informasi dipilah-pilah ke dalam beberapa lapis tugas, yaitu: menulis
surat, memberi amplop, mengirim ke kantor pos, dan seterusnya.
• Setiap lapis tugas memiliki aturan (protokol) sendiri. Misalnya aturan dalam menulis
surat tidak sama dengan aturan membungkus surat.
• Terdapat proses membungkus/enkapsulasi (encapsulation) informasi dengan tujuan
untuk melindungi informasi yang ada dalam surat agar tidak hilang, rusak dan cacat.
• Tanpa melalui proses pembungkusan surat informasi tidak bisa dikirimkan. Demikian
pula tanpa melalui kantor pos informasi juga tidak akan sampai. Hal ini berarti bahwa
sekalipun masing-masing lapis memiliki tugas dan aturan sendiri, tetapi antara lapis
satu dengan lapis yang lain tidak berdiri sendiri, melainkan saling mendukung.
• Di sisi penerima, proses yang terjadi adalah kebalikan dari proses pengiriman.
Perhatikan tanda panah yang menunjukkan gerakan informasi dari pengirim menuju ke
penerima dalam Gambar 2.2.
• Terdapat hirarki yang jelas antara lapis tugas satu dengan yang lain. Misalnya, sebelum
dibungkus informasi harus ditulis terlebih dahulu, sebelum di kirim ke kantor pos surat
harus dimasukkan dalam amplop dan diberi alamat terlebih dahulu, dan seterusnya.
Pada sub-bab 2.3 kita akan melihat bahwa analogi pengiriman surat ini mirip sekali dengan
proses yang terjadi pada komunikasi data. Tetapi mengapa harus menggunakan model
protokol berlapis? Ada banyak alasan yang akan dijelaskan sebagai berikut:
• Dengan adanya protokol berlapis, pekerjaan dalam menangani komunikasi data dapat
dipilah-pilah ke dalam beberapa tugas. Proses pemilahan ini memudahkan kita untuk
melakukan identifikasi fungsi masing-masing lapis. Selain itu dengan cara seperti ini,
tugas komunikasi data yang kompleks dan besar telah disederhanakan ke dalam modul-
modul sederhana dan kecil yang saling berhubungan.
• Memudahkan proses standarisasi protokol, perangkat lunak dan perangkat keras.
Dengan demikian inter-operabilitas antara peralatan satu dengan yang lain dapat dijaga.
• Memudahkan proses belajar mengajar. Dengan adanya pemilahan semacam ini
memudahkan kita pada saat mempelajari seluruh proses dalam komunikasi data.
21
Identifikasi terhadap fungsi yang menyertai seluruh proses komunikasi data dapat
dilakukan sendiri-sendiri sesuai dengan lapis di mana fungsi tersebut berada.
2.3.Standar
Bagi anda yang baru pertama kali mempelajari teknik komunikasi data, mungkin
pemahaman tentang makna protokol berlapis seperti dijelaskan dalam sub-bab 2.2 masih
belum sepenuhnya dapat dipahami. Jangan kuatir. Karena dalam sub-bab ini kita akan
mempelajari model protokol berlapis yang telah distandarkan secara internasional. Bukan
saja telah distandarkan tetapi juga telah diimplementasikan dengan baik. Standar semacam
ini perlu untuk menjaga inter-operabilitas antar peralatan yang dibuat oleh pabrik yang
berbeda-beda. Standar berfungsi sebagai acuan bagi siapa saja yang akan merancang
perangkat keras, perangkat lunak dan protokol komunikasi data. Jika tidak demikian,
setiap pabrik akan membuat perangkat sesuai dengan spesifikasi sendiri, akibatnya tidak
22
terjadi inter-operabilitas apabila dihubungkan dengan perangkat komunikasi yang dibuat
oleh perusahaan lain.
Terdapat dua macam model standar yang dipakai secara luas untuk komunikasi data pada
saat ini, yaitu model Open System Interconnection (OSI) dan model TCP/IP yang telah
menjadi standar defacto Internet. Mari kita urai satu-persatu.
Pada analogi mengirim surat dalam sub-bab 2.2 kita melihat terdapat 3 lapis proses
untuk menjamin berlangsungnya komunikasi. Berbeda dengan analogi mengirim
surat, model OSI menetapkan 7 lapis proses, yaitu Application layer, Presentation
layer, Session layer, Transport layer, Network layer, Data-link layer dan Physical
layer. Ketujuh lapis ini berada dalam susunan hirarkis. Karena itu antara lapis satu
dengan yang lain tidak boleh dibolak-balik. Seringkali lapis yang terbawah
(physical layer) disebut sebagai lapis pertama, sedangkan lapis teratas (application
layer) disebut sebagai lapis ketujuh. Susunan ketujuh lapis model OSI dapat dilihat
dalam Gambar 2.3.
23
Sekarang tentu timbul pertanyaan dalam benak pembaca, apa fungsi dan kontribusi
dari masing-masing lapis tersebut? Mengapa harus 7 lapis?
Fungsi dari masing-masing lapis akan dijelaskan dalam bagian ini. Kita awali
dengan penjelasan dari Application layer terlebih dahulu karena lapis ini yang
terdekat dengan pengguna (user).
Application Layer
Lapis ini memungkinkan pengguna melakukan akses terhadap jaringan komunikasi
melalui aplikasi antar muka (interface), misalnya: aplikasi mail browser
memungkinkan pengguna menulis, membaca, mengambil, mengirim serta
mengorganisasi pesan. Contoh aplikasi antar muka yang lain, antara lain: akses file
24
dan direktori secara remote, akses informasi melalui web, akses database dan
berbagai layanan jaringan komunikasi yang lain.
Presentation Layer
Lapis ini memiliki fungsi khusus yang berkaitan dengan translasi informasi di
antara dua buah sistem, melakukan proses enkripsi untuk data-data yang penting
dan melakukan proses kompresi dengan satu tujuan untuk memperkecil jumlah bit
yang akan dikirimkan melalui jaringan komunikasi. Proses translasi informasi
dibutuhkan karena setiap sistem mungkin memiliki cara yang berbeda untuk
mengkodekan (encode) informasi dari karakter atau bilangan menjadi data dalam
bentuk bit. Karena itu lapis ini bertugas untuk menjamin adanya inter-operabilitas
di antara sistem-sistem yang memiliki metode encoding berbeda.
Session Layer
Lapis ini melakukan kendali terhadap percakapan (dialog control) yang terjadi di
antara dua buah sistem. Model dialog yang mungkin dilakukan adalah: simplex,
half-duplex dan full-duplex. Perbedaan dari ketiganya ditunjukkan dalam Gambar
2.4. Tugas kedua dari lapis ini adalah melakukan proses sinkronisasi pengiriman
dan penerimaan data agar tidak terjadi kesalahan pembacaan data di sisi penerima.
Transport Layer
Transport layer merupakan lapis yang menangani proses komunikasi dari titik ke
titik yang sebenarnya. Bandingkan dengan tiga lapis teratas (application,
presentation, session) yang hanya menangani proses pemformatan data, pengaturan
data dan pengaturan persiapan komunikasi.
Pesan (message) yang diterima oleh tranport layer akan dipecah-pecah ke dalam
segmen-segmen kecil dengan ukuran sesuai dengan yang disyaratkan oleh
protokol. Proses dikenal dengan istilah segmentation. Lalu data dalam bentuk
segmen-segmen itulah dikirimkan. Tentunya di sisi penerima akan ada proses
sebaliknya untuk menggabungkan kembali rangkaian segmen tersebut. Proses
25
penggabungan ini dikenal sebagai reassembly. Dengan adanya error control dan
flow control pada lapis ini, tranport layer menjamin bahwa setiap segmen dari
pesan akan tiba di tempat tujuan dengan benar dan berurutan. Error control
mendeteksi adanya kesalahan dan melakukan aksi untuk memperbaiki kesalahan
tersebut, sedangkan flow control menjamin sinkronisasi pengiriman segmen antara
sisi pengirim dan penerima, agar tidak terjadi penumpukan data di sisi penerima.
Network Layer
Network layer bertanggung jawab untuk pengiriman paket data dari alamat sumber
ke alamat tujuan. Termasuk di dalamnya adalah mengatur rute perjalanan masing-
masing paket melintasi jaringan komunikasi. Proses ini dikenal dengan nama
routing. Berbeda dengan transport layer yang melihat pesan sebagai satu kesatuan
utuh, network layer memperlakukan setiap paket secara terpisah. Karena setiap
paket telah dilengkapi dengan alamat sumber dan alamat tujuan, maka network
layer menjamin agar masing-masing paket sampai di tempat tujuan dengan benar.
26
Data-link Layer
Di dalam proses komunikasi data sangat mungkin sekali terdapat berbagai macam
peralatan yang membentuk sebuah jaringan komunikasi di antara titik sumber dan
titik tujuan. Titik-titik lain yang berada di tengah-tengah di atanra titik sumber dan
titik tujuan ini kita sebut dengan istilah intermediate node. Tugas utama dari data-
link layer adalah menghantarkan data dalam bentuk frame-frame kecil dari dari
titik sumber ke intermediate node, atau dari intermediate node ke intermediate
node, atau dari intermediate node ke titik tujuan. Dengan kata lain data-link layer
hanya bertanggung jawab untuk menghantar frame dalam satu hop saja. Lihat
Gambar 2.5. Hop satu dengan hop yang lain dimungkinkan memiliki protokol yang
berbeda. Dalam proses pengiriman data dari hop ke hop, data link juga akan
melakukan error control, flow control dan access control. Tugas dari error control
dan flow control pada data-link layer mirip dengan tugas error control dan flow
control pada transport layer. Perbedaan di antara keduanya jelas. Transport layer
menangani pengiriman dari titik sumber ke tujuan, sedangkan data-link menangani
pengiriman dari hop ke hop. Lihat Gambar 2.5. Sedangkan access-control
menjamin agar media komunikasi dapat digunakan bersama-sama oleh beberapa
terminal yang terhubung dalam sebuah jaringan komunikasi.
Physical Layer
Lapis ini bertanggung jawab untuk membawa bit-bit data melalui media tranmisi.
Karena itu physical layer bertanggung jawab menentukan spesifikasi perangkat
keras, seperti: representasi bit dalam bentuk tegangan listrik, antar-muka
(interface) perangkat komunikasi, jenis dan karakteristik media transmisi, topologi
jaringan komunikasi, konfigurasi jaringan komunikasi, spesifikasi peralatan dengan
kelajuan pengiriman data (data rate) tertentu, dan hal-hal lain yang terkait media
komunikasi secara fisik.
27
(Transport layer)
(Data-link layer)
Mirip dengan analogi tentang pengiriman surat yang telah dibahas dalam sub-bab
2.2. Sebelum pesan benar-benar siap dikirimkan, dimulai dari application layer
pada sisi pengirim, pesan tersebut mengalami penambahan header (disimbolkan
dengan notasi H1, H2, H3, ... dalam Gambar 2.6, hanya data-link layer yang
mengalami penambahan trailer, T2) pada setiap lapis yang di laluinya. Proses
penambahan header dikenal dengan istilah pembungkusan/enkapsulasi
(encapsulation). Pada analogi pengiriman surat, pesan dibungkus ke dalam amplop
terlebih dahulu. Data bersama-sama dengan header yang menyertainya disebut
28
dengan nama Protocol Data Unit (PDU). Secara khusus PDU pada transport layer
disebut dengan segmen, PDU pada network layer disebut dengan paket, sedang
PDU pada data-link layer disebut dengan frame. Pada sisi pengirim, pesan akan
bergerak dari application layer menuju ke physical layer, dimana data dialirkan ke
dalam media tranmisi dalam bentuk bit.
Pengirim Penerima
Pesan Pesan
H7 Application Application H7
H6 Presentation Presentation H6
H5 Session Session H5
H4 Transport Transport H4
segmen segmen
H3 Network Network H3
paket paket
H2 T3 Data-link Data-link H2 T3
frame frame
H1 Physical Physical H1
bit bit
Media Transmisi
Pesan yang telah terbungkus dan telah direpresentasikan dalam bentuk deretan bit
dikirimkan melalui media transmisi. Pesan tersebut mungkin akan melewati
berbagai macam intermediate node sebelum tiba di bagian akhir di sisi penerima.
Dalam analogi pengiriman surat kita, sama dengan surat yang melewati berbagai
rute dan intermediate kantor pos sebelum surat tersebut sampai di kantor pos akhir.
Pada sisi penerima, header dan trailer dibaca kemudian dibuang oleh setiap lapis.
Sehingga pada application layer di sisi penerima hanya tinggal pesan yang
selanjutnya dipresenasikan kepada pengguna. Dengan analogi pengiriman surat,
pada sisi penerima amplop dibuang agar penerima surat dapat membaca pesan
yang dikirimkan.
29
Di dalam benak pembaca pasti ada pertanyaan lagi: apa fungsi dari header dan
trailer? Jawabannya mudah jika fungsi setiap lapis telah dipahami. Header dan
trailer tidak lain berisi informasi tertentu agar setiap lapis dapat menjalankan
tanggungjawabnya dengan baik. Sebagai contoh, pada transport layer, header (H4)
mengandung informasi tentang urutan segmen, bit-bit kontrol apabila terjadi
kesalahan, bit-bit kontrol agar tidak terjadi penumpukan data di sisi penerima.
Bandingkan sekarang dengan fungsi transport layer dalam sub-bab 2.3.1. Sama
khan? Sementara itu, Header pada network layer (H3) mengandung informasi
tentang alamat sumber, alamat tujuan, dan informasi rute dari paket data. Sama
juga dengan fungsi network layer yang telah dibahas. Dengan cara yang sama
fungsi dari header-header yang lain dapat dipahami sebagai representasi dari fungsi
masing-masing lapis.
30
Padanan antara model OSI dan model TCP/IP dapat dilihat dalam Gambar 2.7.
Seperti terlihat dalam gambar, model TCP/IP menggabungkan fungsi application,
presentation dan session layer ke dalam satu lapis application layer. Sedangkan
fungsi data-link dan physical layer digabungkan ke dalam satu lapis dengan nama
network access layer.
Fungsi dari masing-masing lapis pada model TCP/IP sama persis dengan fungsi
dari masing-masing lapis dalam model OSI. Perbedaan di antara keduanya telah
dijelaskan di atas bahwa fungsi dari setiap lapis dalam model TCP/IP telah
diimplementasikan dalam bentuk protokol. Protokol pada setiap lapis dalam model
TCP/IP dapat dilihat dalam Gambar 2.8.
Application
Presentation Application
Session
Transport Transport
Network Network
Data-link
Network
Access
Physical
Application layer merupakan lapis yang memiliki jumlah protokol paling banyak.
HyperText Transfer Protocol (HTTP) adalah protokol untuk akses web, File
Transfer Protocol (FTP) adalah protokol untuk meletakkan dan mengambil file
dari server, Simple Mail Transfer Protocol (SMTP) adalah protokol yang
digunakan untuk mengirimkan e-mail, Domain Name System (DNS) adalah
31
protokol untuk mentransalasi dari alamat url ke alamat IP dan sebaliknya, Simple
Network Management Protocol (SNMP) adalah protokol untuk managemen
jaringan komunikasi. Dan protokol-protokol yang lain.
Network IP
Seperti terlihat dalam gambar, setiap protokol pada application layer pasti berjalan
di atas salah satu dari tiga protokol transport layer yang tersedia, yaitu:
Transmission Control Protocol (TCP), User Datagram Protocol (UDP) dan Stream
Control Transmission Protocol (SCTP). Bagi pembaca yang tertarik mempelajari
protokol TCP/IP lebih dalam direferensikan untuk membaca buku TCPI/IP
karangan Bp. Onno W. Purbo dkk. (Purbo, 1998)
32
terbawah pada model OSI, yaitu physical layer dan data-link layer atau network access
layer pada model TCP/IP. Sedangkan lapis-lapis yang lain merupakan bahasan dalam
materi Jaringan Komputer. Karena itu materi Komunikasi Data seharusnya menjadi
dasar bagi pembahasan tentang materi Jaringan Komputer.
Namun, hal ini tidak berarti bahwa sebagian besar Bab 2 terlalu bertele-tele tanpa ada
relevansi dengan buku ini. Pemahaman seluruh aspek komunikasi dari awal sampai akhir
penting agar pembaca mendapatkan gambaran yang mendalam dan tidak terpotong-
potong tentang jaringan komunikasi yang kompleks.
Materi komunikasi data hanya membatasi diri pada pembahasan 2 lapis yang
terbawah pada model OSI, yaitu physical layer dan data-link layer atau network
access layer pada model TCP/IP.
2.5.Soal Pengayaan
1. Sebutkan peran protokol dalam komunikasi data!
2. Mengapa standarisasi dalam komunikasi data penting? Apa yang terjadi apabila tidak
ada standarisasi?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan protokol berlapis?
4. Apa yang dimaksud dengan enkapsulasi? Mengapa proses enkapsulasi harus ada
dalam komunikasi data?
5. Apa perbedaan antara error control pada data-link layer dan error control pada
transport layer?
6. Mengapa standar TCP/IP memilih menggabungkan fungsi tiga buah lapis teratas dari
standar OSI ke dalam satu lapis application layer saja?
7. Mengapa transport layer disebut sebagai lapis terjadinya komunikasi dari titik ke titik
yang sesungguhnya?
8. Apa perbedaan utama antara tugas yang dilakukan oleh transport layer dan data-link
layer?
33
Data dan Sinyal
Dalam Bab 2 sudah dijelaskan bahwa data yang akan disalurkan melalui media transmisi
berbentuk deretan bit. Namun di dalam media transmisi (misalnya: kabel) bukanlah bit 1 dan 0
berderet-deret dari ujung kabel satu ke ujung kabel lain. Untuk dapat ditransmisikan, data
harus ditransformasikan terlebih dahulu ke dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Bit 1
dan 0 akan diwakili oleh tegangan listrik dengan nilai amplitudo yang berbeda. Sebagai contoh
bit 1 diwakili oleh tegangan 1 volt dan bit 0 diwakili oleh tegangan -1 volt. Dalam ilustrasi di
atas bit 1 dan 0 adalah data, sedangkan tegangan listrik yang melewati media transmisi adalah
sinyal. Jadi setiap data yang akan ditransmisikan harus ditransformasikan ke dalam bentuk
sinyal terlebih dahulu. Lihat Gambar 3.1. Perlu diingat bahwa bentuk sinyal tidak selalu
tegangan +1 dan -1. Dalam komunikasi data, sinyal dapat direpresentasikan dengan level
tegangan yang berbeda-beda tergantung pada spesifikasi perangkat keras.
34
Gambar 3.1. Data dan sinyal digital
Berdasarkan bentuknya, data dan sinyal dapat dibedakan ke dalam data dan sinyal analog atau
data dan sinyal digital. Suatu data atau sinyal dikatakan analog apabila amplitudo dari data
atau sinyal tersebut terus-menerus ada dalam rentang waktu tertentu (kontinyu) dan memiliki
variasi nilai amplitudo tak terbatas. Misalnya, data yang berasal dari suara (voice) tergolong
sebagai data analog. Sebaliknya data atau sinyal dikatakan digital apabila amplitudo dari data
atau sinyal terebut tidak kontinyu dan memiliki variasi nilai amplitudo yang terbatas (diskrit).
Sebagai ilustrasi perbedaan antara sinyal analog dan digital perhatikanlah Gambar 3.2.
Sinyal analog dan digital berdasarkan siklus perulangan gelombang dapat dibedakan ke dalam
dua bentuk, yaitu sinyal periodik dan sinyal tidak-periodik. Sinyal periodik akan selalu
berulang kembali setelah periode waktu tertentu terlewati. Dalam satu satuan waktu dimana
sinyal tersebut berulang disebut dengan satu periode (disimbolkan dengan T ) atau satu siklus.
Sedangkan sinyal tidak-periodik tidak menunjukkan adanya siklus tertentu sepanjang waktu.
Di dalam komunikasi data seringkali digunakan sinyal analog periodik karena sinyal semacam
itu memiliki bandwidth kecil. Namun untuk sinyal digital seringkali digunakan sinyal tidak-
periodik karena sinyal semacam itu dapat merepresentasikan data dalam jumlah yang
bervariasi.
35
1
Amplitudo
0
-1
2
Amplitudo
-1
Dalam keadaan nyata suatu sinyal analog merupakan gabungan dari beberapa
gelombang sinus yang disebut dengan sinyal komposit.
Sekarang mari kita perhatikan properti dari sebuah gelombang sinus seperti terlihat
dalam Gambar 3.3. Gelombang sinus memiliki beberapa properti penting yang akan
segera kita bahas, yaitu amplitudo, frekuensi, periode, fasa, dan panjang gelombang.
Amplitudo adalah suatu nilai yang merujuk pada ketinggian intensitas sinyal pada setiap
waktu. Intensitas sinyal yang tertinggi disebut dengan amplitudo puncak. Intensitas
36
sinyal ini berkaitan dengan jumlah energi yang dibawa oleh gelombang tersebut. Sebagai
contoh pada sinyal listrik, amplitudo diukur dengan satuan volt.
1 1λ
Amplitudo
A
0
-1
Frekuensi dinyatakan sebagai jumlah periode yang dilalui oleh satu gelombang dalam
waktu 1 detik. Dalam Gambar 3.3 terlihat bahwa dalam 1 detik gelombang melalui 2
siklus, karena itu gelombang dalam gambar 3.3 memiliki frekuensi = 2 siklus/detik (atau
2 Hertz). Frekuensi juga dapat dinyatakan sebagai jumlah perubahan per satuan waktu.
Apabila suatu sinyal memiliki jumlah perubahan banyak sekali maka kita katakan sinyal
tersebut memiliki frekuensi tinggi, sebaliknya apabila suatu sinyal memiliki jumlah
perubahan sedikit sekali maka kita katakan sinyal tersebut memiliki frekuensi rendah.
Apabila suatu sinyal berubah secara instan (tiba-tiba berubah) maka sinyal tersebut
memiliki frekuensi tak terhingga. Apabila suatu sinyal tidak berubah sama sekali maka
sinyal tersebut memiliki frekuensi nol. Misalnya, sinyal direct current (DC) yang
dikeluarkan oleh sebuah baterai akan menghasilkan sinyal sebesar 1.5 volt terus
menerus, karena itu frekuensi dari sinyal DC adalah nol.
Periode adalah waktu yang dibutuhkan untuk menempuh 1 siklus gelombang. Dalam
Gambar 3.3, satu siklus gelombang ditempuh dalam waktu 0,5 detik. Karena itu periode
dari gelombang adalah 0,5 detik.
Frekuensi dan periode saling berbanding terbalik. Karena itu keduanya dapat dinyatakan
dalam bentuk rumusan matematika sebagai berikut:
37
1
f = (3.1)
T
Dan
1
T= (3.2)
f
Yang mana f adalah frekuensi dalam satuan Hertz atau siklus/detik dan T adalah periode
dalam satuan detik.
Panjang gelombang adalah jarak yang dilalui untuk menempuh satu siklus gelombang
dalam satuan meter. Hubungan matematika antara panjang gelombang dan frekuensi
dinyatakan dalam rumusan persamaan 3.3.
c
λ= (3.3)
f
Yang mana λ adalah representasi dari panjang gelombang dengan satuan meter, dan
c adalah kecepatan dari gelombang. Untuk gelombang elektromagnetik (misalnya:
gelombang listrik, cahaya, radio, inframerah), c memiliki nilai tetap sebesar
3× 10 8 meter/detik. Perlu diketahui bahwa nilai λ tidak hanya tergantung pada frekuensi
seperti dalam persamaan 3.3, tetapi juga tergantung pada media transmisi yang
digunakan.
Properti terakhir yang akan kita bahas adalah fasa. Fasa yang diukur dalam satuan
derajad atau radian merupakan jarak pergeseran sinyal relatif terhadap titik 0. Apabila
fasa bernilai positif, maka sinyal bergeser ke kiri relatif terhadap titik 0. Sebaliknya
apabila fasa bernilai negatif, maka sinyal bergeser ke kanan relatif terhadap titik 0.
Relasi antara satuan ukur derajad dan radian ditunjukkan dalam persamaan 3.4.
38
Maka berdasarkan persamaan 3.4, 3600 sama dengan 2 π radian, 900 sama dengan ½ π
radian dan 300 sama dengan 1/6 π radian. Sekarang kita akan melihat bagaimana fasa
menggeser gelombang sinus. Perhatikan ilustrasi dalam Gambar 3.4.
Seperti terlihat dalam Gambar 3.4, tiga buah gelombang sinus masing-masing memiliki
T = 0.5 detik. Gelombang sinus paling atas tidak mengalami pergeseran fasa karena titik
awal gelombang terletak pada t = 0. Gelombang sinus kedua mengalami pergeseran fasa
sebesar ¼ T. Berdasarkan penjelasan sebelumnya kita tahu bahwa satu siklus gelombang
sinus akan menempuh 2 π radian = T. Maka ¼ T = ½ π radian. Hal berarti bahwa
gelombang sinus kedua bergeser dengan fasa ½ π radian. Sekarang tentukan pergeseran
fasa pada gelombang sinus yang terbawah dalam Gambar 3.4.
1
Amplitudo
-1
-0.5 0 0.5 1
Waktu (detik)
1
Amplitudo
0
1/4 T
-1
-0.5 0 0.5 1
Waktu (detik)
1
Amplitudo
0
1/2 T
-1
-0.5 0 0.5 1
Waktu (detik)
Secara umum sinyal analog dapat dituliskan dalam sebuah model matematis yang
kompak sebagai berikut:
y = A.Sin(2.π . f .t + θ ) (3.5)
39
Yang mana A merupakan representasi dari amplitudo, f adalah frekuensi, t merupakan
representasi waktu dan θ adalah representasi dari fasa. Perhatikan dalam Gambar 3.4.
Pada saat θ bernilai positif, maka sinyal bergeser ke kiri sebesar θ .
1
Amplitudo
-1
-2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Waktu (detik)
0.5
Amplitudo
-0.5
-1
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Waktu (detik)
Gambar 3.5. pada sisi atas merupakan sinyal komposit, sedangkan pada sisi bawah
merupakan hasil dekomposisi dari sinyal komposit. Hasil dekomposisi terdiri atas tiga
buah sinyal, yaitu:
y1 = Sin(2.π . f .t ) (3.6a)
40
1
y 2 = .Sin(2.π .3 f .t ) (3.6b)
3
1
y3 = .Sin(2.π .9 f .t ) (3.6c)
10
Sinyal pertama pada persamaan 3.6a disebut dengan harmonik pertama, sinyal kedua
pada persamaan 3.6b disebut harmonik ketiga dan sinyal terakhir pada persamaan 3.6c
disebut harmonik kesembilan.
3.3.Sinyal Digital
Sinyal digital adalah diskrit. Sinyal digital tidak memiliki amplitudo yang kontinyu
sepanjang waktu. Seperti dijelaskan pada bagian awal dari bab ini bahwa apabila bit-bit
diinginkan untuk ditranmisikan melalui media komunikasi dalam bentuk sinyal digital
maka bit-bit tersebut harus ditransformasi ke dalam bentuk gelombang listrik. Misalnya bit
1 diwakili oleh tegangan listrik +1 volt dan bit 0 diwakili oleh tegangan listrik -1 volt.
Representasi sinyal listrik semacam ini merupakan bentuk transformasi paling sederhana
dimana 1 level tegangan sinyal listrik mewakili 1 bit data digital. Pada keadaan nyata, 1
level tegangan sinyal digital dapat mewakili beberapa bit data digital dengan tujuan untuk
meningkatkan kecepatan pengiriman data. Sebagai ilustrasi perhatikan Gambar 3.6.
Pada keadaan nyata, 1 level tegangan sinyal digital dapat mewakili beberapa bit
sinyal digital dengan tujuan untuk meningkatkan kecepatan pengiriman data.
Dalam Gambar 3.6 bagian atas terlihat bahwa dalam 1 detik terdapat 8 bit data. Karena itu
dikatakan bahwa kecepatan pengiriman data untuk gambar pada bagian atas adalah 8 bit
per second (bps). Sedangkan pada gambar bagian bawah dalam 1 detik terkirim sebanyak
16 bit. Karena kecepatan pengiriman data adalah 16 bps. Terbukti bahwa dengan membuat
1 level tegangan mewakili 2 bit data, kecepatan pengiriman data sekarang meningkat 2 kali
lipat.
41
Amplitudo
(volt)
1 0 0 1 0 1 1 0
+1 V
1 dt
Waktu(detik)
-1 V
Amplitudo
(volt)
11 01 10 00 01 10 11 00
+1 V
+0,5 V
1 dt
-0,5 V Waktu(detik)
-1 V
Pada Gambar 3.6 bagian bawah juga terlihat agar 1 level tegangan merupakan representasi
dari 2 bit data maka secara keseluruhan dibutuhkan sebanyak 4 level tegangan. Dimana
tegangan +1 volt mewakili bit 11, tegangan +0,5 volt mewakili bit 10, tegangan -0,5 volt
mewakili bit 01, dan tegangan -1 volt mewakili bit 00. Relasi antara jumlah level
tegangan (L) dan jumlah bit (b)secara matematis dapat dirumuskan menjadi:
L = 2b (3.7a)
b = log 2 L (3.7b)
Hampir semua sinyal digital bersifat tidak-periodik. Karena itu sinyal digital tidak
memiliki properti periode dan frekuensi sebagaimana halnya pada sinyal analog periodik.
Satuan ukur yang secara umum digunakan pada sinyal digital adalah bit rate. Bit rate
didefinisikan sebagai jumlah bit yang terkirim dalam 1 detik yang dinyatakan dengan
satuan bit per second (bps). Rumusan matematis dari bit rate (R) dapat dilihat dalam
persamaan 3.8.
42
b log 2 L
R= = (3.8)
t t
Amplitudo
+1
0 1 2 3 4 5
Waktu
-1 (detik)
2
n=3
1
Amplitudo
-1
-2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Waktu(detik)
43
2
n=7
1
Amplitudo
0
-1
-2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Waktu(detik)
2
n=23
1
Amplitudo
-1
-2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Waktu(detik)
2
n=123
1
Amplitudo
-1
-2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Waktu(detik)
Gambar 3.7e. Gabungan gelombang sinus sampai harmonik keseratus duapuluh tiga
Sinyal digital juga dapat didekomposisi menjadi deretan gelombang sinus dengan
menggunakan analisis Fourier.
44
(variabel waktu sebagai sumbu-x dan amplitudo sebagai sumbu-y). Pada bagian ini kita
akan melihat bagaimana plot terhadap perubahan amplitudo dilakukan dengan
menggunakan frekuensi sebagai acuan (variabel frekuensi sebagai sumbu-x dan amplitudo
sebagai sumbu-y). Mengapa representasi sinyal dalam domain frekuensi penting?
Perlu diingat bahwa plot sinyal dalam domain frekuensi hanya memperhatikan amplitudo
puncak dari suatu sinyal. Sebagai contoh sederhana perhatikan Gambar 3.8.
2
Amplitudo
-2
3
Amplitudo
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Frekuensi (siklus/detik)
Gambar 3.8 bagian atas adalah representasi gelombang sinus dalam domain waktu.
Gelombang tersebut memiliki frekuensi sebanyak 5 siklus per detik karena dalam waktu 1
detik terdapat 5 siklus gelombang sinus. Sedangkan amplitudo puncak dari gelombang
tersebut adalah 3. Representasi dalam domain frekuensi ditunjukkan pada bagian bawah
45
dari gambar. Terlihat bahwa sebuah tiang dengan amplitudo 3 berada pada frekuensi 5
siklus per detik. Itulah representasi domain frekuensi dari gelombang sinus tunggal.
Sekarang mari kita lihat sinyal analog komposit periodik seperti dalam Gambar 3.5.
Representasi domain frekuensi dari sinyal tersebut dapat dilihat dalam Gambar 3.9 bagian
bawah. Karena sinyal komposit terdiri atas 3 buah gelombang sinus dengan frekuensi
masing-masing 1, 3 dan 9 siklus/detik, serta amplitudo masing-masing 1, 1/3 dan 1/10,
maka representasi domain frekuensi dari sinyal-sinyal tersebut merupakan tiga buah tiang
seperti dalam Gambar 3.9 bagian bawah.
