Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt, Panduan Pengembangan

“Laboratorium Kemiskinan (Jurus Jitu Pengentasan Kemiskinan Berkearifan Lokal)” dapat

diterbitkan. Panduan ini memuat informasi tentang pemilihan lokasi, assesment, identifikasi

potensi, masalah dan kebutuhan, pelaksanaan program, pemantauan dan evaluasi

pelaksanaan program.

Tujuan disusunnya panduan ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam

menyusun perencanaan, melaksanakan program/kegiatan dan mengevaluasi sehingga

program dapat berjalan dengan tertib dan lancar. Semoga panduan ini bermanfaat, dan atas

bantuan semua pihak dalam penyusunan panduan ini kami mengucapkan terima kasih.

Kajen, Desember 2020


KEPALA BAPPEDA LITBANG
KABUPATEN PEKALONGAN

M. YULIAN AKBAR S.Sos., M.Si


Pembina Tingkat 1
NIP. 19750710 199903 1 005

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1

A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

B. Dasar Hukum ....................................................................................................................... 1


C. Maksud dan Tujuan ........................................................................................................... 2

D. Sasaran ................................................................................................................................... 3
E. Hasil yang Diharapkan...................................................................................................... 3
BAB II PENJELASAN UMUM .....................................................................................4

A. Batasan Kemiskinan ........................................................................................................... 4

B. Data Kemiskinan ................................................................................................................. 5

C. Strategi Penanggulangan Kemiskinan ...................................................................... 6


D. Desa Lokus ............................................................................................................................ 7

E. Kolaborasi Pentahelix........................................................................................................ 7

F. Participatory Poverty Assesment (PPA) ....................................................................... 8


BAB III PELAKSANAAN ..............................................................................................9

A. Proses Implementasi ......................................................................................................... 9

B. Pelaksana ............................................................................................................................ 12
C. Hubungan Antar Pihak .................................................................................................. 15

BAB IV PEMANTAUAN, EVALUASI, PELAKSANAAN .......................................... 16

A. Pemantauan ...................................................................................................................... 16

B. Evaluasi ................................................................................................................................ 16
C. Pelaporan ........................................................................................................................... 16

BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 18


D. Kesimpulan ........................................................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kemiskinan masih menjadi isu strategis dalam pembangunan Kabupaten

Pekalongan. Tingkat kemiskinan pada 2011-2016 rata-rata hanya turun sebesar

0,19% dan pada tahun 2016 masih sebesar 12,90%. Catatan hasil evaluasi kebijakan

kemiskinan selama ini adalah penanggulangan kemiskinan masih bersifat business

as usual, sentralistik program, eksklusivitas program dan miskin inovasi serta tidak

berbasis data dan problem yang jelas. Persoalan kemiskinan masih dianggap sama

antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Diperlukan sebuah strategi yang

tidak biasa dalam upaya mempercepat penurunan jumlah penduduk miskin di

Kabupaten Pekalongan.

Laboratorium Kemiskinan sebagai bentuk ikhtiar percepatan pengurangan

angka kemiskinan, menempatkan si miskin sebagai subyek, membangun kolaborasi

antar stakeholders (pentahelix), menjadikan desa miskin sebagai laboratorium

dengan basis data yang jelas dan yang lebih penting lagi adalah mencoba

menghidupkan kembali social capital di tengah masyarakat.

B. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin;

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;

3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Upaya

Penanganan Fakir Miskin Melalui Pendekatan Wilayah ;

1
5. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019;

6. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 6 Tahun 2016 tentang

Organisasi Perangkat Daerah;

7. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 2 Tahun 2017 tentang

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan;

8. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 6 Tahun 2017 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan dan Pengangguran Terpadu;

C. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan buku panduan ini untuk memberikan arah dan

pedoman bagi stakeholder terkait dalam upaya percepatan penanggulangan

kemiskinan pada Pemerintahan Kabupaten Pekalongan. Selanjutnya diantara tujuan

dalam penyusunan panduan ini diantaranya :

1. Sebagai pedoman dalam melakukan asessment dan identifikasi potensi dan

keutuhan di desa merah

2. Sebagai pedoman dalam menentukan target-target pembangunan yang harus

di capai serta menyusun perencanaan kerja yang pro poor, pro growth dan pro

job untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di desa merah.

3. Meningkatkan kemitraan dan kerjasama dengan berbagai stakeholders baik

antar OPD pemerintahan daerah, perguruan tinggi dan masyarakat desa, serta

mobilisasi program CSR Perusahaan, BUMN dan BUMD atau mitra kerjanya

untuk penanggulangan di desa lokus.

4. Meningkakan komitmen dan kreativitas OPD dalam berbagai program

penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pekalongan.

2
D. Sasaran

Sasaran pelaksanaan Penanggulangan Kermiskinan melalui Program

Laboratorium Kemiskinan di Kabupaten Pekalongan adalah 285 desa/kelurahan dan

diarahkan pada desa dengan kategori tingkat kesejahteraan rendah (desa merah),

berdasarkan olah data pada Basis Data Terpadu.

E. Hasil yang diharapkan

Hasil yang diharapkan dari penyusunan Panduan ini adalah :

1. Meningkatkan kemampuan dan kreativitas stakeholder terkait dalam mlakukan

assessment dan identifikasi potensi serta kebutuhan di desa dengan tingkat

kesejahteraan rendah;

2. Meningkatkan ketepatan sasaran program/kegiatan intervensi penanggulangan

kemiskinan;

3. Mengevaluasi efektivitas intervensi program/kegiatan penanggulangan

kemiskinan bagi desa dengan tingkat kesejahteraan rendah berupa peningkatan

kesejahteraan masyarakat;

4. Meningkatkan kolaborasi dengan para pihak (perguruan tinggi, dunia usaha dan

lainnya);

5. Mendorong peningkatan swadaya dan partisipasi masyarakat untuk memenuhi

kebutuhan dasar dan mengembangkan penghidupan berkelanjutan serta

menciptakan nilai bagi produktivitas desa.

