BUKU PANDUAN
BUPATI SEMARANG
CAP TTD
A. Latar Belakang
Penanggulangan kemiskinan telah lama menjadi isu dan prioritas
pembangunan nasional dan daerah. Berbagai kebijakan, strategi, program dan
kegiatan telah diimplementasikan dalam Skala Nasional, Provinsi maupun
Kabupaten/Kota. Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia
baik yang bersifat langsung (program-program perlindungan sosial) maupun
yang tidak langsung (program sektoral dan daerah) tidak terkecuali di Kabupaten
Semarang.
Kabupaten Semarang Tahun 2021-2026 mempunyai visi untuk
“Membangun Kabupaten Semarang menuju Bersatu, Berdaulat, Berkepribadian,
Sejahtera dan Mandiri (Berdikari)”. Penjabaran atas visi daerah tersebut telah
dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun
2021-2026.
Penjabaran visi pembangunan terkait dengan kemiskinan diangkat dalam
Misi kedua pembangunan Kabupaten Semarang yaitu “Meningkatkan
kemandirian perekonomian daerah yang berbasis pada industri, pertanian dan
pariwisata (INTANPARI) Perdagangan, Jasa serta sektor lain yang berwawasan
lingkungan” dimana isu penanganan kemiskinan menjadi salah satu prioritas
untuk diturunkan dari kondisi saat ini secara berkala setiap tahun hingga
mencapai target 7.05 – 6.95% pada tahun 2026.
Penurunan kemiskinan tersebut memerlukan langkah-langkah strategis
dan diperlukan keterpaduan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di masing-
masing Perangkat Daerah.
Dari permasalahan tersebut, pada tahun 2021 Pemerintah Kabupaten
Semarang mengambil langkah intervensi kemiskinan melalui Program replikasi
inovasi daerah yaitu “Satu Perangkat Daerah Satu Desa/Kelurahan
Dampingan Untuk Penanggulangan Kemiskinan”.
B. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Upaya
Penanganan Fakir Miskin Melalui Pendekatan Wilayah;
5. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 - 2019;
6. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 15) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 96 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor
15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 199);
D. Sasaran
Sasaran pelaksanaan Program “Satu Perangkat Daerah Satu Desa/Kelurahan
Dampingan” adalah meningkatkan pendapatan masyarakat miskin pada
Desa/Kelurahan dampingan menuju masyarakat yang lebih sejahtera.
A. Batasan Kemiskinan
1. Definisi Kemiskinan
Secara umum, kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang atau
sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Konsep
yang dipakai BPS dan juga beberapa negara lain adalah kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach), sehingga kemiskinan
merupakan kondisi ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran).
Grafik 1
Perbandingan Persentase Kemiskinan Kabupaten Semarang, Provinsi
Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2016-2020
Grafik 2
Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Semarang Dibandingkan dengan
Kabupaten/Kota Sekitar, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2020
PERSENTASE
RUMAH PENDUDUK JUMLAH
NO. KECAMATAN PENDUDUK
TANGGA MISKIN MISKIN PENDUDUK
MISKIN
1. Getasan 5.678 19.223 52.060 36,92%
2. Tengaran 6.652 22.630 70.168 32,25%
3. Susukan 6.021 17.779 50.190 35,42%
4. Kaliwungu 3.455 10.405 30.772 33,81%
5. Suruh 8.417 27.701 71.667 38,65%
6. Pabelan 5.930 18.453 44.183 41,76%
7. Tuntang 6.158 21.371 67.731 31,55%
8. Banyubiru 4.315 14.301 44.878 31,87%
9. Jambu 3.630 11.041 41.148 26,83%
10. Sumowono 2.916 9.663 34.530 27,98%
11. Ambarawa 3.302 10.836 62.735 17,27%
12. Bandungan 3.663 12.498 58.786 21,26%
13. Bawen 3.752 12.353 58.134 21,25%
14. Bringin 6.115 19.080 47.543 40,13%
15. Bancak 3.133 9.829 24.679 39,83%
16. Pringapus 5.491 19.204 54.365 35,32%
17. Bergas 4.046 14.193 69.559 20,40%
18. Ungaran Barat 3.030 10.519 79.683 13,20%
19. Ungaran Timur 4.123 12.958 75.658 17,13%
Jumlah 89.827 294.037 1.038.469
Sumber: Kementerian Sosial, 2021 *) Data sampai dengan Oktober 2020
b. Garis Kemiskinan
Garis Kemiskinan merupakan representasi dari rupiah yang
diperlukan atau harga yang dibayarkan agar penduduk dapat hidup layak
secara minimum yang mencakup pemenuhan kebutuhan minimum
makanan (setara dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari) dan non
makanan essential.
