Anda di halaman 1dari 4

A.

PUISI WAJIB

Hujan Bulan Juni


Karya : Sapardi Djoko Damono

Tak ada yang lebih tabah


dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

B. PUISI PILIHAN

KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU


Karya : Taufik Ismai

Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
Sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
Dengan bolayang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
Karena seratus juta penduduknya,
Kembalikan Indonesia padaku
Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam
Dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam
lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
Sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang
Sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam
Dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,
Kembalikan Indonesia padaku
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
Dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
Karena seratus juta penduduknya,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
Sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Kembalikan Indonesia padaku

Aku
Karya: Chairil Anwar
Kalau sampai waktuku
Kumau tak seorang pun merayu
Tidak ju kau
Tak perlu sedu sedang itu
Aku ini binatang jalanan
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana


Karya : Gus Mustofa Bisri

Kau ini bagaimana


Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir
Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan
pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan
tanah
Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam
Bisshowab
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri
semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana
Dongeng Marsinah
Karya : Sapardi Djoko Damono

Marsinah buru pabrik arloji


Mengurus presisi
Merakit jarum, sekrup, dan roda gigi
Waktu memng tak pernah kompromi,
Ia sangat cermat dan hati-hati

Marsinah itu arloji sejati,


Tak Lelah berdetak
Memintal kefanaan
Yang abadi
“kami ini tak banyak kehendak,
sekedar hidup layak sebutir nasi,”

Marsinah, kita tahu,tak bersenjata,


Ia hanya suka merebus kata
Sampai mendidih,
Lalu meluap kema-mana.
“ia suka berfikir,” kata siapa,
“itu sangat berbahaya”.

Marsinah tak ingin menyulut api,


ia hanya memutar jarum arloji
agar sesuai dengan matahari.
“Ia tahu hakikat waktu”,kata siapa.
“dan harus di kembalikan
Keasalnya, debu”

Di hari baik bulan bai,


Marsinah di jemput dirumah tumpangan
Untuk suatu perhelatan,
Ia diantar kerumah siapa,
Ia disekap diruang pengap,
Ia diikat kekursi,
Merka kira waktu bisa di sumpal
Agar lengkingan detiknya
Tidak kedengaran lagi

Marsinah tidak diberi air,


Ia tidak diberi nasi.

Anda mungkin juga menyukai