3
BAB II
PENJELASAN UMUM

A. Batasan Kemiskinan

1. Definisi Kemiskinan

Secara umum, kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang atau

sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk

mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Konsep

yang dipakai BPS dan juga beberapa negara lain adalah kemampuan memenuhi

kebutuhan dasar (basic needs approach), sehingga kemiskinan merupakan

kondisi ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar

maknanan dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran).

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran

per kapita perbulan dibawah Garis Kemiskinan (GK), yang diperoleh dari hasil

survei (sampel). Angka kemiskinan yang dirilis BPS merupakan dari Makro dan

merupakan hasil Susenas ( Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang menunjukan

persentase penduduk miskin terhadap jumlah penduduk dalam suatu

wilayah.Garis Kemiskinan

Garis Kemiskinan adalah rupiah yang diperlukan agar penduduk dapat

hidup layak secara minimum yang mencakup pemenuhan kebutuhan minimum

pangan (setara dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari) dan non-pangan

essensial.

4
2. Garis Kemiskinan

Garis Kemiskinan adalah rupiah yang diperlukan agar penduduk dapat

hidup layak secara minimum yang mencakup pemenuhan kebutuhan minimum

pangan (setara dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari) dan non- pangan

essensial.

B. Data Kemiskinan

1. Data Makro

Data makro kemiskinan merupakan data yang diperoleh melalui

mekanisme survei (sampel), bersifat kualitatif, memberikan gambaran umum

dan profil suatu daerah, sebagai bahan analisis untuk pengambilan kebijakan

makro penanggulangan kemiskinan, dan tidak menampilkan By Name By

Address. Contoh data makro adalah data kemiskinan Nasional, Provinsi dan

kabupaten/kota yang diterbitkan 2 kali setahun (periode Maret dan September)

dan 1 kali setahun periode Maret untuk Kabupaten/Kota dalam Berita Resmi

Statistik BPS.

2. Data Mikro

Data mikro kemiskinan data yang diperoleh melalui mekanisme sensus

(bersifat menyeluruh), bersifat kuantitatif, dapat memberikan informasi detail,

dan dapat dipergunakan sebagai intervensi program/kegiatan secara by name

by address. Contoh data mikro adalah Pendataan Program Perlindungan Sosial

(PPLS) diterbitkan secara periodik 3 tahun sekali oleh BPS. Contoh lainnya

adalah Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu (DT

PFM OTM) yang merupakan hasil pemutakhiran Basis Data Terpadu (BDT) yang

diterbitkan 2 kali dalam setahun oleh Kementrian Sosial. Data Mikro digunakan

untuk intervensi program/kegiatan penanggulangan kemiskinan.

5
Data Terpadu PFM OTM adalah sistem data elektronik yang memuat

informasi sosial, ekonomi, dan demografi serta karakteristik sekitar 40% rumah

tangga dengan status kesejahteraan terendah yang ditetapkan oleh Kementrian

Sosial. Data Terpadu PFM OTM digunakan untuk memperbaiki kualitas

penetapan sasaran program-program perlindungan sosial, serta membantu

perencanaan program, memperbaiki anggaran, dan sumber daya perlindungan

sosial. Data terpadu PFM OTM merupakan basis data mikro untuk

penanggulangan kemiskinan berdasarkan Basis Data Terpadu Tahun 2015.

C. Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan, strategi penanggulangan kemiskinan dilakukan

melalui :

1. Mengurangi Beban Pengeluaran Masyarakat Miskin

Dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar (basic life acsess) yaitu sandang,

papan, pendidikan, kesehatan, air bersih.

2. Meningkatkan Kemampuan dan Pendapatan Penduduk Miskin

Dilakukan melalui pola pelatihan/ketrampilan kewirausahaan pemula (start up)

dan bantuan modal awal;

3. Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil

Dilakukan melalui program/ kegiatan terkait fasilitasi pengembangan

kewirausahaan, fasilitasi akses modal/kredit bersubsidi, pemberdayaan dan

pendampingan berkelanjutan, sertifikasi produk/HAKI, serta menjaga

stabiliasasi iklim usaha dan fasilitasi pemasaran.

6
4. Mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

Dilakukan melalui sinergitas dokumen perencanaan sampai dengan monitoring

dan evaluasinya, serta pengembangan kemitraan dengan melibatkan perguruan

tinggi dengan KKN Tematik, TJSLP/CSR Perusahaan/BUMN/ BUMD, serta

mendorong pembangunan kawasan perdesaan.

D. Desa Lokus

Desa lokus merupakan target desa yang memenuhi kriteria untuk dilakukan

intervensi penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan BDT 2015 dipilih desa merah

sesuai karakteristik wilayah. Pemilihan desa lokasi yang mendapatkan

pendampingan dan/atau pembinaan didasarkan pada kriteria tingkat kesejahteraan

terendah desa yang merupakan hasil pengelolaan data jumlah rumah tangga pada

desil 1 dan desil 2 Basis Data Terpadu (membandingkan tingkat kesejahteraan desa

dalam satu kecamatan).