Garis Kemiskinan yang digunakan oleh BPS terdiri dari dua
komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) yang terdiri atas 52
jenis komoditi dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) yang
terdiri dari 51 jenis komoditi untuk perkotaan, dan 47 jenis komoditi
untuk perdesaan.
Berdasarkan data BPS, garis kemiskinan Kabupaten Semarang
Tahun 2020 adalah sebesar Rp. 404.455,-. Capaian ini meningkat dari
Tahun 2019 yang sebesar Rp. 377.674,-. Apabila dibandingkan dengan
capaian Provinsi Jawa Tengah pada Tahun 2020 yang sebesar RP.
395.407,-, garis kemiskinan Kabupaten Semarang lebih baik karena
capaiannya lebih tinggi dari rata-rata capaian Provinsi Jawa Tengah.
Berikut adalah garis kemiskinan Kabupaten Semarang Tahun
2016-2020
Grafik 3
Perkembangan Efektifitas Garis Kemiskinan Kabupaten Semarang
Tahun 2016- 2020 (Rupiah)
Grafik 4
Perkembangan Tingkat Kemiskinan
Kabupaten Semarang Tahun 2016-2020 (%)
Data Makro
Data makro kemiskinan merupakan data yang diperoleh melalui
mekanisme survey (sampel), bersifat kualitatif, memberikan gambaran umum
dan profil suatu daerah, sebagai bahan analisis untuk pengambilan kebijakan
makro penanggulangan kemiskinan, dan tidak dapat menampilkan secara by
name by address. Contoh data makro adalah data kemiskinan Nasional dan
Provinsi yang diterbitkan 2 kali setahun (periode Maret dan September) dan 1 kali
setahun periode Maret untuk kabupaten/kota dalam Berita Resmi Statistik BPS.
Data Mikro
Data mikro kemiskinan merupakan data yang diperoleh melalui
mekanisme sensus (bersifat menyeluruh), bersifat kuantitatif, dapat memberikan
informasi detail, dan dapat dipergunakan sebagai intervensi program/kegiatan
secara by name by address. Contohnya adalah Data Terpadu Penanganan Fakir
Miskin dan Orang Tidak Mampu (DT PFM OTM) yang merupakan hasil
pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diterbitkan oleh
Kementerian Sosial. Data Mikro digunakan untuk intervensi program/kegiatan
penanggulangan kemiskinan.
Data Terpadu PFM OTM adalah sistem data elektronik yang memuat
informasi sosial, ekonomi, dan demografi serta karakteristik sekitar 40% rumah
tangga dengan status kesejahteraan terendah yang ditetapkan oleh Kementerian
Sosial. Data Terpadu PFM OTM digunakan untuk memperbaiki kualitas
penetapan sasaran program-program perlindungan sosial, serta membantu
perencanaan program, memperbaiki penggunaan anggaran, dan sumber daya
program perlindungan sosial. Data Terpadu PFM OTM merupakan basis data
mikro untuk penanggulangan kemiskinan berdasarkan Data Terpadu
Kesejahteraan Sosial, yang telah dimutakhirkan Pada Bulan Oktober Tahun
2020.
D. Desa/Kelurahan Dampingan
Desa/Kelurahan Dampingan merupakan target desa lokasi yang
memenuhi kriteria untuk dilakukan intervensi penanggulangan kemiskinan.
Pemilihan desa lokasi yang mendapatkan pendampingan dan/atau pembinaan
didasarkan pada kriteria tingkat kesejahteraan terendah desa yang merupakan
hasil pengolahan data jumlah rumah tangga pada desil 1 dan desil 2 Data
Terpadu Kesejahteraan Sosial (membandingkan tingkat kesejahteraan
Desa/Kelurahan dalam satu Kecamatan).