1
Amplitudo
-1
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Waktu (detik)
1
Amplitudo
-1
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Waktu (detik)
1
Amplitudo
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Frekuensi (siklus/detik)
Sinyal pertama dengan frekuensi 1 siklus/detik disebut dengan harmonik pertama, sinyal
kedua dengan frekuensi 3 siklus/detik disebut harmonik ketiga dan sinyal terakhir dengan
frekuensi 9 siklus/detik disebut harmonik kesembilan.
46
Secara umum dapat kita lihat beberapa prinsip penting sebagai berikut:
• Representasi domain frekuensi dari sinyal analog komposit periodik adalah deretan
sinyal dengan frekuensi diskrit. Seperti terlihat dalam Gambar 3.9.
• Representasi domain frekuensi dari sinyal analog komposit tidak-periodik adalah
sinyal dengan frekuensi kontinyu. Seperti terlihat dalam Gambar 3.10.
• Representasi domain frekuensi dari sinyal digital periodik adalah deretan sinyal dengan
frekuensi diskrit dan bandwidth tak terhingga. Seperti terlihat dalam Gambar 3.10.
• Representasi domain frekuensi dari sinyal digital tidak-periodik adalah sinyal dengan
frekuensi kontinyu dan bandwidth tak terhingga. Seperti terlihat dalam Gambar 3.10.
Dalam seluruh bab ini pembaca telah akrab dengan istilah bandwidth atau dalam istilah
bahasa Indonesia disebut dengan istilah lebar pita. Namun apa sebenarnya definisi dari
bandwidth? Bandwidth (B) dalam satuan Hertz adalah seluruh frekuensi dari terendah
sampai tertinggi yang dikandung oleh suatu sinyal komposit. Lihat Gambar 3.11.
Bandwidth (B) dalam satuan Hertz adalah seluruh frekuensi dari terendah sampai
tertinggi yang dikandung oleh suatu sinyal komposit
3.6.Gangguan-Gangguan Transmisi
Sinyal merambat melalui media transmisi dari pengirim menuju ke penerima. Selama
melalui proses rambatan tersebut sinyal akan mengalami penurunan energi dan juga
menerima gangguan eksternal. Gangguan akibat penurunan energi disebut dengan
atenuasi. Sementara itu gangguan dari luar dapat disebabkan oleh adanya distorsi dan
derau (noise).
47
Amplitudo Amplitudo
Waktu Frekuensi
Amplitudo Amplitudo
... ...
Waktu f 3f 5f 7f 9f ... Frekuensi
Amplitudo Amplitudo
...
Waktu Frekuensi
48
3.6.1. Atenuasi
Sesuai dengan hukum Termodinamika II, tidak mungkin tidak ada energi yang
terbuang selama sebuah sistem melakukan proses. Demikian pula halnya dengan
sinyal yang merambat melalui media transmisi, secara natural pasti akan
mengalami kehilangan energi akibat adanya gesekan elektron dengan media
(terbuang menjadi energi panas). Hal ini menyebabkan adanya penurunan daya
sinyal pada sisi penerima (Ptujuan) jika dibandingkan dengan daya yang dikirimkan
oleh sisi pengirim (Psumber). Kedua daya diukur dalam satuan watt. Penurunan daya
inilah dalam komunikasi data disebut dengan istilah atenuasi yang diukur dalam
satuan desibel (dB). Atenuasi didefinisikan dengan rumusan:
⎛ Ptujuan ⎞
Atenuasi (dB) = 10 log10 ⎜⎜ ⎟⎟ (3.9)
⎝ Psumber ⎠
Gangguan akibat adanya atenuasi ini dapat diatasi dengan menambahkan peralatan
yang disebut dengan repeater di antara sisi pengirim dan sisi penerima. Repeater
atau Amplifier bertugas untuk menguatkan kembali sinyal yang telah kehilangan
daya tersebut. Tanpa adanya repeater, maka sinyal tidak akan dapat dideteksi
dengan baik oleh peralatan di sisi penerima.
3.6.2. Distorsi
Distorsi mengakibatkan adanya perubahan bentuk sinyal di sisi penerima sehingga
peralatan pada sisi penerima tidak dapat mendeteksi sinyal dengan benar. Salah
satu penyebab distorsi adalah adanya berbagai macam filter di sepanjang jalur
komunikasi antara pengirim dan penerima. Bahkan media transmisi sendiri dapat
berfungsi sebagai filter. Karena tidak ada filter yang bersifat ideal, maka sinyal
yang melewatinya pasti akan terdistorsi. Salah satu jenis distorsi yang secara
dominan mengganggu komunikasi data terutama dalam komunikasi nirkabel
disebut dengan istilah Inter-Symbol Interference (ISI). Akan tetapi kabar baiknya
adalah jenis distorsi ISI dapat dikurangi dengan menambahkan peralatan equalizer
pada sisi penerima (jusak,2006).
49
3.6.3. Derau (Noise)
Derau dapat dikategorikan ke dalam beberapa macam, yaitu thermal noise, induced
noise, crosstalk, dan impulse noise. Thermal noise secara natural terjadi akibat
adanya gesekan elektron dalam media. Induced noise berasal dari perangkat-
perangkat lain di sekitar jalur komunikasi, misalnya adanya medan listrik di sekitar
media komunikasi. Crosstalk terjadi akibat saling pengaruh antara media pengirim
dan penerima. Tidak jarang saat anda berbicara melalui pesawat telepon, pada saat
bersamaan anda mendengar pembicaraan orang lain. Inilah yang disebut dengan
crosstalk. Impulse noise merupakan derau dengan energi sangat tinggi tetapi
berlangsung dalam waktu cukup singkat. Misalnya, energi yang berasal dari petir
yang menjalar melalui media komunikasi dapat digolongkan sebagai impulse noise.
Perbandingan antara daya dari sinyal asli dan daya dari derau disebut dengan
Signal-to-Noise Ratio (SNR). SNR diukur dalam satuan desibel (dB) dan
didefinisikan dengan rumus:
⎛P ⎞
SNR = 10 log10 ⎜⎜ s ⎟⎟ (3.10)
⎝ PN ⎠
Yang mana Ps adalah daya rata-rata sinyal dalam satuan watt dan PN adalah daya
rata-rata dari derau dalam satuan watt. Apabila nilai daya rata-rata dari derau cukup
besar dibandingkan dengan daya rata-rata dari sinyal, maka SNR akan bernilai
kecil. Daya rata-rata derau yang besar ini adalah kondisi yang tidak diinginkan.
Nilai SNR dapat dinaikkan dengan cara memperbesar daya rata-rata dari sinyal.
3.7.Kapasitas Kanal
Pada sus-bab 3.6 kita telah melihat adanya gangguan-gangguan yang mungkin ada dijalur
transmisi. Sekarang muncul pertanyaan baru, apa pengaruh adanya gangguan-gangguan
tersebut terhadap data yang kita kirimkan? Pada sinyal digital, gangguan tersebut akan
membatasi kecepatan data (data rate atau bit rate) yang dapat dicapai. Kecepatan data
50
maksimal yang dapat dicapai melalui suatu kanal disebut dengan kapasitas kanal (channel
capacity).
Kecepatan data maksimal yang dapat dicapai melalui suatu kanal disebut dengan
kapasitas kanal (channel capacity).
Misalkan kita sedang berada pada kondisi ideal dimana pada kanal komunikasi tidak
terdapat noise sama sekali (noiseless channel), maka dengan menggunakan Nyquist
Theorem kita dapat menghitung kecepatan pengiriman bit (bit rate) dengan rumusan
seperti di bawah ini:
R = 2 B log 2 L (3.11)
Yang mana B adalah bandwidth (Hertz) dari kanal, L adalah jumlah level dari sinyal
digital dan R adalah bit rate (bps). Walaupun perhitungan bit rate dengan Nyquist
Theorem tidak mungkin dicapai pada kondisi sebenarnya (tidak ada kanal tanpa derau
sedikitpun), rumusan tersebut tetap perlu untuk menghitung ambang atas bit rate (bit rate
maksimal) dari suatu sistem.
Apabila kanal transmisi mengandung derau didalamnya, maka kapasitas kanal (C) dalm
satuan bit per second (bps). dapat ditentukan dengan Shannon Theorem sebagai berikut:
Persamaan 3.12 adalah definisi dari bit rate maksimum yang dapat dicapai pada saat
sinyal digital dikirimkan melalui kanal yang mengandung derau. Perhatikan bahwa
persamaan 3.12 tidak mengandung variabel L (level sinyal digital). Hal ini berarti bahwa
tidak peduli berapapun level sinyal digital yang dikirimkan, bit rate maksimal tidak akan
pernah melebihi nilai C.
51
Perlu diingat bahwa rumusan kapasitas kanal dalam persamaan 3.12 adalah kondisi ideal.
Dalam keadaan nyata kapasitas kanal sebenarnya lebih kecil bila dibandingkan dengan
Shannon Theorem. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan peralatan, tidak ada
peralatan yang ideal
Throughput, adalah jumlah data yang secara nyata dapat dikirimkan melalui kanal
komunikasi. Misalkan, sebuah komunikasi serial pada komputer secara teoritis dapat
mengirimkan data sebanyak 56 kbps, namun karena adanya gangguan-gangguan di dalam
media transmisi, kecepatan data 56 kbps tersebut secara nyata tidak mungkin tercapai.
Kecepatan aktual akan berada di bawah 56 kbps. Kecepatan data aktual itulah throughput.
Waktu Tunda (delay), adalah selisih waktu antara saat mulainya data dikirimkan sampai
saat data tiba di sisi penerima. Waktu tunda secara natural ada di dalam proses komunikasi
karena data membutuhkan waktu untuk merambat melalui media transmisi.
52
3.9.Soal Pengayaan
1. Sebutkan perbedaan antara data dan sinyal?
2. Tentukan nilai amplitudo, frekuensi, periode dan pergeseran fasa gelombang sinus
pada Gambar 3.12!
2
1
Amplitudo
0
-1
-2
-1 -0.5 0 0.5 1 1.5
Waktu(detik)
1
Amplitudo
-1
-2
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
Waktu(detik)
53
No λ (meter) F (Hertz) T (detik)
1 10 nm
2 8 MHz
3 0,6 mili detik
4 300 GHz
5 0,03 mm
8. Jika bandwidth dari sebuah kanal adalah 128 Kbps, berapa waktu yang dibutuhkan
untuk mengirimkan data sebanyak 500.000 bit?
9. Sebuah sinyal dengan daya 100 miliwatt dilewatkan melalui 8 buah peralatan yang
masing-masing memiliki derau sebesar 20 mikrowatt. Berapa nilai SNR dari sinyal
tersebut?
10. Sebuah kanal komunikasi memiliki bandwidth sebesar 56 KHz. Jika diinginkan agar
data dapat terkirim dengan kecepatan 228 Kbps, berapa jumlah SNR minimum yang
dibutuhkan?
11. Daya dapat diukur dalam satuan Watt, dBWatt dan dBm. Carilah melalui literatur
yang lain persamaan hubungan di antara ketiganya. Jika diketahui sebuah perangkat
mobile memancarkan daya sebesar 5 mW. Berapa dBWatt dan dBm?
12. Asumsikan peralatan hanya mampu mencapai 80% dari kriteria Shannon. Apabila
perangkat mobile memancarkan daya sebesar 5 mW dengan noise disekitar media
diperkirakan sebesar 0,1 mW. Berapakah kapasitas kanal apabila digunakan
bandwidth sebesar 250 kHz?
54
Media Transmisi
Media transmisi adalah jalur fisik yang menghubungkan antara sisi pengirim dan sisi
penerima. Secara umum media transmisi dikategorikan ke dalam dua hal yaitu: Guided Media
dan Unguided Media. Media transmisi yang masuk dalam kategory guided media antara lain
kabel twisted-pair, kabel koaksial dan kabel serat optik (fiber-optic). Sedangkan media
transmisi yang masuk dalam kategory unguided media adalah gelombang radio, gelombang
mikro dan infra merah. Dalam bab ini kita akan membahas berbagai jenis media transmisi
tersebut di atas.
Terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan jenis media transmisi
dalam komunikasi data, yaitu: kecepatan pengiriman data, bandwidth dan jarak transmisi.
Setiap media transmisi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membawa data dengan
kecepatan tertentu. Atau dengan kata lain, setiap media transmisi memiliki kapasitas kanal
yang berbeda-beda. Pada Bab 3 kita tahu bahwa kapasitas kanal dipengaruhi oleh besarnya
bandwidth yang dimiliki oleh media transmisi. Jarak transmisi terkait dengan adanya atenuasi
55
di dalam proses komunikasi data. Semakin tinggi atenuasi maka jarak transmisi akan semakin
pendek. Namun secara umum, media transmisi yang termasuk dalam guided media memiliki
ketahanan yang lebih baik terhadap gangguan transmisi dibandingkan dengan unguided media.
Kriteria untuk menentukan jenis media transmisi dalam komunikasi data, yaitu:
kecepatan pengiriman data, bandwidth dan jarak transmisi.
Apa fungsi dari pilinan kabel? Pilinan kabel berfungsi untuk mengurangi pengaruh
gangguan transmisi yang berupa derau (noise) dan crosstalk. Jumlah pilinan per panjang
56
kabel mempunyai pengaruh terhadap kualitas dari sinyal yang dibawa oleh kabel twisted-
pair. (Forouzan, 2007)
Berdasarkan pembungkusnya, kabel twisted-pair terdiri atas dua macam, yaitu: unshielded
twisted-pair (UTP) dan shielded twisted-pair (STP). Perbedaan antara kabel UTP dan STP
dapat dilihat dalam ilustrasi Gambar 4.2.
Kabel STP memiliki tambahan anyaman kawat di luar pembungkus dalam dari kabel
dengan tujuan untuk melindungi sinyal informasi dari gangguan noise. Sekalipun kabel
jenis STP lebih tahan terhadap gangguan, tetapi kabel STP tidak fleksibel. Karena itu
secara umum kabel UTP lebih disukai daripada kabel STP.
Kabel UTP yang telah distandarkan oleh Electronic Industries Association (EIA) memiliki
sebanyak 8 buah kategori seperti terlihat dalam Tabel 4.1.
Kabel UTP dapat terhubung ke terminal atau devais melalui sebuah konektor. Tipe
konektor yang digunakan adalah konektor RJ-45 untuk LAN dan konektor RJ-11 untuk
perangkat telepon dan modem. Perbedaan dari kedua konektor tersebut adalah dari sisi
dimensi (ukuran). RJ-45 dapat menampung sampai 4 pasang kabel twisted pair,
57
sedangkan RJ-11 hanya dapat menampung 2 pasang kabel twisted pair. Ilustrasi konektor
RJ-45 dapat dilihat dalam Gambar 4.3.
Tabel 4.1. Kategori dari Kabel UTP (diadopsi dari Forouzan, 2007)
Kategori Spesifikasi Data Rate (Mbps) Aplikasi
1 Digunakan untuk membawa sinyal <0,1 Telepon
suara.
2 Digunakan untuk membawa sinyal T-1. 2 T-1
Di Indonesia tidak beredar.
3 Digunakan untuk LAN Ethernet 10 LAN
4 Digunakan untuk LAN Token Ring 20 LAN
Tidak berdar di Indonesia.
5 Digunakan untuk LAN Fast-Ethernet 100 LAN
5e Pengembangan dari category 5 dengan 125 LAN
tujuan untuk meminimalkan crosstalk
dan interferensi.
6 Digunakan untuk LAN Gigabit-Ethernet 200 LAN
7 Peningkatan dari category 6. Seringkali 600 LAN
disebut juga dengan screened shielded
twisted pair (SSTP).
58
Selain jenis kabel dan konektor, badan standar EIA juga menentukan standar tentang
urutan susunan kabel UTP di dalam konektor. Apabila urutan kabel tidak sesuai dengan
standar yang ditetapkan, maka komunikasi tidak akan mencapai kecepatan pengiriman
data maksimal. Susunan kabel UTP distandarkan dengan dalam dua nama, yaitu: EIA/TIA
586A dan EIA/TIA 586B. Susunan kabel UTP sesuai dengan EIA/TIA 586A ditunjukkan
dalam Gambar 4.4.
Kabel UTP memiliki 4 pasang kabel twisted-pair. Setiap pasang ditandai dengan warna,
misalnya: hijau dan hijau putih adalah satu pasang. Pada standar EIA/TIA 586A terdapat
dua macam koneksi, yaitu straight-through dan cross-over. Straight-through digunakan
untuk menghubungkan terminal dan devais, misalnya: komputer ke perangkat jaringan.
Cross-over digunakan untuk menghubungkan terminal ke terminal atau devais ke devais,
59
misalnya: koneksi komputer ke komputer, koneksi perangkat jaringan ke perangkat
jaringan.
Apabila urutan kabel tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka
komunikasi tidak akan mencapai kecepatan pengiriman data maksimal.
4.2.Kabel Koaksial
Kabel koaksial sesuai dengan strukturnya di desain untuk mengirimkan sinyal dengan
frekuensi tinggi. Bagian terdalam dari kabel koaksial adalah kawat tembaga sebagai
pengahantar sinyal. Kawat tembaga terbungkus oleh plastik yang berfungsi sebagai
insulator. Di bagian luar plastik berupa anyaman kawat tembaga yang berfungsi sebagai
konduktor luar. Anyaman kawat tembaga ini juga berfungsi untuk melindungi kabel
terhadap gangguan interferensi dari luar. Ilustrasi bentuk fisik kabel koaksial ditunjukkan
dalam Gambar 4.5.
Kabel koaksial menggunakan beberapa macam konektor, antara lain: konektor Bayone-
Neill-Concelman (BNC), konektor T dan terminator seperti terlihat dalam Gambar 4.6.
60
Gambar 4.6. Konektor BNC, konektor T dan terminator
Beberapa kategori kabel koaksial yang banyak digunakan saat ini ditunjukkan dalam
Tabel 4.2.
61
Kabel koaksial memiliki keunggulan dibandingkan dengan twisted-pair dalam hal
kemampuannya membawa sinyal dengan bandwidth cukup lebar.
4.3.Serat Optik
Kabel serat optik terbuat dari gelas atau plastik yang didesain untuk mengarahkan cahaya
yang melewatinya. Pada kabel serat optik data tidak dikonversi menjadi tegangan listrik,
melainkan menjadi pulsa-pulsa cahaya. Karena itu sinyal yang melewati kabel serat optik
akan lebih tahan terhadap interferensi daripada sinyal yang melewati kabel tembaga.
Keuntungan lain menggunakan kabel serat optik kecilnya efek atenuasi sinyal, sehingga
jarak jangkau kabel serat optik lebih jauh dibanding twisted pair atau koaksial. Kabel serat
optik banyak digunakan untuk menopang tulang punggung (backbone) jaringan
komunikasi karena kemampuannya untuk membawa sinyal dengan bandwidth besar. Saat
ini teknologi serat optik telah mampu mengirimkan data sampai kecepatan 1600 Gbps. Di
antara keunggulan-keunggulan menggunakan serat optik tersebut, satu-satunya
penghalang implementasi kabel serat optik adalah biaya instalasi dan pemeliharaan yang
mahal. Di samping itu, pemasangan kabel serat optik selalu membutuhkan satu pasang
kabel, satu untuk pengirim dan satu untuk penerima, karena cahaya memiliki sifat fisik
bergerak searah.
Struktur kabel serat optik ditunjukkan dalam Gambar 4.7. Gelas atau plastik sebagai
penghantar cahaya berada di bagian tengah dari kabel disebut dengan core. Core
dibungkus dengan clading yang berfungsi untuk mengatur pantulan dari cahaya yang
melewati core. Di luar clading terdapat satu lapisan lagi yang disebut dengan Kevlar
bertujuan untuk menguatkan kabel.
Sinyal yang melewati kabel serat optik akan lebih tahan terhadap interferensi
daripada sinyal yang melewati kabel tembaga.
62
Gambar 4.7. Struktur kabel serat optik (sumber:wikipedia)
Berdasarkan mode propagasi pulsa-pulsa cahaya yang melewati core, serat optik dapat
dibedakan ke dalam tiga macam, yaitu: multimode step-index, multimode graded-index
dan single mode. Perhatikan Gambar 4.8 untuk memahami perbedaan dari ketiganya.
Mode propagasi multimode secara fisik ditandai dengan ukuran core yang lebih besar
dibandingkan dengan ukuran core pada single mode. Ukuran core multimode step-index
adalah 200 µm, sedangkan core dari multimode graded-index berukuran antara 50 µm
sampai 100 µm. Single mode memiliki ukuran core kurang dari 10 µm.
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa pantulan cahaya pada kabel multimode step-index
berbelok dengan sangat tajam. Hal ini disebabkan karena densitas core dari tengah sampai
tepi sama. Sedangkan serat optik multimode graded-index menggunakan core dengan
kepadatan sangat tinggi di tengah-tengah core kemudian berangsur-angsur mengecil pada
bagian tepi dari core. Sehingga cahaya yang dipantulkan berbelok dengan sudut yang
lebih besar.
63
Gambar 4.8. Ilustrasi mode propagasi kabel fiber optik (sumber: wikipedia)
Kabel serat optik memiliki tiga macam model konektor, yaitu: konektor subscribe-
channel (SC), konektor straight-tip (ST) dan konektor MT-RJ yang berukuran sama
dengan RJ-45. Bentuk masing-masing konektor dapat dilihat dalam Gambar 4.9.
Beberapa kategori kabel serat optik yang banyak digunakan saat ini adalah seperti terlihat
dalam Tabel 4.3.
Kabel serat optik digunakan baik untuk tulang punggung jaringan telekomunikasi maupun
jaringan internet. Misalnya, jaringan Palapa Ring yang menghubungkan beberapa titik di
seluruh Indonesia sebagian besar dibangun dengan menggunakan kabel serat optik
sebagai tulang punggung komunikasi. Palapa Ring merupakan jaringan kabel bawah laut
berbentuk cincin terintegrasi yang membentang dari Sumatera Utara hingga Papua bagian
64
barat. Panjangnya sekitar 25.000 km. Setiap cincin akan meneruskan akses
berkemampuan pita lebar (broadband) dari satu titik ke titik lainnya di setiap kabupaten.
Akses itu akan mendukung jaringan serat optik pita lebar berkecepatan tinggi dengan
kapasitas 300 Gbps hingga 1.000 Gbps di daerah tersebut (detiknas, 2006).
Contoh aplikasi lain dari kabel serat optik adalah Televisi kabel dan jaringan LAN. Untuk
jaringan LAN, badan standar internasional IEEE telah membuat standar implementasi
kabel serat optik untuk jaringan LAN dengan nama 100Base-FX yang memiliki kecepatan
sampai 100Mbps dan 1000Base-FX dengan kecepatan sampai 1Gbps.
4.4.Nirkabel
Media komunikasi nirkabel dikenal dengan unguided media karena sinyal yang berupa
gelombang elektromagnetik melintas tanpa menggunakan kabel. Gelombang
elektromagnetik tersebut ditansmisikan melintasi udara terbuka dengan menggunakan
antena. Gelombang tersebut dapat membentur dan memantul tanah, gedung, pohon, tiang
listrik dan apapun yang berada di antara antena pengirim dan penerima. Karena itu,
gelombang elektromagnetik lebih rentan terhadap gangguan interferensi, atenuasi dan
derau dari luar. Setiap benturan dan pantulan memberi pengaruh terhadap pelemahan
energi gelombang. Bahkan akibat adanya pantulan, beberapa gelombang dapat datang
bersamaan pada sisi penerima, model gelombang ini disebut dengan multipath
propagation seperti terlihat dalam Gambar 3.10. Karena itu perangkat pada sisi penerima
gelombang elektromagnetik membutuhkan kemampuan deteksi lebih kompleks jika
65
dibandingkan dengan perangkat penerima pada komunikasi dengan media kabel (jusak,
2007).
Gelombang radio memiliki jangkauan frekuensi dari 3 kHz sampai 1 GHz. Gelombang
radio dengan frekuensi seperti ini memiliki keuntungan tersendiri karena gelombang radio
dapat dipantulkan melalui lapisan ionosfer. Sehingga jarak jangkau antara pengirim dan
penerima sangat jauh, bahkan gelombang radio dapat melintas antar pulau. Selain itu,
gelombang radio dengan frekuensi rendah memiliki sifat fisik dapat menembus dinding
66
bangunan. Salah satu contoh aplikasi gelombang radio untuk komunikasi adalah radio
komersial, misalnya radio AM atau FM, radio komunikasi handie-talkie (HT).
.
Gambar 3.11. Spektrum gelombang elektromagnetik (Keiner, 2008)
67
Tabel 4.4. Penetapan pita frekuensi gelombang radio dan gelombang mikro
Pita Frekuensi Jangkauan Aplikasi Keterangan
Very Low Frequency 3-30 KHz Radio navigasi Propagasi di
(VLF) permukaan tanah.
Low Frequency (LF) 30-300 KHz Radio navigasi Propagasi di
permukaan tanah.
Middle Frequency (MF) 300 KHz- Radio komersial AM Propagasi melalui
3 MHz ionosfer
High Frequency (HF) 3-30 MHz Radio komersial Propagasi melalui
citizen band (CB), ionosfer
komunikasi pesawat
udara dan kapal laut.
Very High Frequency 30-300 MHz Televisi VHF Propagasi melalui
(VHF) (misalnya TVRI) dan ionosfer dan point-to-
radio komersial FM. point.
Ultra High Frequency 300 MHz – Televisi UHF, Propagasi point-to-
(UHF) 3 GHz komunikasi selular, point.
satelit, WLAN
(WiFi).
Super High Frequency 3-30 GHz Komunikasi satelit, Propagasi point-to-
(SHF) WLAN (WiFi) point.
Extremely High 30-300 GHz Komunikasi radar Propagasi point-to-
Frequency (EHF) dan satelit. point.
Gelombang mikro memiliki jangkauan frekuensi dari 1GHz sampai 300 GHz. Gelombang
mikro tidak dapat dipantulkan oleh lapisan ionosfer sebagaimana halnya pada gelombang
radio. Karena itu komunikasi gelombang mikro merupakan komunikasi point-to-point,
dan tidak boleh terdapat halangan apapun di antara sisi pengirim dan sisi penerima (line-
of-sight). Gelombang mikro dengan frekuensi tinggi memiliki sifat fisik tidak dapat
menembus dinding. Namun gelombang mikro dengan frekuensi rendah (sekitar 1G-2G
Hz) masih dapat memantul tanah, gedung, pohon, tiang listrik seperti gelombang mikro
68
yang umum digunakan pada komunikasi selular. Penetapan nama untuk masing-masing
pita frekuensi gelombang radio dan gelombang mikro beserta contoh aplikasinya dapat
dilihat dalam Tabel 4.4.
Bentuk terakhir dari gelombang elektromagnetik yang dapat digunakan sebagai media
komunikasi adalah gelombang infra merah. Gelombang infra merah beroperasi pada
frekuensi 300 GHz sampai 400 THz. Karena beroperasi frekuensi yang cukup tinggi,
gelombang infra merah tidak akan dapat menembus dinding. Aplikasi dari gelombang
infra merah adalah untuk komunikasi jarak pendek, misalnya komputer dengan printer,
mobile phone ke mobile phone, remote control untuk televisi dan tape, dsb. Aplikasi
gelombang infra merah semacam ini telah distandarkan oleh badan standar internasional
bernama Infrared Data Association (IrDA). Standar terbaru yang telah didefinisikan oleh
IrDA adalah komunikasi dengan kecepatan pengiriman data mencapai 4 Mbps.
Beberapa contoh aplikasi komunikasi nirkabel yang telah banyak digunakan secara
komersial di Indonesia antara lain, WiFi, Bluetooth, dan RFID. Mari kita lihat sepintas
aplikasi komunikasi nirkabel tersebut.
Wireless Fidelity (WiFi) adalah sebuah aplikasi komunikasi nirkabel untuk sebuah local
area network (LAN). Karena itu WiFI digolongkan sebagai perangkat Wireless LAN.
Standar WiFi yang dikeluarkan oleh lembaga standar Internasional IEEE memiliki nama
standar IEEE 802.11b. Dalam perkembangannya standar IEEE 802.11 memiliki berbagai
macam tipe tergantung pada frekuensi dimana perangkat nirkabel beroperasi dan juga
tergantung pada kecepatan pengiriman data. Tabel 4.5 menunjukkan berbagai jenis tipe
yang mengikuti standar IEEE 802.11 beserta frekuensi operasi dan kecepatan pengiriman
data. Untuk Indonesia, sebagian besar standar IEEE 802.11 beroperasi pada frekuensi
tidak berlisensi 2,4 GHz. Jarak akses yang dapat dijangkau adalah radius 25-100m saja.
Untuk jarak jangkau yang lebih jauh lagi, tentu saja tidak bisa digunakan WiFi. Untuk
jarak jangkau maksimal 5 Km, digunakan perangkat Wireless MAN dengan nama produk
WiMax, yang distandarkan oleh IEEE dengan nama IEEE 802.16 (Wibisono, 2007).
69
Tabel 4.5 Berbagai tipe standar IEEE 802.11
Standar Frekuensi Data-rate
IEEE 802.11a 5,1 – 5,2 GHz
5,2 – 5,3 GHz 54 Mbps
5,7 – 5,8 GHz
IEEE 802.11b 2,4 – 2,485 11 Mbps
IEEE 802.11g 2,4 – 2,485 36 – 54 Mbps
IEEE 802.11n ??? 100 Mbps
Teknologi komunikasi nirkabel yang juga banyak tersedia di pasaran Indonesia adalah
Bluetooth. Sekalipun bluetooth beroperasi pada frekuensi yang sama dengan WiFi, namun
keduanya memiliki perbedaan dalam hal implementasi. WiFi diimplementasikan untuk
cakupan area yang lebih kecil daripada WiFi, karena itu teknologi bluetooth tergolong
sebagai Persoanl Area Network (PAN) dengan jarak jangkau bervariasi. Sebagai contoh,
bluetooth digunakan untuk komunikasi antar Personal Digital Assistant (PDA),
handphone, printer, notebook, digital camera dsb. Teknologi bluetooth terbagi atas 3
macam kelas seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.6:
Aplikasi komunikasi nirkabel dalam bentuk Radio Frequency Identification (RFID) belum
banyak dijumpai di Indonesia. RFID adalah sebuah aplikasi gelombang radio untuk tujuan
identifikasi. Negara-negara maju menggunakan RFID, antara lain: untuk identifikasi
passport, identifikasi alat pembayaran transportasi, identifikasi buku pada perpustakaan,
identifikasi kartu akses untuk masuk ke ruangan tertentu. Peralatan RFID memiliki tiga
macam tipe, yaitu: pasif, aktif dan semi-pasif. RFID pasif tidak memiliki baterai di
dalamnya, karena RFID jenis ini hanya mampu menerima sinyal kemudian memberi
70
respon secukupnya. RFID pasif memiliki jarak jangkau sekitar 10cm sampai beberapa
meter saja. Berbeda dengan RFID pasif, RFID aktif memiliki baterai di dalamnya sebagai
pembangkit daya bagi microchip dan juga digunakan untuk mengirimkan sinyal. Jarak
jangkau dari RFID aktif dapat mencapai beberapa ratus meter. Jenis ketiga dari RFID
adalah RFID semi-pasif. RFID semi-pasif memiliki baterai di dalamnya tetapi RFID ini
hanya digunakan sebagai pembangkit daya bagi microchip, tidak untuk mengirimkan
sinyal. RFID semi-pasif dapat mencapai jarak jangkau sampai 100m.
Satelit pertama adalah satelit geostationer Palapa A yang diluncurkan pada 17 Agustus
1976 dan dinobatkan sebagai satelit domestik ketiga setelah Amerika Serikat dan Canada.