Desil 1 merupakan rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan

sampai dengan 10% terendah di Indonesia, yang menunjukan kategori rumah

tangga sangat miskin, sedangkan Desil 2 merupakan rumah tangga/individu

dengan kondisi kesejahteraan antara 11% - 20% terendah di Indonesia, yang

menunjukan kategori rumah tangga miskin.

E. Kolaborasi Pentahelix

Laboratorium Kemiskinan melibatkan semua pihak (Kolaborasi Pentahelix)

yang terdiri dari : Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa, Dunia Usaha, Perguruan

Tinggi, dan masyarakat. Program pentahelix ini berbeda dengan program

penanggulangan kemiskinan sebelumya yang cenderung berjalan sendiri dan

sporadis.

7
F. Participatory Poverty Assesment (PPA)

Intervensi dalam program penanggulangan kemiskinan memerlukan data

yang valid seperti Basis Data Terpadu (BDT). Dalam proses pemanfaatan data

tersebut masih dirasa perlu memperkuat penilaian kemiskinan. Salah satu metode

yang dapat dipakai adalah Participatory Poverty Assesment (PPA).

Langkah PPA dilakukan melalui pemberdayaan secara partisipatif

berorientasi pada perubahan pola pikir dan sikap yang lebih baik dengan fokus

pada kemiskinan sebagai upaya masukan dalam mengambil kebijakan. Kegiatan ini

melibatkan langsung pada penduduk desa merah setempat menempatkan

masyarakat miskin sebagai subyek untuk meningkatkan partisipasi masyarakat

dalam upaya proses pengambilan kebijakan.

8
BAB III
PELAKSANAAN

A. Proses Implementasi

Laboratorium Kemiskinan merupakan salah satu upaya Pemerintah

Kabupaten Pekalongan untuk mengatasi kemiskinan utamanya permasalahan

pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan kualitas lingkungan rumah tinggal

warga miskin, prasarana dasar pemukiman, dan mendorong ekonomi lokal dengan

menggali potensi-potensi ekonomi kemasyarakatan sebagai daya ungkit

pembangunan wilayah. Melalui pemberdayaan masyarakat yang dilakukan pada

desa/kelurahan prioritas, masyarakat diharapkan tidak hanya menjadi obyek

(sasaran) program-program penanggulangan kemiskinan saja, tetapi juga akan

menjadi subyek (pelaku aktif) dari program-program penanggulangan kemiskinan.

Persoalan kemiskinan merupakan pekerjaan besar yang harus dientaskan

bersama-sama oleh Pemerintah, Perguruan Tinggi, Dunia Usaha dan oleh

masyarakat itu sendiri. Pemerintah Kabupaten Pekalongan melalui Laboratorium

Penanganan Kemiskinan bersinergi dengan para stakeholder (BUMN, BUMD,

Perbankan, Swasta, Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, LSM, Ormas dan

Masyarakat) untuk melaksanakan program percepatan penanggulangan kemiskinan

di Kabupaten Pekalongan.

Melalui Laboratorium Kemiskinan masyarakat dapat mengoptimalkan

seluruh potensi lingkungan setempat dengan memberdayakan warga setempat.

Masyarakat dapat mengidentifikasi potensi dan permasalahan warga miskin serta

merumuskan penanganan permasalahan dengan mengangkat potensi lingkungan

yang ada sehingga tercipta kesejahteraan masyarakat.

9
1) Pemilihan Desa Miskin sebagai Lokus

Laboratorium Kemiskinan merupakan suatu gagasan/strategi untuk

meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat secara bertahap melalui

perbaikan program perlindungan sosial, perbaikan akses pelayanan dasar dan

memperluas pemberdayaan kelompok masyarakat miskin dalam berbagai

kegiatan pembangunan. Sedangkan kebijakan yang ditempuh adalah

Penetapan program dan kegiatan terpadu antar perangkat daerah yang

difokuskan pada desa terpilih secara bertahap pada desa-desa miskin di

Kabupaten Pekalongan. Berdasarkan BDT 2015 dipilih 3 desa merah sesuai

karakteristik wilayah. Pemilihan desa merah diambil dari data KRT desil 1 dan

desil 2 pada BDT dan dibandingkan jumlah Penduduk. Kemudian dirangking

sesuai Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan. Dimana :

• Prioritas 1, yaitu tingkat kesejahteraan rendah atau merah.


• Prioritas 2, yaitu tingkat kesejahteraan sedang atau kuning.
• Prioritas 3, yaitu tingkat kesejahteraan tinggi atau hijau.

Kemudian untuk pilihan 3 desa merah perwakilan karakterisitk desa

nya yaitu miskin perdesaan (Desa Botosari Kecamatan Paninggaran), miskin

perkotaan (Desa Kertijayan kecamatan Buaran) dan miskin pesisir (Desa

Mulyorejo kecamatan Tirto).

2) Pemetaan Permasalahan Kemiskinan Secara Mikro

Intervensi penanggulangan kemiskinan dapat dipertajam melalui

proses perencanaan kebijakan yang lebih berdasarkan bukti dan pengalaman

(evidence-based). Program/kegiatan penanggulangan kemiskinan, terutama

melalui perlindungan sosial, bisa lebih efektif jika secara langsung ditujukan

kepada rumah-tangga atau individu miskin dan rentan sesuai karakteristik

10
kebutuhan mereka. Sejak BDT diluncurkan, penetapan rumah-

tangga/keluarga/individu sasaran program-program penanggulangan

kemiskinan mengacu kepada basis data mikro tersebut.