Desil 1 merupakan rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan
sampai dengan 10% terendah di Kabupaten Semarang, yang menunjukkan
kategori rumah tangga sangat miskin, sedangkan Desil 2 merupakan rumah
tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan antara 11% - 20% terendah di
Kabupaten Semarang, yang menunjukkan kategori rumah tangga miskin
sebagaimana data terlampir.
E. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberikan daya
(empowerment) atau penguatan (strengthening) kepada masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat juga diartikan sebagai kemampuan individu yang
bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun keberdayaan masyarakat
yang bersangkutan sehingga bertujuan untuk menemukan alternatif-alternatif
baru dalam pembangunan masyarakat (Mardikanto, 2014).
Pemberdayaan masyarakat dalam mengembangkan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat desa melalui gerakan “Satu Perangkat Daerah Satu
Desa/Kelurahan Dampingan Untuk Penanggulangan Kemiskinan“
dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku,
kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan
A. Prinsip Pelaksanaan
1. Komitmen
Pelaksanaan Gerakan “Satu Perangkat Daerah Satu
Desa/Kelurahan Dampingan Untuk Penanggulangan Kemiskinan”
membutuhkan komitmen bersama guna menumbuhkan semangat gotong
royong dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Semarang.
Komitmen tersebut dibangun dan ditumbuhkan secara berkesinambungan
oleh semua Perangkat Daerah Pelaksana bersama dengan Kelurahan,
Pemerintah Desa, stakeholder terkait, dan masyarakat.
2. Pengetahuan, Kemampuan dan Keterampilan
a) Peningkatan pengetahuan dan pemahaman Perangkat Daerah pada
program-program penanggulangan kemiskinan guna menumbuhkan ide
dan kreativitas dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang
berada pada tingkat kesejahteraan rendah (miskin);
b) Peningkatan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan pemerintah
Desa, lembaga kemasyarakatan Desa/Kelurahan dan masyarakat miskin
di desa/Kelurahan lokasi dampingan.
3. Kemandirian dan Kelembagaan Masyarakat
a) Penguatan lembaga kemasyarakatan desa dalam mendukung
penanggulangan kemiskinan;
b) Peningkatan kepedulian dan gotong royong dalam kerangka
pemberdayaan masyarakat guna membangun kemandirian desa dan
kemandirian masyarakat desa.
4. Keterpaduan dan Koordinasi
a) Membangun sinergitas program/kegiatan lintas sektor dalam
penanggulangan kemiskinan;
b) Koordinasi dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait melalui program-
program kemitraan.
5. Fasilitasi Pemerintah
Perangkat Daerah berperan sebagai fasilitator semua proses pendampingan
desa lokasi dalam penanggulangan kemiskinan serta mendorong
implementasi Sistem Informasi Desa (SID) oleh Pemerintah Desa.
1. Pemilihan Lokasi
Pemilihan desa lokasi dampingan oleh Perangkat Daerah diarahkan
pada Desa/Kelurahan dengan kategori tingkat kesejahteraan rendah
(Desa/Kelurahan merah) di Kabupaten Semarang, berdasarkan hasil olah data
DTKS periode Oktober 2020.
3. Assesment
Assesment dilakukan oleh Perangkat Daerah guna mengetahui kondisi
riil Desa/Kelurahan dampingan melalui:
a) Inventarisasi program-program penanggulangan kemiskinan di desa
dampingan baik oleh pemerintah, stakeholder lainnya, serta potensi dan
permasalahan Desa dampingan, terkait aspek ekonomi,
lingkungan/infrastruktur, sosial, untuk mengetahui perkembangan desa
guna memudahkan intervensi pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat dengan data sederhana sehingga mudah dipraktekkan. Hasil
inventarisasi dimaksud dituangkan dalam format pada lampiran I.
b) “Scanning cepat“ terhadap karakteristik masyarakat miskin di desa
dampingan (format pada lampiran II), meliputi :
1) Tidak masuk dalam kepesertaan program–program pemerintah
(KKS, KIP, KIS, BPJS mandiri, PKH, Rastra).
2) Anggota keluarga yang tidak memiliki kartu identitas (KTP, Akte
Kelahiran dan Kartu Pelajar);
3) Anak yang tidak bersekolah pada usia sekolah (7-18 tahun);
4) Anggota rumah tangga yang memiliki penyakit kronis dan disabilitas
(cacat);
5) Rumah Tidak Layak Huni (RTLH);
6) Sumber air minum (sumur/mata air) yang tidak terlindungi;
7) Tidak memiliki fasilitas tempat BAB (jamban);
8) Sumber penerangan utama bukan listrik;
9) Kepala rumah tangga yang tidak bekerja.