Pada saat itu seluruh daerah ibukota kabupaten di Indonesia telah dapat dijangkau oleh
televisi nasional. Satelit Palapa A selanjutnya digantikan oleh Satelit Palapa B dan Palapa
C. Dengan semakin banyaknya stasiun bumi dan terminal-terminal kecil yang disebut
Very Small Aperture Terminal (VSAT), maka satelit Palapa melayani bukan hanya siaran
televisi nasional melainkan juga komunikasi perbankan, komunikasi Sambungan
Langsung Jarak Jauh (SLJJ) yang menghubungkan Indonesia dari ujung barat ke timur.
71
Tabel 4.7. Perkembangan satelit Telkom (Arifin, 1999)
Palapa A Palapa B Palapa C Telkom-1 Telkom-2
Tipe HS-333 HS-376 HS-601 LM- STAR-2
A2100
Kapasitas(trans 12 24 34 36 28
ponder)
EIRP 30 dBW 33 dBW 37 dBW 38/41 42
dBW
Waktu hidup 7 tahun 9 tahun 12 tahun 15 tahun 15 tahun
Peluncur Delta 2914 Space Shuttle Ariane-4 Ariane-5 Ariane-5
Satelit Telkom-1 (Palapa B2R) diluncurkan pada tahun 1999 dengan kemampuan yang
jauh lebih tinggi daripada satelit-satelit pendahulunya. Satelit Telkom-1 memiliki
kapasitas 36 transponder yang terdiri atas 24 transponder standard C-band dan 12
transponder extended C-band dengan lebar pita masing-masing 36 MHz. Standard C-band
bekerja pada frekuensi 4 GHz untuk uplink dan 6 GHz untuk downlink. Sedangkan
extended C-band bekerja pada frekuensi 3 GHz untuk uplink dan 7 GHz untuk downlink
(Teguh, 2003).
Layanan-layanan yang dapat diberikan oleh satelit Telkom-1 antara lain: multimedia dan
internet berkecepatan tinggi, televisi broadcast komersial, video conference, komunikasi
selular dan juga komunikasi data melalui VSAT.
Satelit Telkom-2 diluncurkan pada tanggal 16 November 2005 oleh roket Ariane 5.
Telkom-2 memiliki akan beroperasi selama 15 tahun dengan nilai investasi sekitar 170
juta dolar AS. Sekitar 70 persen kapasitas transponder Telkom-2 akan disewakan kepada
pihak luar. Sedangkan sisanya 30 persen kapasitas akan digunakan sendiri oleh Telkom
untuk mendukung sistem komunikasi transmisi backbone yang meliputi layanan
telekomunikasi sambungan langsung jarak jauh (SLJJ), sambungan langsung internasional
(SLI), internet, dan jaringan komunikasi untuk kepentingan militer. Satelit ini akan
72
beredar di orbit 118° BT dengan kapasitas 24 transponder C-band dan berbobot 1.975 kg.
Daya jangkau meliputi seluruh ASEAN, India dan Guam.
Sampai saat ini Indonesia telah memiliki beberapa satelit yang dimiliki perusahaan-
perusahaan: PT. Telkom, PT. Indosat, PT. Media Citra Indostar, PT. Pasifik Satelit
Nusantara dan LAPAN. Satelit-satelit tersebut terbagi atas beberapa golongan sesuai
dengan fungsinya, yaitu Fixed Satellite Service: Palapa Telkom-1 (108E), Telkom-2
(118E), Palapa C1 (113E), Palapa Pacific 146E; Broadcasting Satellite Service:
Cakrawarta-1 (107.7E); Mobile Satellite Service: Garuda-1 (123E); dan Space
Exploration Satellite: LAPAN Tubsat (Satelit Non GSO).
4.6.Soal Pengayaan
1. Jelaskan fungsi utama dari pilinan kabel pada twisted-pair!
2. Mengapa sebagian besar teknologi jaringan komputer pada saat ini lebih memilih
menggunakan media kabel UTP daripada menggunakan media kabel koaksial?
3. Apa fungsi konduktor luar yang berupa anyaman kawat tembaga pada kabel koaksial?
4. Mengapa secara umum komunikasi data yang menggunakan media nirkabel memiliki
kecepatan pengiriman data lebih kecil daripada komunikasi data dengan media kabel
atau serat optik?
5. Sekalipun memiliki bandwidth sangat lebar, implementasi kabel serat optik ternyata
memiliki kendala tersendiri. Apa kendala implementasi kabel serat optik?
6. Melalui sumber Internet, carilah contoh perangkat yang telah menggunakan teknologi
bluetooth di Indonesia!
7. Jelaskan perbedaan antara teknologi bluetooth dan WiFi.
8. Melalui sumber Internet, carilah contoh perangkat yang telah menggunakan teknologi
RFID di Indonesia!
9. Jelaskan perbedaan karakteristik antara penggunaan media komunikasi gelombang
radio dan gelombang mikro!
10. Bagaimana bentuk susunan koneksi kabel UTP apabila menggunakan standar
EIA/TIA 568B?
73
11. Lakukan identifikasi frekuensi opeasi dari semua stasiun teleisi yang ada di Indonesia,
seperti tampak dalam tabel di bawah ini:
12. Telkom akan meluncurkan satelit Telkom-3. Carilah spesifikasi dan rencana
peruntukan satelit tersebut untuk kemajuan dunia komunikasi di Indonesia!
74
Transmisi Sinyal Digital
Dalam Bab 3 kita telah mempelajari bahwa dalam proses transmisi data selalu dikonversi
menjadi sinyal terlebih dahulu. Data tersebut bisa berbentuk data analog dan data digital.
Sinyal juga dapat berupa sinyal analog dan sinyal digital. Transmisi baseband adalah
representasi data analog atau data digital menjadi sinyal digital pada proses transmisi.
Sedangkan transmisi passband (akan dibahas dalam Bab 6) adalah representasi data
analog atau data digital menjadi sinyal analog pada proses transmisi. Transmisi passband
ditandai dengan pergeseran frekuensi dari frekuensi data yang umumnya rendah menjadi
frekuensi sinyal yang tinggi sesuai dengan frekuensi gelombang pembawa (carrier
frequency).
Pada bagian ini kita hanya membicarakan proses konversi dari data digital menjadi sinyal
digital dan proses konversi dari data analog menjadi sinyal digital. Sedangkan pada Bab
berikutnya kita akan mendiskusikan proses konversi dari data digital dan data analog
menjadi sinyal analog. Proses konversi data menjadi sinyal seringkali juga disebut dengan
istilah pengkodean (encoding) (Stalling, 2001).
75
5.1.Konversi (Pengkodean) Data Digital Menjadi Sinyal Digital
Terdapat tiga macam cara untuk melakukan proses konversi dari data digital menjadi
sinyal digital, yaitu line coding, block coding dan scrambling. Namun sebelum
membicarakan ketiga macam teknik konversi tersebut mari kita bahas terlebih dahulu
hubungan antara kecepatan data (data rate) dan kecepatan sinyal (signal rate) dan syarat-
syarat agar transmisi sinyal digital dapat berlangsung dengan baik.
Terdapat tiga macam cara untuk melakukan proses konversi dari data digital
menjadi sinyal digital, yaitu line coding, block coding dan scrambling.
Kecepatan pengiriman sinyal diwakili oleh beberapa istilah, antara lain: baud rate,
modulation rate atau pulse rate. Dalam buku ini kita akan menggunakan istilah baud rate
dengan satuan baud untuk menyatakan kecepatan pengiriman sinyal digital. Secara logis
kita tahu bahwa dalam komunikasi data diharapkan agar kecepatan data dapat dicapai
setinggi-tingginya sedangkan kecepatan pengiriman sinyal dapat dicapai serendah-
rendahnya.
Kecepatan data tinggi dalam proses transmisi berarti bahwa sejumlah besar data dapat
dikirimkan dalam satu satuan waktu. Karena itu semakin tinggi data rate berarti semakin
besar jumlah data yang dapat dikirimkan dalam satu satuan waktu. Sedangkan kecepatan
pengiriman sinyal diharapkan menjadi rendah karena berkaitan dengan bandwidth dari
sinyal. Semakin rendah baud rate, berarti semakin kecil pula jumlah bandwidth yang
dibutuhkan untuk mentransmisikan sinyal.
Hubungan antara kecepatan sinyal dan kecepatan data dinyatakan dalam persamaan 5.1.
1
S =k× ×R (5.1)
m
Simbol S merepresentasikan kecepatan sinyal (signal rate) rata-rata dalam satuan baud, k
adalah konstanta yang dapat berubah-ubah tergantung pada jenis modulasi yang
76
digunakan, m adalah jumlah elemen data yang dapat dibawa oleh setiap elemen sinyal
(waveform), dan R adalah kecepatan data (data rate). Untuk pengkodean data digital
menjadi sinyal digitial, nilai rata-rata dari k adalah ½.
Konversi data digital menjadi sinyal digital dengan nilai m=1/2 sekalipun meningkatkan
bandwidth dari sinyal, dalam praktek lebihan sinyal semacam ini dibutuhkan untuk proses
sinkronisasi. Sebagai contoh, pada komunikasi serial yang digunakan oleh komputer,
apabila jenis komunikasi serial sinkron digunakan maka setiap beberapa byte selalu
disisipkan bit-bit sinkronisasi untuk memberikan kesempatan bagi terminal penerima
melakukan sinkronisasi waktu dengan terminal pengirim.
Kita dapa melihat sekarang bahwa cukup banyak pertimbangan-pertimbangan yang harus
dilakukan sebelum proses transmisi data terjadi. Selain pertimbangan bandwidth dan
sinkronisasi, pengkodean data digital menjadi sinyal digital juga harus
mempertimbangkan struktur dari deretan bit yang akan ditransmisikan.
77
1 elemen data
1 elemen data
0 1 0 1 1 0
m=1 m=1/2
1 elemen 2 elemen
sinyal sinyal
2 elemen data
4 elemen data
00 11 01 10 1001
m=2 m=4/3
3 elemen
1 elemen sinyal
sinyal
Sinyal dengan level tegangan konstan tidak disukai dalam transmisi sinyal digital,
misalnya pengiriman data dengan jumlah bit 1 berderet panjang akan dikonversi menjadi
tegangan konstan (komponen DC) sebesar -1 Volt sampai seluruh bit selesai dikirimkan.
Pertama, tegangan konstan seperti ini tidak diharapkan karena penurunan energi sinyal
(atenuasi) di sisi penerima dapat menyebabkan kesulitan deteksi. Kedua, di samping
atenuasi, tegangan konstan seperti itu memiliki frekuensi nol (seperti telah dibahas dalam
Bab 3), padahal frekuensi nol tidak dapat dilewatkan melalui saluran komunikasi. Sebagai
contoh saluran-saluran telepon kabel tidak dapat melewatkan sinyal dengan frekuensi di
bawah 200 Hz. Ketiga, tegangan konstan juga dapat menyebabkan pergeseran daya rata-
rata dari sinyal. Padahal proses deteksi pada sisi penerima sangat mendasarkan pada
perhitungan daya rata-rata dari sinyal. Pergeseran daya rata-rata sinyal seperti ini
seringkali disebut dengan istilah baseline wandering.
78
Faktor-faktor lain yang harus dimiliki oleh sinyal digital adalah: memiliki kemampuan
untuk mendeteksi kesalahan dalam proses transmisi, memiliki ketahanan terhadap
gangguan-gangguan transmisi seperti derau dan interferensi, memiliki kompleksitas
rendah pada saat diimplementasikan.
Setelah membicarakan kriteria dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengkodean,
sekarang mari kita bicarakan jenis-jenis pengkodean sinyal digital seperti telah disebutkan
pada bagian awal dari bab ini satu-persatu.
Pada modulasi NRZ, bit 0 direpresentasikan oleh sinyal dengan tegangan 0 volt,
sedangkan bit 1 direpresentasikan oleh sinyal dengan tegangan +V volt. Karena 1
elemen sinyal hanya membawa 1 elemen data, maka m=1. Berdasarkan persamaan
79
5.1 kita dapati bahwa kecepatan sinyal rata-rata adalah S=R/2 baud. Pengkodean ini
disebut dengan NRZ karena sinyal tidak kembali ke 0 volt di tengah-tengah bit
(bandingkan dengan modulasi manchester). Pengkodean NRZ dalam aplikasi nyata
tidak digunakan karena jumlah daya yang dibutuhkan untuk membangkitkan 1
buah sinyal pada NRZ lebih besar daripada jenis pengkodean NRZ-L atau NRZ-I
yang akan segera kita bahas.
Pada NRZ-L bit 1 dan bit 0 direpresentasikan dengan level tegangan dari
sinyal, sedangkan pada NRZ-I bit 1 dan bit 0 dibedakan oleh ada atau
tidaknya perubahan level tegangan dari sinyal.
Seperti terlihat dalam Gambar 5.3, NRZ-L dan NRZ-I menggunakan tegangan
positif dan negatif sebagai representasi bit. Pada NRZ-I tegangan dari sinyal akan
berubah (berinversi) apabila bit berikutnya adalah bit 1. Sedangkan apabila bit
berikutnya adalah bit 0, tidak ada perubahan sinyal. Dengan mengamati bentuk
80
sinyal NRZ-L dan NRZ-I kita dapat melihat bahwa kedua modulasi polar ini masih
akan mengalami apa yang disebut dengan baseline wandering. Pada NRZ-L
baseline wandering akan terjadi apabila terdapat deretan panjang bit 1 atau bit 0,
sedangkan pada NRZ-I baseline wandering hanya terjadi pada deretan panjang bit
0 saja. Dalam hal ini NRZ-I sedikit lebih baik daripada NRZ-L.
Amplitudo
0 1 0 1 0 0 1
+V
-V Waktu
NRZ-L
Amplitudo
0 1 0 1 0 0 1
+V
-V Waktu
NRZ-I
Pada NRZ-L dan NRZ-I terlihat bahwa 1 bit elemen data direpresentasikan oleh 1
elemen sinyal waveform, sehingga m=1. Dengan demikian kecepatan sinyal rata-
rata dari modulasi digital NRZ-L dan NRZ-I adalah S=R/2 baud.
Bagaimana dengan bandwidth dari sinyal NRZ-L dan NRZ-I? Pertanyaan bagus.
Karakteristik dari bandwidth dari kedua model modulasi ditunjukkan dalam
Gambar 5.4.
Variabel P pada sumbu vertikal dari gambar adalah densitas dari daya (Power
density), yaitu jumlah daya pada setiap 1 Hz dari bandwidth. Terlihat bahwa
sebagian besar daya berada di sekitar frekuensi 0 Hz. Hal ini berarti terdapat
komponen DC yang membawa energi besar sekali. Dari sini dapat disimpulkan
81
bahwa energi yang dibawa oleh NRZ-L dan NRZ-I tidak tersebar merata di kedua
tegangan positif dan tegangan negatif. Dengan kata lain, masalah baseline
wandering tak terhindarkan oleh kedua jenis modulasi digital ini.
Kekurangan dari NRZ-L dan NRZ-I diperbaiki oleh pengkodean digital return-to-
zero (RZ). RZ menggunakan tiga level tegangan yaitu: tegangan positif, tegangan
nol dan tegangan negatif seperti terlihat dalam Gambar 5.5. Dengan demikian
persoalan munculnya komponen DC pada NRZ dapat dieliminasi oleh RZ.
Amplitudo
0 1 0 1 0 0 1
+V
-V Waktu
RZ
P Bandwidth
1
0.5
0
1 2 f/R
82
digunakan oleh NRZ. Perhatikan bahwa nilai m=1/2 dan kecepatan sinyal rata-rata
adalah S=N baud.
Selain itu, karena RZ membutuhkan tiga level tegangan maka perangkat dengan
kompleksitas tinggi dibutuhkan untuk membangkitkan sinyal RZ. Kelemahan-
kelemahan sinyal RZ tersebut di atas menjadi alasan sehingga dalam praktek
komunikasi data RZ tidak digunakan. Modulasi digital yang cukup efisien saat ini
adalah manchester dan differential mancheseter yang akan dibicarakan pada bagian
berikutnya.
Seperti terlihat dalam gambar, pada pengkodean dua-fasa setiap 1 bit elemen data
diwakili oleh 2 elemen sinyal, sehingga m=1/2. Dengan menggunakan persamaan
5.1, kecepatan sinyal rata-rata didapatkan S=R baud.
83
Dengan adanya transisi pada separo waktu dari durasi bit yang dapat diprediksikan
sebelumnya, maka antara pengirim dan penerima terjadi proses sinkronisasi pada
transisi tersebut. Keuntungan lain menggunakan pada pengkodean dua-fasa adalah
tidak adanya komponen DC, sehingga baseline wandering tidak mungkin terjadi
pada pengkodean ini. Satu-satunya kelemahan pada pengkodean dua-fasa adalah
kebutuhan bandwidth transmisi yang dua kali lebih besar daripada pengkodean
NRZ. Karakteristik bandwidth dari pengkodean dua-fasa dapat dilihat dalam
Gambar 5.7.
84
Pada pengkodean AMI, elemen data dengan bit 1 direpresentasikan oleh sinyal
yang beriversi bolak balik dari tegangan positif ke tegangan negatif atau sebaliknya
dari tegangan negatif ke tegangan positif. Sedangkan elemen data dengan bit 0
direpresentasikan oleh tegangan 0 volt.
Kedua jenis pengkodean bipolar ini direpresentasikan dalam Gambar 5.8. Seperti
terlihat dalam gambar, pada pengkodean bipolar ini 1 elemen data
direpresentasikan oleh 1 elemen sinyal, sehingga didapatkan nilai m=1. Dengan
menggunakan persamaan 5.1 didapatkan bahwa kecepatan sinyal rata-rata adalah
S=R/2 baud. Dengan memperhatikan pada Gambar 5.9, kita tahu bahwa konsentrasi
sebagian energi dari pengkodean bipolar berada pada frekuensi R/2.
85
Keuntungan menggunakan menggunakan pengkodean bipolar adalah: pertama,
tidak memiliki komponen DC, dan kedua, membutuhkan bandwidth dua kali lebih
kecil daripada pengkodean dua-fasa yang telah kita bicarakan sebelumnya.
Elemen data terdiri atas bit 0 dan bit 1, sehingga jumlah kombinasi pola bit yang
mungkin dibuat adalah 2p pola. Sedangkan elemen sinyal dengan level L akan
menghasilkan kombinasi pola sinyal sebanyak Lq. Karena itu apabila kita buat agar
2p=Lq, maka setiap pola data akan dapat direpresentasikan tepat pada setiap pola
sinyal. Namun dalam aplikasi dibutuhkan agar 2p≤ Lq sehingga tidak semua pola
sinyal merupakan representasi dari pola data. Pola sinyal selebihnya dapat
digunakan untuk sinkronisasi dan pedeteksi kesalahan.
Model pengkodean multilevel yang saat ini digunakan oleh Digital Subscriber Line
(DSL) adalah two binary, one quaternary (2B1Q). 2B1Q berarti setiap 2 bit data
86
dikodekan ke dalam 1 elemen sinyal yang memiliki 4 level tegangan. Sehingga
nilai m=2 dan kecepatan sinyal rata-rata adalah S=N/4 baud. Dengan demikian nilai
p=2, q=1 dan L=4. Pengkodean 2B1Q mengikuti aturan seperti yang ada dalam
Tabel 5.1.
Contoh pengkodean 2B1Q dapat dilihat dalam Gambar 5.9. Dengan menggunakan
2B1Q data dikirimkan dengan kecepatan dua kali lipat kecepatan yang dapat
dicapai oleh NRZ-L. Namun satu hal perlu diperhatikan, pada NRZ-L penerima
hanya mendeteksi dua level tegangan, sedangkan pada 2B1Q penerima harus
mampu mendeteksi sampai empat level tegangan. Keuntungan lain menggunakan
2B1Q adalah kebutuhan bandwidth yang kecil untuk mentransmisikan sinyal.
Dalam aplikasi dibutuhkan agar 2p≤ Lq sehingga tidak semua pola sinyal
merupakan representasi dari pola data. Pola sinyal selebihnya dapat
digunakan untuk sinkronisasi dan pedeteksi kesalahan.
Model pengkodean multilevel yang lain disebut dengan nama 8B6T. Dinamakan
demikian karena pengkodean ini melakukan konversi dari 8 bit bilangan biner data
menjadi 6 pola sinyal dengan tiga (ternary) level tegangan (positif, negatif dan nol).
Sehingga kita dapat menghitung bahwa ada sebanyak 28 = 256 pola data dan ada
sebanyak 36 = 478 pola sinyal. Karena itu akan terdapat sisa pola sinyal yang tidak
87
digunakan merepresentasikan pola data sebanyak 222 pola. Sisa pola sinyal yang
tidak digunakan ini dipakai untuk sinkronisasi dan pendeteksi kesalahan. Dengan
demikian pada pengkodean ini nilai m=8/6, dan kecepatan sinyal rata-rata adalah
S=3N/8 baud. Proses pengkodean ini menggunakan tabel seperti ditunjukkan dalam
Lampiran 1. Contoh pengkodean data dengan 8B6T ditunjukkan dalam Gambar
5.10.
Amplitudo
01 00 11 10 10
+3V
+V
Waktu
-V
-3V
2B1Q
P Bandwidth
1
0.5
0
1 2 f/R
Seperti terlihat dalam gambar, salah satu penggunaan pola sinyal yang tidak
memiliki representasi pola data adalah untuk mengidentifikasi bobot dari setiap
sinyal. Perhatikan tabel dalam Lampiran 1, setiap sinyal memiliki representasi
bobot 0 atau 1. Karena itu apabila terdapat dua buah sinyal dengan bobot yang
sama berurutan, maka akan dilakukan inversi terhadap sinyal terakhir seperti
terlihat dalam Gambar 5.10.
88
Data
Amplitudo
Teknologi terbaru dalam bidang komunikasi jaringan adalah teknolobi Giga Bit
Ethernet. Gigabit Ethernet menggunakan model pengkodean multilevel dengan
nama 4D-PAM5. Pengkodean ini menggunakan 5 level sinyal yang ditransmisikan
melalui 4 buah kabel pada saat yang sama. Sinyal dengan level tegangan 0 volt
tidak digunakan untuk mengirimkan data melainkan digunakan untuk deteksi
kesalahan. Sehingga 4D-PAM5 mengkodekan 8 bit elemen data menjadi 4 level
sinyal dan masing-masing sinyal ditransmisikan melalui 4 buah kabel seperti
terlihat dalam Gambar 5.11. Dengan demikian nilai m=4 dan kecepatan sinyal rata-
rata adalah S=N/8. Jika dibandingkan dengan metode pengkodean yang lain, 4D-
PAM5 merupakan jenis pengkodean dengan kecepatan sinyal rata-rata paling
rendah.
89
Pengkodean Multiline Transmission: MLT-3
Multiline transmission, three level (MLT-3) menggunakan 3 level tegangan sinyal
dan 3 aturan transisi untuk berpindah dari satu level tegangan ke level tegangan
yang lain. Tiga aturan transisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
b. Apabila bit berikutnya adalah 0, maka tidak ada transisi level sinyal.
c. Apabila bit berikutnya adalah 1 dan level sinyal saat ini tidak 0, maka level
sinyal berikutnya adalah 0.
d. Apabila bit berikutnya adalah 1 dan level sinyal saat ini adalah 0, maka level
sinyal berikutnya adalah kebalikan dari level sinyal tidak 0 yang terakhir.
90
Ringkasan dari pembicaraan tentang pengkodean digital beserta lebar bandwidth
dan aplikasinya dapat dilihat dalam Tabel 5.2. Seperti terlihat dalam tabel, sebagian
besar aplikasi pengkodean digital diterapkan untuk komunikasi jaringan Local
Area Network (LAN).
91
10Base-F adalah Ethernet dengan media serat optik. Pengembangan berikutnya
meningkatkan kecepatan Ethernet menjadi 100 Mbps disebut dengan nama Fast-
Ethernet. Fast-Ethernet dengan standar 100Base-TX menggunakan media dua
pasang kabel twisted pair (UTP Cat. 5) sedangkan 100Base-T4 menggunakan
media 4 pasang kabel twisted pair (UTP Cat. 5E, Cat. 6) dan 100Base-FX
menggunakan media serat optik. Versi terakhir dari Etherenet adalah Gigabit
Ethernet dengan kecepatan 1 Gbps. Standar 1000Base-T4 adalah Gigabit Ethernet
menggunakan media twisted pair 4 pasang, sedangkan 1000Base-SX, 1000Base-
LX dan 1000Base-CX adalah Gigabit Ethernet dengan menggunakan media serat
optik.
Dalam proses substitusi dibutuhkan agar blok data baru memiliki ukuran bit lebih
besar daripada blok data sebelum substitusi. Hal ini dikarenakan bit data yang akan
ditransmisikan harus memiliki kemampuan untuk melakukan sinkronisasi dan
deteksi kesalahan di dalam dirinya. Sebagai contoh, pada pengkodean blok 4B/5B,
92
blok data lama berukuran 4 bit sedang blok data baru berukuran 5 bit. Karena blok
data lama hanya memiliki 16 pola sedangkan blok data baru memiliki variasi
sebanyak 32 pola, maka hanya dibutuhkan sebanyak 16 pola dari blok data baru
untuk substitusi. Sisa pola data digunakan untuk sinkronisasi dan deteksi
kesalahan.
93
panjang, namun kelemahan tersebut telah dapat dieliminasi dengan adanya
pemilahan aliran bit data yang panjang menjadi blok-blok data berukuran kecil.
Pengkodean NRZ-I bukan satu-satunya jenis pengkodean yang dapat digunakan
bersama-sama dengan pengkodean blok 4B/5B. Apabila efek dari komponen DC
masih belum dapat ditolerir, maka pengkodean blok 4B/5B juga dapat digabungkan
dengan pengkodean dua-fasa atau pengkodean bipolar.
Tabel konversi dari berbagai pola 4 bit data menjadi 5 bit data ditunjukkan dalam
Lampiran 2. Seperti terlihat dalam tabel, hasil pengkodean 5 bit menunjukkan
bahwa tidak ada lagi blok data yang diawali oleh lebih dari satu bit 0. Juga tidak
ada lagi blok data yang diakhiri oleh bit 0 dengan jumlah bit lebih dari dua.
Sehingga dengan menggunakan pengkodean 4B/5B tidak akan ada lagi sebanyak
tiga elemen bit 0 berada dalam posisi berjajar.
94
Dalam proses pengkodean 8B/10B, 5 bit pertama (the most significant bit) dari 8
bit data yang akan dikodekan diinputkan ke dalam pengkode digital 5B/6B,
sedangkan 3 bit terakhir diinputkan ke dalam pengkode digital 3B/4B. Disparity
controller digunakan untuk mendeteksi apabila terdapat elemen data bit 0 atau bit 1
berjajar dalam jumlah banyak.
Blok 8 bit
Pengkodean
5B/6B
Disparity
Blok 10 bit
controller
Pengkodean
3B/4B
5.1.3. Scrambling
Seperti telah kita diskusikan dalam sub-bab 5.1.1 bahwa pengkodean digital AMI
mengandung masalah tersendiri apabila terdapat level tegangan nol berderet
panjang. Kelemahan tersebut dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik
pengkodean scrambling. Tujuan dari pengkodean scrambling adalah melakukan
substitusi dengan aturan tertentu apabila dideteksi sejumlah level tegangan nol
berderet panjang. Pada dasarnya teknik scrambling adalah pengkodean AMI
dengan modifikasi apabila dideteksi level tegangan nol berderet panjang.
95
Pengkodean scrambling B8ZS
Pengkodean B8ZS adalah Bipolar with 8-Zero Substitution. Dengan menggunakan
pengkodean ini apabila terdapat 8 level tegangan nol berurutan, maka kedelapan
level tegangan tersebut disubstitusi oleh level tegangan 000VB0VB. V adalah
singkatan dari violation dan B adalah singkatan dari bipolar. Level tegangan
dengan nilai V adalah level tegangan yang memiliki level tegangan inversi dari
level tegangan yang seharusnya (inversi dari aturan AMI), sedangkan level
tegangan B adalah level tegangan yang mengikuti aturan AMI.
Sebagai contoh perhatikan contoh pengkodean B8ZS dalam Gambar 5.16. Dalam
Gambar 5.16 terdapat dua macam kondisi yang mungkin terjadi. Kondisi pertama
adalah saat bit 1 direpresentasikan oleh tegangan negatif dalam pengkodean AMI.
Karena itu levle tegangan V berinversi dari level tegangan yang seharusnya positif
(menurut aturan AMI) menjadi negatif. Sedangkan nilai level tegangan B menjadi
positif karena level tegangan tidak nol terakhir adalah level tegangan negatif. Lihat
Gambar 5.16 atas. Gambar 5.16 bagian bawah mengilustrasikan kondisi kedua,
96
yaitu saat bit 1 direpresentasikan oleh tegangan positif dalam pengkodean AMI.
Pembaca dapat menelusuri sendiri hasil pengkodean dengan menggunakan
pengkodean scrambling B8ZS.
Ilustrasi pengkodean sinyal dengan HDB3 dapat dilihat dalam Gambar 5.17.
Amplitudo
Substitusi 1 Substitusi 2 Substitusi 3
1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
+V
-V Waktu
0 0 0 V B 0 0 V B 0 0 V
HDB3
97
B00V. Sebelum substitusi 3 terjadi, tidak ada sinyal dengan level tegangan tidak
nol. Bila hal ini terjadi maka jumlah level tegangan sebelum substitusi dianggap
sebagai genap. Karena itu subtitusi 3 menggunakan level tegangan B000V.
Untuk memperoleh data digital dibutuhkan suatu proses untuk mengubah sinyal analog
menjadi data digital. Ada beberapa metode yang dapat digunakan. Namun dalam sub-bab
ini kita hanya akan membahas dua metode yang paling banyak digunakan, yaitu Pulse
Code Modulation (PCM) dan Modulasi Delta (Delta modulation).
98
1. Proses pencacahan (sampling),
2. Proses kuantisasi, dan
3. Pengkodean data digital.
Gambar 5.18 memberikan ilustrasi seluruh proses mengubah sinyal analog menjadi
data digital dengan menggunakan PCM.
Proses pencacahan
Proses pencacahan dilakukan dengan mencacah sinyal analog dalam periode waktu
tertentu disebut dengan priode pencacahan (Ts). Kebalikan dari periode pencacahan
adalah frekuensi pencacahan (fs), yaitu fs=1/Ts.
Semakin tinggi frekuensi pencacahan, atau semakin kecil periode pencacahan maka
sinyal hasil cacahan akan semakin menyerupai sinyal analog asli. Sinyal hasil
cacahan seringkali disebut juga istilah sinyal Pulse Amplitude Modulation (PAM).
Namun semakin tinggi frekuensi pencacahan membawa konsekuensi pada harga
keseluruhan dalam proses pencacahan semakin mahal.
99
Pertanyaan ini dijawab oleh Teorema Nyquist yang berbunyi demikian: frekuensi
pencacah harus minimal dua kali frekuensi tertinggi (bukan bandwidth) yang
dikandung oleh sinyal asli. Dalam Bab 3 sudah kita bicarakan representasi domain
frekuensi dari suatu sinyal. Dengan menggunakan representasi domain frekuensi
tersebut kita dapat melihat frekuensi tertinggi yang dikandung oleh suatu sinyal.
Karena itu kita dapat menarik acuan umum bahwa proses pencacahan hanya dapat
dilakukan apabila sinyal memiliki bandwidth terbatas (band-limited). Apabila
bandwidth dari suatu sinyal tak terbatas, maka pencacahan tidak dapat dilakukan.
Dengan kata lain, akan dibutuhkan frekuensi tak terhingga untuk mencacah sinyal
dengan bandwidth tak terbatas.