3) Assesment

Assesment dilakukan oleh pemerintah daerah guna mengetahui rill desa

dampingan melalui :

a) Inventarisasi program-program penanggulangan kemiskinan di desa

dampingan baik oleh pemerintah, stakeholder lainnya, serta potensi dan

permasalahan desa dampingan, terkait aspek ekonomi,

lingkungan/infrastruktur, sosial, untuk mengetahui perkembangan desa

guna memudahkan intervensi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat

dengan data sederhana sehingga mudah di praktekan.

b) Indikator kemiskinan di desa pendampingan meliputi :

1. Kepala rumah tangga tidak produktif

2. Anak tidak bersekolah pada usia sekolah

3. Individu yang menderita cacat

4. Rumah tidak layak huni

5. Rumah tangga dengan sumber air minum tidak terlindung

6. Tidak memiliki fasilitas tempat BAB (jamban)

7. Sumber penerangan utama bukan listrik

Data yang di gunaka dalam indikator kemiskinan adalah Basis Data Terpadu

yang sudah di olah di Dinas Sosial .

c) Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh Perangkat Daerah sebagai pembina

dan fasilitator dengan melibatkan pemerintah desa, lembaga

11
kemasyarakatan desa, para pendamping desa (KPMD, PD, PLD, Pendamping

PKH, TKSK dan sebagainya) serta masyarakat desa dampingan secara

partisipatif, melalui :

1. Optimalisasi potensi yang tersedia untuk menangani permasalahan desa

dampingan;

2. Mengkoordinasikan tindak lanjut dengan Perangkat Daerah lain atau

stakeholder lainnya;

3. Mendorong peran tanggung jawab Sosial Lingkungan Perusahaan

(TJSLP) atau Corporate Social Responsibilty (CSR) Perusahaan, BUMN dan

BUMD yang mendukung penanggulangan kemiskinan di desa

dampingan;

4. Memanfaatkan sumber pembiayaan non APBD seperti Filantropi,

BAZNAS, BAZDA, Unit Pengelola Zakat ( UPZ) atau penggalangan donasi

di lingkungan kerja.

B. Pelaksana

Laboratorium kemiskinan mengusung konsep Pentahelix, kolaborasi

bersama antara Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa, Dunia usaha, Perguruan

Tinggi, dan Kelompok Masyarakat Peduli. Keterlibatan mereka sudah dimulai sejak

tahap perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi program sesuai dengan sumber

daya yang dimiliki.

1) Pemerintah Kabupaten

Pemerintah kabupaten dengan alokasi APBD mengafirmasikan anggaran

kepada Organisasi Perangkat Daerah melalui sinergitas program kegiatan yang

difokuskan pada desa lokus. Penggerakan sumber daya dilakukan pertemuan

12
teknis secara rutin, klinis penajaman sasaran, pelaksanaan program/kegiatan,

monitoring perkembangan dan diskusi perbaikan serta pengembangan.

2) Pemerintah Desa

Pemerintah Desa dengan assistensi TKPK menyusun perencanaan dan

penganggaran desa yang berorientasi pada penanggulangan kemiskinan.

Pelaksanaan dilakukan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan lembaga-

lembaga kemasyarakatan desa dan pendamping-pendamping desa yang telah

menjadi fasilitator di desa lokus.

3) Forum CSR

Banyak persoalan sosial kemasyarakatan yang dapat dibantu

penyelesaiannya melalui program-program CSR. Perusahaan ikut membantu

menyelesaikan masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup di masyarakat.

Hal inilah yang disadari betul oleh Forum CSR Kabupaten Pekalongan untuk

melibatkan masyarakat dalam merumuskan program tanggung jawab sosial

perusahaan terhadap lingkungan. Forum CSR mempunyai agenda rutin yang

dilaksanakan dengan tujuan memberikan informasi mengenai berbagai

pencapaian atau kinerja program pengembangan masyarakat atau CSR. para

pemangku kepentingan dapat memberikan masukan konstruktif atau tanggapan

terhadap pelaksanaan program CSR agar berjalan lebih baik dan memberikan

manfaat maksimal.

Selama ini, program pengembangan masyarakat atau CSR di Kabupaten

Pekalongan telah dinikmati oleh warga sebagai pemetik manfaat. Dunia usaha

melalui forum CSR berpartisipasi aktif dalam mendukung program

penanggulangan kemiskinan sesuai dengan prioritas daerah.

13
4) Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi dengan konsep Universitas Membangun Desa melalui

pelaksanaan KKN Tematik maupun desa binaan sudah didesain sejak awal

penerjunan mahasiswa melalui konsep Trima Dharma sebagai upaya perguruan

tinggi dalam mendukung Laboratorium Kemiskinan.

5) Kelompok Masyarakat Peduli

Pengorganisasian dilakukan melalui tahap persiapan, tahap

perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Di dalam tahap persiapan

terdiri dari kegiatan sosialisasi awal dan pemetaan sosial; rembug kesiapan

masyarakat. Pemetaan sosial yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan

gambaran dinamika sosial dan potensi modal sosial yang ada di masyarakat,

serta untuk menyebarkan informasi tentang perlunya penanggulangan

kemiskinan di lokasi tersebut.

Potensi lembaga lokal yang bersentuhan langsung dengan

kehidupan masyarakat yang ada sampai saat ini aktif menjadi pendorong

kegiatan bersama yang dilakukan secara terus menerus secara kontinyu sehingga

melembaga dan menjadi bagian integral dari pola aktivitas (menjadi institusi)

masyarakat.

Strategi pemanfaatan modal sosial dalam penanggulangan

kemiskinan dilakukan dengan menggali potensi relawan masyarakat yang

berfungsi menjembatani, menghubungkan dan mensinergikan warga miskin

dengan sumber daya dari dalam masyarakat dan luar masyarakat yang bisa

digunakan untuk menaggulangi kemiskinan. Proses fasilitasi penanggulangan

kemiskinan dengan memanfaatkan nilai altruisme, kepercayaan, kerjasama dan

jaringan melalui siklus penanggualangan kemiskinan.