Data yang digunakan untuk proses scanning cepat adalah Data Terpadu
PFM OTM yang sudah diolah oleh Dinas Sosial Kabupaten Semarang.
Hasil scanning cepat selanjutnya dikomunikasikan dalam Musyawarah
Desa (Musdes) untuk mendapatkan verifikasi dari berbagai pihak yang
disepakati dalam forum Musdes tersebut.
4. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh Perangkat Daerah sebagai
pembina dan fasilitator dengan melibatkan pemerintah desa, lembaga
kemasyarakatan desa, para pendamping desa (KPMD, PD, PLD, Pendamping
PKH, TKSK dan sebagainya) serta masyarakat desa dampingan secara
partisipatif, melalui :
a) Optimalisasi potensi yang tersedia untuk menangani permasalahan desa
dampingan;
b) Mengkoordinasikan tindak lanjut dengan Perangkat Daerah lain atau
stakeholder lainnya;
c) Mendorong peran Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan
(TJSLP) atau Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan, BUMN
dan BUMD yang mendukung penanggulangan kemiskinan di desa
dampingan;
d) Memanfaatkan sumber pembiayaan non APBD seperti Filantropi,
BAZNAS, BAZDA, Unit Pengelola Zakat (UPZ) atau penggalangan
donasi di lingkungan kerja.
Tahapan pelaksanaan gerakan “Satu Perangkat Daerah Satu
Desa/Kelurahan Dampingan Untuk Penanggulangan Kemiskinan” dapat
diilustrasikan dalam gambar berikut ini :
Gambar 1
Tahapan Pelaksanaan Satu Perangkat Daerah Satu Desa/Kelurahan Dampingan
F. Pendanaan
Pendanaan gerakan “Satu Perangkat Daerah Satu Desa/Kelurahan
Dampingan Untuk Penanggulangan Kemiskinan” didukung melalui :
1. Anggaran Pendapatan Belanja Nasional;
2. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah;
3. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Semarang;
4. Angaran Pendapatan Belanja Desa;
5. Dana Kelurahan;
6. Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan(TJSLP) Perusahaan;
7. Baznas, Bazda Provinsi Jawa Tengah, BAZDA Kabupaten Semarang dan
Unit Pengumpul Zakat (UPZ);
8. Perguruan Tinggi, donasi dari pihak ketiga serta swadaya (gotong royong
masyarakat)
A. Pemantauan
Pemantauan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh masing-
masing Perangkat Daerah untuk mengetahui proses pelaksanaan kegiatan dengan
maksud untuk melihat kemajuan pelaksanaan kegiatan tersebut sekaligus melihat
berbagai hal yang mendukung atau menghambat pelaksanaan gerakan “Satu
Perangkat Daerah Satu Desa/Kelurahan Dampingan Untuk
Penanggulangan Kemiskinan”. Metode yang digunakan dalam pemantauan
dapat dilaksanakan dengan dialog dengan teknik FGD, observasi dan kajian
dokumen (format pada lampiran III dan lampiran IV).
B. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui
dampak dan/atau perubahan kondisi potensi desa dan karekteristik masyarakat
miskin dalam pelaksanaan gerakan “Satu Perangkat Daerah Satu
Desa/Kelurahan Dampingan Untuk Penanggulangan Kemiskinan”. Evaluasi
dilakukan oleh Perangkat Daerah sesuai dengan format pada lampiran V dan
lampiran VI.
C. Pelaporan
Sebagai implementasi prinsip akuntabilitas, maka Perangkat Daerah di
Kabupaten Semarang wajib menyampaikan laporan pelaksanaan gerakan “Satu
Perangkat Daerah Satu Desa/Kelurahan Dampingan Untuk
Penanggulangan Kemiskinan”.
Pelaporan disampaikan kepada Wakil Bupati Semarang selaku Ketua
TKPKD Kabupaten Semarang cq. Badan Perencanaan, Penelitian dan
Pengembangan Daerah selaku Sekretariat TKPKD Kabupaten Semarang setiap
tahun, selambat-lambatnya minggu pertama bulan Januari tahun berikutnya,
dengan sistematika:
1. Bab I Pendahuluan :
Berisikan latar belakang pelaksanaan kegiatan perangkat daerah di lokasi desa
dampingan, dasar hukum, maksud dan tujuan, sasaran, dan hasil yang
diharapkan.