1 1
fs =2f
0.5 0.5
Amplitudo
Amplitudo
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
0 0.5 1 1.5 2 0 0.5 1 1.5 2
Waktu (detik) Waktu (detik)
1 1
fs =f fs =5f
0.5 0.5
Amplitudo
Amplitudo
0 0
-0.5 -0.5
-1 -1
0 0.5 1 1.5 2 0 0.5 1 1.5 2
Waktu (detik) Waktu (detik)
100
Efek dari variasi frekuensi pencacah ditunjukkan dalam Gambar 5.19. Gambar
sebelah kanan atas adalah contoh pencacahan sinyal dengan menggunakan
frekuensi pencacah sama dengan frekuensi yang disyaratkan oleh Nyquist, yaitu
fs=2fmax. Gambar bawah sebelah kiri adalah pencacahan dengan frekuensi pencacah
kurang dari syarat Nyquist. Karena jumlah sinyal pencacah kurang dari syarat
minimal, maka sinyal pencacah tidak akan dapat merepresentasikan sinyal analog
asli. Sedangkan pada gambar terakhir terlihat bahwa frekuensi pencacah jauh di
atas syarat Nyquist, karena itu sinyal pencacah dapat merepresentasikan sinyal
analog asli dengan sangat baik.
Gambar 5.20. Pencacahan natural dan sample and hold (Forouzan, 2007)
Proses pencacahan seperti dalam Gambar 5.19 disebut dengan pencacahan ideal.
Pencacahan ideal tidak mungkin dicapai dalam aplikasi nyata, karena
membutuhkan peralatan yang dapat menghasilkan periode waktu setiap cacahan
pendek sekali (setiap cacahan hanya berupa garis). Pencacahan natural akan
menghasilkan cacahan berupa persegi panjang dengan tinggi sesuai dengan
amplitudo geombang, dan lebar sesuai dengan periode cacahan. Lihat ilustrasi
dalam Gambar 5.20. Namun perangkat elektronik pencacah biasanya menggunakan
101
metode sample and hold ketimbang menggunakan pencacahan ideal atau
pencacahan natural.
Proses Kuantisasi
Pencacahan menghasilkan deretan pulsa PAM dengan amplitudo bervariasi dari
nilai minimum tegangan sampai nilai maksimum tegangan sinyal analog asli.
Jumlah variasi amplitudo tak terhingga. Karena itu langkah selanjutnya adalah
melakukan proses kuantisasi amplitudo. Lebar kuantisasi (∆) ditentukan dengan
rumusan berikut:
Vmax − Vmin
∆= (5.2)
L
Yang mana Vmax adalah tegangan maksimal dari sinyal analog asli dan Vmin adalah
tegangan minimum yang dapat dicapat oleh sinyal analog asli dan L adalah jumlah
level kuantisasi yang diinginkan.
Ilustrasi proses kuantisasi dapat dilihat dalam Gambar 5.21. Tegangan sinyal
analog bervariasi antara -8 volt sampai 8 volt. Apabila diinginkan level kuantisasi
sebanyak 8 level, maka dengan menggunakan persamaan 5.2 didapatkan lebar
kuantisasi (delta) = 2 volt. Normalisasi PAM dalam Gambar 5.21 adalah nilai
tegangan PAM hasil dari pencacahan dibagi dengan delta (∆).
PCM dengan lebar kuantisasi (∆) yang memiliki nilai tetap seperti terlihat dalam
gambar disebut dengan kuantisasi seragam (uniform quantization). Dalam kasus
yang lain, misalnya perubahan amplitudo sinyal analog lebih sering terjadi pada
tegangan rendah, tidak digunakan kuantisasi seragam tetapi digunakan kuantisasi
tidak seragam. Kuantisasi tidak seragam akan menghasilkan lebar kuantisasi
berbeda-beda untuk setiap level kuantisasi.
102
Gambar 5.21. Proses kuantisasi dan pengkodean digital
Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah adanya kesalahan
kuantisasi akibat adanya pembulatan level tegangan PAM ke level kuantisasi
terdekat. Nilai kesalahan dari setiap cacahan tidak akan melebihi ∆/2, karena itu
kesalahan kuantisasi akan berada pada nilai -∆/2 ≤ kesalahan kuantisasi ≤ ∆/2.
Kesalahan kuantisasi berkontribusi pada peningkatan SNR dari sinyal yang tentu
saja akan berakibat langsung pada penurunan kapasitas kanal (ingat teori Shannon).
SNR akibat adanya kesalahan kuantisasi dirumuskan oleh persamaan 5.3.
103
implementasi dithering dalam proses kuantisasi. Penulis juga menggunakan proses
dithering dan mengajukan skema dithering dalam proses kuantisasi yang disebut
dengan sinusoidally-distributed dithering (jusak, 2004).
R = f s × log 2 L (5.4)
Yang mana R adalah kecepatan data dalam satuan bps, dan fs adalah frekuensi
cacahan dalam satuan Hz. Dalam persamaan 5.4, log2 L pada dasarnya adalah
jumlah bit yang digunakan untuk merepresentasikan L level, sebagai contoh untuk
L=8, maka dibutuhkan jumlah bit 3 seperti dapat dilihat dalam Gambar 5.21.
PCM pembalik kode terdiri atas dua bagian penting. Pertama, kode digital diubah
menjadi sinyal dengan amplitudo sesuai dengan nilai integer kode digital,
selanjutnya peralatan menahan tegangan pada nilai amplitudo tersebut sesaat
104
sampai sinyal berikutnya datang. Sehingga peralatan ini akan menghasilkan sinyal
dengan gelombang kotak yang merupakan representasi dari kode digital. Kedua,
sinyal dengan gelombang kotak tersebut dihaluskan agar menjadi sinyal analog
dengan menggunakan filter low-pass. Lihat Gambar 5.22.
1
S = k × f s × log 2 L ×
m
(5.5)
1
S = k × 2 × f max × log 2 L ×
m
Apabila kita asumsikan bahwa nilai k adalah ½ dan nilai m adalah 1, kita juga
melakukan asumsi bahwa sinyal telah melewati filter low-pass (fmax=Bandwidth)
maka persamaan 5.5 dapat disederhanakan menjadi:
Dari persamaan 5.6 dapat disimpulkan bahwa bandwidth minimum dari sinyal
digital adalah log2 L kali lebih besar daripada bandwidth sinyal analog. Ini adalah
nilai tambah dari penggunaan sinyal digital.
105
Dari persamaan 5.6 dapat disimpulkan bahwa
bandwidth minimum dari sinyal digital adalah log2 L kali lebih besar
daripada bandwidth sinyal analog.
Amplitudo
Waktu
0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 Data digital
Untuk dapat menghasilkan unjuk kerja Modulasi Delta yang lebih baik, δ dapat
dibuat menjadi adaptif. Dengan menggunakan Modulasi Delta Adaptif nilai δ akan
berubah-ubah mengikuti amplitudo dari sinyal analog.
106
Sebagaimana halnya pada PCM, kesalahan akibat kuantisasi juga terjadi pada
Modulasi Delta. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kesalahan kuantisasi
dari Modulasi Delta lebih kecil daripada PCM.
5.3.Soal Pengayaan
1. Mengapa pengkodean digital diperlukan? Carilah 3 alasan utama!
2. Kriteria-kriteria atau pertimbangan-pertimbangan apa yang digunakan untuk
menentukan pemilihan jenis pengkodean digital dalam suatu implementasi?
3. Apa yang dimaksud dengan dithering? Carilah referensi bagaimana dithering dapat
mengurangi kesalahan kuantisasi!
4. Berikan penjelasan mengapa pengkodean dua-fasa banyak digunakan dalam
implementasi komunikasi data?
5. Apa keuntungan menggunakan pengkodean blok daripada menggunakan line-coding?
6. Buktikan bahwa persamaan untuk menentukan kecepatan sinyal rata-rata dari
pengkodean MLT-3 adalah S=R/4.
7. Diketahui data digital 1010000011011110 akan ditransmisikan dengan kecepatan
25kbps. Tentukan:
a. Bentuk sinyal digital dengan menggunakan pengkodean NRZ-I.
b. Bentuk sinyal digital dengan menggunakan pengkodean Differential
Manchester.
c. Bentuk sinyal digital dengan menggunakan pengkodean AMI.
d. Tentukan kecepatan sinyal untuk masing-masing pendkodean dalam soal a-c.
8. Sebuah sinyal analog memiliki bandwidth 128 KHz. Jika kita melakukan pencacahan
terhadap sinyal tesebut dan mengirimkan melalui kanal dengan kecepatan 160 Kbps,
berapakah SNR (dB)?
107
9. Deratan bit 11100000000000 akan dikodekan dengan menggunakan metode
scrambling B8ZS dan HDB3. Bagaimana bentuk sinyal hasil scrambling bila
diasumsikan bahwa bit terakhir yang tidak nol memiliki tegangan positif?
10. Berapakah frekuensi cacahan minimal yang dapat ditentukan untuk sinyal-sinyal
berikut ini:
a. Sinyal analog yang dilewatkan melalui filter low-pass dengan bandwidth 300
KHz.
b. Sinyal analog yang dilewatkan melalui flter band-pass dengan bandwidth 300
KHz jika frekuensi terendah adalah 100 KHz.
11. Berapakah kecepatan data pada keluaran PCM apabila digunakan frekuensi cacahan
sebesar 500 cacah per menit dan pengkodean digital dengan menggunakan 128 level?
12. Sinyal analog dikirimkan dengan menggunakan lebar pita frekuensi 20 KHz. Jika
sinyal tersebut diubah menjadi sinyal digital dengan proses sampling untuk dilewatkan
pada kanal dengan kecepatan 30Kbps, berapakah nilai dari SNR (dalam dB)?
108
Transmisi Sinyal Analog
Dalam Bab 5 kita telah membicarakan panjang lebar tentang pengkodean digital. Kita telah
melihat bahwa pengkodean digital membawa banyak sekali manfaat bagi komunikasi data.
Namun demikian dalam transmisi kanal bandpass, penggunaan sinyal analog tak terhindarkan.
Proses yang lazim adalah data digital dikonversikan ke dalam sinyal digital, disebut dengan
transmisi baseband. Selanjutnya sinyal digital dimodulasi menjadi sinyal analog yang
memiliki frekuensi sesuai dengan frekuensi dari gelombang pembawa (carrier frequency).
Transmisi semacam ini disebut dengan transmisi bandpass.
Beberapa kriteria utama digunakan untuk menentukan pemilihan jenis modulasi analog dalam
implementasi, antara lain:
• Jumlah bandwidth yang dibutuhkan untuk mentransmisikan informasi.
109
• Gangguan-gangguan (derau dan distorsi) yang mungkin muncul pada jalur transmisi,
karena setiap jenis modulasi memiliki ketahanan terhadap gangguan transmisi berbeda-
beda.
• Karakteristik dari kanal komunikasi, misalnya kanal komunikasi nirkabel memiliki
perbedaan karakteristik dengan kanal komunikasi kabel, kanal komunikasi kabel berbeda
karakteristik dengan kanal komunikasi serat optik.
• Jumlah daya yang dipancarkan sesuai dengan karakteristik kanal komunikasi.
• Kompleksitas perangkat yang dibutuhkan pada sisi pengirim maupun pada sisi penerima.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa baik modulasi data digital menjadi sinyal analog
maupun modulasi sinyal analog menjadi sinyal analog berguna untuk membawa informasi
agar dalam proses transmisi karakteristik sinyal dapat disesuaikan dengan karakteristik kanal
komunikasi.
Dalam bab ini akan terdapat dua proses modulasi yang akan kita tinjau, yaitu: modulasi data
digital menjadi sinyal analog dan modulasi sinyal analog menjadi sinyal analog. Namun
sebelum membahas keduanya, bab ini akan menjelaskan model representasi sinyal analog
dengan menggunakan diagram konstelasi. Dengan menggunakan diagram ini perubahan
amplitudo dan pergeseran fasa dari sinyal analog akan jelas terlihat.
6.1.Diagram Konstelasi
Dalam Bab 3 telah dijelaskan bahwa karakteristik sinyal analog dapat diukur dari
beberapa parameter, yaitu: amplitudo, frekuensi, periode, fasa dan panjang gelombang.
Representasi dengan menggunakan diagram konstelasi pada dasarnya adalah representasi
sinyal dengan menggunakan amplitudo dan fasa. Sinyal direpresentasikan dalam bentuk
110
titik yang dapat diproyeksikan ke dalam 2 buah sumbu, yaitu: sumbu in-phase (I) dan
sumbu quadrature (Q). Perhatikan Gambar 6.1. Dengan cara demikan kita dapat
menghitung amplitudo dan fasa dari suatu sinyal.
Amplitudo puncak dari sinyal ditunjukkan melalui jarak antara pusat sumbu menuju ke
titik dimana sinyal tersebut berada. Proyeksi amplitudo pada sumbu in-phase disebut
dengan amplitudo pada sumbu in-phase dan proyeksi amplitudo pada sumbu quadrature
disebut dengan amplitudo pada sumbu quadrature. Sedangkan fasa adalah sudut yang
terbentuk antara amplitudo puncak dan amplitudo pada sumbu in-phase. Rumus hubungan
antara amplitudo dan fasa direpresentasikan oleh persamaan 6.1.
Amplitudo puncak dari sinyal ditunjukkan melalui jarak antara pusat sumbu
menuju ke titik dimana sinyal tersebut berada. Sedangkan fasa adalah sudut yang
terbentuk antara amplitudo puncak dan amplitudo pada sumbu in-phase.
komponen Q
Amplitudo
do
itu
pl
Am
A = Q2 + I 2 (6.1a)
⎛Q⎞
θ = tan −1 ⎜⎟ (6.1b)
⎝I⎠
111
Q = A × sin(θ ) (6.1c)
I = A × cos(θ ) (6.1d)
Yana mana A adalah amplitudo, θ adalah sudut fasa, Q adalah proyeksi amplitudo pada
sumbu quadrature dan I adalah proyeksi amplitudo pada sumbu in-phase.
Quadrature
01 11
1
θ2
θ1
-1 1 In-phase
-1
00 10
Gambar 6.2 memberikan contoh representasi sinyal analog dalam bentuk diagram
konstelasi. Gambar tersebut dapat diartikan sebagai berikut: data biner yang terdiri atas
dua elemen bit masing-masing diwakili oleh sebuah sinyal analog dalam bentuk
gelombang sinus. Data biner 11 diwakili oleh sebuah gelombang sinus dengan fasa θ1 =
puncak sebesar (− 1)2 + 12 = 2 . Data biner 10 diwakili oleh gelombang sinus dengan
fasa yang bergeser menjadi 315 derajad dan memiliki amplitudo puncak sebesar
Phase Shift Keying (QPSK) atau 4-Quadrature Amplitude Modulation (4-QAM). Seperti
112
terlihat dalam gambar, masing-masing sinyal diwakili oleh gelombang sinus dengan
perbedaan fasa sebesar 90 derajad.
Karena data berbentuk digital dan sinyal berbentuk analog, maka sekarang muncul
pertanyaan bagaimana hubungan antara kecepatan data (data rate) dan kecepatan sinyal
(signal rate atau baud rate). Hubungan antara kecepatan data dan kecepatan sinyal
didefinisikan oleh persamaan 6.2 di bawah ini:
1 1
S = R× = R× (6.2)
m log 2 M
Yang mana S adalah kecepatan sinyal (jumlah elemen sinyal per detik) dalam satuan
baud, R adalah kecepatan data dalam satuan bps, dan M adalah jumlah elemen sinyal.
Dalam transmisi modulasi data digital menjadi sinyal analog kecepatan sinyal akan selalu
lebih kecil atau sama dengan kecepatan data. Jadi tidak mungkin terjadi bahwa kecepatan
sinyal lebih besar daripada kecepatan data pada saat transmisi terjadi.
Dalam transmisi modulasi data digital menjadi sinyal analog kecepatan sinyal akan
selalu lebih kecil atau sama dengan kecepatan data.
113
6.2.1. Amplitude Shift Keying (ASK)
Pada ASK, data digital direpresentasikan oleh sinyal analog dengan amplitudo yang
berubah-ubah. Walaupun data digital dapat direpresentasikan dalam bentuk sinyal
analog dengan amplitudo berbeda-beda, pada umumnya hanya digunakan dua level
saja, disebut sebagai binary ASK atau 2-ASK. Dalam bahasa populer disebut dengan
nama on-off keying (OOK). Representasi sinyal analog dengan menggunakan 2-ASK
terlihat dalam Gambar 6.3.
1
Amplitudo
0.5
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
a. Sinyal digital Waktu(detik)
1
Amplitudo
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
b. Gelombang pembawa Waktu(detik)
1
Amplitudo
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
c. Sinyal ASK Waktu(detik)
Pada ASK, data digital direpresentasikan oleh sinyal analog dengan amplitudo
yang berubah-ubah.
114
Gambar 6.3 bagian atas adalah sinyal digital yang akan ditransmisikan dengan
kecepatan 5 baud per detik. Sinyal digital tersebut mewakili 5 bit data digital 10110.
Modulasi sinyal digital menjadi sinyal analog dengan menggunakan 2-ASK didapatkan
dengan cara mengalikan sinyal digital dengan gelombang pembawa yang memiliki
frekuensi, fc. Dalam gambar nilai fc =15 siklus per detik (Hz). Hasil akhir dari sinyal
ASK terlihat dalam Gambar 6.3 bagian bawah. Pada saat bit data digital adalah 1,
maka sinyal analog ASK direpresentasikan dalam bentuk gelombang sinus dengan
amplitudo sesuai dengan amplitudo gelombang pembawa. Sebaliknya pada saat bit
data digital adalah 0, maka sinyal aanalog ASK direpresentasikan sinyal DC dengan
amplitudo 0.
Sinyal 2-ASK memiliki jumlah elemen sinyal M=2, maka dengan menggunakan
persamaan 6.2 kita dapatkan nilai S=R. Yang berarti bahwa kecepatan rata-rata sinyal
2-ASK sama dengan kecepatan data.
Digram konstelasi dan representasi bandwidth dari sinyal ASK ditunjukkan dalam
Gambar 6.4. Diagram konstelasi direpresentasikan dengan menggunakan dua titik yang
masing-masing mewakili bit 0 dan bit 1. Titik yang mewakili bit 0 berada pada sumbu
diagram karena gelombang sinus yang mewakili memiliki amplitudo 0 dan fasa 0.
Sedangkan titik yang mewakili bit 1 berada pada sumbu in-phase dengan amplitudo 1
sesuai dengan amplitudo gelombang sinus dan fasa 0.
Seperti terlihat dalam Gambar 6.4 titik tengah dari bandwidth berada pada frekuensi
gelombang pembawa, fc. Lebar bandwidth dari sinyal ASK dapat dihitung dengan
persamaan 6.3 di bawah ini:
B = (1 + d ) × S (6.4)
Variabel B adalah bandwidth dalam satuan Hz, d adalah suatu konstanta yang teletak
antara 0 dan 1 tergantung pada modulasi dan proses pemfilteran sebelum
115
ditransmisikan. Karena itu sinyal ASK akan memiliki bandwidth minimum B=S (pada
saat d=0) dan bandwidth maksimum B=2S (pada saat d=1).
Amplitudo
Gambar 6.4. Diagram konstelasi dan representasi bandwidth untuk sinyal 2-ASK
Gambar 6.5 menunjukkan representasi sinyal Binary FSK (BFSK) dengan frekuensi
pembawa f1.dan f2. Seperti terlihat dalam gambar, sinyal digital yang mewakili data bit
0 direpresentasikan dalam bentuk gelombang sinus dengan frekuensi f1., sedangkan
sinyal digital yang mewakili data bit 1 direpresentasikan oleh gelombang sinus dengan
frekuensi f2.
Sinyal FSK ditunjukkan pada bagian paling bawah dari Gambar 6.5. Seperti terlihat
dalam gambar frekuensi dari sinyal analog berubah-ubah sesuai dengan perubahan
level pada sinyal digital. Karena BFSK menggunakan representasi dua jenis sinyal
116
analog, maka nilai M=2. Dengan demikian kita dapatkan bahwa kecepatan rata-rata
sinyal sama dengan kecepatan data digital, yaitu: S=R.
Amplitudo
0.5
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
a. Sinyal digital Waktu(detik)
1
Amplitudo
0
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
b. Gelombang pembawa 1 Waktu(detik)
1
Amplitudo
0
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
c. Gelombang pembawa 2 Waktu(detik)
1
Amplitudo
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
d. Sinyal FSK Waktu(detik)
Sinyal FSK tidak memiliki representasi dalam bentuk diagram konstelasi karena
amplitudo dan fasa dari sinyal FSK tidak berubah. Sedangkan ilustrasi representasi
bandwidth untuk sinyal BFSK ditunjukkan dalam Gambar 6.6. Seperti terlihat dalam
gambar, masing-masing gelombang pembawa memiliki bandwidth sebesar (1+d)S,
yang dipisahkan oleh frekuensi sebesar 2∆f. Frekuensi pembawa f1 dan f2 masing-
masing berada pada titik tengah dari bandwidth. Maka berdasarkan Gambar 6.6 dapat
dibuktikan bahwa bandwidth keseluruhan dari sinyal BFSK dapat direpresentasikan
dengan menggunakan rumusan dalam persamaan 6.4.
117
B = (1 + d ) × S + 2∆f (6.6)
Bandwidth
(1+d)S (1+d)S
f1 f2 Frekuensi (Hz)
∆f ∆f
B = (1 + d ) × S + ( M − 1) × 2∆f (6.7)
Gambar 6.7 menunjukkan bentuk paling sederhana dari modulasi PSK yang
dinamakan sebagai Binary PSK (BPSK). Modulasi BPSK diimplementasikan dengan
cara melakukan perkalian antara sinyal digital dan gelombang pembawa dengan
118
frekuensi tertentu. Karena itu, agar hasil perkalian menghasilkan sinyal PSK dengan
pergeseran fasa sebesar 180 derajad, maka data digital harus dikonversi menjadi sinyal
digital dengan level tegangan positif dan negatif terlebih dahulu. Sebagai contoh dalam
Gambar 6.7, bit 1 direpresentasikan oleh sinyal digital dengan tegangan +1 volt,
sedangkan bit 0 direpresentasikan dengan tegangan -1 volt.
Pada PSK, sinyal digital direpresentasikan dalam bentuk sinyal analog dengan
fasa yang berubah-ubah, sedangkan amplitudo dan frekuensi bernilai tetap.
Sinyal analog BPSK ditunjukkan dalam bagian paling bawah dari gambar. Seperti
terlihat dalam gambar, bit 1 direpresentasikan oleh gelombang sinus dengan fasa 0
derajad, sedangkan bit -1 direpresentasikan oleh gelombang sinus dengan pergeseran
fasa 180 derajad.
1
Amplitudo
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
a. Sinyal digital Waktu(detik)
1
Amplitudo
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
b. Gelombang pembawa Waktu(detik)
1
Amplitudo
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
c. Sinyal PSK Waktu(detik)
Karena sinyal BPSK memiliki dua macam tipe sinyal, maka kita dapat menentukan
nilai M=2 dan kecepatan rata-rata sinyal adalah S=R. Dengan demikian bandwidth dari
sinyal BPSK adalah B=(1+d)R. Diagram konstelasi dan karakteristik bandwidth dari
sinyal BPSK ditunjukkan dalam Gambar 6.8.
119
Bentuk matematis dari sinyal BPSK ditunjukkan dalam persamaan 6.8 di bawah ini:
Gambar 6.8. Diagram konstelasi dan representasi bandwidth untuk sinyal BPSK
Seperti terlihat dalam diagram konstelasi, elemen data bit 1 direpresentasikan oleh
sinyal analog dengan amplitudo +1 dan sudut fasa 0 derajad, sedangkan elemen data
bit 0 direpresentasikan oleh sinyal analog dengan amplitudo 1 dan sudut fasa 180
derajad. Pada sebelah kanan Gambar 6.8 terlihat bahwa bandwidth untuk BPSK sama
dengan karakteristik bandwidth pada 2-ASK. Karena itu bandwidth dari BPSK dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan 6.4.
Sekarang mari kita lihat sinyal PSK dengan jumlah elemen sinyal lebih dari 2. Tujuan
utama dari penggunaan sinyal PSK dengan elemen sinyal lebih dari 2 adalah untuk
menurunkan kecepatan sinyal rata-rata dan tentu saja akan menurunkan bandwidth
transmisi. Sebagai contoh, sinyal Quadrature PSK direpresentasikan oleh 4 macam
elemen sinyal dengan fasa masing-masing 45 derajad, 135 derajad, 225 derajad dan
315 derajad. Karena itu M=4 dan kecepatan sinyal rata-rata menjadi S=R/2. Maka
bandwidth dari sinyal QPSK adalah B=(1+d)R/2. Bandingkan dengan BPSK yang
120
memiliki kecepatan sinyal rata-rata dan bandwidth dua kali lebih besar daripada sinyal
QPSK.
Modulasi QPSK pada dasarnya adalah penggabungan 2 buah modulasi BPSK dengan
perbedaan fasa antara frekuensi pembawa pertama dan kedua sebesar 90 derajad.
Modulasi QPSK diimplementasikan dengan cara sebagai berikut:
a. Pertama, mengubah deretan data bit dari serial menjadi paralel, satu bit menjadi
masukan bagi modulator BPSK pertama dan 1 bit menjadi masukan bagi modulator
BPSK kedua. Demikian pula bit-bit selanjutnya.
b. Kedua, memodulasi sinyal dengan menggunakan gelombang pembawa pada
masing-masing modulator BPSK yang mana gelombang pertama dan kedua
berbeda fasa 90 derajad, dan
c. Ketiga, menjumlahkan keluaran dari kedua modulator BPSK.
Proses pembentukan sinyal QPSK dapat dilihat dalam Gambar 6.9, sedangkan bentuk
matematis dari sinyal QPSK ditunjukkan dalam persamaan 6.9.
(
⎧ A × sin 2 × π × )
f × t + 45 0 , untuk bit 11,
⎪
s (t ) BPSK =⎨
(
⎪ A × sin 2 × π × f × t + 135 ,
0
) untuk bit 01,
(6.9)
⎪ A × sin(2 × π × f × t + 225), untuk bit 10, dan
⎪ A × sin(2 × π × f × t + 315), untuk bit 00,
⎩
Dalam Gambar 6.9a dan 6.9d terlihat bahwa sekarang terdapat dua jalur sinyal digital
karena adanya pemisahan jalur pada pada langkah pertama pembentukan sinyal QPSK.
Perbedaan fasa dari gelombang pembawa dapat dilihat dalam Gambar 6.9b dan 6.9e.
Sinyal digital dimodulasi oleh gelombang pembawa pada masing-masing modulator
BPSK. Keluaran modulator BPSK dapat dilihat dalam Gambar 6.9c dan 6.9f. Akhirnya
kedua keluaran dari modulator BPSK dijumlah untuk menjadi sinyal QPSK dalam
Gambar 6.9g. Seperti terlihat dalam gambar, amplitudo dari sinyal QPSK sekarang
naik akibat adanya penjumlahan, namun dalam QPSK kita lebih memperhatikan
pergeseran fasa dari sinyal bukan amplitudo dari sinyal. Sinyal pada detik ke 0-0,2
121
adalah sinyal QPSK dengan pergeseran fasa 315 derajad (merepresentasikan bit 00),
sinyal pada detik ke 0,2-0,4 adalah sinyal QPSK dengan pergeseran fasa 225 derajad
(merepresentasikan bit 10), sinyal pada detik ke 0,4-0,6 adalah sinyal QPSK dengan
pergeseran fasa 135 derajad (merepresentasikan bit 01), dan sinyal pada detik ke 0,6-
0,8 adalah sinyal QPSK dengan pergeseran fasa 45 derajad (merepresentasikan bit 11).
Amplitudo
1
0
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
a. Sinyal digital pertama Waktu(detik)
Amplitudo
1
0
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
b. Gelombang pembawa pertama Waktu(detik)
Amplitudo
1
0
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
c. Sinyal BPSK pertama Waktu(detik)
Amplitudo
1
0
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
d. Sinyal digital kedua Waktu(detik)
Amplitudo
1
0
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
e. Gelombang pembawa kedua Waktu(detik)
Amplitudo
1
0
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
f. Sinyal BPSK kedua Waktu(detik)
2
Amplitudo
-2
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
g. Sinyal QPSK Waktu(detik)
122
Diagram konstelasi dari sinyal QPSK ditunjukkan dalam Gambar 6.10. Sedangkan
diagram konstelasi untuk sinyal PSK dengan jumlah sinyal elemen lebih tinggi dapat
dilihat dalam Gambar 6.11. Gambar 6.11a dan6.11b memberikan ilustrasi representasi
diagram konstelasi untuk sinyal 8-PSK dan 32 PSK.
Quadrature
01 11
1
135o
45o
-1 1 In-phase
-1
10 00
0.8 0.8
0.6 0.6
0.4 0.4
0.2 0.2
Quadrature
Quadrature
0 0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1 -1
-1 -0.5 0 0.5 1 -1 -0.5 0 0.5 1
In-Phase In-Phase
Berdasarkan Gambar 6.11 sebelah kiri kita dapat melihat bahwa modulasi 8-PSK
menggunakan sebanyak 8 elemen sinyal dengan amplitudo sama, tetapi masing-masing
sinyal mengalami pergeseran fasa sebesar 45 derajad. Setiap elemen sinyal dalam 8-
PSK dapat membawa sebanyak 3 bit elemen data. Sedangkan modulasi 32-PSK,
123
terlihat dalam Gambar 6.11 sebelah kanan, menggunakan sebanyak 32 elemen sinyal
dengan amplitudo sama. Masing-masing sinyal mengalami pergeseran fasa sebesar
11,25 derajad. Setiap elemen sinyal dalam 32-PSK dapat membawa sebanyak 5 bit
data.
Teknik modulasi sinyal digital terbaik yang banyak digunakan pada saat ini adalah
QAM. Sinyal QAM direpresentasikan dalam bentuk sinyal analog dengan amplitudo
dan fasa yang berubah-ubah. Teknik yang digunakan untuk menghasilkan sinyal QAM
sama seperti halnya teknik yang digunakan untuk menghasilkan sinyal PSK (telah
dibicarakan dalam sub-bab 6.2.3) dengan sedikit perbedaan. Pada modulasi sinyal PSK
124
tidak dilakukan perubahan amplitudo, lihat dalam Gambar 6.9 bahwa amplitudo kedua
gelombang pembawa sama. Maka untuk menghasilkan sinyal QAM dengan nilai M
lebih besar dari 4, selain pergeseran fasa juga dibutuhkan perbedaan amplitudo dari
gelombang pembawa. Sementara itu, sinyal 4-QAM memiliki bentuk gelombang dan
diagram konstelasi sama persis dengan sinyal QPSK.
Diagram konstelasi yang menunjukkan representasi dari sinyal 8-QAM dan 16 QAM
ditunjukkan dalam Gambar 6.12.
Scatter plot Scatter plot
3 3
2 2
1 1
Quadrature
Quadrature
0 0
-1 -1
-2 -2
-3 -3
-3 -2 -1 0 1 2 3 -3 -2 -1 0 1 2 3
In-Phase In-Phase
Perhatikan Gambar 6.12 bagian kiri, terdapat 8 buah titik yang mewakili 8 elemen
sinyal. Karena itu setiap titik merupakan representasi dari 3 bit elemen data. Seperti
terlihat dalam gambar, empat titik bagian dalam memiliki amplitudo in-phase dengan
besar 1 dan amplitudo quadrature dengan besar 1. Tetapi ke empat titik pada bagian
luar memiliki amplitudo in-phase dengan besar 3 dan amplitudo quadrature dengan
besar 1. Dengan demikian kita dapat melihat bahwa pada QAM amplitudo dan fasa
berubah-ubah mengikuti amplitudo dan fasa dari gelombang pembawa.
Karena QAM mewarisi karakteristik dari ASK dan PSK, maka perhitungan bandwidth
pada QAM sama dengan perhitungan bandwidth pada ASK dan PSK. Sebagai contoh
125
sinyal 8-QAM memiliki nilai M=3, maka kecepatan sinyal rata-rata adalah S=R/3.
Maka bandwidth dari 8-QAM adalah B=(1+d)R/3.
Teknik modulasi sinyal digital terbaik yang banyak digunakan pada saat ini
adalah QAM. Sinyal QAM direpresentasikan dalam bentuk sinyal analog
dengan amplitudo dan fasa yang berubah-ubah.