14
lembaga-lembaga sosial tersebut merupakan potensi modal sosial

yang menjadi kekuatan dan sumber daya sosial dalam penanggulangan

kemiskinan apabila antar lembaga-lembaga sosial tersebut saling bersinergi.

Untuk itu pemerintah dan kekuatan-kekuatan sosial yang ada memfasilitasi agar

sinergitas antar lembaga yang ada dapat terwujud sehingga menjadi sumber

daya dalam menanggulangi kemiskinan.

C. Hubungan antar Pihak

Laboratorium Kemiskinan merupakan gerakan yang dilaksanakan secara

bersama-sama dengan semangat gotong royong untuk percepatan

penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pekalongan, sehingga diperlukan

koordinasi di setiap jenjang dan sinergitas program/kegiatan secara lintas sektor

serta menjalin kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait.

15
BAB IV
PEMANTAUAN, EVALUASI, PELAKSANAAN

A. Pemantauan

Pemantauan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh masing-

masing stakeholder untuk mengetahui proses pelaksanaan kegiatan dengan

maksud untuk melihat kemajuan pelaksanaaan kegiatan tersebut sekaligus melihat

berbagai hal yang medukung atau menghambat pelaksanaan Program/Kegiatan

intervensi Laboratorium Kemiskinan di Kabupaten Pekalongan. Metode yang

digunakan dalam pemantauan dapat dilaksanakan dengan dialog dengan teknik

FGD, observasi dan kajian dokumen.

B. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui dampak

dan/atau perubahan kondisi potensi desa dan karakteristik masyarakat miskin

dalam pelaksanaan Laboratorium Kemiskinan di Kabupaten Pekalongan”. Evaluasi

dilakukan oleh Perangkat Daerah sesuai dengan pedoman yang ada.

C. Pelaporan

Sebagai implementasi prinsip akuntabilitas, maka setiap stakeholder

menyampaikan laporan pelaksanaan gerakan Program Laboratorium Kemiskinan

di Kabupaten Pekalongan”. Pelaporan tersebut dikoordinir TKPK setiap tahun,

dengan sistematika :

1) Bab 1 Pendahuluan :

Berisikan latar belakang pelaksanaan kegiatan perangkat daerah di lokasi desa

Laboratorium Kemiskinan di Kabupaten Pekalongan.

16
2) Bab II Pelaksanaan :

Berisikan penjelasan terkait persiapan pelaksanaan, tahapan pelaksanaan, pihak

yang terlibat, bentuk intervensi, pembiayaan.

3) Bab III Permasalahan dan solusinya :

Berisikan identifikasi permasalahan/kendala yang dihadapi beserta upaya

penyelesaiannya.

4) Bab IV Kesimpulan dan Saran :

Berisikan penjelasan singkat terkait hasil/dampak kegiatan pada desa

Laboratorium Kemiskinan di Kabupaten Pekalongan.

17
BAB V
PENUTUP

Panduan ini diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh stakeholder dalam

melakukan Program/Kegiatan Intervensi Laboratorium Kemiskinan di Kabupaten

Pekalongan mulai dari pemilihan lokasi, assessment, identifikasi potensi, masalah dan

kebutuhan, perencanaan kegiatan, sampai dengan pada pelaksanaan intervensi kegiatan.

Melalui serangkaian aktivitas tersebut diharapkan permasalahan kemiskinan dapat

ditangani secara komprehensif, berkelanjutan dan dilandasi dengan semangat

kebersamaan, serta keswadayaan masyarakat. Dengan demikian sasaran dan target

penanggulangan kemiskinan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Kabupaten Pekalongan dapat tercapai.

Akhinya upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Pekalongan khususnya di

wilayah pedesaan melalui Laboratorium Kemiskinan akan berhasil dengan optimal

manakala didukung dengan komitmen, peran nyata dan rasa tanggungjawab yang tinggi

dari seluruh stakeholder.

18
Lampiran I

REKAPITULASI PEMETAAN DESA BERDASARKAN TINGKAT KESEJAHTERAAN DI 19

KECAMATAN PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Jumlah Desa/ Kelurahan Prioritas


Nama Kecamatan Total
Prioritas 1 Prioritas 2 Prioritas 3
BOJONG 4 12 6 22
BUARAN 5 2 3 10
DORO 2 2 9 13
KAJEN 4 12 9 25
KANDANGSERANG 7 3 4 14
KARANGANYAR 2 4 9 15
KARANGDADAP 4 5 2 11
KEDUNGWUNI 4 11 4 19
KESESI 2 7 14 23
LEBAKBARANG 2 5 4 11
PANINGGARAN 4 7 4 15
PETUNGKRIONO 4 4 1 9
SIWALAN 4 4 5 13
SRAGI 3 10 4 17
TALUN 3 4 3 10
TIRTO 4 9 3 16
WIRADESA 2 7 7 16
WONOKERTO 3 3 5 11
WONOPRINGGO 3 8 3 14
Grand Total 66 119 99 284

Keterangan :

- Prioritas 1 : Desa/ Kelurahan dengan tingkat kesejahteraan rendah (Desa Merah)


- Prioritas 2 : Desa/ Kelurahan dengan tingkat kesejahteraan sedang (Desa Kuning)
- Prioritas 3 : Desa/ Kelurahan dengan tingkat kesejahteraan tinggi ( Desa Hijau)

19
Lampiran II

Upaya Penentuan Desa Merah Absolut dan Desa Merah Relatif

Desa Merah Absolut dan Desa Merah Relatif adalah konsep desa merah yang

mengacu pada kepemilikan materi yang dikaitkan dengan status kesejahteraan. Kedua

istilah itu menunjukan pada perbedaan sosial (social distinction) yang ada dalam

masyarakat berangkat dari distribusi pendapatan.