2. Bab II Pelaksanaan :
Berisikan penjelasan terkait persiapan pelaksanaan, tahapan pelaksanaan,
pihak yang terlibat, bentuk intervensi, pembiayaan.
3. Bab III Permasalahan dan solusinya :
Berisikan identifikasi permasalahan/kendala yang dihadapi beserta upaya
penyelesaiannya.
4. Bab IV Kesimpulan dan Saran :
Berisikan penjelasan singkat terkait hasil/dampak kegiatan pada desa
dampingan.
Panduan Satu Perangkat Daerah Satu Desa/Kelurahan Dampingan
Untuk Penanggulangan Kemiskinan 17
BAB V
PENUTUP
Form 1 :
DAFTAR INVENTARISASI PERMASALAHAN DAN POTENSI DESA
BENTUK INTERVENSI
POTENSI DESA
NO (satuan
PERMASALAHAN SUDAH PERLU KETERANGAN
kuantitatif)
DILAKUKAN DILAKUKAN
1 2 3 4 5 6
1 Hasil ketela Pemasaran Pelatihan Akses permodalan Dilakukan
… ton masih mentah (belum pengolahan Pelatihan pendampingan
olahan) ketela Packaging dan pemasaran
peningkatan
kualitas mutu
produk olahan
3 …
4 …
5 Dst
Form 2 :
DAFTAR HASIL SCANNING CEPAT KARAKTERISTIK MASYARAKAT
DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RENDAH
Form 3 :
PEMANTAUAN PENGEMBANGAN POTENSI DESA
1 2 3 4 5 6
1 Hasil ketela …
ton
2 Ketersedian sumber
mata air
… m3
3 ……
4 ……….
5 ……….
6 Dst
Form 4:
PEMANTAUAN PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT
DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RENDAH
KARAKTERISTIK
INTERVENSI
MASYARAKAT DENGAN KONDISI AWAL KENDALA/
NO YANG SOLUSI KETERANGAN
TINGKAT KESEJAHTERAAN (volume/ satuan) HAMBATAN
DILAKUKAN
RENDAH
1 2 3 4 5 6 7
1 Tidak masuk dalam
kepesertaan program– program
pemerintah.
a. Kartu Keluarga Sejahtera
(KKS)/ Kartu Perlindungan
Sosial(KPS)
b. Kartu Indonesia Pintar (KIP)/
Bantuan SiswaMiskin (BSM)
b. Disabilitas (cacat)
b. Prioritas 2
c. Prioritas 3
Form 5 :
EVALUASI PENGEMBANGAN POTENSI DESA
NO HASIL KONDISI
INVENTARISASI PERMASALAHAN SETELAH KETERANGAN
POTENSI DESA INTERVENSI
(satuan kuantitatif)
1 2 3 4 5
1 Hasil ketela … ton Pemasaran masih
mentah (belum
olahan) ....... .......
2 Ketersedian sumber Belum
mata air ... m3 dimanfaatkan dan
dikelola dengan
baik ....... .......
Form 6 :
EVALUASI PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT
DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RENDAH
KARAKTERISTIK KONDISI
NO MASYARAKAT DENGAN SETELAH
KONDISI AWAL
TINGKAT KESEJAHTERAAN INTERVENSI KETERANGAN
(volume/satuan)
RENDAH (volume/satuan)
1 2 3 4 5
1 Tidak masuk dalam
kepesertaan program– program pemerintah
a. Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)/ Kartu
Perlindungan Sosial(KPS)
b. Kartu Indonesia Pintar (KIP)/ Bantuan
SiswaMiskin (BSM)
c. Kartu Indonesia Sehat(KIS)/ BPJS
Kesehatan PBI/ Jamkesmas
d. BPJS Kesehatan Peserta Mandiri
e. Program Keluarga Harapan (PKH)
f. Beras untuk Orang Miskin
(Raskin)/Rastra/BPNT
2 Anggota keluarga yang tidak memiliki
kartu identitas (KTP, Akte Kelahiran dan
Kartu Pelajar).