Sekarang mungkin perlu pertanyaan di benak pembaca, mengapa sinyal analog harus
dikonversi menjadi sinyal analog, dan mengapa harus ada pergeseran ke frekuensi tinggi?
Berikut ini adalah jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Misalnya pada transmisi
gelombang radio untuk komunikasi selular, sinyal tidak mungkin ditransmisikan dalam
bentuk sinyal digital melainkan harus dikonversikan menjadi sinyal analog. Sinyal untuk
komunikasi selular dalam contoh di atas harus ditransmisikan dengan menggunakan
frekuensi tinggi, jika tidak demikian maka akan dibutuhkan antena penerima dalam
ukuran yang luar biasa besar. Sebagai contoh, dalam industri telekomunikasi pada
umumnya digunakan antena berukuran λ/4. Nilai panjang gelombang, λ, dapat dicari
dengan persamaan 3.3 yang mana λ=c/f. Misalkan sinyal baseband ditransmisikan dengan
frekuensi 3000 Hz, berapakah panjang antena yang dibutuhkan? 100 Km. Karena itu
komunikasi selular menggunakan kanal bandpass dengan frekuensi pembawa 900 MHz.
Sehingga hanya dibutuhkan antena berukuran kecil saja.
Terdapat tiga macam teknologi untuk melakukankan modulasi analog, yaitu Amplitude
Modulation (AM), Frequency Modulation (FM) dan Phase Modulation (PM). Sekarang
mari kita bahas satu persatu.
126
6.3.1. Modulasi Amplitudo (AM)
Pada modulasi amplitudo, frekuensi dari gelombang asli (informasi) di geser agar
menyesuaikan dengan frekuensi gelombang pembawa. Namun dengan menggunakan
modulasi amplitudo ini, amplitudo dari sinyal yang telah termodulasi akan berubah-
ubah sesuai dengan amplitudo dari gelombang asli. Karena itu gelombang asli
seringkali disebut juga sebagai gelombang pemodulasi. Ilustrasi dari modulasi
amplitudo ditunjukkan dalam Gambar 6.13.
Pada modulasi amplitudo, amplitudo dari sinyal yang telah termodulasi akan
berubah-ubah sesuai dengan amplitudo dari gelombang asli.
Bandwidth pada modulasi amplitudo akan berpusat pada frekuensi pembawa (carrier
frequency). Frekuensi terendah dari gelombang termodulasi disebut dengan lower side
band (LSB), sedangkan frekuensi tertinggi dari gelombang termodulasi disebut dengan
upper side band (USB). Nilai dari LSB adalah frekuensi pembawa dikurangi dengan
frekuensi dari gelombang asli, sedangkan nilai dari USB adalah frekuensi pembawa
dirambah dengan frekuensi dari gelombang asli. Karena itu kita dapatkan bahwa lebar
bandwidth total dari modulasi amplitudo adalah dua kali lebar gelombang asli
(persamaan 6.10). Ini adalah salah satu keuntungan menggunakan modulasi amplitudo.
Keuntungan lain dari modulasi amplitudo adalah mudah dalam implementasi dan tidak
membutuhkan kompleksitas peralatan tinggi, jika dibandingkan dengan jenis modulasi
analog yang lain. Ilustrasi representasi bandwidth dari modulasi amplitudo dapat
dilihat dalam Gambar 6.14 sedangkan rumusan bandwidth dari modulasi amplitudo
ditunjukkan dalam persamaan 6.10.
B AM = 2 × B (6.10)
Yang mana BAM adalah bandwidth dari gelombang termodulasi dengan modulasi
amplitudo dan B adalah bandwidth dari gelombang asli (pemodulasi).
127
1
0.5
Amplitudo
0
-0.5
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Gelombang asli (pemodulasi) waktu(detik)
0.5
Amplitudo
-0.5
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Gelombang termodulasi waktu(detik)
Bandwidth
BAM = 2B
LSB fc USB
Frekuensi (Hz)
128
Modulasi frekuensi mengubah-ubah frekuensi dari gelombang pembawa
mengikuti perubahan amplitudo dari gelombang asli (pemodulasi). Sedangkan
fasa dan amplitudo dari gelombang pembawa tetap.
0.5
Amplitudo
-0.5
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Gelombang asli (pemodulasi) waktu(detik)
0.5
Amplitudo
-0.5
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Gelombang termodulasi waktu(detik)
B FM = (1 + β ) × 2 × B (6.11)
129
Yang mana β adalah kontanta yang tergantung pada teknik modulasi yang digunakan,
umumnya β bernilai 4 (Forouzan, 2007). Ilustrasi representasi bandwidth dari modulasi
frekuensi ditunjukkan dalam Gambar 6.16.
Bandwidth
BFM = (1+β)2B
fc
Frekuensi (Hz)
Sekalipun modulasi frekuensi memiliki kelemahan dalam hal lebar bandwidth jika
dibandingkan dengan modulasi amplitudo, modulasi frekuensi memiliki keunggulan
dalam hal ketahanan terhadap gangguan-gangguan yang ada pada jalur transmisi.
Karena itu dalam aplikasi nyata, lebih banyak digunakan modulasi frekuensi daripada
modulasi amplitudo.
130
1
0.5
Amplitudo
0
-0.5
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Gelombang asli (pemodulasi) waktu(detik)
0.5
Amplitudo
-0.5
-1
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Gelombang termodulasi waktu(detik)
Karena karakteristik dari modulasi fasa sama dengan karakteristik dari modulasi
frekuensi, maka definisi lebar bandwidth dari modulasi fasa sama dengan lebar
bandwidth dari modulasi frekuensi, yaitu:
B PM = (1 + β ) × 2 × B (6.12)
Ilustrasi representasi bandwidth pada modulasi fasa dapat dilihat dalam Gambar 6.18.
Sekalipun modulasi fasa dan modulasi frekuensi pada dasarnya sama, satu-satunya
alasan yang menyebabkan implementasi modulasi fasa tidak sepopuler modulasi
frekuensi adalah dalam hal kompleksitas perangkat yang digunakan. Modulasi fasa
membutuhkan peralatan pemodulasi dan pendeteksi lebih kompleks daripada
menggunakan modulasi frekuensi.
131
Bandwidth
BPM = (1+β)2B
fc
Frekuensi (Hz)
6.4.Soal Pengayaan
1. Jelaskan kelebihan dan kekurangan menggunakan modulasi PSK!
2. Mengapa modulasi frekuensi lebih disukai dan lebih populer dalam aplikasi nyata bila
dibandingkan dengan modulasi amplitudo dan modulasi fasa?
3. Turunkan persamaan matematis untuk menghitung bandwidth FSK pada persamaan
6.6 dengan menggunakan Gambar 6.6 sebagai acuan!
4. Jelaskan perbedaan antara modulasi frekuensi dan modulasi fasa!
5. Gambarkan diagram kontelasi dan berikan penjelasan makna dari diagram kontelasi
untuk jenis modulasi di bawah ini:
a. ASK dengan amplitudo puncak 2.
b. 16-PSK dengan amplitudo puncak 2.
c. 16-QAM dengan amplitudo puncak 2 dan 4.
6. Berapa bandwidth yang dibutuhkan untuk mentransmisikan data dengan kecepatan 9,6
kbps apabila sinyal dimodulasi dengan menggunakan berbagai macam skema di
bawah ini (asumsikan nilai d=0,8).
a. ASK
b. FSK dengan jarak antar frekuensi pembawa 4KHz.
c. 8-PSK
d. 64-QAM
132
Multiplexing
Multiplexing adalah sebuah teknik yang digunakan untuk menggabungkan beberapa sinyal ke
dalam sebuah kanal komunikasi. Namun implementasi multiplexing dapat dilakukan dengan
satu syarat, yaitu: bandwidth dari kanal jauh lebih lebar daripada bandwidth dari sinyal-sinyal
itu sendiri. Karena itu tujuan dilakukan multiplexing adalah membuat keseluruhan proses
komunikasi menjadi lebih efisien. Sebagai contoh, komunikasi selular yang menggunakan
teknologi Global System for Mobile Communication (GSM) yang saat ini banyak
diselenggarakan di Indonesia, memiliki lebar bandwidth 25 MHz untuk komunikasi dari Base-
station menuju ke pengguna dan selebar 25 MHz lagi untuk komunikasi dari pengguna menuju
ke base-station. Padahal sebuah kanal komunikasi (antara base-station dan pengguna) pada
GSM hanya membutuhkan badwidth sebesar 200 KHz, betapa boros apabila bandwidth yang
begitu melimpah ruah hanya digunakan oleh satu kanal komunikasi saja. Karena itu untuk
menyelesaikan problem pada contoh komunikasi selular tersebut digunakan teknik
multiplexing.
Apabila teknik multiplexing digunakan pada salah satu sisi jalur komunikasi, maka secara
logis kita tahu bahwa akan dibutuhkan teknik untuk memilah-milah kembali sinyal yang telah
133
digabungkan dalam proses multiplexing. Teknik yang digunakan untuk memilah-milah sinyal
yang telah digabungkan disebut dengan demultiplexing.
Multiplexing dapat dilakukan dengan satu syarat, yaitu: bandwidth dari kanal jauh
lebih lebar daripada bandwidth dari sinyal-sinyal itu sendiri.
Bab ini menitik beratkan pada tiga macam teknik untuk melakukan multiplexing, yaitu
Frequency-Division Multiplexing (FDM), Wavelength-Division Multiplexing (WDM) dan
Time-Division Multiplexing (TDM). FDM dan WDM digunakan untuk melakukan
multiplexing sinyal-sinyal analog, sedangkan TDM digunakan untuk multiplexing sinyal
digital.
Gambar 7.1 memberikan gambaran konseptual tentang multiplexing dengan teknik FDM.
Perhatikan bahwa pada jalur komunikasi terdapat lima buah kanal berbeda, yang mana
setiap kanal memiliki frekuensi tertentu, yaitu: f1, f2, …, f5. Agar kanal komunikasi satu
dengan kanal komunikasi yang lain tidak saling berinterferensi, maka di antara kanal
komunikasi tersebut diberikan guard-band, yaitu pita frekuensi yang bertugas untuk
memisahkan kanal komunikasi satu dengan yang lain.
134
Multiplexing
f1 f2 f3 f4 f5
135
Spektrum sinyal FDM untuk 5 kanal komunikasi diilustrasikan dalam Gambar 7.3. Seperti
terlihat dalam gambar, setiap kanal komunikasi dipisahkan oleh guard-band untuk
mencegah terjadinya interferensi di antara pita frekuensi yang berdekatan.
Sekarang bagaimana proses mendapatkan kembali informasi yang asli dari sinyal
campuran hasil proses multiplexing? Sebagaimana dikemukakan di depan, proses
mengurai kembali campuran sinyal multiplexing disebut dengan demultiplexing.
136
Contoh aplikasi teknik FDM dalam dunia nyata adalah pada radio siaran (broadcast) atau
televisi siaran (broadcast). Pada radio siaran atau televisi siaran setiap stasiun pemegang
hak siaran akan menempati kanal komunikasi tertentu. Misalnya radio siaran FM, menurut
Keputusan Menteri Perhubungan no 15 tahun 2003 menempati rentang pita frekuensi
radio antara 87,5 MHz sampai 108 MHz., yang mana setiap kanal hanya diperbolehkan
untuk menempati kanal dengan lebar pita frekuensi 100 KHz. Maka apabila dilakukan
pembagian sederhana, akan didapatkan sebanyak 204 stasiun radio siaran di Indonesia.
Teknik multiplexing FDM juga digunakan pada telepon selular generasi yang pertama
(1G) yang dikenal dengan nama Advanced Mobile Phone System (AMPS) dengan alokasi
pita frekuensi untuk masing-masing kanal adalah 25 MHz. Kanal untuk mengirim
informasi dari base station ke pengguna (forward link) beroperasi pada pita frekuensi 869
MHz – 894 MHz, sedangkan kanal untuk mengirim informasi dari pengguna ke base
station (reverse link) beroperasi pada pita frekuensi 829 MHz – 849 MHz. Pada AMPS
setiap pengguna akan mendapatkan alokasi frekuensi sebesar 2 kali 30 KHz, yaitu: 1
kanal untuk mengirim informasi dan 1 kanal untuk menerima informasi. Karena itu
beberapa pengguna tidak diperbolehkan untuk menggunakan kanal yang sama pada satu
saat. Teknologi AMPS masuk ke Indonesia melalui operator telepon selular bernama PT.
Komselindo.
Teknologi GSM, yang saat ini banyak digunakan oleh pengguna telepon selular di
Indonesia menggunakan campuran teknologi multiplexing FDM dan TDM secara
bersama-sama. Pada GSM kanal untuk forward link berada pada frekuensi 935 MHz –
960 MHz, sedangkan kanal untuk reverse link berada pada frekuensi 890 MHz – 915
MHz. Setiap user akan mendapatkan alokasi frekuensi sebesar 200 KHz.
137
implementasi teknik WDM adalah untuk proses multiplexing pada saluran komunikasi
serat optik.
WDM adalah teknik yang digunakan untuk metransmisikan beberapa sinyal dalam
bentuk cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda menjadi campuran
sinyal cahaya (multiplexed signal).
Pada dasarnya teknik multiplexing WDM menggunakan prinsip yang sama dengan teknik
multiplexing FDM, tetapi WDM diaplikasikan untuk mengabungkan panjang gelombang
dari sinyal cahaya sedangkan FDM diaplikasikan untuk menggabungkan sinyal listrik
analog. Perbedaan yang lain adalah bahwa WDM menggunakan gelombang pembawa
dengan frekuensi jauh lebih tinggi daripada gelombang pembawa yang diterapkan pada
FDM. Secara konseptual teknik WDM dengan menggunakan 5 panjang gelombang
diilustrasikan dalam Gambar 7.4.
Multiplexing
Kanal 1 1
Kanal 2 2
Kanal 3 3
Kanal 4 4
Kanal 5 5
Saluran komunikasi serat optik menggunakan cahaya dalam rentang pita frekuensi infra
merah (infrared) dengan panjang gelombang bermacam-macam, yaitu: 850 nano-meter,
1.320 nano-meter, 1.400 nano-meter, 1.550 nano-meter dan 1.620 nano-meter.
138
digunakan adalah WDM dua kanal dengan menggunakan panjang gelombang 1.320
nano-meter / 1.550 nano-meter.
• Coarse Wavelength Division Multiplexing (CWDM), menggabungkan 4 sampai 8
panjang gelombang atau lebih dalam satu saluran komunikasi serat optik dengan jarak
antar sinyal sebesar 10-20 nano-meter. Pada umumnya digunakan untuk jaringan serat
optik jarak pendek dan menengah (local area network atau metropolitan area
network).
• Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM), menggabungkan 8 atau lebih
panjang gelombang dalam satu saluran komunikasi serat optik dengan jarak antar
sinyal sebesar 1-2 nano-meter. Bahkan teknologi WDM terbaru dengan menggunakan
DWDM dapat menggabungkan ratusan panjang gelombang dalam satu saluran
komunikasi serat optik.
7.3.Time-Division Multiplexing
TDM adalah teknik multiplexing dengan cara melakukan pembagian waktu akses ke
saluran komunikasi. Pada TDM tidak ada pembagian kanal berdasarkan frekuensi, karena
itu seluruh pita frekuensi yang ada dianggap sebagai satu kanal komunikasi. Secara
natural, TDM diimplementasikan untuk sinyal digital, bukan pada sinyal analog.
Perhatikan proses multiplexing lima buah sinyal digital dengan menggunakan TDM dalam
Gambar 7.6. Setiap sinyal akan menempati slot waktu yang berbeda dalam proses
transmisi, tetapi memiliki frekuensi pembawa sama.
Seperti terlihat dalam gambar, sebanyak 5 sinyal input (berasal dari 5 koneksi) yang telah
di multiplex membentuk deretan frame. Setiap frame memuat 5 buah slot dari sinyal asli
dengan durasi waktu setiap slot lebih pendek daripada durasi waktu sinyal asli.
TDM adalah teknik multiplexing dengan cara melakukan pembagian waktu akses
ke saluran komunikasi.
139
Multiplexing
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
Frame 2
Frame 1
Teknik TDM dapat diimplementasikan dengan dua macam teknologi, yaitu: Synchronous
TDM dan Statistical TDM. Pada synchronous TDM, setiap koneksi memiliki jatah slot
waktu pada keluaran hasil multiplex. Sekalipun tidak ada data pada slot tersebut, jatah slot
waktu tetap dialokasikan bagi setiap koneksi pada bagian keluaran hasil multiplex.
Sedangkan pada statistical TDM, jatah slot waktu hanya dialokasikan apabila koneksi
memiliki data input, apabila koneksi tidak memberikan data input alokasi waktu tidak
diberikan untuk koneksi tersebut. Dengan demikian, statistical TDM lebih efisien
daripada synchronous TDM. Sekarang mari kita bicarakan satu-persatu dengan lebih
detail.
Dalam gambar terlihat sistem synchronous TDM memiliki tiga koneksi data input.
Data yang mengalir pada setiap koneksi juga terbagi atas beberapa satuan yang dapat
berupa bit, karakter atau blok data. Perhatikan bahwa setiap satuan data akan
menempati satu slot pada keluaran dari multiplexer dengan durasi waktu T/n detik,
yang mana n adalah jumlah total koneksi sinyal input. Pada sisi keluaran, sejumlah n
slot akan membentuk sebuah frame dengan durasi waktu T.
140
Gambar 7.7. Ilustrasi Synchronous TDM (Forouzan, 2007)
Berdasarkan gambar di atas kita dapat mengambil beberapa prinsip pada synchronous
TDM, yaitu:
• Data pada setiap koneksi sinyal input di ambil pada setiap durasi T detik, disebut
sebagai satu satuan data.
• Setiap satu satuan data dialokasikan dalam satu slot pada sisi keluaran dengan
durasi waktu T/n detik.
• Karena durasi waktu pada sisi keluaran menjadi T/n detik, maka kecepatan data
pada sisi keluaran akan meningkat n kali lipat dari kecepatan data pada pada
koneksi sinyal input.
• Sebuah frame pada sisi keluaran terbentuk atas sejumlah n buah slot. Durasi waktu
dari frame adalah T detik.
Perhatikan kembali Gambar 7.7, pada data masukan ketiga terdapat kekosongan pada
data C2. Namun karena slot waktu telah dialokasikan oleh synchronous TDM, maka
pada sisi keluaran slot waktu tersebut dibiarkan kosong tidak terisi. Inilah yang akan
membedakan antara synchronous TDM dengan statistical TDM yang akan dibicarakan
dalam sub-bab berikutnya.
Seperti halnya terjadi pada semua transmisi sinyal digital, problem utama yang
seringkali muncul adalah sinkronisasi bit antara sisi multiplexing dan sisi
141
demultiplexing. Bayangkan apa yang akan terjadi apabila proses multiplexing tidak
sinkron dengan proses demultiplexing, pasti akan terjadi kesalahan pengambilan data.
Untuk mengatasi problem sinkronisasi ini, setiap frame pada sisi keluaran tidak hanya
terdiri atas slot-slot data melainkan juga ditambahkan bit-bit sinkronisasi.
Setiap slot waktu untuk data masukan telah dialokasikan oleh synchronous
TDM, karena itu untuk data masukan yang kosong pada sisi keluaran slot
waktu untuk data tersebut dibiarkan tetap kosong tidak terisi.
TDM diimplementasikan secara luas dalam sistem komunikasi data digital. Sebagai
contoh pada sistem komunikasi selular GSM. Dalam sub-bab terdahulu disebutkan
bahwa GSM menggunakan teknik multiplexing FDM, namun sebenarnya GSM
menggunakan gabungan antara teknik FDM dan TDM. Sinyal digital pada sisi input
sistem komunikasi selular GSM memiliki kecepatan pengiriman data sebesar 13 kbps.
Pada sisi keluaran dari multiplexer, setiap frame membawa sebanyak 8 buah slot (8
buah koneksi input) dengan panjang setiap slot adalah 156,25 bit. Selanjutnya
sebanyak 26 frame akan digabungkan menjadi sebuah multiframe dengan durasi waktu
120 ms. Sehingga kita dapat menghitung kecepatan data pada kanal komunikasi
adalah:
Bentuk implementasi dari DS adalah jalur T (T-lines). Jalur T terdiri atas 4 kategori
dengan kecepatan pegiriman data yang berbeda. Keempat kategori tersebut
ditunjukkan dalam Tabel 7.1.
142
Gambar 7.8. Ilustrasi hirarki Digital Signal Service
143
7.3.2. Statistical TDM
Seperti terlihat dalam synchronous TDM, multiplexer selalu mengalokasikan slot untuk
setiap sinyal pada sisi masukan. Walaupun implementasi TDM dengan cara seperti ini
sangat mudah, tetapi implementasi TDM ini tidak efisien. Slot-slot yang kosong pada
sisi keluaran multiplexer sama dengan penggunaan bandwidth yang sia-sia. Karena itu
muncul jenis teknologi TDM yang kedua untuk memperbaiki kelemahan dari
synchronous TDM disebut dengan statistical TDM.
Statistical TDM mengalokasikan slot secara dinamis sehingga setiap sinyal masukan
yang kosong tidak memiliki alokasi pada sisi keluaran. Dengan demikian jumlah slot
pada setiap frame dari statistical TDM lebih kecil daripada jumlah koneksi pada sisi
masukan. Ilustrasi teknik statistical TDM dapat dilihat dalam Gambar 7.9.
MUX
144
buah koneksi masukan, maka dengan mudah kita menentukan dibutuhkan sebanyak 3
bit untuk pengalamatan.
.
7.4.Soal Pengayaan
1. Apa fungsi dari guard band pada teknik FDM?
2. Jelaskan perbedaan antara teknik FDM dan WDM!
3. Mengapa teknik WDM secara khusus hanya digunakan oleh sistem komunikasi serat
optik?
4. Jelaskan perbedaan antara synchronous TDM dengan statistical TDM!
5. Kanal suara membutuhkan pita frekuensi dengan lebar 3 KHz. Apabila kita
membutuhkan 20 buah kanal dengan melakukan multiplexing, dan guard band sebesar
525 Hz antar pita frekuensi, tentukan lebar pita frekuensi yang dibutuhkan oleh sistem
tersebut!
6. Kita membutuhkan melakukan multiplexing 20 buah koneksi data digital dengan
menggunakan synchronous TDM, setiap koneksi memiliki kecepatan pengiriman data
100 Kbps. Jika setiap slot pada sisi keluaran membawa 1 bit dari setiap koneksi dan
menambahkan 1 bit tambahan pada setiap frame untuk kebutuhakn sinkronisasi,
tentukan:
a. Berapa bit ukuran dari frame pada sisi keluaran multiplexer?
b. Berapa kecepatan transfer dari frame?
c. Berapa durasi waktu dari setiap frame?
d. Berapa kecepatan data pada sisi keluaran multiplexer?
e. Berapa efisiensi dari sistem? (perbandingan antara data dan jumlah bit secara
keseluruhan termasuk bit sinkronisasi)
7. Lakukan kembali perhitungan seperti pada soal no 3 apabila setiap slot pada sisi
keluaran multiplexer membawa 3 bit dari setiap koneksi!
8. Jelaskan bagaimana teknologi komunikasi selular GSM menggunakan teknik TDM
untuk melakukan proses multiplexing!
145
Komunikasi Spektrum Tersebar
(Spread Spectrum)
Komunikasi spektrum tersebar berawal dari teknologi radar yang dibuat pada masa Perang
Dunia II. Pada masa itu teknologi radar menggunakan komunikasi spektrum tersebar untuk
menghasilkan sinyal yang tahan terhadap gangguan dalam bentuk jam, sinyal yang dapat
ditransmisikan dengan daya rendah sehingga terhindar dari upaya-upaya penyadapan, dan
sinyal yang dapat membawa beberapa pengguna sekaligus dalam satu kanal komunikasi.
Ciri khas dari komunikasi spektrum tersebar antara lain: pertama, adanya proses penyebaran
spektrum (spreading) sehingga pita frekuensi transmisi jauh lebih besar daripada pita
frekuensi minimum yang dibutuhkan untuk mentransmisikan informasi (Sklar,2001); kedua,
setiap pengguna diidentifikasi oleh sebuah sinyal kode (code signal) atau sinyal penyebar
(spreading signal) yang memiliki kecepatan sinyal jauh lebih tinggi daripada kecepatan sinyal
pembawa informasi; dan ketiga, terdapat .proses pemampatan spektrum (despreading) pada
146
sisi penerima untuk memperoleh kembali sinyal yang asli. Seluruh proses ini diilustrasikan
dalam Gambar 8.1.
Proses penyebaran spektrum dilakukan oleh sinyal penyebar yang berbentuk deretan sinyal
yang memiliki sifat acak-semu (peudorandom). Perkalian antara sinyal hasil pengkodean dan
sinyal penyebar (dilakukan oleh pemodulasi) semacam ini menghasilkan sinyal dengan
spektrum tersebar yang ditransmisikan melalui kanal komunikasi. Di sisi penerima, sinyal
dengan spektrum tersebar dikorelasikan dengan sinyal penyebar yang persis sama dengan
sinyal penyebar yang ada sisi pengirim untuk memperolah data yang asli. Perhatikan! Sinyal
penyebar pada sisi pengirim harus persis sama dengan sinyal penyebar pada sisi penerima.
Karena itu dibutuhkan proses sinkronisasi antara kedua sinyal penyebar tersebut.
Ciri khas dari komunikasi spektrum tersebar: (i) adanya proses penyebaran spektrum
(spreading); (ii) setiap pengguna diidentifikasi oleh sebuah sinyal kode atau sinyal
penyebar; (iii) terdapat .proses pemampatan spektrum (despreading).
Dalam Bab ini akan dibahas dua macam teknologi spektrum tersebar, yaitu: direct-sequence
spread spectrum (DSSS) dan frequency-hoping spread spectrum (FHSS).
147
1
R= (8.1)
Tb
c(t)
Tc
+1
Waktu (detik)
-1
s(t)
Tb
+1
Waktu (detik)
-1
s(t)c(t)
Tb
+1
Waktu (detik)
-1
Gambar 8.2. Ilustrasi pembentukan sinyal DSSS ditinjau dari domain waktu
Apabila lebar pita frekuensi dari kanal komunikasi memiliki besar Bc Hertz, maka untuk
menjamin agar sistem komunikasi spektrum tersebar dapat terjadi adalah Bc harus jauh
lebih besar daripada R. Proses penyebaran spektrum terjadi setelah sinyal informasi (s(t))
melewati pemodulasi menghasilkan pita frekuensi dengan lebar W Hertz, yang mana W=
Bc. Sinyal penyebar (c(t)) pada proses modulasi memiliki durasi waktu Tc. Jenis modulasi
yang biasa digunakan dalam DSSS adalah BPSK atau QPSK. Hasil keluaran dari proses
148
modulasi ini disebut dengan sinyal DSSS merupakan perkalian antara sinyal informasi
dan sinyal penyebar (s(t)c(t)). Gambar 8.2 memberikan ilustrasi bagaimana sinyal DSSS
dibentuk dari sinyal informasi dan sinyal penyebar dilihat dari domain waktu.
Untuk menjamin agar sistem komunikasi spektrum tersebar DSSS dapat terjadi,
maka Bc harus jauh lebih besar daripada R.
Sinyal DSSS dilihat dari sisi domain frekuensi akan memperlihatkan dengan jelas
bagaimana proses penyebaran frekuensi terjadi. Ilustrasi sinyal DSSS pada domain
frekuensi ditunjukkan dalam Gambar 8.3. Seperti terlihat dalam gambar, bahwa sinyal
DSSS memiliki lebar pita frekuensi hampir sama dengan lebar pita frekuensi dari sinyal
penyebar. Inilah alasan dibalik penggunaan istilah komunikasi spektrum tersebar.
Gambar 8.3. Ilustrasi pembentukan sinyal DSSS ditinjau dari domain frekuensi
149
Sebuah sinyal penyebar dengan durasi waktu Tc seringkali juga disebut sebagai chip.
Karena itu Tc juga sering disebut sebagai durasi waktu chip. Persamaan 8.2 menunjukkan
rumusan untuk menentukan kecepatan chip (Rc) yang besarnya kira-kira sama dengan W
(sesuai dengan persamaan Shannon dalam Bab 3).
1
W ≈ Rc = (8.2)
Tc
Sekarang mari kita lihat satu parameter lagi yang cukup penting dalam komunikasi
spektrum tersebar, yaitu: faktor penyebaran (spreading factor atau seringkali juga disebut
dengan istilah processing gain). Faktor penyebaran (Lc) didefinisikan sebagai
perbandingan antara durasi waktu dari sinyal informasi dengan durasi waktu dari sinyal
penyebar, dirumuskan sebagai berikut:
Tb W
Lc = = (8.3)
Tc R
150
terlebih dahulu proses demodulasi yang terjadi pada komunikasi spektrum tersebar.
Ilustrasi proses demodulasi ditunjukkan dalam Gambar 8.4.
Seperti terlihat dalam gambar, sinyal DSSS merupakan sinyal yang berasal dari jalur
transmisi. Karena itu sinyal ini mungkin mengandung gangguan-gangguan transmisi
misalnya derau, interferensi dan distorsi. Untuk mendapatkan sinyal yang asli, sinyal
DSSS ini dikalikan dengan sinyal penyebar yang persis sama dengan sinyal penyebar
pada sisi pengirim. Selanjutnya korelator melakukan integrasi sinyal untuk mendapatkan
kembali sinyal dengan durasi Tb (ingat: sinyal DSSS memiliki durasi Tc). Setelah proses
pencacahan, sinyal informasi diumpankan kepada pembalik kode untuk memperoleh
kembali data asli.
Sinyal Menuju ke
DSSS pembalik kode
Korelator Pencacah
Sinyal
penyebar
Sekarang mari kita lihat unjuk kerja dari sistem komunikasi spektrum tersebar terhadap
pengaruh gangguan dari luar. Yang pertama adalah pengaruh faktor penyebaran terhadap
kemampuan sistem komunikasi spektrum tersebar dalam mengatasi adanya interferensi.
Secara prinsip, apabila terdapat interferensi pada jalur transmisi maka sama seperti halnya
sinyal informasi, spektrum dari sinyal interferensi juga akan menyebar. Penyebaran
spektrum sinyal interferensi ini secara otomatis akan berakibat pada turunnya daya rata-
rata dari sinyal interferensi (Proakis, 1995).
151
Apabila kepadatan spektrum daya (power spectral density) dinyatakan dengan simbol J0,
dan daya rata-rata dari sinyal interferensi dinyatakan dengan dengan simbol PI. Maka
kepadatan spektrum daya dapat dirumuskan sebagai:
PI
J0 = (8.4)
W
Dengan mengacu pada Gambar 8.3, sinyal DSSS yang mengandung interferensi akan
dikalikan dengan sinyal penyebar. Pada keluaran dari korelator didapatkan daya total, PTI,
dari sinyal interferensi dengan rumusan:
PI PI PI P
PTI = J 0 R = R= = = I (8.5)
W W / R Tb / Tc Lc
Berdasarkan persamaan 8.5 kita lihat bahwa daya total dari sinyal interferensi terbagi oleh
faktor penyebaran yang telah didefinisikan sebelumnya.
Dengan cara seperti ini, unjuk kerja sistem komunikasi tersebar DSSS dapat ditingkatkan
karena secara otomatis sistem ini mengurangi pengaruh dari sinyal interferensi. Semakin
besar nilai dari faktor penyebar (Lc) maka penurunan daya dari sinyal interfernsi semakin
kecil, namun satu hal perlu dipertimbangkan dengan baik bahwa peningkatan jumlah
faktor penyebar akan berakibat pada kenaikan kompleksitas dari sistem komunikasi secara
keseluruhan.