1. Perangkingan Menggunakan Metode Interval

a. Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan

Prioritas 1, yaitu tingkat kesejahteraan rendah atau merah.

Prioritas 2, yaitu tingkat kesejahteraan sedang atau kuning.

Prioritas 3, yaitu tingkat kesejahteraan tinggi atau hijau.

b. Cara Menentukan Presentase Jumlah Penduduk dibandingkan dengan Jumlah

KRT Desil 1+2

P = Jumlah penduduk

d = desil 1 + desil 2

% = Presentase

(%) = (d dibagi p) dikali 100

20
Contoh :

Jumlah Rumah Tangga


JML PENDUDUK
Nama Kecamatan Nama Desa/Kelurahan D 1+2 Presentase
(p)
(d) (%)

BOJONG 3.833
BABALAN KIDUL 2442 182 7.45
BABALANLOR 4176 239 5.72
BOJONG MINGGIR 2482 91 3.67
BOJONG WETAN 3903 97 2.49
BOJONGLOR 2245 190 8.46
BUKUR 3387 178 5.26
DUWET 2482 135 5.44
JAJAR WAYANG 3686 188 5.10
KALIPANCUR 5609 297 5.30
KARANGSARI 2308 134 5.81
KEMASAN 2423 140 5.78
KETITANG KIDUL 3039 96 3.16
KETITANGLOR 1953 58 2.97
LEGOK CLILE 2480 117 4.72
MENJANGAN 3513 272 7.74
PANTIANOM 2002 86 4.30
RANDU MUKTIWAREN 3599 226 6.28
REJOSARI 1971 106 5.38
SEMBUNG JAMBU 4434 313 7.06
SUMUR JOMBLANGBOGO 5703 367 6.44
WANGANDOWO 3274 125 3.82
WIRODITAN 3606 196 5.44

c. Cara Menentukan Tingkat Kesejahteraan Desa Dengan 3 Klasifikasi Interval

1) Menentukan jangkauan (j) klasifikasi interval, dalam pemetaan ini diklasifikasi

menjadi 3 (tiga).
j = ( a dikurang b ) dibagi 3
Keterangan:

J = jangkauan 3 klasifikasi/lebar kelas

a= presentase tertinggi

b= presentase terendah

21
Contoh :
Jumlah Rumah
Jangkauan
JML Tangga
Nama
Nama Desa/Kelurahan PENDUDUK Lebar 3
Kecamatan D 1+2 Presentase Tertinggi Terendah
(p) Kelas
(d) (%) (a) (b)
(j)
BOJONG 3.833

BABALAN KIDUL 2442 182 7.45 8 2 2


BABALANLOR 4176 239 5.72
BOJONG MINGGIR 2482 91 3.67
BOJONG WETAN 3903 97 2.49
BOJONGLOR 2245 190 8.46
BUKUR 3387 178 5.26
DUWET 2482 135 5.44
JAJAR WAYANG 3686 188 5.10
KALIPANCUR 5609 297 5.30
KARANGSARI 2308 134 5.81
KEMASAN 2423 140 5.78
KETITANG KIDUL 3039 96 3.16
KETITANGLOR 1953 58 2.97
LEGOK CLILE 2480 117 4.72
MENJANGAN 3513 272 7.74
PANTIANOM 2002 86 4.30
RANDU MUKTIWAREN 3599 226 6.28
REJOSARI 1971 106 5.38
SEMBUNG JAMBU 4434 313 7.06
SUMUR
JOMBLANGBOGO 5703 367 6.44
WANGANDOWO 3274 125 3.82
WIRODITAN 3606 196 5.44

2) Menentukan batas minimal interval (y) dan batas maksimal interval (z).

Keterangan:

y = b ditambah j z = y ditambah j

y = batas minimal interval

z = batas maksimal interval

22
Contoh :
Jumlah Rumah Tangga Jangkauan Batas
JML
Nama
Nama Desa/Kelurahan PENDUDUK D 1+2 Presentase Tertinggi Terendah Lebar 3 Kelas Minimal Maksimal
Kecamatan
(p) (d) (%) (a) (b) (j) (y) (z)

BOJONG 3.833
BABALAN KIDUL 2442 182 7.45 8 2 2 4 6
BABALANLOR 4176 239 5.72
BOJONG MINGGIR 2482 91 3.67
BOJONG WETAN 3903 97 2.49
BOJONGLOR 2245 190 8.46
BUKUR 3387 178 5.26
DUWET 2482 135 5.44
JAJAR WAYANG 3686 188 5.10
KALIPANCUR 5609 297 5.30
KARANGSARI 2308 134 5.81
KEMASAN 2423 140 5.78
KETITANG KIDUL 3039 96 3.16
KETITANGLOR 1953 58 2.97
LEGOK CLILE 2480 117 4.72
MENJANGAN 3513 272 7.74
PANTIANOM 2002 86 4.30
RANDU MUKTIWAREN 3599 226 6.28
REJOSARI 1971 106 5.38
SEMBUNG JAMBU 4434 313 7.06
SUMUR JOMBLANGBOGO 5703 367 6.44
WANGANDOWO 3274 125 3.82
WIRODITAN 3606 196 5.44

3) Menentukan klasifikasi tingkat kesejahteraan.