Di samping gangguan transmisi dalam bentuk interferensi, gangguan juga dapat berupa
distorsi yang disebabkan oleh adanya begitu banyak filter yang terletak di antara pengirim
dan penerima. Pada sistem komunikasi nirkabel, distorsi juga dapat disebabkan oleh
pantulan gelombang oleh tanah, pohoh, bangunan dan berbagai macam penghalang yang
terletak di antara pengirim dan penerima. Untuk mengatasi bentuk distorsi semacam ini,
pada sistem komunikasi spektrum tersebar dibutuhkan proses equalization. Pembaca yang
tertarik untuk mempelajari lebih dalam tentang proses equalization disarankan untuk
152
membaca paper yang telah disampaikan dalam Konferensi Tencon 2004 di Melbourne,
Australia oleh penulis (jusak, 2005).
Implementasi dari DSSS dapat dijumpai pada jenis komunikasi selular Code Division
Multiple Access (CDMA). CDMA memungkinkan beberapa mengguna secara bersama-
sama menggunakan kanal komunikasi yang sama dengan cara mengalokasikan sinyal
penyebar yang unik untuk setiap pengguna (Santoso, 2005; Hertiana, 2007). Selain unik,
setiap sinyal penyebar harus memiliki sifat ortogonal satu terhadap yang lain. Sifat
ortogonal dari sinyal penyebar ini penting untuk memungkinkan proses deteksi pada sisi
penerima. Satu hal lagi, selalu muncul dalam komunikasi digital, adalah adanya
sinkronisasi antara pengirim dan penerima.
Selain komunikasi selular CDMA, implementasi DSSS juga dapat ditemui pada sistem
komunikasi nirkabel WiFi yang distandarkan oleh lembaga internasional IEEE dengan
nama standar IEEE 802.11b. Sebenarnya variasi dari standar ini cukup banyak dengan
perbedaan frekuensi opeasi dan kecepatan membawa data. WiFi beroperasi pada frekuensi
bebas 2,4 GHz dengan kecepatan membawa data adalah sebesar 11 Mbps (Purbo, 2005).
WiFi digunakan untuk menghubungkan beberapa terminal komputer pada suatu local
area network (LAN). Setiap kanal pada WiFi memiliki lebar 22 MHz. WiFi menggunakan
sinyal penyebar acak-semu dengan panjang 11 bit yang dibangkitkan oleh kode Barker.
153
secara acak di dalam rentang frekuensi tertentu dengan lebar W Hertz. Karena itu sistem
komunikasi ini disebut dengan frequency-hopping spread spectrum.
Pada sistem FHSS, andaikata kita dapat melihat sinyal secara kasat mata, maka
sinyal informasi terlihat melompat-lompat secara acak di dalam rentang frekuensi
tertentu dengan lebar W Hertz.
Sebagai contoh, mari kita perhatikan sistem FHSS dalam Gambar 8.5 dan 8.6 di bawah
ini.
No
Frekuensi Data
Frekuensi
0 f0+175 Hz 000
1 f0+125 Hz 001
2 f0+75 Hz 010
3 f0+25 Hz 011
f0
4 f0-25 Hz 100
5 f0-75 Hz 101
6 f0-125 Hz 110
7 f0-175 Hz 111
Gambar 8.5 adalah tabel komunikasi spektrum tersebar FHSS dengan modulasi 8-FSK.
Seperti terlihat dalam gambar, setiap elemen sinyal FHSS dapat membawa sebanyak 3 bit
informasi. Frekuensi tengah dari pita frekuensi informasi disimbolkan oleh f0. Dengan
menggunakan modulasi FSK, maka setiap 3 bit data diwakili oleh sinyal dengan frekuensi
yang bergeser terhadap f0. Sebagai contoh, bit data 011 diwakili oleh frekuensi f0+25 Hz,
154
bit data 111 diwakili oleh frekuensi f0-175 Hz. Dalam Gambar 8.5 antara pita frekuensi
satu dengan yang lain dipisahkan oleh frekuensi sebesar 50 Hz.
Durasi
Waktu
sinyal
Perhatikan sekaran gambar 8.6. Pada saat sumber mengirimkan bit data 010, maka
frekuensi sinyal akan digeser menjadi f0+75 Hz. Kemudian FHSS akan menggeser
kembali sinyal tersebut secara acak-semu ke frekuensi yang ada di dalam lebar pita FHSS,
W Hz. Pada saat deretan bit data kedua 110 datang, maka sinyal dengan frekuensi f0-125
Hz di geser oleh FHSS secara acak-semu menempati frekuensi yang lain, tetapi masih ada
di dalam lebar pita yang diijinkan oleh FHSS. Jadi, pada saat hop dilakukan oleh FHSS,
maka seluruh spektrum dari f0-175 Hz sampai f0+175 Hz digeser oleh FHSS.
Perhatikanlah posisi dari f0 yang digambarkan oleh garis tebal, dan frekuensi setiap sinyal
yang digambarkan oleh garis putus-putus.
Apabila kita asumsikan bahwa data ditransmisikan dengan kecepatan 300 bit per detik,
maka kita dapat menghitung bahwa kecepatan sinyal adalah 100 sinyal per detik (baud).
155
Dengan demikian durasi waktu dari setiap sinyal adalah T=1/100=0,1 mili-detik. Seperti
terlihat dalam gambar, bahwa frekuensi akan bergeser ke frekuensi baru pada setiap
elemen sinyal, karena itu kita dapat menghitunga bahwa kecepatan pergeseran (hopping
rate) dari sinyal FHSS adalah 100 lompatan/detik (hops/s)
Salah satu contoh implementasi sistem komunikasi tersebar FHSS adalah pada sistem
komunikasi nirkabel bluetooth. Bluetooth menghubungkan beberapa divais seperti
handphone dan PDA ke dalam satu jaringan dengan jarak jangkau pendek melalui
gelombang radio (Personal Area Network). Bluetooth menggunakan FHSS yang
beroperasi pada frekuensi bebas 2,4 GHz. Jumlah kanal yang dimiliki adalah sebanyak 79
kanal dengan lebar masing-masing kanal 1 MHz. Karena itu sinyal FHSS akan melakukan
hop di antara 79 kanal tersebut dengan kecepatan 1600 hop per detik. Kecepatan transmisi
data pada bluetooth versi 2.0 adalah 2,1 Mbps.
8.3.Soal Pengayaan
1. Carilah melalui literatur, contoh-contoh aplikasi DSSS dan FHSS yang digunakan
oleh perangkat-perangkat yang telah beredar di Indonesia pada saat ini!
2. Sebutkan dan jelaskan 5 perbedaan antara sistem DSSS dan FHSS!
3. Frekuensi ISM 2,4 GHz pernah menjadi polemik di Indonesia pada tahun 1998-1999
berkaitan dengan permasalahan perijinan. Namun pada akhirnya pemerintah
memutuskan untuk membuat frekuensi ISM 2,4 GHz tersebut bebas digunakan dengan
syarat-syarat tertentu. Carilah dalam literatur syarat-syarat yang dimaksud!
4. Pada jenis modulasi Frequency Modulation (FM) terjadi proses penyebaran
(spreading) sinyal, demikian pula halnya terjadi pada DSSS. Tetapi mengapa FM tidak
dikategorikan sebagai DSSS? Jelaskan!
5. Jelaskan perbedaan utama antara modulasi Frequency Shift Keying (FSK) dan FHSS!
6. Sebuah sistem FHSS memiliki lebar pita frekuensi 400 MHz, kebutuhan jarak antar
hopping frequency pada FHSS adalah 100 Hz. Berapa jumlah bit minimum yang
dibutuhkan oleh sinyal penyebar pada setiap frekuensi pada FHSS?
156
7. Pada sebuah sistem DSSS digunakan sinyal penyebar dengan kecepatan 1250 chip per
detik. Apabila kecepatan data masukan adalah 50 bit per detik. Tentukan berapa nilai
faktor penyebar pada sistem tersebut?
8. Data dengan kecepatan 75 bit/detik dimodulasi dengan menggunakan 8-FSK.
Selanjutnya frekuensi dari sinyal yang telah termodulasi tersebut disebar dengan
menggunakan teknik FHSS dengan kecepatan hop 2000 hop/detik. Tentukan berapa
kecepatan chip dari sistem tersebut!
9. Sebuah sistem FHSS menggunakan sinyal penyebar 4 bit, jika kecepatan dari sinyal
penyebar adalah 64 bit per detik, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
a. Berapa jumlah total hop yang mungkin terjadi?
b. Berapa waktu yang dibutuhkan oleh sinyal penyebar untuk menyelesaikan satu
siklus?
10. Jelaskan bagaimana sistem komunikasi DSSS diimplementasikan dalam sistem
komunikasi selular CDMA!
157
Deteksi dan Koreksi Kesalahan
Dalam Bab 3 telah kita bicarakan panjang lebar tentang gangguan (impairment). Bahwa secara
natural gangguan pasti ada di dalam jalur transmisi. Gangguan adalah salah satu penyebab
terjadinya kesalahan pengiriman data. Di sisi lain, kita tahu bahwa tujuan dari teknik
komunikasi data adalah mengirimkan data/sinyal tanpa ada kesalahan (error) sedikitpun (atau
dengan probabilitas kesalahan sekecil mungkin) agar informasi yang dibawa dari pengirim
sampai di sisi penerima dengan benar. Karena itu sebagian besar teknik komunikasi data
sebenarnya digunakan untuk mengatasi gangguan-gangguan tersebut untuk mendapatkan
data/sinyal dengan kualitas yang baik.
Namun tidak semua aplikasi membutuhkan akurasi data yang tinggi. Sebagai contoh, aplikasi
VoIP yang membawa sinyal audio tidak memerlukan akurasi tinggi karena telinga manusia
tidak membutuhkan detail dari setiap bit data yang ditransmisikan. Apabila terjadi kesalahan
158
beberapa bit sekalipun, informasi yang dikirimkan melalui aplikasi VoIP masih dapat
digunakan. Bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun, kedua orang yang sedang
berkomunikasi dengan menggunakan aplikasi VoIP tersebut masih dapat menanyakan kembali
atau meminta konfirmasi ulang kata atau kalimat yang rusak.
Berbeda halnya dengan data teks. Data teks sangat sensitif terhadap kesalahan. Apabila terjadi
kesalahan 1 bit saja, teks akan berubah makna. Karena itu aplikasi-aplikasi yang
mentransmisikan data teks membutuhkan akurasi yang sangat tinggi. Misalnya, e-mail, sms
dan sebagainya.
Teknik komunikasi digital memungkinkan adanya deteksi kesalahan (error detection) dan juga
koreksi kesalahan (error correction). Untuk dapat melakukan koreksi kesalahan, tentu saja
dibutuhkan proses yang lebih rumit dari sekedar deteksi kesalahan. Pada deteksi kesalahan
cukup diketahui ada atau tidaknya bit yang salah. Sementara jumlah kesalahan bit tidak perlu
diperhitungkan. Bagaimanapun juga salah 1 bit berarti seluruh informasi salah. Lain halnya
pada proses koreksi kesalahan. Pada proses ini selain dibutuhkan jumlah bit yang salah, juga
dibutuhkan lokasi dari bit-bit yang salah tersebut. Rumit bukan?
Berdasarkan banyaknya jumlah kesalahan bit, maka error dapat dibedakan atas 2 (dua)
macam, yaitu: kesalahan 1 bit (single-bit error) dan kesalahan ledakan (burst error). Yang
dimaksud dengan kesalahan 1 bit adalah kesalahan pada 1 bit data saja, misalnya bit 0 berubah
menjadi bit 1 atau bit 1 berubah menjadi bit 0. Jenis kesalahan yang pertama ini sangat jarang
terjadi di dalam sistem komunikasi data modern. Mengapa? Misalnya, pada sistem jaringan
LAN yang menggunakan teknologi ethernet, data dapat dikirimkan dengan kecepatan 10
Mbps. Berarti bahwa durasi waktu dari setiap bit data adalah 0,1 mikro-detik. Karena itu derau
yang dapat merusak 1 buah bit juga harus memiliki durasi di sekitar 0,1 mikro-detik. Derau
semacam ini sangat jarang terjadi.
159
Jenis kesalahan kedua diberi nama kesalahan ledakan karena jumlah bit yang dapat mengalami
kesalahan lebih dari satu. Dua bit salah atau lebih dikategorikan sebagai kesalahan ledakan. Di
dalam praktek, justru jenis kesalahan kedua ini lebih sering terjadi daripada kesalahan 1 bit.
Jumlah kesalahan bit yang dapat terjadi pada satu saat tergantung pada kecepatan data dan
juga durasi waktu dari derau yang ada di dalam jalur transmisi. Ilustrasi tentang kesalahan
ledakan dapat di lihat dalam Gambar 9.1.
Jumlah kesalahan bit yang dapat terjadi pada satu saat tergantung pada kecepatan data
dan juga durasi waktu dari derau yang ada di dalam jalur transmisi.
Pada gambar terlihat bahwa pada sisi penerima terdapat sebanyak 4 bit mengalami kesalahan,
yaitu: bit 0 berubah menjadi 1 atau sebaliknya. Kesalahan semacam ini disebut dengan
kesalahan ledakan. Panjang bit kesalahan ledakan ditentukan dari jarak antara bit salah yang
pertama kali dengan bit salah yang terakhir kali. Karena itu panjang kesalahan dalam jenis
kesalahan ledakan ini melibatkan seluruh blok yang memiliki bit salah (sekalipun terdapat bit-
bit yang benar di antara bit-bit yang salah).
Gambar 9.1. Ilustrasi kesalahan ledakan dengan panjang 7 bit (diadopsi dari Forouzan, 2007).
Seluruh konsep tentang deteksi dan koreksi kesalahan ini berawal dari teori informasi
Shannon. Shannon dikenal sebagai pendiri teori informasi. Dalam teorinya Shannon
mengatakan bahwa kualitas data dapat dipertahankan dengan adanya bit tambahan yang
disebut dengan redundancy bit. Sebenarnya istilah dan penggunaan bit tambahan ini telah kita
lihat pada Bab 5 tentang pengkodean digital. Dengan konsep yang sama, deteksi dan koreksi
terhadap kesalahan dapat dilakukan dengan adanya penambahan redundancy bit. (Karena itu
160
dalam bab ini juga akan muncul istilah yang pernah digunakan dalam Bab 5, yaitu:
pengkodean).
Satu pertanyaan lagi, bagaimana proses koreksi kesalahan secara umum dilakukan? Terdapat
dua macam cara untuk melakukan koreksi kesalahan. Pertama, koreksi kesalahan dapat
dilakukan dengan cara mencari lokasi kesalahan dengan menggunakan redundancy bit. Proses
pertama ini seringkali disebut sebagai forward error correction (FEC). Kedua, koreksi
kesalahan didahului oleh proses deteksi kesalahan oleh penerima, selanjutnya sisi penerima
akan meminta kembali agar pesan yang salah tersebut dikirim ulang. Teknologi komunikasi
Internet menggunakan teknik deteksi dan koreksi kesalahan yang kedua dengan cara
mengirimkan ulang pesan yang salah.
Terdapat dua macam cara untuk melakukan koreksi kesalahan. Pertama, koreksi
kesalahan dapat dilakukan dengan cara mencari lokasi kesalahan dengan menggunakan
redundancy bit. Kedua, melakukan pengiriman ulang (retransmission) pesan yang salah.
Sebelum membicarakan teknik-teknik deteksi dan koreksi kesalahan, mari kita lihat beberapa
dasar matematis terlebih dahulu.
9.1.Jarak Hamming
Jarak Hamming (Hamming distance) menggunakan perhitungan matematika sederhana
untuk menentukan jumlah bit yang berbeda di antara dua buah pesan biner. Proses yang
dilakukan adalah dengan cara menerapkan operasi XOR pada dua buah pesan biner.
Operasi XOR ditunjukkan dalam Tabel 9.1.
Karena XOR hanya akan bernilai 1 apabila dua bit yang dioperasikan berbeda, maka jarak
Hamming ditentukan dengan cara menghitung jumlah bit 1 tersebut. Hasil dari operasi
XOR pada dasarnya sama dengan hasil yang diberikan oleh operasi modulo-2. Operasi
modulo-2 secara matematis seperti ditunjukkan dalam Tabel 9.2.
161
Tabel 9.1 Fungsi XOR
Bit 1 Bit 2 XOR
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 0
Hasil dari operasi XOR pada dasarnya sama dengan hasil yang diberikan oleh
operasi modulo-2.
Sekarang perhatikan contoh operasi XOR seperti terlihat dalam Gambar 9.2:
Pesan 1: 1001101
Pesan 2: 1100111
XOR
0101010
Jumlah bit 1 = 3
Maka jarak Hamming seperti terlihat dalam Gambar 9.2 adalah 3. Jarak Hamming secara
umum dinyatakan dengan notasi d(x,y) yang mana x adalah pesan pertama dan y adalah
pesan kedua.
162
Jarak Hamming minimum, dinotasikan dengan simbol dmin, dibutuhkan untuk
menentukan desain pengkodean digital yang akan menerapkan proses deteksi dan
koreksi kesalahan.
Pada sistem pendeteksi atau pengkoreksi kesalahan, jarak Hamming minimum (paling
kecil) di antara beberapa pasangan pesan lebih dibutuhkan daripada jarak Hamming di
antara dua buah pesan sepeti diilustrasikan dalam Gambar 3.2. Jarak Hamming minimum
ini dibutuhkan untuk menentukan desain terhadap pengkodean digital yang akan
diterapkan untuk proses deteksi dan koreksi kesalahan. Jarak Hamming minimum
dinotasikan dengan simbol dmin.
Pesan 1: 1 1 1 0 1 0 0
Pesan 2: 1 0 0 0 1 0 1
Pesan 3: 0 1 1 1 0 0 1
Maka jarak Hamming minimum, dmin, dari ketiga pesan di atas adalah 3.
Dalam penyusunan kode digital untuk proses deteksi dan koreksi kesalahan terdapat tiga
parameter penting yang akan dijadikan landasan, yaitu jarak Hamming minimum (dmin),
ukuran dari pesan-data (dataword) yang dinyatakan dengan notasi k, dan pesan-terkode
(codeword) yang dinyatakan dengan notasi n. Maka (n-k) bit adalah bit tambahan yang
dikenal dengan nama redundancy bit, parity bit atau seringkali juga disebut sebagai check
bit. Sedangkan perbandingan antara pesan-data dengan pesan-terkode, k/n, disebut dengan
laju kode (code rate). Skema dari pengkodean dinyatakan dengan notasi C(n,k). Karena
163
itu contoh pengkodean digital dalam Bab 5, yaitu 4B/5B juga dapat dinyatakan dengan
notasi C(5,4).
Sekarang muncul pertanyaan, setelah sekian jauh melakukan ekplorasi terhadap jarak
Hamming, apa kaitan antara jarak Hamming ini dengan kesalahan (error) selama proses
transmisi? Apabila pesan yang sampai di sisi penerima salah, maka jumlah kesalahan bit
akan ditunjukkan oleh jarak Hamming antara pesan yang terdapat pada sisi pengirim dan
pesan pada sisi penerima. Sebagai contoh, pesan dikirimkan dengan urutan bit: 1 0 0 0 1 1
0, tetapi di sisi penerima pesan tersebut menjadi 1 1 1 1 1 1 0, maka kita katakan bahwa
terdapat kesalahan 3 bit karena jarak Hamming di antara dua buah pesan tersebut adalah
3.
Apabila pesan yang sampai di sisi penerima salah, maka jumlah kesalahan bit akan
ditunjukkan oleh jarak Hamming antara pesan yang terdapat pada sisi pengirim
dan pesan pada sisi penerima.
9.2.Pengkodean Blok
Ide dari pengkodean blok telah kita bicarakan pada pembahasan tentang pengkodean
digital dalam Bab 5. Pada dasarnya dengan menggunakan pengkodean blok kita membagi
pesan informasi ke dalam beberapa blok dengan panjang setiap blok adalah k bit. Sebuah
blok dengan k bit disebut sebagai pesan-data (dataword). Selanjutnya kepada setiap blok
tersebut diterapkan proses enkapsulasi dengan menambahkan sejumlah redundant bit
sebanyak r bit. Sehingga blok yang telah mengalami proses enkapsulasi ini akan memiliki
panjang n=k+r bit, disebut sebagai pesan-terkode (codeword). Dengan demikian kita akan
memiliki sebanyak 2k kemungkinan jumlah pesan-data dan sebanyak 2n kemungkinan
pesan-terkode. Karena jumlah bit dari pesan-terkode lebih besar daripada jumlah bit pada
pesan-data, n>k, maka tidak semua pesan-terkode dapat dipetakan kepada pesan-data. Sisa
dari pesan terkode yang tidak memiliki padanan pada pesan-data digunakan untuk
sinkronisasi, karena itu tidak digunakan untuk mewakili pesan-data. Sebagai contoh,
dalam Bab 5 kita telah melihat bahwa dalam pengkodean digital 4B/5B terdapat pesan-
data sebanyak 16 kemungkinan sedangkan pesan terkode memiliki 32 kemungkinan.
164
Karena itu 16 kemungkinan lain dari pesan-terkode tidak digunakan untuk memetakan
pesan-data.
Proses deteksi kesalahan pada pengkodean blok dapat terjadi apabila sisi
penerima memiliki tabel yang berisi semua pesan-terkode yang sahih.
Kita asumsikan bahwa terminal sebelah kiri akan mengirimkan pesan-data 10. Dalam
proses pengkodean pesan-data akan diubah menjadi pesan-terkode 101 (sesuai dengan
tabel). Selama proses transmisi, pesan-terkode dapat mengalami perubahan akibat
adanya gangguan transmisi atau tidak mengalami perubahan. Apabila data tidak
mengalami perubahan, maka komputer sebelah kanan akan menerima pesan-terkode
101, selanjutnya akan diubah kembali menjadi pesan-data 10. Apabila terjadi
perubahan 1 bit pesan-terkode selama proses transmisi sehingga komputer di sebelah
kanan menerima pesan-terkode 111, maka pesan-terkode ini akan dibuang karena
pesan-terkode tidak ada dalam tabel konversi yang dimiliki oleh penerima. Apabila
terjadi perubahan 2 bit pesan terkode selama proses transmisi sehingga komputer di
sebelah kanan menerima pesan-terkode 011, maka pesan-terkode akan dikonversi
menjadi pesan-data 01. Pesan-data ini salah jika dilihat dari sisi pengirim, tetapi sistem
tidak mampu mendeteksi kesalahan sebanyak 2 bit sehingga dianggap benar.
Dalam proses deteksi kesalahan, apabila diinginkan agar sistem dapat mendeteksi
sejumlah e kesalahan, maka ketentuan jarak Hamming minimum (dmin) dalam rumusan
persamaan 9.1 harus dipenuhi, yaitu:
d min = e + 1 (9.1)
165
Dengan menggunakan persamaan 9.1 kita menjamin bahwa sistem yang kita
rencanakan akan mampu mendeteksi kesalahan sampai sebanyak e kesalahan. Nilai e
adalah nilai maksimal. Karena itu dengan sistem semacam ini jumlah kesalahan tidak
mungkin lebih besar daripada e, tetapi mungkin kurang daripada e.
transmisi
kirim terima
pesan-data: 10 pesan-terkode: 101 pesan-terkode: 101 pesan-data: 10
Seperti kita lihat dalam Gambar 9.3, jarak Hamming dari masing-masing pesan-
terkode dalam tabel didesain sedemikian rupa sehingga dmin =2, maka nilai e=1. Hal ini
berarti bahwa sistem memang didesain untuk mendeteksi kesalahan sebanyak 1 bit
saja. Karena itu apabila terjadi kesalahan sebanyak 2 bit (pada kasus ke-3), maka
sistem tidak akan mampu melakukan deteksi.
166
Seperti terlihat dalam gambar, pesan-data yang dikirimkan adalah 10. Proses
enkapsulasi atau panambahan bit terjadi sehingga pesan-terkode menjadi 10101.
Pesan-terkode ini dikirimkan melalui jalur transmisi. Apabila terdapat gangguan di
dalam jalur transmisi sehingga pesan-data data yang diterima berubah sebanyak 1 bit
menjadi 11101.
Proses koreksi jauh lebih rumit daripada proses deteksi karena dalam proses
koreksi selain dibutuhkan adanya pendeteksi kesalahan
juga dibutuhkan lokasi kesalahan bit.
Karena itu dibutuhkan semakin banyak bit tambahan (redundant) bit
Asumsikan bahwa sistem hanya mampu melakukan koreksi sebanyak 1 bit saja. Maka
pesan-terkode diterima akan dibandingkan dengan isi tabel konversi pada sisi
penerima. Perhatikan bahwa pesan-terkode 11101 tidak ada di dalam tabel, maka
sistem mendeteksi bahwa telah terjadi kesalahan pengiriman pesan-terkode.
Selanjutnya pesan-terkode 11101 dibandingkan dengan setiap baris dalam tabel
konversi, sebagai berikut:
• Pembandingkan pesan-terkode 11101 dengan baris pertama menghasilkan jarak
Hamming sebesar d(11101, 00000)=4. Karena jarak Hamming antara pesan-terkode
167
pengirim dan penerima 4 bit, maka kita tahu bahwa pesan-terkode 00000 bukanlah
pesan yang dimaksud oleh pengirim.
• Pembandingkan pesan-terkode 11101 dengan baris kedua menghasilkan jarak
Hamming sebesar d(11101, 01111)=2. Pesan-terkode 01111 juga bukan pesan yang
dimaksud oleh pengirim.
• Pembandingkan pesan-terkode 11101 dengan baris ketiga menghasilkan jarak
Hamming sebesar d(11101, 10101)=1. Karena jarak Hamming antara pesan-terkode
pengirim dan penerima hanya 1 bit, maka sistem mengetahui bahwa pesan-terkode
10101 tentu merupakan pesan data yang dimaksud oleh pengirim. Maka sesuai
dengan tabel konversi didapatkan bahwa pesan-data yang dikirim adalah 10.
• Pembandingkan pesan-terkode 11101 dengan baris keempat menghasilkan jarak
Hamming sebesar d(11101, 11010)=3. Pesan-terkode 11010 bukan merupakan
pesan yang dimaksud oleh pengirim.
d min = 2 * e + 1 (9.2)
Sebagai contoh, apabila diiginkan sebanyak 1 bit kesalahan dapat dideteksi dan
dikoreksi dari sebuah pesan-terkode maka dibutuhkan jarak Hamming minimum 3 bit,
apabila diiginkan sebanyak 2 bit kesalahan dapat dideteksi dan dikoreksi dari sebuah
pesan-terkode maka dibutuhkan jarak Hamming minimum 5 bit.
Pada Gambar 9.4 kita lihat bahwa jarak Hamming di antara masing-masing pesan-
terkode minimal 3. Sistem ini didesain agar mampu melakukan koreksi kesalahan
sebanyak e=1 bit.
168
9.3.Pengkodean Blok Linier
Dalam dunia nyata, banyak digunakan pengkodean blok linier untuk proses deteksi dan
koreksi kesalahan. Suatu pengkodean blok dikatakan sebagai linier apabila penerapan
operasi XOR pada dua buah pesan-terkode akan menghasilkan pesan-terkode yang lain.
Perhatikan tabel konversi yang terdapat dalam Gambar 9.3, hasil XOR dari setiap pesan-
terkode dalam gambar menghasilkan pesan terkode yang lain. Contoh, hasil XOR antara
pesan-terkode pada baris kedua (011) dan pesan-terkode pada baris keempat (110)
menghasilkan pesan terkode pada baris ketiga (101). Demikian pula tabel konversi dalam
Gambar 9.4, setiap pesan-terkode dapat dibuat agar hasil XOR dari dua buah pesan-
terkode menghasilkan pesan-terkode yang lain.
Beberapa contoh pengkodean blok linier akan dibahas di sini, yaitu: deteksi dengan bit
paritas dan deteksi serta koreksi dengan menggunakan kode Hamming.
Suatu pengkodean blok dikatakan sebagai linier apabila penerapan operasi XOR
pada dua buah pesan-terkode akan menghasilkan pesan-terkode yang lain.
Paritas ganjil 0 1 0 0 1 1 1 0 1 00
Paritas genap 0 1 0 0 1 1 1 0 0 00
b0 b1 b 2 b3 b4 b5 b6 p
169
Seperti terlihat dalam gambar, sistem komunikasi serial menambahkan beberapa bit
tambahan terhadap pesan-data (dataword), yaitu: start bit sebagai pertanda awal bahwa
pesan berikutnya sedang datang, stop bit untuk menandai akhir dari pesan dan bit
paritas yang akan digunakan untuk pendeteksi kesalahan. Bit paritas hanya terdiri atas
1 bit saja. Bit paritas ini ditambahkan setelah menghitung jumlah bit 1 dari pesan-data.
Karena itu terdapat dua kemungkinan model, yaitu pendeteksi kesalahan dengan
paritas ganjil atau paritas genap. Apabila paritas ganjil diinginkan, maka jumlah bit 1
pada pesan-terkode (codewords) harus ganjil. Demikian pula apabila paritas genap
digunakan, maka jumlah bit 1 pada pesan terkode harus genap. Secara matematis,
proses menghitung jumlah bit 1 ini dilakukan dengan melakukan penjumlahan modulo-
2 terhadap setiap bit data. Bit paritas didapatkan dari penjumlahan modulo-2 sebagai
berikut:
p = b0 ⊕ b1 ⊕ b2 ⊕ b3 ⊕ b4 ⊕ b5 ⊕ b6 (9.3)
Seperti terlihat dalam Gambar 9.5, pesan yang akan dikirimkan adalah 1 0 0 1 1 1 0.
Hasil penjumlahan modulo-2 dari setiap bit data adalah 0. Apabila paritas ganjil
digunakan, maka pada pesan-terkode akan ditambahkan bit paritas 1 sehingga hasil
penjumlahan modulo-2 dari setiap bit pesan-terkode menjadi 1. Sebaliknya apabila
paritas genap digunakan, maka pada pesan-terkode akan ditambahkan bit paritas 0
sehingga hasil penjumlahan modulo-2 dari setiap bit pesan-terkode menjadi 0.
170
Apabila pengirim menggunakan bit paritas ganjil, maka pada sisi penerima harus
menggunakan paritas ganjil juga. Begitu pula apabila digunakan bit paritas genap.
Sekarang mari kita gunakan paritas ganjil untuk menunjukkan bagaimana proses
deteksi kesalahan dengan menggunakan bit paritas dapat terjadi. Lihat Gambar 9.6.
Kemampuan deteksi kesalahan dengan jumlah bit lebih besar dapat dibuat dengan
menggunakan pendeteksi bit paritas dua dimensi. Tetapi tentu saja peningkatan jumlah
yang dapat dideteksi tersebut secara otomatis akan meningkatkan kompleksitas dari
sistem. Gambar 9.7 memberikan ilustrasi bagaimana sistem pendeteksi bit paritas dua
dimensi beroperasi. Pada sistem pendeteksi bit paritas dua dimensi, pesan data
diletakkan dalam sebuah tabel, 1 bit paritas dibangkitkan pada setiap baris. Setelah
mencapai beberapa baris, selanjutnya 1 bit paritas dibangkitkan untuk setiap kolom.
171
Contoh pendeteksi kesalahan dengan bit paritas dua dimensi genap dapat dilihat dalam
Gambar 9.8. Pada gambar sebelah kiri tidak terjadi kesalahan pengiriman data. Pada
gambar sebelah kanan, 1 bit data mengalami kesalahan. Seperti terlihat dalam gambar,
apabila 1 bit data salah maka lokasi kesalahan dapat ditentukan karena itu sistem
pendeteksi kesalahan dua dimensi dapat mendeteksi dan sekaligus mengkoreksi
kesalahan sampai 1 bit. Sistem pendeteksi kesalahan dua dimensi mampu melakukan
deteksi sampai 3 bit kesalahan (dimanapun posisi bit salah), namun hanya mampu
melakukan koreksi apabila terdapat 1 bit kesalahan saja.
Kemampuan deteksi kesalahan dengan jumlah bit lebih besar dapat dibuat
dengan menggunakan pendeteksi bit paritas dua dimensi. Tetapi tentu saja
peningkatan jumlah yang dapat dideteksi tersebut secara otomatis akan
meningkatkan kompleksitas dari sistem.
paritas kolom
172
sebuah nilai integer m>=3, maka panjang pesan-terkode (n) dapat ditentukan dengan
menggunakan rumusan:
n = 2m − 1
(9.3)
k = n−m
1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0
0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1
paritas
1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 salah
1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1
1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0
paritas salah
Gambar 9.8. Pendeteksi kesalahan bit paritas dua dimensi genap
Dalam persamaan 9.3, variabel k adalah panjang pesan-data. Karena panjang k adalah
n dikurangi dengan m, dapat disimpulkan bahwa m sebenarnya adalah panjang bit
tambahan (redundant bit). Jadi jika m=3, maka n=7 dan k=4. Pengkodean Hamming
semacam ini dapat dituliskan sebagai C(7,4) dengan jarak Hamming minimum, dmin=3.
Tabel konversi antara pesan-data dengan pesan-terkode ditunjukkan dalam Tabel 9.3 di
bawah ini. Perhatikan bahwa setiap pesan-terkode telah didesain agar memiliki jarak
Hamming minimum, dmin=3.
Jadi jika m=3, maka n=7 dan k=4. Pengkodean Hamming semacam ini dapat
dituliskan sebagai C(7,4) dengan jarak Hamming minimum, dmin=3.
Sekarang mari kita lihat bagaimana pesan-terkode terbentuk dalam kode Hamming
C(7,4). Setiap bit dari bit tambahan (bit paritas), disimbolkan dengan r, merupakan
173
hasil penjumlahan modulo-2 dari beberapa bit pesan-data dengan rumusan sebagai
berikut:
r0 = b2 ⊕ b1 ⊕ b0
r1 = b3 ⊕ b2 ⊕ b1 (9.4)
r2 = b3 ⊕ b1 ⊕ b0
Pada sisi penerima terdapat syndrome sebanyak 3 bit. Masing-masing bit syndrome
merupakan hasil penjumlahan dari pesan-terkode dan salah satu bit paritas dari pesan
yang diterima. Konfigurasi dari bit-bit pesan-terkode yang membentuk syndrome
mengikuti konfigurasi dari bit-bit pesan-data pembentuk paritas dalam persamaan 9.4.
174
Bentuk konfigurasi bit-bit pesan-terkode pembentuk syndrome ditunjukkan dalam
persamaan 9.5.
s 0 = b2 ⊕ b1 ⊕ b0 ⊕ r0
s1 = b3 ⊕ b2 ⊕ b1 ⊕ r1 (9.5)
s 3 = b3 ⊕ b1 ⊕ b0 ⊕ r3
Gambar 9.9. Ilustrasi pembentukan bit tambahan pada kode Hamming C(7,4)
Konfigurasi dari ketiga bit syndrome akan mengambil salah satu pola dari delapan
kemungkinan antara 000 sampai 111. Selain itu, ketiga bit syndrome tersebut juga
menunjukkan letak kesalahan bit (apabila terjadi kesalahan) atau menentukan bahwa tidak
terdapat kesalahan sama sekali.
Sekarang mari kita lihat bagaimana posisi kesalahan bit ditentukan. Lihat persamaan 9.5
dan ingat bahwa kode Hamming ini hanya didesain untuk mendeteksi 1 bit kesalahan saja.
175
Apabila kesalahan terletak pada b0, terlihat bahwa b0 mempengaruhi hasil penjumlahan
modulo-2 untuk syndrome s0 dan s3. Karena itu kesalahan pada b0 ditunjukkan dengan
konfigurasi syndrome 101. Apabila kesalahan terletak pada r1, terlihat bahwa r1
mempengaruhi hasil penjumlahan modulo-2 untuk syndrome s1, karena itu kesalahan pada
r1 ditunjukkan oleh konfigurasi syndrome 010. Secara lengkap hubungan antara kesalahan
bit dari pesan-terkode dengan konfigurasi bit syndrome ditunjukkan dalam Tabel 9.4.
176
Teknik CRC ini merupakan salah satu jenis dari pengkodean yang secara umum
dikenal sebagai pengkodean cyclic. Digunakan istilah demikian karena setiap
pergeseran bit dari pesan-terkode akan menghasilkan pesan-terkode yang lain.
Dalam metode pengkodean CRC terdapat tiga parameter utama yang terlibat di dalam
sistem, yaitu:
• Pesan-data, sebagaimana halnya pada pengkodean blok linier panjang dari pesan-data
disimbolkan sebagai k bit.
• Bit tambahan (redundancy bit) dengan panjang m bit. Panjang m=n-k.
• Generator yang akan digunakan sebagai acuan baik bagi sisi pengirim maupun sisi
penerima, panjang generator disimbolkan sebagai g, dengan panjang g = m + 1 bit .
Sebagai contoh pengkodean CRC C(7,4) memiliki panjang pesan-terkode 7 bit, panjang
pesan-data 4 bit, panjang bit tambahan adalah 3 bit dan panjang dari generator adalah 4
bit.
Sekarang muncul pertanyaan bagaimana menentukan nilai dari bit tambahan? Nilai bit
tambahan ditentukan dengan menggunakan pembagian modulo-2 antara pesan-data yang
telah ditambah dengan bit 0 sejumlah bit tambahan yang disyaratkan dibagi dengan
generator. Sisa pembagian merupakan adalah bit tambahan. Nilai dari generator
ditentukan oleh sistem. Sehingga nilai generator yang ada pada sisi pengirim harus sama
dengan nilai generator yang ada pada sisi penerima.
Misalnya:
Pesan-data : 1011
Pesan-data + bit 0 sejumlah bit tambahan: 1011000
Generator ditentukan : 1001
Pembentukan nilai bit tambahan ditunjukkan dalam Gambar 9.10.
177
Seperti terlihat dalam gambar, bit tambahan adalah sisa pembagian modulo-2, yaitu: 010.
Sehingga hasil pesan terkode adalah gabungan antara pesan-data dengan bit tambahan,
yaitu: 1011010.
Hasil pembagian
1010
bit tambahan
1001 1 0 1 1 0 0 0 alokasi untuk
1 0 0 1 checksum
0 1 0 0
Generator
pembagi 0 0 0 0
1 0 0 0
pesan-data 1 0 0 1
0 0 1 0
0 0 0 0
0 1 0 Sisa pembagian
Pesan-terkode: 1 0 1 1 0 1 0
Pada sisi penerima, pesan-terkode yang telah melewati jalur transmisi akan dibagi dengan
pembagian modulo-2 dengan menggunakan generator yang sama. Sisa pembagian
modulo-2 (syndrome) memiliki dua kemungkinan, yaitu:
• Apabila sisa pembagian modulo-2 (syndrome) antara pesan-terkode dengan generator
adalah 0, maka selama proses transmisi tidak terjadi kesalahan bit data. Sehingga
pesan-terkode selanjutnya dikonversi menjadi pesan-data. Lihat Gambar 9.11 sebelah
kiri.
• Apabila sisa pembagian modulo-2 (syndrome) antara pesan-terkode dengan generator
tidak 0, maka selama proses transmisi terjadi kesalahan bit data. Misalkan pesan-
terkode setelah melewati jalur transmisi menjadi 1010010, maka seperti terlihat dalam
Gambar 9.11 sebelah kanan, sisa pembagian modulo-2 tidak 0. Apabila terjadi
kesalahan semacam ini, pesan-terkode akan dibuang.
178
Dalam bentuk yang lain, metode CRC juga dapat direpresentasikan dalam bentuk
polinomial. Setiap bit diwakili oleh koefisien dari sebuah polinomial dengan pangkat
tertentu, dimana besarnya pangkat menunjuk pada lokasi dari bit. Ilustrasi representasi
polinimal ditunjukkan dalam Gambar 9.12. Dalam implementasi nyata, representasi
bilangan polinomial lebih mudah dioperasikan secara matematis daripada bilangan biner.
Sebagai contoh, dengan memperhatikan ilustrasi dalam Gambar 9.12, bagaimana
representasi biner dari x32+x16+1? Tentu anda dapat melihat dengan mudah bahwa
representasi polinomial hanya membutuhkan penulisan polinomial yang memiliki
koefisien 1, sedang polinomial dengan koefisien 0 tidak perlu dituliskan. Apabila
direpresentasikan dalam bilangan biner maka tentu saja anda harus menuliskan 32 bit
bilangan biner. Representasi polinomial ini membawa konsekuensi bagi operasi-operasi
penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan pergeseran yang harus tunduk pada
operasi matematis dari polinomial.
Dalam bentuk yang lain, metode CRC juga dapat direpresentasikan dalam bentuk
polinomial. Setiap bit diwakili oleh koefisien dari sebuah polinomial dengan
pangkat tertentu, dimana besarnya pangkat menunjuk pada lokasi dari bit.
Gambar 9.11. Proses deteksi kesalahan pada sisi penerima dengan CRC C(7,4)
179
Gambar 9.12. Representasi bilangan biner dengan menggunakan polinomial
Standar generator CRC yang telah digunakan secara umum dalam komunikasi data
dinyatakan dengan menggunakan representasi polinomial seperti ditunjukkan dalam Tabel
9.6.
9.5.Soal Pengayaan
1. Jelaskan konsep dari bit tambahan (redundant bit) dalam proses deteksi dan koreksi
kesalahan!
2. Jelaskan perbedaan antara pengkodean blok linier dengan pengkodean blok cyclic!
3. Tentukan jarak Hamming dari masing-masing pesan-terkode di bawah ini, kemudian
tentukan jarak Hamming minimum dari seluruh set pesan-terkode: 1000111, 1010100,
0110110, 1001010, 1100110, 0101010, 1111111, 1011100.
180
4. Berapa jarak Hamming minimum yang diperlukan untuk membuat sistem dengan
kemampuan sebagai berikut:
a. Deteksi 3 kesalahan.
b. Koreksi 5 kesalahan.
c. Deteksi 6 kesalahan dan koreksi 2 kesalahan.
5. Pada kode Hamming C(7,4) pesan-data 1011 akan ditransmisikan, jawablah
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
a. Bagaimana bentuk pesan-terkode dari pesan-data tersebut?
b. Apabila pada jalur transmisi terdapat kesalahan sehingga pesan-data menjadi
1001, bagaimana kode Hamming dapat mendeteksi dan mengkoreksi adanya
kesalahan tersebut?
6. Dalam sebuah sistem komunikasi data, pesan-data memiliki panjang 11 bit. Apabila
agar sistem memiliki kemampuan untuk mengkoreksi 1 bit kesalahan, tentukan nilai k
dan n dari kode Hamming tersebut!
7. Pesan-data 101110 akan ditransmisikan melalui jalur transmisi. Pendeteksi kesalahan
menggunakan metode CRC dengan generator 1001. Jawablah pertanyaan-pertanyaan
di bawah ini:
a. Bagaimana susunan dari bit tambahan?
b. Bagaimana susunan dari pesan-terkode?
c. Apabila dalam jalur transmisi tidak terjadi kesalahan bit sama sekali,
bagaimana pengujian dilakukan agar sistem komunikasi data mengetahui
bahwa tidak terjadi kesalahan pengiriman pesan?
d. Apabila dalam jalur tranmisi terjadi kesalahan sehingga pesan-data menjadi
100110, bagaimana pengujian dilakukan agar sistem komunikasi data
mengetahui bahwa telah terjadi kesalahan pengiriman data?
8. Bagaimana representasi polinomial dari pesan-data di bawah ini:
a. 100011011011
b. 1011101
c. 1001101011100001
181
9. Pesan-data 11100011 akan ditransmisikan. Untuk kebutuhan pendeteksi kesalahan
digunakan metode CRC dengan generator x5+x4+x+1. Jawablah pertanyaan di bawah
ini:
a. Bagaimana susunan dari bit tambahan?
b. Apabila dalam proses pengiriman terdapat kesalahan sehingga pesan data
menjadi 1100011 dan juga terdapat 1 bit dari bit tambahan salah (pilih salah
satu dari 5 bit), bagaimana sisa pembagian modulo-2 pada sisi penerima?
10. Cari dan jelaskan contoh dari sistem komunikasi data yang menggunakan metode
deteksi kesalahan CRC dengan generator CRC-32!
182
Kendali Data-Link
Dalam pembicaraan Bab 2, lapis data-link memiliki tugas utama untuk menjamin
terselenggaranya komunikasi data di antara dua titik yang berbeda, yaitu node-to-node
communication. Proses ini dilakukan oleh kendali data-link (data-link control). Agar
komunikasi data di antara dua titik dapat terjadi dengan baik, maka kendali data-link memiliki
tiga fungsi utama, yaitu:
• Melakukan pengiriman pesan dalam bentuk blok-blok data yang disebut dengan frame,
proses pembentukan frame disebut dengan framing.
• Melakukan kendali terhadap aliran frame (flow control) dan deteksi serta koreksi terhadap
kesalahan (error control).
• Penetapan protokol untuk menjamin terselenggaranya komunikasi data dari titik ke titik.
183
Definisi tentang komunikasi titik ke titik atau hop ke hop atau node ke node dalam lapis data-
link telah didefiniskan dalam Bab 2, sub-Bab 2.3.1 dalam Gambar 2.5.
Dalam bab ini kita akan membicarakan ketiga fungsi dari kendali data-link seperti telah di
sebutkan di atas, yaitu framing, kendali aliran frame, deteksi dan koreksi kesalahan serta
protokol-protokol yang mengendalikan seluruh proses dalam lapis data-link.
Pengendali aliran bertugas untuk mengatur jumlah data yang dikirimkan kepada
penerima dengan menggunakan prosedur atau algoritma tertentu. Dengan adanya
pengaturan pengiriman jumlah data ini, maka pengendali aliran menjamin agar tidak
terjadi penumpukan data pada sisi penerima. Beberapa faktor dapat menyebabkan
terjadinya penumpukan data pada sisi penerima, yaitu: kecepatan perangkat pada sisi
penerima dan keterbatan memori pada sisi penerima. Apabila kecepatan proses
pengirim lebih cepat daripada kecepatan proses penerima, maka terdapat kemungkinan
bahwa data yang sampai di sisi penerima tidak tertangani sehingga dibuang. Jika
terjadi hal demikian maka harus ada metode atau cara agar penerima dapat
memberitahukan kepada pengirim untuk menghentikan proses pengiriman data.
Demikian pula apabila memori (buffer atau memori sementara pada perangkat antar
muka (interface) komunikasi data, misalnya network interface card) di sisi penerima
terbatas, maka penerima harus punya kesempatan untuk menyampaikan interupsi
kepada pengirima untuk menghentikan proses pengiriman data. Seluruh proses ini
dikendalikan oleh protokol pengendali aliran. Ilustrasi protokol pengendali kesalahan
dapat dilihat dalam Gambar 10.1.
184
Sekarang bagaimana tugas dari pengendali kesalahan? Secara teknis proses deteksi dan
koreksi kesalahan telah kita bicarakan dalam bab sebelumnya, yaitu Bab 9. Apabila sisi
penerima mendeteksi adanya kesalahan, maka sebagian besar sistem komunikasi data
tidak melakukan koreksi kesalahan secara online, proses koreksi kesalahan dilakukan
dengan memberikan isyarat kepada pengirim agar melakukan transmisi ulang hanya
frame yang mengandung bit salah. Dalam data link proses ini disebut dengan istilah
automatic repeat request (ARQ). Ilustrasi protokol pengendali kesalahan dapat dilihat
dalam Gambar 10.2.
Pengirim Penerima
Transmisi
Memori
kapasitas
4 frame
185
Apabila sisi penerima mendeteksi adanya kesalahan, maka sebagian besar
sistem komunikasi data tidak melakukan koreksi kesalahan secara online,
proses koreksi kesalahan dilakukan dengan memberikan isyarat kepada
pengirim agar melakukan transmisi ulang hanya frame yang mengandung bit
salah. Disebut dengan istilah automatic repeat request (ARQ).
Karena itu dalam proses transmisi data, kelompok-kelompok bit dapat dipandang
sebagai beberapa frame yang bergerak dari sisi pengirim menuju ke sisi penerima.
Perhatikan ilustrasi yang ada di dalam Gambar 10.3. Setiap frame dibedakan terhadap
frame yang lain dengan menggunakan penanda yang disebut dengan flag. Setiap frame
juga memiliki informasi tentang alamat sumber dan alamat tujuan di dalam bagian
header dari setiap frame. Informasi tentang alamat tujuan dibutuhkan untuk menjamin
agar frame sampai di tempat tujuan, sedangkan alamat sumber akan digunakan oleh
penerima untuk mengirimkan informasi balik bahwa sebuah frame telah diterima
dengan baik atau diterima dengan kesalahan bit. Bit-bita tambahan yang akan
digunakan untuk proses deteksi dan koreksi kesalahan diletakkan pada bagian trailer
dari frame.
186
Gambar 10.3 Pengiriman pesan dalam bentuk frame
Mungkin anda bertanya, mengapa bit-bit tersebut harus dikelompokkan dalam blok-
blok frame? Bayangkan apabila tidak dikelompokkan dalam frame, seandainya
terdapat kesalahan sebanyak 1 bit saja, dan penerima mendeteksi adanya kesalahan
pengiriman, maka seluruh pesan akan dikirimkan kembali oleh pengirim. Tetapi,
apabila pesan telah dikelompokkan ke dalam bentuk frame, maka kesalahan bit hanya
akan berakibat pada kesalahan frame tertentu, sehingga pengiriman hanya dilakukan
untuk frame yang memiliki kesalahan bit saja. Alasan lain menggunakan bentuk frame
adalah: keterbatasan ukuran memori pada sisi penerima, dalam komunikasi data
semacam LAN yang menggunakan media secara bersama-sama pemakaian jalur dalam
waktu lama (apabila frame sangat panjang) akan menyebabkan waktu tunda cukup
lama bagi pemakai lain. Karena itu menggunakan bentuk frame lebih menguntungkan
dari sisi efisiensi pemakaian jalur transmisi daripada tanpa menggunakan frame.
Karena itu menggunakan bentuk frame lebih menguntungkan dari sisi efisiensi
pemakaian jalur transmisi daripada tanpa menggunakan frame.
Berdasarkan ukuran panjang dari blok pesan, frame dapat dibedakan atas dua macam,
yaitu frame dengan ukuran tetap dan frame dengan ukuran bervariasi. Salah satu
187
contoh sistem komunikasi data yang frame dengan ukuran tetap adalah Asynchronous
Transfer Mode (ATM). ATM menggunakan frame dengan ukuran 53 bit yang disebut
dengan cell.
Salah satu contoh frame dengan ukuran bervariasi adalah frame dalam sistem
komunikasi data Local Area Network (LAN). Karena ukuran frame berbeda antara
frame satu dengan yang lain, maka dibutuhkan suatu cara untuk menandai awal dan
akhir dari sebuah frame. Frame dengan ukuran bervariasi dibedakan atas dua macam,
yaitu frame yang berorientasi karakter (character-oriented) dan frame yang
berorientasi bit (bit-oriented).
Tetapi andaikata dalam desain suatu sistem komunikasi dibutuhkan pengiriman data
dalam bentuk bukan teks, misalnya suara, video, dan gambar, maka kemungkinan
representasi bit dari flag adalah representasi dari informasi yang sedang dibawa. Jika
hal ini terjadi, maka sisi penerima akan menganggap bahwa bit-bit informasi tersebut
adalah sebuah flag yang merupakan bagian akhir dari informasi.
188
data
Permasalahan ini diatasi dengan menyisipkan karakter tambahan yang disebut dengan
karakter escape (ESC). Proses penambahan karakter semacam ini dikenal dengan
istilah byte-stuffing (Forouzan, 2007). Panambahan karakter ESC ini tidak akan
mempengaruhi sisi penerima, karena begitu penerima menerima karakter ESC, secara
otomatis karakter tersebut akan dibuang dari deretan pesan yang asli. Ilustrasi frame
dengan penambahan karakter ESC ditunjukkan dalam Gambar 10.5.
Seperti terlihat dalam gambar, apabila terdapat karakter yang memiliki deretan bit
sama dengan deretan bit yang telah digunakan sebagai flag, maka data-link akan
menambahkan karakter ESC sebelum karakter tersebut. Setiap kali penerima
mengambil karakter ESC, maka karakter tersebut akan dibuang dan memperlakukan
karakter di belakangnya sebagai bagian dari data.
Demikian pula halnya apabila terjadi bahwa karakter dari data ternyata juga memiliki
urutan bit yang sama dengan karakter ESC. Penerima secara otomatis akan membuang
karakter ESC tersebut sehingga terjadi kehilangan data sebanyak 1 byte. Untuk
mencegah hal ini, maka data-link akan menambahkan karakter ESC yang lain di depan
karakter yang memiliki urutan bit sama dengan karakter ESC. Sehingga karakter ESC
yang kedua dianggap sebagai data oleh penerima, sedangkan karakter ESC yang
pertama dibuang.
189
Sekalipun frame berorientasi karakter telah banyak digunakan, tetapi dalam
perkembangan komunikasi data saat ini ukuran dari karakter dalam pengkodean tidak
lagi 8 bit melainkan lebih besar dari 8 bit, yaitu 16 bit dan 32 bit, misalnya pada
pengkodean Unicode. Karena itu frame beorientasi bit lebih disukai daripada frame
berorientasi karakter.
Sama seperti halnya pada frame berorientasi karakter, frame berorientasi bit juga
membutuhkan pembatas dalam bentuk flag untuk memisahkan antara frame satu
dengan frame yang lain. Protokol-protokol yang menggunakan frame berorientasi bit
sebagian besar menggunakan data 8 bit 01111110 sebagai flag. Perhatikan struktur dari
frame berorientasi bit dalam Gambar 10.6.
data
Sama seperti halnya pada frame berorientasi karakter, pesan-data yang dibawa oleh
frame beorientasi bit mungkin saja memiliki urutan bit yang sama dengan penanda
flag. Jika hal ini terjadi, maka tentu saja penerima yang membaca informasi ini akan
menganggap deretan bit tersebut merupakan akhir dari frame. Untuk mengatasi hal ini,
maka setiap kali pesan-data terdiri atas urutan bit 0 diikuti oleh 5 buah bit 1, data-link
akan menyisipkan sebuah bit 0 sebelum bit berikutnya datang. Proses ini disebut
dengan bit stuffing. Apabila penerima membaca deretan bit pesan-data semacam ini,
secara otomatis penerima akan membuag bit 0 sisipan tadi dan hanya menterjemahkan
190
informasi tanpa memperhatikan adanya bit stuffing. Untuk memperjelas letak bit 0
sebagai sisipan, perhatikan Gambar 10.7 di bawah ini.
Dengan demikian, setiap kali pesan data mengandung deretan bit 01111110, data-link
akan menyisipkan bit 0 sebelum bit 1 yang keenam. Sehingga deretan bit semacam itu
tidak akan diinterpretasikan sebagai flag atau akhir dari frame bagi penerima.
Keempat protokol tersebut melakukan fungsi pembentukan frame, kendali aliran dan
kendali kesalahan secara bersama-sama. Sekalipun dalam komunikasi data nyata,
protokol-protokol data-link ini dilakukan secara dua arah, dalam bagian ini kita
membatasi diri pada pembahasan protokol data-link satu arah saja.
191
10.3.1. Protokol Stop-and-Wait
Dalam protokol Stop-and-Wait setiap kali pengirim mengirimkan sebuah frame, maka
pengirim akan menunggu sampai konfirmasi dari penerima datang sebelum
mengirimkan frame berikutnya. Konfirmasi dari penerima adalah dalam bentuk frame
khusus yang disebut dengan acknowlegment (ACK). Frame ini dapat berbentuk positif
acknowledgement (ACK) atau negatif acknowledgement (NAK).
Pengirim Penerima
Frame
Kirim frame
Terima frame
Kirim ACK
ACK
Terima ACK
Frame
Kirim frame
Terima frame
Kirim ACK
ACK
Terima ACK
Waktu Waktu
192
Seperti terlihat dalam gambar, setiap kali pengirim mengirimkan satu buah frame,
frame berikutnya hanya dapat terkirim apabila sisi pengirim telah menerima frame
khusus ACK sebagai konfirmasi bahwa “frame telah diterima dengan baik, sekarang
kirimkan frame berikutnya”. Dengan cara demikian, maka proses kendali terhadap
aliran frame (flow control) terjadi. Karena tidak mungkin terjadi penumpukan frame di
sisi penerima.
Seperti terlihat telah dibicarakan dalam Bab 9, untuk memberikan kemampuan deteksi
terhadap kesalahan maka perlu diberikan tambahan bit pada bagian header dari frame.
Apabila penerima mendeteksi adanya kesalahan, maka sisi penerima tidak akan
memberikan respon dengan mengirimkan frame ACK. Begitu pula halnya apabila
terjadi bahwa frame yang dikirimkan hilang di dalam jalur transmisi, untuk kedua
kasus tersebut penerima tidak akan mengirimkan frame ACK. Padahal dalam konsep
protokol Stop-and-Wait frame berikutnya akan dikirimkan apabila sisi pengirim telah
menerima frame ACK. Apabila frame ACK tidak pernah sampai di sisi pengirim, maka
setelah waktu tertentu terlampaui pengirim secara otomatis akan mengirimkan kembali
frame terakhir. Dengan cara ini proses koreksi terhadap kesalahan terjadi. Jadi
pengirim memiliki mekanisme pencatatan terhadap waktu pengiriman dan frame
terakhir yang dikirimkan.
Sekarang timbul permasalahan, dengan cara apa pengirim dapat mencatat frame
terakhir yang telah dikirimkan? Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah adanya
193
penambahan nomor urut pada setiap frame. Header dari frame selain berisi informasi
untuk deteksi dan koreksi terhadap kesalahan, juga berisi nomor urut dari frame.
Dalam desain sistem, nomor urut harus dipilih sedemikian rupa agar ukuran dari frame
tetap kecil. Sebagai contoh, apabila digunakan penomoran frame dengan representasi 3
bit bilangan biner (m=3), maka nomor urut dari frame adalah 0,1,2,3,4,5,6,7,0,1 dan
seterusnya. Perhatikan bahwa setelah nomor frame 7, frame berikutnya bernomor 0
demikian seterusnya. Dengan demikian apabila penerima menerima frame data dengan
nomor tidak urut, maka penerima tahu bahwa telah terjadi kehilangan frame data pada
jalur transmisi atau telah terjadi duplikasi frame.
Dengan cara apa pengirim dapat mencatat frame terakhir yang telah
dikirimkan? Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah adanya penambahan
nomor urut pada setiap frame.
Sebagaimana halnya terjadi pada frame data, frame ACK juga memiliki kemungkinan
salah atau hilang di tengah jalan. Karena itu bit tambahan untuk deteksi kesalahan dan
penomoran juga diperlukan untuk frame ACK. Tetapi nomor dari ACK selalu
menunjuk pada frame berikutnya yang harus dikirimkan oleh pengirim. Apabila
pengirim menerima frame ACK salah, maka secara otomatis pengirim akan membuang
frame ACK tersebut.
Gambar 10.9 sampai Gambar 10.11 memberikan ilustrasi tiga buah kasus yang
mungkin terjadi dalam protokol Stop-and-Wait ARQ.
Dalam Gambar 10.9 diilustrasikan proses pengiriman frame data dengan nomor 0 dan
1, dan selama tidak terjadi kesalahan atau kehilangan frame maka sisi penerima akan
memberikan konfirmasi dengan cara mengirimkan frame ACK dengan nomor urut
yang menunjuk pada nomor frame berikutnya yang diminta. Setiap kali sisi pengirim
menerima frame ACK, maka pengirim menterjemahkan sebagai “frame data dengan
nomor x telah diterima, sekarang kirimkan frame dengan nomor urut x+1”.
194
Pengirim Penerima
Frame 0
Kirim frame 0
Terima frame 0
Kirim ACK 1
Frame 0 telah
diterima, ACK 1
kirim frame 1 Frame 1
Kirim frame 1
Terima frame 1
Kirim ACK 0
Frame 1 telah ACK 0
diterima,
kirim frame 0
Waktu Waktu
Dalam Gambar 10.10 diilustrasikan bahwa frame data dengan nomor 0 telah diterima
oleh penerima, tetapi penerima mendeteksi adanya kesalahan. Maka penerima tidak
memberikan konfirmasi dengan mengirimkan ACK 1. Setelah waktu time-out yang
dicatat oleh pengirim terlampaui, dan pengirim belum menerima konfirmasi dari
penerima, maka penngirim selanjutnya mengirimkan ulang frame data dengan nomor
urut 0.
Apabila frame yang dikirimkan oleh pengirim hilang di dalam jalur transmisi, maka
pengirim tidak akan pernah menerima frame ACK dari penerima. Dalam gambar,
terlihat bahwa frame 1 yang dikirimkan hilang di dalam jalur transmisi. Apabila hal ini
terjadi, setelah waktu time-out terlampaui tanpa kehadiran ACK 0, maka pengirim
akan mengirimkan ulang frame data dengan nomor urut 1.
195
Pengirim Penerima
Frame 0
Kirim frame 0
Terima frame 0
Frame 0 SALAH
Time-out
Frame 0
Kirim frame 0
Terima frame 0
Kirim ACK 1
Frame 0 telah ACK 1
diterima,
kirim frame 1 Frame 1
Time-out
Frame 1
Kirim frame 1
Terima frame 1
Kirim ACK 0
ACK 0
Waktu Waktu
Gambar 10.11 memberikan ilustrasi saat frame data telah diterima dengan benar, tetapi
konfirmasi yang dikirimkan oleh penerima melalui frame ACK 1 tidak pernah sampai
pada sisi pengirim (atau sampai dengan mengandung kesalahan bit). Apabila kondisi
ini terjadi, maka pengirim akan menunggu sampai waktu time-out yang dicatat
terlampaui, setelah itu frame data terakhir akan dikirimkan ulang (dalam gambar
adalah frame 0). Frame data berikutnya akan dikirimkan setelah konfirmasi dalam
bentuk frame ACK 1 diterima dengan benar.
196
Pengirim Penerima
Frame 0
Kirim frame 0
Terima frame 0
Kirim ACK 1
Time-out
ACK 1
Frame 0
Kirim frame 0
Duplikasi frame 0, buang
Kirim ACK 1
Frame 0 telah ACK 1
diterima,
kirim frame 1
Waktu Waktu
Protokol Stop-and-Wait ARQ seperti diuraikan di atas tidak efisien dalam hal
penggunaan lebar pita frekuensi (bandwidth). Apabila waktu tunda yang dibutuhkan
untuk melintasi jalur transmisi dari pengirim ke penerima selanjutnya dari penerima ke
pengirim lama, maka jalur transmisi akan kosong (tidak terpakai). Pengirim hanya
dapat mengirimkan frame data berikutnya apabila konfirmasi dalam bentuk frame
ACK telah diterima. Jumlah bit yang dapat dikirimkan selama menunggu konfirmasi
dari penerima disebut dengan bandwidth-delay product, yaitu perkalian antara pita
frekuensi dari sistem dengan waktu tunda.
Protokol Stop-and-Wait ARQ tidak efisien dalam hal penggunaan lebar pita
frekuensi (bandwidth), yang mana Pengirim hanya dapat mengirimkan frame
data berikutnya apabila konfirmasi dalam bentuk frame ACK telah diterima.
197
Permasalahan efisiensi dalam protokol Stop-and-Wait ARQ dapat diatasi dengan
konsep pipelining. Konsep pipelining mengijinkan pengiriman frame data berikutnya
tanpa harus menunggu datangnya konfirmasi dari penerima terlebih dahulu. Konsep ini
diimplementasikan dalam kedua protokol yang akan kita bicarakan selanjutnya.
3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2
Ukuran jendela=2m-1
Gambar 10.12. Ilustrasi dari konsep jendela geser pada sisi pengirim (Forouzan, 2007)
Protokol Go-banck-N ARQ menggunakan konsep jendela geser (sliding window), yaitu
sebuah konsep yang mendefinisikan urutan dari beberapa frame data yang dapat
dikirimkan pada suatu saat. Jumlah frame yang siap dikirimkan pada suatu saat disebut
dengan ukuran jendela (window size). Ukuran jendela maksimal adalah 2m-1, di mana
nilai m menunjuk pada jumlah bit yang dibutuhkan untuk merepresentasikan urutan
frame. Sebagai contoh, apabila digunakan m=4, maka urutan dari frame adalah sebagai
198
berikut: 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,0,1,2,3,4 …. Perhatikan bahwa setelah
nomor frame terakhir mencapai angka 15, frame selanjutnya akan diberi nomor 0, 1,2
dan seterusnya. Konsep dari jendela geser dengan menggunakan m=3 ditunjukkan
dalam Gambar 10.12.