Angka lebih besar dari batas


PRIORITAS 1
maksimal interval (z)

Angka lebih kecil dari/atau sama


PRIORITAS 2 dengan batas maksimal interval (z)
dan lebih besar dari/sama dengan
batas minimal interval (y)
Angka lebih kecil dari batas
PRIORITAS 3 minimal interval (y)

23
Contoh :
Jumlah Rumah
Jangkauan Batas
Tangga
JML
Nama Lebar Prioritas
Nama Desa/Kelurahan PENDUDUK
Kecamatan D 1+2 Presentase Tertinggi Terendah 3 Desa
(p) Minimal Maksimal
(d) (%) (a) (b) Kelas
(j)
BOJONG 3,833
BABALAN KIDUL 2442 182 7.45 8 2 2 4 6 1
BABALANLOR 4176 239 5.72 2
BOJONG MINGGIR 2482 91 3.67 3
BOJONG WETAN 3903 97 2.49 3
BOJONGLOR 2245 190 8.46 1
BUKUR 3387 178 5.26 2
DUWET 2482 135 5.44 2
JAJAR WAYANG 3686 188 5.10 2
KALIPANCUR 5609 297 5.30 2
KARANGSARI 2308 134 5.81 2
KEMASAN 2423 140 5.78 2
KETITANG KIDUL 3039 96 3.16 3
KETITANGLOR 1953 58 2.97 3
LEGOK CLILE 2480 117 4.72 2
MENJANGAN 3513 272 7.74 1
PANTIANOM 2002 86 4.30 3
RANDU MUKTIWAREN 3599 226 6.28 2
REJOSARI 1971 106 5.38 2
SEMBUNG JAMBU 4434 313 7.06 1
SUMUR
JOMBLANGBOGO 5703 367 6.44 2
WANGANDOWO 3274 125 3.82 3
WIRODITAN 3606 196 5.44 2

2. Desa Merah Absolut

Upaya penentuan pada desa merah relatif ditentukan melalui perbandingan dari

hasil persentase tingkat kesejahteraan 10%-20% terendah lebih besar dibandingkan

batas maksimal tingkat kesejahteraaan rumah tangga 10%-20% terendah

3. Desa Merah Relatif

Upaya penentuan desa merah absolut ditentukan melalui perbandingan jumlah

tingkat kesejahteraan 10%-20% terendah lebih besar dibandingkan dengan batas

maksimal tingkat kesejahteraan rumah tangga 10%-20% terendah.

24
Lampiran III

VARIABEL DAN INDIKATOR KEMISKINAN SESUAI KARAKTERISTIK RUMAH

TANGGA/INDIVIDU MISKIN DAN RENTAN DALAM BDT/DTKS

Variabel Indikator
Status kepemilikan bangunan tempat tinggal
Status kepemilikan lahan tempat tinggal
Jenis lantai terluas
Kualitas atap terluas
Jenis lantai terluas
Jenis dinding terluas
Jenis atap terluas
Kualitas dinding terluas
Perumahan Kualitas atap terluas
Penggunaan fasilitas buang air besar
Jenis kloset
Tempat pembuangan air tinja
Daya listrik terpasang (PLN)
Sumber penerangan utama
Bahan bakar untuk memasak
Partisipasi sekolah
Izasah tertinggi
Lapangan usaha dari pekerjaan utama
Pendidikan
Status kedudukan dari pekerjaan utama

25
Jenis cacat
Ketenagakerjaan
Penyakit kronis/menahun
Kepesertaan KB
Jenis kontrasepsi yang digunakan *
Lama menggunakan kontrasepsi *
Tempat pelayanan KB yang sering digunakan *
Kesehatan
Keinginan punya anak lagi *
Alasan tidak mengikuti KB *
Status kehamilan (wanita 10-48 tahun)

26
Lampiran IV

Modul Panduan Pelaksanaan PPA Untuk Formulasi Kebijakan

Pembangunan
A. Bentuk Kegiatan Dalam Pelaksanaan PPA

Secara garis besar, pada pelaksanaan PPA meliputi : perkenalan,

pengumpulan data sekunder, transek desa, Forum Group Discussion (FGD),

wawancara mendalam, dan pleno desa. Selanjutnya terdapat tujuan dalam

penggalian data PPA secara rinci diantaranya : untuk mengetahui klasifikasi sosial,

peta sumber daya dan peta masalah, profil si miskin dan persepsi kemiskinan

menurut si miskin, kerentanan, sebab, dampak, dan upaya mengatasi kemiskinan

menurut kelompok si miskin.

B. Alat Bantu Pelaksanaan PPA

Pada pelaksanaan PPA untuk mencapai sebuah tujuan dalam penggalian

data secara rinci perlu adanya sebuah alat bantu. Terdapat beberapa alat bantu

yang di gunakan Pemerintah Kabupaten Pekalongan dalam Pelaksanaan PPA

diantaranya :

1. Klasifikasi Kesejahteraan

Pada tahap ini memberikan penekanan pada upaya mendapatkan profil

kelompok miskin dan sebarannya dari sudut pandang masyarakat suatu

wilayah. Sehingga untuk memulainya perlu digali parameter , kriteria dan

indikator umum untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok atau kelas-kelas

berdasarkan tingkat kesejahteraan. Parameter adalah ukuran seluruh populasi

dalam penelitian yang harus dperkirakan, selanjutnya indikator adalah suatu

yang dapat memberikan (menjadi) petunjuk atau keterangan. Sedangkan

kriteria merupakan ukuran yang menjadi penilaian atau penetapan sesuatu.