Secara umum jendela geser dapat dibagi ke dalam empat buah blok besar, yaitu: blok
jendela paling kiri adalah urutan frame yang telah selesai dikirim dan telah menerima
konfirmasi dalam bentuk frame ACK dari penerima. Blok kedua adalah urutan frame
yang telah dikirim tetapi belum menerima frame konfirmasi ACK, ketiga adalah urutan
frame berikutnya yang telah siap untuk dikirimkan, dan blok terakhir adalah urutan
frame yang belum siap untuk dikirimkan. Gambar 10.13 menunjukkan kondisi di mana
jendela dalam Gambar 10.12 telah bergeser setelah beberapa frame lagi menerima
konfirmasi ACK dari penerima. Perhatikan bahwa ukuran dari jendela selalu tetap.
Seperti terlihat sisi penerima pada protokol Go-Back-N ARQ dapat memberikan frame
ACK untuk beberapa frame data sekaligus, terbukti bahwa jendela dapat bergeser
sebanyak 3 slot dalam satu saat. Bandingkan Gambar 10.12 dan Gambar 10.13.
Sekarang mari kita lihat 3 kondisi yang dapat merepresentasikan cara kerja dari
protokol Go-Back-N ARQ.
199
Kondisi pertama terlihat dalam Gambar 10.14. Pada kondisi ini tidak terdapat
kesalahan baik pada frame data yang dikirimkan ataupun pada frame konfirmasi ACK
yang berasal dari sisi penerima. Perhatikan bahwa sisi pengirim tidak harus menunggu
setiap frame menerima konfirmasi frame ACK dari penerima sebelum mengirimkan
frame data berikutnya. Beberapa frame dapat dikirimkan sekaligus, demikian pula
penerima dapat memberikan konfirmasi ACK untuk beberapa frame yang telah
diterima.
Pengirim Penerima
Frame 0
Kirim frame 0
Terima frame 1
Frame 3
Kirim frame 2
Terima frame 2
Kirim ACK 3
Frame 0,1,2 ACK 3
telah diterima,
kirim frame 3
Frame 3
Kirim frame 3
Terima frame 4
Frame 3,4
ACK 5
telah diterima,
kirim frame 5
Waktu Waktu
200
Kondisi kedua terlihat dalam Gambar 10.15. Pada kondisi ini terdapat kesalahan atau
kehilangan frame data di tengah jalan. Misalnya, frame 1 hilang selama proses
transmisi. Frame data dengan nomor urut 2 dan 3 dibuang oleh sisi penerima karena
seluruh frame yang diterima tidak berurutan. Selanjutnya, setelah waktu time-out pada
sisi pengirim untuk menunggu konfirmasi dari penerima terlampaui, maka pengirim
akan mengirimkan ulang mulai dari frame data nomor 1.
Pengirim Penerima
Frame 0
Kirim frame 0
Terima frame 0
Kirim ACK 1
Frame 0 telah ACK 1
diterima, kirim
frame 1
Frame 1
Kirim frame 1
Frame 2
Kirim frame 2
Terima frame 2,
Frame 3 Tanpa frame1,
Kirim frame 3
buang
Terima frame 3,
Time-out Tanpa frame1,
Frame 1 buang
Kirim frame 1
Waktu Waktu
Gambar 10.15. Ilustrasi protokol Go-Back-N ARQ dengan kehilangan frame data
201
Kondisi ketiga terlihat dalam Gambar 10.16. Pada kondisi ini terjadi kehilangan frame
konfirmasi ACK 2 di dalam jalur transmisi. Apabila hal ini terjadi maka kehadiran
frame konfirmasi ACK3 pada sisi pengirim sudah cukup untuk menunjukkan bahwa
frame data dengan nomor urut 1 dan 2 telah diterima dengan baik. Selanjutnya
pengirim akan mengirimkan frame data mulai dari frame nomor 3.
Pengirim Penerima
Frame 0
Kirim frame 0
Terima frame 0
Kirim ACK 1
Frame 0 telah ACK 1
diterima, kirim
frame 1
Frame 1
Kirim frame 1
Terima frame 1
Kirim ACK 2
ACK 2
Frame 2
Kirim frame 2
Terima frame 2
Kirim ACK 3
Frame 1,2 telah
diterima, kirim ACK 3
frame 3
Frame 3
Kirim frame 3
Waktu Waktu
Gambar 10.16. Ilustrasi protokol Go-Back-N ARQ dengan kehilangan frame ACK
202
Seperti terlihat dalam sub-bagian ini, protokol Go-Back-N ARQ lebih efisien bila
dibandingkan dengan protokol Stop-and-Wait ARQ dalam hal penggunaan jalur
transmisi. Sementara itu proses penanganan di sisi penerima juga mudah, karena frame
data yang datang secara tidak berurutan otomatis akan dibuang. Namun protokol ini
sangan tidak efisien pada kondisi dimana jalur komunikasi memiliki gangguan sangat
banyak. Sehingga jalur komunikasi hanya terpakai untuk mengirim ulang frame-frame
yang tidak pernah pada sisi penerima. Untuk memperbaiki protokol ini, mari kita
bicarakan protokol terakhir, yaitu Selective Repeat ARQ.
Tidak seperti halnya pada protokol Go-Back-N ARQ yang selalu mengirimkan
ulang beberapa frame apabila sebuah frame hilang atau salah, protokol selective
repeat ARQ (sesuai dengan namanya) hanya mengirimkan ulang frame yang
hilang atau rusak saja.
Seperti terlihat dalam gambar, frame dengan nomor urut 1 hilang di dalam jalur
transmisi atau mengalami kesalahan bit. Sementara itu, pengirim juga telah
mengirimkan frame data nomor 2 dan frame data nomor 3. Sisi penerima, akan
mendeteksi kehilangan frame data dengan nomor urut 1. Apabila hal ini terjadi,
protokol Selective Repeat ARQ tidak akan membuang frame nomor 2 dan nomor 3
yang telah diterima, melainkan menyimpan kedua frame tersebut sambil mengirimkan
konfirmasi frame NAK 1, yang berarti bahwa frame data dengan nomor 1 belum
203
diterima. Setelah sisi pengirim menerima konfirmasi dalam bentuk frame NAK 1,
pengirim akan mengirimkan ulang frame dengan nomor 1. Pada saat menerima frame
1, penerima akan mengurutkan kembali dengan frame 2 dan frame 3 yang telah
diterima terlebih dahulu. Setelah frame dengan nomor 1 diterima, penerima akan
mengirimkan frame konfirmasi ACK 4, yang berarti bahwa frame dengan nomor 1,2,3
telah diterima, sekarang kirimkan frame data mulai nomor 4.
Pengirim Penerima
Frame 0
Kirim frame 0
Terima frame 0
Kirim ACK 1
Frame 0 telah ACK 1
diterima, kirim
frame 1
Frame 1
Kirim frame 1
Frame 2
Kirim frame 2
Terima frame 2
NAK 1 Tanpa frame 1
Frame 3 Kirim NAK 1
Kirim frame 3
Terima frame 3
Tanpa frame 1
Kirim ulang Frame 1
frame 1
Terima frame 1
Lakukan pengurutan
Kirim ACK 4
Frame 1,2,3 ACK 4
telah diterima,
kirim frame 4
Waktu Waktu
204
10.4. Efisiensi Jalur Transmisi dengan Piggybacking
Dalam bagia awal dari Bab ini telah disampaikan bahwa pembahasan tentang kendali
data-link dibatasi pada proses komunikasi satu arah. Namun pada dunia nyata, proses
komunikasi satu arah tidak pernah terjadi. Pada saat yang sama kedua terminal
seharusnya dapat saling mengirimkan dan meminta frame data. Karena itu informasi-
informasi yang digunakan untuk kendali data-link seperti frame ACK, NAK, juga
mengalir secara dua arah. Frame ACK atau frame NAK dalam praktek tidak berdiri
sendiri, melainkan dikirimkan bersama-sama dengan frame data. Proses semacam ini
dikenal dengan nama piggybacking. Misalnya, terminal A mengirimkan frame data
kepada terminal B, pada saat frame data tersebut hilang di tengah jalan, frame
konfirmasi ACK dikirimkan bersama-sama dalam satu frame dengan frame data yang
mengalir dari terminal B kepada terminal A. Dengan cara demikian efisiensi
pemakaian jalur transmisi dapat dipertahankan.
Frame ACK atau frame NAK dalam praktek tidak berdiri sendiri, melainkan
dikirimkan bersama-sama dengan frame data. Proses semacam ini dikenal
dengan nama piggybacking.
205
7. Sebuah sistem komunikasi data menggunakan frame data dikirimkan dengan
menggunakan nomor urut yang tersusun atas 6 bit bilangan biner. Tentukan ukuran
dari jendela geser apabila digunakan protokol data-link Selective-Repeat ARQ!
8. Dalam sistem komunikasi data yang menggunakan protokol data-link Go-Back-N
ARQ, frame data dikirimkan dengan menggunakan nomor urut yang tersusun atas
5 bit bilangan biner. Setelah 100 frame data terkirim, berapa nomor dari frame data
yang akan dikirimkan berikutnya?
9. Dalam sebuah transmisi satu arah, digunakan frame dengan nomor urut yang
tersusun atas 4 bilangan biner. Frame 0,1,2 dan 3 dapat diterima dengan benar dan
mendapatkan konfirmasi frame ACK dari sisi penerima. Frame 4,5,6,7 selanjutnya
dikirimkan. Namun dalam proses transmisi frame dengan nomor urut 5 hilang
dalam jalur transmisi. Gambarkan skenario di atas dalam bentuk message sequence
diagram dan prediksikan apa yang akan dilakukan oleh protokol data-link apabila
digunakan:
a. Go-Back-N ARQ
b. Selective-Repeat ARQ
10. Sebuah sistem komunikasi data menggunakan protokol data-link Stop-and-Wait
ARQ. Setiap frame data membawa 1200 bit, berapa waktu yang dibutuhkan untuk
mengirimkan sebanyak 1 juta bit data jika pengirim dan penerima terpisah oleh
jarak 7000 Km. Kecepatan propagasi gelombang adalah 200 juta meter/detik.
206
Lampiran 1. Pengkodean Digital 8B6T
207
208
Lampiran 2. Pengkodean Digital 4B/5B
209
Glosarium
A
Acknowledgement : Frame konfimasi yang dikirim oleh penerima untuk setiap frame
(ACK) yang tidak memiliki kesalahan.
ADSL : Asymetric Digital Subscriber Line.
Alternate Mark : Pengkodean digital bipolar yang mana amplitudo direpresentasikan
Inversion (AMI) dalam bentuk tegangan positif dan negatif.
Amplitudo : Level (dinyatakan dalam) tegangan dari suatu sinyal.
Analog : Representasi sinyal dengan amplitudo kontinyu.
210
AMPS : Advance Mobile Phone System, sistem komunikasi selular Generasi
Pertama.
ARPA : Advanced Research Project Agency, lembaga pemerintah USA yang
membiayai riset ARPANET.
ARQ : Automatic Repeat Request, teknik pengendali kesalahan dengan cara
mengirimkan ulang frame yang salah.
ASK : Amplitude Shift Keying, representasi data digital dalam bentuk sinyal
analog dengan amplitudo yang berubah-ubah
ATM : Asynchronous Transfer Mode, sistem komunikasi yang
menggunakan teknologi circuit switching.
Atenuasi : Penurunan level sinyal akibat kehilangan energi.
B
B8ZS : Pengkodean scrambling dengan cara melakukan substitusi terhadap 8
buah bit 0 yang berurutan.
Bandwidth : Lebar pita frekuensi.
Bandwidth delay : Satuan ukur jumlah bit yang dapat dikirimkan selama menunggu
product konfirmasi dari penerima.
Baud rate : Satuan ukur jumlah sinyal yang dapat dikirim setiap detik.
Bifasa : Pengkodean polar yang mana level sinyal berubah di tengah-tengah
durasi bit.
Bit rate : Satuan ukur jumlah bit yang dapat dikirim setiap detik.
Bluetooth : Teknologi untuk menghubungkan perangkat dalam lingkup personal
area network (PAN)
C
CDMA : Code Division Multiple Access, teknologi komunikasi yang
menggunakan kode untuk membedakan antara satu pengguna dengan
pengguna yang lain.
Chip : Kode dalam CDMA untuk membedakan pengguna satu dengan
pengguna yang lain.
211
Chip rate : Satuan ukur jumlah kode yang dapat dibangkitkan per detik.
Cladding : Gelas atau plastik yang mengitari pusat kabel serat optik.
D
Demodulasi : Proses membalik proses modulasi.
Demultiplexing : Proses memisahkan kembali sinyal yang telah mengalami proses
multiplexing.
Derau : Sinyal listrik yang memiliki perubahan amplitudo acak yang bersifat
sebagai pengganggu.
Diagram konstelasi : Representasi grafis amplitudo dan fasa dari sinyal.
Digital : Representasi data atau sinyal dalam bentuk diskrit.
Distorsi : Perubahan bentuk dari sinyal yang disebabkan oleh adanya derau,
atenuasi, multipath atau gangguan lain.
Desibel (dB) : Satuan ukur daya relatif dari dua sinyal.
Domain waktu : Representasi grafis antara amplitudo dari sinyal terhadap waktu.
Domain frekuensi : Representasi grafis antara amplitudo dari sinyal terhadap frekuensi.
DSSS : Sistem komunikasi nirkabel yang menggunakan spektrum tersebar.
E
Enkapsulasi : Proses penambahan header dan trailer pada deretan bit data asli.
Ethernet : Teknologi jaringan komputer dalam lingkup LAN.
Elemen data : Satuan yang menunjuk pada bagian terkecil dari data.
Elemen sinyal : Satuan yang menunjuk pada bagian terkecil dari sinyal.
F
Fasa : Posisi relatif dari satu sinyal terhadap sinyal yang lain dalam waktu.
FDM : Teknik multiplexing dengan cara membagi alokasi frekuensi.
FDMA : Teknik menggunakan sebuah kanal secara bersama-sama oleh
beberapa pengguna dengan cara membagi alokasi frekuensi.
Flag : Deretan bit dengan pola tertentu untuk fungsi khusus dalam sebuah
frame data.
212
FHSS : Teknik komunikasi nirkabel dengan cara memindah-mindahkan
frekuensi dari sinyal pada spektrum yang tersebar.
Frekuensi : Satuan ukur jumlah siklus per detik pada sinyal periodik.
FSK : Teknik modulasi data digital menjadi sinyal analog dengan frekuensi
yang berbeda untuk mewakili bit 0 dan 1.
G
Go-back-N ARQ : Teknik kendali kesalahan dengan cara mengirimkan ulang semua
frame dimulai dari frame yang salah.
Gelombang mikro : Gelombang elektromagnetik dengan frekuensi antara 2-40 GHz.
Gelombang : Gelombang dengan frekuensi tinggi untuk membawa sinyal dalam
pembawa proses modulasi.
H
HDB-3 : Teknik pengkodean scrambling dengan cara mensubstitusi setiap 4
deretan bit 0
Header : Sejumlah bit yang ditambahkan pada bagian depan dari data dengan
fungsi khusus, misalnya: pengalamatan.
Hertz : Satuan ukur frekuensi.
I
IrDA : Infrared Data Association, standar komunikasi data dengan media
infra merah.
internet : Sekelompok jaringan yang dapat melakukan interkoneksi.
Internet : Sistem komunikasi global yang menggunakan protokol TCP/IP.
J
Jarak Hamming : Jumlah bit hasil dari operasi XOR dari dua buah data biner.
K
Kanal komunikasi : Jalur transmisi yang terletak di antara pengirim dan penerima.
213
Kapasitas kanal : Kecepatan data maksimal yang dapat dicapai melalui suatu kanal
komunikasi.
Kendali kesalahan : Kendali terhadap kesalahan bit dalam proses tranmisi.
L
LAN : Local Area Network, jaringan komputer dalam lingkup area kecil
dengan diameter (kurang lebih) 100m.
Line coding : Pengkodean data biner menjadi sinyal.
M
MAN Metropolitan Area Network, jaringan komputer dalam lingkup area
satu kota.
Manchester : Pengkodean digital dimana transisi dari sinyal terjadi setelah durasi
sinyal melewati setengah.
Media transmisi : Media yang menghubungkan antara sisi pengirima dan sisi penerima.
MLT-3 : Pengkodean digital yang menggunakan 3 level sinyal pada awal dari
bit 1.
Modulasi amplitudo : Konversi sinyal analog menjadi sinyal anolog lain yang mana
amplitudo gelombang pembawa berubah-berubah mengikuti
perubahan amplitudo gelombang asli.
Modulasi frekuensi : Konversi sinyal analog menjadi sinyal anolog lain yang mana
frekuensi gelombang pembawa berubah-berubah mengikuti
perubahan amplitudo gelombang asli.
Modulasi fasa : Konversi sinyal analog menjadi sinyal anolog lain yang mana fasa
gelombang pembawa berubah-berubah mengikuti perubahan
214
amplitudo gelombang asli.
Modulasi delta : Teknik konversi sinyal analog menjadi digital berdasarkan perbedaan
antara nilai cacahan saat ini dan nilai sebelumnya.
Multipath : Propagasi dari gelombang elektromagnetik akibat pantulan sehingga
beberapa sinyal datang pada sisi penerima.
Multiplexing : Proses dalam komunikasi untuk menggabungkan beberapa siyal ke
dalam sebuah jalur transmisi.
N
NRZ : Non-Return-to-Zero, pengkodean digital yang memiliki level sinyal
positif atau negatif.
P
Panjang gelombang : Jarak tempuh dari satu siklus gelombang dalam satuan meter.
Paritas : Bit yang ditambahkan pada frame data untuk tujuan koreksi
kesalahan.
Paritas dua dimensi : Penambahan bit paritas untuk deteksi kesalahan pada sisi baris dan
kolom.
PCM : Teknik yang memodifikasi pulsa PAM menjadi sinyal digital.
Pencacahan : Proses mendapatkan amplitudo dari sinyal dalam periode waktu
tertentu.
Pengkodean bipolar : Pengkodean digital yang mana level tegangan 0 merepresentasikan
bit 0, sedangkan level positif dan negatif merepresentasikan bit 1.
Pengkodean blok : Pembagian pesan informasi ke dalam beberapa blok dengan panjang
tertentu untuk setiap blok.
Periode : Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu siklus gelombang.
Pesan-data : Data sebelum mendapatkan tambahan bit.
Pesan-terkode : Data setelah mendapatkan tambahan bit.
Piggybacking : Proses untuk menumpangkan ACK pada frame data.
Polinomial : Bentuk matematis untuk merepresentasikan bit dalam CRC.
Protokol : Protokol yang merepresentasikan frame sebagai deretan bit.
215
berorientasi bit
Protokol : Protokol yang merepresentasikan frame sebagai deretan byte.
berorientasi byte
R
Redundancy bit : Bit tambahan yang ditambahkan pada frame data.
RJ-45 : Jenis konektor untuk kabel twisted-pair.
S
Selective repeat : Teknik kendali kesalahan dengan cara mengirimkan ulang frame
ARQ yang salah.
Selular : Teknik komunikasi nirkabel yang membagi area cakupan ke dalam
bentuk sel.
SNR : Signal-to-Noise-Ratio, perbandingan antara daya rata-rata dari sinyal
dengan daya rata-rata dari derau.
Serat optik : Media transmisi yang menggunakan gelas atau plastik sebagai bahan.
Sinkronisasi : Proses untuk tujuan koordinasi waktu antara pengirim dan penerima.
Sinyal komposit : Sinyal yang merupakan campuran dari beberapa sinyal dasar.
Spektrum : Pita frekuensi dari sinyal dengan jangkauan (range) tertentu.
Spektrum : Pita frekuensi dengan jangkauan tertentu dari gelombang
elektromagnetik elektromagnetik.
Spektrum tersebar : Teknik komunikasi dengan cara melebarkan pita frekuensi sampai
beberapa kali dari pita frekuensi sinyal asli.
Statistical TDM : Salah satu teknik dalam TDM dimana slot dialokasikan secara
dinamis untuk meningkatkan efisiensi.
Stop-and Wait ARQ : Teknik kendali kesalahan yang mana pengirim dapat mengirimkan
frame berikutnya hanya setelah mendapat konfirmasi dari penerima.
Synchronous TDM : Salah satu teknik dalam TDM dimana setiap slot input mendapatkan
alokasi pada output sekalipun tidak ada data.
216
T
TDM : Teknik multiplexing dengan cara membagi alokasi waktu.
TDMA : Teknik menggunakan sebuah kanal secara bersama-sama oleh
beberapa pengguna dengan cara membagi alokasi waktu.
Teorema Nyquist : Teori yang mengatakan bahwa jumlah cacahan minimal adalah dua
kali frekuensi gelombang asli.
Teorema Shannon : Teori yang mengatakan bahwa kecepatan sinyal dibatasi oleh adanya
derau dan lebar pita frekuensi.
Throughput : Jumlah bit yang dapat dilewatkan dari suatu titik per detik.
Trailer : Informasi tambahan yang ditambahkan pada bagian akhir dari frame.
Twisted-pair : Jenis kabel yang terdiri atas beberapa pasang kabel yang saling
terpilin.
V
VoIP : Voice over IP, teknologi telekomunikasi yang menggunakan
protokol TCP/IP (Internet) untuk melewatkan sinyal suara.
W
WAN : Wide Area Network, jaringan komputer dalam lingkup area antar
kota, antar negara dan antar benua.
WDM : Wavelength Division Multiplexing, teknik multiplexing beberapa
sinyal cahaya menjadi satu cahaya.
217
Daftar Pustaka
Jusak. 2000. “Perkembangan Internet Terkini, Peluang Usaha dan Kesiapan Sumber Daya
Manusia”, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh
Keluarga Alumni STIKOM dan Ikatan Profesi Komputer dan Informatika Jawa
Timur. Surabaya, 2 Nopember 2000.
Jusak. 2005. “Blind Adaptive Multiuser Detection for DS-CDMA Utilizing Sinusoidally-
Distributed DSE-CMA”. Proceding in TENCON Conference 2005. Melbourne,
Australia, 21-24 Nov. 2005.
Nugroho, Arifin. 1999. “Telkom-1: Satelit Generasi Milunium Ketiga di Kawasan Asia
Pasifik”. Elektro Indonesia, nomor 25, April 1999.
Purbo, Onno W. 2000. “Internet di Indonesia Menjelang Tahun 2000”. Computer Network
Research Group, ITB, Bandung.
Wahyono, Teguh. 2003. Prinsip Dasar dan Teknologi Komunikasi Data. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
218
P3TIE (Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Informasi dan Elektronika). 2004.
“Indikator Teknologi Informasi Dan Komunikasi Tahun 2004”. Jakarta: BPPT.
Purbo, Onno W. 2005. “Tulang Punggung IP Pita Lebar Memakai Satelit di Indonesia
dengan Biaya Rendah”. Online Journal of Space Communication, Issue no. 8.
Santoso, Gatot. 2005. Sistem Selular CDMA (Wideband Code Division Multiple Access).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hertiana, SN., Wahidah, I., Magdalena, R., Murti, MA. 2007. PF Scheduler Algorithm and
Open Loop Rate Control for Performance Improvement of CDMA 2000 1xEV-DO
Network. International Conference on Wireless and Optical Communications
Networks 2007. Singapore, 2-4th July 2007.
Purbo, Onno W. 2007. VoIP: Cikal Bakal Telkom Rakyat. Jakarta: Infokomputer.
Wibisono, Gunawan. 2007. Peluang dan Tantangan Bisnis Wimax di Indonesia. Bandung:
Penerbit Informatik.
Bria, Aulerian, et.al. 2001. “Fourth Generation Wireles Infrastructures: Scenarios and
Research challenges,” IEEE Personal Communcation, Dec. 2001: 25-31.
Proakis, John G. 2001. Digital Communications, 4th Edition. New York, USA: McGraw-
Hill Companies, Inc.
Stallings, W. 2001. Data and Computer Communication 6th Edition. Upper Saddle River,
New Jersey: Prentice Hall, Inc.
219
Indeks
E
3
E-Budgeting · 12
3G · 3 EDGE · 5
E-Education · 12, 13
Enkapsulasi · 21, 28, 33, 164, 167, 186
A E-procurement · 12
Equalization · 152
Acak-semu (peudorandom) · 147
Alternate Mark Inversion · 84
Amplitude Shift Keying · 113, 114 F
Amplitudo · 34, 35, 36, 37, 40, 41, 43, 44, 45, 46, 53, 98,
101, 102, 104, 106, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, Faktor penyebaran · 150
117, 118, 119, 120, 121, 123, 124, 125, 126, 127, 128, Fasa · 36
129, 130, 131, 132, 211 flagship · 11, 12
AMPS · 3 Fourier · 36, 43, 44
APJII · 10 Frame berorientasi bit · 190
Application Layer · 24 Frame berorientasi karakter · 188
ARPA · 6 Framing · 183
ARPANET · 6 Frekuensi · 36
Atenuasi · 49 Frequency Shift Keying · 113, 116, 156
ATSI · 10 Frequency-Division Multiplexing · 134
Frequency-hoping spread spectrum · 147
B
G
Bit paritas · 170
Bluetooth · 69, 70, 156 Gangguan transmisi · 47
Gelombang elektromagnetik · 65, 66
Gelombang mikro · 68
C Gelombang pembawa · 75, 109, 115, 117, 118, 121, 124,
125, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 138, 153
Gigabit ethernet · 89, 91, 92
CDMA · 4, 5, 153, 157
Go-back-N ARQ · 198
Chip · 150
GPRS · 5, 8
C-Netz · 3
GSM · 3, 5, 133, 137, 142, 145
Cyclic Redundancy Check · 176
D H
Header · 28, 29, 30, 180, 186, 188, 193
Data · 34
HSCSD · 5
Data-link Layer · 27
Dekomposisi · 40
220
I O
IMT-2000 · 5 Open System Interconnection · 23
INHERENT · 13
P
J
Palapa Ring · 12, 64
Jarak Hamming · 161 Panjang gelombang · 36
Jarak Hamming minimum · 163 Pemampatan spektrum · 146
JTACS · 3 Pencacahan · 99, 100, 101, 102, 104, 107, 151
Pengendali aliran · 184
Pengendali kesalahan · 184
K Pengkodean · 76, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88,
89, 90, 92, 93, 94, 96, 97, 99, 104, 164, 169, 173, 188,
210
Kapasitas kanal · 51, 52, 54, 55, 103
Pengkodean blok · 92, 164
Kendali data-link (data-link control) · 183
Penyebaran spektrum · 146
Kesalahan 1 bit · 159
Periode · 36
Kesalahan ledakan (burst error) · 159
Periodik · 35, 42, 43, 46, 47, 53
Koaksial · 55, 60, 61, 62, 73
Persyaratan Nyquist · 104
Kode Hamming · 172
Pesan-data (dataword) · 163
Komunikasi spektrum tersebar · 146
Pesan-terkode (codeword) · 163
Koreksi kesalahan · 159, 160, 161, 163, 167, 168, 169,
Pewaktuan · 18
172, 180, 184, 185, 186
Phase Shift Keying · 112, 113, 118
Kuantisasi · 98, 99, 102, 103, 104, 107
Physical Layer · 27
Piggybacking · 205
Polinomial · 179
L Presentation Layer · 25
Protokol · 15, 17, 19, 31, 32, 190, 191, 192, 193, 197, 198
LAN · 7, 8, 56, 57, 58, 61, 65, 69, 91, 153, 159, 176, 180, Protokol berlapis · 20, 21, 22, 28, 33
187, 188 Pseudoternary · 84
Legal Software · 12, 13 Pulse Code Modulation · 98
Line coding · 76, 79
Q
M
Quadrature Amplitude Modulation · 112, 113, 124
Manchester · 83
Media transmisi · 16, 27, 29, 34, 38, 47, 49, 52, 55, 56
Model OSI · 23, 24, 28, 30 R
Modulasi amplitudo · 127
Modulasi Delta · 106
Radio Frequency Identification · Lihat RFID
Modulasi fasa · 130
Redundancy bit · 163
Modulasi frekuensi · 128
RFID · 69, 70, 73
Multiline transmission, three level · 90
Multipath propagation · 65, 66
Multiplexing · 3, 133, 134, 137, 138, 139
S
N Scrambling · 95
Selective repeat ARQ · 203
Semantik · 18
National Identity Number · 12
Serat optik · 12, 55, 62, 63, 64, 65, 73, 92, 110, 138, 139,
National Single Window · 12
145
Network Layer · 26
Session Layer · 25
NMT-450 · 3
Shannon · 51, 52, 54, 103, 150, 160
Non-return-to-zero · 79
Signal-to-Noise Ratio · 50
Sinkronisasi · 18, 25, 26, 77, 79, 84, 86, 87, 88, 92, 93,
141, 142, 145, 147, 153, 164
Sintaks · 17
221
Sinyal · 34 Time-Division Multiplexing · 139
Sinyal analog · 3, 35, 36, 39, 40, 42, 43, 44, 46, 47, 52, Trailer · 28, 29, 30, 186, 188
75, 98, 99, 101, 102, 104, 105, 106, 107, 109, 110, Transport Layer · 25
112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 124, 126, Twisted-pair · 55, 56, 57, 59, 61, 62, 73, 91
134, 139, 211
Sinyal digital · 41, 43, 44, 115, 121, 142
Sinyal kode · 146 U
Sinyal komposit · 36, 40, 46, 47, 52, 53
Sinyal penyebar · 146
UMTS · 5, 8
Statistical TDM · 144
Stop-and-Wait · 192
Stop-and-Wait ARQ · 193
Synchronous TDM · 140 W
Syndrome · 171
WAN · 176
Wavelength-Division Multiplexing · 137
T W-CDMA · 5
WiFi · 68, 69, 70, 73, 153
WiMax · 69
TACS · 3
Wireless Fidelity · Lihat WiFi
TCP/IP · 23, 30, 31, 32, 33
W-LAN · 7
TDMA · 4
Telematika · 9
222
Daftar Isi
Prakata ……………………………………………………………………………………….. i
Daftar Isi …………………………………………………………………………………….. iv
223
3.6.1.Atenuasi ..........................................................................................................49
3.6.2.Distorsi ...........................................................................................................49
3.6.3.Derau (Noise)..................................................................................................50
3.7.Kapasitas Kanal .......................................................................................................50
3.8.Parameter Ukur Unjuk Kerja...................................................................................52
3.9.Soal Pengayaan........................................................................................................53
224
6.2.4.Quadrature Amplitude Modulation (QAM) .................................................124
6.3.Modulasi Sinyal Analog menjadi Sinyal Analog ..................................................126
6.3.1.Modulasi Amplitudo (AM)...........................................................................127
6.3.2.Modulasi Frekuensi (FM).............................................................................128
6.3.3.Modulasi Fasa (PM) .....................................................................................130
6.4.Soal Pengayaan......................................................................................................132
225
Bab 10. Kendali Data-Link....................................................................................................183
10.1.Pengendali Aliran dan Pengendali Kesalahan .....................................................184
10.2.Pembentukan Frame............................................................................................186
10.1.1.Frame berorientasi karakter.....................................................................188
10.1.2.Frame berorientasi bit .............................................................................190
10.3.Protokol-protokol data-link. ................................................................................191
10.3.1.Protokol Stop-and-Wait...........................................................................192
10.3.2.Protokol Stop-and-Wait Automatic Repeat Request ...............................193
10.3.3.Go-back-N ARQ......................................................................................198
10.3.4.Selective Repeat ARQ .............................................................................203
10.4.Efisiensi Jalur Transmisi dengan Piggybacking..................................................205
10.5.Soal Pengayaan....................................................................................................205
226