27
Beberapa contoh parameter umum untuk mengetahui tingkat kesejahteraan

dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya : asset, akses layanan umum dan

aspek lain yang banyak digunakan misalnya dalam hal jumlah pendapatan.

Parameter dan indikator secara detail tergantung dengan paramater dan

indikator yang disepakati masyarakat yang akan melakukan analisis kemiskinan

partisipatif itu sendiri.

Unit analisis yang digunakan adalah pada tingkat rumah tangga, dimana

penggalian data awal dapat dilakukan melalui musyawarah desa dalam

komunitas kemudian dilakukan secara triangulasi dan verifikasi pada tingkat

pleno. Untuk mengupayakan tergalinya data secara maksimal , peserta diskusi

yang dilibatkan hendaknya merupakan representasi dari seluruh kelompok

masyarakat yang ada dengan keterwakilan minimal 20%. Selanjutnya

diharapkan peran fasilitator dapat optimal untuk menghindari dominasi peran

kelompok kaya atau elit, karena biasanya kelompok-kelompok ini lebih memiliki

ketrampilan dalam berkomunikasi dan menyampaikan pemikirannya

dibandingkan kelompok miskin dan marginal.

2. Proposi Kemiskinan

Pada alat bantu PPA yang digunakan dalam menggali data selanjutnya melalui

Proposi Kemiskinan. Proporsi kemiskinan dilakukan untuk mengetahui

beberapa jumlah (dalam persen) penduduk yang kaya, sedang, miskin dan

sangat miskin menurut prespektif masyarakat. Bahan yang digunakan dalam

proporsi kemiskinan diantaranya : kertas plano, spidol, dan biji-bijian. Dalam

metode proporsi kemiskinan yang dijalankan diantaranya : rapat dusun, dan

diskusi kepada masyarakat.

28
3. Definisi Kemiskinan

Dalam hal ini definisi kemiskinan dilakukan untuk mengetahui apa definisi atau

arti kemiskinan secara menurut si miskin ataupun penduduk miskin. Dalam

kegiatan ini bahan yang perlu disiapakan berupa alat perekam dan alat tulis.

Selanjutnya Metode yang digunakan untuk mengetahui arti kemiskinan yang

sesungguhnya dengan wawancara mendalam dan FGD, langkah yang dilakukan

melalui menanyakan ke masyarakat atau keluarga miskin bagaimana menurut

mereka masyarakat miskin itu.

4. Analisis Sumber Penghidupan dan Pengeluaran

Alat bantu ini digunakan untuk mengetahui sumber-sumber pendapatan

masyarakat dan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan.

Diharapkan alat bantu ini juga dapat memotret waktu-waktu rentan ketika

masyarakat memerlukan kebutuhan tunai dalam jumlah besar dan pada saat

yang sama musim yang ada tidak mendukung kebutuhan tersebut. Penggunaan

alat bantu ini dapat ditujukan pada semua perwakilan masyarakat baik kaya,

sedang, maupun miskin, akan tetapi untuk efisiensi, dalam panduan ini, analisis

sumber penghidupan dan pengeluaran hanya dilakukan pada komunitas miskin

dan sangat miskin.

5. Analisis Kecenderungan dan Perubahan

Alat bantu ini ditunjukan untuk memfasilitasi masyarakat dalam mengenali

perubahan kecenderungan terkait dengan sumber penghidupan untuk

kelangsungan hidup dan peningkatan kesejahteraan mereka. Mengkaji

hubungan antara perubahan tersebut dengan yang ada di desa serta penyebab

nya. Hasilnya digambar dalam suatu matriks. Dari besarnya perubahan hal-hal

yang diamati dapat diperoleh gambaran adanya kecenderungan umum

perubahan yang akan berlanjut dimasa depan.

29
Kegiatan ini dijalankan dengan metode FGD (Forum Grup Discussion.

Selanjutnya dalam kegiatan ini terdapat beberapa tujuan diantaranya :

a. Mengenali berbagai perubahan dan kecenderungan terkait dengan sumber

penghidupan baik yang berasal dari hutan dan sumber penghidupan lainnya

yang penting untuk kelangsungan hidup dan peningkatan kesejahteraan

masyarakat

b. Mengkaji hubungan antara berbagai perubahan tersebut yang ada di desa

serta penyebabnya.

6. Analisis Kalender Musim

Dalam kegiatan alat bantu melalui kalender musim akan dapat ditunjukan

perubahan dan perulangan keadaan-keadaan seperti : cuaca, siklus tanaman,

pembagian tenaga kerja, keberadaan hama dan penyakit dan lain-lain, dalam

satu kurun waktu tertentu (musiman). Kalender musim dibuat untuk

mengetahui kegiatan masyarakat khususnya petani dan nelayan selama satu

tahun, beserta peran dan kemampuan dalam mengatasi waktu-waktu rentan.

Kegiatan kalender musim ini dilakukan dengan metode FGD dan memiliki

tujuan untuk mengetahui kegiatan masyarakat selama satu tahun beserta peran

dan kemampuan hutan dalam membantu mengatasi waktu-waktu yang rentan.

7. Analsis Sebab Akibat

Permasalahan yang ada di komunitas miskin pasti ada sebab dan akibatnya.

Analisis sebab akibat dilakukan untuk mengetahui bagaimana permasalahan

tersebut muncul di masyarakat dan mempengaruhi sumber kehidupan

masyarakat serta apa dampak atau akibatnya. Sehingga dapat dicarikan

alternatif pemecahan dari masalah-masalah yang ada. Dalam kegiatan ini

menggunakan metode Forum Group Discussion (FGD).

30

Anda mungkin juga menyukai